Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

HUKUM INTERNASIONAL
RESUME MATERI

DISUSUN OLEH:

NAMA : MUH. AINUL MAULANA M


NIM : D1A020340
KELAS : F1

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIERSITAS MATARAM
2021
HUKUM INTERNSIONAL
A. Istilah, pengertian dan ruang lingkup
Pengertan Hukum Internasional, Hukum Internasional adalah keseluruhan kaedah-
kaedah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas
negara-negara antara negara dengan negara serta negara dengan subjek hukum lain bukan
negara
Terminologi Hukum Internasional yang digunakan di Indonesia merupakan padanan
dari istilah bahasa asing, di antaranya International Law (Inggris), Droit International
(Prancis), dan Internationaal Recht (Belanda). Istilah Hukum Internasional saat ini telah
diterima secara umum untuk menggambarkan pranata hukum yang berlaku dalam hubungan
internasional. Sejumlah kepustakaan juga menggunakan istilah-istilah berbeda yang memiliki
makna yang mendekati atau relatif sama dengan Hukum Internasional, yakni Hukum Antar
Bangsa (The Law of Nations), Hukum Antar Negara (Interstates Law), Hukum Dunia (World
Law), dan Hukum Transnasional (Transnational Law).
The Law of Nations, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi hukum
bangsa-bangsa, memiliki akar konseptual pada istilah yang dikenal di dalam bahasa Romawi,
Ius Gentium, yakni hukum yang berlaku antara bangsabangsa di jaman Romawi, termasuk
kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan antara orang Romawi dengan orang bukan
Romawi dan antara sesama bukan orang Romawi. Dalam perkembangannya, dikenal pula
istilah Ius Inter Gentes yang bermakna hukum antar bangsa yang menandakan awal
munculnya hukum internasional publik.
Istilah Law of Nations juga sering dimaknai serupa dengan istulah Law among Nations.
Di masa menjelang berakirnya Perang Dunia II, seorang Hakim Mahkamah Agung Amerika
Serikat bernama Robert H. Jackson melakukan refleksi terhadap situasi peperangan saat itu
dengan mengemukakan pentingnya hukum antar bangsa. Ia menyatakannya sebagai berikut,
“Awareness of the effect of war on our fundamental law should bring home to our people the
imperative and practical nature of our striving for a rule of law among the nations. Kesadaran
akan dampak perang terhadap hukum dasar kita harus membawa pulang kepada orang-orang
kita sifat penting dan praktis dari perjuangan kita untuk sebuah peraturan hukum di antara
bangsa-bangsa) Sejumlah pakar juga seakan masih menegaskan bahwa Law among Nations
merupakan esensi dari hukum internasional publik yang dipahami saat ini.
Istilah hukum antarnegara” (interstates law) juga digunakan untuk merujuk hukum
yang mengatur hubungan antara satu negara dengan negara lainnya. Dalam konteks Hukum
Internasional kontemporer, istilah ini tentu mengandung suatu kelemahan bahwa subjek
hukum internasional hanyalah negara-negara. Faktanya, kendatipun negara merupakan
subyek utama dalam hukum internasional, sejumlah entitas yang memiliki kapasitas hukum
internasional terbatas juga telah diakui sebagai subyek hukum internasional. (akan dibahas
pada Bab V dari buku ajar ini). Perlu untuk diklarifikasi bahwa istilah „interstate‟ juga dapat
memiliki makna lain, yaitu hukum antar negara bagian di suatu negara Federasi, seperti
misalnya Amerika Serikat. Para sarjana hukum internasional nampanyak tidak terlalu banyak
menggunakan istilah ini karena cenderung lebih tepat digunakan untuk isu-isu hukum
internasional yang bersifat tematik.
beragam definisi Hukum Internasional yang dikemukakan oleh para ahli. Bijak kiranya
untuk memahami bahwasanya perbedaan batasan terhadap Hukum Internasional
sesungguhnya berangkat dari cara pandang yang beragam pula.
F. Sugeng Istanto mengemukakan definisi hukum internasional dalam suatu rumusan
yang membedakannya dengan Hukum Perdata Internasional sekaligus menolak pandangan
bahwa Hukum Internasional hanyalah merupakan moral internasional saja. Berikut definisi
tersebut dinyatakan “Hukum Internasional adalah kumpulan ketentuan hukum yang
berlakunya dipertahankan oleh masyarakat internasional.
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes secara eksplisit mengemukakan definisi
Hukum Internasional Publik untuk membedakannya dengan Hukum Perdata Internasional.
Hukum Internasional Publik didefinisikan sebagai keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional)
yang bukan bersifat perdata.
• Perwujudan hukum internasional
Bentuk atau wujud hukum pada umumnya terbagi atas dua, yakni, hukum tertulis dan
hukum tidak tertulis. Demikian Pula halnya dengan hukum internasional. Hukum
internasional dapat dikenali bentuk atau wujudnya dalam bentuk hukum internasional tertulis
dan hukum internasional tak tertulis atau yang disebut juga dengan hukum kebiasaan
internasional (customary law). Dalam hubungan ini, bentuk atau perwujudan dari hukum
internasional, baik yang berbentuk tertulis maupun tidak tertulis dihubungkan dengan ruang
lingkup berlakunya, baik ruang lingkup subyek hukumnya maupun kawasan berlakunya. Jika
dipandang secara menyeluruh, maka hukum internasional baik yang berbentuk tertulis seperti
perjanjian-perjanjian internasional maupun hukum kebiasaan internasional, dapat dibedakan
dalam tiga kelompok bentuk perwujudannya, yaitu hukum internasional umum atau universal
atau global (general, universal, or global international law), hukum internasional regional
atau kawasan (regional international law), dan hukum internasional khusus (special
international law).

