PENDAHULUAN
Indonesia adalah salah satu Negara yang kaya akan adat dan istiadat, di pulau jawa
misalnya banyak sekali tradisi dan adat yang berbeda-beda di masing – masing daerah.
Yang masih menggunakan tradisi yang sangat kental biasanya adalah penduduk desa,
karena rasa kebersamaan serta masih kuat akan keyakinan hal-hal yang mistis. Salah satu
tradisinya adalah sesajen. Sesajen adalah suatu bentuk versi kuno / wiwitan dari
persembahan / pengorbanan manusia yang merupakan bentuk rasa syukur dan permohonan
keselamatan kepada Tuhan, melalui hal-hal yang menurut manusia memiliki kekuatan
diluar batas akal manusia.
Permasalahan sekarang adalah banyak masyarakat Indonesia menganggap bahwa
ritual sesajen ini merupakan hal yang biasa dan dianggap sebagai ritual keagamaan. Sangat
disesalkan diantara penduduk negeri ini banyak yang tidak sadar dari perbuatan yang
mereka perbuat.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui kebenaran sesajen
menurut pandangan islam dan mengubah keyakinan masyarakat umum tentang sesajen.
BAB II
PEMBAHASAN
Sesajen adalah sajian atau hidangan. Sesajen memiliki nilai sakral di sebagian besar
masyarakat kita pada umumnya. Acara sakral ini dilakukan untuk mencari berkah di
tempat-tempat tertentu yang diyakini keramat atau diberikan kepada benda-benda yang
diyakini memiliki kekuatan gaib, semcam keris, trisula dan lain-lain untuk tujuan yang
bersifat duniawi.
Sesajen sudah melekat dan akrab dalam kehidupan sehari-hari
masyarakatIndonesiaDi mana-mana dari pelosok sampai di kota-kota besar, mulai
dikalangan masyarakat bawah, masyarakat kalangan atas dan berpendidikanpun telah
terbiasa menyiapkan sesaji berkaitan dengan waktu-waktu atau kegiatan-kegiatan tertentu
yang mereka selenggarakan. Kebanyakan orang merasa belumlah lengkap di dalam sesuatu
pelaksanaan acara tanpa disiapkannya sesaji. Sehingga tidak ada satu acarapun yang
diselenggarakan orang tanpa mempersiapkan sesaji. Baik acara yang bersifat sederhana
maupun acara hajatan yang melibatkan banyak orang seperti perkawinan. Mereka yang
sudah terbiasa dengan sesaji merasa kurang percaya diri, mereka sering merasa was-was
akan kemungkinan tidak lancarnya atau kemungkinan akan datangnya gangguan atas acara
hajatan yang mereka lakukan apabila tidak menyediakan sesaji terhadap sesuatu yang
mereka takuti.Sesaji yang disiapkan orang selain kelengkapan dalam suatu upacara, juga
dipersiapan sebagai bentuk persembahan mereka kepada pohon-pohon besar, kubur-kubur
yang dikeramatkan, batu-batu besar dan gunung sungai dan laut yang dianggap tempat
bersemayamnya para jin.
Beberapa kegiatan yang biasanya dilengkapi dengan menyediakan sesaji antara lain :
1. Sesaji pada saat mendirikan tarub atau tenda pengantin
2. Sesaji untuk upacara memandikan calon pengantin
3. Sesaji untuk merias pengantin
4. Sesaji pada saat pengantin bersanding
5. Sesaji sewaktu upacara memandikan wanita hamil (mandi-mandi)
6. Sesaji waktu syukuran kelahiran ( pada saat pemberian nama )
7. Sesaji untuk memulai pembangunan rumah
8. Sesaji untuk menempati rumah baru
9. Sesaji untuk memulai mengerjakan sawah/ladang
10. Sesaji untuk memulai panen
11. Sesajin untuk mengusir syaitan dan jin
Pemberian sesaji yang dilakukan oleh sebagian orang-orang adalah sebagai bentuk
persembahan kepada para makhluk atau roh-roh halus dan para jin, agar para makhluk
halus/jin tersebut dapat memberikan perlindungan, memberikan pertolongan dan tidak
mengganggu kepada manusia.
