Anda di halaman 1dari 6

1

Nama : Lukman Ilman Nurhakim

NPM : 110110150022

Kelas : D

Task 1: Sejarah Perkembangan Hukum Internasional – Study Task

1. Bagaimanakah tahapan perkembangan hukum internasional?

Hukum internasional dalam arti sekrang, baru berkembang mulai abad ke-16 dan 17
setelah lahirnya negara-negara dengan sistem modern di Eropa. Perkembangan hukum
internasuonal pada waktu itu sangat banyak diperngaruhi oleh karya-karya tokoh-tokoh
kenamaan di Eropa yang dapat dibagi atas dua aliran utama, yaitu golongan naturalis dan
golongan positivis.1

A. Golongan Naturalis

Menurut golongan naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum


bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinisp yang berlaku secara
universal, sepanjang masa dan yang dapat ditemui dengan akal sehat. Hukum harus dicari
dan bukan dibuat.2 Itulah yang dinamakan golongan naturalis yang merumuskan prinsip-
prinsip atas dasar hukum alam bersumberkan pada ajaran Tuhan. Tuhan mengajarkan
bahwa umat manusia dilarang berbuat jahat dan harus berbuat baik antara satu dengan
yang lain demi keselamatan umat manusia. Atas dasar hukum alam itu pula, negara-negara
harus bersikap baik dalam hubungannya satu sama lain demi keselamatan dan kelansungan
hidup masyarakat internasional.3

Tokoh terkemuka golongan ini ialah warga Belanda Hugo de Groot atau Grotius
(1583-1645). Tokoh-tokoh lainnya adalah Fransisco de Vittoria (1480-1546), Fransisco Suarez
(1548-1617), Alberico Gentilis (1552-1606).

Ditinjau dari perkembangan hukum Internasional, sumbangan Grotius sangat besar.


Bahkan, ia telah diberi julukan pendiri hukum Internasional modern. Karyanya yang terkenal
ialah De jure belli ac pacis (Hukum Perang dan Damai) yang berisikan dasar-dasar baru yang

1
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Global, Bandung: P.T. Alumni,
2008, hlm. 5
2
Michael Akehurst, A Modern Introduction to International Law, George Allen & Unwin (Publisher) Ltd, 5th
Edition, 1984. hlm. 13
3
Boer Mauna, Loc. Cit hlm. 6
2

mengatur hubungan antarnegara. Dengan karyanya tersebut, hukum internasional


selanjutnya merupakan suatu sistem hukum yang terpisah suatu cabang tersendiri.
Golongan naturalis ini mempunyai pengaruh yang sangat menentukan dan dapatlah
dikatakan bahwa teori hukum alam waktu itu diterima sepenuhnya oleh negara-negara.
Selanjutnya, teori hukum alam sekarang ini hampir tidak berpengaruh lagi karena pada
umumnya negara-negara melihat hukum internasional hanya sebagai hasil perumusan
kehendak bersama yang disebut sebagai hukum positif.

B. Golongan Positivis

Menurut golongan positivis, hukum yang mengatur hubungan antar-negara adalah


prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar
hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang diwujudkan
dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional. Seperti apa yang
dinyatakan Jean Jacques Rousseau (1712-1778) dalam bukunya Du contract social, La loi
c’est l’expression de la volonte generale, hukum adalah pernyataan kehendak bersama.
Tokoh utama penganut aliran posivis ini juga warga Belanda bernama Cornelius van
Byriketenoek (1673-1743). Tokoh-tokoh lainnya adalah Prof. Richard Zouche (1590-1660)
dan Emerich de Vattel (1714-1767). Teori hukum positif mulai berkembang di abad-18 dan
baru diterima oleh masyarakat internasional di abad ke-19. 4

Di abad ke-19, hukum internasional berkembang dengan cepat karena beberapa


faktor: (1) Negara-negara Eropa sesudah Kongres Wina 1815 berjanji untuk selalu memakai
prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu sama lain, (2) Banyak dibuat
perjanjian-perjanjian (law-making treaties) seperti di bidang perang dan netralitas,
peradilan dan arbitrase, (3) Berkembangnya perundingan-perundingan multiraltral yang
sering melahirkan ketentuan-ketentuan hukum yang baru.5

Di paruh kedua abad ke-20, hukum internasonal mengalami perkembangan yang


sangat pesat. Faktor-faktor penyebabnya antara lain adalah sebagai berikut6:

(1) Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi dan
meningkatkan hubungan antar-negara;

4
Ibid
5
Ibid. hlm 7
6
Ibid
3

(2) Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya
ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerja sama antarnegara di berbagai
bidang;
(3) Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat bilateral,
regional maupun bersifat global;
(4) Bermunculannya organisasi-organisasi internasional seperti PBB dengan berbagai
organ subsidernya, serta Badan-badan khusus dalam kerangka PBB yang
menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang.

