Anda di halaman 1dari 10

BAB.

SIMTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL


Mendeskripsikan sisten hukum dan peradilan internasional

1. Pengertian sistem Hukum Internasional


Sistem ; susunan kesatuan-kesatuan yang masing-masing tidak berdiri sendiri, tetapi berfungsi
membentuk kesatuan secara keseluruhan.
Sistem hukum Internasional adalah suatu kesatuan hukum yang berlaku untuk komunitas
Internasional (( semua negara di dunia)) yang harus dipatuhi dan dtaati oleh setiap negara.
Pengertian Hukum Internasional
Secara Umum adalah; kumpulan ketentuan hukum yang berlaku secara Internasional dan
dipertahankan oleh masyarakat internasional atau dengan istilah lain dapat di artikan bahwa
hukum internasional adalah; keseluruhan peraturan hukum yang mengatur kedudukan
hukum dan hubungan hukum dalam pergaulan internasional yang mempunyai akibat
hukum
Menurut OPPENHEIM hukum internasional meliputi
1. HUKUM PERDATA INTERNASIONAL ialah hukum Inetrnasional yang mengatur hubungan
hukum antar warga negara yang suatu negara dengan warga negara dari negara lain
( hukum antar bangsa)
2. HUKUM PUBLIK INTERNASIONAL ialahhukum internasional yang mengatur hubungan antar
negara yang satu dengan negara yang lain (hukum antar negara)

Menurut HUGO DE GROOT (GROTIUS) dalam bukunya DE JURE BELLIAC PACIS (Perihal
perang dan damai) menyatakan bahwa hokum dan hubungan Internasional di dasarkan pada
kemauan bebas atau hokum alam dan persetujuan beberapa atau semua negara. ini ditunjukan
demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatukan diri didalamnya.
Pandangan SAM SUHAEDI adalah; hokum internasional merupakan aturan, norma dan asas yang
mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat.
Pandangan J. G. STARKE, hukum internasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri
dari azas-azas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan antar negara.
Pandangan WIRJONO PRODJODIKORO hokum internasional ialah; hokum yang mengatur perhubungan
hokum antara berbagai bangsa di berbagai negara.
Pandangan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH.,LL.M, hukum internasional adalah keseluruhan
kaidah-kaidah dan azas-azas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintas batas-batas
negara. Antara lain
Negara dan negara
Negara dengan subyek hokum lain bukan negara atau
Subyek hokum bukan negara satu sama lain.

Hukum Internasional mencakup dua hal yaitu : Hukum Perdata Internasional dan hukum Publik
Internasional
Kedua hukum internasional ini memiliki persamaan dan perbedaan sebagai berikut :
Persamaannya : keduanya mengatur hubungan antara persoalan-persoalan yang
melintasi
batas-batas negara
Perbedaannya : kalau Hukum Perdata Internasional menyangkut hubungan atau
persoalan antar warganegara atau antar bangsa secara internasional. Sedangkan Hukum
Publik Internasional menyangkut hubungan atau persoalan internasional antar negara.
Menurut HACKWORTH, mengatakan hokum internasional adalah merupakan sekumpulan
aturan yang mengatur hubungan diantara negara-negara.
Menurut BRIERLY, mengatakan bahwa hokum internasional adalah merupakan sekumpulan
dan asas untuk beruat sesuatu yang mengikat negara-negara beradab di dalam hubungan
mereka dengan negara lain.
Menurut SCHWARZNBERRGER dalam bukunya A MANUAL OF INTERNASIONAL LAW,
berpendapat bahwa hubungan internasional sebagian bessar ditentukan oleh kekuatankekuatan politik. hokum internasional hanya bertugas untuk merumuskan semua hasil yang
sudah dicapai oleh negara-negara dalam perjuangan politik internasionalnya, ia membagi
hokum internasional sebagi berikut
1. LAW OF POWER. Disini yang terpenting dalam hokum internasional adalah; kekuasaan
hokum internasional hanya sekedar alat untuk merumuskan kekuasaan dari suatu negara
yang telah dapat mencapai tujuan dengan memaksa negara lain untuk tuduk kepadanya.
2. LAW OF RECIPRO CITY. disini hukum internasional memberikan perumusan bagi setiap
negara di seluruh dunia dalam PBB bahwa setiap negara, baik kecil maupun besar
memiliki suara yang sama. Biasanya LAW OF RECIPRO CITY dipakai oleh negara-negara
yang dikenal lemah sebagai tempat berlindung terhadap ancaman-ancaman dari negaranegara besar.
3. LAW OF COORDINATION disini hokum internasional merumuskan kerja sama antar negara
untuk menyelenggarakan kepentingan-kepentingan bersama dalam bidang ilmiah,
kebudayaan, kesehatan dan sebaginya.
Berdasarkan berbagai pendapat para ahli hokum Internasional diatas dapat disimpulkan
bahwa HUKUM INTERNASIONAL sekumpulan asas, kebiasaan internasional, dan aturan hokum
yang bersifat umum yang dihormati dan dipatuhi srta adanya kewajiban yang mengikat
terhadap negara-negara didunia dan lembaga atau organisasi internasional didalam hubungan
mereka dengan yang lain dalam pergaulan masyarakat internasional.
Dengan kata lain HUKUM INTERNASIONAL adalah keseluruhan hokum yang sebagian besar
terdiri dari prinsip dan kaidah-kaidah yang mengikat negara-negara tersebut, yang
menunjukkan ketaatan dan ketundukannya pada hokum-hukum internasional tersebut dengan
berperilaku sesuai dengan prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah dasar terswebut.
ASAL MULA HUKUM INTERNASIONAL
Bangsa Romawi mengenal hokum internasional sejak tahun 89 SM
Yang dikenall dengan nama IUS CIVILE (hokum sipil) dan IUS GENTIUM (hokum antar bangsa)
IUS GENTIUM berkembang menjadi IUS INTER GENTIUM ialah; hokum yang merupakan bagian dari
hokum Romawi yang diterapkan bagi KAULA NEGARA (orang asing) yang bukan orang ROMAWI yaitu
orang jajahan.

