Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
Peryogawati, Yola Maulin. 2016. “Monisme dan Dualisme Hukum Internasional”.
https://www.academia.edu/37024565/Monisme_dan_Dualisme_Hukum_Internasi
onal. diakses pada 27 April 2020 pukul 15.39.
Kehadiran Hukum Internasional sebagai seperangkat aturan hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, antara subyek
hukum internasional yang satu dengan subyek hukum internasional yang lain telah
menimbulkan adanya suatu hubungan yang terjadi antara Hukum Internasional
dengan Hukum Nasional. Hubungan antara kedua perangkat hukum tersebut dapat
ditinjau secara teoritis maupun secara praktis.
Berbicara mengenai hubungan antara Hukum Internasional dengan Hukum
Nasional, maka tidak lepas dari permasalahan bagaimana implementasi daripada
Hukum Internasional ke dalam Hukum Nasional yang berlaku pada suatu negara
tertentu. Implementasi Hukum Internasional ke dalam Hukum Nasional pada
setiap negara tidaklah sama. Terdapat beberapa negara yang dalam
mengimplementasikan Hukum Internasional ke dalam Hukum Nasional nya
dilakukan melalui proses ratifikasi (pengesahan). Selain itu, terdapat pula
beberapa negara yang dalam mengimplementasikan Hukum Internasional ke
dalam Hukum Nasional nya dilakukan tanpa melalui proses ratifikasi, yaitu
langsung mengikat negara yang bersangkutan.
Hubungan antara Hukum Internasional dengan Hukum Nasional dapat
menumbuhkan dua teori, yaitu teori monisme dan teori dualisme yang membahas
apakah Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakan satu kesatuan atau
apakah kedua perangkat hukum tersebut merupakan dua perangkat hukum yang
terpisah. Penganut teori monisme dan teori dualisme dalam hal ini, tentu saja
memiliki alasan-alasan masing-masing yang melatarbelakangi lahirnya kedua
teori tersebut. Kedua teori ini juga dapat mengakibatkan persoalan hirarkis antara
Hukum Internasional dengan Hukum Nasional dalam rangka menyelesaikan
sengketa yang terjadi antara negara yang satu dengan negara yang lainnya.

1
BAB II
TUJUAN PEMBELAJARAN

Adapun tujuan pembelajaran permasalahan ini sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui penjelasan mengenai teori monisme dan teori dualisme.
2. Untuk mengetahui implementasi hubungan antara Hukum Internasional
dengan Hukum Nasional berdasarkan konstitusi masing-masing negara.
(Indonesia dan negara lain).

2
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Monisme dan Teori Dualisme


Sebelum membahas pengertian mengenai teori monisme dan teori
dualisme, akan dibahas terlebih dahulu definisi Hukum Internasional dan Hukum
Nasional. Seperti yang sudah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, menurut
Mochtar Kusumaatmadja Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah
dan asas-asas yang mengatur hubungan/persoalan yang melintasi batas-batas
negara antara negara dengan negara, negara dengan subyek hukum lain bukan
negara, atau subyek hukum bukan negara satu sama lain. Tujuan dibentuknya
Hukum Internasional, antara lain untuk meningkatkan hubungan luar negeri baik
di bidang politik maupun non-politik, menciptakan hubungan internasional yang
tertib dan teratur diantara negara-negara, serta mewujudkan dan menjamin
keadilan dalam hubungan internasional antar negara secara obyektif yang dapat
ditunjukkan dengan terbentuknya Mahkamah Internasional dalam Persatuan
Bangsa-bangsa (PBB).1
Sedangkan, Hukum Nasional dapat diartikan sebagai ketentuan hukum
yang mengatur kehidupan manusia dalam lingkungan kebangsaannya masing-
masing.2 Selain itu, terdapat pengertian lain dari Hukum Nasional menurut
Malcolm Shaw yaitu, “Municipal law governs the domestic aspects of
government and deals with issues between individuals, and between individuals
and the administrative apparatus.” 3Persoalan tempat Hukum Internasional dalam
keseluruhan tata hukum secara umum merupakan persoalan yang menarik, baik
dilihat dari sudut teori atau ilmu hukum maupun dari sudut praktis. Persoalan ini

1
Catatan Kuliah Pengantar Hukum Indonesia oleh Agus Suwandono. Fakultas Hukum Universitas
Padjadjaran. 2015.
2
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: PT
Alumni, 2003, hlm. 55.
3
Malcolm Shaw, International Law, New York: Cambridge University Press, 2008,hlm. 130.

