Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH

HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DAN NASIONAL

Disusun Oleh,
Nama : Muhammad Ilham Djuan Musafa
Nim : 202120019

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
TAHUN PELAJARAN 2022/2023
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Hukum internasional dengan hukum nasional sebenarnya saling berkaitan
satu sama lainnya, ada yang berpandangan hubungan antara kedua system
hukum sangat berkaitan dan ada yang berpandangan bahwa kedua system
hukum ini berbeda secara keseluruhan. J.G Starke berpandangan terdapat dua
teori dalam mengenai hubungan hukum nasional dengan hukum internasional,
yaitu teori dualisme dan teori monisme. Teori dualisme didukung oleh
Triepel dan Anzilotti menyebutkan dualisme ini sebagai teori kehendak,
merupakan hal yang wajar bila menganggap hukum internasional merupakan
system hukum yang terpisah dengan system hukum nasional.
Hukum Internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas yang
berskala internasional. Pada awalnya, hukum internasional hanya diartikan
sebagai perilaku dan hubungan antar negara, namun dalam perkembangan
pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian
meluas sehingga hukum internasional juga menyangkut struktur dan perilaku
organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan
individu. Hukum antar bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada
kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja
zaman dahulu. Hukum antar bangsa atau hukum antar negara menunjukkan
pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota
masyarakat bangsa-bangsa atau negara. Hukum Internasional terdapat
beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di
suatu dunia (region) tertentu.
Hukum internasional juga dapat tercipta dengan adanya perjanjian atau
kesepakatan dari kebiasaan nasional suatu Negara yang dianut oleh banyak
Negara, kebiasaan ini disepakati sebagai hukum internasional. Hukum
nasional dan hukum internasional sangat saling berhubungan. Misalnya,
dalam pembentukan suatu hukum internasional pasti dipengaruhi oleh hukum
nasional, dan tingkat kekuatan Negara tersebut juga akan mempengaruhi
bagaimana arah kebijakan hukum internasional yang akan dibentuk. Hal ini
menunjukan pentingnya hukum nasional masingmasing Negara dalam
menentukan arah kebijakan hukum nasional. Dengan begitu hukum
internasional terpengaruh dengan hukum nasional. Dan yang menjadi
permasalahan yang penting untuk dibahas yaitu mengenai bagaimana
hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional.1

I.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana hubungan hukum internasional dan nasional dalam tata
hukum?
2. Bagaimana teori hukum internasional dan nasional?
3. Bagaimana primat hukum internasional dan nasional?
4. Bagaimana praktek hukum internasional?

1
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung:Putra Abardin, 1999 hal 1
II. PEMBAHASAN

Hukum antar bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada


kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman
dahulu. Hukum antar bangsa atau hukum antar negara menunjukkan pada
kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat
bangsa-bangsa atau negara. Hukum internasional merupakan hukum yang
mengatur hubungan lintas Negara. Dalam pembahasan ini mengkaji mengenai
pengertian hukum internasional publik. Hukum internasional publik adalah
keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan
batas Negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata1bukan bersifat
perdata artinya mengatur hubungan antar Negara bukan mengatur hubungan antar
orang-perorangan.

Lebih jelas muochtar kusumaatmdja mengatakan mengenai istilah hukum


internasional. Hukum internasional juga dapat dikatakan sebagi hukum bangsa-
bangsa akan dipergunakan untuk menunjukan pada kebiasaan atau aturan (hukum)
yang berlaku dalam hubungan antar raja-raja terdahulu. Dalam perkembangan
sampai masa sekarang hukum internasional juga dikatakan sebagai hukum
antarbangsa atau hukum antar negara akan dipergunakan untuk menunjukan pada
kompleks kaidah dan asas yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat
bangsa-bangsa atau negara-negara yang kita kenal sejak muncul negara dalam
bentuk yang modern sebagai negara nasional. 2

Soerjono Soekamto menyebutkan bahwa masalah-masalah yang dipersoalkan


dalam sistem hukum mencakup lima hal, yaitu:

1. Elemen atau unsur-unsur sistem hukum;

2. Bidang-bidang sistem hukum;

2
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional (Edisi Kedua,
Bandung:Putra Abardin, 2003 hal 4
3. Konsistensi sistem hukum;

