Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat-Nya yang telah diberkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Penyusunan makalah ini dimaksudkan sebagai tugas untuk ujian akhir semester
mata kuliah Pancasila semester gasal tahun 2019. Dalam makalah ini, penulis mengambil
topik Pancasila sebagai Sistem Filsafat dengan tujuan untuk semakin menyadarkan kaum
muda akan pentingnya Pancasila sebagai Sistem Filsafat.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis menghadapi berbagai macam kesulitan,
antara lain keterbatasan waktu dan pengetahuan. Namun, berkat bimbingan dari berbagai
pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini, walaupun mungkin masih
dijumpai beberapa kekurangan. Untuk itu, sudah sepantasnya penulis berterima kasih kepada:
1. Noveliza Rudyolindy Theodora Tepy, S.Pd, M.Pd, selaku dosen mata kuliah yag
senantiasa membimbing dalam pembuatan makalah ini; dan
2. pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam menyusun makalah ini yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena
itu, penulis memohon kritik dan saran dari para pembaca demi peningkatan pengetahuan
penulis dalam penyusunan makalah. Harapan penulis, semoga makalah yang sederhana ini
benar-benar bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan bagi para pembaca.

Jakarta, 16 September 2019


Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………….. i

DAFTAR ISI ……………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………. 1

1.1 Latar Belakang Masalah …………………………………. 1

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………….. 2

1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………… 2

1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………. 2

BAB II LANDASAN TEORI …………………………………….. 3

2.1 Pengertian Filsafat ……………………………………. 3

2.2 Pokok - Pokok Bahasan dalam Ilmu Filsafat ….…….... 5

2.3 Pancasila Sebagai Ilmu Pengetahuan dan Budaya …….. 6

2.3.1 Pengertian Pancasila ………………………….

2.3.2 Pengertian Ilmu Pengetahuan …………………

2.3.3 Pancasila sebagai Ilmu Pengetahuan

2.3.4 Pengertian Budaya

2.3.5 Pancasila sebagai Budaya


2.4 Asal Mula Pancasila Berdasarkan Pemikiran Aristoteles ... 12

2.5 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat yang Bulat Utuh dan Hierarkis

Pramidal………………………………………………………………

2.6 Pandangan Wawasan Dunia Kristen terhadap Kajian Pancasila Sebagai

Ilmu………………………………………………………….

BAB III HASIL DISKUSI DAN PEMBAHASAN ………………. 18


3.1 Hasil Diskusi …………………..………………………. 18

3.1.1 Pendapat dari Masing-Masing Anggota Kelompok Terhadap

Topik……………………………………………………….

3.1.2 Analisis Terhadap Topik Berdasarkan Diskusi Kelompok

.……………………………………………………………...

3.2 Pembahasan…………………………. 18

3.2.1 Relevansi Setiap Sub Topik ………………….

3.2.2 Relevansi Topik dengan Kehidupan Berbangsa

dan Bernegara………………………………….

BAB IV PENUTUP………………………. ……………………….. 24

4.1 Kesimpulan .………………………………………….. 24

4.2 Saran…………. …………….………………………… 28

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 35

LAMPIRAN ………………………………………………………………... 37

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Memahami sistem filsafat sesungguhnya menelusuri dan mengkaji suatu pemikiran yang
mendasar dan tertua yang mewakili kebudayaan manusia. Suatu sistem filsafat berkembang
berdasarkan ajaran seseorang atau beberapa orang tokoh pemikir filsafat (baca filosof). Sistem
filsafat sebagai suatu tata nilai segi/bidang kehidupan suatu masyarakat/bangsa. Sistem filsafat
amat ditentukan oleh potensi dan kondisi masyarakat atau bangsa itu, tugasnya oleh kerjasama
faktor dalam dan faktor luar. Faktor-faktor ini sedemikian kompleks; diantaranya yang utama
ialah sikap dan pandangan hidup, citra rasa, dan kondisi alam lingkungan. Bagaimana bangsa
itu berkembang, ditentukan oleh citra-karsa dan kondisi alamnya.
Setiap negara senantiasa memiliki suatu pandangan hidup atau filsafat hidup masing-masing,
yang berbeda dengan bangsa lain didunia. Inilah yang disebut sebagai local genius
(kecerdasan/kreatifitas lokal) dan sekaligus sebagai local wisdom(kearifan lokal) bangsa.
Dengan demikian, bangsa Indonesia tidak mungkin memiliki kesamaan pandangan hidup dan
filsafat hidup dengan bangsa lain. Dengan kata lain, jati diri bangsa selalu bertolak ukur pada
nilai-nilai pancasila sebagai filsafat bangsa. Pancasila yang terdiri atas lima sila pada
hakikatnya merupakan sistem filsafat. Pemahaman demikian memerlukan pengkajian lebih
lanjut menyangkut aspek ontology, epistemology, dan aksiologi dari kelima sila Pancasila.
Karena itu kebenaran filsafat amat mendasar dan komprehensif. Ajaran atau sistem filsafat
sedemikian kuat mempengaruhi alam pikiran manusia, berupa filsafat hidup, filsafat negara,
etika, logika, dan sebagainya. Jelasnya, filsafat memberi landasan bagi semua bidang
kehidupan manusia berdasarkan buah pikir masyarakat itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan filsafat?
2. Apa saja pokok-pokok bahasan dalam ilmu filsafat?
3. Bagaimana gambaran Pancasila sebagai Ilmu Pengetahuan dan Budaya?
4. Bagaimana asal mula dan substansi Pancasila berdasarkan pemikiran Aristoteles?
5. Apa yang dimaksud dengan sistem filsafat Pancasila yang Bulat-Utuh dan Hierarkis
Piramidal?
6. Bagaimana pandangan wawasan dunia Kristen terhadap kajian Pancasila sebagai ilmu?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pengertian filsafat.
2. Mengetaui pokok-pokok bahasan dalam ilmu filsafat.
3. Mengetahui gambaran Pancasila sebagai Ilmu Pengetahuan dan Budaya.
4. Mengetahui asal mula Pancasila dikaji dari pemikiran Aristoteles.

