KOMUNIKASI PERSUASIF
Oleh :
Faldy Ari Wijaya (16410058)
Dalam proses komunikasi, ada lima elemen dasar yang dikemukakan oleh
Harold Lasswell dengan istilah “Who Says What in Which Channel to Whom with
What Effect”. Kelima elemen dasar tersebut adalah Who(sumber atau
komunikator), Says What (pesan), in Which Channel (Saluran), to Whom
(Penerima), with What Effect (Efek atau dampak). Lima elemen dasar dari
komunikasi yang dikemukakan oleh Harold Laswell di atas akan bisa membantu
para komunikator dalam menjalankan tugas mulianya.
Dalam tindakan persuasi, kita selalu berusaha agar apa yang kita inginkan
diterima oleh orang lain, baik itu berupa ide atau pun tindakan nyata kita. Atau
sebaliknya bahwa orang lain berusaha agar apa yang mereka inginkan dapat kita
terima. Dalam hal ini kita bisa saja menjadi sumber dari persuasi dan juga bisa
menjadi target. Berhasil tidaknya persuasi ini sangat ditentukan oleh sumber, target,
pesan yang ingin disampaikan, dan situasi yang ada.
Contoh kasus yang ada akan membantu pembaca memahami teori persuasi
yang dijelaskan dalam tulisan sederhana ini. Contoh kasus ini juga diharapkan dapat
mengantar pembaca agar mampu melihat pratek-praktek persuasi yang ada dalam
kehidupan sehari-hari yang mungkin sebelumnya tidak pernah disadari. Tulisan ini
juga bertujuan untuk membantu pembaca memahami teori persuasi dan mampu
mempraktekkannya dalam kehidupan yang nyata. Selain itu, tulisan ini juga dapat
membantu pembaca untuk mempelajari bagaimana caranya meyakinkan orang lain
dengan ide yang kita miliki.
BAB II
Tinjauan Konseptual dan Teoritis
Istilah “persuasi” atau dalam bahasa inggris persuasion bersal dari kata
Latin persuasio, yang secara harafiah berarti hal membujuk, hal mengajak, atau
menyakinkan. Dalam ilmu komunikasi, kita mengenal adanya komunikasi
persuasif, yaitu komunikasi yang bersifat mempengaruhi audience atau
komunikannya, sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
komunikator. Menurut K. Andeerson, komunikasi persuasive didefinisikan sebagai
perilaku komunikasi yang mempunyai tujuan mengubah keyakinan, sikap atau
perilaku individu atau kelompok lain melalui transmisi beberapa pesan. Sedangkan
menurut R. Bostrom bahwa komunikasi persuasif adalah perilaku komunikasi yang
bertujuan mengubah, memodifikasi atau membentuk respon (sikap atau perilaku)
dari penerima.
Persuasi bisa dilakukan secara rasional dan secara emosional. Dengan cara
rasional, komponen kognitif pada diri seseorang dapat dipengaruhi. Aspek yang
dipengaruhi berupa ide ataupun konsep. Persuasi yang dilakukan secara emosional,
biasanya menyentuh aspek afeksi, yaitu hal yang berkaitan dengan kehidupan
emosional seseorang. Melalui cara emosional, aspek simpati dan empati seseorang
dapat digugah.
Komunikasi persuasif ini dapat dipergunakan dalam komunikasi politik.
Yang dikehendaki dalam komunikasi persuasif adalah perubahan perilaku,
keyakinan, dan sikap yang lebih mantap seolah-olah perubahan tersebut bukan atas
kehendak komunikator akan tetapi justru atas kehendak komunikan sendiri.
Persuasi yaitu menggunakan informasi tentang situasi psikologis dan sosiologis
serta kebudayaan dari komunikan, untuk mempengaruhinya, dan mencapai
perwujudan dari apa yang diinginkan oleh message Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan agar komunikasi kita menjadi persuasif atau bisa mempengaruhi orang
lain.
2.1.1 Komunikator
Komunikator atau sumber adalah orang-orang yang akan
mengkomunikasikan suatu pesan kepada orang lain. Agar komunikasi yang
dilakukan oleh komunikator menjadi persuasif, maka komunikator harus
mempunyai kredibilitas yang tinggi. Yang dimaksud dengan kredibel disini adalah
komunikator yang mempunyai pengetahuan, terutama tentang apa yang
disampaikannya.
