Anda di halaman 1dari 25

TUGAS MAKALAH ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK

“ Implementasi Etika Administrasi Publik Terkait


Perannya Dalam Mewujudkan Good Governance”

OLEH
NAMA : RAHUL
STAMBUK : 217 101 008

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS LAKIDENDE
KONAWE
2020

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,
saya panjatkan puji syukur atas kehadirannya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
serta inayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Implementasi Etika Administrasi Publik Terkait Perannya Dalam
Mewujudkan Good Governance”ini tepat pada waktunya.

Maklah ini telah saya susun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu saya menyampaiakan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki makalah ini sehingga kedepannya saya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik.

Akhir kata saya berharap semoga makalah yang berjudul “Implementasi Etika
Administrasi Publik Terkait Perannya Dalam Mewujudkan Good Governance” ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Unaaha, 16 April 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

SAMPUL..............................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Etika Administrasi Public......................................................4
B. Kode Etik Dalam Pelaksanaan Administrasi Negara........................5
C. Arti Penting Etika Administrasi Publik..............................................7
D. Karakteristik Tata Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance). 8
E. Kearifan Dalam Kebijakan.................................................................10
F. Dasar Dasar Bagi Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance)..16

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.......................................................................................20
B. Saran................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA

3
4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhir-akhir ini tampil dalam berita–berita fenomenal yang mengungkap


kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi baik di lingkungan
birokrasi pemerintah, lembaga legislatif, lembaga-lembaga penegak hukum. Berita
terakhir adalah kasus Setya Novanto yang sungguh sangat fenomenal sebagai aparat
sipil Negara yang memiliki kekayaan milyaran rupiah yang diduga hasil korupsi dari
E-KTP. Hal ini menunjukan rendahnya etika administrasi yang dimiliki sehingga
kekuasaan disalah gunakan.
Masalah etika dalam administrasi publik menunjukkan kurangmya perhatian
atau dikesampingkannya etika dalam praktek penyelenggaraan administrai publik.
Padahal etika merupakan salah satu unsur yang penting yang menentukan
keberhasilan pelaksanaan kegiatan organisasi dan aktor administrrasi publik Sebabnya
ialah, karena nilai nilai moral itu terdapat dalam seluruh proses kegiatan administrasi
publik. Mulai dari rancangan struktur organisasi, perumusan kebijakan, implementasi
dan evaluasi kebijakan serta pelaksanaanpelayanan publik sarat dengan nilai-nilaietis.
Etika administrasi public ini tentunya memiliki banyak peran dalam
mengembangkan pola pikir sumber daya manusia yakni khususnya para aparat sipil
negara demi terwujudnya good governance. Pegawai negeri sipil sebagai bagian dari
aparatur pemerintah adalah aset sumber daya manusia yang perlu dikembangkan
kualitasnya sehingga secara nyata dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara
efisien dan efektif. Salah satu faktor yang turut menentukan pengembangan
sumber daya manusia bagi aparatur sipil Negara ( ASN ) adalah komitmen penerapan
etika administrasi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi mereka dalam pelayanan
publik (masyarakat).

Dengan demikian, etika seorang pemimpin cukup berperan sebagai pedoman


dalam penerapan moralitas pada rangkaian/proses kegiatan penerapan terhadap
peker jaan dalam organisasi. Etika pegawai

1
akan merupakan pedoman atau standard yang mengatur sikap dan perilaku
orang-orang yang bekerjasama dalam organisasi. Etika pegawai akan menjadi
pedoman dan peraturan yang mengatur pola perilaku pegawai, karena etika pegawai
itu sendiri berisi ajaran-ajaran moral atau ketentuan-ketentuan yang mengatur pola
perilaku moral.
Etika pemimpin yang berisi ajaran-ajaran moral yang baik, akan sangat
berperan untuk menciptakan pemimpin yang memiliki kesetiaan dan ketaatan yang
tinggi, memiliki semangat pengabdian, keteladanan, disiplin, kemampuan dan
kemantapan sikap mental dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan. Karena dengan pemahaman, penjiwaan dan
penghayatan nilai-nilai etika pemimpin itu sendiri, maka diharapkan dapat
menghadapi, mengilhami, menggerakkan dan mengarahkan sikap, perilaku dan
perbuatan serta tutur kata mereka sehingga dapat melaksanakan tugas-tugas dengan
benar.
Organisasi/birokrasi pemerintahan adalah organisasi publik yang berhadapan
dengan masyarakat dalam hal pelayanan publik. Untuk itu, para pemimpin sebagai
abdi negara dan abdi masyarakat dituntut memiliki sikap dan perilaku yang baik
(etis) dan tanggap terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat dalam rangka
mengefektifkan pelayanan publik itu sendiri. Oleh karena itu, seorang pemimpin
harus memiliki kode etik dalam melayani masyarakat pengguna jasa publik.
Dengan adanya kode etik ini tentunya aparatur pemerintah selaku abdi Negara dan
pelayan masyarakat dapat tidak dibutakan dengan kekuasaan yang cendrung
menyampingkan kepentingan khalayak umum.

