Anda di halaman 1dari 34

DASAR-DASAR ETIKA

ADMINISTRASI PUBLIK

DISUSUN OLEH :

ALIM ALISA PUTRA


1965140008
KELAS B ILMU ADMINISTRASI NEGARA
NO TELEPON / HP 089503420625
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan lindungannya.
Akhirnya makalah ini kami selesaikan dengan lancer. Makalah ini kami susun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Administrasi Negara/Publik. Selain itu kami menyusun
makalah ini untuk menambah wawasan untuk memahami.

Mungkin makalah yang kami buatini belum sempurna karena kami juga masih dalam
tahap belajar, oleh karena itu kami menerima saran ataupun kritik dari segala pihak agar
makalah selanjutnya bisa lebih baik dai sebelumnya. Dalam makalah ini saya membahas
tentang “Pentingnya Hukum-Hukum Moral” Semoga makalah yang kami buat ini bisa
bermanfaat.

i
Kata Pengantar .........................................................................................................................i
Daftar Isi .................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

• Latar Belakang ................................................................................................ 1


• Rumusan Masalah ..........................................................................................3
• Tujuan Penulisan ............................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN

1. Definisi Etika ....................................................................................................... 4


• Konteks Etika ..................................................................................... 7
• Aliran Dalam Etika ............................................................................8
• Empat Hirarki Etika… ................................................................... 11
• Pembentukan dan Implementasi Etika ......................................... 12

2.2. Etika Administrasi Publik .............................................................................. 13


2.2.1. Unsur Administrasi Publik ..............................................................14
2.2.2. Prinsip Administrasi Publik .......................................................... 18
2.2.3. Posisi Etika dalam Administrasi Publik ........................................ 19
2.2.4. Urgensi Etika Administrasi Publik ................................................ 20
2.2.5. Implementasi Etika Administrasi Publik ....................................... 21

2.3. Faktor Perilaku Tidak Etis ............................................................................ 27


2.4. Peraturan Etika .............................................................................................. 28
2.5. Menata Ulang Manajemen Pemerintahan .................................................... 30

BAB III PENUTUP

• Kesimpulan…................................................................................................... 35
• Saran ................................................................................................................. 35
• Daftae Pustaka ................................................................................................. 37

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 LATAR BELAKANG MAKALAH

Kemajuan seni, ilmu pengetahuan dan teknologi sama sekali tidak dapat dijadikan

sebagai atas kemajuan di bidang moralitas. Peradaban manusia bukan hanya ditentukan oleh

tingginya nilai seni dan artefak yang diciptakannya, luasnya ilmu pengetahuan yang

dicapainya, maupun aplikasi teknologi yang ditemukannya. Dalam banyak segi, kemajuan

IPTEK justru membuat manusia untuk bertindak korup dan melawan nuraninya.

Persoalan hati nurani manusia yang termuat dalam moralitas itulah yang sesungguhnya

menentukan kualitas peradaban manusia. Jika manusia menginginkan IPTEK akan menjadi

boomerang bagi dirinya dan menurunkan martabatnya sebagai manusia, maka mau tidak mau

manusia harus setiap saat berpaling pada kaidah – kaidah moral.

Moral adalah hal – hal yang mendorong manusia melakukan tindakan – tindakan yang

baik sebagai kewajiban atau norma. Moral dapat diartikan juga sebagai sarana untuk mengukur

benar tidaknya manusia. Moral lebih ditujukan pada perbuatan seseorang secara individual,

moral mempersoalkan kewajiban manusia sebagai manusia.

1
Moral lebih ditekankan pada tingkah laku yang bersifat sepontan seperti murah hati,

rasa kasih saying dan kebaikan, jadi lebih ditekankan kepada karakter dan sifat – sifat individu

yang khusus yang kesemuanya tidak ada dalam peraturan – peraturan hukum.

Etika administrasi publik merupakan salah satu wujud kontrol terhadap administrasi

negara/publik dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi dan kewenangannya.

Manakala administrasi publik menginginkan sikap, tindakan dan perilakunya dikatakan

baik, maka dalam menjalankan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya harus menyandarkan

pada etika administrasi publik. Etika administrasi publik selain digunakan sebagai pedoman,

acuan, referensi administrasi publik, dapat pula digunakan sebagai standar untuk menentukan

sikap, perilaku, dan kebijakannya dapat dikatakan baik atau buruk.

Etika mempunyai peran yang sangat strategis karena etika dapat menentukan

keberhasilan atau pun kegagalan dalam tujuan organisasi, struktur organisasi, serta manajemen

publik.

Etika berhubungan dengan bagaimana sebuah tingkah laku manusia sehingga bisa

dipertanggungjawabkan. Dalam melaksanakan tugas-tugas yang ada di dalam administrasi

publik, maka seorang administator harus mempunyai tanggung jawab kepada publik.

2
Dalam perwujudan tanggung jawab inilah etika tidak boleh ditinggalkan dan memang

harus digunakan sebagai pedoman bertingkah laku. Lebih jelas mengenai etika administrasi

publik akan kami jelaskan di bawah ini.

• RUMUSAN MASALAH

2. Apa yang di maksud dengan hukum ?

3. Apa yang di maksud dengan moral ?

4. Apa yang di maksud dengan hukum moral ?

5. Mengapa pentingnya hukum – hukum moral ?

• TUJUAN PENULISAN

1. Mampu menjelaskan apa yang di maksud dengan hukum.

2. Mampu menjelaskan apa yang di maksud dengan moral.

3. Mampu menjelaskan pentingnya hukum – hukum moral.

3
• Etika Profesi

1 Nilai benar-salah dan baik-buruk yang terkait dengan pekerjaan profesional.


2 Nilai-nilai tersebut terkait dengan prinsip-prinsip profesionalisme (kapabilitas
teknis, kualitas kerja, komitmen pada profesi).
3 Dapat dirumuskan ke dalam kode etik profesional yang berlaku secara universal
(cth:PP No. 42 tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS).
4 Penegakan etika profesi melalui sanksi profesi (pencabutan lisensi).

• Etika Organisasi

1. Konsep baik-buruk dan benar-salah yang terkait dengan kehidupan organisasi.


2. Nilai tersebut terkait dengan prinsip-prinsip pengelolaan organisasi modern
(efisiensi, efektivitas, keadilan, transparansi, akuntabilitas, demokrasi).
3. Dapat dirumuskan ke dalam kode etik organisasi yang berlaku secara universal.

4
4. Dalam praktek penegakan kode etik organisasi dipengaruhi oleh kepentingan
sempit organisasi, kepentingan birokrat, atau kepentingan politik dari politisi
yang membawahi birokrat.
5. Penegakan etika organisasi melalui sanksi organisasi.

• Etika Sosial

3 Konsep benar-salah dan baik-buruk yang terkait dengan hubungan-hubungan


sosial.
4 Nilai bersumber dari agama, tradisi, dan dinamika sosial.
5 Pada umumnya etika sosial tidak tertulis, tetapi hidup dalam memori publik,
dan terinternalisasi melalui sosialisasi nilai di masyarakat.
6 Etika sosial menjadi basis tertib sosial [Jepang, tidak boleh mengganggu dan
merepotkan orang lain].
7 Masyarakat memiliki mekanisme penegakan etika sosial, yaitu melalui
penerapan sanksi-sanksi sosial [diberitakan sebagai tersangka].

• Pembentukan dan Implementasi Etika

Terbentuknya etika administrasi publik tidak terlepas dari kondisi yang ada di dalam
masyarakat yang bersangkutan, sesuai dengan aturan, norma, kebiasaan atau budaya di tengah-
tengah masyarakat dalam suatu komunitas tertentu. Nilai-nilai yang ada dan berkembang di
dalam masyarakat mewarnai sikap dan perilaku yang nantinya dipandang etis atau tidak etis
dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan yang merupakan bagian dari fungsi aparat
birokrasi itu sendiri.

5
Munculnya etika sebagai suatu pedoman bertingkah laku dapat terbentuk dalam dua
macam proses, yaitu :

Secara alamiah terbentuk dari dalam (internal) diri manusia karena pemahaman dan
keyakinan terhadap suatu nilai- nilai tertentu (khususnya agama/religi).

Diciptakan oleh aturan-aturan eksternal yang disepakati secara kolektif, misalnya:


sumpah jabatan, disiplin, dan sebagainya. Sumpah jabatan dan peraturan disiplin PNS, pada
gilirannya akan membentuk etika birokrasi. Contoh di Singapura menunjukkan bahwa etika
berdisiplin (antri, membuang sampah) dibentuk oleh denda sangat besar bagi pelanggar.

Sementara, implementasi etika sebagai suatu pedoman bertingkah laku juga dapat
dikelompokkan menjadi dua aspek, yakni internal (ke dalam) dan eksternal (keluar). Aspek
„kedalam‟, seseorang akan selalu bertingkah laku baik meskipun tidak ada orang lain di
sekitarnya. Dalam hal ini, etika lebih dimaknakan sebagai moral. Sedangkan dalam aspek
„keluar, implementasi Etika akan berbentuk sikap/perbuatan/perilaku yang baik dalam kaitan
interaksi dengan orang lain.

2.2. Etika Administrasi Publik

Definisi

6
Ethics is the rules or standards governing, the moral conduct of the members of an
organization or management profession (Chandler & Plano, The Public Administration
Dictionary, 1982).

Dalam lingkup pelayanan publik, etika administrasi publik (Pasolong, 2007 :193)
diartikan sebagai filsafat dan professional standar (kode etik) atau right rules of conduct (aturan
berperilaku yang benar) yang sehatursnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik atau
administrasi publik.

Dapat disimpulkan etika administrasi publik adalah aturan atau standar pengelolaan,
arahan moral bagi anggota organisasi atau pekerjaan manajemen; aturan atau standar
pengelolaan yang merupakan arahan moral bagi administrator publik dalam melaksanakan
tugasnya melayani masyarakat.Aturan atau standar dalam etika administrasi negara tersebut
terkait dengan kepegawaian, perbekalan, keuangan, ketatausahaan, dan hubungan masyarakat.

2.2.1. Unsur Administrasi Publik

Unsur administrasi adalah bagian-bagian yang harus ada dalam kegiatan


administrasi. Tanpa adanya unsur-unsur tertentu, administrasi tidak dapat dilaksanakan dengan
baik.

Menurut The Liang Gie (1978), bahwa dalam proses penyelenggaraan administrasi
mempunyai unsur-unsur yang

7
merupakan pola perbuatan manusia dalam bidang administrasi, yakni: 1) organisasi, 2)
manajemen, 3) komunikasi, 4) kepegawaian,
2 keuangan, 6) perbekalan, 7) ketatausahaan, dan 8) hubungan masyarakat.

Organisasi, sebagai unsur pertama dari administrasi merupakan rangka atau wadah di
mana usaha kerjasama itu diselenggarakan. James D. Money (1947) menyebutnya sebagai
bentuk perserikatan manusia untuk pencapaian suatu tujuan bersama. (the form of every human
association for the attainment of a common purpose). Sejalan dengan ini, maka proses
mengorganisir (organizing) ialah penyusunan rangka itu dengan membagi-bagi dan
menghubung-hubungkan orang, wewenang, tugas dan tanggungjawab menjadi kesatuan yang
laras. Termasuk pula proses mengorganisir organisasi ini ialah penentuan tujuan yang hendak
dicapai.

Penelaahan terhadap rangka di mana administrasi itu


berlangsung menimbulkan sekelompok pengetahuan yang disebut:

2.1 teori organisasi (theory of organization)

2.2 analisis organisasi dan methode (organization and methods analysis – O & M
analysis)

2.3 tingkahlaku administratif (administrative behavior), perilaku keorganisasian


(organizational behavior)
2.4 hubungan manusia (human relations)
Manajemen, sebagai suatu proses yang menggerakkan kegiatan dalam administrasi itu
sehingga tujuan yang telah ditentukan benar-benar tercapai. Sarjana Oliver Sheldon (1957)

8
mengatakannya sebagai “the process by which the execution of a given purposes is put into
operation and supervised” (proses dengan mana pelaksanaan dari suatu tujuan tertentu
dijalankan dan diawasi). Manajemen mempunyai fungsi-fungsi yang sebagian sarjana berbeda
klasifikasi. Menurut Henry Fayol, yaitu: Perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pemberian komando (comanding), pengkoordinasian (coordinating), pengawasan
(controlling). G.R. Terry dengan akronim POAC (Planning, Organizing, Actuating,
Controlling). The Liang Gie dengan fungsi perencanaan, pengambilan putusan, pembimbingan,
pengkoordinasian, pengendalian dan penyempurnaan.

Dalam perkembangan manajemen telah muncul berbagai pengetahuan sepertinya: Total


quality management (manajemen mutu terpadu), management by objectives (manajemen
berdasarkan sasaran), Management Information System (Sistem Informasi Manajemen),
Manajemen Stratejik, Manajemen Sumber Daya Manusia dan banyak pengetahuan ekonomi
yang memakai istilah manajemen seperti manajemen pemasaran, manajemen keuangan,
manajemen koperasi, dan manajemen akuntansi, bahkan pada lembaga pendidikan di bidang
ekonomi terbentuk jurusan/program studi manajemen.

Komunikasi, Ini merupakan urat nadi yang memungkinkan orang-orang dalam usaha
bersama itu mengetahui apa yang terjadi atau diinginkan oleh masing-masing. Tanpa
komunikasi yang baik, tak mungkin kerjasama dapat terlaksana dengan baik. Pengetahuan yang
merupakan segi-segi komunikasi ini misalnya: reporting

16
techniques (tehnik pelaporan) Sistem informasi (information system), Kepegawaian, Ini
merupakan segi yang berkenaan dengan sumber tenaga manusia (working force) yang harus
ada pada setiap usaha kerjasama. Penelaahan terhadap unsur ini menimbulkan sekelompok
pengetahuan yang dicakup dengan nama Administrasi Kepegawaian (Personnel
Administration) yang dewasa ini kecenderungan menggunakan istilah sumber daya manusia.
Administrasi ini pada pokoknya mempelajari segenap proses penggunaan tenaga manusia itu
dari penerimaannya (recruiting) sampai pemberhentiannya (retirement). Termasuk pula di sini
ialah analisis dan klasifikasi jabatan (job analysis and classification) serta pengembangan
tenaga itu melalui latihan-latihan (training) Keuangan, Ini merupakan segi pembiayaan
(financing) dalam setiap administrasi. Dari sini timbullah Administrasi keuangan yang
mencakup penganggaran belanja (budgeting), pembukuan (accounting), pemeriksaan
(auditing) serta tindakan-tindakan lainnya dalam bidang keuangan.

Perbekalan, Istilah lainnya perlengkapan, persediaan, logistik, dan urusan rumah


tangga. Ini merupakan segi yang mengurusi kebutuhan-kebutuhan kebendaan dan
kerumahtanggaan yang juga tentu ada dalam setiap usaha bersama. Pada bidang ini
berkembanglah pengetahuan tentang administrasi perlengkapan (supply administration),
pembelian (procure-ment), persediaan, pergudangan, klasifikasi dan standardisasi alat-alat,
pengendalian harta benda (inventory and property control) Ketatausahaan, yaitu rangkaian
kegiatan merencanakan, mengada-kan, mengirim, dan

17
menyimpan pelbagai keterangan yang diperlukan dalam usaha kerjasama. Pada bidang ini

berkembang pengetahuan tentang administrasi perkantoran (office administration) atau

manajemen perkan-toran (office management), kesekretarisan, tata persuratan, kearsipan, dan

dokumentasi.

Hubungan Masyarakat, Ini merupakan segi yang menggambarkan pada pihak luar

segala sesuatu yang berlangsung mengenai usaha kerjasama itu, demikian pula sebaliknya

menyalurkan sesuatu hasrat, cita atau pendapat dari luar ke dalam sesuatu usaha bersama,

dengan demikian tercapai pengertian yang sebaik-baiknya antara suatu administrasi dengan

keadaan sekelilingnya. Aspek ini justru amat pentingnya bagi kegiatan- kegiatan yang

diselenggarakan oleh pemerintah maupun perusahaan agar mendapat dukungan dari rakyat bagi

pemerintah dan kesukaan konsumen bagi perusahaan. Pada akhir-akhir ini timbullah

pengetahuan dalam bidang ini, yaitu hubungan masyarakat (publik relation), keprotokolan, dan

dalam bidang perusahaan dengan periklanan (advertising).

2.2.2. Prinsip Administrasi Publik

Ada 3 prinsip yang harus dipegang agar sebuah Administrasi dapat dikatakan baik

yakni:

• Prinsip Pelayanan kepada Masyarakat

Prinsip utama prinsip demokrasi adalah asas kedaulatan

18
rakyat. Asas kedaulatan rakyat mensyaratkan bahwa rakyatlah yang mempunyai kekuasaan

tertinggi dalam pemerintahan negara, dari sini dapat dipahami bahwa pemerintah ada

memang untuk memberi pelayanan kepada masyarakat.

• Prinsip Keadilan Sosial dan Pemerataan

Prinsip ini berhubungan dengan distribusi pelayanan yang harus sesuai, tidak “pilih

kasih” dan relatif merata di seluruh wilayah sebuah negara/ pemerintahan.

• Mengusahakan Kesejahteraan Umum

Maksudnya adalah setiap pejabat pemerintah harus memiliki komitmen dan untuk

peningkatan kesejahteraan dan bukan semata mata karena diberi amanat atau dibayar oleh

negara melainkan karena mempunyai perhatian yang tulus terhadap kesejahteraan warga

negara pada umumnya.

2.2.3. Posisi Etika dalam Administrasi Publik

Etika administrasi publik pertama kali muncul pada masa klasik. Hal ini disebabkan

karena teori administrasi publik klasik (Wilson, Weber, Gulick, dan Urwick) kurang memberi

tempat pada pilihan moral (etika). Pada teori klasik kebutuhan moral administrator hanyalah

merupakan keharusan untuk menjalankan tugas sehari-hari secara efisien.

19
Dengan diskresi yang dimiliki, administrator publik pun tidak hanya harus efisien, tapi

juga harus dapat mendefinisikan kepentingan publik, barang publik dan menentukan pilihan-

pilihan kebijakan atau tindakan secara bertanggungjawab. Padahal etika merupakan dimensi

yang penting dalam administrasi publik.

2.2.4.Urgensi Etika Administrasi Publik

Pentingnya etika administrasi publik tersebut adalah sebagai berikut (Henry, 1995:

400). Alasan pertama, adalah adanya public interest atau kepentingan publik yang harus

dipenuhi oleh pemerintah karena pemerintahlah yang memiliki tanggung jawab. Dalam

memberikan pelayanan ini pemerintah diharapkan secara profesional melaksanakannya, dan

harus mengambil keputusan politik secara tepat mengenai siapa mendapat apa, berapa banyak,

di mana, kapan, dan sebagainya. Padahal, kenyataan menunjukkan bahwa pemerintah tidak

memiliki tuntunan kode etik atau moral secara memadai.

Asumsi bahwa semua aparat pemerintah adalah pihak yang telah teruji selalu membela

kepentingan publik atau masyarakatnya, tidak selamanya benar. Banyak kasus membuktikan

bahwa kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, partai dan bahkan struktur yang lebih tinggi

justru mendikte perilaku seorang aparatur. Birokrat dalam hal ini tidak memiliki

“independensi” dalam bertindak etis, atau dengan kata lain, tidak ada “otonomi dalam

beretika”.

20
Alasan kedua, lebih berkenaan dengan lingkungan di dalam birokrasi yang memberikan

pelayanan itu sendiri. Alasan ketiga, berkenaan dengan karakteristik masyarakat publik yang

terkadang begitu variatif sehingga membutuhkan perlakuan khusus. Mempekerjakan pegawai

negeri dengan menggunakan prinsip “kesesuaian antara orang dengan pekerjaannya”

merupakan prinsip yang perlu dipertanyakan secara etis, karena prinsip itu akan menghasilkan

ketidakadilan, di mana calon yang dipekerjakan hanya berasal dari daerah tertentu yang relatif

lebih maju.

Alasan keempat, adalah peluang untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan

etika yang berlaku dalam pemberian pelayanan publik sangat besar. Pelayanan publik tidak

sesederhana sebagaimana dibayangkan. Begitu kompleks sifatnya baik berkenaan dengan nilai

pemberian pelayanan itu sendiri maupun mengenai cara terbaik pemberian pelayanan publik

itu sendiri. Kompleksitas dan ketiakmenentuan ini mendorong pemberi pelayanan publik

mengambil langkah-langkah profesional yang didasarkan kepada “keleluasaan bertindak”

(discretion). Dan keleluasaan inilah yang sering menjerumuskan pemberi pelayanan publik

atau aparat pemerintah untuk bertindak tidak sesuai dengan kode etik atau tuntunan perilaku

yang ada.

2.2.5. Implementasi Etika Administrasi Publik

21
Etika administrasi publik dapat digunakan sebagai rujukan atau referensi bagi para

birokrasi publik dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya yaitu American Society for

Administration (ASPA).

Pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan di atas pelayanan kepada diri sendiri;

• Rakyat yang berdaulat dan mereka yang bekerja dalam instansi pemerintah dan pada

akhirnya bertanggung jawab kepada rakyat

• Hukum mengatur semua tindakan dari instansi pemerintah

• Manajemen yang efektif dan efisien merupakan dasar bagi birokrasi

• Sistem penilaian kecakapan, kesempatan yang sama, dan asas-asas iktikad baik akan

didukung, dijalankan dan dikembangkan

• Perlindungan terhadap kepercayaan rakyat sangat penting, konflik kepentingan,

penyuapan, hadiah, atau faviritisme yang merendahkan jabatan publik untuk

kepentingan pribadi tidak diterima

• Pelayanan kepada masyarakat menuntut kepekaan khusus dengan ciri-ciri sifat

keadilan, keberanian, kejujuran, persamaan, kompetensi dan kasih saying.

• Hati nurani memegang peranan penting dalam memilih arah tindakan.

Para administrator publik tidak hanya terlibat untuk mencegah hal yang tidak etis, tetapi

juga untuk mengusahakan hal yang etis melalui pelaksanaan tanggung jawab dengan penuh

semangat dan tepat pada waktunya.

22
Etika administrasi tersebut di atas belum cukup untuk menjamin untuk menghapus

perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme pada birokrasi publik.

Etika administrasi negara sangat erat berkaitan dengan etika kehidupan berbangsa.

Administrasi negara/publik tidak hanya terbatas pada kumpulan sketsa yang digunakan untuk

membenarkan kebijakan pemerintah atau hanya terbatas pada suatu disiplin ilmu saja – putting

the ideas (Peter Senge, 1990) tetapi lebih jauh dari itu, administrasi negara dijelaskan Wilson

(1978) sebagai suatu upaya untuk menaruh perhatian – concern terhadap pelaksanaan suatu

konstitusi ketimbang upaya membuatnya.

Jadi sangat jelas bahwa dalam administrasi negara dikenal etika administrasi negara yang

tujuannya adalah untuk menyelengarakan kegiatan administrasi negara dengan baik, dengan

memperhatikan kepentingan masyarakat. Itu berarti, saat etika administrasi negara digunakan

dengan baik oleh para penyelenggara negara (administrator) maka etika kehidupan berbangsa

pun dapat berlangsung dengan baik, sebaliknya, apabila etika administrasi negara tidak secara

benar melandasi setiap pergerakan dalam administrasi negara maka dapat diindikasikan begitu

banyaknya masalah yang berdampak pada kehidupan berbangsa.

Etika sebagai penentu keberhasilan atau kegagalan dalam kehidupan berbangsa.

Khususnya Etika Politik dan Pemerintah.

23
Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif;

menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa tanggung

jawab, tanggap akan aspirasi rakyat; menghargai perbedaan; jujur dalam persaingan;

ketersediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar walau datang dari orang per orang

ataupun kelompok orang; serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Etika pemerintahan mengamanatkan agar aparatur memiliki rasa kepedulian tinggi dalam

memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila dirinya telah melanggar kaidah dan

sistem nilai, atau tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara.

Sebaliknya, saat etika administrasi negara tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka

tercipta suatu ketidakseimbangan yang berujung pada masalah-masalah kompleks yang sulit

diselesaikan di Indonesia. Karena pada saat ini, dimana seharusnya Indonesia yang menganut

sistem demokrasi dapat lebih baik dengan perspektif dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat

ternyata harus terpuruk karena pada kenyataannya, hampir semua pejabat politik dan

pemerintah hanya memikirkan kepentingan diri pribadi dan kelompoknya.

Adanya „budaya‟ korupsi yang telah sejak lama menodai penyelenggaraan administrasi

negara di Indonesia menunjukkan bahwa etika administrasi negara telah sangat dilanggar oleh

para penyelenggara negara. Ketika etika untuk mengambil tindakan yang

24
berhubungan langsung dengan kegiatan negara dilanggar inilah maka dapat dipastikan etika

politik dan pemerintah sama sekali tidak diperhatikan.

Dengan melihat semua fakta itulah, perlu adanya kesadaran bagi seluruh rakyat Indonesia

akan pentingnya etika administrasi negara yang mendasari baik buruknya suatu

penyelenggaraan negara, dan kemudian etika administrasi negara tersebut sangat menentukan

bagaimana etika kehidupan berbangsa, khususnya etika politik dan pemerintah.

Namun pada kenyataannya, banyak sudah contoh kasus yang ada di Indonesia berkaitan

dengan etika administrasi negara/publik. Mulai dari hal terkecil saat pembuatan KTP, karena

organisasi pemerintah tidak melangsungkan hidupnya dengan etika, makadengan mudah

terjadi praktek pungutan liar yang merugikan masyarakat. Hal itu membuat penilaian tentang

buruknya manajemen pemerintahan yang ada.

Seharusnya, dalam keberlangsungan negara, adanya komunikasi sesuai etika dapat

berlangsung dengan benar baik antara pejabat pemerintah sebagai penyelenggara negara

maupun antara rakyat dan pemerintah agar tercipta suatu koordinasi yang kontekstual dan

berdampak positif bagi rakyat dan pemerintah.

Dalam etika administrasi negara yang dapat dikatakan harus melingkupi semua proses

penyelenggaraan negara. Namun, pada

25
prakteknya, kepegawaian di Indonesia seringkali berjalan tidak sesuai dengan etika yang ada.

Dapat dilihat dari awal, proses seleksi saja sudah mengindikasikan adanya kecurangan

misalnya dengan adanya kasus penyuapan untuk diterima sebagai PNS. Kecurangan ini

kemudian berdampak buruk, karena dengan kecurangan ini akan timbul sumber daya manusia

yang kurang berkualitas.

Kemudian, tampak pula perilaku tidak etis birokrat, seperti: Bohong kepada public;

Korupsi, kolusi, nepotisme; Melanggar nilai- nilai publik: responsibilitas, akuntabilitas,

transparansi, keadilan, dan lain-lain; Melanggar sumpah jabatan; Mengorbankan,

mengabaikan, atau merugikan kepentingan public; Pungli pembuatan perizinan, identititas, dan

sebagainya.

Sebagai contoh nyata, kita menyaksikan bersama berbagai kasus pelanggaran etika

administrasi yang menjerat para penyelenggara negara ini: Kasus penyuapan Jaksa Urip Tri

Gunawan yang menerima suap sebesar 660 ribu dolar AS dari Arthalita Suryani terkait

penanganan kasus BLBI; Kasus kawin siri Bupati Garut yang hanya bertahan empat hari dan

diakhiri talak cerai melalui sms; Kasus perpajakan Gayus Tambunan; Kasus Hambalang, Andi

Mallarengeng mantan Menteri Pemuda dan Olahraga; Kasus Suap, Rudi Rubiandini mantan

Ketua SKK Migas; Korupsi oleh Kepala Daerah (54 orang, 2004-2014, data KPK); Kasus suap

Akil Mochtar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK); Korupsi pengadaan Al-Quran oleh

Politisi dan Pejabat Kemenag, dan lain sebagainya.

26
2.3. Faktor Perilaku Tidak Etis

Ada dua faktor yang menjadi penyebab timbulnya perilaku tidak etis yang terjadi dalam

praktek administrasi publik. Pertama, faktor internal yaitu faktor pribadi orang yang melakukan

tindakan mal-administrasi. Kedua, faktor eksternal, yaitu faktor yang berada di luar diri pribadi

orang yang melakukan tindakan mal-administrasi, bisa, lemahnya peraturan perundangan,

lemahnya pelaksanaan pengawasan, dan lingkungan kerja yang memungkinkan terbukanya

kesempatan untuk melakukan tindakan mal-administrasi.

Faktor Internal berupa kepribadian seseorang. Faktor kepribadian ini berwujud suatu

niat, kemauan, dorongan yang tumbuh dari dalam diri seseorang untuk melakukan tindakan

tersebut. Faktor ini disebabkan oleh lemahnya mental seseorang, dangkalnya agama dan

keimanan mereka, sehingga memudahkan mereka untuk melakukan sesuatu tindakan walaupun

sesungguhnya mereka tahu bahwa tindakan yang akan mereka lakukan itu merupakan suatu

tindakan yang tidak baik, tercela, buruk baik menurut nilai-nilai sosial, maupun menurut ajaran

agama mereka.

Namun karena rendahnya sikap mental mereka, dangkalnya keimanan dan keagamaan

mereka, maka manakala ada kesempatan ada niatan untuk melakukan tindakan mal-

administrasi dengan mudahnya mereka lakukan. Faktor Internal banyak pula dipengaruhi oleh

faktor eksternal: faktor kebutuhan keluarga, kesempatan, lingkungan kerja, dan lemahnya

pengawasan, dan lain sebagainya.

27
Faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar diri orang yang melakukan tindakan

mal-administrasi, bisa berupa, lemahnya peraturan, lemahnya lembaga kontrol, lingkungan

kerja dan lain sebagainya yang membuka peluang (kesempatan) untuk melakukan tindakan

korupsi. Meskipun aturan telah dibuat oleh pihak yang berwenang, tetapi masih ada pihak yang

menyalahgunakan haknya. Hal ini mengakibatkan tidak terlaksananya proses dan kerja

administrasi publik dengan baik dan benar.

Peraturan perundangan tempat mereka bekerja, merupakan suatu tatanan nilai yang

dibuat untuk diikuti dan dipatuhi oleh para pegawai dalam menjalankan tupoksi yang diberikan.

Manakala peraturan tadi memberi kelonggaran bagi pegawainya untuk melakukan tindakan

tidak etis dalam pelaksanaan administrasi publik, karena peraturannya tidak jelas, sanksi yang

diberikan lemah, dan lain sebagainya, maka akan memberikan peluang (kesempatan) pegawai

untuk melakukan tindakan tersebut.

2.4. Peraturan Etika

Peraturan etika diperlukan untuk meredam kecenderungan kepentingan pribadi. Etika

bersifat kompleks, dalam banyak kasus bersifat dilematis, karena itu diperlukan hal yang bisa

memberikan kepastian tentang mana yang benar dan salah, baik dan buruk.

28
Penerapan peraturan etika dapat membuat perilaku etis menimbulkan efek reputasi. Organisasi

publik sekarang banyak dicemooh karena kinerjanaya dinilai buruk, karena itu perlu etika.

Etika dan hukum memiliki keterkaitan satu sama lain. Keduanya mengatur perilaku

individu. Namun terdapat perbedaan: ilegalitas tidak selalu berarti tidak etis. Hukum bersifat

eksternal dan dapat ditegakkan tanpa melibatkan perasaan, atau kepercayaan orang (sasaran

hukum), sementara etika bersifat internal, subyektif, digerakkan oleh keyakinan dan kesadaran

individu.

Hukum dalam konteks administrasi adalah soal pemberian otoritas atau instrumen

kekuasaan. Basis dari hukum adalah etika, dan ketika hukum diterapkan harus dikembalikan

pada prinsip- prinsip etika. Banyak kasus, secara hukum dibenarkan tapi secara etika

dipermasalahkan (trend anak politisi yang jadi calon anggota legislatif).

Coba kita amati perbedaan pandangan kedua pakar politik pemerintahan, yakni: Debat

Herman Finer Vs. Carl Friedrich. Kedua ahli tersebut memiliki pandangan berbeda terhadap

birokrat jika dikaitkan dengan etika, hukum, dan pelayanan publik. Finer (1936) mengatakan:

Untuk menjamin birokrasi yang bertanggungjawab yang diperlukan adalah penegakan sistem

kontrol melalui undang-

29
undang dan peraturan yang dapat mendisiplinkan para pelanggar hukum. Sedangkan Friedrich

(1940) mengatakan: Birokrasi yang bertanggungjawab hanya bisa ditegakkan dengan dengan

menyeleksi orang yang benar dengan kriteria profesionalisme yang jelas, dan

menyosialisasikannya ke dalam nilai-nilai pelayanan publik.

2.5. Menata Ulang Manajemen Pemerintahan

Salah satu kelemahan dasar dalam pelayanan publik di Indonesia adalah masalah

moralitas. Etika sering dilihat sebagai elemen yang kurang berkaitan dengan dunia pelayanan

publik. Padahal, dalam literatur tentang pelayanan publik dan administrasi publik, etika

merupakan salah satu elemen yang sangat menentukan kepuasan publik yang dilayani sekaligus

keberhasilan organisasi di dalam melaksanakan pelayanan publik itu sendiri.

Law enforcement sangat membutuhkan adanya akuntabilitas dari birokrasi dan

manajemen pemerintahan sehingga penyimpangan yang akan dilakukan oleh birokrat-birokrat

dapat terlihat dan ter-akuntable dengan jelas sehingga akan memudahkan law enforcement

yang baik pada reinventing government dalam upaya menata ulang manajemen pemerintahan

Indonesia yang sehat dan berlandaskan pada prinsip-prinsip good governance dan berasaskan

nilai-nilai etika administrasi.

30
Sejalan dengan perkembangan zaman dan makin kompleksnya persoalan yang dihadapi

oleh birokrasi, maka telah terjadi pula perkembangan di dalam penyelenggaraan fungsi

pelayanan publik, yang ditandai dengan adanya pergeseran paradigma dari rule government

yang lebih menekankan pada aspek peraturan perundang-undangan yang berlaku menjadi

paradigma good governance yang tidak hanya berfokus pada kehendak atau kemauan

pemerintah semata, tetapi melibatkan seluruh komponen bangsa, baik birokrasi, pihak swasta,

dan masyarakat (publik) secara keseluruhan.

Asumsi bahwa semua aparat pemerintah adalah pihak yang telah teruji pasti selalu

membela kepentingan publik atau masyarakatnya, tidak selamanya benar. Banyak kasus

membuktikan bahwa kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, partai dan bahkan struktur yang

lebih tinggi justru mendikte perilaku seorang birokrat atau aparat pemerintahan. Birokrat dalam

hal ini tidak memiliki etika yang baik dalam menjalankan kewajibannya.

The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan World

Bank mensinonimkan good governance dengan penyelenggaraan manajemen pembangunan

yang solid dan bertanggung jawab, sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien,

penghindaran salah alokasi dana investasi yang langka, dan pencegahan korupsi, baik secara

politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and

political framework bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan.

31
Sedangkan UNDP mendefinisikan good governance sebagai hubungan yang sinergis

dan konstruktif diantara negara, sektor swasta dan masyarakat (society). Berdasarkan definisi

tersebut UNDP kemudian mengajukan karakteristik good governance yang saling memperkuat

dan tidak dapat berdiri sendiri, sebagai berikut:

1 Participation. Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan,

baik secara langsung maupun intermediasi institusi legitimasi yang mewakili

kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi

dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

2 Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa perbedaan,

terutama hukum hak asasi manusia.

3 Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses

lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang

membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dipantau.

4 Responsiveness. Lembaga dan proses harus mencoba untuk melayani stakeholders.

5 Consensus Orientation. Good governance menjadi perantara kepentingan yang

berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik

dalam hal kebijakan maupun prosedur.

6 Effectiveness and efficiency. Proses dan lembaga menghasilkan sesuai dengan apa

yang telah digariskan dengan menggunakan sumber yang tersedia sebaik mungkin.

7 Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan

masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga

32
8 stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang

dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal

organisasi.

9 Strategic vision. Pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good

governance dan pengembangan manusia yang luas serta jauh ke depan sejalan

dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

Atas dasar uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa wujud good governance

adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien

dan efektif, dengan menjaga kesinergisan ineraksi yang konstruktif diantara ketiga domain;

negara, sektor swasta dan masyarakat (society).

Oleh karena good governance meliputi sistem administrasi negara, maka upaya

mewujudkan good governance juga merupakan upaya melakukan penyempurnaan pada sistem

administrasi negara yang berlaku pada suatu negara secara menyeluruh.

Jika dilihat dari ketiga domain dalam governance, tampaknya domain state menjadi

domain yang paling memegang peranan penting dalam mewujudkan good governance, karena

fungsi pengaturan yang memfasilitasi domain sektor dunia usaha swasta dan masyarakat

(society) serta fungsi administratif penyelenggaraan pemerintahan melekat pada domain ini.

peran pemerintah melalui kebijakan publiknya sangat penting dalam memfasilitasi berjalannya

mekanisme pasar yang benar sehingga penyimpangan yang terjadi di dalam pasar dapat

dihindari.

33
Oleh karena itu, upaya perwujudan ke arah good governance dapat dimulai dengan

membangun landasan demokratisasi penyelenggaraan negara dan dilakukan upaya

pembenahan penyelenggara pemerintahan sehingga dapat terwujud good governance.

34
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

• KESIMPULAN

Penerapan etika administrasi Publik memiliki banyak aspek yang harus dijalankan

dengan sebaik-baiknya, seperti menjalankan asas-asas birokrasi pemerintahan yang baik,

dengan mewujudkan prinsip demokratis, keadilan sosial dan pemerataan, serta mewujudkan

kesejahteraan umum.

Penerapan etika administrasi dalam pemerintahan perlu kesadaran aparat birokrasi

untuk benar-benar menjalankan tupoksi.

Perlunya aturan-aturan untuk mengatur birokrat demi konsistensi menerapkan etika

dalam administrasi pemerintah.

Melihat fakta yang ada, tak sedikit penyelenggara negara (pejabat publik) belum

mampu menerapkan prinsip etika administrasi publik yang baik.

• SARAN

Menjadikan Pancasila sebagai Etika Penyelenggaraan Negara. Menyadari hakekat

keberadaan Pemerintah sebagai Pelayan Masyarakat

35
Komitmen menerapkan prinsip good governance dalam menjalankan pemerintahan.

Meyakini masih banyak aparatur negara yang bekerja baik sesuai etika dan aturan,

hanya saja tidak cukup seksi untuk disorot media. (bad news is good news, good news is no

news).

36
3.4.Daftar Pustaka

Henry,S. 1995. Kinerja dalam Organisasi. Yogyakarta:Kanisius.

Keban, Yeremias. T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori, dan Isu.

Yogyakarta. Gava Media.

Pasolong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung :

Alfabeta.

Rokhman, Ali. Presentasi: Etika Administrasi Publik.

Sadhana, Kridawati. 2010. Etika Birokrasi Dalam Pelayanan publik. Penerbit Percetakan CV.

Citra Malang.

The Liang Gie. 2006. Etika Administrasi Pemerintahan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Utomo, Tri Widodo W., 2000. Etika dan Hukum Administrasi Publik. STIA LAN Bandung.

http://www.kumham-jakarta.info/download/karya-ilmiah/pelayanan- publik/70-etika-

aparatur-dalam-pelayanan-publik/file

https://irvanamu.wordpress.com/category/makalah-etika- administrasi-

publik/

Yuniar dan Alfin Sukma Kelas A Dari Institut Ilmu Sosial Dan Manajemen

Stiami Jurusan Perpajakan.

37

Anda mungkin juga menyukai