Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PERDA

HUKUM SYARIAH DI ACEH

DI SUSUN OLEH
1. Ana Retno Mutia
2. Nur Safitri
3. Ayu Lestari

SMP MUHAMMADIYAH 2 WAY JEPARA


LAMPUNG TIMUR T.P 2012/2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul MAKALAH PERDA HUKUM SYARIAH DI ACEH
Makalah ini berisikan tentang sejarah dan pelaksanaan perda atau hukum syariah di Aceh
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Qanun yang
merupakan peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah Aceh untuk melaksanakan syariat islam
bagi pemeluknya di Aceh.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha kita. Amin.

Way Jepara ,12 Desember 2014

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................................... i
Kata Pengantar ................................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................................. iii
Bab I Pendahuluan ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
Bab II Tinjauan Pustaka ..................................................................................................... 2
A. Pengertian Syariat Islam ......................................................................................... 2
B. Pengertian Qanun ................................................................................................... 3
Bab III Pembahasan ........................................................................................................... 4
A. Syariat Islam Sebagai Hukum Positif di Aceh ....................................................... 4
B. Pelaksanaan Hukum Cambuk di Aceh ................................................................... 4
Bab IV Penutup .................................................................................................................. 6
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 6
B. Saran ....................................................................................................................... 6
Daftar Pustaka .................................................................................................................... 7

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Sebagai komitmen bersama atas perdamaian antara Pemerintahan RI dengan Gerakan Aceh
Merdeka ( GAM ), maka dilahirkanlah Undang-Undang No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh ( UUPA ). UUPA merupakan harapan baru bagi masyarakat aceh untuk mewujudkan
kesejahteraan dalam perdamaian abadi. Lahirnya Undang-Undang Pemerintahan Aceh ( UUPA )
merupakan satu tonggak sejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia, khususnya bagi masyarakat
Aceh , karena dengan Undang-Undang ini tercurah harapan untuk terciptanya perdamaian yang
langgeng, menyeluruh, adil, dan bermartabat, sekaligus sebagai wahana pelaksanaan pembangunan
dalam rangka mewujudkan masyarakat Aceh yang sejahtera. UUPA sendiri terdiri dari 40Bab dan
273 Pasal.
Berdasarkan undang undang otonomi khusus aceh dan UUPA, dalam hubungannya dengan
syariat islam, maka ketentuan ketentuan hukum islam yang berkatitan dengan hukum private
seperti perkawinan, zakat, tetap berlaku. Adapun ketentuan dengan hukum public dalam hal ini
jinayat (hukum pidana islam) sampai saat ini belum lah berlaku, disebabkan rancangan undang
undang tentang Qanun jinayat dari DPRA (Tingkat provinsi aceh) belum lah ditandatangani oleh
gubernur. Adapun ketentuan hukum public antara lain Qanun maisyir (judi), khamar (minuman
keras), khalwat (mesum) sudah ditandatangani oleh gubernur sebagai Qanun yang dinyatakan
berlaku di aceh.
Dalam hubungannya dengan syariat islam di aceh, mahkamah syariah aceh pada tingkat
provinsi dan mahkamah syariah pada tingkat kota madya/kabupaten merupakan lembaga yang
berwenang mengadili perkara perkara pelanggaran berkaitan dengan Qanun yang sudah
ditandatangani.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan hal hal tersebut di atas maka dapat lah diketahui rumusan masalah sebagai berikut
1. Apakah Syariat islam di aceh berlaku sebagai Hukum Positif?
2. Bagaimanakah pelaksanaan Hukuman cambuk di Aceh?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN SYARIAT ISLAM


Syariat ( legislasi ) adalah semua peraturan agama yang ditetapkan oleh ALLAH untuk kaum
muslimin, baik yang ditetapkan dengan Al-Quran maupun dengan sunnah Rasul.
Menurut Ali dalam Nurhafni dan Maryam (2006:61) syariat islam secara harfiah adalah jalan
(ketepian mandi), yakni jalan lurus yang harus diikuti oleh setiap muslum, syariat merupakan jalan
hidup muslim, syariat memuat ketetapan Allah dan Rasulnya, baik berupa larangan maupun
suruhan yang meliputi seluruh aspek manusia.
Jadi dapat disimpulkan bahwa syariat islam merupakan keseluruhan peraturan atau hukum yang
mengatur tata hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia dengan alam
(lingkungannya), baik yang diterapkan dalam AL-quran maupun hadis dengan tujuan terciptanya
kemashlahatan, kebaikan hidup umat manusia di dunia dan di akhirat.
Dalam hunbungannya dengan syariat islam yang berlaku di aceh, dapatlah dijelaskan lembaga
lembaga yang memiliki wewenang sebagai berikut :
a.

Dinas syariat islam.


Dinas syariat islam provinsi diresmikan pada tanggal 25 feb 2002. Lembaga inilah yang

mengatur jalannya pelaksanaan syariat islam. Tugas utamanya adalah menjadi perencana dan
penanggung jawab pelaksanaan syariat islam di NAD.
b. Majelis permusyawaratan ulama (MPU)
Lembaga ini merupakan suatu lembaga independen sebagai suatu wadah bagi ulama-ulama
untuk berinteraksi, berdiskusi, melahirkan ide-ide baru di bidang syariat. Kaitannya dalam
pelaksanaan syariat islam adalah lembaga ini bertugas memberikan masukan pertimbangan,
bimbingan dan nasehat serta saran dalam menentukan kebijakan daerah dari aspek syariat islam,
baik kepada pemerintahan daerah maupun kepada masyarakat.
c. Wilayatul hisbah (WH)
Wilayatul hisbah merupakan lembaga yang berwenang memberitahu dan mengingatkan
anggota anggota masyarakat tentang aturan-aturan yang ada yang harus di ikuti, cara

menggunakan dan menaati hukum tersebut, serta perbuatan yang harus di hindari karena
bertentangan dengan peraturan.
d. Mahkamah syariah.
Mahkamah syariah merupakan pengganti pengadialan agama yang sudah di hapuskan.
Mahkamah ini akan mengurus perkara muamalah (perdata), jinayah (pidana) yang sudah ada
Qanunnya. Pendek kata lembaga ini adalah pengadilan yang akan mengadili pelaku pelanggaran
syariat islam. Tingkat kabupaten dibentuk mahkamah syariah dan tingkat provinsi mahkamah
syariah provinsi yang diesmikan pada tahun 2003 (dalam alyasa abu bakar, 2004 dan 2006).
B. PENGERTIAN QANUN
Qanun adalah peraturan daerah yang dibuat oleh pemerintah aceh dan disahkan oleh DPR yang
di tanda tangain oleh Gubernur (Tingkat propinsi) dan bupati atau walikota pada daerah tingkat
dua. Dasar berlakunya Qanun adalah undang undang tentang otonomi khusus Aceh, Dalam
undang-undang nomor 18 disebutkan bahwa mahkamah syariyah akan melaksanakan syariat
islam yang di tuangkan ke dalam Qanun terlebih dahulu. Qanun merupakan peraturan yang dibuat
oleh pemerintah daerah Aceh untuk melaksanakan syariat islam bagi pemeluknya di Aceh
Adapun Qanun yang telah diberlakukan antara lain :
1. Qanun nomor 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat islam bidang aqidah. Ibadah dan
syariat islam.
2. Qanun nomor 12 tahun 2003 tentang larangan khamar (minuman keras), pelaku yang
mengkonsumsi khamar akan dijatuhi hukuman cambuk 40 kali. Hakim tidak di beri izin
untuk memilih (besar kecil atau tinggi rendah) hukuman. Bagi yang mem[roduksi khamar
dijatuhi hukuman tazir berupa kurungan paling lama satu tahun, paling sedikit 3 bulan dan
denda paling banyak Rp. 75.000.000 (tujuh puluh lima juta) dan paling sedikit Rp.
25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah).
3. Qanun nomor 13 tahun 2003 tentang larangan maysir (perjudian).
4. Qanun nomor 14 tahun 2003 tentang larangan khalwat (perbuatan mesum).
5. Qanun nomor 7 tahun 2004 tentang pengelolaan zakat.

BAB III
PEMBAHASAN

A. SYARIAT ISLAM SEBAGAI HUKUM POSITIF DI ACEH


Syariat islam di aceh berlaku sebagai hukum positif sejak zaman kerajaan aceh Darussalam
yang mencapai puncak kejayaan pada jaman sultan iskandar muda. Syariat islam tersebut berlaku
dalam seluruh aspek kehidupan bernegara baik berdasarkan hukum private yang meliputi Fiqih,
yaitu berkaitan dengan kewajiban secara perorangan, maupun hukum public yang berupa hukum
pidana islam (Jinayat), maisyir (Judi), khamar (minuman keras), maupun khalawat yaitu berduaduaan antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mukhrim.
Dasar hukum pelaksanaan syariat islam di Aceh adalah UU no 44 tahun 1999 dan UU no 18
tahun 2001. Dalam undang-undang nomor 44 syariat islam didefinisikan sebagai semua aspek
ajaran islam.
Seiring dnegan berjalannya waktu sampai dengan era kemerdekaan Negara republic Indonesia,
aceh dinyatakan oleh pemerintah pusat sebagai daerah istimewa yang memberlakukan hukum islam
sebagai hukum positif atau hukum yang seharusnya (ius constituendum) yang meliputi maisyir
(Judi), khamar (minuman keras), dan khalawat. Namun pada kenyataannya tidak menjadi hukum
yang berlaku (ius constitutum), hal inilah yang memicu masyarakat aceh menuntut
diberlakukannya kembali hukum islamn dan sebagai salah satu penyebab aceh untuk merdeka.
Dari seluruh rangkaian sejarah tuntutan masyarakat aceh akhirnya pemerintah pusat
memberikan otonomi khusus berdasarkan undang undang otsus yang disebut undang undang
pemerintahan aceh (UUPA). Dan pada akhirnya pemerintah daerah aceh atau yang disebut
pemerintah aceh membuat peraturan daerah yang disebut Qanun dan secara resmi menjadikan
hkum islam sebagai hukum positif yaitu hukum public yang meliputi maisyir (Judi), khamar
(minuman keras), dan khalawat.
Proses pelaksanaan hukum public tersebut di atas dilaksanakan oleh polisi syariat dan polri
sebagai penyelidik dan penyidik, jaksa sebagai penuntut umum dan pengadilan agama yang disebut
sebagai mahkamah syariah sebagai yang berwenang mengadili. Dengan ancaman hukuman cambuk
bagi para pelanggarnya.
B. PELAKSANAAN HUKUM CAMBUK DI ACEH
Setelah berlakunya hukum pidana islam yang meliputi meliputi maisyir (Judi), khamar
(minuman keras), dan khalawat (mesum), bagi pelaku tindak pidana diatas yang telah diutus oleh
mahkama syariah dan dinyatakan berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) maka

pelaksanaan putusan mahkamah syariah akan dilaksanakan oleh jaksa penuntut umum dan dibantu
oleh algojo (tukang cambuk) yang dilaksanakan dihalaman masjid sesudah shalat jumat.
Pelaksanaan hukum cambuk tersebut dihadir oleh para penegak hukum, dan masyarakat aceh
yang ingin menyaksikannya. Hukuman cambuk merupakan salah satu hukum yang berlaku dalam
syariat islam NAD. Ketentuan dlam hukum cambuk antara lain:
a. Terhukum dalam kondisi sehat.
b. Pencambuk adalah wilayatul hisbah yang di tunjuk jaksa penuntut umum.
c. Cambuk yang digunakan adalah rotan dengan diameter 0.75 s/d 1.00 cm.
d. Jarak pencambuk dengan terhukum kira-kira 70 cm.
e. Jarak pencambuk dengan orang yang menyaksikan paling dekat 10 meter.
f. Pencambukan di hentikan jika menyebabkan luka, di minta dokter atas pertimbangan medis,
atau terhukum melarikan diri.
g. Pencambukan akan dilanjutkan setelah terhukum dinyatakan sehat atau setelah terhukum
menyerahkan diri atau tertangkap.
Berdasarkan hukuman cambuk tersebut di atas

harus diakui bahwa kesadaran hukum

masyarakat aceh semakin meningkat dengan menurunnya angka kriminalitas dan tindak pidana
yang terjadi.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dasar hukum pelaksanaan syariat islam di Aceh adalah UU no 44 tahun 1999 dan UU no 18
tahun 2001. Dalam undang-undang nomor 44 syariat islam didefinisikan sebagai semua aspek
ajaran islam.
Proses pelaksanaan hukum public tersebut di atas dilaksanakan oleh polisi syariat dan polri
sebagai penyelidik dan penyidik, jaksa sebagai penuntut umum dan mahkamah syariah sebagai
yang berwenang mengadili dengan ancaman hukuman cambuk bagi para pelanggarnya.
Setelah berlakunya hukum pidana islam yang meliputi meliputi maisyir (Judi), khamar
(minuman keras), dan khalawat (mesum), bagi pelaku tindak pidana diatas yang telah diutus oleh
mahkama syariah dan dinyatakan berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) maka
pelaksanaan putusan mahkamah syariah akan dilaksanakan oleh jaksa penuntut umum dan dibantu
oleh algojo (tukang cambuk) yang dilaksanakan dihalaman masjid sesudah shalat jumat.

B. SARAN SARAN
1. Hukum public tetap diberlakukan di aceh dan ditambah pidana islam atau jinayat.
2. Pelaksanaan hukum cambuk di aceh hendaknya dapat menjadikan masyarakat muslim
lainnya untuk memilki kesadaran hukum agar lebih mentaati ketentuan ketentuan yang
berlaku dengan kesadaran yang paling dalam bahwa perbuatan tersebut adalah melanggar
agama.

DAFTAR PUSTAKA
Musa, Muhammad yusuf.1988.islam: suatu kajian komprehensif. Jakarta: rajawali press.
Nurhafni dan maryam.2006. pro dan kontra penerapan syariat islam di NAd. SUWA IV (3):59-66
Abu Bakar. Al yasa.2004. bunga rampai pelaksanaan syariat islam (pendukung Qanun
pelaksanaan syariat islam). Dinas syariat islam : Banda Aceh.
Abu Bakar. Al yasa.2006. syariat islam di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam-paradigma,
kebijakan dan kegiatan. Dinas syariat islam: Banda aceh.

Anda mungkin juga menyukai