2.1.2 Pesan.
Pesan adalah hal-hal yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima, yang
bertujuan agar komunikan melakukan hal-hal yang disampaikan dalam pesan
tersebut.Sama halnya dengan sumber atau komunikator, pesan juga sangat
berpengaruh terhadap persuasif tidaknya komunikasi yang kita lakukan.
2.1.3. Saluran.
Saluran adalah media atau sarana yang digunakan supaya pesan dapat
disampaikan oleh sumber kepada si penerima.Supaya komunikasi bisa persuasif,
maka media atau saluran yang digunakan harus tepat.Saluran atau media harus
mempertimbangkan karakteristik kelompok sasaran, baik budaya, bahasa,
kebiasaan, maupun tingkat pendidikan, dan lain-lain.
2.1.4. Penerima.
Penerima adalah orang-orang yang menerima pesan dari komunikator, yang
biasa disebut dengan komunikan.Dalam berkomunikasi, khalayak sasaran
komunikan juga perlu menjadi perhatian. Bagaimana karakteristik kelompok
sasaran, baik budaya, bahasa, kebiasaan, maupun tingkat pendidikan, dan lain-lain,
sangat dibutuhkan dalam memformulasikan pesan yang akan disampaikan. Ketika
kita berkomunikasi dengan masyarakat kelas bawah, maka bahasa yang digunakan
harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan masyarakat, jangan sampai kita
menggunakan kata-kata yang tidak dimengerti oleh masyarakat.
2.2 Ciri-Ciri Komunikasi Persuasif
BAB IV
Analisa Kasus
Kasus dengan judul “Pemerintah Kesulitan Dekati Masyarakat
Lamalera” merupakan sebuah contoh kasus yang dapat ditelaah melalui teori
persuasi dalam ilmu psikologi sosial. Dalam kasus ini, pemerintah dan lembaga
konservasi berusaha meyakinkan penduduk Lamalera akan pentingnya melakukan
program konservasi di Laut Sawu. Tetapi usaha ini mendapat kesulitan karena
kebudayaan yang sudah tertanam kuat dalam masyarakat Lamalera. Dari sudut
pandang teori persuasi, kasus ini dapat dianalisis sebagai berikut.
Dalam kasus ini, pemerintah dan lembaga konservasi merupakan sumber
atau komunikator yang berusaha untuk meyakinkan penduduk Lamalera akan
pentingnya konservasi di Laut Sawu. Terlihat bahwa sumber atau komunikator
adalah orang yang dapat dipercaya dan ahli dalam bidang konservasi alam,
khususnya untuk wilayah laut. Dengan modal ini, sebenarnya proses persuasi ini
dapat berjalan dengan baik. Sumber yang ahli dan dapat dipercaya ini tentunya
bersifat obyektif dan program konservasi ini berdasarkan pada fakta bahwa situsi
di Laut Sawu membutuhkan konservasi agar paus nantinya tidak punah. Fakta ini
bukanlah rekayasa dari komunikator, tetapi hasil pengamatan lapangan.
Meskipun sudah diusahakan untuk meyakinkan penduduk Lamalera akan
pentingnya program konservasi ini, penduduk tetap tidak mendengar apa yang
disosialisasikan oleh komunikator atau sumber. Kegagalan ini bukanlah karena
sikap komunikator dan program konservasi (isi pesan) yang tidak sesuai dengan
fakta (Knoledge bias), tetapi salah satu alasannya karena pemerintah dan lembaga
konservasi (komunikator) tidak dapat mengkomunikasikan dengan baik fakta dan
program konservasi yang menjadi isi pesannya (Reporting bias). Dalam kasus, hal
ini diungkapkan oleh Philipus Bediona, “tugas pemerintah memang memberikan
penyuluhan tentang konsevasi. Jika masyarakat berpikir negatif mengenai
kehadiran petugas konservasi, sebaiknya tidak langsung bertemu masyarakat.
