NPM : 110110180219
Kelas : Hukum Internasional (C)
Kelompok :5
1. Apa yang dimaksud dengan teori monisme dan dualism serta bagaimana perbandingan
di antara kedua teori tersebut?
Jawab :
A. Teori Monisme
Teori monisme didasari dari pemikiran kesatuan dari seluruh hukum yang
mengatur hidup manusia. Teori ini menolak semua alas am yang dikemukakan
penganut aliran dualisme. Ada beberapa alas an yang dikemukakan untuk
menyangkalnya. Pertama, bahwa kedua system hukum tersebut mengatur tingkah
laku orang-orang. Perbedannya, hanya pada lingkup tingkah laku yang diatur oleh
kedua system tersebut. Kedua, paham monisme menegaskan bahwa lingkup kedua
bidang hukum itu terutama adalah subyek hukum terlepas dari kehendak mereka.
Ketiga, kedua system hukum tersebut merupakan wujud dari satu konsepsi hukum.
Teori monisme dibedakan atas aliran monisme dengan pengutamaan pada hukum
nasional dan aliran monisme dengan pengutamaan pada hukum internasional.
Menurut teori monisme dengan pengutamaan hukum nasional, dalam hubungan
antara hukum nasional dan hukum internasional yang utama adalah hukum nasional.
Sebaliknya, menurut paham monisme dengan pengutamaan pada hukum
internasional, yang utama adalah hukum internasional.
➢ Teori Monisme dengan Hukum Nasional
Teori ini menganggap bahwa hukum nasional lebih penting daripada hukum
internasional dan hukum nasional adalah sumber dari hukum internasional.
Alasan dari pendapat tersebut adalah :
1. Tidak ada organisasi di dunia yang berada diatas negara-negara dan mengatur
kehidupan negara-negara tersebut.
2. Dasar dari hukum internasional terletak pada wewenag konstitusional negara-
negara (kewenangan negara untuk membuat perjanjian).1
Pada teori monisme dengan hukum nasional memiliki kelemahan, yaitu:2
• Pada teori ini hukum internasional dianggap hanya hukum yang
bersumberkan perjanjian internasional.
• Pada hakikatnya pendirian teori ini dengan primat hukum nasional ini
merupakan penyangkalan terhadap adanya hukum internasional yang
mengikat negara.
➢ Teori Monisme dengan Hukum Internasional
Teori ini mengatakan bahwa hukum nasional itu bersumber dari hukum
internasional yang pada dasarnya mempunyai hirarki yang lebih tinggi, maka
supremasi hukum harus dibagikan kepada lebih dari serratus negara-negara di
dunia dengan system yang masing-masing berbeda.3 Menurut teori ini hukum
nasional tunduk pada hukum internasional dan pada hakekatnya berkekuatan
mengikatnya berdasarkan suatu wewenang dari hukum internasional.4
B. Teori Dualisme
Teori ini bersumber dari daya ikat hukum internasional yang bersumber pada
kemauan negara, hukum internasional dan hukum nasional adalah dua system yang
terpisah satu dari yang lainnya. Alasan dari pendapat para aliran dualisme adalah
didasari dari alas an formal maupun alasan yang berdasarkan kenyataan.
1
Melda Kamil, Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jurnal Hukum Internasional 2008),
Hlm. 510
2
Mochtar Kusumaaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Alumni, 2003) Hlm. 57
3
Melda Kamil, Op.Cit., Hlm. 511
4
Ibid., Hlm. 58
5
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R, Agoes, Op.Cit., Hlm. 53
1. Kedua perangkat hukum tersebut adalah hukum nasional dan hukum
internasional mempunyai sumber yang berlainan, hukum nasional bersumber
pada kemauan negara dan hukum internasional bersumber dari kemauan
bersama masyarakat negara.
2. Kedua perangkat hukum itu berlainan subjek hukumnya. Subjek hukum nasional
adalah perorangan, sedangkan subjek hukum internasional adalah negara.
3. Hukum nasional dan hukum internasional memperlihatkan perbedaan dalam
strukturnya.
4. Perbedaan daya laku hukumnya. Heinrich Triepel, menyebutkan bahwa,
International law and domestic (or municipal) law existed on separate planes.