3
didasarkan atas anggapan bahwa sebagai suatu jenis atau bidang hukum, Hukum
Internasional merupakan bagian dari hukum pada umumnya.4 Jika dilihat secara
teoritis, maka persoalan tersebut akan melahirkan dua macam teori, yaitu teori
monisme dan teori dualisme.
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, disebutkan bahwa
terdapat dua pandangan tentang Hukum Internasional. Pertama, pandangan
voluntarisme yang mendasarkan berlakunya Hukum Internasional ini pada
kemauan negara. Kedua, pandangan objektivisme yang menganggap ada dan
berlakunya Hukum Internasional terlepas dari kemauan negara. Pada pandangan
voluntarisme, akan mengakibatkan adanya pandangan bahwa Hukum
Internasional dan Hukum Nasional sebagai dua satuan perangkat hukum yang
hidup berdampingan dan terpisah, sedangkan pandangan objektivisme akan
mengakibatkan adanya pandangan kedua perangkat hukum tersebut sebagai dua
bagian dari satu kesatuan perangkat hukum.
Pandangan voluntarisme dalam melihat hubungan antara Hukum
Internasional dengan Hukum Nasional tersebut dapat disebut dengan teori
dualisme. Alasan penganut teori ini didasarkan pada alasan formal maupun
berdasarkan kenyataan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kedua perangkat hukum tersebut mempunyai sumber yang berlainan.
Hukum Nasional bersumber pada kemauan negara, sedangkan Hukum
Internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat negara;
2. Kedua perangkat hukum itu berlainan subjek hukumnya. Subjek hukum
dari Hukum Nasional ialah orang-perorangan, sedangkan subjek hukum
dari Hukum Internasional ialah negara;
3. Sebagai tata hukum, Hukum Nasional dan Hukum Internasional
menampakkan perbedaan dalam strukturnya. Lembaga yang diperlukan
untuk melaksanakan hukum dalam kenyataannya seperti Mahkamah dan
Eksekutif hanya ada dalam lingkungan Hukum Nasional.
Teori dualisme memiliki beberapa akibat. Pertama, tidak ada tempat bagi
persoalan hirarki antara Hukum Nasional dengan Hukum Internasional, karena

4
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Loc.Cit.

4
pada hakikatnya kedua perangkat hukum ini tidak saja berlainan dan tidak saling
bergantung, tetapi juga saling terlepas. Kedua, tidak mungkin ada pertentangan
diantara kedua perangkat hukum itu, yang mungkin hanya penunjukkan (renvoi)
saja. Ketiga, ketentuan Hukum Internasional memerlukan proses transformasi
terlebih dahulu menjadi Hukum Nasional, sebelum dapat berlaku dalam
lingkungan Hukum Nasional.
Sedangkan, pandangan objektivisme melihat hubungan antara Hukum
Internasional dengan Hukum Nasional dapat disebut dengan teori monisme. Teori
tersebut didasarkan atas pemikiran kesatuan dari seluruh hukum yang mengatur
hidup manusia. Hukum Internasional dan Hukum Nasional dalam teori ini
merupakan dua bagian dari satu kesatuan yang lebih besar, yaitu hukum yang
mengatur kehidupan manusia. Akibat dari adanya pandangan ini, antara kedua
perangkat hukum tersebut terdapat kemungkinan akan adanya hubungan hirarki
mengenai masalah hukum manakah yang utama dalam hubungan diantara kedua
perangkat hukum tersebut. Terkait dengan persoalan hirarki antara Hukum
Internasional dengan Hukum Nasional, maka teori monisme terbagi menjadi dua
paham. Pertama, paham monisme dengan primat Hukum Nasional dimana paham
ini menganggap dalam hubungan kedua perangkat hukum tersebut yang utama
adalah Hukum Nasional. Paham tersebut berpendapat bahwa Hukum Internasional
merupakan lanjutan dari Hukum Nasional.Kedua, paham monisme dengan primat
Hukum Internasional yang menganggap bahwa Hukum Internasional lah yang
utama. Menurut paham ini, Hukum Nasional itu bersumber pada Hukum
Internasional dan kekuatan mengikatnya berdasarkan pada pendelegasian
wewenang dari Hukum Internasional.5

B. Implementasi Hubungan antara Hukum Internasional dengan Hukum


Nasional
Pembahasan kali ini akan dipaparkan wujud nyata adanya hubungan antara
Hukum Internasional dengan Hukum Nasional yang terdapat di negara Indonesia
dan negara Inggris.

5
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Ibid., hlm. 56-63.

5
1. Indonesia
Sehubungan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun
1999 Tentang Hubungan Luar Negeri, maka dapat dinyatakan bahwa Negara
Republik Indonesia telah menghormati adanya Hukum Internasional.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut pada Pasal 1 ayat (1) menjelaskan yang
dimaksud dengan hubungan luar negeri adalah setiap kegiatan yang terkait
dengan aspek regional dan internasional, yang dilakukan oleh pemerintah pada
tingkat pusat, daerah atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha,
organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau
Warga Negara Indonesia (WNI).6
Negara Indonesia dalam proses pembuatan Hukum Nasional senantiasa
memperhatikan Hukum Internasional yang sudah ada, baik yang bersumber
pada hukum kebiasaan internasional maupun yang bersumber pada perjanjian
internasional. Misalnya, Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang mengadopsi
ketentuan ZEE dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang
Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea) pada tahun
1982. Konvensi Hukum Laut tersebut mendefinisikan hak dan tanggung jawab
negara dalam penggunaan lautan di dunia serta menetapkan pedoman untuk
bisnis, lingkungan, dan pengelolaan SDA laut.
Konvensi tersebut melahirkan beberapa prinsip dalam pengukuran laut,
salah satunya adalah prinsip untuk perairan ZEE yang tercantum dalam Pasal
75 ayat (1), menyatakan bahwa penarikan garis batas dan penetapan batas yang
ditarik harus sesuai dengan ketentuan penetapan batas ekonomi eksklusif antar
negara yang pantainya berhadapan (opposite) atau berdampingan, harus
dicantumkan pada peta dengan skala yang memadai untuk menentukan
posisinya.7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang ZEE pada Pasal 2
menyatakan ZEE adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah
6
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999.
7
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut (United Nations Convention
on the Law of the Sea) pada tahun 1982.

6
Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan UU yang berlaku tentang
perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di
atasnya dengan batas terluar 200 mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah
Indonesia.8

2. Inggris
Negara Inggris merupakan suatu negara yang mendasarkan aturan
hukumnya pada hukum kebiasaan atau Common Law, atau dapat disebut pula
sebagai Customary Law. Sedangkan, sistem hukum yang dianutnya adalah
sistem Eropa Kontinental. Terkait dengan praktik Inggris terhadap pengakuan
Hukum Internasional, Inggris mendasarkan pada berlakunya doktrin
inkorporasiyaitu Hukum Internasional merupakan bagian dari hukum negara
Inggris. Jadi, dapat dikatakan bahwa Hukum Internasional secara otomatis
berlaku sebagai Hukum Nasional. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar
hukum kebiasaan internasional dapat berlaku secara otomatis di Inggris antara
lain:
a. Ketentuan hukum kebiasaan internasional tidak bertentangan dengan
perundang-undangan Inggris, sebelum kaidah hukum internasional
tersebut berlaku atau setelah adanya kaidah hukum internasional berlaku;
b. Sesekali kaidah hukum internasional ditetapkan oleh pengadilan tertinggi
di Inggris, maka pengadilan lainnya terikat oleh keputusan pengadilan
tersebut. Meskipun dikemudian hari ada kemungkinan munculnya kaidah
kebiasaan internasional yang berbeda.

Berbeda dengan berlakunya perjanjian internasional ke dalam Hukum


Nasional di Inggris menurut doktrin inkorporasi adalah:
a. Perjanjian internasional yang memerlukan persetujuan Parlemen, maka
berlakunya perjanjian internasional tersebut harus terlebih dahulu melalui
pembentukkan undang-undang nasional;

8
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif.

7
b. Perjanjian internasional yang tidak memerlukan persetujuan Parlemen,
langsung dapat berlaku ke dalam Hukum Nasional Inggris setelah
ditandatangani pemerintah Inggris tanpa melalui perundang-undangan
nasional terlebih dahulu.

Dalam praktik di negara Inggris, perjanjian internasional yang


memerlukan persetujuan Parlemen adalah sebagai berikut:
a. Perjanjian tersebut mengakibatkan perubahan Undang-Undang Nasional;
b. Perjanjian internasional tersebut mengakibatkan perubahan status/garis
batas wilayah negara;
c. Perjanjian internasional tersebut mempengaruhi hak-hak sipil kaula
negara Inggris/memerlukan penambahan wewenang pada Raja;
d. Perjanjian internasional tersebut menambah beban keuangan secara
langsung/tidak langsung pada pemerintah Inggris. Perjanjian
internasional lainnya yang tidak bersifat penting dan tidak
mengakibatkan perubahan undang-undang, pelaksanannya dapat
berlangsung setelah ditandatangani.9

9
Dadang Siswanto. “Implementasi Hukum Internasional ke dalam Hukum Nasional”. <
http://eprints.undip.ac.id/19886/1/2630-ki-fh-03.pdf>. [12/03/2016].

8
BAB IV
PENUTUP

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan tersebut di atas, maka dapat


disimpulkan bahwa dalam membahas hubungan antara Hukum Internasional
dengan Hukum Nasional terdapat dua macam teori yang terkait dengan hal
tersebut. Teori yang dimaksud yaitu teori monisme dan teori dualisme. Definisi
daripada teori monisme adalah suatu teori yang menganggap Hukum Internasional
dan Hukum Nasional sebagai dua bagian dari satu kesatuan perangkat hukum.
Teori monisme ini lahir sebagai akibat dari adanya pandangan objektivisme, yaitu
pandangan yang menganggap ada dan berlakunya Hukum Internasional terlepas
dari kehendak suatu negara.
Pada teori monisme terdapat pandangan antara kedua perangkat hukum
tersebut terdapat kemungkinan akan adanya hubungan hirarki mengenai masalah
hukum manakah yang utama dalam hubungan diantara kedua perangkat hukum
tersebut. Terkait dengan persoalan hirarki tersebut, maka teori monisme terbagi
menjadi dua paham. Pertama, paham monisme dengan primat Hukum Nasional,
dimana paham ini menganggap dalam hubungan kedua perangkat hukum tersebut
yang utama adalah Hukum Nasional.. Kedua, paham monisme dengan primat
Hukum Internasional yang menganggap bahwa Hukum Internasional lah yang
utama.
Sedangkan, yang dimaksud dengan teori dualisme yaitu teori yang
menganggap Hukum Internasional dan Hukum Nasional sebagai dua satuan
perangkat hukum yang hidup berdampingan dan terpisah. Teori dualisme lahir
sebagai akibat dari adanya pandangan voluntarisme, yaitu pandangan yang
menganggap bahwa berlakunya Hukum Internasional ini disebabkan oleh adanya
kehendak suatu negara. Alasan yang melatarbelakangi teori ini antara lain
dikarenakan oleh kedua perangkat hukum tersebut mempunyai sumber yang
berbeda, subjek hukum yang berbeda, serta perbedaan dalam strukturnya. Pada
teori dualisme tidak ada persoalan hirarki antara Hukum Nasional dengan Hukum

9
Internasional, karena pada hakikatnya kedua perangkat hukum ini tidak saja
berlainan dan tidak saling bergantung, tetapi juga saling terlepas satu sama lain.
Sehubungan dengan implementasi hubungan Hukum Internasional dan Hukum
Nasional, telah diuraikan sebelumnya bahwa hubungan antara kedua perangkat
hukum tersebut di negara Indonesia misalnya dengan adanya pengesahan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang
mengadopsi ketentuan ZEE dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea) pada
tahun 1982. Selain di negara Indonesia, terkait dengan hal tersebut terdapat pula
praktik di Inggris terhadap pengakuan Hukum Internasional. Negara Inggris
mendasarkan pada berlakunya doktrin inkorporasi, yaitu Hukum Internasional
merupakan bagian dari hukum negara Inggris. Jadi, dapat dikatakan bahwa
Hukum Internasional secara otomatis berlaku sebagai Hukum Nasional.

10
Kalimat pernyataan:
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas ini dibuat oleh saya sendiri
tanpa bekerja sama dengan pihak lain. Adapun sumber kutipan dan referensi yang
digunakan dalam tugas ini telah saya cantumkan sesuai dengan pedoman
penulisan karya ilmiah di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Apabila
pernyataan ini terbukti sebaliknya, saya bersedia menerima sanksi akademik yang
berlaku di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.

Bandung, 14 Maret 2016

Yola Maulin Peryogawati


110110140192

11
DAFTAR PUSTAKA

Catatan Kuliah Pengantar Hukum Indonesia oleh Agus Suwandono. Fakultas


Hukum Universitas Padjadjaran. 2015.
Dadang Siswanto. “Implementasi Hukum Internasional ke dalam Hukum
Nasional”. <http://eprints.undip.ac.id/19886/1/2630-ki-fh-03.pdf>.
[12/03/2016].
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut (United
Nations Convention on the Law of the Sea) pada tahun 1982.
Malcolm Shaw.International Law.New York: Cambridge University Press. 2008.
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes.Pengantar Hukum
Internasional.Bandung: PT Alumni. 2003.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999.

12

Anda mungkin juga menyukai