HUKUM INTERNASIONAL
Sistem hukum internasional adalah satu kesatuan hukum yang berlaku dan wajib
dipatuhi oleh seluruh komunitas internasional. Artinya hukum internasional harus dipatuhi
oleh setiap negara. Sistem hukum internasional juga merupakan aturan-aturan yang telah
diciptakan bersama oleh negara-negara anggota yang melintasi batas-batas negara.
1. J.G Starke
Hukun internasional adalah sekumpulan hukum-hukum (body of law) yang sebagian
besar terdiri dari asa-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan
antarnegara.
2. Wirjono Prodjodikoro
Hukum internasional adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum antara
berbagi bangsa di berbagai negara.
3. Mochtar Kusumaatmaja
Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan
atau persoalan yang melintasi batas-batas negara antara :
Negara dengan negara
Negara dan subyek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara
satu sama lain
Hukum internasional sudah dikenal oleh bangsa romawi sejak tahun 89 sebelum
masehi. Mereka mengenal adengan nama ius civile (hukum sipil) dan ius gentium (hukum
antar bangsa). Ius civile merupakan hukum nasional yang berlaku yang berlaku bagi warga
romawi dimanapun mereka berada. Ius gentium yang kemudian berkembang menjadi ius
inter gentium ialah hukum yang merupakan bagian dari hukum romawi yang diterapkan bagi
orang asing yang bukan orang romawi, yaitu orang-orang jajahan atau orang-orang asing.
Kemudian hukum ini berkembang menjadi volkernrecht (bahasa Jerman), droit des gens
(bahasa Prancis), dan law of nations atau international law (bahasa Inggris). Pengertian
1
volkernrecht dan ius gentium sebenarnya tidak sama karena dalam hukum Romawi, istilah
ius gentium memiliki pengertian :
a. Hukum yang mengatur hubungan antara dua orang warga kota Roma dan orang
asing.
b. Hukum ynag diturunkan dari tata tertib alam yang mengatur masyarakat segala
bangsa, yaitu hukum alam yang menjadi dasar perkembangan hukum internasional di
Eropa pada abad ke-15 sampai dengan abad ke-19.
Seiring dengan perkembangan yang ada, pemahaman mengenai hukum internasional dapat
dibedakan dalam 2 hal, yaitu :
a. Hukum Perdata Internasional. Yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum hukum
antar warga negara suatu negara dan warga negara dari negara lain.
b. Hukum publik internasional, yaitu hukum yang mengatur negara yang satu dengan
negara yang lain dalam hubungan internasional (hukum antarnegara).
Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata
Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata
yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata. Sedangkan
Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan
atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat
perdata. Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang
melintasi batas negara(internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang
diaturnya (obyeknya).
Hukum internasional yang kita kenal sekarang merupakan hasil dari diadakannya konfernsi
Wina tahun 1969 yang diikuti oleh para pakar hukum dunia. Hasil konferensi tersebut
menyepakati sebuah naskah hukum internasional, baik yang menyangkut hukum perdata
maupun hukum publik
Dalam menjalin hubungan antar bangsa, ada beberapa asas yang harus diperhatikan oleh
setiap negara.
a. Asas Teritorial
Didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. Intinya, negara melaksanakan
hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayah negaranya.
b. Asas Kebangsaan
Didasarkan atas kekuasaan negara untuk warga negaranya. Intinya, setiap warga
negara dimanapun dia berada tetap mnedapatka perlakuan hukum dari negaranya
sendiri meskipun seddang berada di negara asing.
2
c. Asas kepentingan umum
Didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan
dalam kehidupan masyarakat. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah
suatu negara. Ketiga asas ini sangat penting untuk diperhatikan, apabila tidak
diperhatikan dengan baik maka akan timbul ketidak-sesuaian hukum dalam
menjalankan hubungan internasional.
Meski demikian, ada sebagian besar negara anggota masyarakat yang mentaati kaidah-
kaidah hukum internasional. Mengenai hal ini ada dua aliran yang memiliki pendapat
berbeda.
a. Aliran naturalis
Bersandar pada hak asasi dan hak alamiah. Menurut teori ini, hukum internasional
adalah hukum alam sehingga kedudukannya dianggap lebih tinggi dari pada hukum
nasional. Pencetus teori ini adalah Grotius (Hugo De Groot) dan kemudian
disempurnakan oleh Emmerich Vattel, ahli hukum dan diplomat Swiss.
b. Aliran positivisme
Mendasarkan berlakunya hukum internasional pada persetujuan bersama dari
negara-negara ditambah dengan asas pacta sunt servanda yang dianut oleh mazhab
Wina dengan pelopornya yaitu Hans Kelsen. Menurut Hans Kelsen pacta sunt
servanda merupakan kaidah dasar pasal 26 Konvensi Wina tentang Hukum
Perjanjian (Viena Convention of The Law of treatis) tahun 1969.
Menurut Brierly, sumber hukum internasional dalam arti formal merupakan sumber
hukum paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dapat
dipergunakan oleh Mahkamah Internasional di dalam memutuskan suatu sengketa
internasional. Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional Permanen tertanggal 16
Desember 1920 dapat dipakai oleh Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan
persoalan Internasional.
3
Sumber-sumber hukum internasional sesuai dengan yang tercantum di dalam Piagam
Mahkamah Internasional pasal 38 adalah sebagai berikut :
Pihak-pihak yang dapat disebut sebagai subyek hukun internasional adalah sebagi berikut :
a. Negara
Merupakan subyek hukum internasional dalam arti klasik, artinya bahwa lahirnya
hukum internasional negara sudah diakui sebagi subyek hukum internasional.
b. Takhta Suci
Subyek hukum yang merupakan peninggalan sejarah sejak zaman dahulu ketika paus
bukan hanya merupakan kepala gereja Roma tetapi juga memiliki kekuasaan duniawi.
c. Palang Merah Internasional
Merupakan salah satu subyek hukum internasional dan hal ini diperkuat dengan
adanya perjanjian, kemudian diperkuat oleh beberapa konvensi Palang Merah
(konvensi Jenewa) tentang perlindungan korban perang.
d. Organisasi Internasional
Merupakan subyek hukum yang mempunyai hak-hak dan kewajiban yang ditetapkan
dalam konvensi-konvensi internasional.
e. Orang Perseorangan
Dalam arti yang terbatas orang perseorangan dapat dianggap sebagai subyek hukum
internasional.
f. Pemberontakan dan Pihak dalam Sengketa
Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai
pihak yang bersengketa dalam beberapa hal tertentu.
Adanya hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional ternyata menarik para
ahli hukum untuk menganalisis lebih jauh. Terdapat 2 aliran yang coba memberikan
gambaran bagaimana keterkaitan antara hukum internasional dengan hukum nasional.
4
Kedua aliran itu adalah :
Kaidah-kaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumber atau
berdasar padaperangkat hukum yang lain. (tidak ada persoalan hierarki)
Tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum tersebut.
Ketentuan hukum internasional memerlukan tarnsformasi menjadi hukum nasional.
5
hukumnasional “ dan pandangan yang kedua disebut “ Paham monisme dengan
primat hukuminternasional”.
Pandangan monisme dengan primat hukum nasional Menurut pandangan monisme dengan
primat nasional ini, hukum internasional itu tidak lain dari ataumerupakan lanjutan hukum
nasional atau tidak lain dari hukum nasional untuk urusan luar negeri atau “Auszeres
Staatsrecht” . Pandangan monisme dengan primat hukum nasional ini pada hakikatnya
menganggpa bahwa hukuminternasional itu bersumber pada hukum nasional. Alasan utama
anggapan ini ialah ;
a. Bahwa tidak ada satu organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan
negara-negara didunia
b. Dasar hukum internasional yang mengatur hubungan internasional terletak dalam
wewenang negarauntuk mengadakan perjanjian internasional
Terlalu memandang hukum itu sebagai hukum yang tertulis saja, sehingga sebagai
hukuminternasional dianggap hanya hukum yang bersumberkan perjanjian
internasional saja.
Bahwa pada hakikatnya pendirian paham monisme dengan primat hukum nasional ini
merupakanpenyangkalan terhadap adanya hukum internasional , sebab apabila
terikatnya negara pada hukuminternasional digantungkan pada hukum nasional. Hal
ini sama-sama saja menggantungkanberlakunya hukum internasional itu pada
kemauan negara.
a. Hukum nasional itu bersumber pada hukum internasional karena hukum ini secara
hierarkis lebihtinggi dari hukum nasional.
b. Hukum nasional tunduk pada hukum internasional dan pada hakikatnya kekeuatan
mengikatnya berdasarkan “ Pendelegasian wewenang “ dari hukum internasional
1. Pandangan bahwa hukum nasional, itu tergantung kepada hukum internasional (juga
kekuatannya )seolah-olah mendalilkan bahwa hukum internasional telah ada lebih
dahulu dari hukum nasional.
2. Tidak benar bahwa hukum nasional itu kekeuatan mengikatnya diperoleh dari
6
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, Pemerintah Negara
Republik Indonesia, sebagai bagian dari masyarakat internasional,
melakukan hubungan dan kerja sama internasional yang diwujudkan dalam
perjanjian internasional;
b. Bahwa ketentuan mengenai pembuatan dan pengesahan perjanjian
internasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 sangat
ringkas, sehingga perlu dijabarkan lebih lanjut dalam suatu peraturan
perundang-undangan;
c. bahwa Surat Presiden Republik Indonesia No. 2826/HK/1960 tanggal 22
Agustus 1960 tentang "Pembuatan Perjanjian-Perjanjian dengan Negara
Lain" yang selama ini digunakan sebagai pedoman untuk membuat dan
mengesahkan perjanjian internasional sudah tidak sesuai lagi dengan
semangat reformasi;
d. bahwa pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara
Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah negara-negara lain,
organisasi internasional, dan subjek hukum internasional lain adalah suatu
perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara pada bidang-
bidang tertentu, dan oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu
perjanjian internasional harus dilakukan dengan dasar-dasar yang jelas dan
kuat, dengan menggunakan instrumen peraturan perundang-undangan yang
jelas pula;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Huruf a, b,
c dan d perlu dibentuk Undang-undang tentang Perjanjian Internasional.
Pasal 5 :
7
4. Perundingan rancangan suatu perjanjian internasional dilakukan oleh Delegasi
Republik Indonesia yang dipimpin oleh Menteri atau pejabat lain sesuai dengan
materi perjanjian dan lingkup kewenangan masing-masing.
Pengertian Ratifikasi
Ratifikasi merupakan suatu cara yang sudah melembaga dalam kegiatan hukum
(perjanjian) internasional. Hal ini menunbuhkan keyakinan pada lembaga-lambaga
perwakilan-perwakilan rakyat bahwa wakil yang menandatangani suatu perjanjian tidak
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan umum.
Proses Ratifikasi
Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”.
Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kerja sama antara eksekutif (Presiden) dan
legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat), harus diperhatikan hal-hal berikut :
Peradilan Internasional
8
antara lain selain memberi nasehat tentang persoalan hukum kepada majelis umum dan
dewan keamanan, juga memeriksa perselisihan atau sengketa antara negara-negara anggota
PBB yang diserahkan kepada mahkamah internasional.
Dalam hukum internasional dikenal juga istilah adjudikation, yaitu suatu tehnik hukum untuk
meyelesaikan persengketaan internasional dengan menyerahkan keputusan kepada peradilan.
Adjudikasi berbeda dengan arbitrase karena adjudikasi mencangkup proses kelembagaan.
Yang dilakukan oleh lembaga peradialan tetap semntara arbitrase dilakukan melalui prosedur
ade hoc. Lembaga peradilan internasional pertama yang berkaitan dengan adjudikasi adalah
permanent court of internasional justice ( PCJI ) yang berfungsi sebagai bagian dari sistem
LBB mulai tahun 1920 hingga 1946. PCJI dilanjutkan dengan kehadiran internasional court
of justice (ICJ), suatu organ pokok PBB
Sengketa Internasional
9
menyalahi etika bisa saja timbul konfl ik atau ketegangan. Hal ini pernah terjadi saat
Singapura mengundurkan diri dari perjanjian dengan Malaysia, meskipun hubungan
baik telah lama mereka jalin.
3. Masalah klaim batas negara atau wilayah kekuasaan
Negara-negara yang bertetangga secara geografis berpeluang besar terjadi konflik
atau sengketa memperebutkan batas negara. Hal ini dialami antara lain oleh
Indonesia-Malaysia, India-Pakistan, dan Cina-Taiwan.
4. Masalah hukum nasional (aspek yuridis) yang saling bertentangan
Hukum nasional setiap negara berbeda-beda bergantung pada kebutuhan dan kondisi
masyarakatnya. Jika suatu negara saling bekerja sama tanpa mempertimbangkan
hukum nasional negara lain, bukan tidak mungkin konfrontasi bisa terjadi. Hal ini
terjadi saat Malaysia secara yuridis menentang cara-cara pengalihan daerah Sabah dan
Serawak dari kedaulatan Kerajaan Inggris ke bawah kedaulatan Malaysia.
5. Masalah ekonomi
Faktor ekonomi dalam praktek hubungan antara negara ternyata sering kali memicu
terjadinya konflik internasional. Kebijakan ekonomi yang kaku dan memihak adalah
penyebab terjadinya konflik. Hal ini dapat terlihat ketika Amerika Serikat
mengembargo minyak bumi hasil dari Irak yang kemudian menjadikan konflik tegang
antara Amerika Serikat dan Irak.
10
Peranan Mahkamah Internasional Dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional
11
Mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengambil tindakan
terhadap pihak yang tidak menghiraukan keputusan Mahkamah
International.
Wewenang Mahkamah
Wewenang mahkamah diatur oleh Bab II statuta yang khusus mengenai wewenang
mahkaman dengan ruang lingkup masalah-masalah mengenai sengketa. Untuk mempelajari
wewenang mahkamah dapat dilihat dari wewenang rational personal yaitu siapa-siapa saja
yang dapat mengajukan perkara ke mahmah dari wewenang rational material yaitu mengenai
jenis sengketa-sengketa yang dapat diajukan.
12
Wewenang Wajib (Compulsory Jurisdication), wewenang wajib dari mahkamah hanya
dapat terjadi bila negara-negara sebelumnya dalam suatu persetujuan, menerima wewenang
tersebut.
13
mempunyai kekuatan mengikat. Apalagi pelaksanaan pendapat-pendapat tersebut
sama sekali tidak bisa dipaksakan. Jadi yang dikeluarkan mahkamah hanyalah suatu
pendapat dan bukan merupakan suatu keputusan. Pendapat ini bertujuan memberikan
penjelasan-penjelasan kepada badan-badan yang mengajukan pertanyaan kepada
mahkamah atas permasalahan hukum. Sebagai contoh, konvensi 1946 mengenai hak-
hak istimewa, dan kekebalan PBB, menyebutkan bahwa kalau terjadi sengketa antara
PBB dan negara-negara anggota mengenai pelaksanaan dan intrepretasi konvensi,
sengketa dapat diajukan ke mahkamah untuk meminta pendapatnya. Selain itu, pihak-
pihak yang bersengketa berjanji untuk bertindak sesuai dengan pendapat mahkamah
tersebut. Mekanisme pendapat yang menjadi wajib ini merupakan jalan keluar bagi
organisasi internasional yang diperbolehkan mengajukan sengketa ke mahkamah
dengan keputusan yang mengikat. Dengan demikian, pendapat-pendapat mahkamah
tidak mempunyai kekuatan hukum dan jika pihak-pihak yang bersengketa
menerimanya, semata-mata disebabkan kekuatan moral pendapat-pendapat itu sendiri.
Pada umumnya, organ-organ yang meminta pendapat dan negara-negara yang
bersangkutan menerima pendapat-pendapat mahkamah dan jarang sekali pendapat
mahkamah itu dilaksanakan.
2) Permintaan Pendapat Mahkamah Internasional
Pasal 96 dan pasal 65 statuta menyatakan bahwa mahkamah dapat memberikan
pendapat mengenai semua persoalan hukum. Berbeda dengan mahkamah yang dulu,
mahkamah yang sekarang dapat diminta pendapatnya untuk semua persoalan hukum,
baik yang bersifat konkrit maupun yang abstrak, sedangkan mahkamah yang dulu
hanya dapat ditanya tentang sengketa-sengketa hukum yang konkrit. a) Badan yang
dapat meminta pendapat mahkamah Kebalikan dari prosedur wajib, prosedur
konsultatif hanya terbuka bagi organisasi-organisasi internasional dan bukan bagi
negara-negara. Menurut pasal 96 ayat 1, Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB
dapat minta advisori opinion mengenai masalah hukum ke mahkamah. Selanjutnya,
menurut ayat 2 pasal tersebut, hak untuk meminta pendapat mahkamah ini juga dapat
diberikan kepada organ-organ lain PBB dan badan-badan khusus dengan syarat bahwa
semua harus mendapat otoritas terlebih dahulu dari Majelis Umum. b) Pemberian
pendapat oleh mahkamah Secara teoritis, mahkamah tidak diwajibkan untuk
menjawab. Namun, dalam praktiknya, mahkamah tidak pernah lalai dalam melakukan
tugasnya, bahkan mahkamah harus berpegang teguh pada pendapat mahkamah bahwa
sebagai organ hukum PBB, kewajiban memberikan pendapat-pendapat kalau diminta,
untuk membantu lancarnya tugas PBB. Sebaliknya, mahkamah dapat menolak
permintaan pendapat kalau dianggap terdapat ketidak normalan dalam permintaan
tersebut. Selain itu, mahkamah memeriksa apakah pertanyaan yang diajukan suatu
organisasi internasional betul-betul berada di bawah wewenang organisasi tersebut,
serta apakah organisasi-organisasi mempunyai wewenang khusus. Juga dilihat dari
prakteknya mahkamah menolak memberikan pendapat terhadap soal-soal politik atau
soal-soal yang berada di bawah wewenang nasional suatu negara.
14
Prosedur Penyelesaian Sengketa Internasional melalui Mahkamah Internasional
a. Prosedur tertulis dan perdebatan lisan diatur sedemikian rupa untuk menjamin
setiap pihak dalam dalam mengemukakan pendapatnya
b. Sidang-sidang mahkamah terbuka untuk umum, sedang sidang-
sidang arbitrasitertutup. Tentu saja rapat hakim-hakim mahkamah diadakan
dalam sidang tertutup.
Selanjutnya, sesuai pasal 26 statuta, mahkamah dari waktu kewaktu dapat membentuk satu
atau beberapa kamar yang terdiri atas tiga hakim atau lebih untuk memeriksa kategori
tertentu kasus-kasus seperti perburuhan atau masalah-masalah yang berkaitan dengan transit
dan komunikasi. Kemungkinan ini telah digunakan beberapakali oleh mahkamah. Sengketa
internasional dapat diselesaikan oleh Mahkamah Internasional melalui prosedur berikut :
Keterangan :
Telah terjadi pelanggaran HAM/kejahatan humaniter (kemanusiaan) di suatu negara terhadap
rakyat/negara lain.
Ada pengaduan dari korban (rakyat) dan pemerintahan negara yang menjadi korban terhadap
pemerintahan dari negara yang bersangkutan karena didakwa telah melakukan pelanggaran HAM
atau kejahatan humaniter lainnya.
Pengaduan disampaikan ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM
internasional lainnya.
Pengaduan ditindaklanjuti dengan penyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan jika ditemui bukti-
bukti kuat akan terjadinya pelanggaran HAM atau kejahatan kemanusiaan lainnya, maka
pemerintahan dari negara yang didakwa melakukan kejahatan humaniter dapat diajukan ke
Mahkamah Internasional atau Pengadilan Internasional.
Dimulailah proses peradilan sampai dijatuhkan sanksi.
Sanksi dapat dijatuhkan bila terbukti bahwa suatu pemerintahan atau individu yang
bersangkutan telah melakukan pelanggaran terhadap traktat atau konvensi-konvensi
internasional berkaitan dengan pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter. Dalam hal ini,
sesungguhnya pemerintah/individu mempunyai wewenang untuk mencegah terjadinya
pelanggaran tersebut, tetapi tidak dilakukan dan tidak melakukan apa-apa untuk mencegah
15
terjdinya perbuatan tersebut. Berikut ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan
prosedur penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah Internasional.
Wewenang Mahkamah
16
fakta-fakta, dan argumentasi hukum pihak-pihak yang bersengketa. Bagian kledua berisikan
penjelasan mengenai motivasi mahkamah. Pemberian motivasi keputusan mahkamah
merupakan suatu kaeharusan karena penyelesaian yuridiksional sering merupakan salah satu
unsur dari penyelesaian yang lebih luas dari sengketa dan karena itu, perlu
dijagasensibilitas pihak-pihak yang bersengketa. Bagian ketiga berisi dispositif. Dispositif ini
berisikan keputusan mahkamah yang mengikat negara-negara yang bersengketa. Seperti
halnya dengan praktik peradilan intern negara-negara Anglo Saxon, pernyataan pendapat
yang terpisah diperbolehkan. Maksud pendapat terpisah ialah jika suatu keputusan tidak
mewakili seluruh atau hanya sebagian dari pendapat bulat para hakim, hakim-hakim yang
lain berhak memberikan pendapat secara terpisah (pasal 57 Statuta). Jadi pendapat terpisah
ini disebut Jissenting Opinion (pendapat seorang hakim yang tidak menyetujui suatu
keputusan dan menyatakan keberatan terhadap motif-motif yang diberikan dalam keputusan
tersebut). Dengan kata lain, pendapat terpisah adalah pendapat hakim yang tidak setuju
dengan keputusan yang diambil oleh kebanyakan hakim. Pengaturan resmi pendapat terpisah
akan melemahkan kekuatan keputusan mahkamah, walaupun di lain pihak akan
menyebabkan hakim-hakim mayoritas berhati-hati dalam memberikan motif keputusan
mereka. Pasal 13 Pakta Liga Bangsa-Bangsatelah menegaskan jika suatu keputusan peradilan
tidak dilaksanakan, dewan dapat mengusulkan tindakan-tindakan yang akan menjamin
pelaksanaan keputusan tersebut. Selain itu Piagam PBB dalam pasal 94 menjelaskan hal-hal
berikut.
Permasalahan yang terjadi antara satu negara dan negara lain atau satu negara dan
banyak negara akan dapat menimbulkan konflik dan pertentangan, baik dalam kaitannya
dengan hak suatu negara atau banyak negara, maupun dengan kebiasaan seorang kepala
negara, diplomatik atau duta besar. Kesemua subjek ini mempunyai hak dan kewajiban
masing-masing, yang dalam pelaksanaannya harus mengikuti permainan internasional dan
mengikuti aturan yang telah disepakati secara bersama atau secara internasional. Suatu negara
yang telah membina hubungan kerja dengan negara lain, haruslah mempunyai korps
diplomatik pada negara yang bersangkutan. Seorang diplomat harus tunduk pada hukum
diplomatik yang telah ditentukan secara internasional. Berikut ini ada beberapa contoh
mengenai peranan hukum internasional (berdasarkan sumber-sumbernya) dalam menjaga
perdamaian dunia. Perjanjian pemanfaatan Benua Antartika secara damai (Antartika
Treaty)pada tahun 1959. Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk kepentingan perdamaian (Non-
Proliferation Treaty) pada tahun 1968. Perjanjian damai Dayton (Ohio- AS) pada tahun 1995
yang mengharuskan pihak Serbia, Muslim Bosnia, dan Kroasia
17
untuk mematuhinya.untuk mengatasi perjanjian tersebut, NATO menempatkan pasukannya
guna meneggakkan hukum internasional yang telah disepakati.
Mahkamah Internasional ialah organ hukum utama PBB yang berkedudukan di Den
Haag(Belanda). Sejak didirikan tahun 1945, lembaga ini bertugas memutuskan hukum antar
negara dan memberikan pendapat hukum bagi PBB dan lembaga-lembaganya tentang hukum
internasional. Seluruh anggota PBB secara otomatis menjadi anggota Mahkamah
Internasional. Oleh sebab itu, jika terjadi sengketa maka sudah menjadi ketentuan bagi
18
negara-negara anggota untuk menggunakan haknya bila merasa dirugikan oleh negara lain.
Akan tetapi sebaliknya, jika suatu keputusan Mahkamah Internasional telah diputuskan maka
dengan segala konsekuensi yang ada harus mau menerimanya. Hal tersebut mengingat bahwa
apa yang menjadi keputusan Mahkamah Internasional merupakan keputusan terakhir
walaupun dapat dimintakan banding. Berikut ini adalah beberapa contoh negara-negara dan
orang-perorang yang karena ketaatannya terhadap ketentuan hukum internasional, maka mau
menerima proses penyelesaian sengketa internasional sebagai wujud penghargaan terhadap
keputusan Mahkamah Internasional.
19
No Pihak-Pihak Yang Uraian Kasus atau Kejadian Keterangan
Terlibat
1. Amerika Serikat di G Tahun 1906, tentara Amerika telah melakukan Para pelaku kejaha-tan
Filipina, Indo China kejahatan perang dengan membunuh warga Filipina perang telah diajukan
& Jepang (moro massacre), pada waktu itu detasemen Amerika ke peng-adilan militer,
menyerang sebuah desa Moro dan membunuh lebih na-mun tidak lama
dari 600 rakyat desa itu, membakar sawah beserta kemudian banyak
rumah-rumahnya.G Tahun 1968, peristiwa yang yang dibebaskan.
lebih dikenal dengan My Lai Massacre, sebuah kompi (Mahkamah inter-
Amerika menyapu warga desa dengan senjata nasional belum dapat
otomatis hingga menewaskan sekitar 500 berbuat banyak).
korban.G Pada tahun 1945, lebih dari 40.000 rakyat
Jepang yang tidak berdosa telah terpanggang dengan
dijatuhkannya bom atom di Hirosima dan Nagasaki
(Jepang). Hal ini belum termasuk dampak kelainan
genetis yang dialami korban cedera dan keturunanya.
2. Jerman & Jepang G Peeriode antara tahun 1933 s.d. 1939 Jerman di Sebelum Perang Dunia
dalam aksinya di bawah pimpinan Adolf Hitler telah melakukan II, kolonia-lisme Barat
Eropa dan Asia. pembasmian terhadap lawan politik maupun orang- dengan jutaan korban
orang Yahudi serta penyerbuan terhadap negara tidak tersentuh. Baru
Austria, Polandia dan Cekoslowakia dengan cara-cara sete-lah sekutu
yang sangat biadab (holocaust).G Demikian juga membukaPengadilan
Pasukan Jepang baik di Indonesia, Korea maupun di Nu-remberg(1945-
China yang sangat kejam selama pendudukan di 1946) untuk Nazi dan
nagara-negara tersebut. Di Indonesia, selama Jepang, dimu-lailah
pendudukan Jepang yang dikenal proses pelem-bagaan
dengan Romusha telah memaksa rakyat Indonesia untuk keja-hatan
menjadi budak dan diperlakukan sangat kejam. Tidak perang mela-lui
kurang dari 10.000 rakyat Indonesia hilang dan tidak empat Konvensi
pernah kembali selama berlangsungnya romusha Geneva tahun 1949.
tersebut.
3 Serbia di Kroasia G Kurun waktu antara tahun 1992-1995, pasukan Tahun 1994 penga-
dan Bosnia Serbia telah melakukan pemmbersihan etnik (etnic dilan terhadap para
Herzegovina cleansing) terutama terhadap warga sipil muslim penjahat perag telah
(Yugoslavia) Bosnia (di Sarajevo) dan daerah-daerah lain serta di terbukti Den Haag
Kroasia yang ingin melepaskan diri dari Serbia setelah (Belanda). Proses
bubarnya negara federasi Yugoslavia. Tidak kurang pengadilan terus
700.000 warga sipil telah disiksa dan dibunuh dengan berlangsung, namun
kejam. Beberapa nama yang harus bertanggungjawab hasilnya belum sesuai
atas perbuatan kejahatan perang tersebut antara lain harapan. Banyak yang
: Stanislav Galic, Gojko Jankovic, Janco Janjic, masih gagal ditangkap.
Dragon Zelenovic, Karadzic, Mladic, dan lain-lain.
20
4 Pemerintah Rwanda G Dalam waktu tiga bulan di tahun 1994, tidak PBB menggelar pe-
terhadap etnis Hutu kurang 500.000 etnis Hutu dan Tutsi telah terbunuh. ngadilan kejahatan
dan Tutsi Pemerintah Rwanda bertanggung-jawab atas kasus perang yang digelar di
terbunuhnya kedua etnis tersebut. Arusha (Tan-zania),
namun ha-nya mampu
menye-rat 29 orang
yang diadilli.
Contoh lain dalam penyelesaian sengketa internasional selain kejahatan perang, yaitu :
Timor-Timur yang akhirnya diselesaikan secara Internasional dengan cara referandum dan
sejak tahun 1999, Timor-Timur berdiri sendiri menjadi sebuah negara Republik Timor
Lorosae. Demikian juga perselisihan antara Indonesia dengan Malaysia tentang status pulau
Sipadan dan Ligitan. Karena kedua negara tersebut tidak mampu menyelesaikan dengan
hukum nasionalnya, akhirnya diserahkan kepada Mahkamah Internasional. Pada tahun 2002,
keluar keputusan Mahkamah Internasional yang memenangkan Malaysia sebagai pemilik sah
kedua pulau tersebut. Meskipun bangsa Indonesia sangat menyesalkan hilangnya pulau
Sipadan dan Ligitan dari peta wilayah kedaulatan republik Indonesia, namun demi
penghormatan terhadap keputusan Mahkamah Internasional maka dengan besar hati (legowo)
keputusan tersebut dapat dipahami.
21