4. Pengertian-pengertian dasar sistem hukum;

5. Kelengkapan sistem hukum.

Berdasarkan defenisi hukum internasional yang telah dikemukan di atas dapat


dapat disimpulkan hukum internasional adalah hukum yang mengatur hubungan
lintas Negara, tidak saja hubungan antara Negara dengan Negara juga mengatur
hubungan Negara dengan subjek hukum bukan Negara atau subjek hukum bukan
Negara satu sama lainnya yang mencakup peraturan-peraturan hukum yang
berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga atau antara organisasi internasional
dengan negara atau negara-negara dan peraturan-peraturan hukum tertentu yang
berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum bukan negara
(non-state entities).

Dalam suatu Negara terdapat peraturan yang ditaati oleh masyarakat dalam suatu
Negara dan ditegakkan oleh Negara (pemerintah) tersebut. Hukum ini diakui
bersama oleh mereka dan dipatuhi sebagai suatu perangkat yang akan menjadi
dasar dalam mewujudkan keterauran dan ketentraman dalam kehidupan bersama.
Hukum nasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas
prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat dalam
suatu negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan
antara mereka satu dengan lainnya.3 Hukum Nasional di Indonesia merupakan
campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat.
Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada
hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu
Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda
(Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat
Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih
banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di
Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari

3
Burhan tsani, status hukum internasional dan Perjanjian internasional dalam hukum Nasional
republik indonesia (dalam perspektif hukum tata negara)
aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budayabudaya yang ada di wilayah
Nusantara.

Padangan dualisme ini memiliki beberapa akibat penting. Salah satu akibat
terpenting bahwa kaidahkaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin
bersumber kepada perangkat hukum lain. Dengan kata lain tidak ada tempat bagi
persoalan hirarki antara hukum nasional dengan hukum nasional. Akibat kedua
ketentuan hukum internasional merupakan transrormasi dari hukum nasional.
Paham monisme diadasarkan atas pemikiran kesatuan dari seluruh hukum yang
mengatur hidup manusia. Dalam rangka pemikiran ini hukum internasional dan
hukum nasional merupakan dua bagian dari satu kesatuan yang lebih besar yaitu
hukum yang mengatur kehidupan manusia. Akibat pandangan monisme ini adalah
bahwa antar kedua perangkat hukum ini mungkin ada hirarki. Berdasarkan paham
monisme dengan pengutamaan pada Hukum Internasional, Hukum Nasional
secara hirarkis lebih rendah dibandingkan dengan Hukum Internasional. Hukum
Nasional tunduk pada Hukum Internasional dalam arti Hukum Nasional harus
sesuai dengan Hukum Internasional. Dimungkinkan ada monisme yang
menganggap bahwa Hukum Nasional sejajar dengan Hukum Internasional.
Hubungan antara keduanya saling melengkapi. Hal ini tercermin dalam Statuta
Roma atau Konvensi tentang Terorisme Bonn. Hukum Internasional tidak
mewajibkan bahwa suatu Negara harus menganut paham dualisme atau monisme.

Teori dualisme didukung oleh Triepel dan Anzilotti menyebutkan dualisme ini
sebagai teori kehendak, merupakan hal yang wajar bila menganggap hukum
internasional merupakan system hukum yang terpisah dengan system hukum
nasional.

Salah satu defenisi yang lebih lengkap dikemukakan oleh sarjana mengenai
hukum Internasional adalah defenisi yang dibuat oleh Charles Cheny Hyde.:
“Hukum Internasional dapat didefenisikan sebagai sekumpulan hukum yang
sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturanperaturan yang harus
ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam
hubunganhubungan antara mereka satu dengan lainnya, serta mencakup:
a. Organisasi Internasional, hubungan antara organisasi Internasional satu
dengan lainnya, hubungan peraturanperaturan hukum yang berkenaan
dengan fungsifungsi lembaga atau antara organisasi Internasional dengan
negara atau negara-negara; dan hubungan antara organisasi Internasional
dengan individu atau individu-individu.
b. Peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-
individu dan subyek-subyek hukum hukum bukan negara (non states
entities) sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek
hukum bukan negara tersebut bersangkut paut dengan masalah masyarakat
Internasional.

Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh


gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional,
yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan
hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam
pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan
hukumnya. Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak
lagi menjadi satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi
pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya. Dalam
penerapannya, hukum internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum
internasional publik dan hukum perdata internasional. Hukum internasional publik
adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata. Sedangkan
hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain,
hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang
masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda.

Di dalam teori ada 2 (dua) pandangan tentang hukum Internasional ini yaitu
pandangan yang dinamakan voluntarism, yang mendasarkan berlakunya hukum
Internasionaal dan bahkan persoalan ada atau tidaknya hukum Internasional ini
pada kemauan negara dan pandangan obyektif yang menganggap ada dan
berlakunya hukum Internasional ini lepas dari kemauan negara Faham dualisme,
yang bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum Internasional bersumberkan
pada kemauan negara, maka hukum Internasional dan hukum Nasional merupakan
dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah satu dari yang lainnya. Akibat-
akibat dari pandangan dari faham dualisme ini bahwa menurut pandangan ini
kaedah-kaedah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumberkan atau
berdasarkan pada perangkat hukum yang lain. Akibat kedua adalah bahwa
menurut pandangan ini tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat
hukum itu, yang mungkin hanya penunjukan (renvoi) saja. Akibat lain yang yang
penting pula dari pandangan dualisme ini bahwa ketentuan hukum Internasional
memerlukan transformasi menjadi hukum nasional sebelum dapat berlaku di
dalam lingkungan hukum nasional.

Hukum nasional adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara tertentu. Hukum
nasional Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum Agama
dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana,
berbasis pada hukum Eropa Kontinental, khususnya dari Belanda karena negara
Indonesia merupakan negara bekas jajahan Belanda, pada masa itu Indonesia
dikenal dengan sebutan Hindia Belanda (NederlandsIndie). Hukum Agama juga
memiliki konstribusi yang besar terhadap pembentukan hukum Nasional
Indonesia oleh karena mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam, hal
ini dapat dilihat pada bidang hukum perkawinan, kekeluargaan serta warisan.
Pada sisi lain, Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, hal ini dikarenakan
masih kuatnya pengaruh hukum Adat setempat terhadap masyarakat adatnya,
yang merupakan penerusan dari aturanaturan dan budaya-budaya yang sejak dulu
telah diakui dan ditaati oleh masyarakat setempat, hal ini masih banyak berlaku di
wilayah Indonesia.

Jika hukum nasional ialah hukum yang terapkan dalam teritorial sesuatu negara
dalam mengatur segala urusan dalam negeri dan juga dalam menghadapi
penduduk yang berdomisili didalamnya, maka hukum internasional ialah hukum
yang mengatur aspek negara dalam hubungannya dengan negara lain. Hukum
Internasional ada untuk mengatur segala hubungan internasional demi
berlangsungnya kehidupan internasional yang terlepas dari segala bentuk tindakan
yang merugikan negara lain. Oleh sebab itu negara yang melakukan tindakan yang
dapat merugikan negara lain atau dalam artian melanggar kesepakatan bersama
akan dikenai implikasi hukum, jadi sebuah negara harus bertanggung jawab atas
segala tindakan yang telah dilakukannya. Pengertian tanggung jawab internasional
itu sendiri itu adalah peraturan hukum dimana hukum internasional mewajibkan
kepada person hukum internasional pelaku tindakan yang melanggar kewajiban-
kewajiban internasional yang menyebabkan kerugian pada person hukum
internasional lainnya untuk melakukan kompensasi. Mengenai hubungan hukum
internasional dengan hukum nasional terdapat hubungan pemberlakuan hukum
internasioanal terhadap hukum nasional. Ada dua teori yang melandasi hubungan
pemberlakuan ini, yaitu teori transformasi dan teori adopsi khusus. Teori
transformasi menyatakan bahwa pemberlakuan hukum internasional kedalam
hukum nasional dengan transformasi traktat atau perjanjian internasional kedalam
hukum nasional, yang bukan hanya menjadi syarat formal melainakan merupakan
syarat substansial denngan sendirinya mensahkanperluasan berlakunya kaidah-
kaidah yang dimuat dalam trakktat terhadap individu. Teori ini bersandarkan pada
sifatt konsensula hukum internasional yang berbeda dengan sifat non-nonsensual
dari hukum nasional.