• Perkembangan hukum internasional


Pada awal tahapan perkembangan, hukum internasional menggunakan istilah yang
berbeda. Istilah “Hukum Bangsa-Bangsa” (Law of Nations) dan “Hukum Antarnegara”
(Interstate Law) adalah dua istilah yang lebih dikenal dan dipakai untuk menggambarkan
hukum yang berlaku bagi bangsa-bangsa di dunia pada saat itu. Namun dalam perkembangan,
dua istilah ini menjadi tertinggal karena pembahasan mengenai subjek hukum internasional
tidak hanya Negara saja, tetapi Individu, Organisasi Internasional, Perusahaan
Transnasional, Vatican, Belligerency yang juga merupakan subjek hukum internasional.
Perkembangan Awal (Masa Kuno)
Perkembangan awal hukum internasional dapat kita ditelusuri dengan melihat
hubungan politik yang telah dilakukan oleh bangsa-bangsa sejak ribuan tahun yang lalu.
Dijelaskan dalam buku Malcolm N.Shaw bahwa sekitar tahun 2100 SM, misalnya, sebuah
perjanjian resmi telah ditandatangani antara para penguasa Lagash dan Umma, dua negara-
kota yang terletak di daerah yang dikenal oleh para sejarawan dengan nama Mesopotamia.
Abad Pertengahan dan Renaisans
Abad pertengahan ditandai adanya otoritas Gereja yang terorganisir. Pada zaman Romawi,
Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar kerajaan bangsa tidak
mengalami perkembangan yang pesat. Walaupun demikian, terdapat perkembangan pesat
dalam bidang lainnya, seperti Hukum Maritim dan Hukum Komersial.
Dalam Hukum Maritim, munculnya Hukum Laut Rhodian Karya Bizatium yang berisikan
serangkaian kebiasaan yang berlaku umum terkait laut Atlantik dan pantai Mediterania.
Sedangkan dalam Hukum Komersial, munculnya Merchant Law yang dibentuk oleh Inggris
mengenai aturan bagi para pedagang asing dan berlaku universal.
Menuju Masa Modern
Salah satu peristiwa penting yang membuat Hukum Internasional menuju tatanan modern
adalah munculnya gerakan reformasi dan sekularisasi untuk menentang kekuasan gereja dan
negara. Gerakan ini memunculkan Perdamaian Westphalia 1648. Masa ini menjadi Titik
Terang Eropa untuk melakukan pembaharuan sistem dan memunculkan berbagai pemikiran
salah satunya mengenai Postivisme dan Naturalisme.
B. Dasar berlakunya hukum internasional
Ada beberapa teori yang menjadi hakikat dan dasar berlakunya hukum internasional,
yaitu:

1). Teori hukum alam


Menurut teori hukum alam (natural law), hukum internasional adalah hukum yang diturunkan
untuk hubungan bangsa-bangsa di dunia. Hal ini dikarenakan hukum internasional
merupakan bagian dari hukum tertinggi, yaitu hukum alam.
2). Teori Kehendak Negara

Menurut teori hukum kehendak negara, kekuatan mengikat hukum internasional terletak pada
kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional, karena negara adalah
pemegang kedaulatan, maka negara adalah juga sumber dari segala hukum.

3).Teori Kehendak Bersama Negara-Negara


Teori ini beranggapan bahwa kekuatan mengikat hukum internasional berasal dari kehendak
bersama negara-negara dalam hubungannya. Kehendak bersama negara-negara lebih tinggi
derajatnya daripada kehendak negara.

4). Mazhab Wina


Tokoh terkenal dari teori ini adalah Hans Kelsen dengan mazhabnya yaitu Mazhab
Wina.Menurut Kelsen, kaidah dasar dari hukum internasional itu adalah prinsip atau asas
pacta sunt servanda.

5). Mazhab Prancis


Menurut teori ini dasar mengikatnya hukum internasional itu dapat dikembalikan kepada sifat
alami manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa memiliki hasrat untuk hidup bergabung
dengan manusia lain dan kebutuhan akan solidaritas.

C. Hubungan hukm internasional dengan hukum nasional


Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala
internasional. Hukum nasional di indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum
eropa, hukum agama dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut baik perdata
maupun pidana, berbasis pada hukum eropa kontinental, khususnya dari belanda karena
aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan hindia
belanda (Nederlandsch-Indie). Dalam memahami berlakunya hukum internasional terdapat
dua teori yang cukup dikenal, yaitu monisme dan dualisme.
Menurut teori monisme, hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan
satu sama lainnya, hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional.
Menurut teori dualisme Hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua
sistem hukum yang terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi.
Keberadaan hukum internasional menjadi control masyarakat hukum internasional dalam
menjalangkan hukum nasional demi tercapainaya ketertiban dunia.
D. Pengakuan hukum Internasional
Menurut J.B. Moore makna pengakuan adalah sebagai suatu jaminan yang diberikan
kepada suatu negara baru bahwa negara tersebut diterima sebagai anggota masyarakat
internasional (Adolf, 1993). Dari definisi di atas maka dapat diartikan fungsi pengakuan ini
yaitu, untuk memberikan tempat yang sepantasnya kepada suatu negara atau pemerintah baru
sebagai anggota masyarakat internasional.
Dalam literatur-literatur hukum internasional terdapat dua teori yang terkenal tentang
pengakuan, yaitu :
1. Teori Konstitutif Dalam teori konstitutif ini dikemukakan bahwa di mata hukum
internasional, suatu negara lahir jika negara tersebut telah diakui oleh negara lainnya.
Hal ini mengartikan bahwa hanya dengan pengakuanlah suatu negara baru itu dapat
diterima sebagai anggota masyarakat internasional dan dapat memperoleh status
sebagai subjek hukum internasional.
2. Teori Deklaratif Dalam teori ini pengakuan tidak menciptakan suatu negara karena
lahirnya suatu negara, karena suatu negara lahir atau ada berdasarkan situasi -
situasi/fakta murni.
• Bentuk - bentuk Pengakuan
1. Pengakuan secara Kolektif Pengakuan suatu negara dalam kategori ini dapat berupa
dua bentuk. Bentuk yang pertama adalah deklarasi bersama oleh sekelompok negara.
Contohnya adalah pengakuan negara ± negara Eropa secara koletif/bersama ± sama
pada tahun 1992 terhadap ketiga negara yang berasal dari pecahan Yugoslavia yakni
Bosnia dan Herzegovina , Kroasia, dan Slovenia (Mauna, 2003).
2. Pengakuan secara Terang-terangan dan Individual Pengakuan seperti ini berasal dari
pemerintah atau badan yang berwenang di bidang hubungan luar negeri.
3. Pengakuan secara Diam-Diam Pengakuan ini terjadi jika suatu negara mengadakan
hubungan dengan pemerintah atau negara baru dengan mengirimkan seorang wakil
diplomatik, mengadakan pembicaraan dengan pejabat resmi atau kepala negara
setempat. Namun dalam keadaan ini harus ada indikasi atau tindakan nyata untuk
mengakui pemerintah atau negara yang baru.
4. Pengakuan Terpisah Pengakuan terpisah ini juga dapat diberikan ke pad Negara baru.
apabila pengakuan itu diberikan kepada suatu negara baru, namun tidak kepada
pemerintahnya, atau sebaliknya pengakuan diberikan kepada suatu pemerintah yang
baru yang berkuasa, tetapi pengakuan tidak diberikan kepada negaranya (Tasrif, 1966).
5. Pengakuan Mutlak Suatu pengakuan yang telah diberikan kepada suatu negara baru
tidak dapat ditarik kembali. Institut Hukum Internasional dalam suatu Resolusi yang
disahkannya pada 1936 menyatakan bahwa pengakuan de jure suatu negara tidak dapat
ditarik kembali (Tasrif, 1966). Moore menyatakan bahwa pengakuan sebagai suatu
asas umum bersifat mutlak dan tidak dapat ditarik kembali (absolute and irrevocable)
(Tasrif, 1966). Hal ini dapat dikatakan sebagai konsekuensi dari pengakuan de jure.
Namun pengakuan secara de facto yang telah diberikan, dalam keadaan tertentu
pengakuan ini dapat ditarik kembali (Malcolm, 1986).
karena biasanya pengakuan de facto diberikan kepada negara, sebagai hasil dari
penilaiannya yang bersifat temporer atau sementara dan hati± hati terhadap lahirnya
suatu negara baru. Hal seperti ini dilakukan untuk mengahadapi suatu situasi dimana
pemerintah yang diakui secara de facto tersebut kehilangan kekuasaan, karena hal ini
maka alasan untuk memberikan pengakuan menjadi hilang. Oleh karena itu pengakuan
yang telah diberikan dapat ditarik kembali bagi negara yang memberi pengakuan
(Adolf, 1993).
6. Pengakuan Bersyarat suatu pengakuan yang diberikan kepada suatu negara baru yang
disertai dengan syarat ± syarat tertentu untuk dilaksanakan oleh negara baru tersebut
sebagai imbangan pengakuan (Tasrif, 1966)
E. Hukum perjanjian internasional

Definisi:

1. Konvensi Wina 1969 pasal 2 : Perjanjian internasional sebagai suatu persetujuan yang
dibuat antara negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah
dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan dan apapun nama
yang diberikan padanya.
2. UU RI No. 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional, pasal 1 ayat 1 : Perjanjian
internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum
internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang
hukum public.

3. Menurut Psl 38 ayat I Statuta Mahkamah Internasional: Perjanjian internasional adalah


sumber utama dari sumber hukum internasional lainnya.

4. Mochtar Kusumaatmaja: Perjanjian internasional adalah perjanjian yg diadakan antar


bangsa yg bertujuan untuk menciptakan akibat2 hukum tertentu.

5. Oppenheimer- Lauterpacht: Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antar negara


yg menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak2 yg mengadakannya.

Penggolongan perjanjian :

• Treaty contract : perjanjian seperti suatu kontrak hanya mengakibatkan hak dan
kewajiban antara para pihak yang mengadakan perjanjian itu. Contoh : perjanjian
mengenai dwikewarganegaraan, perjanjian perbatasan, perjanjian perdagangan ,
perjanjian pemberantasan penyelundupan, dsb.
• Law making treaties : perjanjian yang meletakkan ketentuan atau kaidah hukum bagi
masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Contoh : Konvensi Jenewa tahun 1949
mengenai Perlindungan Korban Perang, Konvensi Vienna tahun 1961 mengenai
hubungan diplomatik, dsb.

Anda mungkin juga menyukai