Dosen Pengampu :
Galang Geraldy,S.IP.,M.IP
Disusun oleh :
Nurman Effendi
(041517153)
Penulisan makalah ini bertujuan untuk melengkapi salah satu tugas mata
kuliah Manajemen Pelayanan Publik dengan penulisan makalah ini diharapkan
dapat menjadi ilmu tambahan baik bagi penulis maupun bagi pembaca. Penulisan
makalah ini dapat berjalan lancar berkat dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Galang
Geraldy,S.IP.,M.IP sebagai dosen pembimbing mata kuliah Manajemen
Pelayanan Publik yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini.
Serta kepada seluruh pihak yang telah ikut serta membantu.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan
makalah ini dan penulis menyadari dalam menulis makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, berbagai kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan oleh penulis guna untuk perbaikan di masa yang
akan datang.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatatuh
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................6
1.3 M...............................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................19
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
4
msenuntut pemahaman dan sosialisasi yang menyeluruh, dan menyentuh semua
dimensi persoalan yang dihadapi oleh birokrasi pelayanan. Permasalahannya
sekarang adalah sejauhmana pemahaman dan penerapan etika pelayanan publik
oleh birokrasi pemerintah Indonesia? Masalah ini perlu pengkajian secara kritis
dan mendalam, karena berbagai praktek buruk dalam penyelenggaraan pelayanan
publik seperti: ketidakpastian pelayanan, pungutan liar, dan pengabaian hak dan
martabat warga pengguna pelayanan, masih amat mudah dijumpai dihampir setiap
satuan pelayanan publik.
Faktor utama dalam keterpurukan pelayanan publik di Indonesia adalah
lemahnya etika sumber daya manusia (SDM), yaitu birokrat yang bertugas
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Etika pelayanan publik harus
berorientasi kepada kepentingan masyarakat berdasar asas transparansi dan
akuntabilitas demi kepentingan masyarakat. Dalam pemberian pelayanan publik
khususnya di Indonesia, pelanggaran moral dan etika dapat kita amati mulai dari
proses kebijakanpublik yaitu pengusulan program, proyek, dan kegiatan yang
tidak didasarkanatas kenyataan desain organisasi pelayanan publik mengenai
pengaturan struktur, formalisasi, dispersi otoritas terhadap kepentingan tertentu,
proses manajemen pelayanan publik yang penuh rekayasa dan kamuflase mulai
dari perencanaan teknis, pengelolaan keuangan, sumber daya manusia,informasi
yang semuanya itu nampak dari sifat-sifat tidak transparan, tidak responsif, tidak
akuntabel, tidak adil sehingga tidak dapat memberikan kualitas pelayanan yang
unggul kapada masyarakat. Sudah sepantasnnya pelayanan umum dilakukan
secara beretika agartidak adanya kekecewaan dalam suatu masyarakat.
5
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
6
BAB II
PEMBAHASA
Setiap birokrasi pelayan publik wajib memiliki sikap mental dan perilaku
yang mencerminkan keunggulan watak, keluharan budi, dan asas etis. Ia wajib
mengembangkan diri sehingga sungguh-sungguh memahami, menghayati, dan
menerapkan berbagai asas etis yang bersumber pada kebajikan-kebajikan moral
khususnya keadilan dalam tindakan jabatannya. Secara umum nilai-nilai moral
terlihat dari enam nilai besar atau yang dikenal dengan “six great ideas”5 yaitu nilai
kebenaran (truth), kebaikan (goodness), keindahan (beauty), kebebasan (liberty),
kesamaan (equality), dan keadilan (justice). Dalam kehidupan berma- syarakat,
seseorang sering dinilai dari tutur katanya, sikap dan perilakunya sejalan dengan
nilai-nilai tersebut atau tidak. Begitu pula dalam pemberian pelayanan publik, tutur
kata, sikap dan perilaku para pemberi pelayanan seringkali dijadikan obyek penilaian
dimana nilai-nilai besar tersebut dijadikan ukurannya. Disamping nilai-nilai dasar
tersebut, mungkin ada juga nilai-nilai lain yang dianggap penting untuk
7
mensukseskan pem- berian pelayanan, yang dari waktu ke waktu terus dinilai,
dikembangkan dan dipromosikan.