Ketentuan hukum Internasional telah melarang penggunaan kekerasan dalam


hubungan antar negara. Keharusan ini seperti tercantum pada Pasal 1 Konvensi
mengenai Penyelesaian Sengketasengketa Secara Damai yang ditandatangani di
Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907, yang kemudian dikukuhkan oleh Pasal
2 ayat (3) Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa dan selanjutnya oleh Deklarasi
Prinsip-prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan Bersahabat dan
Kerjasama anatar Negara. Deklaransi tersebut meminta agar “semua negara
menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai sedemikian rupa agar
perdamaian, keamanan Internasional dan keadilan adilan tidak sampaii
terganggu”. Penyelesaian sengketa secara damai dibagi sebagai berikut:

1. Arbitrase Sebenarnya arbitrase berarti penyerahan perkara kepada orang-


orang tertentu yang disebut arbitrator yang dipilih secara bebas oleh
pihakpihak yang memberikan keputusan tanpa begitu mengindahkan
pertimbanganpertimbangan hukum. Tetapi pengalaman praktik
Internasional menampakkan, bahwa banyak perkara yang hanya
merupakan persoalan-persoalan hukum, namun diserahkan kepada
arbitrator untuk diselesaikan berdasarkan pertimbanganpertimbangan
hukum. Selanjutnya, banyak traktat yang mengatur tentang cara
penyelesaian perkara dan mengharuskan badan arbitrase untuk
menggunakan hukum internasional, disamping juga penyelesaian sesuai
dengan keadilan atau exaeque et bono.
2. Penyelesaiana secara hukum (judicial settlement). Penyelesaian secara
hukum (judicial settlement) dimaksudkan penyelesaian yang diputuskan
oleh Mahkamah Internasional yang dibentuk dengan wajar, yang
menggunakan peraturanperaturan hukum dalam menyelesaikan perkara-
perkara.
3. Perundingan, Perantaraan,konsoliasi, atau pemeriksaan. Perundingan
(negoitation), jasa-jasa baik (good offices), perantaraan (mediation),
konsoliasi dan penyelidikan (inquiry) adalah metode-metode penyelesaian
yang kurang formal daripada peradilan atau arbitrase.
4. Penyelesaian di bawah pimpinan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebagai pengganti Liga Bansa Bangsa
(LBB) mengambil bagian terbesar tugas menyelesaikan perselisihan-
perselisihan, dan dalam Pasal 2 Piagam PBB, anggota-anggota PBB
berjanji menyelesaikan persengketaan mereka dengan cara-cara yang
damai dan tidak akan mengecam dengan peperangan atau menggunakan
kekerasan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak pembentukannya telah memainkan peranan


penting dalam bidang hukum inetrnasional sebagai upaya untuk menciptakan
perdamaian dunia. Selain Mahkamah Internasional (International Court of
Justice/ICJ) yang berkedudukan di Den Haag, Belanda, saat ini Perserikatan
Bangsa-bangsa juga sedang berupaya untuk menyelesaikan “hukum acara” bagi
berfungsinya Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC),
yang statuta pembentukannya telah disahkan melalui Konferensi Internasional di
Roma, Italia, pada bulan Juni 1998. Statuta tersebut akan berlaku, jika telah
disahkan oleh 60 negara.
III. PENUTUP

III.1. Kesimpulan
1. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari
hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri.
Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah
dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan
harus sesuai dengan hukum internasional.
2. Faham dualisme, yang bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum
Internasional bersumberkan pada kemauan negara, maka hukum
Internasional dan hukum Nasional merupakan dua sistem atau
perangkat hukum yang terpisah satu dari yang lainnya.
3. Hukum Internasional dapat dirumuskan sebagai sekumpulan hukum
yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan peraturan-peraturan
tingkah laku yang mengikat negara-negara dan karena itu biasanya
ditaati dalam hubungan negara-negara satu sama lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

I Wayan, Phartiana, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Mandar maju,


2020

Kusumaatmadja, Muchtar, Pengantar Hukum Internasional; Bina Cipta; Bandung


2018

Mauna Boer, Hukum Internasional; Pengertian, Peran dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global, Cetakan ke-4, Bandung, PT. Alumni, 2019

Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung:Putra


Abardin, 2019

Phartina I Wayan, Peng. Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung,


2013

Putra Abardin, 2013 J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional(edisi


Kesepuluh), Jakarta:sinar Grafiak, 2004

Anda mungkin juga menyukai