Anda di halaman 1dari 7

Nama : Indani Zulfa

NPM : 110110180159
Mata Kuliah : Hukum Internasional
Kelas / Kelompok :C/2
Dosen : Dr. Idris, S.H., M.A.
Garry Gumelar Pratama, S.H., M.H.

Task 2 - Hubungan antara Hukum Internasional dan Nasional.

1. Apa yang dimaksud dengan teori monisme dan dualisme serta bagaimana perbandingan
di antara kedua teori tersebut?
A. Teori Monisme
Menurut teori monisme, hukum nasional dan hukum internasional merupakan bagian
dari satu kesatuan ilmu hukum yang terdiri dari aturan-aturan yang mengikat, baik itu
terhadap negara, individu ataupun subjek lain selain negara. Oleh karena itu, baik hukum
nasional maupun hukum internasional adalah bagian dari satu ilmu hukum yang mengatur
kehidupan manusia.1
Hans Kelsen mengemukakan bahwa tidak perlu ada pembedaan antara hukum nasional
dengan hukum internasional, alasan pertama adalah bahwa objek dari kedua hukum itu
sama, yaitu tingkah laku individu, selanjutnya bahwa kedua kaidah hukum tersebut memuat
perintah untuk ditaati, serta keduanya merupakan bagian dari kesatuan yang sama
dengan kesatuan ilmu pengetahuan hukum.2
Akibat dari teori monisme ini adalah adanya hubungan hierarki antara hukum
internasional dan hukum nasional yang menyebabkan munculnya beberapa sudut pandang
mengenai hukum mana yang paling utama. Monisme primat hukum nasional menganggap
bahwa dalam hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional yang utama ialah
hukum nasional. Selanjutnya ada monisme dengan primat hukum internasional yang

1
Melda Kamil Ariadno, “Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Hukum Nasional”, Vol 5 No 3, 2008.
2
Veriena J. B. Rehatta, “Indonesia Dalam Penerapan Hukum Berdasarkan Aliran Monisme, Dualisme Dan
Campuran”, Vol 22 No 1, 2006.
mengutamakan hukum internasional sebagai dasar pemikiran. Menurut aliran ini, hukum
internasional berkedudukan lebih tinggi daripada hukum nasional serta merupakan dasar dan
sumber dari hukum nasional.
B. Teori Dualisme
Teori dualisme bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum internasional bersumber
pada kemauan negara, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem atau
perangkat hukum yang terpisah satu dari yang lainnya.3
Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa perbedaan hukum nasional dan hukum
internasional menurut teori dualisme didasarkan pada alasan formal dan alasan yang
berdasarkan kenyataan, yaitu:
 Hukum nasional bersumber pada kemauan negara, sedangkan hukum internasional
bersumber pada kemauan bersama masyarakat negara.
 Subjek hukum dari hukum nasional adalah individu, sedangkan subjek hukum dari hukum
internasional adalah negara.
 Menurut tata hukum, lembaga untuk melaksanakan hukum seperti mahkamah dan organ
eksekutif hanya ada dalam hukum nasional. Selanjutnya, ketentuan hukum nasional tetap
berlaku secara efektif meskipun bertentangan dengan hukum internasional.4
Pandangan dualisme ini mempunyai akibat yang penting, diantaranya adalah :
 Kaidah hukum yang satu tak mungkin bersumber pada kaidah yang lain. Jadi, tidak ada
persoalan hierarki antara kedua sistem hukum tersebut, karena kedua sistem hukum
tersebut pada hakikatnya berlainan dan tidak saling bergantung.
 Tak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum itu, yang mungkin hanya
penunjukan (renvoi) saja.
 Agar dapat berlaku dalam lingkungan hukum nasional, hukum internasional harus
ditransformasikan ke dalam hukum nasional.5

3
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional. Mochtar Kusumaatmadja, Etty R.
Agoes, 2003, hlm. 57.
4
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Op.Cit, hlm. 58.
5
Ibid. hlm. 58.
2. Bagaimana penerapan hukum internasional dalam hukum nasional berdasarkan praktik
beberapa negara, khususnya praktik yang berlaku di Inggris dan Amerika Serikat?
Praktek di Inggris menunjukan bahwa hukum kebiasaan internasional dipandang sebagai
bagian dari hukum nasional Inggris. Pendekatan ini merupakan bentuk pengadopsian prinsip
inkorporasi. Prinsip ini menjadikan kedudukan hukum kebiasaan secara otomatis menjadi
bagian dari hukum nasional tanpa adanya pengumuman resmi terlebih dahulu. Doktrin ini
dibedakan menjadi dua, yaitu hukum kebiasaan internasional dan hukum internasional yang
tertulis.
Doktrin inkorporasi ini berlaku dengan dua pengecualian, yakni:
 Hukum kebiasaan internasional tidak bertentangan dengan suatu undang-undang.
 Sekali ruang lingkup suatu ketentuan hukum kebiasaan internasional ditetapkan oleh
keputusan mahkamah yang tertinggi, maka semua pengadilan terikat oleh keputusan itu
sekalipun kemudian terjadi perkembangan suatu ketentuan hukum kebiasaan
internasional yang bertentangan.6
Doktrin inkorporasi di Inggris memiliki pembatasan dan pengecualian, baik dalam ruang
lingkup maupun penerapannya. Hal ini terbukti dari dua dalil yang dipegang teguh oleh
pengadilan Inggris, yakni:
 Menurut dalil konstruksi hukum, undang-undang yang dibuat oleh parlemen harus
ditafsirkan sebagai tidak bertentangan dengan hukum internasional.
 Dalil tentang pembuktian suatu ketentuan hukum internasional berlainan dengan hukum
asing, menurut dalil ini, hukum internasional tidak memerlukan kesaksian para ahli di
pengadilan Inggris untuk membuktikannya.7
Dalam praktik di Amerika Serikat, apabila suatu perjanjian internasional tidak
bertentangan dengan konstitusi dan termasuk golongan perjanjian yang self executing, isi
perjanjian demikian menjadi bagian dari hukum yang berlaku di Amerika Serikat tanpa
memerlukan undang-undang. Sebaliknya, perjanjian yang tidak termasuk golongan yang