Dalam dunia pelayanan publik, etika diartikan sebagai filsafat moral atau
nilai, dan disebut dengan “profesional standars” (kode etik) atau “right rules of
conduct” (aturan perilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi
pelayanan publik. Sebuah kode etik meru-muskan berbagai tindakan apa, kelakuan
mana, dan sikap bagaimana yang wajib dijalankan atau dihindari oleh para pemberi
pelayanan. Aplikasi etika dan moral dalam praktek dapat dilihat dari kode etik yang
dimiliki oleh birokrasi publik. Kode etik di Indonesia masih terbatas pada beberapa
kalangan seperti ahli hukum dan kedokteran. Kode etik tidak hanya sekedar bacaan,
tetapi juga diimplementasikan dalam melakukan pekerjaan, dinilai tingkat
implementasinya melalui mekanisme monitoring, kemudian dievaluasi dan
diupayakan perbaikan melalui konsensus. Komitmen terhadap perbaikan etika ini
perlu ditunjukkan, agar masyarakat semakin yakin bahwa birokrasi publik sungguh-
sungguh akuntabel dalam melaksanakan kegiatan pelayanan publik. Untuk itu, kita
barangkali perlu belajar dari negara lain yang sudah maju dan memiliki kedewasaan
beretika.
a. Sukar Diakses. Unit pelaksana pelayanan publik terletak sangat jauh dari
jangkauan masyarakat, sehingga mempersulit mereka yang memerlukan
pelayanan publik tersebut.
11
administrasi negara tetap memerlukan perumusan kode etik yang dapat dijadikan
sebagai pedoman bertindak bagi segenap aparat politik. Hal yang pertama-tama
perlu diingat bahwa kode etik tidak membebankan sanksi hukum atau paksaan
fisik. Kode etik dirumuskan dengan asumsi bahwa tanpa sanksi-sanki atau
hukuman dari pihak luar, setiap orang tetap menaatinya.
Jadi dorongan untuk mematuhi perintah dan kendali untuk menjauhi larangan
dari kode etik bukan dari sanksi fisik melainkan dari rasa kemanusiaan, harga diri,
martabat, dan nilai-nilai filosofis. Kode etik adalah persetujuan bersama, yang
timbul dari diri para anggota itu sendiri untuk lebih mengarahkan perkembangan
mereka, sesuai dengan nilai-nilai ideal yang diharapkan. Dengn demikian
pemakaian kode etik tidak terbatas pada organisasi-organisasi yang personalianya
memiliki keahlian khusus. Pelaksanaan kode etik tidak terbatas pada kaum profesi
karena sesungguhnya setiap pekerjaan dan setiap jenjang keputusan mengandung
konsekuensi moral. Dalam kode etik itu bisa menjadi sarana untuk mendukung
pencapaian tujuan organisasi kerena bagaimanapun juga organisasi hanya dapat
meraih sasaran-sasaran akhirnya kalau setiap pegawai yang bekerja di dalamnya
memiliki aktivitas dan perilaku yang baik.
Manfaat lain yang akan didapat dari perumusan kode etik ialah bahwa para
aparat akan memiliki kesadaran moral atas kedudukan yang diperolehnya dari
negara atas nama rakyat. Pejabat yang menaati norma-norma dalam kode etik
akan menempatkan kewajibannya sebagai aparat pemerintah diatas kepentingan-
kepentingannya akan karir dan kedudukan. Pejabat tersebut akan melihat
kedudukan sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Oleh karena itu kode etik
mengandaikan bahwa para pejabat publik dapat berperilaku sebagai pendukung
nilai-nilai moral dan sekaligus pelaksana dari nilai-nilai tersebut dalam tindakan-
tindakan yang nyata.
Sebagai aparat negara, para pejabat wajib menaati prosedur, tatakerja, dan
peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi pemerintah. Sebagai
pelaksana kepentingan umum, para pejabat wajib mengutamakan aspirasi
masyarakat dan peka terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat tertentu. Dan
sebagai mansuia yang bermoral, pejabat harus memperhatikan nilai-nilai etis di
dalam bertindak dan berperilaku. Dengan perkataan lain, seorang pejabat harus
memiliki kewaspadaan spiritual. Kewaspadaan profesional bearti bahwa dia harus
12
menaati kaidah-kaidah teknis dan peraturan-peraturan sehubungan dengan
kedudukan sebagai seorang pembuat keputusan. Sedangkan kewaspadaan spiritual
merujuk pada penerapan nilai- nilai kearifan, kejujuran, keuletan, sikap sederhana,
dan hemat, tanggung jawab, serta akhlak dan perilaku yang baik.
13
2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP)
14
peningkatan pelayanan publik.
15
kebenaran, kebaikan, keindahan, kebebasan, persamaan, dan keadilan. Asas Asas
Umum Birokrasi Pemerintahan yang Baik mengandung beberapa prinsip yaitu:
Prinsip Demokrasi, Keadilan Sosial dan Pemerataan, Mengusahakan
Kesejahteraan Umum, Mewujudkan Negara Hukum, Dinamika dan Efisiensi.
kode etik bagi orang-orang yang bekerja dalam tugas-tugas administrasi negara
barangkali membawa masalah tentang arti dari kode etik itu sendiri mengingat
bahwa kode etik biasanya dikaitkan dengan suatu proses khusus. Akan tetapi
seperti yang telah diuraikan kedudukan etika administrasi negara berada di
antara etika profesi dan etika politik sehingga tugas-tugas administrasi negara
tetap memerlukan perumusan kode etik yang dapat dijadikan sebagai pedoman
bertindak bagi segenap aparat politik.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
17
3.2 Saran
Etika pelayanan publik sebaiknya disosialisasikan kepada pihak-pihak
yang melakukan pelayanan kepada masyarakat, karena sebagian besar
pelayan masyarakat belum mengetahui etika pelayanan kepada masyarakat.
Sebagian mungkin masih belum mengetahui bagaimana seharusnya tindakan
untuk melayani masyarakat sehinggga dia melakukan kesalahan dalam
melakukan pelayanan atas ketidaktahuannya. Sangat disayangkan jika
kesalahan dalam pelayanan dilakukan karena kebutaan akan bagaimanan
seharusnya etika yang diterapkan kepada masyarakat. Saran selanjutnya
berikanlah penghargaan jika aparatur melakukan tindakan sesuai etika dan
sebaliknya, berikanlah sanksi yang tegas kepada pelanggar etika pelayanan
apalagi yang melakukan dengan sengaja. Diharapkan dengan adanya tindakan
seperti itu para pelayan masyarakat termotivasi untuk mengetahui etika
pelayanan kepada masyarakat sehingga tindakannya dapat sesuai dengan
kehendak rakyat. Asas Asas Umum Birokrasi Pemerintahan yang Baik
mengandung beberapa prinsip yaitu: Prinsip Demokrasi, Keadilan Sosial dan
Pemerataan, Mengusahakan Kesejahteraan Umum, Mewujudkan Negara
Hukum, Dinamika dan Efisiensi.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
Sinambela, Lijan Poltak, Sigit Rochadi, Rusman Ghazali, Akhmad Muksin,
Didit Setiabudi, Djohan Bima dan Syaifudin, 2017 Reformasi
Pelayanan Publik Teori, Kebijakan, dan Implementasi. PT. Bumi
Aksara.
20