2
B. Rumusan masalah

1. Bagaimana Konsep Etika Administrasi Public?


2. Bagaimana Kode Etik Dalam Pelaksanaan Administrasi Negara?
3. Pengetian Arti Penting Etika Administrasi Publik ?
4. Bagaimana Karakteristik Tata Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance)?
5. Bagaimana Kearifan Dalam Kebijakan?
6. Bagaimana Dasar Dasar Bagi Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance)?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Etika Administrasi Public


Istilah “Etika”, berasal dati kata Yunani ethos yang berarti “sifat” atau “adat” dan
kata jadian “ta ethika” yang dipakai filsuf Plato dan Aristoteles (384-322 SM) untuk
menerangkan studi mereka tentang nilai-nilai dan cita-cita Yunani. Jadi pertama-
tama, etika adalah masalah sifat pribadi yang meliputi apa yang kita sebut “menjadi
orang baik”, tetapi juga merupakan masalah sifat keseluruhan segenap masyarakat
yang disebut “ethos”nya. (Robert Solomon,
l987:5)

Menurut Bertens (2001: 6) berdasarkan penjelasan dalam Kamus Besar


Bahasa Indonesia (l988) dikemukakan tiga arti dari kata etika sebagai berikut.
Pertama, kata “etika “ dipakai dalam arti : nilai-nlai dan norma-norma moral yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya. Kedua, etika sebagai kumpulan asas atau nilai moral , yaitu sebagai kode
etik. Ketiga, istilah “Etika” digunakan untuk menunjuk bidang ilmu, yaitu pengkajian
secara reflektif tentang nilai –nilai moral dalam masyarakat dengan penelitian
sistematis dan metodis. Dalam arti ini, maka etika adalah sebagai cabang filsafat
yang menjadikan moralitas sebagai kajiannya atau disebut filsafat moral.
Berdasar pembahasan di atas, maka penggunanaan istilah etika administrasi publik
bermakna ganda. Istilah itu dapat mengacu sebagai bidang studi yaitu ilmu
pengetahuan yang membahas prinsip- prinsip etis (moral) yang mendasari tindakan
para aparat birokrasi pemerintahan khususnya dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya.
Di samping itu terdapat pengertian tentang etika administrasi publik sebagai
“seperangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam
organisasi “ sebagaimana dikemukakan antara lain oleh Darwin (l999) dalam
Widodo (2001:252). Selanjutnya Widodo dengan mengacu pada pendapat

4
Bertens (l977) dan Darwin (l999) tentang pengertian etika manarik
kesimpulan bahwa etika (termasuk etika birokrasi) mempunyai dua fungsi.
Pertama, sebagai pedoman, acuan, referensi bagi administrasi negara (birokrasi
publik) dalam menjalankan tugas dan kewenang2annya agar tidakannya dalam
organisasi tadi dinilai baik, terpuji, dan tidak tercela. Kedua, etika birokrasi
(Administrasi Publik) sebagai standar penilaian apakah sifat, perilaku dan tindakan
birokrasi publik (Administrasi Publik) dinilai baik, tidak tercela dan terpuji.

B. Kode Etik Dalam Pelaksanaan Administrasi Negara

Pembicaraan tentang kode etik bagi orang-orang yang bekerja dalam tugas-
tugas administrasi negara barangkali membawa masalah tentang arti dari kode etik
itu sendiri mengingat bahwa kode etik biasanya dikaitkan dengan suatu proses
khusus. Akan tetapi seperti yang telah diuraikan kedudukan etika administrasi
negara berada di antara etika profesi dan etika politik sehingga tugas-tugas
administrasi negara tetap memerlukan perumusan kode etik yang dapat dijadikan
sebagai pedoman bertindak bagi segenap aparat politik. Hal yang pertama-tama
perlu diingat bahwa kode etik tidak membebankan sanksi hukum atau paksaan fisik.
Kode etik dirumuskan dengan asumsi bahwa tanpa sanksi-sanki atau hukuman dari
pihak luar, setiap orang tetap menaatinya.
Jadi dorongan untuk mematuhi perintah dan kendali untuk menjauhi
larangan dari kode etik bukan dari sanksi fisik melainkan dari rasa kemanusiaan,
harga diri, martabat, dan nilai-nilai filosofis. Kode etik adalah persetujuan bersama,
yang timbul dari diri para anggota itu sendiri untuk lebih mengarahkan
perkembangan mereka, sesuai dengan nilai- nilai ideal yang diharapkan. Dengn
demikian pemakaian kode etik tidak terbatas pada organisasi-organisasi yang
personalianya memiliki keahlian khusus. Pelaksanaan kode etik tidak terbatas pada
kaum profesi karena sesungguhnya setiap pekerjaan dan setiap jenjang keputusan
mengandung konsekuensi moral.
Dalam kode etik itu bisa menjadi sarana untuk mendukung pencapaian
tujuan organisasi kerena bagaimanapun juga organisasi hanya dapat meraih sasaran-

5
sasaran akhirnya kalau setiap pegawai yang bekerja di dalamnya memiliki aktivitas
dan perilaku yang baik.
Manfaat lain yang akan didapat dari perumusan kode etik ialah bahwa
para aparat akan memiliki kesadaran moral atas kedudukan yang diperolehnya dari
negara atas nama rakyat. Pejabat yang menaati norma-norma dalam kode etik akan
menempatkan kewajibannya sebagai aparat pemerintah (incumbency obligation)
diatas kepentingan- kepentingannya akan karir dan kedudukan. Pejabat tersebut
akan melihat kedudukan sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Oleh karena itu kode
etik mengandaikan bahwa para pejabat publik dapat berperilaku sebagai
pendukung nilai-nilai moral dan sekaligus pelaksana dari nilai-nilai tersebut
dalam tindakan-tindakan yang nyata.
Sebagai aparat negara, para pejabat wajib menaati prosedur, tatakerja,
dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi pemerintah. Sabagai
pelaksana kepentingan umum, para pejabat wajib mengutamakan aspirasi
masyarakat dan peka terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat tertentu. Dan
sebagai mansuia yang bermoral, pejabat harus memperhatikan nilai-nilai etis di
dalam bertindak dan berperilaku. Dengan perkataan lain, seorang pejabat harus
memiliki kewaspadaan spiritual. Kewaspadaan profesional bearti bahwa dia harus
menaati kaidah-kaidah teknis dan peraturan-peraturan sehubungan dengan
kedudukan sebagai seorang pembuat keputusan. Sedangkan kewaspadaan spiritual
merujuk pada penerapan nilai-nilai kearifan, kejujuran, keuletan, sikap sederhana,
dan hemat, tanggung jawab, serta akhlak dan perilaku yang baik.
Paham idealisme etik mengatakan bahwa pada dasarnya setiap manusia
adalah baik dan suka hal-hal yang baik. Apabila ada orang-orang yang menyimpang
dari kebaikan, itu semata-mata karena itu tidak tahu norma untuk bertindak dengan
baik atau tidak tahu cara- cara bertindak yang menuju arah kebaikan. Yang
diperlukan adalah suatu peringatan dan sentuhan nurani yang terus menerus untuk
menggugah kesadaran moral dan melestarikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
dan interaksi antar individu.

6
C. Arti Penting Etika Administrasi Publik

Arti penting Etika Administrasi Publik digambarkan oleh Ginandjar


Kartasasmita (l996: 26-7) secara lebihkonkrit. Masalah etika dalam birokrasi
menjadi keprihatinan (concern ) yangsangat besar, karena perilaku
birokrasimempengaruhi bukan hanya dirinya, tetapi masyarakat banyak. Di samping
itu birokrasi bekerja atas dasar kepercayaan, karena seorang birokrat bekerja untuk
negara dan berarti juga untuk rakyat. Jadi wajar jika rakyat mengharap adanya
jaminan bahwa para birokrat yang dibiayai oleh negara harus mengabdi kepada
kepentingan umum menurut standar etika yang selaras dengan kedudukannya.
Di samping itu tumbuh keprihatinan bukan sajaterhadap individu – individu
parabirokrat tetapi juga terhadap organisasisebagai sebuah sistem yang
cenderungbertambah besar dan bertambah luas kewenangannya yang
cenderungmengesampingkan nilai-nilai.
Nicholas Henry (l980) dalam Wahyudi Kumoro (l996: 102-3)
menguraikan adanya 5 paradigma dalam administrasi publik dan sebagian besar
perbedaan paradigma itu berkisar perlu tidaknya pemisahan antara ilmu politik dan
administrasi. Menurut Henry, paradigma terakhir dari administrasi publik adalah
bahwa lokus administrasi publik mengenai kepentingan public (public interest)
dan urusan public (publik affairs), sedangkan fokusnya adalah teori organisasi
dan ilmu managemen. Dalam paradigma ini dihindari dikotomi politik – administrasi,
sebab dalam kenyataannya seorang birokrat atau adinistrator tidak bisa menghindar
dari tindakan politis.
Aktivitas politik dari birokrat tampak dari adanya keleluasaan bertindak
(diskresi) administratif yang dimiliknya. Sementara aktivitas administrasi tampak dari
segala perilakunya untuk mmerencanakan, memilih alternatif, mengorganisasi,
mengelola, memantau, mengevaluasi, melaksanakan, serta melakukan implementasi
atas program- program di dalam lingkup birokrasi. Untuk itu dia perlu
membekali diri dengan ilmu manajemen serta landasan pemahaman mengenai teori
organisasi yang kuat. Dengan demikian proses administrasi negara merupakan proses
yang rumit. Bukan saja berkaitan dengan aktivitas –aktivitas tehnis berlandaskan ilmu

7
manajemen untuk mencapai efisiensi yang tinggi melainkan juga aktivitasaktivitas
politis yang berusaha menafsirkan kehendak publik dan menterjemahkannya dalam
kebijakan nyata. Kebijakan sebagai keseluruhan gagasan mengenai tujuan dan arah
tindakan manusia dalam organisasi. Kebijakan menentukan norma dan mengatur
admnistrasi publik pada tingkat strategis.
Dari segi materi atau isi, administrasi publik berarti melakukan kebijakan publik
yakni menetapkan dan melaksanakan kebijakan yang mempunyai pengaruh terhadap
masyarakat umum. Dari segi formal atau bentuk, administrasi publik adalah
pengambilan keputusan – keputusan yang mengikat orang banyak. Sedangkan
dari segi sosiologis, administrasi publik merupakan bentuk tindakan sosial
tertentu yang diorganisir atau perencanaan realitas dari segala upaya dalam menata
kepemerintahan yang baik (good governance)” Rumusan tersebut dapat dirumuskan
secara sederhana, bahwa ilmu admintrasi publik bukan hanya bersifat deskriptif tapi
juga bersifat preskriprtif. Preskriptif bukan hanya secara normatif tetapi dalam arti
perencanaan kedepan, harapan-harapan yang dapat diprediksi untuk dapat
diwujudkan dalam masyarakat yang diidamkan. Terselenggaranya pemerintahan yang
bersih, dan baik (clean and good governance) menjadi harapan dan cita- cita setiap
bangsa. Oleh karena itu mewujudkan cita-cita tersebut termasuk tugas dari ilmu
adminitrasi public.

D. Karakteristik Tata Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance)

Istilah governance menunjukkan suatu proses di mana rakyat bisa mengatur


ekonominya. Institusi dan sumber-sumber social dan politiknya tidak hanya
digunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan
untuk kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, kemampuan suatu Negara mencapai
tujuan-tujuan pembangunan itu sangat tergantung pada kualitas tata
kepemerintahannya dalam melakukan interaksi dengan organisasi-organisasi
komersial dan civil society..Hubungan tiga komponen tata keperintahan yang baik yaitu

8
pemerintah (government), rakyat (citizen) dan usahawan (business) yang sama dan
sederajat serta saling control dalam hubungan yang saling bersinergi.
Menurut Mustopadidjaja (2003:51) upaya untuk mewujudkan good governance
hanya dapat dilakukan apabila terjadi keseimbangan (alligment) peran-peran kekuasaan
yang dimainkan oleh setiap unsur yang ada dalam governance.State, sebagai unsure
pertama , memainkan peran menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif
bagi unsur- unsur lain dalam governance. Private sector unsur kedua, menciptakan
lapangan kerja dan pendapatan. Dan, society, unsur ketiga, berperan menciptakan
interaksi social, ekonomi dan politik.
Sektor Publik (Pemerintah) memiliki fungsi dalam menciptakan hukum dan
lingkungan politis yang kondusif dalam pembangunan negara; dengan berkembang
interaksi ABC. Masyarakat berperan aktif dan positif dalam seluruh aktivitas
kehidupan bernegara yang berkaitan langsung dengan kepentangan warga masyarakat;
dengan berkembang interaksi ACD Sektor bisnis mempunyai peran dalam menciptakan
peluang kerja dan pendapatan bagi masyarakat; dengan berkembang interaksi BCD.
United Nations Development Programme (UNDP) sebagaimana dikutip LAN
(2000:7) dalam Widodo (2001: 25) mengemukakan karakteristik good governance,
sebagai berikut:
1. Partipation . Setiap warga Negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan,
baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili
kepentingannya. Partisipaasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi
dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
2. Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu,
terutama hokum untuk hak asasi manusia.
3. Transparancy. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses-
proses, lembaga – lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh
mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.
4. responsiveness. Lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk
melayani setiap “stakeholders”
5. Consensus orientation. Good governance menjadi perantara kepentingan yang
berbeda untuk memperoleh pilihan-pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas
baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.

9
6. Equity. Semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai
kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.
7. Effectiveness and efficiency. Proses-proses dan lembaga-lembaga sebaik mungkin
menghasilkan sesuai dengan apa yang digariskan dengan menggunakan sumber-
sumber yang tersedia.
8. Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta
dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-
lembaga “stakeholders”. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat
keputusan yang dibuat,apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau
eksternal organisasi.
9. Strategic vision. Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good
governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan
apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

E. Kearifan Dalam Kebijakan

politik
Perkembangan konstelasi dan ekonomi di Indonesia selama beberapa
dasawarsa terakhir menampakan tiga kecenderungan utama. Pertama, meningkatnya
kemakmuran dengan semakin terpenuhinya kebutuhan ekonomi. Kedua, meluasnya
kekuasaan birokrasi pada setiap jenjang administrasi pemerintah. Dan yang ketiga,
meningkatnya kekuasaan politis peran para eksekutif berarti meningkat pula peranan
birokrat dan administratior dalam penentuan kebijakan-kebijakan yang menyangkut
masyarakat luas.
Pejabat yang arif menurut Kumorotomo adalah pejabat yang mampu
menjaga supaya keputusan-keputusannya diterima oleh sebagian besar dengan
landasan kebenaran yang hakiki. Tanggung jawab seorang pejabat pemerintah dengan
demikian bukan hanya kepada organisasi yang dikelolanya atau kepada atasannya
saja, tetapi juga kepada warga negara yang secara langsung ataupun tidak langsung
terkena kebijakan yang diambilnya.
Kearifan dalam pengambilan kebijakan mutlak diperlukan, mengingat dewasa
ini terdapat kecenderungan meningkatnya peran pejabat publik atau administrator
pemerintahan dalam penentuan kebijakan-kebijakan yang menyangkut masyarakat
luas. Disinilah arti penting kearifan, yang merupakan landasan etis bagi

10
para aparatur pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan guna mewujudkan
kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa.
Konsep kearifan menjadi bahan pertimbangan dalam melaksanakan
penempatan atau mutasi sehingga akan meminimalisir timbulnya konflik yang
berkepanjangan dan ketidaksepahaman, untuk bisa menjalankan proses pemerintahan
yang baik dalam masa transisi dari sentralistik ke desentralisasi tidak semua kemauan
Pejabat Publik langsung diterapkan tetapi perlu ada perenungan dan pertimbangan
kearifan sehingga pemerintahan akan berjalan dengan baik.
Dalam membuat kebijakan, seorang pejabat dapat menggunakan interpretasinya
terhadap gagasan tertentu, individu atau kelompok secara positif maupun negatif.
Untuk menerapkan kekuasaan secara benar, mengelola sumber daya negara
dengan tanggung jawab, menentukan alternatif keputusan secara objektif, dan
menerapkan prosedur dengan baik, seorang pejabat harus memiliki kualitas pribadi
yang prima. Bailey menguraikan tiga kualitas yang diperlukan bagi seorang pembuat
kebijakan, yaitu sebagai berikut:
1.Optimisme

Sifat ini hendaknya tidak ditafsirkan sebagai kesenangan untuk menganggap e


nteng semua masalah, tetapi suatu kecenderungan untuk berasumsi tentang
kemungkinan untuk mendapatkan hasil-hasil yang positif. Ia mengandung
keyakinan bahwa peluang untuk memecahkan persoalan yang selalu ada.
2. Keberanian (Courage)

Sifat ini memerlukan kekuatan pribadi dan komitmen yang benar.


Pembuat kebijakan harus berani menolak tekanan-tekanan yang tidak sah dari para
politisi, pengaruh kelompok-kelompok kepentingan yang kuat, atau intimidasi dari
para pakar dan orang- orang yang mengandalkan favoritisme.

3. Keadilan Yang Berwatak Kemurahan Hati

Bailey menggambarkan sifat ini sebagai kualitas moral yang paling penting
bagi pejabat publik. Sifat ini menunjukkan kemampuan untuk menyeimbangkan

11
komitmen atas orang atau kelompok sasaran dengan perlakuan baku yang sama serta
suatu kepekaan atas perbedaan individual. Oleh karena itu, kearifan seorang
pemimpin sangat dibutuhkan untuk menjadi perumus kebijakan yang baik.
Kepekaan dan empati terhadap karena bagaimanapun juga pejabat publik harus
melayani manusia, yang tentunya punya martabat, harga diri dan perasaan. Dalam
melayani masyarakat umum, yang perlu selalu diperhatikan ialah ketentuan
mengenai keadilan prosedural. Telah dikemukakan bahwa pelaksanaan keadilan
prosedural. Keadilan proseduran mempersoalkan akses dan perlakuan (access and
treatment).
Tindakan manusia merupakan hasil dari pilihan manusia. Pilihan-pilihan
keputusan dibuat atas nama kehendak individu maupun kolektif dengan berlandaskan
harapan atas masa depan dan perkiraan atas konsekuensi dan tindakan yang dilakukan
sekarang. Namun untuk membuat keputusan-keputusan yang tepat seorang pejabat
harus pula memiliki kapasitas intelektual yang memadai. Teori peilihan melihat
pembuatan keputusan sebagai suatu tindakan yang disengaja yang berdasarkan empat
hal yaitu:
a. Pengetahuan tentang alternatif-alternatif tindakan Pembuatan keputusan harus
memahami sejumlah alternatif untuk bertindak. Alternatif- alternatif tersebut
dirumuskan beradasarkan situasi dan dipahami sebagai sesuatu yang tidak mendua
atau tidak menagndung ketaksaan(unam-biguosly).
b. Pengetahuan tentang konsekuensi Pembuatan keputusan memahami konsekuensi-
konsekuensi dari tindakan-tindakan alternatif, atau setidak-tidaknya memiliki
pegangan atas probabilitas keberhasilan atau kegagalan tindakan tersebut.
c. Pengaturan preferensi yang konsisten Pembuatan keputusan memiliki fungsi-fungsi
objektif yang memungkinkan kensekuensi- konsekuensi dari alternatif tindakan dapat
dibandingkan dengan nilai-nilai subjektif mereka.
d.Aturan keputusan Para pembuat keputusan harus memakai aturan-aturan untuk
memilih sebuah alternatif tindakan berdasarkan konsekuensi dan pereferensi
mereka. Dalam model pembuatan keputusan yang sempurna diasumsikan bahwa
pembuat keputusan mengetahui setiap alternatif dari suatu keputusan, memahami
masing-masing konsekuensinya, memiliki subjektif yang utuh tentang konsekuensi-
konsekuensi tersebut, dan pemilihan keputusan dilakukan dengan menyeleksi alternatif
yang mengandung nilai harapan tertinggi.

12
Para pejabat pembuat kebijakan hendaknya memiliki kemampuan untuk
belajar dari kesalahan yang pernah dibuat dan melihat setiap permasalahan secara
serius. Kearifan juga mengandungarti bahwa pembuat keputusan tidak bertindak
gegabah dan menganggap ringan suatu persoalan.
Kearifan dalam mengambil kebijakan publik ditentukan pula oleh kesediaan aparat
untuk tidak begitu saja mempercayai informasi yang datang dari satu pihak. Setiap
persoalan, lebih-lebih yang menyangkut kepentingan masyarakat, perlu ditelusuri
secara tuntas dengan segala konsekuensinya harus diantisipasi sebelum keputusan
dijatuhkan. Pejabat hendaknya tidak berpegang pada laporan-laporan diatas kertas
yang diberikan oleh bawahan. Dia perlu melihat tanggapan dari lembaga-lembaga
yang lain, merujuk pada peraturan hukum yang ada, melihat pemberitaan pers
tentang masalah yang bersangkutan, mencermati keluhan-keluhan warga masyarakat
melalui rubrik-rubrik pembaca di surat kabar atau pengaduan-pengaduan
langsung, dan akhirnya mengambil keputusan berdasarkan wawasan manejerial
yang holistik

Masalah etika negara merupakan standar penilaian etika administrasi negara


mengenai tindakan administrasi negara yang menyimpang dari etika administrasi
negara (mal administrasi) dan faktor yang menyebabkan timbulnya mal administrasi
dan cara mengatasinya. Law enforcement sangat membutuhkan adanya akuntabilitas
dari birokrasi dan ma ajemen pemerintahan sehingga penyimpangan yang akan
dilakukan oleh birokrat- birokrat dapat terlihat dan ter-akuntable dengan jelas
sehingga akan memudahakan law enforcement yang baik pada reinventing
government dalam upaya menata ulang manajemen pemerintahan Indonesia yang
sehat dan berlandaskan pada prinsip-prinsip good governance dan berasaskan nilai-
nilai etika administrasi.
Pada kepemerintahan yang bersih (clean good governance) terkait
dengan Law enforcement dalam menjalankan tugas, fungsi, dan wewenang yang
diberikan kepadanya, mereka tidak melakukan tindakan-tindakan yang
menyimpang dari etika Administrasi publik (mal administration) yang akan
mengabaikan Law Enforcement pada penataan ulang pemerintahan di Indonesia.
Sehingga pada tujuan Law Enforcement terdapat :

13
a. Birokrat–birokrat pemerintah dari pemerintahan, yang ditentukan oleh kualitas
sumber daya aparaturnya.
b. Perimbangan kekuasaan yang mencerminkan sistem pemerintahan yang harus
diberlakukan.
c. Kelembagaan yang dipergunakan oleh birokrat-birokrat pemerintahan untuk
mengaktualisasikan kinerjanya.
d. Kepemimpinan dalam birokrasi publik yang berahlak, berwawasan (visionary),
demokratis dan responsif terhadap revitalisasi penataan ulang pemerintahan
Indonesia (Reinventing government).

Pembicaraan tentang kode etik bagi orang-orang yang bekerja dalam tugas-
tugas administrasi negara barangkali membawa masalah tentang arti dari kode etik itu
sendiri. Mengingat bahwa kode etik biasanya dikaitkan dengan suatu kode
khusus. Kedudukan etika administrasi negara berada diantara etika profesi dan etika
politik sehingga tugas administrasi negara tetap memerlukan perumusan kode etik
yang dapat dijadikan sebagai pedoman bertindak bagi segenap aparat publik. Hal
yang pertama-tama perlu diingat ialah bahwa kkode etik tidak membebankan sanksi
hukum atau paksaan fisik. Kode etik dirumuskan dengan asumsi bahwa tanpa sanksi-
sanksi atau hukuman dari pihak luar, setiap orang tetap menaatinya. Jadi dorongan
untuk mematuhi perintah dan kendali untuk menjauhi larangan dalam kode etik
bukan dari sanksi fisik melainkan dari rasa kemanusiaan, harga diri, martabat, dan
nilai-nilai filosofis. Kode etik juga merupakan hasil kesepakatan atau konvensi suatu
kelompok sosial. Kode etik adalah persetujuan bersama, yang timbul dari diri anggota
itu sendiri untuk lebih mengarahkan perkembangan mereka, sesuai dengan nilai-nilai
ideal yang diharapkan.Dengan demikian pemakaian kode etik tidak terbatas pada
organisasi-organisasi yang personilnya memiliki keahlian khusus. Pelaksanaan kode
etik tidak terbatas padakaum profesi karena sesu ngguhnya setiap jenis pekerjaan
dan setiap jenjang keputusan mengandung konsekuensi moral.Dari sini dapat
diketahui bahwa lingkup Etika Administrasi Negara adalah pada penentuan nilai
dalam proses administrasi. Etika administrasi negara sangat erat berkaitan dengan
etika kehidupan berbangsa.

14
Administrasi negara/publik tidak hanya terbatas pada kumpulan sketsa
yang digunakan untuk membenarkan kebijakan pemerintah atau hanya terbatas
pada suatu disiplin ilmu saja - putting the ideas (Peter Senge, 1990) tetapi lebih jauh
dari itu, administrasi negara dijelaskan Wilson (1978) sebagai suatu upaya untuk
menaruh perhatian concern terhadap pelaksanaan suatu konstitusi ketimbang upaya
membuatnya. Jadi sangat jelas bahwa dalam administrasi negara dikenal etika
administrasi negara yang tujuannya adalah untuk menyelengarakan kegiatan
administrasi negara dengan baik, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. Itu
berarti, saat etika administrasi negara digunakan dengan baik oleh para penyelenggara
negara (administrator) maka etika kehidupan berbangsa pun dapat berlangsung
dengan baik, sebaliknya, apabila etika administrasi negara tidak secara benar
melandasi setiap pergerakan dalam administrasi negara maka dapat diindikasikan
begitu banyaknya masalah yang berdampak pada kehidupan berbangsa.
Etika sebagai penentu keberhasilan atau kegagalan dalam kehidupan berbangsa.
Khususnya Etika Politik dan Pemerintah. Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif; menumbuhkan suasana politik
yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap
akan aspirasi rakyat; menghargai perbedaan; jujur dalam persaingan; ketersediaan
untuk menerima pendapat yang lebih benar walau datang dari orang per orang
ataupun kelompok orang; serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Etika
pemerintahan mengamanatkan agar para pejabat memiliki rasa kepedulian tinggi
dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila dirinya merasa
telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi
amanah masyarakat, bangsa, dan negara.
Sebaliknya, saat etika administrasi negara tidak berjalan sebagaimana
mestinya, maka tercipta suatu ketidakseimbangan yang berujung pada masalah-
masalah kompleks yang sulit diselesaikan di Indonesia. Karena pada saat ini,
dimana seharusnya Indonesia yang menganut sistem demokrasi dapat lebih baik
dengan perspektif dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat ternyata harus terpuruk
karena pada kenyataannya, hampir semua pejabat politik dan pemerintah hanya
memikirkan kepentingan diri pribadi dan kelompoknya. Adanya ‘budaya’ korupsi
yang telah sejak lama menodai penyelenggaraan administrasi negara di Indonesia
menunjukkan bahwa etika administrasi negara telah sangat dilanggar oleh para

15
penyelenggara negara. Ketika etika untuk mengambil tindakan yang berhubungan
langsung dengan kegiatan negara dilanggar inilah maka dapat dipastikan etika
politik dan pemerintah sama sekali tidak diperhatikan. Dengan melihat semua
fakta itulah, perlu adanya kesadaran bagi seluruh rakyat Indonesia akan pentingnya
etika administrasi negara yang mendasari baik buruknya suatu penyelenggaraan
negara, dan kemudian etika administrasi negara tersebut sangat menentukan
bagaimana etika kehidupan berbangsa, khususnya etika politik dan pemerintah.

F. Dasar Dasar Bagi Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance)

dasar dasar bagi kepemerintahan yang baik yang mana landasan


pemikiran yang disepakati oleh masyarakat akan dapat dijadikan sebagai pedoman.
Dasar-dasar ini tentunya akan menjadi pedoman dalam jalannya pemerintahan
sehingga diharapkan akan mampu membawa masyarakat pada kesejahteraan
sepenuhnya dan meyeluruh.

1. Prinsip Demokrasi
Pilar utama prinsip demokrasi adalah asas kedaulatan rakyat. Asas
kedaulatan rakyat mensyaratkan bahwa rakyatlah yang mempunyai kekuasaan
tertinggi dalam pemerin tahan negara, rakyat yang menentukan pula bagaimana
berbuatnya.

2. Keadilan Sosial dan Pemerataan


Persoalan keadilan sosial dan pemerataan sering kali muncul sebagai akibat
dari kurang meratanya distribusi hasil hasil pembangunan. Oleh sebab itu, salah
satu asas umum pemerintahan dan administrasi pembangunan yang perlu mendapat
perhatian lebih besar sekarang ini adalah yang menyangkut keadilan (equity)
dan pemerataan (even distribution/fair distribution). Kedua konsep ini juga
merupakan landasan pokok bagi etika pembangunan.

16
Dalam lingkup negara, setidak tidaknya ada dua dimensi ketimpangan
diantara kelompok kelompok sosial yang berbeda dalam suatu negara. Pertama,
ketimpangan diantara kelompok kelompok sosial yang berbeda dalam suatu negara
yang disebabkan oleh kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok
miskin. Kedua, ketimpangan antara wilayah wilayah geografis dalam suatu
negara atau disebut juga ketimpangan regional. wujud yang paling nyata
terlihat antara wilayah wilayah pedesaan dan perkotaan. maka yang perlu
dilakukan adalah kebijakan kebijakan pemerintah yang lebih menyentuh kelas
masyarakat yang kurang beruntung atau kelompok yang tidak memiliki sumber
daya untuk mengembangkan dirinya.
3. Mengusahakan Kesejahteraan Umum
Setiap pejabat pemerintah harus memiliki komitmen dan untuk peningkatan
kesejahteraan dan bukan semata mata karena diberi amanat atau dibayar oleh negara
melainkan karena mempunyai perhatian yang tulus terhadap kesejahteraan warga
negara pada umumnya. Peningkatan kesejahteraan umum bukan hanya
dimaksudkan untukl meningkatkan taraf hidup dan kebutuhan kebutuhan
dasar tetapi juga untuk meningkatkan kapasitas individual supaya rakyat dapat
berpartisipasi lebih aktif dalam pembangunan.
Persoalan lain yang harus dipecahkan dalam upaya peningkatan
kesejahteraan umum adalah menyangkut ketenagakerjaan dan kependudukan.
tingkat pengangguran dan atau setengah pengangguran itu lebih mencolok di
daerah daerah pedesaan jika

a. Keutamaan aturan aturan hukum (supremacy of law), tidak adanya kekuasaan


yang sewenang wenang (absence of arbitrary power) dalam arti bahwa seseorang
hanya boleh dihukum kalau memang melanggar hukum.
b. Kedudukan yang sama dihadapan hukum (equality before the law). Dalil ini
berlaku baik untuk orang biasa maupun pejabat sebagai aparatur pemerintah.

c. Terjaminnya hak hak asasi manusia (human rights) oleh undang undang
dasar serta keputusan keputusan pengadilan.
Selanjutnya unsur – unsure Rule of Law ini dapat dijabarkan ke dalam
gagasan gagasan yang lebih elementer. Apabila system pemerintahan dapat

17
melaksanakan konsep konsep yang terdapat dalam idealisme Negara hukum,
maka kontrol sosial akan dapat berjalan dengan sendirinya.

4. Dinamika dan Efisiensi

Untuk menciptakan sosok birokrasi pemerintahan yang responsif terhadap


kebutuhan kebutuhan dan aspirasi masyarakat, dinamika dalam melaksanakan
tugas tugas negara merupakan prasyarat yang tidak boleh dilupakan. Dinamika
hendaknya diartikan sebagai kemampuan adaptasi organisasi yang baik sehingga ia
sanggup mengantisipasi perubahan perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan
dapat menelorkan kebijakan kebijakan yang
tepat.

Ukuran lain yang dapat dipergunakan untuk menilai kualitas birokrasi


pemerintahan adalah tingkat efisiensi. Pada umumnya efisiensi diartikan sebagai
nisbah yang terbaik antara hasil yang diperoleh dengan kegiatan yang dilakukan.
Namun efisiensi dalam sektor publik mempunyai matra yang lebih luas dari
pengertian ini. Yang lebih penting lagi efisiensi harus menjadi perhatian utama
bagi aparat organisasi organisasi publik.
Knott dan Miller mengingatkan adanya empat macam persolan yang sering
terdapat di dalam birokrasi pemerintahan yaitu :
a) Daur kekakuan aturan (Rigidity Cycle)

Birokrat sering ragu ragu untuk bertindak karena sistem senioritas dan aturan
yang kaku. b) Pengalihan sasaran (Goal Displacement)
Sasaran atau tujuan organisasi sering bergeser, bukan untuk melaksanakan layanan
umum secara efisien melainkan sekedar untuk melestarikan aturan aturan yang ada.
c) Kurangnya “kapasitas” personil yang terlatih (Skilled Incapacity)

Yang dimaksud kapasitas disini adalah kemampuan personil untuk melihat tugas
tugasnya dalam rangka proses organisasi secara keseluruhan.

18
d) Sistem kewenangan berganda (Dual System of Authority)

Adanya perbenturan dua kewenangan yatitu kewanangan struktural dan


kewenangan fungsional.
Demikianlah asas asas pokok pemerintahan yang dapat digunakan untuk
menilai legitimasi kekuasaan birokrasi pemerintahan terhadap warga negara. Asas
asas ini hendaknya dijadikan pedoman oleh para birokrat dalam menjalankan
tugas tugasnya.Berikut ini adalah asas asas umum yang berasal dari pemikiran
dan praktek adminisrasi di negara belanda :
1. Asas kepastian hukum (principle of legal security)

2. Asas keseimbangan (pronciple of proportionality)

3. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan (principle of equality)

4. Asas bertindak cermat (principle of carefulness)

5. Asas motivasi untuk setiap keputusan (principle of motivation)

6. Asas tidak mencampuradukkan kewenangan (principle of misuse of competence)

7. Asas permainan yang layak (principle of fair play)

8. Asas keadilan dan kewajaran (principle of reaonable or prihibition of arbitratiness)

9. Asas menanggapi penghargaan yang wajar (principle of meeting raised


expectation)
10. Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal (principle of
undoing the consequencies of annuled decision)
11. Asas perlindungan atas pandangan/cara hidup pribadi (principle of protecting the
personal way of life)
12. Asas kebijaksanaan (sapientia)
13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service)

19
Tampaklah bahwa ketiga belas asas ini lebih menitik beratkan kepada nilai nilai
judisial (judiciary values) yang mengandaikan internalisasi rasa keadilan
masyarakat dalam proses administrasi pemerintahan serta pendayagunaan jajaran
kehakiman dalam menangani masialah masalah atau sengketa administratif

BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan

Jadi dapat disimpulkan bahwa Etika administrasi Negara yaitu bidang


pengetahuan tentang ajaran moral dan asas kelakuan yang baik bagi para
administrator pemerintahan yang dijadikan sebagai pedoman dalam menjalankan
tugas pekerjaannya dan melakukan tindakan jabatannya sesuai dengan aturan
hokum yang berlaku.
Etika administrasi public merupakan pokok penting dalam mewujudkan
good governance. Dengan adanya etika yang dimiliki oleh seorang pemimpin dalam
menjalankan suatu Negara akan membawa kemajuan yang cukup pesat. Selain
itu, kode etik yang dijadikan sebagai pedoman dalam menjalankan tugas
dan wewenang oleh aparatur pemerintah sebagai abdi Negara akan mampu
mengayomi masyarakat menuju arah yang lebih baik sehingga tujuan utama
Negara yakni mensejahterakan masyarakat akan terlaksana sepenuhnya. Dengan
mengimplementasikan etika administrasi public ini tentunya para abdi negara tidak
akan menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadinya sehingga
kepentingan masyarakat luas akan selalu jadi prioritas.

B. Saran
Menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih focus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat
dipertanggungjawabkan. Adapun saran yang dapat penulis berikan antara lain :

20
a. Perlu dikembangkan sosialisasi akan pentingnya etika administrasi public untuk
menciptakan good governance.
b. Untuk mengoptimalkan pengembangan good governance ini perlu
dioptimalkan akan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan untuk
menghentikan penyalah gunaan kekuasaan yang bisa menimbulkan kerugian
bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aksa, H.A. (2010). Etika Administrasi Publik;Peranannya Dalam Mewujudkan


Good Governance. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan 1, 1-6.

2.http://20Science%20%E2%99%A5_%20Makalah%20Etika%20Administrasi
%20Negara. html
3. HTTP://Makalah%20Etika%20Administrasi%20_%20Berbagi%20Ilmu.html

21

Anda mungkin juga menyukai