Anda di halaman 1dari 32

HUKUM &

HUBUNGAN
INTERNASIONAL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
BAB 1
HUKUM INTERNASIONAL: ARTI, FUNGSI, DAN
SUMBERNYA

Bab ini menggambarkan pengertian hukum internasional


dan hubungan internasional. Pengertian hukum
internasional akan dilengkapi dengan penjelasan
sumber hukum, maksud dan tujuan, serta fungsi
hukum internasional. Penjelasan ini dimaksudkan agar
mahasiswa memahami secara utuh pengertian, sumber
hukum dan fungsi yang membedakan dirinya dari
konsep hubungan internasional. Disatu pihak hukum
internasional publik masuk pada rumpuh ilmu hukum
sedangkan dipihak lain hubungan internasional masuk
pada ilmu sosial politik.
1.1 HUKUM INTERNASIONAL
Dalam hubungan internasional, negara-negara
memiliki peranan penting dalam berbagai bidang
untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya
ditingkat internasional.
Hubungan internasional tersebut tidak
mungkin dapat berlangsung dengan baik jika
tidak didukung instrumen hukum internasional
yang mengikat dan dipatuhi negara-negara.
Keberadaan hukum internasional bukan saja sangat
penting melainkan sebagai kebutuhan yang tidak
dapat diabaikan dalam masyarakat internasional.
Menurut Martin Dixon, pertanyaan yang harus dijawab dalam
hukum internasional yaitu sekumpulan peraturan-peraturan terkait
dengan pengaturan hubungan antara negara yang disebut sebagai
hukum, yang ketiga efektivitasnya hukum internasion untuk
mengawasi negara-negara dalam situasi yang benar-benar hidup
(it's effectiveness in controlling states in real life situations)

Misalnya, invasi Kuwait oleh Irak tahun 1990-an, begitu


banya respon dari masyarakat internasional baik secara
hukum maupun militer. Namun, tidak sama halnya
dengan kelemahan PBB ketika terjadi peperangan di
Yugoslavia dan Somalia. Begitupun kelemahan hukum
internasional tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan
konflik dan peperangan di Timur Tengah, termasuk
pelanggaran hak asasi manusia oleh Tim perdamaian
negar negara anggota PBB.
Dari kelemahan tersebut, lalu timbul pertanyaan
apakah hukum internasional merupakan hukum yang
sesungguhnya.

Sebagaimana polisi dalam sistem hukum nasional.


D. W. Greig menyebutkan kelemahan HI yaitu :

(1) kekurangan dalam hal lembaga legislatif sebagai


lembaga pembuat hukum,
(2) ketidakhadiran pengadilan yang berwewenang
mengadili seluruh sengketa yang wajib ditangani,
(3) kelemahan dalam penjatuhan sanksi bagi negara
negara yang melanggar hukum, termasuk
persoalan yang sangat jelas membedakan hukum
internasional dan hukum nasional.
Menurut John O'Brien
Hukum internasion publik (Public
International Law) mencakup
(1)Tidak saja dengan pengaturan hubungan
antara negara-negara saja. Namun, saat ini
telah terjadi perluasan cakupan hukum
internasional terkait dengan,
Menurut David J. Bedermen (2)Hubungan antara hak-hak dan kewajiban-
kewajiban negara-negara, yang diperluas
kepada hubungan antara hak-hak dan
Seluruh bangunan teori dan praktek kewajiban-kewajiban dari organisasi-
hukum internasional sangat tergantung organisasi internasional
pada beberapa penjelasan yang
(3)Serta perusahaan-perusahaan (corporate),
koheren. dan individu-individu. Kedudukan individu
Mengapa aktor-aktor harus mematuhi yang diakui tersebut bukan karena
sekumpulan aturan hukum yang boleh perbuatan atau kejahatan yang dilakukan,
jadi menyimpang dari kepentingan tetapi karena persoalan pertanggung
negara-negara. jawaban hukum akibat lahirnya subjek
hukum baru (new corporate).
Secara lebih eksplisit alasan-alasan
negara patuh pada hukum internasional
karena para ahli hukum memerlukan
gambaran suatu kesimpulan yang
penting terkait sumber-sumber, proses-
Di negara-negara Common Law, seperti di Inggris Britani aspek-aspek hubungan
keperdataan masuk pada wilayah "conf of laws". Sama halnya dengan di Amerika
Serikat, Hukum Perdata Internasional jauh lebih banyak digunakan sebagai
conflict laws".