5. Mengetahui sistem filsafat Pancasila yang Bulat-Utuh dan Hierarkis Piramidal.

6. Mengetahui pandangan wawasan dunia Kristen terhadap kajian Pancasila sebagai ilmu.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari makalah ini adalah menyadarkan semua masyarakat bahwa pancasila pun
awal mulanya berasal dari buah pikiran para masyarakat yang pada akhirnya di satukan menjadi
satu kesatuan yaitu Pancasila, selain harus di amalkan, tetapi juga di implementasikan di
kehidupan sehari-hari.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Filsafat

Filsafat dapat dimengerti melalui dua sudut pandang. Pertama, sebagai metode berpikir
atau menganalisis. Kedua, sebagai pandangan yang berisikan sistem pemikiran dan nilai-nilai.
Jadi, filsafat sebagai metode berpikir dan menganalisa digunakan untuk mencari jawaban
tentang sesuatu yang diselidiki, sedangkan filsafat berisi pemikiran dan nilai-nilai yang
digunakan sebagai ideologi bagi seseorang, sekelompok orang, atau juga bagi bangsa.

Filsafat (dalam bahasa Arab adalah falsafah, dan dalam bahasa Inggris adalah
philosophy) berasal dari bahasa Yunani. Kata ini terdiri dari kata ‘philein’ yang berarti cinta
(love) dan ‘sophia’ kebijaksanaan (wisdom). Secara etimologis, filsafat berarti berarti cinta
kebijaksanaan (love of wisdom) dalam artinya sedalam-dalamnya. Seorang filosof
(philosopher) adalah pencinta, pendamba dan pencari kebijaksanaan.

Menurut catatan sejarah, kata ini pertama kali digunakan oleh Pythagoras, seorang
filosof Yunani yang hidup pada 582-496 sebelum Masehi. Cicero (106-43 SM), seorang penulis
Romawi terkenal pada zamannya dan sebagian karyanya masih dibaca hingga saat ini, mencatat
bahwa kata ‘filsafat’ dipakai Pythagoras sebagai reaksi terhadap kaum cendekiawan pada
masanya yang menamakan dirinya ‘ahli pengetahuan’ Pythagoras menyatakan bahwa
pengetahuan itu begitu luas dan terus berkembang. Tiada seorangpun yang mungkin mencapai
ujungnya.

Pernyataan Pythagoras memang diabaikan dan diselewengkan oleh banyak pihak


terutama oleh kaum ‘sophist’. Mereka seakan menjadi orang yang paling tahu dan bijaksana.
Mereka mempergunakan kefasihan bahasa dan kelihaian bersilat lidah untuk meyakinkan
masyarakat dan merebut pengaruh.

Kata ini kerap pula digunakan oleh Socrates (470-399 SM). Socrates tidak saja terkenal
karena pemikirannya yang brillian, tetapi juga karena ia banyak mengajukan pertanyaan. Ia
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siapa saja yang dijumpainya, dan pertanyaan
tersebut membuat sebagian orang menjadi lebih arif, lebih sadar diri, lebih pintar, tetapi ada
yang merasa disudutkan dan dicemoohkan. Oleh sebagian penguasa dan tokoh masyarakat,
pertanyaan-pertanyaan Socrates dianggap berbahaya dan subversif. Pertanyaannya yang
menyadarkan banyak membuat generasi muda menjadi ragu terhadap status quo, murtad dan
memberontak. Kemudian, ia diadili dan dijatuhi hukuman mati, bukan ditembak atau
digantung, tetapi dengan minum racun. Ketika tidak ada seorang pun tega menyodorkan piala
berisi racun kepadanya, maka ia rela menegaknya sendiri demi menunjukkan bahwa ia filosof
yang agung, seorang yang cinta kebijaksanaan dan benci kemunafikan dan kejahilan
(seharusnya kita bersyukur karena tidak harus berkorban seperti Socrates untuk bisa cinta ilmu-
kebijaksanaan dan benci kemunafikan-kejahilan).
Kamus Bahasa Indonesia karangan W.J.S. Poerwadarminta merumuskan bahwa filsafat
adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas
hukum dan sebagainya daripada segala yang ada dalam alam semesta ataupun mengenai
kebenaran dan arti ‘adanya’ sesuatu.

Menurut Plato (427-347 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakekat. Bagi
Aristoteles (384-322 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang kebenaran yang meliputi
logika, fisika, metafisika dan pengetahuan praktis.

Menurut Bertrand Russel, filsafat adalah tidak lebih dari suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan terakhir, tidak secara dangkal atau dogmatis seperti yang kita lakukan
dalam kehidupan sehari-hari dan bahkan dalam ilmu pengetahuan. Akan tetapi, secara kritis
dalam arti kata: setelah segala sesuatunya diselidiki problema- problema apa yang dapat
ditimbulkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang demikian itu, dan setelah kita menjadi sadar dari
segala kekaburan dan kebingungan, yang menjadi dasar bagi pengertian kita sehari- hari
....(problemen der Philosophic, 1967: 7).

Menurut R. Beerling, bahwa filsafat adalah pemikiran-pemikiran yang bebas, diilhami oleh
rasio, mengenai segala sesuatu yang timbul dari pengalaman. (Er zijn eigenlijksheidvragen
dalam Filosofic als science- fiction, 1968: 44).

Karl Popper berkata “saya rasa kita semuanya mempunyai filsafat dan bahwa
kebanyakan dari filsafat kita itu tidak bernilai banyak. Saya kira, bahwa tugas utama dari filsafat
adalah untuk menyelidiki berbagai filsafat itu secara kritis, filsafat mana dianut oleh berbagai
orang secara tidak kritis. (dikutip dari perdebatan televisi, 14 Nopember 1971).

Sementara itu, Immanuel Kant (1724-1804) merumuskan filsafat sebagai ilmu


pengetahuan yang menjadi pokok pangkal dan puncak segala pengetahuan yang tercakup di
dalamnya empat persoalan yaitu:

● Apa yang dapat kita ketahui? Metafisika


● Apa yang seharusnya dilakukan? Etika
● Sampai dimanakah harapan kita? Agama
● Apa hakikat manusia? Antropologi

2.2 Pokok - Pokok Bahasan dalam Ilmu Filsafat


Ada tiga tema besar yang menjadi fokus kajian dalam karya Aristoteles dan Immanuel Kant,
yakni kenyataan, nilai, dan pengetahuan. Ketiga tema besar tersebut masing-masing dikaji
dalam tiga cabang besar filsafat. Kenyataan merupakan bidang kajian metafisika, nilai adalah
bidang kajian aksiologi, dan pengetahuan adalah bidang epistimologi.
Dan juga ada yang membagi cabang filsafat berdasarkan karakteristik objeknya.
Berdasarkan karakteristik objeknya filsafat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Filsafat Umum/Murnia.

a. Metafisika, objeknya adalah hakikat tentang segala sesuatu yang ada.

b. Epistemologi, Objeknya adalah pengetahuan/kenyataan.

c. Logika, Merupakan studi penyusunan argumen-argumen dan penarikan kesimpulan


yang valid. Namun ada juga yang memasukkan logika ke dalam kajian epistemologi.
d. Aksiologi, Objek kajiannya adalah hakikat menilai kenyataan.

2. Filsafat Khusus/Terapan, yang lebih mengkaji pada salah satu aspek kehidupan. Seperti
misalnya filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat bahasa, dan lain sebagainya.
Pembagian cabang-cabang filsafat di atas tidak kaku. Seorang filsuf yang mengklaim
bahwa pemikiran filsafatnya berupa kajian ontologi sering kali pula membahas masalah-
masalah eksistensi manusia,kebudayaan, kondisi masyarakat, bahkan etika. Ini misalnya
tampak dari filsafat Heidegger. Dalam bukunya yang terkenal, Being and Time (1979), dia
menulis bahwa filsafatnya dimaksudkan untuk mencari dan memahami “ada”. Akan tetapi dia
mengakui bahwa “ada” hanya dapat ditemukan pada eksistensi manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh sebab itu, dalam bukunya itu dia membahas mengenai
keotentikan,kecemasan, dan pengalaman-pengalaman manusia dalam kehidupan sehari-hari.

2.3 Pancasila sebagai Ilmu Pengetahuan dan Budaya

2.3.1 Pengertian Pancasila


Istilah pancasila telah dikenal oleh bangsa Indonesia sejak zaman Majapahit di abad
XIV, yaitu terdapat pada buku Kertagama karangan Empu Prapanca dan buku Sutasoma
karangan Empu Tantular. Tetapi baru di kenal oleh bangsa Indonesia sejak 1 Juni 1945, yaitu
pada waktu Ir.soekarno, Moh. Yamin, dan Soepomo merumuskan dasar-dasar Pancasila
dibantu oleh Panitia sembilan.

1. Dari Segi Etimologi

Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta (Brahmana India) yang artinya

a. Panca = lima
b. Sila (syila) = batu sendi, atau dasar

2. Dari Segi Terminologi

Istilah Pancasila dalam falsafah negara Indonesia mempunyai pengertian sebagai nama
dari 5 dasar Indonesia. Ini pernah diusulkan oleh Bung Karno atas petunjuk Mr. Moh
Yamin pada tanggal 1 Juni 1945. Lima dasar negara yang dinamakan sebagai Pancasila
oleh Bung Karno adalah:

1. Kebangsaan
2. Prikemanusiaan
3. Mufakat
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang maha esa

Setelah merdeka, dibuatlah UUD pada 18 Agustus 1945, yang di dalam pembukaannya
tercantum lima dasar Republik Indonesia. Lima dasar itu adalah Pancasila yang kita
ketahui sekarang.

2.3.2 Pengertian Ilmu Pengetahuan


Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-
segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian
dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.
Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh
mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi
(filsafat ilmu pengetahuan).

2.3.3 Pancasila sebagai Ilmu Pengetahuan


Pancasila sebagai ilmu pengetahuan adalah sebuah ideologi yang diambil dari
kebiasaan–kebiasaan yang ada di masyarakat yang dilakukan secara turun temurun, sehingga
generasi–generasi muda yang hidup harus terus belajar tentang maksud yang terkandung dalam
pancasila itu sendiri dan juga mengamalkan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian
dalam menjalankan kehidupan di negara Indonesia masyarakat bisa tertib dan menjunjung
tinggi hak asasi.
Isi-isi di dalam Pancasila berisi tentang hal-hal yang berhubungan tentang manusia
dengan manusia, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan Tuhan-nya yang telah
menjadi kebiasaan yang ada di masyarakat Indonesia sejak dahulu. Oleh karena itu, pemerintah
wajib memasukan Ideologi ini untuk dipelajari dan dihayati di jenjang SD, SMP, SMA dan
Perguruan Tinggi, sehingga Ideologi Indonesia tetap bertahan dalam kehidupan yang dinamis
ini. Pengetahuan yang dikejar manusia identik dengan pengejaran kebenaran. Oleh karena itu
kalau seseorang memperoleh pengetahuan, maka diandaikan pengetahuan yang diperolehnya
adalah benar.
Pancasila sebagai ideologi negara sangat berkaitan erat dengan sifat ideologi Pancasila
itu sendiri. Oleh karena itu, setiap masyarakat harus melandasi segala aspek kehidupannya
dengan dasar-dasar nilai Pancasila. Hal ini dapat dilakukan dalam upaya perkembangan Ilmu
Pengetahuan dengan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam pelaksaan pengembangan ilmu
pengetahuan di Indonesia.

Contoh pelaksanaan Pancasila sebagai ilmu pengetahuan dalam setiap sila:


1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengimplementasikan ilmu pengetahuan, menciptakan,
perimbangan antara rasional dan irasional antara akal, rasa dan kehendak. Berdasarkan sila
pertama ini ilmu pengetahuan tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan
dikembangkan tetapi juga mempertimbangkan maksud dan akibatnya kepada kerugian dan
keuntungan manusia dan sekitarnya. Pengolahan diimbangi dengan pelestarian. Sila
pertama menempatkan manusia alam semesta bukan sebagai sentral melainkan sebagai
bagian yang sistematika dari alam yang diolahnya.
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia
dalam perkembangan ilmu pengetahuan haruslah secara beradab. Ilmu pengetahuan adalah
bagian dari proses budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu,
perkembangan ilmu pengetahuan harus berdasarkan kepada usaha-usaha mencapai
kesejahteraan umat manusia.
3. Sila persatuan Indonesia, memberikan kesadaran kepada bangsa Indonesia bahwa rasa
nasionalisme bangsa Indonesia akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan kesatuan
bangsa dapat terwujud dan terpelihara, persaudaraan dan persahabatan antar daerah di
berbagai daerah terjalin karena tidak lepas dari faktor kemajuan ilmu pengetahuan. Oleh
sebab itu, ilmu pengetahuan harus dapat dikembangkan untuk memperkuat rasa persatuan
dan kesatuan bangsa dan selanjutnya dapat dikembangkan dalam hubungan manusia
Indonesia dengan masyarakat internasional.
4. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, mendasari ilmu pengetahuan secara demokratis. Artinya, setiap ilmuwan
haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan ilmunya. Selain itu dalam
perkembangan ilmu pengetahuan setiap ilmuwan juga harus menghormati dan menghargai
kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka artinya terbuka untuk
dikritik/dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan teori lainnya.
5. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengimplementasikan pengembangan
ilmu pengetahuan haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan
kemanusiaan, yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri,
manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat
bangsa dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya.

2.3.4 Pengertian Budaya


Kata budaya dalam pengertian umum berasal dari bahasa sansekerta, buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi dan akal) yang diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal. Sedangkan pendapat lain menyatakan budaya berasal dari kata
budi dan daya. Budi berkaitan dengan unsur rohani dan daya berkaitan dengan unsur jasmani
manusia. Dengan demikian budaya merupakan hasil budi dan daya manusia (Koentjaraningrat,
1990: 3).
2.3.5 Pancasila sebagai Budaya
Secara terperinci Gazalba mendefinisikan kebudayaan sebagai cara berpikir yang
menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan sekelompok manusia yang membentuk kesatuan
sosial dalam suatu ruang dan waktu. Cara berpikir merupakan kebudayaan batiniah sedangkan
manifestasinya dalam bentuk cara berlaku dan cara berbuat atau cara hidup. Dalam pemaknaan
itu budaya adalah hal yang tidak dapat terlepas dari sisi batiniah manusia. Sisi batiniah manusia
pun tidak dapat terlepas dari filsafat atau rangkaian ilmu yang dimiliki oleh seseorang.

Pancasila merupakan cerminan dari kebudayaan yang kita miliki. Kebudayaan-


kebudayaan kita selalu beralaskan pada butir-butir Pancasila. Sehingga kebudayaan dapat juga
sebagai jati diri bangsa yang dapat mewakili kepribadian bangsa Indonesia. Budaya yang ada
di Indonesia sangat beragam dan memiliki keunikannya masing-masing, peran Pancasila disini
adalah menyatukan Indonesia dengan keberagamannya yg ada dan juga dengan semboyan
Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu). Hal ini juga yang membedakan
kepribadian bangsa Indonesia dengan bangsa yang lainnya.

Pada zaman sekarang ini, banyak kebudayaan –kebudayaan bangsa lain yang masuk ke
masyarakat Indonesia. Tetapi masyarakat Indonesia seringkali menerima begitu saja tanpa
memilah-milah atau menyaring mana yang positif dan negatif, mana yang sesuai dan mana
yang tidak sesuai dengan karakter dan nilai- nilai budaya Bangsa Indonesia yang beralaskan
Pancasila. Masyarakat perlu diberikan pemahaman, agar dapat menghayati dan mengamalkan
dengan tepat mengenai nilai luhur Pancasila dalam kebudayaan Bangsa. Indikator Pancasila
dijadikan sebagai dasar kebudayaan Bangsa Indonesia adalah :

● Setiap kebudayaan yang dimiliki Bangsa Indonesia selalu beralaskan Pancasila.


● Pancasila sebagai penyaring kebudayaan-kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia.

2.4 Asal Mula Pancasila berdasarkan Pemikiran Aristoteles

Aristoteles mencoba mendefinisikan filsafat secara lebih komprehensif sebagai “ilmu


pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika,
logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estitika”. Menurut Aristoteles, ada empat kausa
atas asal mula sesuatu: Kausa Materialis, Kausa Formalis, Kausa Efisien dan Kausa Finalis
a. Materialis

Kausa Materialis adalah asal mulanya sebuah bahan. Untuk membuat sebuah negara, harus ada
dasar yang akan menjadi bentukan negara tersebut. Indonesia mempunyai UUD 1945 dan
Pancasila sebagai dasar hukum dan dasar negara. Asal pancasila terdapat diperoleh melalui
bangsa Indonesia, kepribadian dan pandangan hidup mereka, ini membuat masyarakat dan
wilayah Indonesia sebagai bagian bentukan dasar ini.

b. Formalis

Kausa Formalis adalah cara bagaimana wujud dan bangunnya sesuatu. Undang-undang
Indonesia dibentuk sebagai aturan negara, serta panduan untuk jalannya sistem pemerintahan.
Akan ada gambaran sebelum, untuk membuat inti dalam pemerintahan yang baik. Dapat
dikatakan rumusan undang-undang adalah usulan dari anggota BPUPKI. (lambang pancasila)

c. Efisien

Kausa Efisien adalah proses untuk mewujudkan sesuatu menjadi nyata. Jika semua rencana
telah ditetapkan, terjadilah proses pemerintah yang sah. Mau buruk atau baik hasilnya, itu
adalah sesuatu yang nyata, yang telah diciptakan dari kausa-kausa sebelumnya. Dalam sejarah,
PPKI adalah sosok pembentuk negara yang akhirnya mengesahkan Pancasila.

d. Finalis

Kausa Finalis adalah asal mula berupa tujuan, alasan mengapa hal tersebut diadakan. Dasarnya
pembentukan pemerintah Indonesia adalah UUD 1945 dan Pancasila. Tujuannya adalah untuk
mensejahterakan rakyat Indonesia sesuai dengan prinsip keadilan dan kemanusiaan. Dalam
sejarah, Pancasila dibuat sebagai dasar negara oleh kontribusi BPUPKI, Panitia 9, dan PPKI.