Contoh di Indonesia pada penjajahan belanda ada kaula Belanda yaitu orang-orang asing dibawah
kekuasaan Belanda separti India, cina, Arab.
HUKUM MENURUT BAHASAANYA
1. Jerman =
VOLKERN RECHT.
2. Perancis =
DROIT DES GENS
3. Inggris
=
LOW OF NATION atau INTERNATOINAL LOW.
4. Belanda =

2. Azas-Azas Hukum Internasional


Berlakunya hukum internasional dalam rangka menjalin hubungan antarnegara, harus memperhatikan
azas-azas berikut : azas teritorialitet, azas kebangsaan dan azas kepentingan umum
Azas Teritorialitet : azas ini didasarkan atas kekuasaan negara kepada daerahnya. Berdasarkan
azas ini negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya.
Berdasarkan azas ini setiap orang atau barang yang berada diwilayah negara tertentu bila melakukan
pelanggaran hukum internasional akan diberlakukan hukum internasional pula
Azas Kebangsaan : azas ini didasarkan atas kekuasaan negara untuk warga negaranya dimanapun
mereka berada baik di dalam maupun di luar negeri bila melanggar hukum negaranya. Azas ini
mempunyai kekuatan Exteritorial yang artinya hukum dari negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga
negaranya walaupun berada di negara asing.
Azas Kepentingan Umum : azas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan
mengatur kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini, negara dapat menyesuaikan
diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang bersangkut paut dengan kepentingan umum. Jadi, hukum
tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.
Apabila ketiga azas ini kurang diperhatikan, akan timbul kekacauan hukum dalam hubungan antarbangsa.
Oleh karena itu perlu adanya lembaga hukum internasional.
Berdasarkan konsideran Resolusi Majelis Umum PBB No. 2625 tahun 1970 terdapat 7 (tujuh) asas
dalam menegakkan hukum internasional adalah sebagai berikut;
1. Setiap negara tidak melakukan tindakan berupa ancaman agresi terhadap keutuhan wilayah dan
kemerdekaan negara lain
2. Setiap negara harus menyelesaikan masalah-masalah inrternasional dengan cara damai
3. Tidak melakukan intervensi terhadap urusan dalam negeri negara sendiri.
4. Negara-negara berkewajiban untuk menjalin kerja sama dengan negara lain berdasar pada piagam
PBB
5. Asas persamaan hak dan penentuan nasib sendiri
6. Asas persamaan kedaulatan dari negara.
7. Setiap negara harus dapat dipercaya dalam memenuhi kewajiban

3. Sumber Hukum Internasional


Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH. LL.M sumber hukum internasional dapat dibedakan
dalam: sumber hukum dalam arti formal dan material
Sumber Hukum dalam Arti Formal adalah sumber dari mana kita mendapatkan atau menemukan
ketentuan-ketentuan hukum internasional. Sumber hukum formal mempersoalkan bentuk atau wadah

aturan lazimnya istilahnya sumber hukum internasional


Menurut Brierly, sumber hukum
internasional dalam arti formal merupakan sumber hukum yang paling utama dan memiliki otoritas
tertinggi dan otentik yang dapat dipergunakan oleh Mahkamah Internasional di dalam memutuskan
sengketa internasional adalah sumber hukum yang terdapat pada pasal 38 Piagam Mahkamah
Internasional Permanen tanggal 16 Desember 1920 yaitu :
1. Perjanjian Internasional (traktat atau treaty)
2. Kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktek umum dan diterima sebagai hukum
3. Azas-azas umum hukum yang diakui bangsa-bangsa beradab
4. Keputusan-keputusan hakim (judicial decisions)
dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional
dari berbagai negara sebagai alat tambahan untuk menentukan hukum (karya hukum)
5. Pendapat-pendapat para ahli hukum yang terkemuka
Sumber hukum dalam arti Material mempersoalkan isi atau materi hukum.
sumber hukum material bagi hukum internasional adalah prinsip-prinsip yang menentukan isi
ketentuan hukum internasional yang berlaku
Prinsip-prinsip tersebut misalnya, bahwa setiap pelanggaran perjanjian menimbulkan kewajiban
untukmemberikan ganti rugi dan korban perang harus diperlakukan secara manusiawi
Pertemuan II

4. Subyek Hukum Internasional


Subyek hukum internasional yaitu : Negara, Tahta Suci, Palang Merah Internasional, Organisasi
Internasional, Orang Perseorangan (Individu), Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa
Negara, sebagai subyek hukum internasional, karena hukum internasional merupakan hasil dari
perjanjian antarnegara
Tahta Suci, sebagai subyek hukum internasional, karena Tahta Suci yang berkedudukan di Vatikan
Roma tidak hanya mengurusi masalah agama atau gereja Roma saja tetapi juga dunia. Dan status
Vatikan disamakan dengan negara karena memiliki syarat berdirinya negara dan bahkan ada
pengakuan dari negara lain, ini terbukti Vatikan memiliki perwakilan diplomatik di beberapa ibu kota
negara.
Palang Merah Internasional, berkedudukan di Jenewa dijadikan subyek hukum internasional,
karena banyak mengurusi masalah perlindungan kemanusiaan akibat perang yang terjadi
antarnegara
Organisasi Internasional, yang dijadikan subyek hukum internasional adalah semua badan dunia
seperti PBB dengan alat kelengkapannya
Orang Perseorangan (Individu), karena kejahatannya waktu memimpin suatu negara sehingga
mengakibatkan kehancuran terhadap kemanusiaan karena kepemimpinan yang otoriter, melakukan
kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang berdasarkan penilaian Mahkamah
Internasional. Termasuk juga para turis, para pelajar, para olah ragawan, para musisi dan
perorangan lainnya yang sedang melakukan lawatan atau tugas selanjutnya melakukan tidak
kejahatan internasional seperti terorisme setelah mendapat penilaian Mahkamah Internasional
mereka dapat menjadi subyek hukum internasional

Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa, dapat dijadikan subyek hukum internasional karena
dapat menentukan nasibnya sendiri, memiliki hak secara bebas memilih sistem ekonomi, politik,
sosial sendiri dan dapat menguasai sumber daya alam di wilayah yang didudukinya.

5.

Lembaga Peradilan Internasional


1.

Mahkamah Internasional

(the International Court of Justice) bekerja dalam badan


Peradilan Internasional berkedudukan di Den Haag Belanda. Mahkamah Internasional dapat
bersidang di luar markasnya di Den Haag apabila dianggap perlu. Mahkamah Internasional
bersidang setiap tahun kecuali hari-hari besar dan libur.

Mahkamah Internasional atau Peradilan Internasional dapat mengadili semua perselisihan yang
terjadi antar negara baik anggota maupun bukan anggota PBB. Dalam penyelesaian ini,
mengusahakan jalan damai yang selaras dengan asas-asas keadilan dan hukum internasional
Mahkamah Internasional beranggotakan 15 orang hakim yang berasal dari 15 negara anggota
PBB yang dipilih dalam Sidang Majelis Umum PBB dengan masa kerja 9 tahun. Dua hakim
merangkap ketua dan wakil ketua MI. Mahkamah memilih ketua dan wakil ketua untuk masa
jabatan tiga tahun dan dapat dipilih kembali. Adapun bahasa resmi yang dipergunakan selama
persidangan adalah bahasa Perancis dan Inggris. Namun atas permintaan salah satu dari fihak
yang bersengketa dapat meminta, Mahkamah Internasional dapat mengijinkan penggunaan bahasa
lain.
Mahkamah Internasional memiliki YURIDIKSI yaitu kewenangan yang dimiliki oleh MI yang
bersumberkan pada hukum internasional untuk mementukan dan menegakkan sebuah aturan
hukum. Yuridiksi ini antara lain meliputi;
1. Perjanjian khusus yaitu para pihak yang bersengketa menyerahkan perjanjian khusus yang
berisi subyek sengketa dan pihak yang bersengketa. contoh kasus Ligitan dan Sipadan
antara Indonesia Malaysia.
2. Pendudukan diri dalam perjanjian internasional mengharuskan peserta perjanjian untuk tunduk
kepada yuridiksi MI apabila terjadi sengketa diantara para peserta perjanjian.
3. Pernyataan penundukan diri negara peserta statuta mahkamah internasional, negara yang
menjadi anggota statuta yang akan berbicara di MI menyatakan diri tunduk pada MI, mereka
tidak perlu membuat perjanjian khusus terlebih dahulu.
4. Keputusan MI mengenai YURIDIKSINYA; yaitu apabila ada sengketa mengenai yuridiksi MI,
maka sengketa tersebut diselesaikan dengan keputusan MI sendiri.
5. Penafsiran Putusan berdasarkan pasal 60 statuta MI, yang mengharuskan MI untuk
memberikan penafsiran jika diminta oleh salah satu ataupun kkedua belah pihak yang berbicara.
Permintaan dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian khusus antara pihak yang bersengketa
ataupun permintaan dari salah satu pihak yang bersengketa.
6. Perbaikan putusan pendudukan dari pada yuridiksi MI dilakukan melalui pengajuan permintaan,
dengan syarat adanya fakta baru yang belum diketahui MI ketika putusan tersebut dibuat.

2. Mahkamah Pidana Internasional/MPI (The International Criminal Court,/


ICC)
Mahkamah Pidana Internasionalmerupakah mahkamah yang berdiri permanen berdasarkan
Traktat multilateral, dengan tujuan untuk mewujudkan supremasi hukum internasional dan
memastikan bahwa pelaku kejahatan berat internasional dipidana. MPI disahkan 1 Juli 2002
dibentuk berdasarkan statute Roma yang lahir lebih dahulu pada tanggal 17 Juli 1988. Pada

tanggal 1 Juli 2005 Statuta MPI telah diterima dan diratifikasi oleh 99 negara, yang
berkedudukan di Den Haag Belanda.
Pada awalnya MPI terdiri dari 18 orang hakim yang bertugas selama 9 tahun tanpa dapat dipilih
kembali.
Mahkamah internasional memiliki kewenangan dalam menegakkan aturan hukum intarnasional
yaitu memutuskan perkara terbatas terhadap pelaku kejahatan berat oleh warga negara dari
negara yang telah meratifikasi statute mahkamah.
Berdsarkan pasal 5 - 8 Statuta Mahkamah menentukan 4 jenis kejahatan berat internasional;
a. kejahatan GENOKSIDA (The Crime of Genocide) yaitu tindakan jahat yang berupa untuk
memusnakan keseluruhan atau sebagaian dari suatu bangsa, etnis, ras ataupun kelompok
keagamaan tertentu.
b. kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) yaitu tindakan penyerangan
yang luas atau sistematis terhadap populasi penduduk sipil tertentu.
c. kejahatan perang (war crimes ) yaitu;
1. tindakan yang berkaitan dengan kejahatan perang, khususnya apabila dilakukan sebagai
bagian dari suatu rencana atau kebijakan atau sebagai bagian suatu pelaksanaan
secara besar-besaran dari kejahatan tersebut.
2. Semua tindakan terhadap manusia atau hak miliknya yang bbertentangan dengan
konvensi Jenewa (misalnya pembunuhan berencana, penyiksaan, eksperimen biologis,
menghancurkan harta benda dll ).
3. Kejahatan serius yang melanggar hukum konflik bersenjata internasional (misalnya
menyerang obyek-obyek sipil, bukan obyek militer, membombordir secara membabi buta
suatu desa atau penghuni bangunan-bangunan tertentu yang bukan obyekmiliter.)
d. Kejahatan agresi (the Crime of aggression), yaitu tindak kejahatan yang berkaitan dengan
ancaman terhadap perdamaian