Dengan kata lain, hukum internasional sebagai digariskan


organisasi internasional PBB, berfungsi sebagai instrumen
hukum antara bangsa-bangsa dengan maksud dan tujuan untuk
memperjuangkan terciptanya perdamaian dunia (world peace)
ketertiban dunia (world order). Tentu saja negara-negara
berusaha mencegah negara-negara menggunakan kekeras
senjata dalam penyelesaian sengketa internasional, melainkan
cara-cara damai (peaceful mechanism) harus dikedepankan agar
tercipta keadilan dunia untuk semua (world justice for all)."
Menurut Malcolm Shaw, pertumbuhan awal teori
hukum internasional lebih dalam berkaitan dengan
gagasan hukum alam (natural law) yang digunakan
mereka sebagai dasar filosofisnya. Termasuk dalam
hal ini teori hukum alam yang dikembangkan oleh
Thomas van Aquinas. la memaknai hukum alam
merupakan bagian dari hukum Tuhan (natural law
formed part of the law of god) yang mengandung
keadilan dan aspek-aspek moralitas dan universal.

Definisi tersebut menjadi agak berbeda ketika


mengadopsi Tunkin, seorang profesor hukum
internasional dari Rusia. Misalnya, ia mengatakan
bahwa sejak Revolusi Oktober di Rusia telah
melahirkan perkembangan baru tentang gagasan
hukum internasional. Hal tersebut terbagi menjadi
tiga hal yang saling terkait,

(a) Prinsip tentang internasionalisasi sosialisme antara negara-negara sosialis,


(b) Prinsip kesederajatan dan hak memisahkan diri dari suatu negara dan orang-orang terutama
ketika tujuan utamanya melawan kolonialisme,
(c) Prinsip tentang hidup berdampingan secara damai, yaitu dengan maksud memelihara
hubungan antar negara-negara dengan perbedaan sistem hukum.
Pada prinsipnya, Tunkin mengemukakan
bahwa hukum internasional merupakan
norma-norma yang mendorong terciptanya
kesepakatan antar negara dan sistem
sosial yang berbeda-beda, yang
mengejawatahkan kehendak negara yang
berkesesuaian secara umum memiliki
karakter demokrat mengatur hubungan-
hubungan antar warga negara dalam
proses perjanjian untuk mencapai
kerjasama demi terselengganya
perdamaian, hidup berdampingan secara
damai, kebebasan dankemerdekaan
orang-orang yang dilindungi ketika
diperlukan menggunakan tekanan dan
paksaan secara efektif oleh negara, baik
secara sendiri-sendiri secara kolektif.
1.2 SUMBER HUKUM
INTERNASIONAL
Hukum internasional sebagai pedoman global dalam mengatur
tingkah laku dan perbuatan negara-negara, organisasi-organisasi
internasional dan sejenisnya, secara tegas menyandarkan pada
sumber hukum internasional.
Pasal 38 Statuta International Coun of Justice (ICJ)

Ayat (1) bahwa pengadilan internasional berfungsi memutus berbagai sengketa


harus mengacu dan menerapkan pada sumber hukum berikut:

(a). konvensi internasional, apakah bersif umum atau khusus, menetapkan


aturan-aturan yang diakui oleh Negara-negara pihak.
(b) kebiasaan internasional sebagai bukti adanya praktek umum yang diterima
sebagai hukum
(c) prinsip-prinsip umum hukin yang diakui Negara-negara beradap
(d) keputusan-keputusan pengadilan (pasal 59), dan ajaran ahli-ahli hukum
internasional yang memiliki kelayakan dan publikasi luas dari berbagai Negara,
sebagai alat pelengkap untuk menentukan hukum internasional
Pertama, Perjanjian internasional (International Treaty)
adalah persetujuan antara dua atau lebih negara dalam bentuk
tertulis, diatur sesuai dengan prinsip-prinsip hukum
internasional sebagaimana diatur dalam Konvensi Wina 1969
tentang Perjanjian Internasional.

