Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

Disusun Oleh:
NAMA : IFRIYANI
NIM : D1A118296
KELAS : B2

UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS HUKUM
2021
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini globalisasi semakin meluas. Globalisasi bersifat tanpa
batas di antara negara dan mempengaruhi hampir seluruh kehidupan manusia.
Dampak globalisasi menyebabkan negara Indonesia ikut dalam pergaulan
hidup bersama dengan negara lain. Adanya pergaulan hidup dengan bangsa-
bangsa lain, melahirkan berbagai persoalan hukum yang memperlihatkan
unsur asing.
Untuk memecahkan persoalan-persoalan yang disebabkan karena
hubungan-hubungan secara ”internasional”, yang memperlihatkan unsur asing
tersebut perlu dikembangkan ilmu hukum yang mengatur hubungan-
hubungan hidup antara warga negara dengan warga negara lain. Semakin
terbukanya Indonesia dalam pergaulan internasional, baik karena adanya
investasi dari perusahaan-perusahaan asing di Indonesia, berkembangnya
pariwisata, mengakibatkan banyaknya turis-turis asing yang datang ke
Indonesia, banyaknya pemuda-pemudi Indonesia yang sekolah ke luar negeri,
dan sebaliknya, memungkinkan pula terjadinya hubungan-hubungan hukum
yang mempunyai unsur asing.
Negara Indonesia, dalam melindungi aktivitas hukum warganya
yang bersentuhan dengan warga negara asing, selama ini masih menggunakan
aturan peninggalan kolonial yaitu Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor
Nederlands Indie. Aturan tersebut masih tetap berlaku selama belum
diadakan yang baru menurut UUD NRI Tahun 1945 (Pasal 1 Aturan
Peralihan UUD NRI Tahun 1945). Dalam dunia hukum, subsistem dari
hukum nasional yang dikembangkan untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan hukum yang mengandung unsur asing, dikenal dengan nama
Hukum Perdata Internasional (HPI). Dalam bidang Hukum Perdata
Internasional dikenal berbagai konsepsi tentang luas bidangnya. Seperti
diketahui, setiap negara mempunyai sistem Hukum Perdata Internasionalnya
sendiri.

1
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya tinjauan yang
mendalam mengenai Hukum Perdata Internasional.

B. Permasalahannya
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dari makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Hukum Perdata Internasional?
2. Bagaimana sejarah perkembangan Hukum Perdata Internasional?
3. Apa peran dan manfaat Hukum Perdata Internasional?
4. Apa saja sumber hukum yang berkaitan dengan Hukum Perdata
Internasional?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Hukum Perdata Internasional (HPI)


Menurut Dr. Bayu Seto Hardjowahono dalam bukunya "Dasar-
Dasar Hukum Perdata Internasional" Hukum Perdata Internasional pada
dasarnya merupakan bagian dari hukum nasional suatu negara dan bukan
merupakan bagian dari hukum internasional publik. Artinya:
 Hukum Perdata Internasional merupakan salah satu subbidang
hukum dalam sebuah sistem hukum nasional yang bersama-sama
dengan sub-subbidang hukum lain, seperti hukum keperdataan,
hukum dagang, hukum pidana, dan sebagainya membentuk suatu
sistem hukum nasional yang utuh.
 Sistem hukum dari sebuah negara seharusnya diperlengkapi
dengan suatu sistem HPI nasional yang bersumber pada sumber-
sumber hukum nasional.

Sedangkan menurut Prof. DR. Mr. Sudargo Gautama, Hukum


Perdata Internasional merupakan hukum nasional yang mengatur
hubungan-hubungan perdata yang mempunyai unsur-unsur asing. Artinya,
unsur-unsur luar negeri. Jadi Hukum Perdata Internasional adalah hukum
perdata untuk hubungan-hubungan internasional, "international relation".
Tetapi sumbernya adalah nasional dan bukan supra nasional.
Berdasarkan pengertian dari kedua ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa Hukum Perdata Internasional merupakan hukum perdata bagian
dari hukum nasional untuk hubungan-hubungan internasional.