Dengan demikian, hukum internasional dewasa ini bukan saja mengatur hal-hal yang
berhubungan dengan perdamaian dan keamanan, tetapi juga menyangkut masalah politik,
dekolonisasi, ekonomi, teknologi, sosial, di samping masalah-masalah hak asasi, lingkungan,
terorisme, kejahatan lintas negara dan lain-lain demi tercapainya kesejahteraan dan
keserasian dalam keidupan antarbangsa.

2. Teori – teori hukum apa saja yang melandasi pembentukan hukum internasional?

Pada titik ini beberapa teori modern mengenai sifat dan peran hukum internasional
akan disinggung secara singkat7:

A. Teori Hukum Positif dan Hukum Alam

Penganut-penganut teori positifis berpendapat bahwa kaidah-kaidah hukum


internasional pada analisis terakhir memiliki karakter yang sama dengan hukum nasional
(hukum negara) “positif” sepanjang kaidah-kaidah hukum tersebut juga berasal dari
kehendak negara. Mereka yakin bahwa hukum internasional secara logis dapat
dikembalikan kepada suatu sistem kaidah yang untuk validitasnya akan bergantung hanya
pada fakta bahwa negara-negara telah menyatakan kesetujuannya. 8

Aliran positivis, yang berkembang demikian pesat di dunia abad kesembilan belas
yang pragmatis dan optimis, menyatakan bahwa hukum sebagaimana adanya harus dianlisis
secara empiris, dilucuti dari semua elemen etis. Pendekatan menuju hukum dalam
masyarakat semacam ini mecapai puncaknya pada “Teori Hukum Murni” Kelsen. Kelsen

7
Malcomn N. Shaw QC, Hukum Internasional, Bandung: Nusa Media, 2013, hlm 45-57
8
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: PT Sinar Grafika, 2010, hlm. 26
4

mendefinisikan hukum hanya ditujukan untuk dibahas di dalam disiplin Ilmu Politik, Politik,
sosiologi, dan sejarah semua disisihkan dari teori hukum murni yang berusaha membangun
sebuah struktur logis terpadu berdasarkan pembahasan formal. Bagi Kelsen hukum
Internasional adalah tatanan hukum primitif karena tidak ada organ legislatif, peradilan dan
pelaksana yang kuat dan kemiripannya dengan masyarakat pra-negara. Karenanya ia
ditandai dengan penggunaan ‘self-help’.

Masalah yang ada pada formulasi Kelsen tentang norma dasar hukum internasional
adalah bahwa hal itu tampak mengandung sifat tautologis: ia hanya mengulangi kembali
bahwa negara yang mematuhi aturan harus mentaati aturan tersebut. Teori murni kelsen
tampaknya menandai akhir dari jalan tersebut, dan positvisme dianalisis dari sudut yang
lebih sosiologi oleh Hart dalam bukunya The Concept of Law pada 1961.

Hart memahami hukum sebagai sebuah sistem aturan, berdasarkan interaksi aturan
primer dan sekunder. Hart menyimpulkan bahwa aturan-aturan hukum internasional belum
merupkan sebuah ‘sistem melainkan sekadar sekumpulan aturan’. Pendekatan ini dapat
dikritik karena konsentrasinya yang berlebih kepada aturan dengan mengesampingkan
unsur penting lainnya dalam sistem hukum, seperti prinsip-prinisp dan kebijakan.

Kekuatan gerakan positivis menyusut pada abad terakhir seiring buyarnya kepastian
lama dan tumbuhnya keresahan sosial. Hukum, seperti biasa, sosial mencerminkan tekanan
dominan pada zamannya, dan teori-teori baru tentang peran hukum dalam masyarakat baru
berkembang. Salah satunya, pandangan Rescou Pound tentang hukum sebagai bentuk
rekayasa sosial, menyeimbangkan berbagai kepentingan dalam masyarakat dengan cara
yang paling efektif.