Hukum internasional mengatur soal hubungan antar negara, sedangkan
hukum nasional mengatur hubungan antara individu dengan negara. Hukum
internasional adalah persetujuan antar negara yang menurut Triepel
perjanjian dan kebiasaan internasional.6
6
Malcolm N. Shaw, International Law, Fifth Edition, (Cambridge: Cambridge University Press, 2003), Hlm. 29
Kedua syarat tersebut harus diterima oleh semua pengadilan inggris dalam
mempertimbangkan pemerimaan hukum internasional, ketentuan ini lebih
sempit dari ketentuan yang telah digunakan sebelumnya, praktek ini merupakan
pembembangan dari “Blackstonian Doctrine”. Yang dikembangkan oleh William
Blackstone yang lebih dikenal dengan “Incorporation Doctrine”. Dokrtrin ini
menganggap bahwa hukum kebiasaan internasional adalah bagian dari common
law sehingga dapat diberlakukan tanpa perlu memenuhi syarat apapun. Doktrin
inkorporasi ini ditegakkan pada abad ke-19 oleh hakim terkemuka di Inggris.
Dennig menyimpulkan bahwa terdapat 2 aliran besar di Inggris mengenai
kedudukan hukum Internasional dalam hukum nasional, yaitu:
1. Doktrin Inkorporasi
Ketentuan hukum internasional langsung menjadi bagian dari sistem
hukum nasional kecuali bertentangan dengan tindakan-tindakan parlemen.
2. Doktrin Transformasi
Ketentuan hukum internasional bukan merupakan bagian dari hukum
Inggris, kecuali jika diterima dalam keputusan hakim.
B. Amerika Serikat
➢ Hukum Kebiasaan Internasional
Hukum kebiasaan Internasional Amerika Serikat hampir mirip dengan
Inggris. Acts of the United States Congress dianggap sebagai tidak bertentangan
dengan hukum internasional, meskipun kemudian undang-undang yang
mengalahkan hukum kebiasaan Internasional yang terdahulu.
Pengadilan Amerika berhak untuk memastikan ketentuan hukum
Internasional yang berlaku dengan menunjuk kepada buku teks, praktik negara
dan sumber lain.
Amerika Serikat memiliki pembelaan yang dibuat antara treaties dan
executive agreement yang terakhir ini tidak memerlukan persetujuan badan
legislative dan akan langsung berlaku.
➢ Hukum Perjanjian Internasional`
Sehubungan dengan perjanjian internasional Amerika mempunyai praktek
yang berbeda dengan praktek yang dianut Inggris. Hukum perjanjian Internasional
disini ditentukan oleh ketentuan tertulis konstitusi Amerika Serikat.
Perjanjian internasional yang tidak bertentangan dengan konstitusi
Amerika Serikat dan yang termasuk golongan perjanjian dianggap menjadi bagian
hukum yang berlaku di Amerika Serikat tanpa memerulkan pengundangan melalui
perundang-undangan nasional. Sebaliknya perjanjian yang tidak termasuk
golongan perjanjian baru dianggap mengikat pengadilan Amerika setelah adanya
perundang-undangan yang menjadikannya berlaku sebagai hukum.7
7
Melda Kamil, Op.Cit., Hlm. 513-520
ditandatangani oleh Indonesia akan diminta persetujuan DPR untuk diratifikasi dalam
bentuk undang-undang atau cukup dalam bentuk keputusan presiden.
Sarjana hukum internasional yang ada di Indonesia menyatakan bahwa Indonesia
tidak perlu memikirkan bahwa Indonesia menganut monisme atau dualisme, karena
Indonesia dalam menundukan diri kepada satu hukum internasional tertentu, dan sejauh
mana penundukan tersebut mempengaruhi system hukum nasional dan kehidupan
bernegara. Meskipun demikian, hukum internasional di Indonesia perlu ada satu
kesepakatan untuk menyepakati mengenai kriteria tertentu bagi Indonesia dalam
memberlakukan hukum Internasional dengan dimungkinkan adanya pengecualian,
sebagaimana dapat kita lihat di negara-negara lain.8
8
Ibid, Hlm. 521-523
Daftar Pustaka
Buku :
Kusumaatmadja, Mochtar. 1982. Pengantar Hukum Internasional. (Jakarta: Binacipta).
Jurnal :
Melda Kamil. 2008. Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Hukum Nasional. Jurnal
Hukum Internasional