6
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Op.Cit, hlm. 82.
7
Ibid, hlm. 83.
berlaku dengan sendirinya baru dianggap mengikat pengadilan Amerika Serikat setelah
adanya undang-undang yang berlaku sebagai hukum.8
Praktik di Amerika Serikat bergantung pada ketentuan-ketentuan konstitusi Amerika
Serikat yang menyatakan bahwa semua traktat yang dibuat atau akan dibuat berdasarkan
otoritas Amerika Sertikat. Apabila suatu traktat memenuhi persyaratan konstitusi dan
merupakan traktat yang self executing maka menurut konstitusi traktat tersebut berlaku
sebagai bagian dari hukum internasional dan juga akan mengatasi suatu kaidah hukum
kebiasaan internasional. Sedangkan apabila traktat tersebut non self executing maka
mengharuskan undang-undang untuk memberlakukannya, tidak mengikat hingga undang-
undang yang disyaratkan tersebut ditetapkan.9
Apabila dibandingkan antara praktik di Inggris dan di Amerika Serikat, dapat dikatakan
bahwa praktik di Inggris menunjukkan suatu cara untuk memecahkan persoalan hubungan
antara hukum internasional dan hukum nasional dengan cara yang lebih luwes dan
pragmatis, walaupun keduanya sama-sama menganut ajaran atas doktrin inkorporasi.

3. Bagaimana hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional berdasarkan


praktik Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945?
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak memuat ketentuan tentang praktik hukum
internasional yang dianut oleh Indonesia. Hal ini tidak dapat dijadikan dasar untuk
mengatakan bahwa kita tidak mengakui supremasi hukum internasional atas hukum
nasional. Sebaliknya, pendirian bahwa kita mengakui supremasi hukum internasional tidak
berarti bahwa kita begitu saja menerima hukum internasional.10
Memahami kedudukan hukum internasional dalam sistem perundang-undnagan
Indonesia dilihat dari sudut pandang filsafat hukum dengan meletakan Pancasila sebagai
landasan filsafatnya, maka Indonesia termasuk negara yang mengatur baik aliran monisme
maupun dualisme ataupun pluralisme. Lebih lanjut Indonesia mengakui bahwa disamping
adanya hukum yang berdimensi universal dalam satu kesatuan sistem (monisme) juga

8
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Op.Cit, hlm. 86.
9J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional: Edisi Kesepuluh, 2014, hlm. 110.
10
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Op.Cit, hlm. 89.
terdapat sistem-sistem hukum nasional yang berdiri sendiri, berbeda serta terpisah antara
satu dengan yang lainnya (pluralisme).
Landasan aliran monisme terletak pada sila pertama dan kedua, sedangkan aliran
pluralisme terletak pada sila ketiga dan keempat dan kelima. Dikatakan sila pertama sebagai
dasar monisme dalam memahami hubungan internasional dan hukum nasional oleh karena
sila pertama menyangkut dasar keyakinan bangsa bahwa Indonesia dan seluruh jagad
beserta hukumnya merupakan ciptaan Tuhan yang bersifat universal.11
Dalam sistem perundang-undangan nasional, memperlihatkan sikap bangsa mengenai
pola hubungan dan eksistensi hukum internasional dalam hukum nasional Indonesia.
Pembukaan UUD 1945 alinea pertama berbunyi :
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan."
Memperhatikan lebih lanjut keberadaan hukum internasional dalam sistem perundang-
undangan Indonesia dapat dilihat dalam Pasal 11 UUD 1945 sebagai landasan yuridis bagi
berlakunya suatu perjanjian internasional didalam hukum nasional Indonesia yang berbunyi
sebagai berikut :
1) Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain.
2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat
yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan
negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus
dengan persetujuan DPR.
3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.

Dalam hubungan ini yang paling penting untuk diketahui adalah yang berkenaan dengan
pembuatan perjanjian dengan negara lain. Pembuatan perjanjian tersebut menyangkut

11
Firdaus, “Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Perundang-Undangan Nasional Indonesia”, Fiat Justisia
Jurnal Ilmu Hukum, Volume 8 Nomor 1, Januari-Maret 2014, hlm. 48.
Indonesia dengan negara lain yang nantinya perjanjian itu akan mengikat bagi kedua pihak
dan akan menjadi bagian dari hukum nasional Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Kusumaatmadja, Mochtar dan R. Agoes, Etty. Pengantar Hukum Internasional. 2003.


Starke J.G, Pengantar Hukum Internasional: Edisi Kesepuluh. 2014.
Melda Kamil Ariadno, “Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Hukum Nasional”,
Vol 5 No 3, 2008.
Veriena J. B. Rehatta, “Indonesia Dalam Penerapan Hukum Berdasarkan Aliran Monisme,
Dualisme Dan Campuran”, Vol 22 No 1, 2006.
Firdaus, “Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Perundang-Undangan Nasional
Indonesia”, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, Volume 8 Nomor 1, 2014.

Anda mungkin juga menyukai