2. Sejarah HPI
1. Masa Imperium Romawi
Awal mula perkembangan sejarah hukum Romawi ditandai
dengan lahirnya Kedua Belas ablet (the Twelve Tables) pada
pertengahan abad ke-5 SM. Kedua Belas Tablet ini merupakan
undang-undang yang dibuat oleh kaum elit Romawi. Ia menjadi
dasar dari konstitusi Romawi dan hukum perdata Romawi. Ia
menjadi dasar hukum untuk pemberian hak-hak istimewa
(privilege) kepada para patrician (keluarga-keluarga elit)
dibandingkan dengan hak-hak yang dimiliki oleh kaum plebeian
(yang dapat kita sebut sebagai kelas menengah) di kalangan warga
negara Roma. Seiring dengan keberhasilan Romawi menaklukkan
wilayah-wilayah lain di luar Roma, maka terbentuklah Imperium
Romawi yang terdiri atas warga negara Roma dan bukan warga
negara Roma.
Bangsa Romawi berusaha untuk mengodifikasi hukum-
hukum yang berlaku dalam bentuk codex. Kodifikasi yang
terakhir dan termasyhur adalah Corpus Iuris Civilis yang disusun
di era Kaisar Justinianus (527-565 M), dan karenanya juga dikenal
dengan Justinian Corpus Iuris atau Codex Justinianus.
2. Kejatuhan Imperium Romawi dan Abad Pertengahan
Semakin luasnya wilayah Imperium Romawi menimbulkan
banyak persoalan, antara lain karena banyaknya kerusuhan (chaos)
pada abad ke-3 M. Untuk mencermati hal tersebut, bangsa
Romawi melakukan reformasi pemerintahan dengan membagi
Imperium menjadi Kerajaan Romawi Barat dan Kerajaan Romawi
Timur. Pembagian kerajaan ini ternyata memperlemah posisi
Romawi terhadap bangsa-bangsa Jerman dan barbar. Invasi
bangsa Jerman akhirnya berhasil menghancurkan Kerajaan
Romawi Barat, dan mengambil alih wilayahnya pada penghujung
abad ke-5 M. Kerajaan Romawi Timur baru berakhir seribu tahun
kemudian dengan penaklukan ibukotanya, Konstantinopel, oleh
bangsa Turki pada tahun 1453.
Hancurnya Kerajaan Romawi Barat secara umum
disepakati oleh para sejarawan sebagai awal masuknya Barat ke
Zaman Pertengahan, yang berakhir sampai dengan abad ke-12.
Sepanjang
zaman ini, tradisi RomawiYunani dalam bidang seni dan susastra
serta hukum terkubur, atau bisa juga ditinggalkan. Mengingat
rentang waktunya yang cukup lama, kurang lebih selama tujuh
ratus tahun, maka tidaklah mengherankan jika hukum Romawi
dan Codex Justinianus terbengkalai, dan kemudian terlupakan.
Dalam kurun waktu yang terbentang antara abad ke-6
sampai dengan ke-10 M, yang juga disebut sebagai Zaman Barbar
ini, HPI belum dipelajari sebagai suatu sistem tersendiri. Namun
kesadaran akan pluralisme hukum positif yang berlaku bagi orang
tetap ada.
3. Masa Renaissance Dan Reformasi’
Masa Renaissance (Renaisans) adalah masa di mana orang-
orang di Eropa Barat kembali memperhatikan kesusastraan klasik
dan kemudianberkembanglah kesusastraan dan kesenian baru.
Ilmu pengetahuan modernmulai berkembang. Di masa ini kita bisa
menemukan dasar-dasar sistem HPI modern yang awalnya
berkembang di Italia mulai abad ke-11 M. Kebangkitan kembali
hukum Romawi terjadi pada abad ke-11 dan berlanjut sampai abad
ke-13 dengan dimulainya penyelidikan tentang hukum
Romawi.
4. Zaman Moderen
Pasquale Stanislao Mancini (1817-1888) adalah seorang
yuris Italia yang mendukung secara militan penyatuan Italia.
Dalam pidato pengukuhan guru besarnya di Universitas Turin,
yang berjudul Nasionalitas sebagai Dasar dari Hukum
Internasional (Della Nasionalitas Come Fondamento Del Dirritto
Delle Genti), Mancini menyatakan bahwa koeksistensi hukum dari
aneka ragam nasionalitas merupakan konsepsi yang melingkupi
hukum internasional, negara sebagai unit dalam hukum
internasional terbentuk atas dasar kesadaran kesamaan nasional.
Oleh karena itu, setiap individu terikat kepada negara nasionalnya,
dan lex origin menggantikan lex domicili sebagai hukum yang
berlaku untuk status personalia.
3. dan Manfaat HPI
Perkembangan Hukum Perdata Internasional di dasarkan pada
kenyataan adanya koeksistensi dari berbagai sistem hukum di dunia yang
sederajad. Setiap pembuat hukum di suatu negara pada dasarnya
membentuk hukum sesuai dengan kebutuhan atau situasi yang ada di
negaranya. Namun adakalanya terjadi peristiwa-peristiwa hukum yang
menunjukkan adanya kaitan atau relevansi dengan lebih dari satu sistem
hukum negara-negara. Bila kenyataan yang ada dikaitkan dengan materi
HPI maka akan selalu timbul permasalahan-permasalahan tertentu yang
menjadi masalah pokok dalam mempelajari HPI, yaitu:
a. Hakim atau badan peradilan manakah yang berwenang untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yuridis yang mengandung
unsur asing;
b. Hukum manakah yang harus diberlakukan untuk mengatur dan
atau menyelesaikan persoalan-persoalan yuridis yang mengandung
unsur-unsur asing; dan
c. Bilamana atau sejauhmana suatu pengadilan harus memperhatikan
dan mengakui hak-hak atau kewajiban-kewajiban hukum yang
terbit berdasarkan hukum atau putusan hakim asing.
Dengan adanya unsur masalah-masalah pokok dalam HPI ini maka
dapat mempermudah para pembaca, baik mahasiswa, dosen, maupun
stakeholder lainnya agar lebih mudah dalam mempelajari dan memahami
apa itu HPI, perbedaan antara HPI dengan Hukum Internasional (publik)
baik dari subyek hukum, sumber hukum maupun permasalahan yang
diatur.
Manfaat dan peranan ilmu begitu besar bagi para pembaca dan
orang-orang yang menekuni profesi di bidang hukum dalam menerapkan
teori-teori maupun kaidah dan asas hukum yang terkait dengan peristiwa
HPI untuk memecahkan permasalahan yang ada dalam praktek di setiap
negara.
4. Asas-asas HPI
Asas-asas yang menjadi landasan dalam pembentukan norma HPI
yaitu:
1. Prinsip Nasionalitas, prinsip yang memberlakukan hukum
nasional seseorang yang berlaku dalam menentukan status
personal seseorang.
2. Prinsip Domisili, prinsip yang memberlakukan hukum domisili
seseorang yang berlaku dalam menentukan status personal
seseorang.
3. Asas Kebebasan Berkontrak, adalah asas umum yang diberikan
oleh undang-undang dalam membuat suatu kontrak, yang terdapat
pada Pasal 1338 Kitab Undangundang Hukum Perdata.
4. Asas Lex Fori, asas yang memberlakukan hukum sang hakim
dalam suatu peristiwa HPI.
5. Asas Lex Loci Contractus, asas yang menganut hukum tempat
dibuatnya kontrak dalam perjanjian.
6. Asas Lex Loci Solutionis, asas yang menganut hukum tempat
dilaksanakannya perjanjian.
7. The Proper Law of The Contract, adalah hukum yang berlaku
dalam suatu kontrak adalah hukum negara yang memiliki titik taut
terbanyak.
8. The Most Characteristic Connection, adalah hukum yang berlaku
dalam suatu kontrak adalah hukum pihak yang memiliki pribadi
yang paling karakteristik.

5. Ruang Lingkup HPI

Prof. DR. Mr. Sudargo Gautama membagi HPI menjadi empat


konsepsi dalam lingkup HPI :
1. Yang paling sempit.
Pendapat ini adalah yang dianut di negara Jerman dan juga
dalam sistim HPI Belanda. Di dalam sistimatik ini maka HPI
dianggap hanya terbatas pada masalah-masalah tentang "conflict
of laws" ("conflits de lois") atau perselisihan hukum.
2. Yang luasan.
Pendapat yang kedua adalah pendapat yang Iebih Iuas.
Menurut pendapat ini seperti dianut terutama dalam konsepsi HPI
dari negara-negara Anglo-Saxon, Inggris dan Amerika Serikat,
HPI bukan saja terbatas pada masalah-masalah "conmct of laws”.
Disamping ini masih dianggap suatu bagian lain merupakan pula
persoalan HPI yaitu masalah-masalah yang termasuk persoalan
"conflicts of jurisdiction" (perselisihan tentang jurisdictie). Segala
soal-soal tentang kompetensi Hakim dalam menghadapi masalah-
masalah HPI menurut konsepsi Anglo Saxon ini dianggap pula
termasuk bidang HPI.
3. Yang lebih luas lagi.
Konsepsi yang ketiga, adalah konsepsi yang lebih luas yaitu
konsepsi yang berkenaan dengan sistim HPI seperti dikenal dalam
negara-negara Latin yaitu negara-negara !talia, Spanyol, Amerika
Selatan. Didalam sistim dari negara-negara bersangkutan, HPI ini
terdiri dari tiga bagian yaitu: "Conflits de lois", "conflicts de
jurisdiction", ditambah dengan "condition des etragers" atau status
orang asing. Jadi termasuk bidang HPI Persoalan-persoalan
berkenaan dengan masalah hukum: mana yang harus dilakukan,
persoalan mengenai wewenang hakim untuk mengadili perkora
bersangkutan, ditambah lagi dengan masalah-masalah yang
berkenaan dengan status orang asing. Berarti segala masalah-
masalah berkenaan dengan bidang orang asing, apakah orang
asing dapat bekerja didalam negara bersangkutan dengan leluasa,
apakah ia bisa menanam modal dengan bebas, apakah ada
restriksi-restriksi tertentu berkenaan dengan masalah-masalah
tanah, apakah ada restriksi tertentu berkenaan dengan bidang
perdagangan, industri, pertambangan, perkayuan dan sebagainya,
semua ini termasuk bidang HPI.
4. Pandangan keempat tentang HPI yang terIuas.
Ini adalah sistim yang paling luas dan dikenal antara lain
dalam ilmu HPI di Perancis. Disini pada umumnya dipandang
termasuk pula dalam bidang HPI masalah-masalah tentang
nationality atau "Kewarganegaraan". Jadi disamping soal-soal
yang dikenal sebagai masalah "Confiits de lois", "Conflits de
jurisdiction" dan "condition des etragers", maka di Perancis
dikenal juga bagian keempat dari HPI, yaitu segala masalah-
masalah, yang berkenaan dengan cara-cara memperoleh dan
kehilangan nationalitas. Sistim yang dikenal di Perancis dan
dianut oleh para penulis terbanyak adalah sistim HPI yang paling
luas ini.

6. Peraturan Perundang-undangan terkait HPI


1. Instrumen Hukum Nasional
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Pasal 26, Pasal 28 A, Pasal 28 B, Pasal 28 D
b. Algemeene Bepalingen van Wetegeving (AB) Pasal 16,
Pasal 17, Pasal 18
c. BW (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) Pasal 83,
Pasal 84, Pasal 945
d. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 56 sampai
dengan pasal 62
e. Undang-Undang Kewarganegaraan Pasal 2 sampai dengan
pasal 6
2. Instrumen Hukum Internasional, antara lain:
a. General Priciples of Private Internasional Law
b. Convention on Conflict of Laws related to the Form of
Testamentary Dispositions, Tahun 1961.
c. Convention on the Law Applicable to Surnames and Given
names, 1980 (Art 27);
d. Convention on Celebration and Recognition of the Validity
of Marriage 1978 (Art 27);
e. Hague Convention on Matrimonial Property, 1978
f. Convention on the Protection of Children and Cooperation
in Respecs of Intercountry Adoptions 1933;
g. International Instrumens on Child Abduction (Article 114);
h. Convention on the Law Appllicable to Maintenance
Obligations 1973 (Article 116)
i. Convention on the Law Applicable to Agency 1978
(Article 125).

7. Perbedaan Hukum Perdata Indonesia dan Hukum Perdata


Internasional
1. Sumber Hukum
Hukum nasional bersumberkan pada hukum kebiasaan dan hukum
tertulis suatu Negara sedangkan hukum internasional berdasarkan
pada hukum kebiasaan dan hukum yang dilahirkan atas kehendak
bersama Negara-negara dalam masyarakat internasional.
2. Subjek
Subjek hukum nasional adalah individu-individu yang terdapat
dalam suatu Negara. Sedangkan subjek hukum internasional
adalah Negara-negara anggota masyarakat internasional.
3. Kekuatan Hukum
Hukum nasional mempunyai kekuatan mengikat yang penuh dan
sempurna kalau dibandingkan dengan hukum internasional yang
lebih banyak bersifat mengatur hubungan Negara-negara secara
horizontal.

8. Istilah Hukum Perdata Internasional


Berbagai istilah dipakai untuk HPI ini seperti :
1. Conflict of Laws
Istilah ini diperkenalkan oleh Dicey. Padanan bahasa Indonesia
untuk istilah ini adalah Hukum Perselisihan, yang pernah dipakai
oleh Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Universitas
Indonesia pada era tahun 1950-an. Keberatan atas istilah ini adalah
adanya kesan bahwa seolah-olah dalam HPI terdapat perselisihan,
pertentangan antara berbagai berbagai stelsel atau sistem hukum.
2. Private International Law
Pemakaian istilah Hukum Perdata Internasional ini menimbulkan
berbagai kecaman, seolah-olah terdapat pertentangan dalam
istilah.
3. Hukum Antar Tata Hukum (HATAH)
Berbagai keberatan atas istilah-istilah tersebut di atas mendorong
Profesor Sudargo Gautama mencari istilah yang lebih tepat. Istilah
itu adalah Hukum Antar Tata Hukum, dengan mengikuti istilah
”interlegal law” dari Alf Ross atau ”Interrechtsordenrecht” dari
Logemann dan ”tussenrechtsordening” dari Resink. Dengan istilah
HATAH ini kesan konflik tidak terlihat, dan justru memberikan
kesan bahwa terdapat ”Tata Hukum” di antara sistem-sistem
hukum yang bertemu pada satu waktu tertentu.

9. Contoh Kasus Hukum Perdata Internasional


1. Kasus Mobil Nasional Timor dengan Jepang dan Uni Eropa
Pada Juli 1996, pemerintah resmi meluncurkan proyek
mobil nasional bernama Timor melalui kerja sama dengan Kia
Motors, produsen mobil asa Korea Selatan. Karena berlabel mobil
nasional, bea masuk dan pajak barang mewah pada penjualan
mobil ini dipangkas sehingga harganya menjadi separuh harga
rata-rata mobil saat itu.
Kebijakan Indonesia ini diprotes negara produsen mobil
seperti Jepang dan Uni Eropa. Mereka menyeret Indonesia ke
badan penyelesaian sengketa WTO. Indonesia kalah dan WTO
memutuskan agar Indonesia mencabut kebijakan diskriminatif
tersebut. Selanjutnya, nasib mobil nasional Timor bagai hilang
ditelan bumi.
2. Kasus Biodiesel dengan Uni Eropa
Pada Januari 2018, Indonesia menang melawan Uni Eropa dalam
kasus pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) produk
biodiesel. WTO memenangkan enam gugatan Indonesia atas Uni
Eropa. Beberapa tahun sebelumnya, Uni Eropa memang
menerapkan BMAD di angka 8,8 persen sampai 23,3 persen pada
produk biodiesel asal Indonesia. Kebijakan ini membuat nilai
ekspor biodiesel ke Uni Eropa bertekuk lutut dan terus mengalami
penurunan sejak 2013.
3. Kasus kemasan rokok polos dengan Australia
Pada Juni 2018, Indonesia kembali menelan kekalahan di
WTO dalam kasus kemasan rokok berdesain polos. Indonesia
beserta negara produsen rokok lainnya, Kuba, Honduras, dan
Republik Dominika, menggugat kebijakan kemasan rokok yang
diterapkan di Australia tersebut.
Australia memang menerapkan kebijakan itu untuk
pengendalian konsumsi rokok di negara mereka. Tapi Indonesia
dan tiga negara penggugat lainnya menilai kebijakan ini
melanggar hak atas kekayaan intelektual dari produsen. Gugatan
ditolak oleh WTO dan Australia menang.
BAB III
PENUTUP
Saran & kesimpulan

Di dalam makalah ini yaitu, Hukum Perdata Internasional merupakan


hukum perdata bagian dari hukum nasional untuk hubungan-hubungan
internasional. Ada empat aneka ragam pandangan tentang luas lingkup HPI, yaitu
(1) pandangan yang tersempit, (2) pandangan yang lebih luas, (3) pandangan yang
lebih luas lagi dan (4) pandangan yang terluas. HPI Indonesia menganut
pandangan yang keempat. Peraturan perundang-undangan yang terkait HPI yaitu
ada Instrumen hukum nasional dan Instrumen hukum internasional. Berbagai
istilah dipakai dalam Hukum Perdata Internasional diantaranya adalah Conflict of
Laws, Private International Law, dan Hukum Antar Tata Hukum (HATAH).
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Z. D., Oppusunggu, Y. U., & Penasthika, P. P. (2014). Hukum Perdata


Internasional.
Gautama, Sudargo. (1987). Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia.
Bandung: Bina Cipta.
Hardjowahono, B. S. (2013). Dasar-dasar hukum perdata internasional, buku 1.
Hardjowahono, Bayu Seto. (2013). Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti
Seto, B. (1992). Dasar-dasar hukum perdata internasional. Citra Aditya Bakti.
Suparman, Eman. (2018). Hukum Perselisihan ("Conflictenrecht"): Pertautan
Sistem Hukum dan Konflik Kompetensi dalam Pluralisme Hukum
Bangsa Pribumi. Kencana.
Tempo. (2018, 7 Agustus). Tiga Kasus Sengketa Dagang Indonesia yang Berakhir
di Meja WTO. Diakses 10 November 2018.
https://bisnis.tempo.co/read/1114737/tiga-kasus-sengketa-dagang-
indonesia-yang-berakhir-di-meja-wto
Tutik, D. T. T. (2015). Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Kencana.

Anda mungkin juga menyukai