Kedua, Kebiasaan Internasional (customary law) aturan-


aturan yang tidak tertulis, terdiri dari praktik-praktik yan
diterima negara-negara sebagai hukum kebiasaan
internasional memiliki dua elemen yang harus terpenuhi
untuk bisa digunakan sebagai sumber hukum internasional
yang mengikat.
Ketiga, prinsip-Prinsip Hukum Umum diakui oleh Negara negara
barat (General Principle of Law recognized by civilized states). Sumber
hukum ini digunakan ketika perjanjian internasional dan kebiasaan yang
ditemukan tidak memuat pengaturan yang dipakai sebagai dasar untuk
memutuskan suatu perkara. Hal ini penting dijadikan rujukan agar
pengadilan tidak berhenti begitu saja ketika tidak ada aturan yang
mengatur (non liquet). Namun, sampai saat ini belum terlalu jelas apakah
yang dimaksud sebagai prinsip hukum hanya yang telah diakui oleh
msayarakat internasional ataukah prinsip hukum nasional tertentu saja
sudah cukup.

Kendatipun prinsip-prinsip umum hukum masih


diperdebatkan, Pasal 38 ayat (1) butir (c) telah menjadi
kesepakatan umum bahwa penggunaan prinsip-prinsip
umum bersumber dari hukum alam dan prinsip prinsip
yang timbul dari hukum nasional
Prinsip-prinsip yang pernah digunakan oleh Mahkamah Internasional antara lain
adalah:

GOOD FAITH

ESTOPPEL

RES JUDICATA

CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE

PACTA SUNT SERVANDA

EFFECTIVE OCCUPATION

UTI POSIDETIS JURIS


Keempat, Keputusan Pengadilan, Ajaran Para Ahli, dan
Keputusan Badan Internasional, Keputusan Pengadilan Pasal 59
Statuta Mahkamah Internasional menegaskan bahwa "the decision of
the Court shall have no binding effect except between the parties and
in respect of that particular case".

Konsekuensinya, Mahkamah tidak mengakui prinsip preseden


hukum internasional dan keputusan sebelumnya tidak mengikat.
Tujuannya adalah bahwa mencegah sebuah prinsip yang sudah dipakai
Mahkamah, dalam putusannya yang digunakan untuk negara lain atas
kasus yang berbeda Keputusan Mahkamah Internasional bukan
merupakan sumber formal dari sumber hukum internasional
internasional dan hanya memiliki nilai persuasif. Sementara keputusan
peradilan nasional berfungsi sebagai acuan tidak langsung adanya opinio
juris terhadap suatu praktek negara tertentu. Kedua putusan hakim
Mahkamah Internasional dan Pengadilan nasional dapat digunakan
ketika tidak ada aturan tersedia dalam sumber hukum sebelumnya.
Hal yang sama juga berlaku untuk ajaran para ahli hukum internasional.
Selain dilihat sebagai sebuah doktrin yang melengkapi interpretasi sebuah
perjanjian, kebiasaan maupun prinsip umum hukum, sekaligus juga
merupakan buki tidak langsung dari praktek dan opinio juris dari suatu
negara. Sebagai contoh putusan Norwegian fisheries case mengenai batas
wilayah laut, putusan pengadilan tersebut menjadi sumber hukum
internasional karena penentuan batas wilayah internasional secara sepihak
tidak dapat diberlakukan secara efektif, terkecuali ada perselisihan dari
Negara tetangganya

Dari keempat sumber hukum tersebut, secara hierarkis sebagaimana


disebutkan merupakan ketentuan hukum yang mengikat dan memaksa
secara hukum dan politik internasional (enter into legally binding force).
Karena itu, jika dalam hukum internasional terdapat sumber hukum yang
pemberlakuannya mengikat atau memaksa negara-negara, dikenal sebagai
peraturan hukum yang bersifat hard law.
1.3 SUMBER HUKUM INTERNASIONAL LAINNYA

Putusan-putusan organisasi internasional dapat menjadi


sumber hukum internasional. Organisasi internasional sebagai
suatu lembaga, memiliki organ-organ yang terstruktur menurut
kebutuhan organisasi itu sendiri dalam rangka mencapai
tujuannya.
Supaya semua organ tersebut dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik dan demi terjalinnya hubungan antar
organ organnya itu, dibutuhkan adanya peraturan yang
berfungsi sebagai aturan permainan (rule of procedure) yang
berlaku intern bagi organisasi internasional itu sendiri.
Disamping itu ada pula berupa kesepakatan-kesepakatan
yang mengikat sebagai norma hukum terhadap negara-negara
anggotanya. Dalam hal tidak memiliki kekuatan mengikat pun
resolusi Majelis Umum memiliki nilai-nilai normative yang dapat
dijadikan sumber hukum
A. EQUITY
Sumber-sumber hukum lainnya yang merupakan perluasan dari sumber
yang ada adalah prinsip equity yang termasuk bagian dari kategori prinsip
hukum umum. Dalam Webster New Dictionary and Thesaurus, equity disamakan
dengan keseimbangan atau keadilan (fairness) yang digunakan sebagai prinsip-
prinsip tentang keadilan yang menyempurnakan keberadaan hukum. Namun,
penggunaan equity bersifat terbatas hanya dalam hal keadaan mendesak yakni
dalam hal penggunaan hukum umum untuk mendapat keadilan.

Secara teoritik fungsi equity bisa dibagi menjadi tiga. Pertama,


equity dapat digunakan untuk mengadaptasikan ketentuan hukum
terhadap fakta-fakta yang terdapat dalam kasus-kasus individual (equity
infra legem). Kedua, ditujukan untuk mengisi kekosongan dalam hukum
(equity praeter legem). Ketiga, digunakan sebagai dalih untuk tidak
diterapkannya sebuah hukum yang tidak adil (equity contra legem).
Akehurst menyatakan bahwa equity bukanlah sumber hukum formal.
Tetapi, lebih dekat sebagai nilai-nilai moralitas,kode etik baik bersifat
nasional maupun internasional.
B. KODE ETIKA DAN MORAL

Prinsip-prinsip etika dan pertimbangan atas dasar-dasar nilai-


nilai kemanusiaan sebenarnya merupakan warisan dari ajaran
hukum alam. Nilai atau prinsip etika dan moral universal ini telah
berhasil ditanamkan dikalangan masyarakat.
Nilai etika dan moral universal ini disamping mengandung
universalitas dan kemuliaan. juga bersifat luwes dan abadi. Dia
merupakan nilai yang mendasar dan fundamental yang
pemberlakuannya tidak mengenal waktu tempat dan perbedaan suku
bangsa.
Oleh karena itulah moralita berumur relatif lama atau abadi
sepanjang zaman. Karena nilai-nilai tersebut luhur, mulia dan agung,
maka sifatnya menjadi sangat abstrak
Nilai-nilai luhur, dan agung inilah yang memancar berfungsi untuk menjiwai norma-
norma hukum maupun norma-norma lainnya, yang secara riil dan nyata berlaku dan
mengikat masyarakat internasional. Agama moralitas dan ideologi selalu muncul dan
memberi pengaruh penting dalam pertumbuhan hukum internasional.

Menurut Ramsey, doktrin dampak kembar (the doctrine of double effect),


suatu perbuatan tidak akan berdampak negatif jika memenuhi empat unsur.
Antara lain sebagai berikut:

1) tujuan akhir harus dengan sendirinya baik


2) hanya dampak yang baik sebagai tujuan
3) akibat yang baik tidak akan lahir dengan cara-cara jahat dan
4) perbuatan dengan dampak baik harus melebihi tindakan dan efek jahat
C. HUKUM TIDAK MENGIKAT (SOFT
LAW)

Penggunaan istilah soft law pada dasarnya ditujukan


untuk memberikan pembedaan pengertian antara instrumen
hukum yang memaksa (hard law) yang dibuat dan ditujukan
untuk mendapatkan kepatuhan secara paksa terhadap para
negara-pesertanya.
Sedangkan hukum tidak mengikat atau soft law adalah
instrumen hukum yang mengandung norma-norma yang
diharapkan suatu saat nanti dapat menjadi bimbingan bagi
aktor-aktor internasional tanpa memiliki kekuatan hukum
yang memaksa.
Menurut Martin Dixon, kata soft law digunakan sebagai
istilah yang menggambarkan dua perbedaan tetapi memiliki
hubungan fenomena dalam hukum internasional. soft law,
diberikan pada peraturan-peraturan hukum internasional yang
tidak memaksakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban kongkrit
untuk subyek hukum yang ditujukan peraturan tersebut.
Peraturan-peraturannya bersifat normatif, tetapi intinya fleksibel
dan samar-samar.

Seiring dengan itu, Dinah Shelton membagi soft


law ke dalam dua kelompok yaitu primer dan
sekunder.
Pertama, soft law yang primer terdiri dari teks-teks
normatif, tidak diadopsi dalam perjanjian yang ditujukan
untuk komunitas internasional secara keseluruhan, atau
sebagian anggota dari organisasi internasional.
Misalnya, peraturan-peraturan minimum standar
perlakuan terhadap narapidana, yang diadopsi oleh PBB
tahun 1955.
terdiri dari

KEDUA, SOFT LAW YANG SEKUNDER


rekomendasi
rekomendasi dan
komentar-
komentar umum
dari badan
penasehat
internasional,
putusan-putusan
pengadilan atau
komisi-komisi,
putusan-putusan
dari tim
pelaporan
khusus, special
raporteurs, atau
badan ad hoc
lainnya, atau
juga organisasi-
organisasi politik
internasional
lainnya.
D. JUS COGEN
Prinsip jus cogen adalah anggapan akan adanya sebuah norma yang
memiliki keutamaan dibanding dengan norma-norma lainnya. Dalam hal
suatu norma telah memiliki status sebagai jus cogen tidak dimungkinkan
untuk mengalami pembatalan atau modifikasi oleh tindakan apapun.

Dengan kata lain, Jus Cogen sebagai sumber hukum tertinggi tidak dapat dibatalkan
oleh suatu kekuatan politik apapun, Persoalan mengenai bagaimana suatu norma dapat
mencapai status jus cogen masih bersifat kontroversial. Akan tetapi, beberapa norma
telah menjadi jus cogen seperti genosida, diskriminasi rasial, agresi, penyiksaan, dan
perbudakan.
1.4 TUJUAN DAN FUNGSI HUKUM
INTERNASIONAL

Secara teoritis, menurut JG. Starke bahwa kajian


hukum internasional didukung oleh beberapa alasan
dengan maksud dan tujuan sebagai berikut;

Pertama, hukum internasional diamaksudkan sebagai instrumen


hukum yang kompleks dan digunakan untu memelihara perdamaian, dan
mengabaikan segala bentuk peraturan yang tidak menyukai kebijakan
tinggi (a high polic) yakni berkaitan dengan isu perdamaian atau perang.
Kendatipun demikian hukum internasional tidak selalu terkait dengan
perdamaian, keamanan serta peperangan.
Kedua, hukum internasional berfungsi untuk kantor kantor asing dan
praktek para pengacara internasional yang kesehariannya menerapkan
dan mempertimbangkan penyelesaian sengketa dengan peraturan
hukum-hukum internasional, yang terkait dengan berbagai ikhwal dan
kasus yang bertautan. Berulang kali telah timbul berbagai kasus
misalnya, tentang tuntutan kompensasi orang-orang asing yang terkena
kecelakaan, peristiwa tentang deportasi terhadap orang-orang asing,
ektradisi, pesosalan nasional atau kewarga negaraan, atau tindakan dan
hak ekstra teritorialitas dalam suatu negara, suatu penafsrian atas
peraturan suatu perjanjian yang kompleks.