Dalam upaya mencari makna dalam hidup dan dasar etis bagi hukum. Hukum Alam
telah mengambil sejumlah pendekatan yang beragam. Salah satunya, berupa perbaikan
prinsip-prinsip yang telah disebutkan oleh Aquinas dan diadopsi oleh Gereja Katolik, yang
menekankan martabat manusia dan supremasi nalar beserta pengasan akan imoralitas
(meskipun tidak selalu ketidakvalidan) hukum yang bertentangan dengan nalar yang benar
dan hukum abadi Tuhan.

Jejak-jejak teori “hukum alam” masih bertahan hingga saat ini, walaupun dalam
bentuk yang kurang begitu dogmatis. Dikatakan oleh Kelsen “Teori hukum alam yang
5

dominan pada abad ke-17 dan ke-18 setelah mengalami kejenuhan pada abad ke-19, telah
bangkit kembali dengan pemikiran keagaman dan metafisika”. 9 Karena karakter rasional dan
idealistiknya, konsepsi “hukum alam” telah menanamkan pengaruh besar – suatu pengaruh
yang memberikan sumbangan terhadap perkembangan hukum internasional.

B. Pendekatan Baru

Aliran berikutnya yang akan coba menjawab dasar mengikatnya Hukum


Internasional adalah aliran yang menggunakan pendekatan sosiologis. Menurut aliran ini
masyarakat internasional yang dalam hal ini merupakan bangsa-bangsa merupakan mahluk
sosial yang selalu membutuhkan interaksi satu dengan yang lain untuk memenuhi
kebutuhannya. Betapa majunya suatu negara ia tidak akan dapat hidup sendiri, suatu
bangsa pastilah membutuhkan bangsa lain dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam
berinteraksi tersebut masyarakat internasional membutuhkan aturan hukum untuk
memberikan kepastian hukum pada apa yang mereka lakukan. Pada akhirnya dari aturan
tersebut masyarakat internasional akan merasakan ketertiban, keteraturan, keadilan, dan
kedamaian. Demikianlah menurut aliran ini dasar kekuatan mengikatnya hukum
internasional adalah kepentingan dan kebutuhan bersama akan ketertiban dan kepastian
hukum dalam melaksanakan hubungan internasional.

3. Bagaimanakah perbedaan hukum nasional dan hukum internasional?

Alasan yang diajukan oleh penganut aliran dualisme bagi pandangan tersebut di atas
didasarkan pada alasan formal maupun alasan yang berdasarkan kenyataan. Di antara
alasan-alasan yang terpenting dikemukakan hal sebagai berikut10:

1) Kedua perangkat hukum tersebut yakni hukum nasional dan hukum internasional
mempunyai sumber yang berlainan, hukum nasional bersumber pada
kemauannegara, sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan
bersama masyarakat negara;
2) Kedua perangkat hukum itu berlainan subjek hukumnya. Subjek hukum dari
hukum nasional ialah orang perorangan baik dalam apa yang dinamakan hukum

9
J.G. Starke, Op. Cit., hlm. 25
10
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: P.T. Alumni, 2003, hlm 57
6

perdata maupun hukum publik, sedangkan subjek hukum dari hukum


internasional ialah negara;
3) Sebagai tata hukum, hukum nasional dan hukum internasional menampakan
pula perbedaan dalam strukturnya. Lembaga yang diperlukan untuk
melaksanakan hukum dalam kenyataannya, seperti mahkamah dan organ
eksekutif hanya ada dalam bentuk yang sempurna dalam lingkungan hukum
nasional. Alasan lain yang dikemukakan sebagai argumentasi yang didasarkan
atas kenyataan ialah bahwa daya laku atau keabseahan kaidah hukum nasional
tidak terpengaruh oleh kenyataan bahwa kaidah hukum nasional itu
bertentangan dengan hukum internasional. Dengan perkataan lain dalam
kenyataan ketentuan hukum nasional tetap berlak secara efektif sekalipun
bertentangan dengan ketentuan hukum internasional.

Daftar Pustaka

Akehurst Michael, 1984. A Modern Introduction to International Law. George Allen & Unwin
(Publisher) Ltd, 5th Edition.

Kusumaatmadja Mochtar. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: P.T. Alumni.

Mauna Boer. 2008. Hukum Internasional Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Global,
Bandung: P.T.

Shaw Malcomn N. 2013 Hukum Internasional. Bandung: Nusa Media.

Starke J.G. 2010. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: PT Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai