Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Etika dan Hukum
Kesehatan yang berjudul “Dilema Etika Dalam Pelayanan Di Pemerintahan” ini
dengan cukup baik.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu
pengetahuan dan menjadi motivasi untuk meningkatkan daya juang mahasiswa/i
pada masa kini dan yang akan datang.
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara etimologi, istilah etika berasal dari bahasa Yunani “ethos”. Kata
Yunani “ethos” dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti yaitu tempat
tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak,
perasaan, sikap dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak “ta etha” artinya adalah
adat kebiasaan. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu usila (Sanskerta),
lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik
(su). Istilah selanjutnya adalah Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti
ilmu akhlak.
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari
kegiatan berfilsafat atau berfikir, yang dilakukan oleh manusia. Oleh sebab itu,
etika merupakan bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat. Frankena dalam
Sumaryadi (2010) mengemukakan bahwa etika merupakan salah satu cabang
filsafat yang mencakup filsafat moral atau pembenaran-pembenaran filosofis.
Sebagai salah satu falsafah, etika berkenaan dengan moralitas beserta persoalan-
persoalan dan pembenaran-pembenarannya. Moralitas sangat diperlukan dalam
masyarakat karena perannya sebagai panduan bertindak (action guides).
Menurut James J Spillane (Labolo,2016:19) bahwa etika atau ethics
mempertimbangkan dan memperhatikan tingkah laku manusia dalam pengambilan
moral. Sedangkan menurut kamus Bahasa Indonesia bahwa etika merupakan ilmu
tentang baik buruk serta tentang hak dan kewajiban moral. Perilaku yang baik
mengandung nilai-nilai keutamaan, dimana nilai-nilai keutamaan yang
berhubungan erat dengan hakikat dan kodrat manusia yang luhur. Sedangkan
menurut Magis Suseno (Labolo, 2016:11) berkaitan moral dimana moral berkaitan
dengan ajaran-ajaran wejangan, kotbah-kotbah, patokan-patokan, kumpulan
peraturan dan ketetapan baik tulisan maupun lisan. Tentang bagaimana manusia
harus hidup dan bertindak agar ia bisa menjadi manusia yang baik. Sedangkan
menurut Keraf (Ismail, 2009:63-64) bahwa etika sebagai refleksi kritis dan
rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam
sikap dan pola perilaku hidup manusia baik secara pribadi maupun kelompok.
Begitu juga yang diutarakan oleh Kumorotomo (1992:7) dimana etika merupakan
penuntun tindakan untuk seluruh pola tingkah laku yang disebut bermoral.
Nilai-nilai etika yang hidup dan berlaku dalam suatu masyarakat, bukanlah
sekedar menjadi keyakinan pribadi bagi para anggotanya, akan tetapi juga
menjadi seperangkat norma yang terlembagakan. Dengan kata lain, suatu nilai
etika harus menjadi acuan dan pedoman bertindak yang membawa akibat dan
pengaruh secara moral. Etika merupakan kesediaan jiwa akan kesusilaan atau
kumpulan dari peraturan kesusilaan. Etika merupakan norma dan aturan yang
turut mengatur perilaku seseorang dalam bertindak dan memainkan perannya
sesuai dengan aturan main yang ada dalam masyarakat agar dapat dikatakan
tindakan bermoral.
Secara etimologis, istilah pemerintahan berasal dari kata dasar “perintah”
yang berarti menyuruh melakukan sesuatu, aba-aba, atau komando. Pemerintahan
dalam bahasa Inggris disebut government yang berasal dari bahasa Latin:
gobernare, greek kybernan yang berarti mengemudikan atau mengendalikan.
Secara umum pemerintah merupakan organisasi, badan, lembaga yang
memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang
di wilayah tertentu. Menurut C.F Strong dalam bukunya Modern Political
Constitutions menyebutkan bahwa “Government is therefore that organization in
which is vested the rights to exercise sovereign powers”. Pemerintahan adalah
organisasi dalam mana diletakkan hak untuk melaksanakan kekuasaan berdaulat
atau tertinggi. Jadi pemerintah diartikan sebagai organisasi atau lembaga.
Sesuai dengan moralitas dan perilaku masyarakat setempat, etika dapat
dianggap penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Masalah yang ada dalam
penyelenggaraan pemerintahan semakin lama semakin kompleks. Keberhasilan
pembangunan yang telah meningkatkan dinamika dan kecepatan perubahan dalam
lingkungan penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah melakukan adjusment
(penyesuaian) yang menuntut discretionary power (kekuatan
pertimbangan/kebijaksanaan) yang besar. Pemerintah memiliki pola perilaku yang
wajib dijadikan sebagai pedoman atau kode etik yang berlaku bagi setiap
aparaturnya. Etika dalam pemerintahan harus ditimbulkan dengan berlandaskan
pada paham dasar yang mencerminkan sistem yang hidup dalam masyarakat yang
harus dipedomani serta diwujudkan oleh setiap aparatur dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara umum nilai-nilai suatu etika
pemerintahan yang perlu dijadikan pedoman dan perlu dipraktekkan secara
operasional antara lain: bahwa aparat wajib mengabdi kepada kepentingan umum.
Aparat adalah motor penggerak “head“ dan “heart“ bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, Aparat harus berdiri di tengah-tengah,
bersikap terbuka dan tidak memihak (mediator), Aparat harus jujur, bersih dan
berwibawa, Aparat harus bersifat diskresif, bisa membedakan mana yang rahasia
dan tidak rahasia, mana yang penting dan tidak penting, dan aparat harus selalu
bijaksana dan sebagai pengayom.
Berbicara mengenai etika pemerintahan tidak terlepas dari etika birokrasi,
birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat modern yang
kehadirannya tak mungkin terelakkan. Eksistensi birokrasi ini sebagai
konsekuensi logis dari tugas utama negara (pemerintahan) untuk
menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat (social welfare). untuk melayani
kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah birokrasi.
Kaitannya dengan etika pemerintahan maka hal yang terkait proses
penyelenggaraan pemerintahan adalah menyangkut pentingnya melaksanakan
tugas dan tanggung jawab, mentaati berbagai ketentuan dan peraturan perundang-
undangan, melaksanakan hubungan kerja yang baik, serta menciptakan
lingkungan kerja yang kondusif, disamping itu aparatur pemerintah dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan koridor etika pemerintah perlu memberikan
pelayanan terbaik khususnya dalam proses pelayanan publik, dengan demikian
dapatlah dipahami bahwa konteks dalam beretika akan menjadi pedoman bagi
setiap aparatur pemerintah khususnya dalam melaksanakan tugasnya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang permasalahan di atas, dapat dirumuskan
permasalahan penelitian yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan etika pemerintahan?
2. Bagaimana etika pemerintah dalam pelayanan publik?
3. Apa hubungan antara etika dengan Pelayanan Publik?
4. Bagaimana permasalahan etika dalam pelayanan publik?
5. Bagaimana analisa kasus etika dan moral dalam pelayanan Publik?
6. Bagaimana implementasi etika dalam penyelenggaraan pelayanan publik?
7. Bagaimana paradigma etika pelayanan publik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu etika pemerintahan
2. Untuk mengetahui etika pemerintah dalam pelayanan publik
3. Untuk mengetahui hubungan antara etika dengan Pelayanan Publik
4. Untuk mengetahui permasalahan etika dalam pelayanan publik
5. Untuk mengetahu analisa kasus etika dan moral dalam pelayanan publik
6. Untuk mengetahui implementasi etika dalam penyelenggaraan pelayanan publik
7. Untuk mengetahui paradigma etika pelayanan publik
BAB II
PEMBAHASAN
6. Nilai nilai agama dan sosial budaya termasuk nilai agama agar manusia dapat
bertinfak secara professional dan bekerja keras.
According to the White Paper, of 2001, governance is about how thing could
and also should be done; it refers to the exercise of power, from its rules to
processes and behaviors. Accountability, Roles in the legislative and executive
processes need to be clearer. Each of the EU institutions must explain and take
responsibility for what it does in Europe, but there is also a need for greater
clarity and responsibility from member states and all those involved in developing
and implementating EU policy at whatever level.
Di dalam etika pemerintahan ada tiga prinsip yang harus dipegang untuk
melaksanakan penyelenggaraan negara (Labolo dkk, 2015:423) yaitu :
1. Adanya itikad baik, artinya mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan, tidak
mengambil jalan pintas. Menempuh jalan pintas (menerobos) mengandung
konsekwensi melanggar nilai-nilai keadilan dan ini berarti bukan
memecahkan masalah melainkan menciptakan masalah baru.
2. Profesional artinya mampu bekerja secara cepat, tepat dan akurat, didukung
dengan perilaku yang sopan dan siap melayani secara adil.
3. Altruistik, artinya mengutamakan kemanfaatan bagi orang banyak (tidak
egois) dan berdiri di atas semua golongan.