Ketiga, hukum international juga bertujuan untuk melakukan penilaian


terhadap berbagai pelanggaran hukum internasional, sebagai hasil dan akibat
peperangan atau konflik atau karena agresi militer, atau ketidak mampuan
suatu negara untuk mencegah timbulnya problem epidemic. Seperti persoalan
pelucutan senjata, terorisme internasional dan pelanggaran dalam praktek
konflik militer konvensional dan konflik militer non-internasional
Adapun Fungsi hukum internasional, yaitu sebagai
suatu sistem, hukum internasional merupakan sistem
hukum otonom, mandiri dari politik internasional.
Tetapi fungsi utamanya adalah yaitu untuk melayani
kebutuhan-kebutuhan komunitas internasional
termasuk sistem Negara yang otentik. Kerjasama
pimpinan membuat paradigma antar Negara
meniscayakan globalisme dan kebutuhan akan
mencegah persoalan dan tantangan yang timbul
FUNGSI HUKUM INTERNASIONAL
MENURUT PARA AHLI
Menurut Martti Koskienniemi, fungsi hukum
internasional merupakan bentuk dari perspektif
politik dan hukum internasional.
 
Pertama, Hukum internasional memiliki tujuan umum yaitu untuk memenuhi
tuntutan Piagam PBB, yaitu melindungi perdamaian dunia (to safeguard
international peace), juga keamanan dan perdamaian (security and justice)
dalam kaitannya dengan hubungan antara negara-negara.
Kedua, hukum internasional dan lembaganya memiliki maksud dan tujuan serta
fungsi untuk memelihara terwujudnya gagasan tentang adanya keseimbangan
kepentingan, the idea of the harmony of interests.
Ketiga,hukum internasional adalah mampu memperjuangkan suatu
keseimbangan terkait elaborasi ketergantungan antar negara.
Oscar Schachter menganalisis fungsi hukum internasional
dikaitkan dengan teori kebijakan (policy) dan kepentingan.
Ada dua aspek penting dalam melihat maksud dan tujuan
dengan hukum internasional.

Pertama, hukum internasional berkaitan dengan kebijakan


(sebagai tujuan) yang harus dipahami dari konsep hukum itu
sendiri.
Kedua, maksud dan tujuan hukum internasional dari aspek
kebijakan menekankan pentingnya komunitas internasional
(international community) dalam situasi kekhususan yang
memerlukan adanya pengujian.
Menurut Martin Dixon, peranan hukum internasional
mencakup seluruh aspek perbuatan dan hubungan antar
negara.

Pertama, hukum intemasional berfungsi mengatur penggunaan pemanfaatan laut,


udara dan wilayah antartika.

Kedua, dalam aspek non-hukum publik, mengatur telekomunikasi internasional,


pelayanan perbatasan negara, pengangkutan barang dan orang melalui kapal laut dan
udara, dan juga mengatur tentang transaksi pengiriman uang. Karena itu, hukum
internasional berkaitan dengan hukum perdagangan. Ketiga, dari segi hukum publik,
hukum internasional memainkan peranan dalam mengatur kewarganegaraan,
ekstradisi, penggunaan senjata dan militer, hal asasi manusia, dan keamanan negara.
 
Terakhir, hukum internasional sangat penting secara intrinsik dengan daya ikat praktik
diplomasi, politik internasional, dan tindakan hubungan luar neger
Terakhir, hukum internasional sangat penting secara intrinsik dengan daya ikat
praktik diplomasi, politik internasional, dan tindakan hubungan luar negeri.
Karena itu, jika hukum internasional telah diakui peranannya dalam komunitas
internasional, tidak dinafikan lagi efektivitas hukum internasional dalam
penegakannya. Timbulnya keraguan apakah hukum internasional itu betul-betul
bekerja secara efektif telah ditinggalkan oleh banyak pihak.
BEBERAPA ALASAN YANG SIGNIFIKAN
YAITU SEBAGAI BERIKUT:
(1)Tidak ada keraguan bahwa hukum internasional telah
berfungsi efektif didasarkan pada suatu keniscayaan
dan kepentingan negara negara.
(2)Secara psikologis aturan aturan hukum internasional
sebagai suatu sistem yang menjadi alasan mengapa
negara-negara mematuhinya.
(3)Para praktisi politik, menggunakan hukum
internasional untuk seluruh aspek kerjasama dan
penyelesaian sengketa.
(4)Hukum internasional memiliki sifat fleksibel,
utamanya ketika terdapat beberapa persoalan yang
tidak pasti sebagai kelemahannya.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai