Disusun Oleh:
Abraham Ethan M.S.M
2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3. Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB II ................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
2.1. Definisi Hukum Perdata Internasional (HPI) ................................................ 3
2.2. Sejarah HPI ....................................................................................................... 3
2.3. Peranan dan Manfaat HPI ............................................................................... 6
2.4. Asas-asas HPI .................................................................................................... 7
2.5. Ruang Lingkup HPI ......................................................................................... 7
2.6. Peraturan Perundang-undangan terkait HPI ................................................ 9
2.7. Perbedaan Hukum Perdata Indonesia dan Hukum Perdata Internasional
10
2.8. Istilah Hukum Perdata Internasional ........................................................... 10
2.9. Contoh Kasus Hukum Perdata Internasional .............................................. 11
BAB III............................................................................................................................. 13
PENUTUP ........................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Hukum Perdata Internasional.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya tinjauan yang
mendalam mengenai Hukum Perdata Internasional.
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami hukum perdata internasional.
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Hukum Perdata
Internasional.
3. Untuk mengetahui peranan dan manfaat Hukum Perdata Internasional.
4. Untuk mengetahui sumber-sumber hukum yang berkaitan dengan
Hukum Perdata Internasional.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pertengahan abad ke-5 SM. Kedua Belas Tablet ini merupakan
undang-undang yang dibuat oleh kaum elit Romawi. Ia menjadi
dasar dari konstitusi Romawi dan hukum perdata Romawi. Ia
menjadi dasar hukum untuk pemberian hak-hak istimewa
(privilege) kepada para patrician (keluarga-keluarga elit)
dibandingkan dengan hak-hak yang dimiliki oleh kaum plebeian
(yang dapat kita sebut sebagai kelas menengah) di kalangan warga
negara Roma. Seiring dengan keberhasilan Romawi menaklukkan
wilayah-wilayah lain di luar Roma, maka terbentuklah Imperium
Romawi yang terdiri atas warga negara Roma dan bukan warga
negara Roma.
Bangsa Romawi berusaha untuk mengodifikasi hukum-
hukum yang berlaku dalam bentuk codex. Kodifikasi yang terakhir
dan termasyhur adalah Corpus Iuris Civilis yang disusun di era
Kaisar Justinianus (527-565 M), dan karenanya juga dikenal
dengan Justinian Corpus Iuris atau Codex Justinianus.
2. Kejatuhan Imperium Romawi dan Abad Pertengahan
Semakin luasnya wilayah Imperium Romawi menimbulkan
banyak persoalan, antara lain karena banyaknya kerusuhan (chaos)
pada abad ke-3 M. Untuk mencermati hal tersebut, bangsa Romawi
melakukan reformasi pemerintahan dengan membagi Imperium
menjadi Kerajaan Romawi Barat dan Kerajaan Romawi Timur.
Pembagian kerajaan ini ternyata memperlemah posisi Romawi
terhadap bangsa-bangsa Jerman dan barbar. Invasi bangsa Jerman
akhirnya berhasil menghancurkan Kerajaan Romawi Barat, dan
mengambil alih wilayahnya pada penghujung abad ke-5 M.
Kerajaan Romawi Timur baru berakhir seribu tahun kemudian
dengan penaklukan ibukotanya, Konstantinopel, oleh bangsa Turki
pada tahun 1453.
Hancurnya Kerajaan Romawi Barat secara umum disepakati
oleh para sejarawan sebagai awal masuknya Barat ke Zaman
Pertengahan, yang berakhir sampai dengan abad ke-12. Sepanjang
4
zaman ini, tradisi RomawiYunani dalam bidang seni dan susastra
serta hukum terkubur, atau bisa juga ditinggalkan. Mengingat
rentang waktunya yang cukup lama, kurang lebih selama tujuh ratus
tahun, maka tidaklah mengherankan jika hukum Romawi dan
Codex Justinianus terbengkalai, dan kemudian terlupakan.
Dalam kurun waktu yang terbentang antara abad ke-6 sampai
dengan ke-10 M, yang juga disebut sebagai Zaman Barbar ini, HPI
belum dipelajari sebagai suatu sistem tersendiri. Namun kesadaran
akan pluralisme hukum positif yang berlaku bagi orang tetap ada.
3. Masa Renaissance Dan Reformasi’
Masa Renaissance (Renaisans) adalah masa di mana orang-
orang di Eropa Barat kembali memperhatikan kesusastraan klasik
dan kemudianberkembanglah kesusastraan dan kesenian baru. Ilmu
pengetahuan modernmulai berkembang. Di masa ini kita bisa
menemukan dasar-dasar sistem HPI modern yang awalnya
berkembang di Italia mulai abad ke-11 M. Kebangkitan kembali
hukum Romawi terjadi pada abad ke-11 dan berlanjut sampai abad
ke-13 dengan dimulainya penyelidikan tentang hukum
Romawi.
4. Zaman Moderen
Pasquale Stanislao Mancini (1817-1888) adalah seorang
yuris Italia yang mendukung secara militan penyatuan Italia. Dalam
pidato pengukuhan guru besarnya di Universitas Turin, yang
berjudul Nasionalitas sebagai Dasar dari Hukum Internasional
(Della Nasionalitas Come Fondamento Del Dirritto Delle Genti),
Mancini menyatakan bahwa koeksistensi hukum dari aneka ragam
nasionalitas merupakan konsepsi yang melingkupi hukum
internasional, negara sebagai unit dalam hukum internasional
terbentuk atas dasar kesadaran kesamaan nasional. Oleh karena itu,
setiap individu terikat kepada negara nasionalnya, dan lex origin
menggantikan lex domicili sebagai hukum yang berlaku untuk
status personalia.
5
2.3. Peranan dan Manfaat HPI
Perkembangan Hukum Perdata Internasional di dasarkan pada
kenyataan adanya koeksistensi dari berbagai sistem hukum di dunia yang
sederajad. Setiap pembuat hukum di suatu negara pada dasarnya
membentuk hukum sesuai dengan kebutuhan atau situasi yang ada di
negaranya. Namun adakalanya terjadi peristiwa-peristiwa hukum yang
menunjukkan adanya kaitan atau relevansi dengan lebih dari satu sistem
hukum negara-negara. Bila kenyataan yang ada dikaitkan dengan materi
HPI maka akan selalu timbul permasalahan-permasalahan tertentu yang
menjadi masalah pokok dalam mempelajari HPI, yaitu:
a. Hakim atau badan peradilan manakah yang berwenang untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yuridis yang mengandung
unsur asing;
b. Hukum manakah yang harus diberlakukan untuk mengatur dan atau
menyelesaikan persoalan-persoalan yuridis yang mengandung
unsur-unsur asing; dan
c. Bilamana atau sejauhmana suatu pengadilan harus memperhatikan
dan mengakui hak-hak atau kewajiban-kewajiban hukum yang
terbit berdasarkan hukum atau putusan hakim asing.
Dengan adanya unsur masalah-masalah pokok dalam HPI ini maka
dapat mempermudah para pembaca, baik mahasiswa, dosen, maupun
stakeholder lainnya agar lebih mudah dalam mempelajari dan memahami
apa itu HPI, perbedaan antara HPI dengan Hukum Internasional (publik)
baik dari subyek hukum, sumber hukum maupun permasalahan yang
diatur.
Manfaat dan peranan ilmu begitu besar bagi para pembaca dan
orang-orang yang menekuni profesi di bidang hukum dalam menerapkan
teori-teori maupun kaidah dan asas hukum yang terkait dengan peristiwa
HPI untuk memecahkan permasalahan yang ada dalam praktek di setiap
negara.
6
2.4. Asas-asas HPI
Asas-asas yang menjadi landasan dalam pembentukan norma HPI
yaitu:
1. Prinsip Nasionalitas, prinsip yang memberlakukan hukum nasional
seseorang yang berlaku dalam menentukan status personal
seseorang.
2. Prinsip Domisili, prinsip yang memberlakukan hukum domisili
seseorang yang berlaku dalam menentukan status personal
seseorang.
3. Asas Kebebasan Berkontrak, adalah asas umum yang diberikan
oleh undang-undang dalam membuat suatu kontrak, yang terdapat
pada Pasal 1338 Kitab Undangundang Hukum Perdata.
4. Asas Lex Fori, asas yang memberlakukan hukum sang hakim dalam
suatu peristiwa HPI.
5. Asas Lex Loci Contractus, asas yang menganut hukum tempat
dibuatnya kontrak dalam perjanjian.
6. Asas Lex Loci Solutionis, asas yang menganut hukum tempat
dilaksanakannya perjanjian.
7. The Proper Law of The Contract, adalah hukum yang berlaku dalam
suatu kontrak adalah hukum negara yang memiliki titik taut
terbanyak.
8. The Most Characteristic Connection, adalah hukum yang berlaku
dalam suatu kontrak adalah hukum pihak yang memiliki pribadi
yang paling karakteristik.
7
dianggap hanya terbatas pada masalah-masalah tentang "conflict of
laws" ("conflits de lois") atau perselisihan hukum.
2. Yang luasan.
Pendapat yang kedua adalah pendapat yang Iebih Iuas.
Menurut pendapat ini seperti dianut terutama dalam konsepsi HPI
dari negara-negara Anglo-Saxon, Inggris dan Amerika Serikat, HPI
bukan saja terbatas pada masalah-masalah "conmct of laws”.
Disamping ini masih dianggap suatu bagian lain merupakan pula
persoalan HPI yaitu masalah-masalah yang termasuk persoalan
"conflicts of jurisdiction" (perselisihan tentang jurisdictie). Segala
soal-soal tentang kompetensi Hakim dalam menghadapi masalah-
masalah HPI menurut konsepsi Anglo Saxon ini dianggap pula
termasuk bidang HPI.
3. Yang lebih luas lagi.
Konsepsi yang ketiga, adalah konsepsi yang lebih luas yaitu
konsepsi yang berkenaan dengan sistim HPI seperti dikenal dalam
negara-negara Latin yaitu negara-negara !talia, Spanyol, Amerika
Selatan. Didalam sistim dari negara-negara bersangkutan, HPI ini
terdiri dari tiga bagian yaitu: "Conflits de lois", "conflicts de
jurisdiction", ditambah dengan "condition des etragers" atau status
orang asing. Jadi termasuk bidang HPI Persoalan-persoalan
berkenaan dengan masalah hukum: mana yang harus dilakukan,
persoalan mengenai wewenang hakim untuk mengadili perkora
bersangkutan, ditambah lagi dengan masalah-masalah yang
berkenaan dengan status orang asing. Berarti segala masalah-
masalah berkenaan dengan bidang orang asing, apakah orang asing
dapat bekerja didalam negara bersangkutan dengan leluasa, apakah
ia bisa menanam modal dengan bebas, apakah ada restriksi-restriksi
tertentu berkenaan dengan masalah-masalah tanah, apakah ada
restriksi tertentu berkenaan dengan bidang perdagangan, industri,
pertambangan, perkayuan dan sebagainya, semua ini termasuk
bidang HPI.
8
4. Pandangan keempat tentang HPI yang terIuas.
Ini adalah sistim yang paling luas dan dikenal antara lain
dalam ilmu HPI di Perancis. Disini pada umumnya dipandang
termasuk pula dalam bidang HPI masalah-masalah tentang
nationality atau "Kewarganegaraan". Jadi disamping soal-soal yang
dikenal sebagai masalah "Confiits de lois", "Conflits de
jurisdiction" dan "condition des etragers", maka di Perancis dikenal
juga bagian keempat dari HPI, yaitu segala masalah-masalah, yang
berkenaan dengan cara-cara memperoleh dan kehilangan
nationalitas. Sistim yang dikenal di Perancis dan dianut oleh para
penulis terbanyak adalah sistim HPI yang paling luas ini.
9
e. Hague Convention on Matrimonial Property, 1978
f. Convention on the Protection of Children and Cooperation
in Respecs of Intercountry Adoptions 1933;
g. International Instrumens on Child Abduction (Article 114);
h. Convention on the Law Appllicable to Maintenance
Obligations 1973 (Article 116)
i. Convention on the Law Applicable to Agency 1978 (Article
125).
10
Indonesia pada era tahun 1950-an. Keberatan atas istilah ini adalah
adanya kesan bahwa seolah-olah dalam HPI terdapat perselisihan,
pertentangan antara berbagai berbagai stelsel atau sistem hukum.
2. Private International Law
Pemakaian istilah Hukum Perdata Internasional ini menimbulkan
berbagai kecaman, seolah-olah terdapat pertentangan dalam istilah.
3. Hukum Antar Tata Hukum (HATAH)
Berbagai keberatan atas istilah-istilah tersebut di atas mendorong
Profesor Sudargo Gautama mencari istilah yang lebih tepat. Istilah
itu adalah Hukum Antar Tata Hukum, dengan mengikuti istilah
”interlegal law” dari Alf Ross atau ”Interrechtsordenrecht” dari
Logemann dan ”tussenrechtsordening” dari Resink. Dengan istilah
HATAH ini kesan konflik tidak terlihat, dan justru memberikan
kesan bahwa terdapat ”Tata Hukum” di antara sistem-sistem hukum
yang bertemu pada satu waktu tertentu.
11
Pada Januari 2018, Indonesia menang melawan Uni Eropa dalam
kasus pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) produk
biodiesel. WTO memenangkan enam gugatan Indonesia atas Uni
Eropa. Beberapa tahun sebelumnya, Uni Eropa memang
menerapkan BMAD di angka 8,8 persen sampai 23,3 persen pada
produk biodiesel asal Indonesia. Kebijakan ini membuat nilai
ekspor biodiesel ke Uni Eropa bertekuk lutut dan terus mengalami
penurunan sejak 2013.
3. Kasus kemasan rokok polos dengan Australia
Pada Juni 2018, Indonesia kembali menelan kekalahan di
WTO dalam kasus kemasan rokok berdesain polos. Indonesia
beserta negara produsen rokok lainnya, Kuba, Honduras, dan
Republik Dominika, menggugat kebijakan kemasan rokok yang
diterapkan di Australia tersebut.
Australia memang menerapkan kebijakan itu untuk
pengendalian konsumsi rokok di negara mereka. Tapi Indonesia
dan tiga negara penggugat lainnya menilai kebijakan ini melanggar
hak atas kekayaan intelektual dari produsen. Gugatan ditolak oleh
WTO dan Australia menang.
12
BAB III
PENUTUP
13
DAFTAR PUSTAKA
Tempo. (2018, 7 Agustus). Tiga Kasus Sengketa Dagang Indonesia yang Berakhir
di Meja WTO. Diakses 10 November 2018.
https://bisnis.tempo.co/read/1114737/tiga-kasus-sengketa-dagang-
indonesia-yang-berakhir-di-meja-wto
14