2.5 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat yang Bulat Utuh dan Hierarkis Piramidal
Pembahasan mengenai Pancasila sebagai sistem filsafat dapat dilakukan dengan cara
deduktif dan induktif. Cara deduktif yaitu dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis
dan menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif. Cara
induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya,
dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu. Pancasila yang terdiri atas lima
sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud sistem adalah suatu kesatuan
bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.

Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan organis. Artinya, antara sila-sila Pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan
bahkan saling mengkualifikasi. Pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu
pemikiran tentang manusia yang berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan
sesama, dengan masyarakat bangsa yang nilai-nilai itu dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dengan
demikian Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem-
sistem filsafat lainnya, seperti materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, komunisme
dan sebagainya.

Susunan sila-sila pancasila merupakan kesatuan yang organis, satu sama lain
membentuk suatu sistem yang disebut dengan istilah majemuk tunggal (Notonagoro). Majemuk
tunggal artinya Pancasila terdiri dari 5 sila tetapi merupakan satu kesatuan yang berdiri sendiri
secara utuh. Selanjutnya, Notonagoro berpendapat bahwa bentuk dan susunan Pancasila seperti
tersebut di atas adalah hierarkis-piramidal. Hierarkis berarti tingkat, sedangkan piramidal
dipergunakan untuk menggambarkan hubungan bertingkat dari sila-sila Pancasila dalam urutan
luas cakupan dan juga isi pengertian. Hukum logika yang mendasari pemikiran ini adalah
bahwa antara luas cakupan pengertian dan isi pengertian berbanding terbalik. Hal ini berarti,
bahwa jika isi pengertiannya sedikit, maka pengertian itu sangat luas.

Pengetahuan ilmiah seharusnya merupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh. Bagian-
bagiannya harus saling berhubungan dan ketergantungan (interelasi dan interdependensi).
Pemahaman Pancasila secara ilmiah harus merupakan satu kesatuan dan keutuhan, bahkan
Pancasila itu sendiri pada dasarnya juga merupakan suatu kebulatan yang sistematis, logis dan
tidak ada pertentangan di dalam sila-silanya (Kaelan, 1998). Syarat bersistem yang dipenuhi
oleh Pancasila menunjukkan bahwa Pancasila merupakan hasil pemikiran para pendahulu
negara yang dirumuskan dengan kecermatan yang tinggi dan bersifat logis.
Sila-sila Pancasila tersusun secara logis sehingga membentuk suatu pemikiran yang
sistematis. Notonagoro mengatakan bahwa sila-sila Pancasila tersusun secara hierarkis
piramidal dan bersifat majemuk-tunggal. Hierarkis piramidal maksudnya sila-sila Pancasila
ditempatkan sesuai dengan luas cakupan dan keberlakuan pengertian yang terkandung di dalam
sila-silanya. Sila pertama diletakkan pada urutan pertama, karena pengertian ketuhanan
maknanya sangat luas, terutama menunjuk pada eksistensi Tuhan sebagai Pencipta, asal usul
segala sesuatu atau dalam istilah Aristoteles disebut sebagai Causa Prima (Penyebab Pertama).
Kemanusiaan ditempatkan pada urutan kedua, karena pengertian manusia itu sangat luas tetapi
jika dibandingkan dengan konsep ketuhanan sudah lebih sempit cakupannya. Manusia hanyalah
sebagian dari ciptaan Tuhan, di samping makhluk lain yang ada di alam semesta.

Inti sila ketiga adalah persatuan, yang cakupan pengertiannya lebih sempit dari sila
pertama dan kedua, karena persatuan menunjukkan adanya kelompok-kelompok manusia
sebagai makhluk sosial atau zoon politicon. Kelompok ini dapat realitasnya membentuk satuan
ras, etnis, bangsa dan negara. Jadi, adanya kelompok mensyaratkan adanya manusia yang
merupakan ciptaan Tuhan.

Sila keempat berintikan kerakyatan, artinya dalam sebuah kelompok manusia yang
bersatu (bangsa yang menegara) memerlukan sebuah sistem pengelolaan hidup bersama dengan
adanya kedaulatan. Tata kelola negara modern sekarang ini umumnya menggunakan prinsip
kedaulatan rakyat (demokrasi). Demokrasi merupakan salah satu cara dari berbagai macam
model pemerintahan yang ada sekarang. Demokrasi yang dikembangkan di Indonesia adalah
demokrasi yang mendahulukan musyawarah untuk mencapai mufakat berdasarkan pada
hikmah kebijaksanaan, walaupun tidak menutup diri terhadap pengambilan suara terbanyak
(voting) dalam membuat keputusan- keputusan.

Sila kelima berintikan keadilan, merupakan sila yang paling khusus cakupan
pengertiannya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa manusia sebagai ciptaan Tuhan bersatu
membentuk bangsa dan negara dengan sistem demokrasi mempunyai tujuan bersama yaitu
untuk mencapai keadilan keadilan. Dengan demikian sila kelima ini merupakan realisasi dari
eksistensi manusia yang hidup berkelompok dalam sebuah negara.
Walaupun terdapat banyak definisi filsafat, tetapi jika ditelusuri kesemuanya diperoleh
dari hasil berpikir filsafat yang mempunyai kesamaan dengan ciri-ciri radikal, sistematis, dan
bersifat universal. Radikal berarti berpikir sampai pada akarnya (radix). Artinya berpikir secara
mendalam sampai pada akar-akarnya, atau berpikir untuk menemukan kebenaran yang hakiki.
Berpikir tentang segala sesuatu sampai pada hakikatnya. Sistematis, artinya berpikir secara
logis selangkah demi selangkah dan menunjukkan suatu kerangka pemikiran yang konsisten
dan utuh (kebulatan). Universal, artinya berpikir secara umum menyeluruh tidak terikat ruang
dan waktu. Oleh karena berpikir filsafat mempunyai ciri-ciri ini, maka Sidi Gazalba
mendefinisikan filsafat sebagai sistem kebenaran tentang segala sesuatu yang dipersoalkan
sebagai hasil dari berpikir secara radikal, sistematik, dan universal.

Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain:


1. Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan kata
lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah maka
itu bukan Pancasila.
2. Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan
sebagai berikut:
Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5;
● Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;
● Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila 4, 5;
● Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai sila 5;
● Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.
● Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, maka Pancasila memiliki
susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun
isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat
hirarkis dan berbentuk piramidal.

2.6 Pandangan Wawasan Dunia Kristen terhadap Kajian Pancasila Sebagai Ilmu

1. Ketuhanan yang Maha Esa


Setiap rakyat Indonesia mempunyai hak untuk menyembah Tuhan dari kepercayaan mereka
sendiri, dan beribadah sesuai dengan agama masing-masing.
a. Galatia 5:13
“Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi
janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan
untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain
oleh kasih.”

- Sebagai orang Kristen yang beriman, tentulah Tuhan yang kita


percayai adalah Tuhan yang mengorbankan dirinya untuk menebus
dosa kita. Dapat dikatakan bahwa hal tersebut bertentangan dengan
sila pertama yang membolehkan rakyat-rakyat Indonesia untuk
percaya Tuhan sesuai dengan kepercayaan pribadi mereka. Tetapi,
dalam agama Kristen, juga dijelaskan bahwa Tuhan memberi
freewill atau kebebasan kepada setiap manusia yang hidup di dunia
ini. Dapat dilihat dalam ayat yang di atas, kita semua “telah dipanggil
untuk merdeka”. Kebebasan ini adalah anugerah dari Tuhan yang
tidak dapat dibantah atau diambil oleh orang lain, dan sebagai orang
Kristen, kita harus menghargai hal tersebut. Bagian akhir ayat juga
menyatakan“..melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh
kasih”. Ini menunjukkan bahwa dengan kebebasan yang kita miliki,
kita harus saling mengasihi satu sama yang lain.
b. Ulangan 6:4
“Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!”

- Panggilan bahwa Tuhan adalah “maha esa” sesuai sila pertama dapat
dilihat di Alkitab dalam buku Ulangan 6:4. Kita dapat melihat bahwa
Allah dikatakan sebagai satu-satunya Allah, bahwa "TUHAN itu
esa!”, dan Dia berada untuk semua. Kata “esa” berarti tunggal
(KBBI).
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
Tuhan menciptakan manusia begitu mulia, dan sebagai masyarakat Indonesia, kita harus
mencerminkan hal tersebut.

a. Yesaya 56:1
“Beginilah firman TUHAN: Taatilah hukum dan tegakkanlah keadilan,
sebab sebentar lagi akan datang keselamatan yang dari pada-Ku, dan
keadilan-Ku akan dinyatakan.”

- Sila kedua dapat dilihat mempunyai pesan yang sama dengan pesan
utama Kitab Suci, yaitu: Allah menciptakan manusia begitu mulia.
Kedatangan Yesus yang penuh dengan kebenaran/Logos mendorong
manusia untuk kembali menuju keberadaab, yang karena jatuh dalam
dosa kerap melupakan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri.
b. Ulangan 16:20
“Semata-mata keadilan, itulah yang harus kau kejar, supaya engkau hidup
dan memiliki negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu."

- Perintah untuk mengejar keadilan sangat ditegaskan oleh Tuhan.


Ayat yang diatas menunjukkan apa yang dapat didapatkan oleh
manusia kalau kita bertujuan kepada keadilan, yaitu negeri yang
sesuai dengan standar Tuhan.
3. Persatuan Indonesia
Persatuan sebuah negeri hanya dapat tercapai jika ada kedamaian antara penduduk-
penduduk negeri tersebut. Dalam alkitab sendiri, Tuhan meminta kita semua untuk
berdamai satu sama yang lain.

a. Roma 14:19
"Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera
dan yang berguna untuk saling membangun."

b. 1 Korintus 1:10

“Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita


Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara
kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir.”

- Diajarkan dalam alkitab bahwa umat Kristen bukan hanya harus


berdamai saat adanya konflik atau pertentangan, tetapi kita juga
harus mengejar pembangunan antara satu sama yang lain. Sebagai
negara yang mempunyai banyak budaya dan kepercayaan, Indonesia
akan pasti ada konflik atau ketidaksetujuan atas beberapa situasi.
Persatuan diantara kita hanya dapat tercapai kalau kita saling kita
menghadap konflik-konflik tersebut dengan hormat kepada lawan.
Juga, kita jangan cari kerusuhan melalui media yang dapat memberi
“kayu kepada api” (hoax, pengajaran salah dalam nama agama, dll.)
Kita harus saling membangun untuk memajukkan negara kita
sebagai satu Indonesia.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan


Banyak sekali contoh dalam alkitab yang menunjukkan pentingnya hikmat dari pemimpin
untuk membuat sebuah keputusan. Pemerintah harus mempunyai hikmat yang kuat untuk
membuat keputusan-keputusan yang paling benar untuk negeri ini.

- (Kisah Rasul 15:6-22) dikisahkan bagaimana para rasul bermusyawarah dalam


menyelesaikan persoalan yang muncul di tengah-tengah jemaat.
- (1 Raja-Raja 4:29-34 )Ada juga kisah Raja Salomo yang berdoa sesungguh-
sungguhnya untuk mendapat hikmat yang kuat sebagai raja kerajaannya. Kerajaan
Salomo pun menjadi sangat kaya.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia


Kurang lebih sama dengan sila kedua, keadilan adalah prioritas yang tinggi dalam ajaran
agama Kristen.

a. Genesis 1:27
Beda dengan sila kedua yang fokus lebih terhadap perilaku rakyat antara satu sama
yang lain, sila kelima fokus terhadap sistem sosial. Yang diarti sistem sosial berjarak
dari sistem pekerjaan sebuah bisnis besar, sampai sistem operasi sebuah warung
kecil. Tuhan menciptakan kita semua dalam gambaran Dia, jadi dalam mata-hNya
tidak ada manusia yang berstatus lebih tinggi atau lebih rendah. Setiap rakyat berhak
untuk mendapatkan apa yang mereka pantas dapatkan, dan tidak dapat melarikan
diri dari hukuman perbuatan buruk mereka.
BAB III

HASIL DISKUSI DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Diskusi

3.1.1 Pendapat dari Masing-Masing Anggota Kelompok Terhadap Topik

Ananta Alfian Wiedjaja-

Orang memang menghafalkan 5 sila dari pancasila, tetapi tidak semua orang mengetahui makna
filsafat pancasila. seringkali disekolah pancasila diajarkan tapi tidak dengan makna filsafatnya.
Jadi Pancasila sebagai sistem filsafat harus diterapkan dan dijadikan pedoman dalam
kehidupan.