Sesajen merupakan warisan budaya Hindu dan Budha yang biasa dilakukan untuk
memuja para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu, persimpangan) dan
lain-lain yang mereka yakini dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan.
Seperti: Upacara menjelang panen yang mereka persembahkan kepada Dewi Sri (dewi
padi dan kesuburan) yang mungkin masih dipraktekkan di sebagian daerah Jawa, upacara
Nglarung (membuang kesialan) ke laut yang masih banyak dilakukan oleh mereka yang
tinggal di pesisir pantai selatan pulau Jawa tepatnya di tepian Samudra Indonesia yang
terkenal dengan mitos Nyi Roro Kidul dan Labuhan gunung untuk memberi sajian kepada
para roh halus dan dedemit penghuni gunung.
Banyak kaum muslimin berkeyakinan bahwa pemberian sesaji merupakan hal biasa
bahkan dianggap sebagai bagian daripada kegiatan keagamaan. Sehingga diyakini pula
apabila suatu tempat atau benda keramat yang biasa diberi sesaji lalu pada suatu saat tidak
diberi sesaji maka orang yang tidak memberikan sesaji akan kualat (celaka, terkena
kutukan).
Anehnya perbuatan yang sebenarnya pengaruh dari ajaran Animisme dan
Dinamisme serta dari agama Hindu dan Budha ini masih marak dilakukan oleh orang-
orang pada jaman modernisasi yang serba canggih ini. Hal ini membuktikan pada kita
bahwa sebenarnya manusianya secara naluri/fitrah meyakini adanya penguasa yang maha
besar, yang pantas dijadikan tempat meminta, mengadu, mengeluh, berlindung, berharap
dan lain-lain. Fitrah inilah yang mendorong manusia terus mencari Penguasa yang maha
besar? Pada akhirnya ada yang menemukan batu besar, pohon-pohon rindang, kubur-
kubur, benda-benda kuno dan lain-lain, lalu di agungkanlah benda-benda tersebut.
Pengagungan itu antara lain diekspresikan dalam bentuk sesajen yang tak terlepas dari
unsur-unsur berikut: menghinakan diri, rasa takut, berharap, tawakal, do’a dan lainnya.
Unsur-unsur inilah yang biasa disebut dalam islam sebagai ibadah.
Sesungguhnya seorang muslim telah mempunyai tuntunan syari’at yang bersumber
dan al-Qur’;an dan as-Sunnah, yang mewajibkan kepada seluruh hamba Allah hanya
tunduk, ta’at dan sujud kepada Allah melalui ibadah yang telah digariskan yang hanya
boleh ditujukan kepada Allah yang Maha Esa yang Tidak ada Sekutu bagi-Nya, sehingga
apabila seorang muslim masih mempunyai rasa takut kepada selain Allah, meminta
pertolongan dan perlindungan kepada selain Allah yang diwujudkan dengan memberikan
persembahan berupa sesaji, maka berarti yang bersangkutan telah menyekutukan (
mensyarikatkan ) Allah dengan selain Dia, ini namanya syirik dan pelakunya disebut
sebagai musyrik.
Ritual mempersembahkan tum sesaji kepada makhuk halus/jin yang dianggap sebagai
penunggu atau penguasa tempat keramat tertentu adalah kebiasaan syirik (menyekutukan
AllahSubhanahu wa Ta’ala dengan makhluk) yang sudah berlangsung turun-temurun di
masyarakat. Mereka meyakini makhluk halus tersebut punya kemampuan untuk
memberikan kebaikan atau menimpakan malapetaka kepada siapa saja, sehingga dengan
mempersembahkan sesajen tersebut mereka berharap dapat meredam kemarahan makhluk
halus itu dan agar segala permohonan mereka dipenuhinya.
Kebiasaan ini sudah ada sejak zaman Jahiliyah sebelum Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengutus Rasul-Nyashallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menegakkan tauhid
(peribadatan/penghambaan diri kepada AllahSubhanahu wa Ta’ala semata) dan memerangi
syirik dalam segala bentuknya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
اْل إن ِس ِمنَ ِر َجال َكانَ َوأَنَّه ِ َقًا إم َرهَ فَزَ ادوه إال ِج ِن ِمنَ ِر َجال ن
ِ ب َيعوذو إ
“Dan bahwasannya ada beberapa orang dari (kalangan) manusia meminta
perlindungan kepada beberapa laki-laki dari (kalangan) jin, maka jin-jin itu menambah
bagi mereka dosa dan kesalahan.” (Qs. al-Jin: 6).
Artinya, orang-orang di zaman Jahiliyah meminta perlindungan kepada para jin
dengan mempersembahkan ibadah dan penghambaan diri kepada para jin tersebut, seperti
menyembelih hewan kurban (sebagai tumbal), bernadzar, meminta pertolongan dan lain-
lain.
نس ِمنَ ا إست َ إكثَ إرتم قَ ِد إال ِج ِن َم إعش ََر َيا َج ِميعا ً ِي إحشره إم َو َي إو َم ِ َوقَا َل
ِ اْل
َنس ِمن ِ ِي أَ َجلَنَا َوبَلَ إغنَا ِببَ إعض بَ إعضنَا ا إست َ إمتَ َع َربَّنَا
ِ اْل َ أَ َّج إل
َ ت الَّذ
أَ إو ِل َيآؤهم
عليم َح ِكيم َرب ََّك إِ َّن ّللا شَاء َما ِإالَّ فِي َها خَا ِلدِينَ َمثإ َواك إم النَّار قَا َل لَنَا
َ
-١٢٨-
“Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya, (dan Dia
berfirman), ‘Hai golongan jin (syaitan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan)
manusia,’ lalu berkatalah teman-teman dekat mereka dari golongan manusia (para dukun
dan tukang sihir), ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapatkan
kesenangan/manfaat dari sebagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang
telah Engkau tentukan bagi kami.’ Allah berfirman, ‘Neraka itulah tempat tinggal kalian,
sedang kalian kekal didalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain).’
Sesungguhnya Rabb-mu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS al-An’aam:128).
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Jin (syaitan) mendapatkan kesenangan
dengan manusia menaatinya, menyembahnya, mengagungkannya dan berlindung
kepadanya (berbuat syirik dan kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala). Sedangkan
manusia mendapatkan kesenangan dengan dipenuhi dan tercapainya keinginannya dengan
sebab bantuan dari para jin untuk memuaskan keinginannya. Maka, orang yang
menghambakan diri pada jin, (sebagai imbalannya) jin tersebut akan membantunya dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.”[2]
صالَتِي ِإ َّن
َ اي َونس ِكي ِ إال َعالَ ِمينَ َر-١٦٢- َيك ال
َ َب ِلِلِ َو َم َماتِي َو َم إحي َ ش َِر
ق إل
-١٦٣- َلَه َو ِبذَ ِل َك أ ِم إرت َوأَنَا إ أ َ َّول إالم إس ِل ِمين
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya sembelihanku (kurbanku), hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah).’” (Qs. al-An’aam: 162-163).
Dalam ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam,
َ ََوا إن َح إر ِل َر ِب َك ف
ص ِل
“Maka, dirikanlah shalat karena Rabb-mu (Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan
berkurbanlah” (Qs. al-Kautsar: 2).
Kedua ayat ini menunjukkan agungnya keutamaan ibadah shalat dan berkurban,
karena melakukan dua ibadah ini merupakan bukti kecintaan kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan pemurnian agama bagi-Nya semata-mata, serta pendekatan diri kepada-Nya
dengan hati, lisan dan anggota badan, juga dengan menyembelih kurban yang merupakan
pengorbanan harta yang dicintai jiwa kepada Dzat yang lebih dicintainya, yaitu Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Oleh karena itu, maka mempersembahkan ibadah ini kepada selain Allah Subhanahu
wa Ta’ala (baik itu jin, makhluk halus ataupun manusia) dengan tujuan untuk
mengagungkan dan mendekatkan diri kepadanya, yang dikenal dengan istilah sesajen,
adalah perbuatan dosa yang sangat besar, bahkan merupakan perbuatan syirik besar yang
bisa menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam (menjadi kafir).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
ال َولَ إح د ََّم َوال تَةَ إال َم إي كم َعلَ إي َّر َم ا َح ِإنَّ َم
ير ِخنز َم إ
ِ ّللاِ ِلغَي ِإر ِب ِه أ ِه َّل َو َما
َّ
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi,
dan sembelihan yang dipersembahkan kepada selain Allah.” (Qs. al-Baqarah: 173).
Imam Ibnu Jarir ath-Thabari berkata, “Artinya, sembelihan yang dipersembahkan
kepada sembahan (selain Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan berhala, yang disebut nama
selain-Nya (ketika disembelih), atau diperuntukkan kepada sembahan-sembahan selain-
Nya.”
Dalam sebuah hadits shahih, dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,:
“Allah melaknat orang yang menyembelih (berkurban) untuk selain-Nya.”
Hadits ini menunjukkan ancaman besar bagi orang yang menyembelih (berkurban)
untuk selain-Nya, dengan laknat Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu dijauhkan dari rahmat-
Nya. Karena perbuatan ini termasuk dosa yang sangat besar, bahkan termasuk perbuatan
syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga pelakunya pantas untuk mandapatkan
laknat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dijauhkan dari rahmat-Nya.
Penting sekali untuk diingatkan dalam pembahasan ini, bahwa faktor utama yang
menjadikan besarnya keburukan perbuatan ini, bukanlah semata-mata karena besar atau
kecilnya kurban yang dipersembahkan kepada selain-Nya, tetapi karena besarnya
pengagungan dan ketakutan dalam hati orang yang mempersembahkan tersebut kepada
selain-Nya, yang semua ini merupakan ibadah hati yang agung yang hanya pantas
ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata.
Oleh karena itu, meskipun kurban yang dipersembahkan sangat kecil dan remeh,
bahkan seekor lalat sekalipun, jika disertai dengan pengagungan dan ketakutan dalam hati
kepada selain-Nya, maka ini juga termasuk perbuatan syirik besar.
Setelah kita mengetahui bahwa melakukan ritual jahiliyyah ini adalah dosa yang
sangat besar, bahkan termasuk perbuatan syirik kepada Allah, yang berarti terkena
ancaman dalam firman-Nya,
َو َمن َيشَاء ِل َمن ذَ ِل َك دونَ َما َو َي إغ ِفر ِب ِه ي إش َر َك أَن َي إغ ِفر الَ ّللاَ ِإ َّن
-٤٨- ً ي إش ِر إك ِبالِلِ فَقَ ِد ا إفت َ َرى ِإثإما ً َع ِظيما
“Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni (dosa) perbuatan syirik
(menyekutukan-Nya), dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang sangat besar.” (Qs an-Nisaa’: 48).
Maka sejalan dengan itu bagi orang-orang yang ikut berpartisipasi dan membantu
terselenggaranya acara ritual pemberian sesaji pada sedekah laut atau sedekah bumi dalam
segala bentuknya, adalah termasuk dosa yang sangat besar, karena termasuk tolong-
menolong dalam perbuatan maksiat yang sangat besar kepada Allah, yaitu perbuatan
syirik.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
BAB III
PENUTUP
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hukum sesajen bagi umat muslim adalah haram.
DAFTAR PUSTAKA