Sejumlah kepala desa di pesisir Lamalera dan sekitarnya diundang dan memberikan
pemahaman tentang konservasi”
Dari proses komunikasi, dalam kasus ini dapat dilihat beberapa hal yang
turut berpengaruh terhadap proses persuasi tentang program konservasi di Laut
Sawu. Dalam kasus tampak bahwa komunikator adalah orang yang terpercaya dan
memiliki isi pesan yang kuat, yaitu program konservasi di Laut Sawu. Isi pesan ini
tidak berhasil mempengaruhi target (masyarakat Lamalera), karena target juga tidak
menaruh perhatian pada isi pesan yang disosialisasikan oleh komunikator, hal ini
tampak dari sikap masyarakat Lamalera yang tidak mau bersosialisasi dengan
pemerintah dan lembaga konservasi.
Dalam kasus ini juga ada gejala bahwa program ini akan ditolak mentah-
mentah oleh masyarakat Lamalera (Blanket rejection). Penolakan dari masyarakat
Lamalera akan program konservasi di Laut Sawu lebih karena dianggap akan
mengganggu kegiatan penangkapan paus yang mereka anggap sebagai budaya dan
adat istiadat mereka. Penolakan ini bersifat rasional, karena mereka hidup dalam
budaya dan adat istiadat yang sudah terbentuk dalam sejarah yang panjang.
Penolakan ini juga tidak melecehkan komunikator, dan semata-mata hanya
menolak program konservasi yang menjadi isi pesan.
Dilihat dari posisi masyarakat Lamalera (target atau komunikan), persuasi
dalam kasus ini tampaknya sulit terwujud karena masyarakat Lamalera memiliki
komitmen yang tinggi untuk menjaga kebudayaan mereka. Corak budaya dan adat
yang masih sangat kental dalam kehidupan harian mereka membuat kemungkinan
berhasilnya program konservasi sangat kecil. Hal lain yang tampak pada
masyarakat Lamalera adalah memiliki harga diri yang tinggi sehingga sulit
dipengaruhi oleh proses sosialisasi yang ada. Kedekatan mereka dengan budaya
pengkapan paus membuat mereka juga merasa terganggu dengan program
konservasi. Hal ini membuat mereka bertahan dengan komitmen mereka untuk
menolak program konservasi dari pemerintah.
Kegagalan pemerintah dan lembaga konservasi untuk melakukan sosialisasi
dengan masyarakat Lamalera tentang program konservasi juga karena komitmen
dan pendirian masyarakat Lamalera yang sangat kuat. Program konservasi yang
disosialisasikan ini dianggap sebagai gangguan akan budaya mereka. Budaya atau
adat istiadat merupakan sesuatu yang sangat penting dan sakral bagi anggotanya.
Berhadapan dengan budaya yang sangat kuat ini, tentunya program persuasi ini
sangat lemah dalam mempengaruhi masyarakat Lamalera. Karena mereka akan
tetap pada pendirian mereka akan budaya mereka yang asli.
BAB V
KESIMPULAN
Teori persuasi sungguh merupakan teori yang terjadi dan sering ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari. Banyak kasus dalam kehidupan sehari-hari yang
dapat dianalisis dengan teori persuasi, hanya mungkin kita tidak menyadarinya. Hal
ini kita bisa lihat pada contoh kasus yang telah dibahas dalam tulisan ini.
Contoh kasus dalam tulisan ini memperlihat bahwa proses persuasi sangat
dipengaruhi oleh empat faktor penting, yaitu komunikator atau sumber, isi pesan,
komunikan atau target, dan situasi. Dalam kasus diperlihatkan bagaimana target
(masyarakat Lamalera) sangat berpengaruh terhadap kegagalan proses persuasi
yang dilakukan komunikator. Hal lain juga yang menggagalkan proses persuasi ini
adalah faktor situasi, dalam konteks ini adalah budaya masyarakat Lamalera yang
masih sangat kental.
Dalam hubungannya dengan proses persuasi ini, bahwa proses persuasi ini
memang cukup sulit untuk berhasil. target dari persuasi ini, yaitu masyarakat
Lamalera sangat konsisten dengan apa yang mereka pertahankan. Kemudian situasi
dari proses persuasi ini, yaitu budaya masyarakat Lamalera yang masih sangat
kental sangat tidak mendukung keberhasilan proses persuasi ini. Di sisi lain,
komunikator juga kurang kreatif dalam menyampaikan pesan yang ingin
disampaikan.