Anda di halaman 1dari 71

Analisis Hukum Administrasi Negara tentang Inovasi Jak Lingko di

Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.

Abraham Ethan M.S.M


Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Pelita Harapan
Email: index.abraham@gmail.com
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,

rahmat, dan anugerah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Hukum Acara

Pidana tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk

menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum Administrasi Negara. Isi dari makalah ini

adalah pemaparan tentang Analisis Hukum Administrasi Negara tentang Inovasi Jak

Lingko di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan

masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami

mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini agar makalah ini

dapat menjadi yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah

ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada

dosen kami yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini. Demikian

makalah ini, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Terima kasih.

6 Desember 2019

Abraham Ethan M.S.M


DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar........................................................................................................... i

Daftar Isi.................................................................................................................... ii

Bab I: Pendahuluan

1.1. Latar Belakang.............................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah......................................................................................... 8

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................ 8

1.4 Kerangka Teori…………………………………………………………….. 9

1.5 Kerangka Konsep………………………………………………………….. 9

1.6 Sistematika Penulisan…………………………………………………….... 10

Bab II: Tinjauan Pustaka

2.1 Landasan Teori……………………...……………..…………..................... 11

2.2 Landasan
Hukum…………………………..………………………………. 33

Bab III : Metode Penelitian


3.1 Metode Penelitian ………………………………………………………... 35

Bab IV : Hasil Penelitian & Analisis

4.1 Hasil Penelitian…………………………………………………………... 36

4.2 Analisis……………………………………………………………………. 48

Bab V : Penutup

5.1 Kesimpulan………………………………………………………………... 59

5.2 Saran………………………………………………………………………. 59

Daftar Pustaka

Lampiran
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seseorang yang inovatif akan selalu berupaya melakukan perbaikan, menyajikan sesuatu

yang baru/unik yang berbeda dengan yang sudah ada. inovasi di bidang pelayanan publik

merupakan ide kreatifteknologi atau cara baru dalam teknologi pelayanan atau memperbarui

yang sudah ada di bidang teknologi pelayanan atau menciptakan terobosan atau

penyederhanaan di bidang aturan, pendekatan, prosedur, metode, maupun struktur organisasi

pelayanan yang manfaatnya hasil mempunyai nilai tambah baik dari segi kuantitas maupun

kualitas pelayanan.

Administrasi publik harus selalu memodernisasikan dirinya, menemukan strategi dan

pendekatan yang lebih jitu dan terus berusaha untuk memperbaharui teori dan instrumentasi

agar tidak semakin tertinggal dengan kemajuan jaman. Dalam hal ini, salah satu trend besar

yang harus diintegrasikan kedalam disiplin administrasi publik adalah inovasi.1

Apabila dibandingkan dengan sektor bisnis, sektor publik biasanya ada dalam sistem

sosial yang lebih kompleks, dengan tujuan dan nilai-nilai yang lebih ambigu dan sulit untuk

diukur. Inovasi sangat berguna untuk membangun reputasi dan citra pemerintah dalam

memberikan layanan publik, layanan publik sekarang cenderung memberikan kualitas yang

lebih rendah Inovasi layanan di sektor publik memberikan peluang besar bagi pertumbuhan

ekonomi, dan menarik investor untuk bekerja sama, tuntutan kualitas tinggi sebagai hasil dari

1
Ahmad Sururi, “Inovasi Kebijakan dalam Perspektif Administrasi Publik Menuju Terwujudnya Good Public
Policy Governance”, Spirit Publik Volume 12, Nomor 2, Oktober 2017 Halaman 14-31 (2017)
kondisi dan kebutuhan masyarakat yang beragam, kemudahan dan kenyamanan dalam

mendapatkan layanan.2

Pelayanan Publik kini telah menjadi isu sentral dalam pembangunan di Indonesia.

Perkembangannya pelayanan publik memang selalu aktual untuk diperbincangkan. Posisi

masyarakat yang berubah menjadi warga negara membuat para penyedia pelayanan publik

tidak hanya memposisikan masyarakat sebagai konsumen, melainkan lebih jauh masyarakat

juga dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan. Peran serta masyarakat dalam setiap

pengambilan keputusan ini` memungkinkan bagi penyedia layanan publik untuk lebih

responsif. Hal utama yang menjadi indikator bahwa penyedia layanan publik telah responsif

terhadap masyarakat adalah munculnya inovasi pelayanan. Konsep inovasi, belum

berkembang secara maksimal pada sektor publik. Hal ini, dikarenakan kebanyakan organisasi

sektor publik kurang tertantang, karena berada dalam iklim yang nonkompetitif, dan bahkan

tidak merasa bermasalah dalam hal kelangsungan hidupnya. Maka, wajar jika konsep inovasi

kurang berkembang dalam sektor publik. Namun demikian, perubahan yang terjadi dalam

proses administrasi publik menuntut banyak hal lain turut berubah.3

.Mulgan dan Albury juga menyebutkan beberapa alasan mengapa sektor publik harus

melakukan inovasi. Beberapa alasan tersebut meliputi: (1) inovasi dilakukan untuk merespon

secara lebih efektif perubahan dalam kebutuhan dan ekspektasi publik yang terus meningkat;

(2) untuk memasukkan unsur biaya dan untuk meningkatkan efisiensi; (3) untuk memperbaiki

penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk dibagian-bagian di masa lalu hanya mengalami

sedikit kemajuan; (4) untuk mengkapitalisasikan penggunaan ICT secara penuh, karena hal

ini telah terbukti meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan pelayanan.4

2
A. Oke, Innovation types and innovation management practices in service companies, International Journal of
Operations & Production Management”, Vol. 27, No. 6, pp. 564-587 (2007)
3
Mirnasari, Rina Mei, ”Inovasi Pelayanan Publik di UPTD Purabaya-Bungurasi kota Surabaya",Jurnal FISIP
Univeritas Airlangga.Vol 1 (2013)
4
Mulgan, G. and Albury, D. Innovation in the Public Sector. Strategy Unit, UK: Cabinet Office, 2003
Borins mengemukakan bahwa pengembangan inovasi disektor organisasi dan manajemen

publik secara global didorong oleh beberapa kondisi. Beberapa kondisi yang dimaksud

terangkum dalam lima kelompok antara lain; (1) tuntutan political system meliputi hak

melalui amanat pemilihan (election), legislasi, dan tekanan dari para politisi; (2) munculnya

new leadership yakni pemimpin yang membawa ide-ide dan konsep-konep baru, bisa berasal

dari eksternal atau internal organisasi tersebut; (3) adanya crisis yang didefinisikan sebagai

kegagalan mengantisipasi masalah publik yang terjadi saat ini dan yang mungkin terjadi di

masa yang datang; (4) internal problems yakni kegagalan merespon perubahan lingkungan,

ketidakmampuan menuangkan permintaan public kedalam suatu program, kendala

sumberdaya, dan kegagalan dalam mengkoordinasi berbagai kebijakan; dan (5) munculnya

new opportunities, seperti terciptanya berbagai jenis teknologi baru yang mempengaruhi pola

hidup masyarakat.5

Di Indonesia penerapan regulasi tentang inovasi terdapat dalam Undang-undang Nomor

23 Tahun 2014. Disebutkan inovasi daerah diperlukan dalam rangka peningkatan kinerja

penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah dapat melakukan inovasi. Inovasi

adalah semua bentuk pembaharuan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Inisiatif

inovasi dapat berasal dari kepala daerah, anggota DPRD, aparatur sipil negara, Perangkat

Daerah, dan anggota masyarakat.

Pemerintah dibentuk bukanlah untuk melayani dirinya sendiri tetapi untuk melayani

masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat

mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan bersama.6

Pelayanan yang berkualitas dan bermutu tinggi menjadi perhatian utama dari organisasi

publik.

5
Borins, S. The challenge of innovating in government. Arlington: The Pricewaterhouse Coopers Endowment
for The Business of Government, 2001
6
Moenir, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Jakarta: Bumi Askara, 2006
Keterbukaan informasi, jika dikaitkan dengan aktivitas pelayanan, ikut mendorong

masyarakat kian sadar tentang hak dan kewajibannya. Oleh karena itu, harapan untuk bisa

mendapatkan pelayanan yang terbaik tersebut kini juga mulai digantungkan kepada

organisasi pemerintahan terselenggaranya pelayanan publik yang baik, tergantung dari

kondisi birokrasi di suatu negara. Kondisi birokrasi memberikan iklim tersendiri bagi

terselenggaranya pelayanan publik yang optimal. Pelayanan publik yang optimal belum dapat

direalisasikan di Indonesia. Kondisi pelayanan publik di Indonesia masih sangat rendah.

Dalam sektor publik, inovasi sangat diperlukan dalam pengembangan suatu pelayanan

publik. Inovasi hadir sebagai sebuah produk yang baru dan sifatnya menggantikan cara yang

lama. Ini artinya bahwa setiap pelayanan publik, secara isi pada prinsipnya harus memuat

sebuah inovasi baru.7

Transportasi merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan

masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia disebabkan oleh

beberapa faktor antara lain, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil

dan besar, perairan yang terdiri dari sebagian besar laut, sungai dan danau yang

memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau

seluruh wilayah Indonesia.8

Secara umum transportasi memegang peranan penting dalam dua hal yaitu pembangunan

ekonomis dan pembangunan non ekonomis. Tujuan yang bersifat ekonomis misalnya

peningkatan pendapatan nasional, mengembangkan industri nasional dan menciptakan serta

memelihara tingkat kesempatan kerja bagi masyarakat. Sejalan dengan tujuan ekonomis

tersebut adapula tujuan yang bersifat non ekonomis yaitu untuk mempertinggi integritas
9
bangsa, serta meningkatkan pertahanan dan keamanan nasional. Oleh karena itu

7
Prianto, Agus, “Menakar Kualitas pelayanan Publik, Malang: In-trans, 2006
8
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung : Citra Aditya Bakti 1998 hal. 7
9
Abbas Salim, Manajemen Transportasi, Jakarta : Raja Grafindo, 2006 hal. 2
pembangunan sektor transportasi harus dilaksanakan secara multidimensional, dalam arti

harus memperhatikan tidak hanya situasi dan kondisi transportasi itu sendiri tetapi juga harus

memperhatikan lingkungan yang dipengaruhinya dan mempengaruhinya termasuk sarana dan

prasarana. Seiring dengan perkembangan kota maka kebutuhan akan transportasi diperkotaan

meningkat pula, menyebabkan permasalahan transportasi menjadi sangat kompleks sehingga

diperlukan tindakan penanganan sesegera mungkin. Permasalahan transportasi perkotaan

tersebut antara lain berupa penentuan jenis moda angkutan umum, pola jaringan, izin trayek

angkutan, kebijakan perparkiran dan perambuan lalu lintas.

Layanan angkutan umum perkotaan yang ada di Indonesia yang telah dioperasikan oleh

sistem paratransit cenderung tidak dapat diandalkan dalam hal keselamatan, keamanan,

keteraturan, dan keterjangkauan. Jika keselamatan dan keamanan telah diabaikan oleh

operator angkutan umum perkotaan sehingga keteraturannya sulit dijamin. Sementara itu

mengenai keterjangkauan, tarif, terutama untuk kelas ekonomi, ditentukan oleh pemerintah

yang menurut operator terlalu rendah, tetapi menurut masyarakat yang paling umum terlalu

tinggi. 10

Perjalanan kerja orang-orang perkotaan tidak dapat dilayani dalam satu layanan koridor

saja. Karenanya, peran pemerintah penting untuk menilai seberapa besar tarif yang telah

cukup membebani biaya transportasi antara operator dan konsumen. Selain itu, pemerintah

memiliki wewenang untuk menentukan jaringan rute dan tarif terutama kelas ekonomi untuk

menjamin layanan dan mendistribusikan beban yang adil antara operator transportasi dan

konsumen bahkan pemerintah dapat memberikan subsidi jika kontribusi pemerintah

diperlukan. Di sisi lain Organda sebagai asosiasi pengusaha transportasi darat juga memiliki

tanggung jawab untuk meningkatkan layanan karena organisasi ini memiliki hak untuk

10
Anugrah Ilahia, Achmad Izzul Warob, Petrus Sumarsono, Public Transport Reform in Indonesian Cities,
Proceedings of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol.10, (2015)
mengeluarkan rekomendasi untuk operator transportasi yang ingin mengambil peluang dalam

bisnis layanan transportasi umum perkotaan.11

Salah satu inovasi di bidang tarnsportasi yang dibuat oleh pemerintahan Provinsi DKI

Jakarta adalah Jak Lingko. Jak Lingko merupakan perubahan nama program angkutan

terintegrasi One Karcis One Trip (OK Otrip) menjadi Jak Lingko. Hal itu dinilai tak

menyelesaikan masalah karena persoalan armada, operator, rute, dan proyeksi keuntungan

belum tuntas. Mulanya, program OK Otrip dicanangkan oleh Anies dan Sandiaga Uno sejak

masa kampanye Pilkada DKI 2017. Tujuannya, memberi transportasi umum yang murah dan

mudah bagi publik. Program itu mulai diujicobakan pada 15 Januari-15 April. seluruh moda

jadi Rp5.000 selama tiga jam perjalanan. Karena belum menunjukkan hasil, ujicoba

diperpanjang hingga 15 Juli. Untuk menikmati layanan tersebut, warga harus memiliki kartu

uang elektronik OK OTrip yang baru bisa didapatkan di halte-halte Transjakarta tertentu,

seperti Lebak Bulus, Harmoni, Kampung Melayu, dan Tanjung Priok. Kartu OK OTrip itu

bisa dibeli dengan harga Rp40.000 dengan saldo uang elektronik sebesar Rp20.000. 12

Gambar 1. Jumlah Rute Bus Kecil dan Jumlah Pelanggan Bus Kecil

11
Ongkittikul, S. & Geerlings, H, Opportunities for innovation in public transport: Effects of regulatory reforms
on innovative capabilities. Transport Policy, 13, 283-293, (2006)
12
CNN Indonesia, Jak Lingko, Nama Baru Masalah Lama Transportasi Ibu Kota,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181015164614-20-338622/jak-lingko-nama-baru-masalah-lama-
transportasi-ibu-kota diakses pada 11 November 2019
Data Dinas DKI Jakarta menyebutkan, bus kecil yang terintegrasi Jak Lingko sudah

melayani sebanyak 1.945.988 pelanggan di bulan Januari 2019. Jumlah itu meningkat 19%

dari jumlah pelanggan bus kecil pada Desember 2018 yaitu 1.633.915 pelanggan. Sementara

pada bulan Februari 2019, pelanggan bus kecil meningkat 11% menjadi 2.163.896 dengan 34

rute bus kecil yang beroperasi di berbagai jalanan di Kota Jakarta.13

Permasalahan yang muncul dalam penerapan Jak Lingko yaitu mesin tap yang

digunakan mentransfer saldo pada kartu penumpang ke perusahaan angkutan masih sering

rusak. Awalnya saya bisa menempelkan kartu ke alat yang terletak di dasbor kiri mobil, tapi

begitu alat di-restart jadi tidak bisa. Pada layar alat hanya tertulis proses koneksi tapi tak juga

selesai. Ketika mesin rusak biasa operator akan memperbaikinya. Masalahnya jadwal si

operator tak tentu kapan. Masih ada sopir yang nakal. Mereka, misalnya, masih kerap

meminta ongkos ke penumpang. Uangnya masuk kantong sendiri. Beberapa sopir juga

kadang masih ngetem.14

Selain permasalahan di atas, masih banyak warga belum mengetahui sistem integrasi

transportasi publik di Jakarta yang bergelar Jak Lingko. Makanya, sistem yang

bertransformasi dari program OK-Otrip itu masih kalah jauh dibanding ojek online. Di

Stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) Lebak Bulus, Jakarta Selatan, armada Jak Lingko masih

banyak kosong. Padahal, penumpang MRT membludak. Sebab, warga lebih memilih

menggunakan angkutan online. Di kawasan ini, memang armada Jak Lingko kerap terlihat

kosong. Sedang di Stasiun Kereta Rel Listrik (KRL) Tanah Abang, Jakarta Pusat, sejumlah

13
Beritatrans.com, 2019, Bus Kecil Terintegrasi Jak Lingko Angkut Lebih 4.1 juta Pelanggan,
http://beritatrans.com/2019/03/16/2019-bus-kecil-terintegrasi-jak-lingko-angkut-lebih-4-1-juta-pelanggan
diakses tanggal 11 November 2019
14
Rizki Ramadhan, 11 Bulan OK Otrip dan Masalah yang Tak Kunjung Selesai, https://tirto.id/11-bulan-ok-otrip-
dan-masalah-yang-tak-kunjung-selesai-c96H diakses tanggal 11 November 2019
penumpang memilih naik moda transportasi Jak Lingko ber-AC. Tapi sayang, jumlah

armadanya masih kurang.15

Angkot Jak Lingko berhenti sesuai aturan, yakni di Halte bus Tanah Abang. Misalnya

di angkot rute Tanah Abang-Kota, waktu tunggunya paling lama 15 menit. Nampak setiap

penumpang menyerahkan kartu Jak Lingko kepada pengemudi, dan menempelkannya ke

mesin khusus di sebelah pengemudi. Selain ber AC, pintu angkot berstiker Jak Lingko ini

selalu tertutup. Armadanya baru dan sangat nyaman. Angkot hanya berhenti di halte. Tidak

ngetem dan ugal-ugalan. Penumpang tinggla melakukan tap kartu saja. Tidak perlu bayar

lagi, nyaman, dan ada AC- nya.16

Dalam peningkatan pelayanan Jak Lingko, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI

Jakarta segera menerapkan larangan kendaraan yang berusia 10 tahun lebih untuk beroperasi.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Transportasi.

Pada tahun 2019, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menginstruksikan agar

dilakukan peremajaan seluruh angkutan umum melalui program Jak Lingko pada tahun 2020.

Anies menginstruksikan Dinas Perhubungan DKI memastikan tidak ada kendaraan umum

yang berusia di atas 10 tahun dan tidak lulus uji emisi beroperasi di DKI pada 2020. Hal ini

dituangkan dalam Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 66 Tahun 2019 tentang pengendalian

kualitas udara. Anies meminta agar Kadishub DKI Jakarta mempercepat peremajaan 10.047

15
Tribunnews.com, Anies Baswedan Perkenalkan Jak Lingko, Moda Transportasi yang Sarat Akan Makna,
https://www.tribunnews.com/otomotif/2018/10/10/anies-baswedan-perkenalkan-jak-lingko-moda-
transportasi-yang-sarat-akan-makna diakses tanggal 14 November 2019
16
Megapolitan, Angkot Jak Lingko Belum Disukai Warga, https://rmco.id/baca-
berita/megapolitan/13155/kalah-jauh-dibanding-ojek-online-angkot-jak-lingko-belum-disukai-warga, diakses
tanggal 12 November 2019
armada bus kecil, sedang, dan besar melalui integrasi ke dalam Jak Lingko pada tahun

2020.17

Di dalam mengkonstruksikan hukum administrasi Negara yang mengatur pelayanan

publik, maka konstruksi hukum administrasi Negara bidang penyelenggaraan pelayanan

publik (regulatory laws) harus lebih memenuhi harapan masyarakat. Suatu ius

constituendum, yang memungkinkan terealisasinya Standar Pelayanan Publik, dalam

kerangka penyelengaraan hukum administrasi Negara yang mengatur pelayanan publik, yang

lebih responsive dan partisipatif dan yang secara khusus sesuai dengan kondisi yang

berkembang dalam masyarakat daerah.

Selama ini, hukum administrasi Negara yang terdiri dari berbagai macam peraturan

yang bertujuan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pelayananan administrasi kepada

publik cenderung digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan sendiri. Pelayanan

yang seharusnya ditujukan pada masyarakat umum, kadang dibalik menjadi pelayanan

masyarakat terhadap Negara, meskipun Negara berdiri sesungguhnya adalah untuk

kepentingan masyarakat yang mendirikannya. Artinya birokrat sesungguhnya haruslah

memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.18 Berdasarkan uraian di atas, maka

penulis tertarik untuk membahas tentang Analisis Hukum Administrasi Negara tentang

Inovasi Jak Lingko di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana permasalahan tarif yang ditetapkan Jak Lingko berdasarkan regulasi yang

mengatur tentang tarif transportasi ?

17
Velarosdela, Rindi Nuris, Pembatasan Usia Angkutan Umum merupakan Eksekusi Perda Transportasi,
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/02/12300531/pembatasan-usia-angkutan-umum-
merupakan-eksekusi-perda-transportasi diakses tanggal 11 November 2019
18
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik,
(Bandung: Nuansa, 2009), hal 17
2. Bagaimana permasalahan yang timbul dari sopir maupun pengguna Jak Lingko di

Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dan penyelesaian oleh kewenangan pemerintah

daerah?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui permasalahan tarif yang ditetapkan Jak Lingko berdasarkan

regulasi yang mengatur tentang tarif transportasi.

2. Untuk mengetahui permasalahan yang timbul dari sopir maupun pengguna Jak Lingko

di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dan penyelesaian oleh kewenangan pemerintah

daerah.

1.4 Maksud dan Tujuan Makalah

1. Untuk membahas permasalahan terkait program Jak Lingko.

2. Untuk membahas sistem regulasi program Jak Lingko.

1.5 Kerangka Teori dan Kerangka Konsep

1.5.1 Kerangka Teori


Kewenangan
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5
Inovasi Kebijakan Bidang Trasportasi
(Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 66 Tahun 2014 tentang Transportasi.

Tahun 2019 tentang pengendalian

kualitas udara)
Pengaturan Tarif
1. Undang-undang (UU) No. 14

Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan

2. Peraturan Pemerintah (PP) No. 41

Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan

3. Keputusan Menteri (KM) No. 35

Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan

Angkutan Orang di Jalan


1.5.2 Kerangka Konsep
Penetapan Tarif

Sumber kewewenangan 1. Berat muatan

o Kewenangan Atribusi yang hendak


o Kewenangan delegasi
o Kewenangan mandat diangkut (B)

Inovasi 2.Jarak,berapa
Kebijakan
Bidang jauh muatan
Macam-Macam Wewenang Transportasi
hendak diangkut
o Wewenang Personal (Jak Lingko)
o Wewenang Ofisial (J)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Inovasi

Secara umum inovasi seringkali diterjemahkan sebagai penemuan baru.Namun

sebenarnya aspek kebaruan dalam inovasi sangat ditekankan untuk inovasi sangat ditekankan

untuk inovasi pada sektor swasta maupun indusstri.sedangkan pada sektor publiklebih

ditekankan pada aspek perbaikan yang dihasilkan dari kegiatan inobasi tersebut ,yaitu

pemerintah mampu memberikan pelayan publik secara lebih efektik ,efisien dan

berkualits,murah dan terjangkau.19

19
Wijayanti, Sri Wahyuni, ”Inovasi Pada Sektor Publik.Jurnal Administrasi Publik”. Vol .4,No .4,Hal 39-52, 2008
Definisi dari inovasi itu sendiri menurut Wes& Far adalah pengenalan dan penerapan

dengan sengaja gagasan ,proses ,produk,dan prosedur yang baru pada unit yang

menerapkannya, yang dirancang untuk memberikan keuntungan bagi

individu,kelompok,organisasi maupun masyarakat luas.20 Evers M. Rogers mendefinisikan

bahwa inovasi adalah suatu ide, gagasan , praktek atau objek/benda yang disadari dan

diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi.21

2.1.2 Jenis-Jenis Inovasi

Menciptakan inovasi harus bisa menentukan inovasi seperti apa yang seharusnya

dilakukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan BSB agar inovasi tersebut dapat berguna

dan bertahan lama. Jenis-jenis inovasi menurut Robertson diharapkan dapat memberikan

masukan yang menurut Gopalakrishan dan Damanpur mengungkapkan, inovasi pada

dasarnya menunjukkan pada sesuatu yang baru, apakah berbentuk gagasan-gagasan baru,

produk, metode atau bentuk pelayanan.22 Sedangkan inovasi menurut Rogers inovasi tidak

hanya berurusan dengan pengetahuan baru dan cara-cara baru, tetapi juga dengan nilai-nilai

karena harus bisa membawa hasil yang lebih baik, jadi selain melibatkan Iptek baru, tetapi

juga melibatkan cara pandang dan perubahan sosial.23

Selanjutnya menurut Albury menyatakan secara sederhana bahwa inovasi sebagai new

ideas that work. Ini berarti bahwa inovasi berhubungan erat dengan ide-ide baru yang

bermanfaat.24

a. Inovasi Terus Menerus

20
Djamaludin Ancok, Psikologi Kepemimpinan dan Inovasi, Erlangga, Jakarta, 2012
21
Yogi Suwarno, Inovasi di Sektor Publik. Jakarta. STIA LAN Press, 2005
22
Nugroho,J. Setiadi, SE., MM, ”Perilaku Konsumen Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian
Pemasaran”. Kencana.Jakarta, 2003
23
Rogers, E.M, Diffusion of Innovation Sthedition. Free Press. New York, 2003
24
Vries, Hanna de, etc. 2015. Innovation in the Public Sector: A Systematic Review and Future Research
Agenda. The Netherlands: Department of Public Administration, Erasmus University Rotterdam. Journal of
Public Administrations, Vol. 94, No.1. Diunduh pada
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/pdf/10.1111/padm.12209. Diakses 11 November 2019
Adalah modifikasi dari produk yang sudah ada dan bukan pembuatan produk yang baru

sepenuhnya. Inovasi ini menimbulkan pengaruh yang paling tidak mengacaukan pola

perilaku yang sudah mapan. Contohnya, memperkenalkan perubahan model baru,

menambahkan mentol pada rokok atau mengubah panjang rokok.

b. Inovasi Terus Menerus Secara Dinamis

Mungkin melibatkan penciptaan produk baru atau perubahan produk yang sudah ada, tetapi

pada umumnya tidak mengubah pola yang sudah mapan dari kebiasaan belanja pelanggan

dan pemakaian produk. Contohnya antara lain,sikat gigi listrik, compact disk, makanan alami

dan raket tenis yang sangat besar.

c. Inovasi Terputus

Melibatkan pengenalan sebuah produk yang sepenuhnya baru yang menyebabkan pembeli

mengubah secara signifikan pola perilaku mereka. Contohnya, komputer, videocassete

recorder.

Inovasi dengan sifat kebaruannya harus mempunyai nilai manfaat. Sifat baru dari

inovasi tidak akan berarti apa-apa apabila tidak diikuti dengan nilai kemanfaatan dari

kehadirannya.25 Menurut Suwarno terlepas dari perbedaan pemahaman akan inovasi tersebu

dapat disimpulkan bahwa inovasi tidak akan terlepas dari :

1. Pengetahuan baru

Sebuah inovasi hadir sebagai sebuah pengetahuan baru bagi masyarakat dalam sebuah

sistem sosial tertentu. Pengetahuan baru ini merupakan faktor penting penentu perubahan

sosial yang terjadi dalam masyarakat.

2. Cara baru

25
Yulita Ika Rumoharbo, Inovasi Pemutakhiran Data Pemilih Melalui Keterlibatan Mahasiswa (Studi pada
Komisi Pemilihan Umum Kota Bandar Lampung dalam Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2015) Lampung : Skripsi
Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung, 2016
Inovasi juga dapat berupa sebuah cara baru bagi individu atau sekelompok orang

untuk memenuhi kebutuhan atau menjawab masalah tertentu. Cara baru ini merupakan

pengganti cara lama yang sebelumnya berlaku.

3. Objek baru

Sebuah inovasi adalah objek baru bagi penggunanya, baik berbentuk fisik

(berwujud/tangible), maupun yang tidak berwujud (intangible).

4. Teknologi baru

Inovasi sangat identik dengan kemajuan teknologi. Banyak contoh inovasi yang hadir

dari hasil kemajuan teknologi. Indikator kemajuan dari sebuah produk teknologi yang

inovatif biasanya dapat langsung dikenali dari fitur-fitur yang melekat pada produk tersebut.

5. Penemuan baru

Hampir semua inovasi merupakan hasil penemuan baru sangat jarang ada kasus

inovasi hadir sebagai sebuah kebetulan. Inovasi merupakan produk dari sebuah proses yang

sepenuhnya bekerja dengan kesadaran dan kesengajaan.26

2.1.3 Karakteristik Inovasi

Menurut Rogers mendefinisikan beberapa karakteristik intrinsik inovasi,antara lain :27

1) Relative Advantage atau keuntungan relatif,sebuah inovasi harus mempunyai keunggulan

dan nilai lebih dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Selalu ada nilai kebaruan yang

melekat dalam inovasi yang menjadi ciri yang membedakannya dengan yang lain;

2) Compaibility atau Kesusaian,inovasi juga mempunyai sifat kompatibel dan sesuai dengan

inovasi yang digantinya. Hal ini dimaksudkan agar inovasi yang lama tidak serta merta

dibuang begitu saja,selain karena alasan faktor biaya yang tidak sedikit,namun juga

inovasi yang lama menjadi bagian proses transisi ke inovasi terbaru.selain itu juga dapat

26
Dr. Iwan. Noor, Desain Inovasi Pemerintahan Daerah. Malang : UB Press, 2017
27
Rogers, E.M, Diffusion of Innovation Sthedition. New York: Free Press, 2003
memudahkan proses adaptasi dan proses pembelajaran terhadap inovasi itu secara lebih

cepat.

3) Complexity atau kerumitan,dengan sifatnya yang baru,maka inovasi mempunyai tingkat

kerumitan yang boleh menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan inovasi sebelumnya.

Namun demikian,karena sebuah inovasi menawarkan cara yang lebih baru dan lebih

baik,maka tingkat kerumitan ini pada umumnya tidak menjadi masalah penting.

4) Triability atau kemungkinan dicoba,inovasi hanya bisa diterima apabila telah teruji dan

terbukti mempunyai keuntungan atau nilai lebih dibandingkan dengan inovasi

lama.sehingga sebuah produk inovasi harus melewati fase “uji coba”,dimana setiap orang

atau pihak mempunyai kesempatan untuk menguji kualitas dari sebuah inovasi.

5) Observability atau kemudahan diamati,Sebuah inovasi harus juga dapat diamati, dari segi

bagaimana sebuah inovasibekerja dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik. 28

Aspek penting lainnya dalam kajian inovasi adalah berkenaan dengan level inovasi yang

mencerminkan variasi besarnya dampak yang ditimbulkan oleh inovasi yang belangsung.

Kategorisasi level inovasi ini dijelaskankan oleh Mulgan&Albury berentang mulai dari

inkremental,radikal sampai transformatif. 29

Inovasi inkremental,berarti inovasi yang membawa perubahan-perubahan kecil terhadap

proses atau layanan yang ada. Umumnya sebagian besar inovasi berada pada level ini dan

jarang sekali membawa perubahan terhadap struktur organisasi dan hubungan

keorganisasian.walau demikian,inovasi inkremental memainkan peran-peran penting dalam

pembaruan sektor publik karena dapat diterapkan secara terus-menerus,dan mendukung

rajutan pelyanan yang responsif terhadap kebutuhan lokal dan perorangan, serta mendukung

nilai tambah uang (value for money).

28
Rogers, E.M, Op.Cit, 35
29
Muluk, Khairul M.R, Knowledge Management: Kunci Sukses Inovasi Pemerintahan Daerah, Malang:
Banyumedia Publishing, 2008,
Inovasi radikal,merupakan perubahan yang mendasar dalam pelayan publik atau

pengenalan cara-cara yang sama sekali baru dalam proseskeorganisasian atau pelayan.

inovasi jenis ini jarang sekali dilakukan karena membutuhkan dukungan politik yang sangat

besar karena memiliki resiko yang lebih besar pula.inovasi radikal diperlukan untuk

membawa perbaikan yang nyata dalam kinerja pelayan publik dan memenuh harapan

pengguna layanan yang lama terabaikan.30

Inovasi transformatif atau sistematis,membawa perubahan dalam struktur angkatan kerja

dan keoganisasian dengan mentransformasi semua sektor secara dramatis mengubah

hubungan keoganisasian.inovasi jenis ini membutuhkan waktu yang lebih lama untuk

memperoleh hasil yang diinginkan dan membutuhkan perubahan mendasar dalam susunan

sosial,budaya, dan organisasi. Inovasi jenis ini tentu bersifat lebih mendalam.karena

mencakup struktur sistematis keorganisasian.31

Dilihat dari segi prosesnya,inovasi juga dapat dibedakan dalam dua kategori,yaitu 32

1) Sustaining innovation (inovasi terusan)merupakan proses inovasi yang membawa

perubahan baru namun dengan tetap mendasarkan diri pada kondisi pelayanan dan sistem

yang sedang berjalan atau produk yang sudah ada;

2) Distcontinues innovation (inovasi terputus)merupakan proses inovasi yang membawa

perubahan yang sam sekali baru dan tidak lagi berdasar pada kondisi yang sudah ada

sebelumnya.

Lebih lanjut halalvorsen menjelaskan bahwa inovasi sendiri dapat dikatogarikan sebagai

berikut;

1. Incremental innovations—radical innovations

30
Muluk, Khairul M.R, Op.Cit 46
31
Muluk, Khairul M.R, Op.Cit 47
32
Muluk, Khairul M.R, Op.Cit 47
Inovasi ini berhubungan dengan tingkat keaslian [novelty] dar inovasi itu sendiri. Di sektor

industri, kebanyakan inovasi bersifat perbaikan incremental

2. Top-down innovations—bottom-up innovations

Ini untuk menjelaskan siapa yang memimpin proses perubahan perilaku. Top berarti

manajemen atau organisasi atau hirarkhi yang lebih tinggi, sedangkan bottom merujuk pada

pekerja atau pegawai pemerintah dan pengambilan kuputusan pada tingkat unit [mid-level

policy makers]

3. Needs-led innovations and efficiency-led innovation

Proses inovasi yang di inisiasi telah menyelesaikan permasalahan dalam rangka

meningkatkan

efisiensi pelayanan, produk dan prosedur.33

2.1.4 Faktor Penunjang serta Manfaat Inovasi

Meninjau pentingnya inovasi organisasi dalam mempertahankan keberadaan dan

meningkatkan kemajuan organisasi maka organisasi diharapkan dapat menciptakan

lingkungan kerja yang dapat mendorong terjadinya inovasi. Menurut West, inovasi berasal

dari kreatifitas ide-ide baru.34 Inovasi adalah penerapan ide-ide tersebut secara actual dan

praktek. Hal-hal yang dapat merangsang inovasi adalah:

a. Tantangan dalam lingkungan organisasi.

b. Tekanan yang kuat pada kualitas baik dalam proses maupun akhir suatu layanan.

c. Perusahaan yang telah memperkenalkan dan mengembangkan kerja tim yang efektif lebih

besar kemungkinan untuk berinovasi.

d. Adanya tuntutan kebutuhan prosedur yang dirancang secara cermat untuk memastikan

kerja gabungan yang efektif.

33
Sumanjoyo S., dan Hermawan, Dedy, Membangun Inovasi Pemerintah Daerah. Yogyakarta : Deepublish ,
2018
34
Berzsa Nova Kurnia, Inovasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Perekonomian Desa (Studi
Tentang Program Desa Maju Andan Jejama Gerakan Desa Ikut Sejahtera (GaDIS) Tahun 2017 di Kabupaten
Pesawaran), Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Lampung, Skripsi: Tidak Diterbitkan, 2019
e. Adanya komunikasi dan koordinasi antar departemen.

f. Dukungan manajerial yang berupa keinginan personil untuk mengembangkan dan

mengimplementasikan ide-ide mulai cara-cara baru yang lebih baik.

g. Adanya asumsi-asumsi dasar organisasi yang terbuka untuk dikritisi.

h. Partisipasi dan hubungan antar anggota organisasi.

2.1.5 Faktor Penghambat Inovasi

Inovasi tidak terjadi secara mulus atau tanpa resistensi. Banyak dari kasus inovasi

diantaranya justru terkendala oleh berbagai faktor,Hambatan inovasi diidentifikasi ada

delapan jenis. Salah satunya yang dimaksud dengan budaya risk aversion adalah budaya

yang tidak menyukai resiko. Hal ini berkenaan dengan sifat inovasi yang memiliki segala

resiko, termasuk resiko kegagalan.35 Sektor publik, khususnya pegawai cenderung enggan

berhubungan dengan resiko, dan memilih untuk melaksanakan pekerjaan secara prosedural-

administratif dengan resiko minimal. Selain itu, secara kelembagaan pub, karakter unit kerja

di sektor publik pada umumnya tidak memiliki kemampuan untuk menangani resiko yang

muncul akibat dari pekerjaannya.

Hambatan lain adalah ketergantungan terhadap figur tertentu yang memiliki kinerja tinggi,

sehingga kecenderungan kebanyakan pegawai di sektor publik hanya menjadi follower.

Ketika figur tersebut hilang, maka yang terjadi adalah stagnasi dan kemacetan kerja. Selain

itu, hambatan anggaran yang periodenya terlalu pendek, serta hambatan administratif yang

membuat sistem dalam berinovasi menjadi fleksibel. Sejalan dengan itu juga, biasanya

penghargaan atas karya-karya inovatif masih sangat sedikit. Sangat disayangkan hanya

sedikit apresiasi yang layak atas prestasi pegawai atau unit yang berinovasi.

35
Avlonitis, G.J., Papastathopoulou, P.G. and Gounaris, S.P, An empirically-based typology of product
innovativeness for new financial services: success and failure scenarios. Journal of Product Innovation
Management, Vol. 18 No. 5, pp. 324-42, 2001
Seringkali sektor publik dengan mudahnya mengadopsi dan menghadirkan perangkat

teknologi yang canggih guna memenuhi kebutuhan pelaksanaan pekerjaannya. Namun di sisi

lain muncul hambatan dari segi budaya dan penataan organisasi. Budaya organisasi ternyata

belum siap untuk menerima yang sebenarnya berfungsi memangkas pemborosan atau

efisiensi kerja.36

2.1.6 Lalu Lintas

1. Pengertian Lalu Lintas

Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai gerak

Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan, sedang yang dimaksud dengan Ruang Lalu

Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang,

dan/atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung.37 Angkutan adalah pemindahan

orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Jalan

adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan

termasuk bangunan pelengkapnya yang diperuntukan lalu lintas.Kendaraan adalah suatu alat

yang dapat bergerak di jalan, terdiri dari kendaraan bermotor atau kendaraan tidak

bermotor.38

Pemerintah mempunyai tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan

yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien melalui manajemen

lalu lintas dan rekayasa lalu lintas. Tata cara berlalu lintas di Jalan diatur dengan peraturan

perundangan menyangkut arah lalu lintas, perioritas menggunakan jalan, lajur lalu lintas dan

pengendalian arus di persimpangan.

2. Manajemen Lalu Lintas

36
Sururi, Ahmad, Inovasi Kebijakan dalam Perspektif Administrasi Publik Menuju Terwujudnya Good Public
Policy Governance. Journal of Spirit Public, Vol. 12, No. 2. Diakses dari
https://jurnal.uns.ac.id/spiritpublik/article/view/16236, 2017
37
Undang-undang No 22 tahun 2009
38
Undang-undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Manajemen lalu lintas meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan, dan

pengendalian lalu lintas. Kegiatan perencanaan lalu lintas meliputi inventarisasi dan evaluasi

tingkat pelayanan. Maksud inventarisasi antara lain untuk mengetahui tingkat pelayanan pada

setiap ruas jalan dan persimpangan. Maksud tingkat pelayanan dalam ketentuan ini adalah

merupakan kemampuan ruas jalan dan persimpangan untuk menampung lalu lintas dengan

tetap memperhatikan faktor kecepatan dan keselamatan. Penetapan tingkat pelayanan yang

diinginkan. Kegiatan penetapan kebijaksanaan lalu lintas pada jaringan atau ruas-ruas jalan

tertentu. termasuk dalam pengertian penetapan kebijaksanaan lalu lintas dalam ketentuan ini

antara lain penataan sirkulasi lalu lintas, penentuan kecepatan maksimum dan/atau minimum,

larangan penggunaan jalan, larangan dan/atau perintah bagi pemakai jalan.39 Kegiatan

pengawasan lalu lintas meliputi :

1. pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas.

Kegiatan pemantauan dan penilaian dimaksudkan untuk mengetahui efektifitas dari

kebijaksanaan-kebijaksanaaan tersebut untuk mendukung pencapaian tingkat pelayanan yang

telah ditentukan. Termasuk dalam kegiatan pemanatauan antara lain meliputi inventarisasi

mengenai kebijaksanaan-kebijaksanaan lalu lintas yang berlaku pada ruas jalan, jumlah

pelanggaran dan tindakan-tindakan koreksi yang telah dilakukan atas pelanggaran tersebut.

Termasuk dalam kegiatan penilaian antara lain meliputi penentuan kriteria penilaian, analisis

tingkat pelayanan, analisis pelanggaran dan usulan tindakan perbaikan.

2. tindakan korektif terhadap pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas.

Tindakan korektif dimaksudkan untuk menjamin tercapainya sasaran tingkat pelayanan yang

telah ditentukan. Termasuk dalam tindakan korektif adalah peninjauan ulang terhadap

39
Chen Kwan, S.; Hisham Hashima, J. A review on co-benefits of mass public transportation in climate change
mitigation. Sustain. Cities Soc. Vol. 22, 11–18 , (2016)
kebijaksanaan apabila di dalam pelaksanaannya menimbulkan masalah yang tidak

diinginkan.40 Kegiatan pengendalian lalu lintas meliputi :

1. pemberian arahan dan petunjuk dalam pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas. Pemberian

arahan dan petunjuk dalam ketentuan ini berupa penetapan atau pemberian pedoman dan

tata cara untuk keperluan pelaksanaan manajemen lalu lintas, dengan maksud agar

diperoleh keseragaman dalam pelaksanaannya serta dapat dilaksanakan sebagaimana

mestinya untuk menjamin tercapainya tingkat pelayanan yang telah ditetapkan.

2. pemberian bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai hak dan kewajiban

masyarakat dalam pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas.

Manajemen lalu lintas bertujuan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran

lalu lintas, dan dilakukan antara lain dengan :

a. usaha peningkatan kapasitas jalan ruas, persimpangan, dan/atau jaringan jalan;

b. pemberian prioritas bagi jenis kendaraan atau pemakai jalan tertentu;

c. penyesuaian antara permintaan perjalanan dengan tingkat pelayanan tertentu dengan

mempertimbangkan keterpaduan intra dan antar moda;

d. penetapan sirkulasi lalu lintas, larangan dan/atau perintah bagi pemakai jalan.41

2.1.7 Kemacetan Lalu Lintas dan Sarana Transportasi Darat

1. Pengertian Kemacetan Lalu Lintas

Lalu lintas merupakan seperangkat masalah kompleks dan saling berhubungan dan secara

garis besar, masalah transportasi dikelompokkan dalam tiga kategori42:

a. Kemacetan (congestion)

Kemacetan disebabkan oleh meningkatnya berbagai biaya pengangkutan barang dan orang,

hilangnya waktu, kecelakaan, dan ketegangan psikologis (congestion causes increased costs

40
Jaramillo, C.; Lizárraga, C.; Luis Grindlay, A. Spatial disparity in transport social needs and public transport
provision in Santiago de Cali (Colombia). J. Transp. Geogr. Vol. 24, 340–357, 2012
41
Abbas Salim, Manajemen Transportasi, Raja Grafindo, Jakarta, hal. 2, 2006
42
Delbosc, A.; Currie, G. Transport problems that matter—Social and psychological links to transport
disadvantage. J. Transp. Geogr. Vol 19, 170–178, 2011
for travelers and freight movement, loss of time, accident, and psychological strain). Adapun

penyebab kemacetan transportasi secara umum adalah:

1) Urbanisasi (urbanization), dalam hal ini gambaran urbanisasi merupakan terkonsentrasinya

orang-orang dan kegiatan ekonomi di wilayah kota.

2) Spesialisasi di dalam kota (specialization -within cities), maksudnya tempat kerja,

perdagangan terpusat di area tertentu, dan tempat hiburan (rekreasi) atau perumaban

terkumpul di area lain, tetapi orang-orang dan aktivitas ini saling memiliki ketergantungan

sehingga interaksi dan pergerakan yang konsisten di antaranya menyebabkan kemacetan

transportasi.

3) Waktu memulai dan mengakhiri pekerjaan/aktivitas keseharian masyarakat relatif sama

(starting and ending the workdays at about the same time).

4) Persedian alat transportasi yang merangsang tingginya permintaan masyarakat (supply

vehicles of transportation often stimulates demand). 43

b. Mobilitas (mobility)

Masyarakat cenderung inempunyai mobilitas yang lebih tinggi, sehingga akses pada alat

transportasi secara otomatis akan lebih tinggi.

c. Dampak (impact)

Dampak sistem transportasi (eksternalitas) adalah aspek ketiga dari masalah transportasi,

yang meliputi; kecelakaan (accidents), konsumsi energi (energy consumption), dampak

lingkungan (environmental impact) seperti polusi air dan udara dan suara gaduh, konsumsi

tanah (land consumption), estetika (aesthetics), gangguan pabrik di daerah kota (disruption of

the urban fabric) dan penggunaan lahan (land use)?44

43
Schwanen, T.; Lucas, K.; Akyelken, N.; Solsona, D.; Carrasco, J.; Neutens, T. Rethinking the links between
socialexclusionandtransportdisadvantagethroughthelensofsocialcapital. Transp. Res. PartAPolicyPract. Vol. 74,
123–135, (2015)
44
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Disiplin Berlalu Lintas diJalan Raya Penerbit Rineka Cipta.
Jakarta.2007.hlm.56
Lalu lintas diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan

jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien. mampu

memadukan modal transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk

menunjang pemerataan. pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan

penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya belimasyarakat.45

Perencanaan transportasi merupakan proses panjang yang meliputi kebutuhan

perjalanan, pembangunan fasilitas bagi pergerakan penumpang dan barang di antara kegiatan

yang terpisah dalam ruang kota. Selanjutnya dalam penyusunan rencana-rencana strategis

mengatasi kemacetan dan permasalahan transportasi.

2.1.8 Transportasi

1. Tata Ruang Transportasi

Dalam konteks pembangunan perkotaan, konsep tata ruang adalah sangat penting.

Konsep tata ruang transportasi didervasi (diturunkan) dari pertanyaan : traffic is a function of

bulding ,yang diartikan bahwa lalu lintas merupakan fungsi dari gedung- gedung, artinya

gedung- gedung itu merupakan sumber dari timulnya lalu lintas. Lalu lintas ditimulkan dari

berbagai kegiatan secara internal yang berasal dari dalam gedung dan secara eksternal yang

menuju gedung tersebut.

Secara internal, dalam gedung- gedung tersebut dipekerjakan karyawan. Kegaiatan

karyawan dilakukan, pada waktu masuk dan pulang kerja, dan selama waktu kerja di kantor.

Karyawan masuk dan pulang kerja, menggunakan kendaraan (sepeda motor, mobil,

angkutan,becak,taksi), sehingga terjadi lalu lintas kendaraan bermotor di jalan perkotaan.

45
Catanese, Anthony J. dan James C. Synder. Perencanaan Kota Edisi Kedua Alih Bahasa oleh Wahyudi.
Penerbit Erlangga. Jakarta. 2009. hlm. 24.
Selain dari karyawan terdapat tamu- tamu kantor serta pelanggan yang menggunakan

kendaraan yang termasuk sebagai kegiatan lalu lintas eksternal. 46

Sasaran Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTR/K) adalah menentukan peruntukan

dan pemanfaatan tata ruang berdasarkan kapasitas dan kesesuaian lahan yang tersedia tidak

menyangkut kegiatan- kegiatan lalu lintas yang ditimbulkan dari dan menuju ke gedung-

gedung yang dimaksud.

Menata Tata ruang perkotaan menurut peruntukan dan pemanfaatan ruang bukan

hanya semata- mata berdasarkan kelayakan pada kapasitas dan kegunaan lahan, dan tidak

membahasnya terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan di/dari/ke gedung- gedung dan

bangunan yang dimaksudkan serta besarnya lalu lintas yang ditimbulkan, karena gedung-

gedung tersebut merupakan sumber pembangkit lalu lintas yang cukup besar, dan cenderung

semakin meningkat. Tata Ruang transportasi sangat luas cakupannya, beberapa contoh

manajemen transportasi berikut ini47.

1. Pemberian izin membanguan bangunan yang besar dan bertingkat tinggi harsu dikaitkan

dengan volume bangkit lalu lintas yang ditimbulkan. Untuk kompleksitas gedung- gedung

yang tinggi, yang terdiri dari gedung- gedung bank dan perusahaan, dipastikan akan

menciptakan bangkit lalu lintas yang tinggi dibutuhkan jalan yang lebar, ruang parkir yang

luas, yang erkapasitas tinggi untuk menampung lalu lintas kendaraan bermotor yang

menuju ke dan komplek tersebut.

2. Terdapat banyak toko di suatu ruas jalan. Seharusnya sudah diperhitungkan beberapa

banyak toko, rumah makan,bengkel mobil dan sejenisnya, yang diberikan izin usahanya

pada ruang tersebut, terutama dikaitkan dengan kepadatan lalu lintas yang ditimbulkan,

yang berakibat terhadap kelancaraan lalu lintas. Semakin banayk toko dan rumah makan di

46
Mugion, R. G., Toni, M., Raharjo, H., Di Pietro, L., Sebathu, S. P, Does the service quality of urban public
transport enhance sustainable mobility? Journal of Cleaner Production. Vol. 174, pp. 1566–1587.
https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2017.11.052, (2018)
47
Rajé, F, The Lived Experience of Transport Structure: An Exploration of Transport's Role in People's Lives.
Mobilities. 2(1), pp. 51-74, (2007)
suatu ruas jalan, semakin banyak pembeli dan pelanggan yang datang ketoko dan rumah

makan tersebut, menggunakan kendaraan bermotor yang melakukan parkir kendaraan di

muka toko dan rumah makan tersebu, hal ini akan mengganggu kelancaran lalu lintas.

Dalam penataan ruang perkotaan pada masa depan, berbagai hal harus diperhatikan dan

diperhitungkan, terutama adalah

(1) panjang jalan yang harus disediakan

(2) ruang parkir yang dibutuhkan, dan

(3) pemberiaan izin usaha (tempat usaha) yang cukup di masing- masing ruas jalan, serta

(4) pembangunan gedung besar dan bertingkat yang menciptakan bangkit lalu lintas yang

tinggi, agar dibatasi atau disesuaikan pada masing- masing ruas jalan.48

Tra snsportasi umum perkotaan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan

trasnportasi perkotaan yang efektif dan efisien , dalam arti lancar, aman, berkapasitas

mencukupi, komperhensif, bertanggung jawab, terjangkau oleh daya beli masyarakat,dan

nyaman, merupakan salah satu fungsi utama kota- kota besar.49 Penyelenggaraan pelayanan

transportasi perkotaan yang efektif dan efisien, tidak hanya terkait secara langsung dengan

karakterisitik jasa transpotasi yang dihasilkan ,akan berkaitan pula secara erat dengan

ketataruangan perkotaan, oleh karena itu perlu dikembangkan dan diterapakan konsep

ketataruangan transportasi , yang pada dasarnya adalah mengenai penataan, peruntukan, dan

pemanfaatan tata ruang perkotaan yang selalu harus dikaitkan dengan bangkitan lalu lintas

kendaraan bermotor yang bersifat spasial (ketataruangan) dan bersifat temporal (menurut

perkembangan waktu). Keduanya memperlihatkan intensitas yang semakin tinggi. Bila tidak

diperhatiakn dan diperhitungkan, akan mengakibtakan dampak negatif yang sangat serius,

yitu timbulnya kemacetan lalu lintas perkotaan yang dasyat dan mengerikan.

48
Rahardjo Adisasmita, Op.Cit 72
49
Elias, W., Shiftan, Y, The influence of individual's risk perception and attitudes on travel behavior.
Transportation Research Part A: Policy and Practice. 46(8), pp. 1241–1251.
https://doi.org/10.1016/j.tra.2012.05.013, (2012)
2. Sarana Transportasi Darat

Sarana transportasi darat menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, adalah sebagai berikut:

a. Angkutan umum

Sarana transportasi berupa angkutan umum terdiri dari :

1) Bus Kota, sarana transportasi bus kota yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara

(BUMN)

2) Angkutan kota (angkot) atau angutan pedesaan, sarana transportasi angkot ini dikelola

murni oleh swasta

3) Sepeda bermotor. Sarana transportasi jenis sepeda bermotor (kendaraan roda dua, atau

biasa disebut dengan jasa ojek) ini merupakan angkutan non massal yang tidak resmi.

Keberadaan jenis angkutan ini memang sangat diharapkan oleh penduduk karena memiliki

keunggulan jangkauan pada daerah-daerah non kelas jalan- Daerah tersebut meliputi

sekitar pemnkiman yang tidak dilalui oleh kendaraan umum, serta daerah-daerah

pemukiman yang penataan ruangnya kurang baik sehingga tidak memiliki jalan khusus

pada daerah tersebut. Keterbatasan jenis angkutan ini adalah kapasitas daya angkut serta

faktor keamanan yang sangat rendah.

4) Jenis sedan (taksi), Sarana transportasi jenis sedan ini merupakan salah satu jenis angkutan

umum yang memiliki pelayanan khusus. Keunggulan jenis angkutan ini adalah faktor

keamanan serta kenyamanan yang baik, tetapi kelemahannya adalah kapasitas serta biaya

yang ditanggung oleh pengguna jasa lebih mahal dibandingkan jenis angkutan umum

lainnya.

5) Jenis kendaraan roda tiga tidak bermotor (becak), sarana transportasi jenis ini terbatas

dikarenakan kondisi topografi suatu daerah dan memiliki kelemahan lain yaitu karena

tidak bermotor maka kekuatan serta daya tempuhnya tergantung pada man power penarik
becak masing-masing. Kelebihannya adalah daya jelajah pada satu zona/karakter

pemukiman dalam mengangkut orang/penumpang lebih dari satu disertai dengan barang

bawaan penumpang serta sangat ramah lingkungan. 50

b. Angkutan khusus

Sarana transportasi berupa angkutan khusus merupakan angkutan yang yang dimiliki

oleh institusi/lembaga tertentu, baik milik instansi/kantor/dinas pemerintahan maupun milik

swasta/perusahaan. Misalnya bus yang khusus mengangkut pegawai atau karyawan instansi

pemerintah atau swasta, mobil ambulans milik instansi rumah sakit dan bus milik lembaga

pendidikan.

c. Angkutan pribadi

Sarana transportasi berupa angkutan pribadi terdiri dari kendaraan pribadi beroda dua

maupun beroda empat yang dimiliki perseorangan misalnya seperti mobil pribadi, sepeda

motor pribadi, milik pemerintah yang digunakan perseorangan misalnya mobil dinas dan

sepeda motor dinas.

2.1.9 Kebijakan

1. Pengertian Kebijakan

Kebijakan merupakan jenis tindakan Administrasi Negara berasal dari kewenangan

diskresi yang pada umumnya digunakan untuk menetapkan peraturan kebijakan pelaksanaan

undang-undang.51 Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa

“Peraturan kebijaksanaan pada hakikatnya merupakan produk dari perbuatan tata usaha

Negara yang bertujuan yaitu menampakkan keluar suatu kebijakan tertulis dan hanya

50
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
51
Safri nugraha dkk. Hukum Administrasi Negara. Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2005. Hlm. 93.
berfungsi sebagai bagian dari oprasional penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah, sehingga

tidak dapat mengubah atau menyimpangi peraturan perundang-undangan”.52

Atmosudirjo mendefinisikan diskresi, discretion (Inggris), discretionair (Perancis),

freis ermessen (Jerman) sebagai kebebasan bertindak atau mengambil keputusan dari para

pejabat Administrasi Negara yang berwenang dan berwajib menurut pendapat

sendiri.53Thomas dye menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan

atau tidak melakukan sesuatu. Deifinisi ini dibuatnya dengan menghubungkan beberapa

definisi laindari David Easton, Lasswell dan Kaplan, serta Carl Friedrich. Easton

menyebutkan kebijakan pemerintah sebagai “kekuasaan pengalokasian nila-nilai untuk

masyarakat secara keseluruhan”. Hal ini mengandung konotasi tentang kewenangan

pemerintah yang meliputi keseluruhan kehidupan bermasyarakat.

Sementara itu, lasswell dan kaplan yang melihat kebijakan sebagai sarana untuk

mencapai tujuan, menyebutkan kebijakan sebagai program yang diproyeksikan berkenaan

dengan tujuan, nilai, dan praktik (a projectprogram of goals, value and partices). Ferdrich

mengatakan bahwa yang paling pokok bagi suatu kebijakan adalah adanya tujuan (goals),

sasaran (objective), atau kehendak (purpose).54 H. Hugh Heglo menyebutkan kebijakan

sebagai “a course of action intended to accomplish some end”atau sebagai suatu tindakan

yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi Heglo ini selanjutnya diuraikan

oleh Jones dalam kaitannya dengan beberapa isi dari kebijakan itu.

2. Implementasi Kebijakan

Pemerintah di dalam penyelanggaraan tugas-tugas administrasi Negara telah banyak

mengeluarkan kebijaksanaan yang dituangkan dalam berbagai bentuk seperti garis-garis

kebijaksanaan, peraturan-peraturan, pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk, surat edaran,

52
5Philip M. Hadjon. Himpunan makalah asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik. Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1994. Hlm. 152.
53
S. Prajudi Atmosudirjo, 2001 ,Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Graha Ilmu, hlm. 82
54
Said Zainal Abidin, Kebiajkan Publik, Edisi 2, Jakarta: Salemba Humanika, hlm. 5-6, 2012
instruksi-instruksi, peraturan-peraturan menteri, keputusan-keputusan, dan pengumuman-

pengumuman. Kebijaksanaan harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk kemudian dapat

berlaku. Syarat-syarat yang harus dipenuhi tersebut antara lain:

a. Tidak bertentangan dengan peraturan dasar yang mengandung wewenang diskresioner

yang dijabarkannya,

b. Tidak bertentangan dengan nalar sehat,

c. Harus dipersiapkan dengan cermat, kalau perlu meminta advis teknis dari instansi yang

berwenang, rembukan degan para pihak terkait dan mempertimbangkan alternative yang

ada,

d. Isi kebijakan harus jelas memuat hak dan kewajiban warga masyarakat yang terkena dan

ada kepastian tindakan yang akan dilakukan oleh instansi yang bersangkutan (kepastian

hokum formal,

e. Pertimbangan tidak harus rinci, asalkan jelas tujuan dan dasar pertimbangannya, dan

f. Harus memenuhi syarat kepastian hukum materiil, artinya hak yang telah diperoleh oleh

masyarakat yang terkena harus dihormati, kemudian harapan yang telah ditimbulkan jangan

sampai diingkari.55

Implementasi kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar sebuah kebijakan dapat

mencapai tujuannya. Lester dan Stewart yang dikutip oleh Winarno, menjelaskan bahwa

implementasi kebijakan adalah: “Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas

merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan eknik

yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan

yang diinginkan”.56

55
Indroharto. Perbuatan Pemerintah Menurut Hukum Publik dan Hukum Perdata, dikutip dalam Nugraha, Hlm.
92-93,2005
56
Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta:Media Pressindo, hlm. 101-102, 2002
Implementasi kebijakan memerlukan tindakan-tindakan seperti tindakan-tindakan

yang sah atau implementasi suaturencana peruntukan, oleh karena itu implementasi kebijakan

dikatakan suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan

dalam urutan waktu tertentu. Peraturan perundang-undangan akan menjadi efektif apabila

dalam pembuatan dan implementasinya didukung dengan sarana-sarana yang memadai.

3. Kebijakan Pemerintah Mengatur Transportasi Publik Perkotaan

1. Tujuan Kebijakan Transportasi Publik Perkotaan Menurut Stakeholders

Kebijakan dalam sistem transportasi publik perkotaan menurut berbagai stakeholders

masing-masing mempunyai tujuan yang berbeda, kadang tujuan-tujuan tersebut tidak selalu

sejalan dan bahkan bertentangan satu sama lain. Maka dirasakan pentingnya peranan

kebijakan pemerintah dalam mengatur sistem transportasi publik perkotaan. Pada umumnya

stakeholders dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan yaitu, pihak pemerintah, pihak

operator, pihak pengguna jasa transportasi publik perkotaan, dan masyarakat luas.

Pihak pemerintah bertujuan untuk mengatur terselenggaranya kegiatan pelayanan

transportasi pada umumnya dan transportasi publik perkotaan pada khususnya terlaksana

secara efektif dan efisien, dalam arti lancar,aman, berkapasitas, tertib dan teratur, tidak

mengalami kemacetan, dan sejumlah besar transportasi publik perkotaan dapat terangkut

dalam waktu yang relatif singkat. Pihak operator bertujuan dapat memberikan pelayanan

transportasi publik perkotaan kepada penumpang dengan sebaik-baiknya, dalam arti lancar,

cepat, selamat, berkapasitas, tertib dan teratur, tarif angkutan terjangkau dan penumpang

terasa nyaaman, serta dapat beroperasi dengan memperoleh keuntungan. Pihak penumpang

mendapatkan pelayanan yang nyaman, murah, tertib, tidak berdesakan, tidak merasa

terjadinya gangguan fisik. Pihak masyarakat luas mengingankan pelayanan transportasi


publik perkotaan tersedia saat dibutuhkan, lancar, cepat, murah, berkapasitas dan terjangkau

bagi masyarakat miskin. 57

2. Pemerintah Sebagai Regulator

Peranan pemerintah sebagai regulator sangat dibutuhkan dalam mengatur, membina,

dan mengawasi, penyelenggaraan pelayanan transportasi termasuk transportasi publik

perkotaan. Dalam kegiatan operasional transportasi, pemerintah melakukan trayek/rute

transportasi menetapkan tarif angkutan, melakukan pengaturan lalu lintas kendaraan

bermotor, melakukan pengecekan kendaraan, dan pengawasan kelayakan kendaraan serta

evaluasi terhadap kegiatan pelayanan transportasi dan lainnya. Dalam kebijakan transportasi

secara nasional, pemerintah merumuskan berbagai strategi dan upaya, yang diarahkan

utamanya kepada58 :

a. Meningkatkan kualitas pelayanan transportasi

b. Meningkatkan keselamatan dan keamanan transportasi

c. Meningkatnya pembinaan pengusahaan transportasi

d. Meningkatknya sumber daya manusia serta ilmu pengetahuan dan teknologi

e. Meningkatnya pemeliharaan dan kualitas lingkungan hidup, serta penghematan

penggunaan energi

f. Meningkatnya penyediaan dana pembangunan transportasi

g. Meningkatnya kualitas administrasi Negara di sektor transportasi.

Kebijakan transportasi meliputi banyak aspek. Pemerintah sebagai regulator harus

mampu menyelenggarakan pelayanan transportasi nasional secara efektif dan efisien, dalam

arti harus memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders, yaitu pihak perusahaan

transportasi, dan pihak pengguna jasa transportsi. Kebijakan transportasi digunakan sebagai

arahan untuk penyelenggaraan kegiatan pelayanan transportasi secara komprehensif, serasi,

57
Budi Winarno, Op.Cit, 107
58
Budi Winarno, Op.Cit, 111
seimbang, terkoordinasi, terintegrasi, dan harmonis untuk memujudkan Sistem Transportasi

Nasional yang efektif dan efisien.59

4. Inovasi Kebijakan

Inovasi berorientasi pada terobosan dan hal yang “baru”. Hal yang baru dapat

dimaknai sebagai suatu hal yang benar-benar baru ditemukan, dan juga dapat dimaknai

sebagai suatu hal yang baru bagi satu individu, kelompok, organisasi, maupun pemerintahan,

terlepas dari apakah inovasi tersebut sudah dilaksanakan di tempat lain atau belum.

Sedangkan kebijakan dalam konteks pemerintahan menurut Thomas R. Dye lebih dimaknai

sebagai suatu tindakan apapun yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah dalam

rangka mengatasi persoalan publik untuk mencapai satu tujuan tertentu.60 Dari dua

pemahaman inovasi dengan kebijakan, secara sederhana dapat ditarik satu pemahaman bahwa

inovasi kebijakan merupakan satu kajian yang membahas mengenai apa yang baru dilakukan

pemerintah dalam rangka menyelesaikan masalah publik. Hasil inovasi pemerintah berupa

kebijakan kebijakan publik.

Inovasi kebijakan publik secara substantif dapat memberikan penguatan dalam

menyelesaikan masalah yang terjadi ditengah masyarakat. Meskipun inovasi kebijakan

dilakukan tidak mengikuti tren atau secara musiman akan tetapi inovasi kebijakan dapat

menjadi keputusan alternatif dalam dimensi kebijakan publik di masa kini dan masa yang

akan datang. Menurut Alvarez et. al Innovation policies and innovations in public sector

activities are oriented to address market failures and in particular yang berarti inovasi

59
Adisasmita, A.S, Perencanaan Pembangunan Transportasi, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2011
60
Putri, Lusy Dian. 2016. Inovasi Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro Dalam Mengatasi Kekeringan
(Studi tentang Program Pembangunan 1000 Embung Tahun 2013). Malang : Skripsi Ilmu Pemerintahan FISIP
Universitas Muhammadiyah Malang.
kebijakan dan inovasi sektor publik berorientasi mengatasi kegagalan pasar dan seluruh

bagian yang terdapat didalamnya.61 Kebijakan publik yang inovatif senantiasa harus:

1) Berbasis kepada kepentingan publik;

2) Perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, serta evaluasinya melibatkan pastisipasi

publik; 3) Perumusannya senantiasa bergerak secara dinamis sesuai dengan perkembangan

aspirasi publik.62

Menurut Albury secara konseptual terdapat tiga jenis inovasi kebijakan yaitu :

1) Policy innovation : new policy direction and initiatives (inovasi kebijakan).

Inovasi kebijakan yang dimaksud adalah adanya inisiatif dan arah kebijakan baru. Ini berarti

bahwa setiap kebijakan (publik) yang dikeluarkan pada prinsipnya harus memuat sesuatu

yang baru.

2) Innovations in the policy-making process (inovasi dalam proses pembuatan kebijakan)

Pada peranan ini, maka fokusnya adalah pada inovasi yang memengaruhi proses pembuatan

atau perumusan kebijakan.

3) Policy to foster innovation and its diffusion

Kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan yang khusus diciptakan untuk mendorong,

mengembangkan, dan menyebarkan inovasi di berbagai sektor.63

Dalam membuat suatu inovasi kebijakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

mengeluarkan suatu program yang dapat dijalankan oleh seluruh stakeholder terkait untuk

mengatasi permasalahan publik agar dapat mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.

Seperti halnya membuat suatu inovasi kebijakan untuk mengatasi kemacetan dan

menggerakan masyarakat untuk menggunakan transportasi umum.

61
Sururi, Ahmad, Inovasi Kebijakan dalam Perspektif Administrasi Publik Menuju Terwujudnya Good Public
Policy Governance. Journal of Spirit Public, Vol. 12, No. 2
https://jurnal.uns.ac.id/spiritpublik/article/view/16236, 2017
62
Mariana, Dede, Otonomi Daerah dan Inovasi Kebijakan. Journal of Governance, Vol. 1, No. 1. pada
http://jurnal.unismabekasi.ac.id/index.php/governance/article/download/702 /588, 2010
63
Suwarno, Yogi, Inovasi di Sektor Publik. Journal of STIA-LAN. Diunduh pada
https://www.researchgate.net/publication/328202667_INOVASI_DI_SEKT OR_PUBLIK, 2008
2.2 Landasan Hukum

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan penyelenggaraan dan pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan dilaksanakan pemerintah

berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini. Transportasi jalan sebagai salah satu moda

transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, usaha bersama dan

kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kepentingan umum, keterpaduan, kesadaran

hukum, dan percaya pada diri sendiri. Dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa transportasi jalan

diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan

selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan

modal transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang

pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang

pembangunan nasional dengan biaya terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Lalu lintas dan angkutan jalan memiliki peranan yang sangat penting dan strategis

sehingga penyelenggaraannya dikuasai oleh negara, dan pembinaannya diakukan oleh

pemerintah dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat,

aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, aman dan efisien, mampu memadukan transportasi

lainnya. Menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan untuk menunjang pemerataan,

pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan

nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Pembinaan di bidang lalu lintas jalan yang meliputi aspek- aspek pengaturan,

pengendalian dan pengawasan lalu lintas harus ditujukan untuk keselamatan, keamanan,

ketertiban, kelancaran lalu lintas. Disamping itu, dalam melakukan pembinaan lalu lintas

jalan juga harus diperhatikan aspek kepentingan umum atau masyarakat pemakai jalan,

kelestarian lingkungan, tata ruang, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hubungan
interasional serta koordinasi antar wewenang pembinaan lalu lintas jalan di tingkat pusat dan

daerah.64

Dalam rangka pembinaan lalu lintas jalan sebagaimana tersebut, diperlukan penetapan

aturan-aturan umum yang bersifat seragam dan berlaku secara nasional serta dengan

mengingat ketentuan-ketentuan lalu lintas yang berlaku secara internasional. Disamping itu,

untuk dapat lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam penggunaan dan

pemanfaatan jalan, diperlukan pula adanya ketentuan-ketentuan bagi Pemerintah dalam

melaksanakan kegiatan-kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian

lalu lintas dan juga dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan perencanaan, pengadaan,

pemasangan, danpemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan di seluruh jaringan jalan primer

dan sekunder yang ada di Tanah Air baik yang merupakan Jalan Nasional, Jalan Propinsi,

Jalan Kabupaten, Jalan Kotamadya, maupun Jalan Desa.65

64
Biosca, O., Spiekermann, K., Stępniak, M, Transport accessibility at regional scale. Europa XXI 24 (2013). pp.
5–17. IGiPZ PAN, Warsaw, Poland. https://doi.org/10.7163/Eu21.2013.24.1, (2013)
65
Kenyon, S., Lyons, G., Rafferty, J, Transport and social exclusion: investigating the possibility of promoting
inclusion through virtual mobility. Journal of Transport Geography. 10(3), pp. 207–219.
https://doi.org/10.1016/S0966-6923(02)00012-1, 2002
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas, penulis menggunakan metode


penelitian normatif, yaitu dalam penelitian hukum normatif, hukum yang tertulis dikaji dari
berbagai aspek seperti aspek teori, filosofi, perbandingan, struktur/ komposisi, konsistensi,
penjelasan umum dan penjelasan pada tiap pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu
undang-undang serta bahasa yang digunakan adalah bahasa hukum. Kondisi dan data yang
dibutuhkan didapatkan melalui data sekunder berupa buku-buku, jurnal dan media massa.
Data sekunder berupa bahan hukum primer digunakan mengetahui sejauhmana regulasi
mengatur tentang masalah yang sedang dibahas. Terhadap data-data tersebut akan dianalisa
secara deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan rumusan jawaban atas
permasalahan yang dikemukan dalam penelitian ini.
BAB IV
HASIL PENELITIAN & ANALISIS

4.1 Hasil Penelitian

Pemerintah daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan yang

menjadi urusan Pemerintah. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan daerah tersebut, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya

untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan

tugas pembantuan. Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan

pemerintahan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Urusan pemerintahan terdiri dari

urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan

pemerintahan yang dikelola secara bersama antar tingkatan dan susunan pemerintahan atau

konkuren.66

Menurut Pasal 10 Ayat (1) dan (2) UU No.23 Tahun 2014 bahwa pemerintah daerah

menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan yang

menjadi urusan pemerintah pusat. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangannya daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya

untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan

tugas pembagian.

Daerah otonomi adalah wilayah administrasi pemerintahan dan kependudukan yang

dikenal dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Dengan demikian jenjang daerah otonom ada dua bagian, walau titik berat pelaksanaan

otonomi daerah dilimpahkan pada pemerintah kabupaten/kota. Adapun daerah provinsi,

66
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
berotonomi secara terbatas yakni menyangkut koordinasi antar/lintas kabupaten/kota, serta

kewenangan pusat yang dilimpahkan pada provinsi, dan kewenangan kabupaten/kota yang

belum mampu dilaksanakan maka diambil alih oleh provinsi. Secara konsepsional, jika

dicermati berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, dengan tidak adanya

perubahan struktur daerah otonom, maka memang masih lebih banyak ingin mengatur

pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Disisi lain, pemerintah kabupaten/

kota yang daerah otonomnya terbentuk hanya berdasarkan kesejahteraan pemerintahan, maka

akan sulit untuk berotonomi secara nyata dan bertanggungjawab di masa mendatang. 67

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal

14 Ayat (1), urusan pemerintah yang menjadi wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota adalah

sebagai berikut:

1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan

2) Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang

3) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat

4) Penyediaan sarana dan prasarana umum

5) Penanganan bidang kesehatan

6) Penyelenggaraan pendidikan

7) Penanggulangan masalah sosial

8) Pelayanan bidang ketenagakerjaan

9) Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah

10) Pengendalian lingkungan hidup

11) Pelayanan pertanahan

12) Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil

13) Pelayanan administrasi umum pemerintahan

67
Aftan Gaffar, Paradigma Ban Otonomi Daerah dan Implikasinya, Citra Aditya Bakti, Jakarta, hlm. 83, 2006
14) Pelayanan administrasi penanaman modal

15) Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya

16) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Di Indonesia, pemerintahan lokal disebut juga dengan pemerintah daerah yang

menurut UU Nomor 32 Pasal 1 (3) berarti bahwa Gubernur, Bupati, atau Walikota dan

perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Berdasarkan definisi

tersebut, bahwa pemerintah daerah adalah unsur eksekutif yang menyelenggarakan

pemerintahan di daerah.68

Sebagai unsur eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah,inovasi

pemerintahan daerah merupakan keharusan dalam upaya mencapaikemakmuran dan

kesejahteraan masyarakat dan daerahnya. Selain itu, kompetisikota-kota dunia menjadi alasan

pentingnya inovasi. Inovasi daerah merupakan proses meningkatkan kemampuan penciptaan

nilai dan potensi pertumbuhan melalui penguatan inovatif kompetensi oleh proses kreatif

daerah. Menurut Kim, dalam inovasi pemerintah daerah tidak boleh bermain dalam inovasi

yang sama dengan daerah lain. Konsepsi ini perlu dikembangkan dikarenakan :

1) Pemerintah daerah dituntut untuk mengembangkan dirinya, khususnyaberkenaan dengan

peningkatan pelayanan publik. Terlebih dengan keluarnya PP No 6 Tahun 2008 tentang

Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Untuk itu diperlukan strategi

kebijakan untuk memahami hal ini.

2) Pemerintah daerah umumnya selalu mengikuti pola yang sama dalam menerapkan perilaku

baru dalam pelayanan publik.69

Kemacetan disebabkan oleh meningkatnya berbagai biaya pengangkutan barang dan orang,

hilangnya waktu, kecelakaan, dan ketegangan psikologis (congestion causes increased costs

68
Widjaja, HAW, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli Bulat dan Utuh. Yogyakarta : Rajawali Press,
2010
69
Noor, Dr. Iwan, Desain Inovasi Pemerintahan Daerah. Malang : UB Press, 2017
for travelers and freight movement, loss of time, accident, and psychological strain). Adapun

penyebab kemacetan transportasi secara umum adalah:

1) Urbanisasi (urbanization), dalam hal ini gambaran urbanisasi merupakan terkonsentrasinya

orang-orang dan kegiatan ekonomi di wilayah kota.

2) Spesialisasi di dalam kota (specialization -within cities), maksudnya tempat kerja,

perdagangan terpusat di area tertentu, dan tempat hiburan (rekreasi) atau perumaban

terkumpul di area lain, tetapi orang-orang dan aktivitas ini saling memiliki ketergantungan

sehingga interaksi dan pergerakan yang konsisten di antaranya menyebabkan kemacetan

transportasi.

3) Waktu memulai dan mengakhiri pekerjaan/aktivitas keseharian masyarakat relatif sama

(starting and ending the workdays at about the same time).

4) Persedian alat transportasi yang merangsang tingginya permintaan masyarakat (supply

vehicles of transportation often stimulates demand). 70

b. Mobilitas (mobility)

Masyarakat cenderung inempunyai mobilitas yang lebih tinggi, sehingga akses pada alat

transportasi secara otomatis akan lebih tinggi.

c. Dampak (impact)

Dampak sistem transportasi (eksternalitas) adalah aspek ketiga dari masalah transportasi,

yang meliputi; kecelakaan (accidents), konsumsi energi (energy consumption), dampak

lingkungan (environmental impact) seperti polusi air dan udara dan suara gaduh, konsumsi

tanah (land consumption), estetika (aesthetics), gangguan pabrik di daerah kota (disruption of

the urban fabric) dan penggunaan lahan (land use)?71

70
Schwanen, T.; Lucas, K.; Akyelken, N.; Solsona, D.; Carrasco, J.; Neutens, T. Rethinking the links between
socialexclusionandtransportdisadvantagethroughthelensofsocialcapital. Transp. Res. PartAPolicyPract. Vol. 74,
123–135, (2015)
71
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Disiplin Berlalu Lintas diJalan Raya Penerbit Rineka Cipta.
Jakarta.2007.hlm.56
Lalu lintas diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan

jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien. mampu

memadukan modal transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk

menunjang pemerataan. pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan

penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya belimasyarakat.72

Perencanaan transportasi merupakan proses panjang yang meliputi kebutuhan

perjalanan, pembangunan fasilitas bagi pergerakan penumpang dan barang di antara kegiatan

yang terpisah dalam ruang kota. Selanjutnya dalam penyusunan rencana-rencana strategis

mengatasi kemacetan dan permasalahan transportasi.

Transportasi adalah perpindahan orang atau barang dari satu tempat ketempat yang lainnya

atau dari tempat asal ke tempat tujuan dengan menggunakan wahana digerakan manusia,

hewan atau mesin.73 Tujuan orang menggunakan alat transportasi adalah agar lebih cepat dan

lebih mudah dalam perpindahan orang atau barang dari tempat asal ke tempat tujuannya.

Fungsi transportasi ini tidak hanya dilihat secara perorangan tapi juga dilihat dari kepentingan

masyarakat luas.

a. Penggerak pembangunan, sebuah daerah terpencil dengan hasil ekonomi dari sumber daya

alam apabla tidak terdapat lalu lintas dan angkutan ke daerah tersebut maka akan terpencillah

daerah tersebut, karena itu apabila ada angkutan maka daerah tersebut dapat digerakan

pembangunannya.

b. Melayani kegiatan nyata pada ekonomi yang sudah berjalan maka transportasi diperluhkan

untuk menunjang pergerakan barang atau orang dari satu tempat ke tempat yang laun.74

Dalam kegiatan transportasi tentu banyak faktor pendukung untuk melaksanakan

sistem transportasi yang baik. Jika suatu transportasi tidak di atur dengan baik maka bisa jadi

72
Catanese, Anthony J. dan James C. Synder. Perencanaan Kota Edisi Kedua Alih Bahasa oleh Wahyudi.
Penerbit Erlangga. Jakarta. 2009. hlm. 24.
73
Zulfikar Sani, Trasnportasi Suatu Pengantar, Jakarta: Universitas Indonesia, 2012.
74
Zulfikar Sani,Op.Cit, 2
menimbulkan berbagai maslah seperti kemacetan dan kecelakan lalulintas atau ruang publik

yang semrawut karena tidak terlaksanannya transportasi yang baik. Maka faktor yang

mendukung transportasi yang baik antara lain

a) Rute (jaringan) yang terdiri dari asal, tujuan dan lintasannya.

b) Prasarana (infrastruktur) sesuai dengan transportasi yang digunakan.

c) Sarana alat untuk melakukan perpindahan.

d) Operasional proses pengaturan operasi kendaraan agar dapat eefisien mungkin.

e) Peraturan pelaksanaan yang mengatur penggunaan prasarana oleh sarana karena banyak

pemakianan pada saaat yang bersamaan pada satu tempat atau ruang.

f) Pengawasan: agar pemakaian prasarana berjalan tertib sesuai dengan peraturan yang

dikeluarkan.

g) Pekasanaan (pengusaha angkutan/badan penyelenggara): pihak yang menyediakan sarana

untuk pekasanaan perpindahan yang biasanya disebut pengusaha angkutan umum.

h) Penumpang (konsumen): yang memerluhkan alat angkut ntuk memudahkan

perpindahannya dan agar lebih cepat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

i) Pihak yang terkena dampak angkutan (lingkungan): pihak yang dapat mengganggu atau

terganggu dalam peruses pergerakan atau pengoprasian sarana.75

Dengan demikian apabila satu unsur ini tidak benar maka sistem tidak akan berjalan

sebagaimana yang diharapkan. Seperti juga keberadaan transportasi yang tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memadai untuk melakukan pekerjaanya, ketidak beradaan rute

dan masalah lainnya menyababkan berbagai permasalahan di Jakarta.

1) Kebijakan Transportasi Perkotaan.

Kebijakan transportasi digunakan sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan transportasi,

adapun keijakan transportasi dibagai menjadi 6 kebijakan76 yaitu

75
Zulfikar Sani,Op.Cit, 12
a) Kebijakan Transportasi yang Terkonsolidasi

Terkonsolidasi diartikan sebagai upaya pemanfaatan kapasitas moda transportasi yang

tersedia secara maksimum. Pemanfaatan kapasitas sarana transportasi secara terkonsilidasi

adalah mengupayakan faktor penumpang (passenger factor atau sering disebut pula load

factor) mencapai angka (presentase) yang tinggi.

b) Kebijakan Transportasi yang Terkoordinasi

Terkoordinasi diartikan bahwa masing- masing jenis sarana angkutan perkotaan dalam

melaksanakankan kegiatan usahanya, yaitu dalam penyediaan jumlah dan kapasitasnya yang

ditempatkan dalam rute atau trayek yang dilayaninya, penentuan rute atau trayek yang

dialayani, penentuan tarif angkutan, pemberian izin usaha dan lainnya, harus dilakukan secara

terkoordinasi dengan baik, tidak seharusnya mengikuti kepentingan masing- masing

operator.Terkoordinasi dengan baik dimaksudkan bahwa masing- masing sarana angkutan

perkotaan yang berbeda- beda itu, dalam penyelenggaraan pelayanan kegiatan trasportasnya

tidak dilakukan secara sendiri- sendiri, tetapi terkait satu sama lain.

c) Kebijakan Transportasi yang Terintegrasi

Terintegrasi atau terpadu dimaksudkan bahwa penyelenggaraan kegiatan pelayanan

transportasi perkotaan yang mencakup prasarana transportasi dan sarana transportasi dikelola

dan dilaksanakan secara kesisteman. Secara kesisteman berarti keseluruhan unsur

trasnportasi, yang meliputi prasarana transportasi dan sarana trasnportasi baik darat, laut dan

udara dikelola dan dilaksanakan dalam kegiatan pelayanan trasnportasi yang padu , yang utuh

secara menyeluruh. 77

d) Kebijakan Transportasi yang Tersikronisasi

Tersinkronisasi berarti sesuai (kesesuaian) atau serasi (keserasian).Kebijakan transportasi

yang tersinkronisasi dimaksudkan menyediakan berbagai sarana ngkutan yang serasi dalam

76
Rahardjo Adisasmita, “Manajemen Transportasi”. Jakaarta: Graha Ilmu, 2011
77
Rahardjo Adisasmita, Op.Cit, 30
jenisnya, dalam jumlahnya dalam besaran kapasitas angkutnya. Jumlah sarana angkutan yang

serasi dimaksudkan tersedia mencukupi, tidak perlu berlebihan atau tidak kekurangan

Kebijakan trasportasi yang tersinkronisasi yang tersinkronisasi dimaksudkan untuk

menyediakan jumlah dan kapasitas sarana angkutan yang serasi dengan besarnya kebutuhan

jasa transportasi

e) Kebijakan trasnportasi yang Berkesinambungan

Berkeseimbangan diartikan bahwa pelayanan trasnportasi diselenggarakan ke seluruhan

bagian wilayah daerah perkotaan, untuk memenuhi kebutuhan akan jasa trasnportasi bagi

penduduk yang bermukim tersebar di seluruh bagaian daerah perkotaan.Terlaksananya

pembangunan perkotaan yang berkelanjutan ditunjang oleh pelayanan trasportasi yang

berkeseimbngan.78

Fungsi transportasi sangat penting dan setrategis dalam melayani pembangunan dan

pertumbuhan perkotaan yang cenderung semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan

jumlah penduduk kota yang cukup tinggi.

f) Kebijakan transportasi yang Harmonis

Harmoni diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan melalui berbagai unsur, satu sama lain

tidak terjadi benturan untuk menciptakan keadaan yang lebih tinggi.Sistem transportasi

perkotaan yang harmonis dapat diwujudkan meliputi banyak faktor, diantaranya didukung

oleh peraturan yang komperhensif, akomodatif dan implikatif, manajemen lalulintas yang

cerdas, kemampuan dan keterampilan pengelola dan perlilaku kegiatan transportasi yang
79
tinggi, serta keperdulian masyarakat luas.

Dari berbagai kebijakan diatas, kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah haruslah

saling berkaitan agar pelaksanaan yang dilakukan dapat secara

78
Rahardjo Adisasmita, Op. Cit, 35
79
Currie, G.; Richardson, T.; Smyth, P.; Vella-Brodrick, D.; Hine, J.; Lucas, K.; Stanley, J.; Morris, J.; Kinnear, R.;
Stanley, J. Investigating links between transport disadvantage, social exclusion and well-being in Melbourne—
Preliminary results. Transp. Policy Vol. 16, 97–105, (2009)
1) kebijakan transportasi yang terkonsolidasi,

2) kebijakan transportasi yang terkoordinasi,

3) kebijakan transportasi yang terintegrasi,

4) kebijakan transportasi yang tersingkronisasi,

5) keijakan transportasi yang berkeseimangan,

6) kebijakan transportasi yang harmonis. 80

Dengan pelaksanaan yang sesuai dengan pedoman transportasi nasional maka dengan

itu pemerintah akan dapat mengatur transportasi perkotaan menjadi leih baik.

2) Trasnportasi Perkotaan Yang Efektif dan Efisien

Transportasi perkotaan merupakan sektor penunjang utama terhadap mobilitas

penduduk perkotaan dana angkutan barang, yang merupakan unsur penting dalam

penyelengngaraan “perekonomian dan pembangunan perkotaan, yang cenderung semakin

meningkat”. Jasa trasnportasi perkotaan yang dilaksanakan untuk melayani berbagai kegiatan

ekonomi, sosial, administrasi pemerintah, dan politik agar diupayakan terselenggara secara

efektif dan efisien, adapaun jasa transportasi yang efektif dan efisien meliputi81 :

a) Lancar atau Cepat (speed)

Lancar berarti pelayanan transportasi dilaksanakan tanpa (banyak) hambatan, perjalanan

dilaksanakan secara cepat, atau memerluhkan waktu perjalanan yang singkat samapai di

tempat tujuan. Perjalanan yang dilaksanakan secara lancar, dilihat dari aspek lalu lintas akan

mengurang terjadinya kepadatan dan kemacetan lalu lintas.

b) Selamat atau Aman (Safety)

80
Hrelja, R.; Pettersson, F.; Westerdahl, S. The Qualities Needed for a Successful Collaboration: A Contribution
to the Conceptual Understanding of Collaboration for Efficient Public Transport. Sustainability Vol. 8, 542,
(2016)
81
Cheng, Y.-H., Chen, S.-Y, Perceived accessibility, mobility, and connectivity of public transportation systems.
Transportation Research Part A: Policy and Practice. 77, pp. 386–403.
https://doi.org/10.1016/j.tra.2015.05.003, (2015)
Selamat berarti pelayanan trasnportasi dilaksanakan tanpa mengalami kecelakaan selama

dalam perjalanan. Terjadinya kecelakaan lalu lintas akan menggangu keamanan lalu lintas.

Untuk menjamin keamanan harus dilaksanakan peraturan yang mengatur tentangtata tertib

berlalu lintas. 82

c) Berkapasitas (Capacity)

Pelayanan transportasi yang berkamapsitas dimaksudkan bahwa jumlah dan kapasitas moda

transportasi yang disediakan adalah cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan jasa

transportasi dalam arti tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Dalam pelayanan trasnportasi

umum perkotaan terdiri dari moda transportasi trans jogja, becak delaman, taksi, dan masing-

masing memiliki kapasitas berbeda namun demikian harus diupayakan agar supaya kapasitas

trasnportasi yang disediakan berkapasitas cukup.

d) Frekuensi (frequency)

Frekeunsi dalam pelayanan transortasi diartikan sebagai pelayanan transportasi dilakukan

dalam suatau waktu tertentu. Dalam pelayanan trasnportasi umumperkotaan, pada jam jam

sibuk dimana terdapat arus lalu lintas penumpang sangat tinggi, maka frekuensi pelayanan

trasnportasi yang dilakukan harus lebih banyak untuk memenuhi permintaan jasa transportasi

yang leih besar. Dan sebaliknya pada jam –jam tidak sibuk jumlah frekuensi pelayanan

transportasi leih sedikit.

e) Keteraturan (Regularity)

Keteraturan dalam pelayanan transportasi dimakudkan bahwa kegiatan pelayanan transportasi

dilaksanakan secara teratur yaitu dilaksanakan setiap hari. Penyelenggaraan pelayanan

transportasi secara teratur, akan memudahkan bagi penumpang dalam mengatur jadwal

perjalanan yang dilakukan. Pelayanan transportasi perkotaan yang diselenggarakan secara

teratur akan menunjang terlaksananya berbagai kegiatan ekonomi, sosial, administrasi

82
Lättman, K., Friman, M., Olsson, L. E, Perceived Accessibility of Public Transport as a Potential Indicator of
Social Inclusion. Social Inclusion. 4(3), pp. 36-45. https://doi.org/10.17645/si.v4i3.481, (2016)
pemerintahan dan politik, secara menerus lancar dan berkesinambungan. Pelayanan

perkotaan dan pembangunan perkotaan dapat berlangsung secara efektif dan efisien,

selanjutnya akan mampu melayani pertumuhan kota yang multi aspek dan multi dimensional.

f) Komperhensif (Comperhensive)

Pelayanan trasnportasi secara komperhensif berarti pelayanan transportasi yang melayani

tempat asal ke tempat tujuan akhir dilaksanakan secara utuh atau harus transit melalui

terminal antara, menggunakan satu macam transportasi ataupun menggunakan lebih dari satu

macam moda transporasi tergantung pada jenis rute dilalui.

g) Bertanggungjawab (Responbility)

Pelayanan transportasi yang bertanggung jawab diartikan bahwa pelayanan transportasi yang

diselenggarakan harus memberikan ganti rugi terhadap kerugian kepada pengguna jasa

transportasi. Karakteristik pelayanan transportasi bertanggungjawab adalah berkaitan dan

menjamin terlaksananya karakteristik pelayanan transportasi yang selamat.

h) Biaya Rendah (Acceptable) atau harga Terjanggkau (Affordable price)

Pada dasarnya, karakteristik biaya rendah dan harga terjangkau hampir sama yaitu biaya

rendah dilihat dari pihak perusahaan transportasi yang menyelenggarakan pelayanan

transportasi, sedangkan harga terjangkau dilihat dari kepentingan pengguna jasa transportasi.

i) Nyaman (Comfort)

Salah satu karakteristik pelayanan transportasi angkutan penumpang adalah nyaman.

Penumpang melakukan perjalanan memutuhkan susasana yang nyaman, nikmat , terhindar

dari suasana berdesakan dan pengap.83

3) Sistem Tata Guna Lahan dan Transportasi.

Sistem transportasi terutama pada perkotaan terdiri dari beragai aktifias masyarakat. Untuk

memenuhi kebutuhan manusia melakukan perjalanan melintasi tata guna lahan tersebut

83
Rahardjo Adisasmita, Op.Cit 25
dengan menggunakan sarana angkutan dalam konteks sistem jaringan. Cara perencanaan

transportasi untuk mencapai sasaran umum itu antara lain dengan menetapkan kebijakan

tentang beberapa hal berikut ini :

a) Sistem kegiatan (tata guna lahan)

Rencana tataguna lahan yang baik dapat mengurangi kebutuhan akan perjalanan yang

menjadi lebih dekat dan mudah.

b) Sistem jaringan (transportasi)

Hal yang dapat dilakukan missal meningkatkan kapasitas pelayanan prasarana yang ada,

melebarkan jalan, menambah jaringan baru dan lainnya.

c) Sistem pergerakan (lalu lintas). Hal yang dapat dilakukan antara lain mengatur teknik

manajemen lalu lintas, fasilitas angkutan umum yang lebih baik, atau pemangunan jalan.84

Hubungan dasar antara sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem pergerakan dapat

disatukan dalam beberapa urutan tahapan tataguna lahan dan transportasi, yang biasanya

dilakukan secara berurutan menurut Rahardjo Adisasmita dan Sakti Adji Sasmita sebagai

berikut.

a) Aksesbilitas dan mobilitas

Ukuran potensial adalah kesempatan untuk melakukan perjalanan. Tahapan ini lebih bersifat

abstrak jika dibandingkan dengan emapt tahap berikutnya.

b) Pembangit lalu lintas

Bagaimana perjalanan dapat bangkit dari suatu tataguna lahan atau dapat ditarik ke suatu tata

guna lahan lain.

c) Sebaran penduduk

Bagaimana perjalanan tersebut disebarkan secara geografis di dalam daerah perkotaan.

84
Rahardjo Adisasmita, Op.Cit, 49
d) Pemilihan moda transportasi . menentukan faktor yang memperngaruhi pemilihan moda

transportasi untuk tujuan perjalanan tertentu.

e) Pemilihan rute

Menentukan fator yang mempengaruhi pemilihan rute dari setiap zona asal ke setiap zona

tujuan. 85

4.2 Analisis

Kewenangan sering disejajarkan dengan istilah wewenang. Istilah wewenang

digunakan dalam bentuk kata benda dan sering disejajarkan dengan istilah “bevoegheid”

dalam istilah hukum Belanda. Menurut Phillipus M. Hadjon, jika dicermati ada sedikit

perbedaan antara istilah kewenangan dengan istilah “bevoegheid”. Perbedaan tersebut

terletak pada karakter hukumnya. Istilah “bevoegheid” digunakan dalam konsep hukum

publik maupun dalam hukum privat. Dalam konsep hukum kita istilah kewenangan atau

wewenang seharusnya digunakan dalam konsep hukum publik.

Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan dalam

lapangan hukum publik, namun sesungguhnya terdapat perbedaan diantara keduanya.

Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari

kekuasaan yang dibenkan oleh undang-undang atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau

administrates.86

Berdasarkan beberapa pengertian diketahui bahwa kewenangan merupakan

kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis kewenangan

adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk

melakukan hubungan-hubungan hukum.

85
Rahardjo Adisasmita, Op.Cit, 50
86
A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, Kanisius,
Yogyakarta, 1990, hlm. 25.
Kewenangan sebagai kekuasaan formal yang berasal dari undang-undang, dan

wewenang sebagai spesifikasi dari kewenangan, artinya barang siapa (subyek hukum) yang

diberikan kewenangan oleh undang-undang, maka ia berwenang untuk melakukan sesuatu

dalam kewenangan itu. Kewenangan yang dimiliki institusi pemerintahan dalam melakukan

perbuatan nyata, mengadakan pengaturan atau mengeluarkan keputusan selalu dilandasi oleh

kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara atribusi, delegasi, maupun mandat.87

Ditinjau dari sumbernya kewenangan terdiri dari, yaitu:

a. Kewenangan Atribusi, adalah kewenangan yang melekat pada suatu jabatan yang berasal

dari undang-undang. Atribusi merupakan kewenangan yang diberikan kepada suatu organ

(institusi) pemerintahan atau lembaga Negara oleh suatu badan legislatif yang independen.

Kewenangan ini adalah asli. yang tidak diambil dari kewenangan yang ada sebelumnya.

b. Kewenangan Delegasi, adalah pemindahan/pengalihan kewenangan yang ada atau dengan

kata lain pemindahan kewenangan atribusi kepada pejabat di bawahnya dengan dibarengi

pemindahan tanggung jawab. Delegasi sebagai kewenangan yang dialihkan dari

kewenangan atribusi dari suatu organ (institusi) pemerintahan kepada organ lainnya

sehingga delegator (organ yang telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan

atas namanya,

c. Kewenangan Mandat, dalam hal ini tidak ada sama sekali pengakuan kewenangan atau

pengalihan kewenangan, yang ada hanya janji-janji kerja interen antara pimpinan dan

bawahan. Pada mandat tidak terdapat suatu pemindahan kewenangan tetapi pemberi

mandat (mandator) memberikan kewenangan kepada organ lain (mandataris) untuk

membuat keputusan atau mengambil suatu tindakan atas namanya.88

Berdasarkan sumber kewenangan yang dipaparkan di atas, kewenangan yang

digunakan pada program Jak Lingko merupakan kewenangan atribusi. Program Jak

87
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Cet.II, UII Press, Yogyakarta, 2003. hlm. 54.
88
Prajudi Admosudirjo, Op.Cit., hlm. 11.
Lingko yang semula OK Trip merupakan program inovasi Pemerintah Provinsi DKI

Jakarta berdasarkan pada peraturan yang dikeluarkan oleh gubernur dan UU terkait

transportasi.

Ciri-ciri kewenangan berkaitan dengan asas delegasi, yang merupakan asas paling

penting dalam pelaksanaan kewenangan dalam organisasi, terdapat empat kegiatan delegasi

kewenangan. Kegiatan ini artinya ialah proses di mana para pimpinan mengalokasikan

kewenangan kepada bawahan dengan delegasi yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Pendelegasi menetapkan dan memberikan tujuan dan tugas kepada bawahan.

b. Pendelegasi melimpahkan kewenangan yang di perlukan untuk mencapai tujuan atau tugas.

c. Penerimaan delegasi, baik implisit atau eksplisit, menimbulkan kewajiban atau tanggung

jawab.

d. Pendelegasi pertanggung jawaban bawahan untuk hasil-hasil yang dicapai.89

Kewenangan tidak hanya diartikan sebagai kekuasaan, oleh karena itu, dalam

menjalankan hak berdasarkan hukum publik selalu terikat kewajiban berdasarkan hukum

publik tidak tertulis atau asas umum pemerintahan yang baik. Kewenangan dalam hal ini

dibedakan menjadi:

a. Pemberian kewenangan: pemberian hak kepada, dan pembebanan kewajiban terhadap

badan (atribusi/mandat);

b. Pelaksanaan kewenangan: menjalankan hak dan kewajiban publik yang berarti

mempersiapkan dan mengambil keputusan;

c. Akibat Hukum dari pelaksanaan kewenangan: seluruh hak dan/atau kewajiban yang

terletak rakyat, kelompok rakyat dan badan.90

Macam-macam kewenangan berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi dua:

89
Muammar Himawan, Pokok-Pokok Organisasi Modern, Bina Ilmu, Jakarta, 2004, Mm. 51.
90
Prajudi Admosudirjo, Op.Cit., hlm. 87.
1. Wewenang personal, bersumber pada intelegensi, pengalaman, nilai atau norma, dan

kesanggupan untuk memimpin.

2. Wewenang ofisial, merupakan wewenang resmi yang di terima dari wewenang yang

berada di atasnya.91

Secara organisasional kewenangan adalah kemampuan yuridis yang didasarkan pada

hukum publik. Kewenangan berkaitan dengan hak dan kewajiban, yaitu agar kewenangan

tidak semata-mata diartikan sebagai hak berdasarkan hukum privat, tetapi juga kewajiban

sebagai hukum publik. Kewenangan adalah fungsi untuk menjalankan kegiaian dalam

organisasi. sebagai hak untuk memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan

sesuatu agar tujuan dapat tercapai.

Pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai

dengan tujuan organisasi, sumber daya-sumber daya yang dimilikinya dan lingkungan yang

melingkupinya. Kewenangan dalam suatu lembaga berkaitan dengan tugas dan fungsi, yaitu

dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam pelaksanaan pekerjaan oleh seseorang atau

lembaga. Tugas merupakan seperangkat bidang pekerjaan yang harus dikerjakan dan melekat

pada seseorang atau lembaga sesuai dengan fungsi yang dimilikinya. Fungsi berasal dari kata

dalam Bahasa lnggris Junction, yang berarti sesuatu yang mengandung kegunaan atau

manfaat.

Fungsi suatu lembaga atau institusi formal adalah adanya kekuasaan berupa hak dan

tugas yang dimiliki oleh seseorang dalam kedudukannya di dalam organisasi untuk

melakukan sesuatu sesuai dengan bidang tugas dan wewenangnya masing-masing dalam

rangka melaksanakan kegiatan dan mencapai tujuan organisasi.92Dalam program Jak-Lingko

yang merupakan perubahan dari OK-Trip, maka perlu kewenangan dalam pelaksanaan berada

pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta.

91
Muammar Himawan. Pokok-Pokok Organisasi Modern. Bina Ilmu. Jakarta. 2004. hlm. 71.
92
R. Abdoel Djamali. Pengantar Hukum Indonesia. Bandung. PT Raja Grafindo Persada Jakarta. 2001. Hlm. 67.
Pembahasan mengenai program tidak dapat dilepaskan dengan aspek kebijakan. Para

peneliti dalam ilmu administrasi publik seringkali banyak terkecoh antara program dan

kebijakan. Kebijakan lebih bersifat ikatan hukum terhadap berbagai program-program,

sedangkan program sendiri adalah turunan dari kebijakan. Sehingga dalam konstitusi

Republik Indonesia yang dinamakan dengan kebijakan memiliki kekuatan hukum lebih kuat

dibandingkan dengan kebijakan, dalam artian bahwa kebijakan lebih luas dibandingkan

dengan program.93 Sebagai suatu instrumen yang dibuat oleh pemerintah, kebijakan publik

dapat berbentuk aturan-aturan umum dan atau khusus baik secara tertulis maupun tidak

tertulis yang berisi pilihan-pilihan tindakan yang merupakan keharusan, larangan dan atau

kebolehan yang dilakukan untuk mengatur seluruh warga masyarakat, pemerintah dan dunia

usaha dengan tujuan tertentu.

Menurut Jones, adalah suatu komponen dalam kebijakan untuk mencapai tujuan.94

Menurut Charles O. Jones dalam Suryana, terdapat beberapa karakteristik tertentu yang dapat

membantu seseorang untuk mengindentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak

yaitu:

1. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau sebagai pelaku

program.

2.Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang biasanya juga

diidentifikasikan melalui anggaran.

3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat diakui oleh

publik.95

Menurutnya juga terdapat tiga pilar aktivitas dalam mengoperasikan program yaitu :

1. Pengorganisasian

93
Sugandi, Yogi Suprayogi, Administrasi Publik (Konsep dan Perkembangan Ilmu di Indonesia). Yogyakarta :
Graha Ilmu, 2011
94
Aprilia, Misna Andri, Implementasi Program Bus Sekolah Gratis di Kota Metro. Lampung : Skripsi Administrasi
Negara FISIP Universitas Lampung, 2015
95
Suharto, Edi, Analisis Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung, 2005
Struktur oganisasi yang jelas diperlukan dalam mengoperasikan program sehingga tenaga

pelaksana dapat terbentuk dari sumber daya manusia yang kompeten dan berkualitas.

2. Interpretasi

Para pelaksana harus mampu menjalankan program sesuai dengan petunjuk teknis dan

petunjuk pelaksana agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

3. Penerapan atau Aplikasi

Perlu adanya pembuatan prosedur kerja yang jelas agar program kerja dapat berjalan sesuai

dengan jadwal kegiatan sehingga tidak berbenturan dengan program lainnya.96

Secara umum, industri angkutan darat di Indonesia diatur melalui beberapa regulasi

sebagai berikut :

1. Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

2. Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan

3. Keputusan Menteri (KM) No. 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di

Jalan

Dalam UU No. 14 Tahun 1992 Pasal 2 angkutan darat didefinisikan sebagai

pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan

kendaraan. Adapun jaringan transportasi jalan dalam Pasal 1 ayat 3 adalah serangkaian

simpul dan/atau ruang kegiatan yang dihubungkan oleh ruang lalu lintas sehingga

membentuk satu kesatuan sistem jaringan untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan

angkutan jalan. UU No. 14 Tahun 1992, mengamanatkan bahwa transportasi jalan

diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan

selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan

modal transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang

96
Suharto, Edi, Op. Cit, 25
pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang

pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.97

Penjelasan di atas merupakan pertimbangan dari sisi yuridis. Namun dalam penentuan

tarif angkutan darat ada variabel lain yang menjadi indikator dalam penentuan tarif angkutan

darat. Tidak mengarah kepada persoalan kewenangan lembaga, akan tetapi yang menjadi

acuan bagi lembaga yang berwenang dalam menentukan tarif angkutan darat. Konsep Biaya

Transportasi merupakan faktor yang sangat menentukan dalam kegitan transportasi dalam

penetapan tarif, dan alat kontrol agar dalam pengoperasian mencapai tingkat yang seefisien

dan seefektif mungkin. Ada beberapa variabel di luar dari faktor non-hukum kemudian yang

dijadikan acuan dalam penentuan tarif angkutan darat, salah satunya adalah permasalahan

biaya (costs). Untuk lebih jelasnya kita paparkan variabel-variabel tersebut yang turut

menjadi indikator dalam penentuan tarif angkutan darat. Beberapa biaya yang termasuk

dalam biaya transportasi meliputi:

1. Biaya modal atau biasa dikenal dengan istilah (capital costs), yaitu biaya yang digunakan

untuk modal awal menjalankan usaha transportasi atau untuk investasi serta pembelian

peralatan lainnya yang digunakan untuk memperlancar kegiatan transportasi.

2. Biaya Operasional atau dikenal dengan istilah (Operational Costs), yaitu biaya yang

dikeluarkan untuk mengelola transportasi, yang meliputi:

a. Biaya pemeliharaan jalan raya, bantalan kereta api, alur pelayaran, pelabuhan, dermaga,

penahan gelombang, dam, menara, rambu dan jalan, jalan lain sebagainya.

b. Biaya Pemeliharaan kendaraan, bus, truk, lokomotif, gerbong, pesawat udara, kapal laut

dan sebagainya.

c. Biaya transportasi untuk bahan bakar, oli, tenaga penggerak, gaji crew/awak, dan lain

sebagainya.

97
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu intas dan Angkutan jalan.
d. Biaya-biaya traffic terdiri dari biaya advertensi, promosi, penerbitan buku tarif,

administrasi dan sebagainya.


98
e. Biaya umum yang meliputi biaya humas, biaya akuntan dan lain sebagainya.

3. Biaya Tetap (Fixed Cost) dan biaya Variabel (Variabel Cost)

Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan tetap setiap bulannya, sedangkan untuk

biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah tergantung pada pengoperasian alat – alat

pengangkutan.

4. Biaya untuk Kendaraan (Automobile Cost) yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan untuk

mengadakan bahan bakar, oli, dan suku cadang serta biaya reparasi moda transportasi.

5. Biaya Gabungan (Joint Cost) yaitu biaya yang digunakan untuk mengoperasikan alat-alat

transportasi yang terdiri dari biaya angkutan barang dan biaya penumpang.

6. Biaya Langsung (Direct Cost) dan biaya tidak langsung (Indirect Cost) yaitu biaya

langsung adalah biaya yang diperhitungkan dalam produksi jasa-jasa angkutan, misalnya

untuk gaji awak pesawat, biaya pendaratan, dan biaya bahan bakar. Sedangkan untuk

biaya tidak langsung adalah biaya yang dikelurkan dalam penerbangan yang terdiri dari

biaya harga, peralatan reparasi, worshop, akuntansi dan biaya untuk fasilitas yang

diperuntukkan untuk kantor/umum.

7. Biaya unit (Unit Cost) dan biaya Rata-Rata (Average Cost) yaitu biaya unit adalah biaya

yang jumlah total dibagi dengan unit jasa produk yang dihasilkan. Sedangkan untuk biaya

rata-rata adalah biaya toal yang dibagi dengan jumlah produk/jasa yang dihasilkan.

8. Biaya untuk Pelayanan (Cost of Service), adalah biaya yang digunakan untuk penentuan

tarif.

9. Biaya Transportasi adalah faktor yang menentukan dalam transportasi untuk penetapan

tarif dan alat kontrol agar dalam pengoperasian dapat dicapai secara efektif dan efisien.99

98
Suharto, Op. Cit 70
1. Struktur Biaya

Struktur biaya suatu perusahaan jasa angkutan tergantung dari kapasitas angkutan dan

kecepatan alat angkutan yang digunakan, serta penyesuian terhadap besar arus angkutan yang

berlaku, termasuk manajemen perusahaan untuk mengatur jalannya penggunaan kapasitas

angkutan. Jumlah biaya jasa angkutan tergantung dari :

1. Jarak dalam ton-kilometer

2. Tingkat penggunaan kapasitas angkutan dalam ukuran waktu

3. Sifat khusus dari muatan

2. Penetapan Harga

Penetapan harga membawa akibat yang menentukan pembentukan harga akibat yang

menentukan pembentukan harga dari segi produsen, maupun konsumen. Ada dua tahap

dalam penentapan harga, yaitu :pertama, menyangkut waktu produksi dan konsumsi jasajasa

angkutan. Kedua, menyangkut tempat atau lokasi dimana alat-alat produksi angkutan berhenti

dan muatan membutuhkan jasa-jasa angkutan. Menghitung Harga Jasa Angkutan Harga jasa

angkutan (H) ditentukan oleh faktor :

1. Berat muatan yang hendak diangkut (B)

2. Jarak,berapa jauh muatan hendak diangkut (J)

3. Kecepatan muatan diangkut (K)

4. Jenis muatan (M)

Tarif Jak Lingko telah diatur dalam pergub no. 97 tahun 2018. Tarif transportasi ini

tergolong cukup ekonomis dan praktis. Tarif Rp 5000 per 3 jam ini dapat dibayarkan dengan

menggunakan Kartu Jak Lingko atau bisa menggunakan electronic money lainnya.

Keuntungan lebih bagi pengguna kartu JakCard karena tidak akan di kenakan tarif atau gratis.

Kartu Jak Lingko ini dapat dibeli di halte Transjakarta dan pull angkot Jak Lingko. Harga

99
Suharto, Op. Cit 72
kartu Jak Lingko Rp. 30.000 dengan isi saldo Rp. 10.000. Info menggembirakan yakni bagi

pengguna Kartu Jak Lingko GRATIS selama 1 tahun, dan selama ini bagi pengguna selain

kartu Jak Lingko akan di bebaskan biaya sampai Akhir Juli 2019 Sebagai promo dan

percobaan.100

Jak Lingko adalah sistem integrasi transportasi publik di Jakarta yang juga merupakan

transformasi dari program OK-Otrip. Jak Lingko memiliki makna, Jak berarti Jakarta; Lingko

berarti jejaring atau integrasi yang diambil dari sistem persawahan tanah adat di Manggarai,

Nusa Tenggara Timur. Lingko berbentuk seperti jaring laba – laba yang terintegrasi. Nama

ini dipilih karena mencerminkan makna jejaring atau integrasi seperti sistem transportasi

yang akan dibangun di DKI Jakarta.

Jak Lingko adalah transformasi dari OK-Otrip yang merupakan sistem transportasi

yang terintegrasi (integrasi rute, integrasi manajemen, dan integrasi pembayaran) dimana

integrasi layanan transportasi publik di Jakarta yang semakin luas. Integrasi ini tidak hanya

melibatkan integrasi antara bus besar, bus medium, dan bus kecil di Transjakarta tetapi juga

akan melibatkan transportasi berbasis rel yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

seperti; MRT, LRT, dan sebagainya.

Jak Lingko secara resmi sudah diresmikan oleh Gubernur pada 1 Oktober hanya saja

untuk perubahan ataupun implementasi di lapangan akan dilaksanakan secara bertahap. untuk

tarif Rp 5000 per 3 jam ini tetap berlaku bagi seluruh transportasi darat yang terintegrasi

dengan Jak Lingko seperti yang telah diatur dalam pergub no. 97 tahun 2018, sementara

untuk transportasi berbasis rel akan menunggu keputusan lebih lanjut dari Pemerintah

Provinsi DKI Jakarta. Skema tarif OK-Otrip tetap berlaku pada sistem Jak Lingko dan

berlaku pada bus kecil, bus medium, dan bus besar yang dikelola oleh Transjakarta. Untuk

100
http://beritatrans.com/2019/06/16/ini-skema-tarif-jak-lingko-serta-diskon-yang-diberikan-untuk-warga-
ibukota/
implementasi pada transportasi berbasis rel akan menunggu keputusan lebih lanjut dari

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.101

101
https://www.transjakarta.co.id/faq-jak-lingko/
BAB V

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jak Lingko merupakan salah satu inovasi di bidang transportasi yang dilakukan oleh

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Jak Lingko sama dengan OK-Trip hanya berubah nama

saja. Secara regulasi Jak Lingko hadir dari Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 66 Tahun 2019

tentang pengendalian kualitas udara. Permasalahan terkait sopir dan pengguna Jak Lingko

merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Dinas Perhubungan dalam

menyelesaikan sesuai regulasi yang berlaku dan mengatur terkait hal itu. Program Jak-Lingko

dalam pelaksanaannya didasari oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan.

Dalam masalah penentuan tarif yang masih belum jelas, Jak Lingko berpedoman pada

Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan serta Keputusan

Menteri (KM) No. 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan.

Dalam pergub no. 97 tahun 2018, sementara untuk transportasi berbasis rel akan menunggu

keputusan lebih lanjut dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terdapat tentang aturan skema

tariff yang ditetapkan untuk Jak Lingko.

3.2 Saran

1. Peraturan terkait Jak Linggo diperbanyak lagi terkait operasionalnya. Karena masih

terdapat banyak masalah dalam pelaksanaan program.

2. Instansi pemerintahan diharapkan mampu mengelola sisa lebih pembiayaan yang cukup

banyak sebagai dana cadangan keuangan kantor sebagai tambahan keperluan kantor atau

sebagai dana cadangan untuk anggaran yang akan datang apabila terjadi selisih kurang

pembiayaan
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal. 2012. Kebijakan Publik, Edisi 2, Jakarta: Salemba Humanika

Adisasmita, A.S. 2011. Perencanaan Pembangunan Transportasi, Yogyakarta: Penerbit Graha

Ilmu.

Adisasmita, Rahardjo. 2011. Manajemen Transportasi. Jakarta: Graha Ilmu.

Admosudirjo, Prajudi. 2001. Teori Kewenangan, FT. Jakarta: Rineka Cipta.

Ancok, Djamaludin. 2012. Psikologi Kepemimpinan dan Inovasi. Jakarta: Erlangga.

Aprilia, Misna Andri. 2015. Implementasi Program Bus Sekolah Gratis di Kota Metro.

Lampung : Skripsi Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung.

Atmosudirjo, S. Prajudi. 2001. Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Graha Ilmu.

Avlonitis, G.J., Papastathopoulou, P.G. and Gounaris, S.P. (2001). An empirically-based

typology of product innovativeness for new financial services: success and failure

scenarios. Journal of Product Innovation Management, Vol. 18 No. 5, pp. 324-42.

Beritatrans.com.2019. Bus Kecil Terintegrasi Jak Lingko Angkut Lebih 4.1 juta Pelanggan,

http://beritatrans.com/2019/03/16/2019-bus-kecil-terintegrasi-jak-lingko-angkut-lebih-

4-1-juta-pelanggan diakses tanggal 11 November 2019

Biosca, O., Spiekermann, K., Stępniak, M. 2013. Transport accessibility at regional scale.

Europa XXI 24 (2013). pp. 5–17. IGiPZ PAN, Warsaw, Poland.

https://doi.org/10.7163/Eu21.2013.24.1

Borins, S. 2001. The challenge of innovating in government. Arlington: The

Pricewaterhouse Coopers Endowment for The Business of Government.

Catanese, Anthony J. dan James C. Synder. 2009. Perencanaan Kota Edisi Kedua Alih

Bahasa oleh Wahyudi. Jakarta: Penerbit Erlangga.


Chen Kwan, S.; Hisham Hashima, J. 2016. A review on co-benefits of mass public

transportation in climate change mitigation. Sustain. Cities Soc. Vol. 22, 11–18

Cheng, Y.-H., Chen, S.-Y. 2015. Perceived accessibility, mobility, and connectivity of public

transportation systems. Transportation Research Part A: Policy and Practice. 77, pp.

386–403. https://doi.org/10.1016/j.tra.2015.05.003

CNN Indonesia. 2019. Jak Lingko, Nama Baru Masalah Lama Transportasi Ibu Kota,

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181015164614-20-338622/jak-lingko-nama-

baru-masalah-lama-transportasi-ibu-kota.

Currie, G.; Richardson, T.; Smyth, P.; Vella-Brodrick, D.; Hine, J.; Lucas, K.; Stanley, J.;

Morris, J.; Kinnear, R.; Stanley, J. 2009. Investigating links between transport

disadvantage, social exclusion and well-being in Melbourne—Preliminary results.

Transp. Policy Vol. 16, 97–105.

Delbosc, A.; Currie, G. 2011. Transport problems that matter Social and psychological links

to transport disadvantage. J. Transp. Geogr. Vol. 19, 170–178.

Djamali, R. Abdoel. 2001. Pengantar Hukum Indonesia. Bandung: PT Raja Grafindo Persada.

Dr. Iwan. Noor, Desain Inovasi Pemerintahan Daerah. Malang : UB Press, 2017

Elias, W., Shiftan, Y. 2012. The influence of individual's risk perception and attitudes on

travel behavior. Transportation Research Part A: Policy and Practice. 46(8), pp. 1241–

1251. https://doi.org/10.1016/j.tra.2012.05.013.

Gaffar, Aftan. 2006. Paradigma Ban Otonomi Daerah dan Implikasinya. Jakarta: Citra Aditya

Bakti.

Hadjon, Philip M.. 1994. Himpunan makalah asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik.

Bandung: Citra Aditya Bakti.

Himawan, Muammar. 2004. Pokok-Pokok Organisasi Modern. Jakarta: Bina Ilmu.


Hrelja, R.; Pettersson, F.; Westerdahl, S. 2016. The Qualities Needed for a Successful

Collaboration: A Contribution to the Conceptual Understanding of Collaboration for

Efficient Public Transport. Sustainability. Vol. 8, 542.

http://beritatrans.com/2019/06/16/ini-skema-tarif-jak-lingko-serta-diskon-yang-diberikan-

untuk-warga-ibukota/

https://www.transjakarta.co.id/faq-jak-lingko/

Jaramillo, C.; Lizárraga, C.; Luis Grindlay. 2012. A. Spatial disparity in transport social

needs and public transport provision in Santiago de Cali (Colombia). J. Transp. Geogr.

Vol. 24, 340–357.

Kansil, C.S.T. dan Kansil, Christine S.T.. 2007. Disiplin Berlalu Lintas di Jalan Raya

Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Kenyon, S., Lyons, G., Rafferty, J. 2002. Transport and social exclusion: investigating the

possibility of promoting inclusion through virtual mobility. Journal of Transport

Geography. 10(3), pp. 207–219. https://doi.org/10.1016/S0966-6923(02)00012-1

Kurnia, Berzsa Nova. 2019. Inovasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan

Perekonomian Desa (Studi Tentang Program Desa Maju Andan Jejama Gerakan Desa

Ikut Sejahtera (GaDIS) Tahun 2017 di Kabupaten Pesawaran), Fakultas Ilmu Sosial

Dan Ilmu Politik Universitas Lampung, Skripsi: Tidak Diterbitkan.

Lättman, K., Friman, M., Olsson, L. E. 2016. Perceived Accessibility of Public Transport as a

Potential Indicator of Social Inclusion. Social Inclusion. 4(3), pp. 36-45.

https://doi.org/10.17645/si.v4i3.481.

Mariana, Dede. 2010. Otonomi Daerah dan Inovasi Kebijakan. Journal of Governance, Vol.

1, No. 1. pada

http://jurnal.unismabekasi.ac.id/index.php/governance/article/download/702 /588.
Megapolitan. 2019. Angkot Jak Lingko Belum Disukai Warga, https://rmco.id/baca-

berita/megapolitan/13155/kalah-jauh-dibanding-ojek-online-angkot-jak-lingko-belum-

disukai-warga.

Mirnasari, Rina Mei. 2013. Inovasi Pelayanan Publik di UPTD Purabaya-Bungurasi kota

Surabaya",Jurnal FISIP Univeritas Airlangga.Vol 1.

Moenir. 2006. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Jakarta: Bumi Askara.

Mugion, R. G., Toni, M., Raharjo, H., Di Pietro, L., Sebathu, S. P. 2018. Does the service

quality of urban public transport enhance sustainable mobility? Journal of Cleaner

Production. 174, pp. 1566–1587. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2017.11.052

Muhammad, Abdulkadir. 1998. Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung : Citra Aditya Bakti.

Mulgan, G. and Albury, D. 2003. Innovation in the Public Sector. Strategy Unit, UK:

Cabinet Office

Muluk, Khairul M.R, Knowledge Management: Kunci Sukses Inovasi Pemerintahan Daerah,

Malang: Banyumedia Publishing, 2008,

Noor, Dr. Iwan, 2017. Desain Inovasi Pemerintahan Daerah. Malang : UB Press.

Oke, A. 2007. “Innovation types and innovation management practices in service companies,

International Journal of Operations & Production Management”, Vol. 27, No. 6, pp.

564-587.

Ongkittikul, S. & Geerlings, H. 2006. Opportunities for innovation in public transport:

Effects of regulatory reforms on innovative capabilities. Transport Policy, 13, 283-293.

Prianto, Agus. 2006. Menakar Kualitas pelayanan Publik, Malang: In-trans.

Putri, Lusy Dian. 2016. Inovasi Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro Dalam

Mengatasi Kekeringan (Studi tentang Program Pembangunan 1000 Embung Tahun

2013). Malang : Skripsi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Muhammadiyah Malang.


Rajé, F. 2007. The Lived Experience of Transport Structure: An Exploration of Transport's

Role in People's Lives. Mobilities. 2(1), pp. 51-74.

Ramadhan, Rizki. 2019. 11 Bulan OK Otrip dan Masalah yang Tak Kunjung Selesai,

https://tirto.id/11-bulan-ok-otrip-dan-masalah-yang-tak-kunjung-selesai-c96H.

Republik Indonesia, Undang-undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu intas dan

Angkutan jalan

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

Ridwan HR. 2003. Hukum Administrasi Negara, Cet.II. Yogyakarta: UII Press.

Ridwan, Juniarso dan Sudrajat, Achmad Sodik. 2009. Hukum Administrasi Negara dan

Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung: Nuansa.

Rogers, E.M, Diffusion of Innovation Sthedition. New York: Free Press, 2003

Rogers, E.M. 2003. Diffusion of Innovation Sthedition. Free Press. New York.

Rumoharbo, Yulita Ika. 2016. Inovasi Pemutakhiran Data Pemilih Melalui Keterlibatan

Mahasiswa (Studi pada Komisi Pemilihan Umum Kota Bandar Lampung dalam

Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2015) Lampung : Skripsi Administrasi Negara FISIP

Universitas Lampung.

Safri nugraha dkk. 2005. Hukum Administrasi Negara. Depok: Badan Penerbit Fakultas

Hukum Universitas Indonesia.

Salim, Abbas. 2006. Manajemen Transportasi, Jakarta : Raja Grafindo.

Salim, Abbas. 2006. Manajemen Transportasi. Jakarta: Raja Grafindo.

Sani, Zulfikar. 2012. Trasnportasi Suatu Pengantar, Jakarta: Universitas Indonesia.


Schwanen, T.; Lucas, K.; Akyelken, N.; Solsona, D.; Carrasco, J.; Neutens, T. 2015.

Rethinking the links between social exclusion and transport disadvantage through the

lens of social capital. Transp. Res. PartAPolicyPract. Vol. 74, 123–135.

Setiadi, Nugroho,J.. 2003. Perilaku Konsumen Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan

Penelitian Pemasaran”. Jakarta: Kencana.

Setiardja, Gunawan. 1990. Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat

Indonesia. Jakarta: Kanisius.

Sugandi, Yogi Suprayogi. 2011. Administrasi Publik (Konsep dan Perkembangan Ilmu di

Indonesia). Yogyakarta : Graha Ilmu

Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Sumanjoyo S., dan Hermawan, Dedy. 2018. Membangun Inovasi Pemerintah Daerah.

Yogyakarta : Deepublish (Diakses melalui :

https://books.google.co.id/books?id=wEtuDwAAQBAJ&lpg=PA38&ots

=KuWmdjR4RN&dq=faktor%20penghambat%20inovasi%20menurut%2

0albury&hl=id&pg=PR5#v=onepage&q=faktor%20penghambat%20inov

asi%20menurut%20albury&f=false.

Sururi, Ahmad. 2017. Inovasi Kebijakan dalam Perspektif Administrasi Publik Menuju

Terwujudnya Good Public Policy Governance”, Spirit Publik Volume 12, Nomor 2,

Oktober 2017 Halaman 14-31.

Sururi, Ahmad. 2017. Inovasi Kebijakan dalam Perspektif Administrasi Publik Menuju

Terwujudnya Good Public Policy Governance. Journal of Spirit Public, Vol. 12, No. 2.

Diakses dari https://jurnal.uns.ac.id/spiritpublik/article/view/16236.

Sururi, Ahmad. 2017. Inovasi Kebijakan dalam Perspektif Administrasi Publik Menuju

Terwujudnya Good Public Policy Governance. Journal of Spirit Public, Vol. 12, No. 2

https://jurnal.uns.ac.id/spiritpublik/article/view/16236
Suwarno, Yogi. 2005. Inovasi di Sektor Publik. Jakarta: STIA LAN Press.

Suwarno, Yogi. 2008. Inovasi di Sektor Publik. Journal of STIA-LAN. Diunduh pada

https://www.researchgate.net/publication/328202667_INOVASI_DI_SEKT

OR_PUBLIK.

Tribunnews.com. 2019. Anies Baswedan Perkenalkan Jak Lingko, Moda Transportasi yang

Sarat Akan Makna, https://www.tribunnews.com/otomotif/2018/10/10/anies-baswedan-

perkenalkan-jak-lingko-moda-transportasi-yang-sarat-akan-makna.

Velarosdela, Rindi Nuris. 2019. Pembatasan Usia Angkutan Umum merupakan Eksekusi

Perda Transportasi,

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/02/12300531/pembatasan-usia-

angkutan-umum-merupakan-eksekusi-perda-transportasi.

Vries, Hanna de, etc. 2015. Innovation in the Public Sector: A Systematic Review and Future

Research Agenda. The Netherlands: Department of Public Administration, Erasmus

University Rotterdam. Journal of Public Administrations, Vol. 94, No.1. Diunduh pada

https://onlinelibrary.wiley.com/doi/pdf/10.1111/padm.12209.

Widjaja, HAW. 2010. Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli Bulat dan Utuh.

Yogyakarta : Rajawali Press.

Wijayanti, Sri Wahyuni. 2008. Inovasi Pada Sektor Publik.Jurnal Administrasi Publik. Vol

.4,No .4,Hal 39-52.

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta:Media Pressindo.

Anda mungkin juga menyukai