Anda di halaman 1dari 10

HUKUM

INTERNASIONAL

Kelompok 1:

Ade Indah Widiani (16430045)


Dhita Indah S. (16430050)

Tugas Mata Kuliah Hukum Internasional


Semester Gasal

Program Studi Hubungan Internasional


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Slamet Riyadi
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah Hukum Internasional sering juga disebut dengan “The law Of Nation” atau
hukum bangsa-bangsa atau hukum antar bangsa (The Law Among Nations) dan juga hukum
antar negara (Inter States Law) (Sri Erlinda, 2007:75). Dalam kita berhubungan dengan
negara lain selalu ada permasalahan dan juga kendala yang harus segera diselesaikan. Untuk
itu berbagai bangsa di dunia sepakat untuk membuat hukum yang dapat mengayomi semua
negara yang saling berhubungan.Hukum tersebut lazim disebut hukum internasional.Dari
definisi hukum internasional yang diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu,
termasuk Grotius atau Akehurst, pembahasan dan juga penekanan dari hukum internasional
masih sangat terbatas pada negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan
subjek-subjek hukum lainnya.Namun seiring dengan perkembangan jaman aspek-aspek dan
pihak-pihak lain yang berhubungan dalam dunia internasional juga dimasukkan dalam subjek
hukum internasional modern.

Dalam penyebutan atau penamaannnya kita mengenal berbagai pengertian dan juga
istilah untuk hukum internasional ini karena pendekatannya berbeda satu dengan yang lain..
Namun yang kita sering gunakan adalah hukum internasional karena mampu menjelaskan
dan juga menyiratkan arti tentang apa yang dikandung di dalam istilah hukum internasional
tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Hukum Internasional
2. Apa perkembangan penggunaan istilah Hukum Internasional?
3. Apa saja dasar-dasar kekuatan yang mengikatnya?
4. Apa hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional?
BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN
Pengertian hukum internasional menurut Prof Dr. Mochtar Kusumaatmaja Hukum
Internasional merupakan seluruh kaidah dan asas yang mengatur hubungan maupun persoalan
yang melintasi batas-batas negara baik antara negara dengan negara maupun negara dengan
subjek hukum internasional lainnya.
Hukum internasional terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Hukum Perdata Internasional
Merupakan hukum internasional yang mengatur hubungan antara hukum dan warga negara di
suatu negara dengan warga negara dari negara lain. Hukum perdata internasional juga disebut
hukum antar bangsa.
2. Hukum Publik Internasional
Merupakan hukum internasional yang mengatur hubungan antara negara yang satu dengan
negara lainnya dalam hubungan internasional. Hukum publik internasional juga disebut
Hukum Antarnegara.
Asas-Asas Hukum Internasional
Asas- yang berlaku di dalam hukum internasional, diantaranya :
a. Asas Teritorial
Asas ini menyatakan bahwa negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan juga semua
barang yang berada dalam wilayah negara tersebut.
b. Asas Kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa hukum negara tetap berlaku bagi seorang warganegara walaupun
ia berada di negara lain. Asas ini mempunyai kekuatan ekstrateritorial.
c. Asas Kepentingan Umum
Asas ini menyatakan bahwa hukum negara tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu
negara karena hukum menyesuaikan diri dengan semua keadaan maupun peristiwa yang
menyangkut kepentingan umum.

2. ISTILAH DAN DEFENISI HUKUM INTERNASIONAL SECARA UMUM


Banyak istilah-istilah yang digunakan oleh para sarjana mengenai apa itu hukum
internasional,mereka mengemukakan pendapatnya menurut pandangan dan perspektif mereka
masing-masing. Namun pada umumnya istilah-istilah ini mempunyai konsep dan acuan
pengertian yang sama. Istilah-istilah itu antara lain:
• Indonesia : Hukum Bangsa-bangsa, Hukum Antar Bangsa dan Hukum Antar Negara.
• Inggris : International Law, common Law, Law of mankind, Law of National, Transnational
Law
• Perancis : Droit de gens
• Belanda : Voelkenrecht.
• Jerman : Voelkrrecht.
• Romawi : Ius Gentium, Ius Inter Gentes.
Makna Perbedaan Istilah :
• Perbedaan penggunaan istilah tersebut sesungguhnya menunjukkan adanya tingkat
perkembangan HI yakni dari bermula digunakan istilah Ius Gentium – Ius Inter Gentes —
Hukum Bangsa-bangsa, – Hukum Antar Bangsa — Hukum Antar Negara — dan
kemudian terakhir HI.
• Hukum bangsa – bangsa : menunjukan pada kebiasaan dan aturan (hukum) yang berlaku
dalamhubungan raja-raja pada zaman dahulu.
• Hukum Antar bangsa : menunjukkan kompleksitas kaidah-kaidah dan asas-asas hukum
yangmengatur hubungan antar anggota masayarkat bangsa-bangsa atau negara yang kita
kenal sejakmeunculnya negara dalam bentuknya yang modern (nation state).
• Hukum Internasional : menunjukan pada kaidah-kaidah dan asas-asas hukum,

3. DASAR KEKUATAN MENGIKATNYA HUKUM HUBUNGAN


INTERNASIONAL
a. Teori Hukum Alam

Menurut teori hukum alam (natural law), hukum internasional adalah hukum yang diturunkan
untuk hubungan bangsa-bangsa di dunia. Hal ini dikarenakan hukum internasional
merupakan bagian dari hukum tertinggi, yaitu hukum alam. Tokoh-tokoh dari teori hukum ini
antara lain Hugo Grotius (Hugo de Groot), Emmeric Vattel, dll.
Teori hukum alam telah memberikan sumbangan besar terhadap hukum internasional, yaitu
memberikan dasar-dasar bagi pembentukan hukum yang ideal. Dalam hal ini, dengan
menjelaskan bahwa konsep hidup bermasyarakat internasional merupakan keharusan yang
diperintahkan oleh akal budi (rasio) manusia, teori hukum alam stelah meletakkan dasar
rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai antarbangsa-bangsa
di dunia ini walaupun mereka memiliki asal-usul keturunan, pandangan hidup, dan nilai-nilai
yangberbeda-beda.
Namun, dibalik sumbangan besar itu, terdapat kelemahan yang cukup mengganggu, yaitu
tentang apa sebenarnya “hukum alam” tersebut. Akibatnya, pengertian istilah tersebut
menjadi kabur, tergantung dari siapa istilah itu dikemukakan.

b. Teori Kehendak Tuhan

Menurut teori hukum kehendak negara, kekuatan mengikat hukum internasional terletak pada
kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional, karena negara adalah
pemegang kedaulatan, maka negara adalah juga sumber dari segala hukum. Hukum
internasional berasal dari kemauan negara dan berlaku karena disetujui oleh negara.
Dalam teori ini disebutkan bahwa hukum internasional tidak lebih tinggi derajatnya daripada
hukum nasional yang mengatur hubungan luar suatu negara. Tokoh-tokoh yang
mengemukakan teori ini antara lain adalah Zom, George Jellinek, dll.
Terdapat kelemahan dalam pengertian teori kehendak negara ini, yaitu bagaimana jika suatu
negara secara sepihak tidak mau lagi terikat dengan hukum internasional, apakah berarti
hukum internasional tersebut tidak memiliki kekuatan pengikat lagi? Selain itu, apakah
negara-negara yang baru lahir sudah terikat dengan hukum internasional, tanpa peduli mereka
setuju atau tidak terhadap hukum internasional tersebut?

c. Teori Kaidah Hukum (Mazhab Wina)

Kelemahan teori-teori berdasarkan kehendak negara melahirkan sebuah teori baru, yang
mendasarkan diri pada norma hukum yang telah ada terlebih dahulu. Tokoh terkenal dari
teori ini adalah Hans Kelsen dengan mazhabnya yaitu Mazhab Wina.
Menurut Kelsen, ada dan mengikatnya kaidah hukum internasional didasarkan oleh ada dan
mengikatnya kaidah hukum lain yang lebih tinggi. Ada dan mengikatnya kaidah hukum yang
lebih tinggi itu didasarkan oleh ada dan mengikatnya kaidah hukum yang lebih tinggi lagi.
Demikian seterusnya hingga sampai pada suatu puncak piramida kaidah-kaidah hukum yang
dinamakan kaidah dasar (grundnorm) yang tidak lagi dapat dijelaskan secara hukum
melainkan harus diterima adanya sebagai hipotesa asal (ursprungshypothese). Menurut
Kelsen, kaidah dasar dari hukum internasional itu adalah prinsip atau asas pacta sunt
servanda.
Kelemahan dari mazhab atau teori ini adalah bahwa memang sepintas tampak bahwa
konstruksi pemikiran mazhab ini tampak logis dalam menerangkan dasar mengikatnya
hukum internasional. Namun, mazhab ini tidak dapat menerangkan mengapa kaidah dasar
(grundnorm) itu sendiri mengikat? Lagipula, dengan mengatakan bahwa kaidah dasar itu
sebagai hipotesa, yang merupakan sesuatu yang belum pasti, maka berarti pada akhirnya
dasar mengikatnya hukum internasional digantungkan pada sesuatu yang tidak pasti.

d. Teori fakta Sosial (Mazhab Prancis)

Selain Mazhab Wina, ada suuatu mazhab yang mencoba menjelaskan dasar mengikatnya
hukum internasional dengan konstruksi pemikiran yang sama sekali berbeda dengan teori
hukum alam dan hukum positif adalah Mazhab Prancis, dengan tokohnya seperti Leon
Duguit, Fauchile, dan Schelle.
Dasar pemikiran teori ini adalah apa yang disebut dengan fakta-fakta sosial, yaitu berupa
faktor-faktor biologis, sosial, dan sejarah kehidupan manusia. Artinya, dasar mengikatnya
hukum internasional itu dapat dikembalikan kepada sifat alami manusia sebagai mahluk
sosial yang senantiasa memiliki hasrat untuk hidup bergabung dengan manusia lain dan
kebutuhan akan solidaritas. Kebutuhan individu tersebut juga terdapat pada bangsa dan
negara. Dengan kata lain, menurut mazhab ini kekuatan mengikat hukum internasional
didasarkan pada fakta-fakta sosial (fait social) bahwa manusia butuh hidup bermasyarakat.

4. HUBUNGAN ANTARA HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL

a. Aliran Dualisme
Tokoh utama dari aliran ini ialah “Triepel” seorang pemuka aliran positivism dan
“Anzilotti” pemuka aliran positivisme dari italia.
Menurut paham dualism, “ daya ikat hukum internasional bersumber pada kemauan negara”,
hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah satu
dari yang lainnya.
Alasan terletak atau didasarkan pada kenyataan diantaranya, yaitu :
1.) Kedua perangkat hukum tersebt yakni hukum nasional dan hukum internasional mempunyai
sumber yang berlainan, hukum nasional bersumber pada “kemauan negara”, sedangkan
hukum internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat negara.
2.) Berlaianan subyek hukumnya
Subyek hukum nasional dalah orang-perorangan, sedangkan subyek hukum dari hukum
internasional adalah negara.
3.) Perbedaan dalam strukturnya
Lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum dalam kenyataannya seperti,
mahkamah dan organ eksekutif hanya ada dalam hukum nasional.
4.) Daya laku atau keabsahan kaidah hukum nasional tidak terpengaruh oleh kenyataan bahwa
hukum nasional itu bertentangan dengan hukum internasional.
Akibat Pandangan Dualisme ini, antara lain :
1.) Kaidah-kaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumber atau berdasar pada
perangkat hukum yang lain. (tidak ada persoalan hierarki)
2.) Tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum tersebut.
3.) Ketentuan hukum internasional memerlukan tarnsformasi menjadi hukum nasional.
b. Paham Aliran Monisme
Paham monisme didasarkan atas pemikiran kesatuan dari seluruh hukum yang mengatur
hidup manusia. Dengan demikian hukum internasional dan hukum nasional merupakan
bagian dari satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia.
Akibat pandangan ini:
Bahwa antara dua perangkat ketentuan hukum ini. mungkin ada hubungan hierarki
Persoalan hierarki anatara dua perangkat hukum (hukum nasional dan hukum internasional)
ini. melahrkan beberapa sudut pandang yang berbeda dalam aliran monisme. Mengenai
hukum manakah yang utama. Ada pihak yang beranggapan bahwa dalam hubungan antara
hukum nasional dan hukum internasional yang utama adalah hukum nasional dan ada
pandangan yang sebalinya yaitu bahwa hukum iternasional yang pertama disebut “Paham
monisme dengan primat hukum nasional “ dan pandangan yang kedua disebut “ Paham
monisme dengan primat hukum internasional”
- Pandangan monisme dengan primat hukum nasional
Menurut pandangan monisme dengan primat nasional ini, hukum internasional itu tidak lain
dari atau merupakan lanjutan hukum nasional atau tidak lain dari hukum nasional untuk
urusan luar negeri atau “Auszeres Staatsrecht”
Pandangan monisme dengan primat hukum nasional ini pada hakikatnya menganggpa bahwa
hukum internasional itu bersumber pada hukum nasional.
Alasan utama anggapan ini ialah ;
1.) Bahwa tidak ada satu organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-
negara di dunia
2.) Dasar hukum internasional yang mengatur hubungan internasional terletak dalam wewenang
negara untuk mengadakan perjanjian internasional
Kelemahan paham monisme ini, ialah :
1.) Terlalu memandang hukum itu sebagai hukum yang tertulis saja, sehingga sebagai hukum
internasional dianggap hanya hukum yang bersumberkan perjanjian internasional saja.
2.) Bahwa pada hakikatnya pendirian paham monisme dengan primat hukum nasional ini
merupakan penyangkalan terhadap adanya hukum internasional , sebab apabila terikatnya
negara pada hukum internasional digantungkan pada hukum nasional. Hal ini sama-sama saja
menggantungkan berlakunya hukum internasional itu pada kemauan negara.
- Paham monisme dengan primat hukum internasional
1.) Hukum nasional itu bersumber pada hukum internasional karena hukum ini secara hierarkis
lebih tinggi dari hukum nasional
2.) Hukum nasional tunduk pada hukum internasional dan pada hakikatnya kekeuatan
mengikatnya berdasarkan “ Pendelegasian wewenang “ dari hukum internasional
Kelemahan paham monisme ini :
1.) Pandangan bahwa hukum nasional, itu tergantung kepada hukum internasional (juga
kekuatannya ) seolah-olah mendalilkan bahwa hukum internasional telah ada lebih dahulu
dari hukum nasional.
2.) Tidak benar bahwa hukum nasional itu kekeuatan mengikatnya diperoleh dari hukum
internasional.
KESIMPULAN
Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum
antar negara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan
aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antar
bangsa atau hukum antar negara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang
mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
Hubungan internasional yang merupakan hubungan antar negara, pada dasarnya adalah
”hubungan hukum”. Ini berarti dalam hubungan internasional telah melahirkan hak dan
kewajiban antar subyek hukum (negara) yang saling berhubungan. Dan lazimnya hal
demikian itu akan diawali dengan perjanjian pembukaan hubungan de facto tetap(konsuler)
sampai pada akhirnya berupa de jure penuh (perwakilan diplomatik) yang bersifat bilateral.
Hubungan kerjasama antar negara (internasional) di dunia diperlukan guna memenuhi
kebutuhan hidup dan eksistensi keberadaan suatu negara dalam tata pergaulan internasional,
di samping demi terciptanya perdamaian dan kesejahteraan hidup yang merupakan dambaan
setiap manusia dan negara di dunia.
Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional, merupakan dua
sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum internasional dan hukum nasional
merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas
atau subordinasi. Berlakunya hukum internasional dalam lingkungan hukum nasional
memerlukan ratifikasi menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya,
maka yang diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.
Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum nasional saling
berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan
dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini,
hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum
nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional. (Burhan Tsani, 1990; 26)
Daftar Pustaka

http://kicauanpenaku.blogspot.co.id/2012/12/hubungan-antara-hukum-internasional-dan.html

http://sospol.pendidikanriau.com/2010/10/hakekat-dan-dasar-mengikatnya-hukum.html

https://www.academia.edu/5680249/ASAS-
ASAS_DAN_PERISTILAHAN_HUKUM_INTERNASIONAL

http://www.areabaca.com/2015/03/pengertian-hukum-internasional.html

Anda mungkin juga menyukai