3. Panel Khhusus dan Spesialis Pidana Internasional (the international


Criminal Tribunals and Special Courts, ICT & SC)
6. Proses Ratifikasi Hukum Internasional
Lahirnya hukum internasional berawal dari adanya proses perjanjian internasional yang dilakukan
secara bilateral maupun secara multilateral yang selanjutnya memiliki kekuatan hukum mengikat
diantara negara yang melakukan perjanjian tersebut. Proses ratifikasi atau pengesahan suatu
perjanjian internasional didahului oleh adanya tahap perundingan (negotiation) yang dilanjutkan
dengan tahap penandatanganan (signature).
Dalam Konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional (baca hukum
internasional) disebutkan bahwa dalam pembuatan perjanjian baik bilateral maupun multilateral
dapat dilakukan dalam dua atau tiga tahap tergantung dari penting tidaknya perjanjian tersebut.
Tahap Perundingan (Negotiation)
Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak yang berunding tentang obyek
tertentu. Penjajakan atau pembicaraan pendahuluan dilakukan oleh masing-masing pihak yang
berkepentingan.
Perundingan dapat dilakukan oleh Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Menteri Luar Negeri,
Duta Besar atau pejabat yang dapat menunjukkan Surat Kuasa Penuh (full powers)

Perundingan yang diadakan dalam rangka perjanjian Bilateral disebut Talk. Perjanjian
Multilateral disebut Diplomatic Conference, sedangkan perundingan yang tidak resmi
disebut Corridor Talk
Tahap Penandatanganan (Signature)
Lazimnya penandatanganan dilakukan oleh para Menteri Luar Negeri atau Kepala Pemeritahan
Untuk perundingan yang bersifat multilateral penandatanganan teks perjanjian sudah dianggap sah
jika 2/3 suara peserta yang hadir memberikan suara, kecuali ada ketentuan lain. Walaupun
demikian perjanjian belum bisa dilaksanakan sebelum ada ratifikasi oleh masing-asing negara
Tahap Pengesahan (Ratification)
Suatu negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian dengan syarat apabila telah disahkan oleh
badan yang berwenang di negaranya, seperti di Indonesia berdasarkan pasal 11 ayat 1 UUD 1945
yang menyebutkan Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, perdamaian dan
membuat perjanjian dengan negara lain. Lebih lanjut dari pelaksanaan pasal 11 UUD 1945
dituangkan kedalam UU. No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
Perjanjian yang baru pada tahap penandatanganan, perjanjian tersebut masih bersifat sementara
dan masih harus dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan. Ini dinamakan Ratifikasi
Ratifikasi Perjanjian Internasional dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Ratifikasi oleh badan ekskutif
Sistem ini biasanya dilakukan oleh raja-raja absolut atau pemerintahan yang otoriter
b. Ratifikasi oleh badan legeslatif ( Sistem ini jarang digunakan )
c. Ratifikasi Campuran (DPR Pemerintah)
Sistem ini paling banyak dilakukan karena peranan legeslatif dan ekskutif sama-sama menentukan
dalam proses ratifikasi suatu perjanjian
Setelah perjanjian internasional diratifikasi atau disahkan oleh negara-negara yang mengadakan
perjanjian, maka secara otomatis negara yang mengikat perjanjian tersebut terikat dengan isi
perjanjiannya dan selanjutnya perjanjian itu meningkat statusnya menjadi hukum internasional dan
kepada setiap negara yang mengadakan hukum internasional, menjadikan hukum internasional
berlaku di negaranya sehingga hukum internasional tersebut menjadi hukum nasional, yang harus
ditaati oleh seluruh warga negara dari negara yang bersangkutan

B. Sengketa internasional
1. Sebab-sebab sengketa internasional
Kalau kita perhatikan timbulnya sengketa internasional, karena adanya pelanggaran terhadap
kebebasan atau kemerdekaan dari suatu negara oleh negara lain yang menyebabkan terganggunya
ketenangan atau kedamaian negara tersebut.
Sebab-sebab sengketa internasional tersebut dapat berupa :
1. pelanggaran batas wilayah berupa penyusupan, mata-mata, lintas batas, pelanggaran zone
batas teritorial hukum laut internasional dan lintas batas kedaulatan udara,

2. mendukung pemberontak atau pengacau keamanan di negara lain, membiayai terorisme di


suatu negara
3. pelangaran terhadap isi perjanjian yang telah disepakati bersama secara sepihak,
4. perebutan sumber-sumber untuk kehidupan (missal : sumber daya alam seperti minyak,
sumber perdagangan),
5. perluasan pengaruh politik,
6. adanya perbedaan kepentingan ideologi, ekonomi, sosial, budaya

2.

Penyelesaian sengketa internasional


Cara yang dapat ditempah dalam menyelesaikan pertikaian internasional dapat digolongkan
dalam dua cara yaitu penyelesaian pertikaian secara damai dan kekerasan.

1. Penyelesaian secara damai :


1).
Penyelesaian perdamaian melalui peradilan internasional
Penyelesaian perdamaian melalui peradilan internasional dapat ditempuh melalui arbitrase
internasional dan pengadilan internasional
a. Arbitrase internasional
Penyelesaian pertikaian atau sengketa internasional adalah pengajuan sengketa internasional
kepada arbitrator (wasit) yang dipilih secara bebas oleh para pihak yang bersengketa
Arbitrase merupakan suatu penerapan prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam batasbatas yang telah disetujui sebelumnya oleh pihak yang bertikai atau bersengketa. Jadi yang
mengatur arbitrase adalah pihak yang bertikai
Arbitrase terdiri dari : 1. seorang Arbitrator, 2. Komisi bersama antara anggota-anggota yang
bersengketa, 3. Komisi campuran yang terdiri atas orang-orang yang diajukan oleh para pihak
yang bersengketa dan ditambah dari anggota dari cara yang lain
b. Pengadilan Internasional
Penyelesaian sengketa internasional melalui pengadilan yang dilakukan di lingkungan
masyarakat internasional dengan mengajukan perkara itu ke Mahkamah Internasional. Sebuah
lembaga di bawah PBB.
Mahmakah Internasional memiliki dua kewenangan : memutus perkara dan memberi nasihat
2). Penyelesaian Secara Damai di luar pengadilan
a. Negoisasi atau perundingan antara para pihak yang bersengketa untuk memperoleh
penyelesaian secara damai
b. Perantara dan Jasa Baik (mediasi) yang diberikan oleh pihak ke tiga untuk mengadakan
penyelesaian. Jasa baik dapat diberikan oleh Negara atau oraganisasi internasional.
Ada perbedaan antara jasa baik dan perantara
- jasa baik yang diberikan oleh pihak ke tiga sudah selesai dalam arti tidak terlibat lagi apabila
pihak ke tiga sudah mempertemukan ke dua belah pihak
- perantara mempunyai peranan yang lebih aktif dan ikut serta dalam perundingan-perundingan

c. Konsiliasi dalam arti luas berarti menyelesaikan sengketa secara damai melalui bantuan
negara-negara lain atau badan penyelidikan yang tidak memihak disebut juga komite penasihat.
Konsiliasi dalam arti sempit berarti pengajuan persengketaan kepada komisi atau komite
untuk membuat laporan dengan usulan-usulan penyelesaian yang tidak mengikat
d. Penyelesaian yang diadakan di bawah pimpinan PBB.
Penyelesaian ini diatur dalam Pasal 2 Piagam PBB. Para anggota PBB berjanji untuk
menyelesaikan persengketaan-persengketaan mereka tanpa melalui kekerasan atau perang.
Tanggung jawab diserahkan kepada Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB. Dewan
Keamanan memiliki kekuasaan yang lebih luas. Dewan Keamanan bertindak dalam beberapa
hal yaitu menyelesaikan persengketaan yang membahayakan perdamaian dan keamanan
internasional, peristiwa yang mengancam perdamaian, melanggar perdamaian atau tindakan
penyerangan atau agresi

3). Penyelesaian Persengketaan Melalui Jalan Paksaan (Kekerasan)


a.
b.
c.
c.
d.

Perang, tujuan perang untuk menaklukkan atau mengalahkan lawan.


Retorsi atau balas dendam
reprisal cara yang dilakukan untuk mendapatkan ganti rugi
Blokade berarti memblokir lalu lintas darat, air dan udara terhadap suatu negara agar
dipenuhi tuntutannya. Blokade bisa berupa kekuatan militer, bisa juka blokade ekonomi
Intervensi berarti campur tangan urusan dalam negeri negara lain

C. Mahkamah Internasional
1.

Mekanisme kerja Mahkamah Internasional

Ketentuan-ketentuan prosedural atau mekanisme kerja Mahkamah Internsional dalam


penyelesaian sengketa internasional berada di luar kekuasaan negara-negara yang bersengketa.
Ketentuan tersebut sudah ada sebelum di keluarkannya suatu Statuta merupakan suatu konvensi,
aturan prosedural perbuatan unilateral Mahkamah yang mengikat negara-negara yang
bersengketa.
Mengenai prosedur proses penanganan penyelesaian suatu sengketa internasional di mahkamah
internasional memiliki banyak kesamaan dengan yurisdiksi intern suatu negara, yaitu
1. prosedur tertulis dan perdebatan lisan diatur sedemikian rupa untuk menjamin setiap pihak
dalam mengemukakan pendapatnya
2. sidang-sidang mahkamah terbuka untuk umum, sedangkan sidang-sidang arbritrase tertutup
(rapat hakim sebelum memutuskan perkara bersifat tertutup)

2.

Keputusan Mahkamah Internasional

Dasar Pertimbangan (alasan) jarangnya negara-negara yang bersengketa mengajukan


permohonan ke Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan perkara adalah :
1. Proses ini hanya ditempuh sebagai jalan terakhir, bila jalan lain mengalami kemacetan
2. Proses ini memakan waktu lama dan biaya yang cukup mahal

3. Proses ini dipergunakan hanya untuk sengketa internasional yang besar


4. Mahkamah Internasional tidak memiliki juridiksi yang wajib
Mahkamah Internasional memutuskan masalah berdasarkan hukum. Keputusan dapat dilakukan
berdasarkan kepantasan dan kebaikan apabila disetujui oleh negara yang bersengketa.
Keputusan Mahkamah Internasional berdasar keputusan suara mayoritas hakim. Apabila jumlah
suara sama atau seimbang maka keputusan ditentukan oleh Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah
Internasional. Keputusan Mahkamah Internasional bersifat mengikat, final dan tanpa banding.
Keputusan Mahkamah Internasional mengikat para pihak yang bersengketa dan hanya untuk
perkara yang disengketakan
Keputusan Mahkamah Internasional diambil dengan suara mayoritas dari hakim-hakim yang hadir
dan memimpin sidang. Dan jika terjadi suara seimbang ketua dan wakil ketualah yang
menentukan.
Keputusan Mahkamah Internasional terdiri dari tiga bagian :
1. Bagian pertama : berisikan komposisi Mahkamah, informasi mengenai pihak-pihak yang
bersengketa serta wakil-wakilnya, analisis tentang fakta-fakta, dan argumentasi hukum pihak
yang bersengketa
2. Bagian ke dua : berisi penjelasan mengenai motivasi Mahkamah Internasional
3. Bagian ke tiga: berisi disposisi yang berisikan keputusan Mahkamah Internasional yang
mengikat negara-negara yang bersengketa

3.Prinsip hidup berdampingan secara damai berdasarkan


persamaan derajat
Prinsip penyelesaian sengketa internasional secara damai didasarkan atas prinsip-prinsip hukum
internasional yang berlaku secara universal. Hal tersebut dimuat dalam deklarasi persahabatan
dan kerja sama antar negara No. A/RES/2625/XXV tertanggal 24 Oktober 1970 dan deklarasi
Manila mengenai penyelesaian sengketa internasional secara damai No. A/RES/37/10 tertanggal
15 November 1982 menyebutkan adanya prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. negara tidak dapat menggunakan kekerasan yang bersifat mengancam integritas teritorial
yang bertentangan dengan piagam PBB
b. non intervensi dalam urusan dalam dan luar negeri
c. persamaan hak dalam menentukan nasib sendiri bagi stiap bangsa
d. persamaan kedaulatan negara
e. itikad baik dalam hungan internasional
f. keadilan dalam hukum internasional

10

Anda mungkin juga menyukai