Kevin Pangaribuan -

Sering sekali Pancasila diajarkan sebagai hafalan-hafalan dan cuman semacam kata.
Sebenarnya, Pancasila mempunyai makna filsafat yang sangat dalam, dan penting untuk
diajarkan kepada para mahasiswa. Pengertian tentang pancasila dengan lebih dalam, bukan
hanya dengan cara ingatan, akan memungkinkan para mahasiswa untuk menggunakan apa yang
mereka pelajari untuk masa depan negara yang lebih baik. Dasar-dasar Pancasila sebagai sistem
filsafat bisa kita jadikan sebagai pedoman kehidupan kita, mau itu dalam bidang akademis,
bisnis, atau hidup sehari-hari.

Regina Fortunata Puteri Intan-

Dari percabangan ilmu filsafat dapat kita ketahui bahwa di Filsafat umum/murni terdapat
Metafisika, Aksiologi, dan Epistemologi. Dan dari ketiga hal penting tersebut dapat kita
simpulkan bahwa pancasila adalah bagian dari sistem filsafat, yang menentukan pandangan
hidup suatu negara yaitu negara kita yaitu Indonesia.

Sherly Laurensia -
Sebenarnya banyak dari kita yang tidak begitu mengetahui apa arti filsafat
sesungguhnya. Memang betul bahwa filsafat merupakan ilmu yang abstrak, padahal sebetulnya
filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan suatu pemikiran. Terkait dengan
Pancasila, Pancasila sebagai sebuah pandangan hidup dapat dikembangkan untuk membentuk
watak dan karakter bangsa Indonesia karena memiliki nilai-nilai filsafat yang terkandung di
dalamnya. Secara filsafati, Pancasila merupakan sistem yang di dalamnya terkandung nilai-
nilai dan memiliki ilmu pengetahuan agar ia dapat menjadi ideologi bangsa dan negara
Indonesia yang mampu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.

Skolastika Nadesha -

Pancasila merupakan sebuah penerapan ilmu yang sudah ada sejak lama yaitu ilmu filsafat.
Pancasila menjadi ada karena pada hakikatnya Pancasila sebagai dasar negara diciptakan untuk
menjadi pedoman awal dalam membangun sebuah negara, proses pembentukannya hingga
akhirnya tercipta sebuah negara yang bisa diisi dengan berbagai latar belakang yang ada. Dasar-
dasar inilah yang menjadi ilmu awal yang harus dimiliki jika ingin membuat sebuah negara
berjalan sesuai dengan pedoman dasar yang telah ditentukan sejak awal.

3.1.2 Analisis Terhadap Topik Berdasarkan Diskusi Kelompok

(kaitan dgn awal mula adanya pancasila, nilai2 dlm masyarakat)

Menurut kelompok kami, karena Pancasila merupakan suatu sistem filsafat maka dari itu
kelima poin pancasila saling berhubungan satu sama lain untuk menghasilkan tujuan yang
sama, karena kelima poin pancasila tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat
dipisahkan. Pengertian filsafat itu sendiri yaitu mencari yaitu kebenaran yang hakiki, yang rata
untuk semua manusia. Jadi dapat kita simpulkan bahwa, Pancasila itu sendiri adalah suatu
kebenaran yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup rakyat di Indonesia, yang harus kita
terapkan di kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

3.2 Pembahasan

3.2.1 Relevansi Setiap Sub Topik


Pertanyaan-pertanyaan mendalam terkait dengan pengetahuan, nilai, dan kehidupan.,
seperti “mengapa saya memilih untuk menjadi guru”, atau “apa alasan saya hidup dalam zaman
sekarang”, adalah pertanyaan-pertanyaan yang filosofis. Pemahaman makna filsafat dapat
membantu pencapaian jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Filsafat juga dapat dimaknakan sebagai evaluasi atau interpretasi terhadap apa yang
penting dan berarti dalam kehidupan. Dengan setiap situasi, konsep pemikiran filsafat dapat
mempelajari situasi tersebut dengan pandangan kritis, yang akan mendalam dan cari akar
masalahnya. Konsep tentang alam semesta secara sistematis dan inklusif dicoba untuk diajukan
melalui filsafat mengajukan. Pokok-pokok ilmu filsafat dapat membantu untuk berpandang
lebih kritis, bukan hanya sekedar tanya dan jawab, dengan cara yang sistematis dan inklusif.
Pancasila adalah pokok negara Indonesia yang mendorong rakyatnya untuk berpikir
lebih sistematis dan inklusif, dimana setiap masalah harus diselesaikan dengan cara kritis, dan
bagaimana keadaan semua orang yang terlibat harus dipertimbangkan. Pengertian gambaran
Pancasila sebagai ilmu dan budaya akan membuahkan hasil dorongan tersebut. Sayang sekali,
banyak rakyat Indonesia tidak berpandang seperti itu. Mereka akan bereaksi tanpa berpikir
lebih dalam situasi yang mereka hadapi dan mereka akan berjuang untuk keuntungan mereka
sendiri atau kepercayaan mereka sendiri, tanpa memikirkan orang-orang yang di pihak lain. Ini
bisa dilihat dari peningkatan radikalisme agama di tanah air, dan kerusuhan yang dihasilkan
dari hal tersebut.
Pilihan-pilihan orang-orang yang berada di pihak tinggi, seperti CEO ataupun pemilik
start-up baru, harus sesuai dengan pokok-pokok Pancasila. Mengetahui kausa-kausa berbeda
asal musulnya Pancasila, sesuai Aristoteles, dapat mengarahkan mereka kepada pilihan yang
tepat untuk bisnis mereka, dan tidak diluar ajaran Pancasila. Tujuan utama adanya Pancasila
dapat di implementasi di sistem mereka. Secara umum, pengertian asal mulanya Pancasila
melalui ilmu Aristoteles akan mengajukan pelajaran lebih dalam atas alasan-alasan mengapa
para founding fathers Pancasila mendirikan Pancasila, tentunya sesuai kausa-kausa mereka
sendiri. Kita juga tentunya akan mempunyai apresiasi lebih tinggi kepada para founding fathers
kita.
Sifat hirarkis dan bentuk piramidal Pancasila menggambarkan bagaimana semua sila
saling membantu, dan bagaimana satu sila tidak lebih penting dari sila yang lain, ataupun,
bagaimana satu sila tidak dapat diabaikan diantara yang lain. Contoh dalam konteks masalah
sekarang: Indonesia adalah negara yang penuh dengan agama-agama berbeda, dan itu mengapa
sila pertama sangat penting. Tetapi, tanpa adanya sila kedua, ajaran-ajaran agama yang kita
ketahui sekarang sebagai tidak manusiawi akan kita terus terapkan. Tanpa sila ketiga, akan
banyak rakyat di diskriminasi atas agama mereka. Tanpa sila keempat, pemerintah akan kacau
atas ajaran agama apa yang harus mereka ikuti. Akhirnya, tanpa sila kelima, banyak pekerjaan-
pekerjaan atau status orang akan tergantung oleh agama mereka. Hal-hal berupa dapat dilihat
kalau sila yang lain diutamakan.
Masyarakat beragama Kristen tentunya mempunyai ajaran-ajaran dan kepercayaan
sendiri. Mempelajari Pancasila melalui pandangan wawasan dunia Kristen memperlihat
bagaimana Pancasila sebenarnya sangat mendukung ajaran-ajaran yang ada dalam agamanya.
Sebagai contoh, akan ada orang-orang kristen radikal yang percaya bahwa agama Kristen
adalah agama yang superior, dan mereka dapat membantah Pancasila dengan kepercayaan itu.
Tetapi, yang dapat dilihat dari Alkitab, agama Kristen adalah agama yang penuh dengan sayang
dan kerendahatian. Pancasila itu saleh, dan dapat dilaksanakan karena tidak mengganggu ajaran
Tuhan.

3.2.2 Relevansi Topik dengan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Jawaban untuk krisis-krisis kebangsaan bisa ditemukan dari dasar filsafat. Pandangan hidup
negara Indonesia sendiri melalui Pancasila. Saat ini yang diperlukan adalah mengikuti cara
Soekarno, menggali kembali mutiara yang terpendam itu, mengargumentasikan dan
mengkontekstualisasikan dalam kehidupan semasa, dan mengupayakan aktualisasinya dalam
kehidupan masa kini dan masa depan.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pada dasarnya kata filsafat itu sendiri berarti cinta kebenaran atau cinta kebijaksanaan yang
hakiki. Berarti filsafat adalah sebagai hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk
memahami sesuatu secara mendalam dengan penuh integritas yang tinggi berdasarkan hakikat
tuhan, alam semesta, dan juga manusia. Maka dari itu, ketika pancasila sebagai sistem filsafat,
berarti filsafat disini berbicara tentang bagaimana ia mencari suatu kebenaran yang hakiki
untuk dijadikan pedoman dalam suatu susunan negara, untuk dijadikan sebagai arahan hidup
dalam bertingkah laku negara tersebut.

4.2 Saran

Seharusnya sebagai warga negara Indonesia kita harus sadar bahwa mulai dari para pahlawan
yang memperjuangkan bangsa ini, dan juga perjuangan untuk mencari suatu ideologi bangsa
ini membutuhkan perjuangan tersendiri yang tidak mudah. Maka dari itu kita sebagai
Mahasiswa yang dapat dikatakan sebagai generasi penerus dan juga pelurus bangsa ini, butuh
meneruskan perjuangan para pahlawan yang sudah berjuang sampai titik darah penghabisan.
Dengan cara mengimplementasikan pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, D. Z. (2011). Pengantar Filsafat Barat. Jakarta: Rajawali Pers.

Lubis, Prof. Dr. Nur A, Fadhil. (2015). PENGANTAR FILSAFAT UMUM. PENGANTAR
FILSAFAT UMUM. Retrieved from http://repository.uinsu.ac.id/2454/1/ISI PENGANTAR
FILSAFAT UMUM FADHIL.pdf

Makalah Pancasila Sebagai Budaya Bangsa. (n.d.). Makalah Pancasila Sebagai Budaya
Bangsa. Retrieved from https://www.scribd.com/document/329729367/Makalah-Pancasila-
Sebagai-Budaya-Bangsa-1

Mahbubah, Y. (n.d.). CABANG-CABANG FILSAFAT. Retrieved from


https://www.academia.edu/9182473/CABANG-CABANG_FILSAFAT

Mudyaharjo, D. R. (2008). Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar. Bandung.

Pancasila Sebagai Ilmu Pengetahuan. (n.d.). Pancasila Sebagai Ilmu Pengetahuan. Retrieved
from https://www.academia.edu/37856229/Pancasila_sebagai_ilmu_pengetahuan

Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. (n.d.). Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Retrieved from
https://repository.unikom.ac.id/46828/1/Pancasila sebagai Sistem Filsafat.pdf

Pancasila Sebagai Sistem Filsafat dan Sistem Etika Politik. (n.d.). Pancasila Sebagai Sistem
Filsafat dan Sistem Etika Politik. Retrieved from
https://lms.ipb.ac.id/file.php/724/Slide_Pancasila_-_i.pdf
Purwastuti, L. A. (n.d.). KAJIAN ILMIAH TERHADAP PANCASILA, 14–33. Retrieved
from http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PNCASILA OK.pdf

Universitas Komputer Indonesia. (n.d.). Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa. Pancasila


Sebagai Ideologi Bangsa. Retrieved from https://elib.unikom.ac.id/download.php?id=47647

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai