Anda di halaman 1dari 41

ADAPTASI PELAYANAN PUBLIK

PADA MASA PANDEMI COVID-19


(Studi Kasus di Kantor Kecamatan Balai Riam)

PROPOSAL SEKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Administrasi


Negara Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh:
Tobi Agustinus
NIM. GAB 117 089

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2021
i

KATA PENGANTAR

Puji sukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan berkat dan kaunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

proposal skripsi yang berjudul “Adaptasi Pelayanan Publik Pada Masa Pandemi

Covid-19 (Studi Kasus Di Kantor Kecamatan Balai Riam)”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu dosen yang telah

memberikan bimbingan, arahan, saran dan waktu kepada penulis sehingga proposal

skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari dalam penulisan proposal skripsi ini masih belum

sempurna, oleh karena itu penulis sangat membutuhkan kritik dan saran yang

sifatnya membangun demi kesempurnaan proposal skripsi ini. Semoga proposal

skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terima kasih.

Palangka Raya, Mei 2021

Tobi Agustinus
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6

D. Manfaat Penelitian.......................................................................................... 6

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................. 8

A. Adaptasi .......................................................................................................... 8

1. Pengeritan Adaptasi ..................................................................................... 8

B. Pelayanan Publik .......................................................................................... 11

1. Konesp Pelayanan Publik .......................................................................... 11

2. Prinsip Pelayanan Publik ........................................................................... 13

3. Kualitas Pelayanan Publik ......................................................................... 17

4. Perbaikan Sistem dan Prosedur Pelayanan ................................................ 19

C. Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 20


iii

1. penelitian I................................................................................................. 20

2. Penelitian II ............................................................................................... 21

3. Penelitian III .............................................................................................. 23

D. Kerangka Berpikir ........................................................................................ 25

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 27

B. Fokus Penelitian ........................................................................................... 28

C. Lokasi Penelitian .......................................................................................... 28

D. Istrumen Penelitkan ...................................................................................... 29

1. Wawancara Mendalam (in-depth interview) ............................................. 30

2. FGD (Focus Group Discussion) ................................................................ 30

3. Opservasi ................................................................................................... 31

4. Dokumentasi ............................................................................................. 31

E. Sumber Data ................................................................................................. 32

1. Data Primer ............................................................................................... 33

2. Data Sekunder ........................................................................................... 33

F. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 33

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35


iv

DAFTAR GAMBAR

2.1 Kerangka Berpikir............................................................................................26


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adaptasi pelayanan publik pada masa pandemi covid-19 seperti saat

sekarang ini sangat penting bagi setiap instansi pemerintah yang ada di Indonesia.

Di Indonesia pelayanan publik merupakan hal yang paling penting dalam

mengurusi urusan yang berhubungan dengan pengelolaan tata pemerintahan.

Pemerintah dituntut untuk mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat

secara efektif, efisien dan akuntabel sebagai konsekuensi atas kewajiban

masyarakat untuk membiayai pelayanan publik yang dituntut oleh masyarakat.

Pandemik Covid-19 membawa perubahan dalam hal apapun, karena

memberikan ancaman kesehatan dan keselamatan kerja dalam beraktifitas maupun

pekerjaan. Aturan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) mulai diterapkan pada

awal bulan April lalu di sejumlah kota besar di Indonesia sebagai salah satu upaya

penanganan persebaran virus. Selain membuat kebijakan dan penerapan PSBB,

sosialisasi protokol kesehatan juga gencar dilakukan oleh pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah untuk menekan persebaran dan angka positif tertularnya Covid-

19. Kondisi ini tentu saja berdampak drastis terhadap kegiatan sosial, gaya hidup

dan rutinitas masyarakat.

Mengutip dari Jurnal yang ditulis Ratna Sari, dkk. (2020) Berdasarkan data

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah paparan Covid-19

1
2

meningkat secara drastis, tercatat pada bulan April 2020 sebanyak 5.923 kasus

positif. Melansir dari kontan.co.id data Satgas Covid-19, hingga Senin 17/5/2021

ada tambahan 4.295 kasus baru yang terinfeksi corona di Indonesia. Sehingga total

menjadi 1.744.045 kasus positif Corona. Sementara itu, jumlah yang sembuh dari

kasus Corona bertambah 5.754 orang sehingga menjadi sebanyak 1.606.611 orang.

Sedangkan jumlah orang yang meninggal akibat virus Corona di Indonesia

bertambah 212 orang menjadi sebanyak 48.305 orang.

Pada awal mewabanya pandemi covid-19 di Indonesia, segala sesuatu yang

berhubungan dengan pelayanan publik secara tatap muka dinonaktifkan sementara

oleh pemerintah pusat. Meyusul surat edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 58 Tahun 2020 Tentang System Kerja

Aparatur Sipil Negara Dalam Tatanan Normal Baru, salah satu kebijkan tersebut

tentang pembinaan pelaksanaan system kerja dari rumah (Work From Home)/WFH

atau Work From Office (WFO) bagi ASN untuk memastikan pelayanan publik

kepada masyarakat tetap berjalan ditengah pandemi.

Seiring berjalannya waktu, situasi saat ini mendorong pelayan publik untuk

beradaptasi sebaik mungkin dalam bemberikan pelayanan yang maksimal kepada

masyarakat, mengingat hampir pertengahan tahun 2021 pandemi covid-19 belum

juga memberikan tanda-tanda akan berakhir. Pelayanan kepada masyarakat harus

tetap dilakukan meskipun dalam masa pandemi, hal inilah yang mengharuskan

pelayan publik beradaptasi dengan situasi seperti sekarang. Adaptasi pelayan publik

dengan mengikuti protokol Kesehatan guna mencegah penyebaran virus covid-19


3

harus dilakukan yaitu dengan menjaga jarak minimal 1-2 meter, menggunakan

masker dan selalu mencuci tangan.

Menurut Adi Suryanto (2018:40), Pelayanan publik di Indonesia

dirumuskan dalam unduang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan

publik. Dalam undang-undang tersebut pelayanan publik didefinisikan berdasarkan

pembiayaan dan sifat pembiayaan. Konsep system pemerintah yang desentralistik

di Indonesia memberikan ruang kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan

pelayanan yang responsif dan sesuai dengan dinamika lokal. Pelayanan publik yang

responsif berarti pelayanan yang diberikan harus mampu mengenali kebutuhan

masyarakat dan mencari cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut secara wajar.

Menurut Dwiyanto, (2010:178) dalam Adi Suryanto, (2018) meyatakan “Aparat

birokrasi yang berada digaris depan harus diberi kewenangan untuk mengambil

diskresi karena mereka dituntut oleh keadaan untuk mampu menyelesaikan masalah

yang dihadapi warganya.” Hal ini berarti bahwa aparat yang berhubungan langsung

dengan masyarakat ketika melakukan pelayanan menjadi simbol birokrasi sehingga

mereka harus mampu merespon setiap persoalan yang ada di lapangan. Mereka

dituntut untuk kreatif, berwawasan luas, dan diberi kewenangan untuk mengambil

keputusan secara transparan.

Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat Daerah

Kabupaten dan Daerah Kota. Berlakunya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah, merupakan kesempatan bagi Daerah Kabupaten/Kota

untuk mengatur sendiri pembentukan, kedudukan, kewenangan serta tugas pokok

dan fungsi Kecamatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah dan


4

kemampuan daerah sehingga dapat berbeda antara Daerah Kabupaten/Kota yang

satu dengan yang lainnya. Daerah lebih leluasa dalam menentukan dan memberikan

kewenangan kepada Kecamatan dalam rangka memenuhi tuntutan, keinginan dan

kebutuhan masyarakat, terlebih lagi penyelenggaraan pemerintahan di Kecamatan

banyak berkaitan langsung dengan pemberian pelayanan publik. Rusli Isa, (2009)

dalam Dayang, (2015)

Kualitas pelayanan di Kecamatan diharapkan akan menjadi lebih baik

setelah menjadi perangkat daerah dibandingkan pada saat sebagai perangkat

dekonsentrasi yang pengaturannya sangat sentralistik. Sebab tujuan pemberian

otonomi daerah dan keberadaan daerah adalah untuk mensejahterakan masyarakat

melalui pemberdayaan dan penyediaan pelayanan publik secara efektif, efisien,

ekonomis dan demokratis Suwandi, (2002) dalam Dayang, (2015). Oleh karena itu,

pemberian kewenangan pemerintahan secara penuh kepada Daerah

Kabupaten/Kota dimaksudkan karena daerah itu lebih dekat kepada masyarakat

sebagai pihak yang dilayani dan diberdayakan. Asumsinya semakin dekat jarak

antara pelayan dan yang dilayani maka pelayanan akan sesuai dengan harapan

masyarakat. Apabila pelayanan sesuai dengan harapan masyarakat maka

diharapkan kualitas pelayanan akan menjadi lebih baik. Dengan demikian

pembentukan suatu perangkat daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan apabila dihubungkan dengan tujuan tersebut, maka perubahan

status kecamatan seharusnya dapat meningkatkan efektivitas organisasi Kecamatan

dalam pelayanan publik.


5

Balai Riam adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Sukamara, Provinsi

Kalimantan Tengah, Indonesia. Kecamatan Balai Riam menaungi 8 desa

diantaranya, Desa Balai Riam, Lupu Peruca, Bangun Jaya, Bukit Sungkai, Jihing,

Air Dua, Pempaning, dan Sekuningan Baru. Kecamatan balai riam memiliki luas

7.700 km2, dan dipimpin oleh Among Lelono selaku Camat Balai Riam yang

menjabat sekarang. Media cetak Borneonews.co.id, Sukamara, Kecamatan Balai

Riam pada tanggal 11/06/2020 menggelar apel siaga bencana. Apel tersebut sebagai

bentuk kesiapan pemerintah setempat dalam menangani bencana, salah satunya

pandemi Covid-19. Pemerintah Kecamatan Balai Riam juga mengikut anjuran dari

pemerintah pusat salah satunya yaitu membatasi masyarakat untuk beraktivitas

diluar rumah, selalu menjaga jarak, selalu mencuci tangan, dan selalu mengunakan

masker bila beraktivitas diluar rumah. Pemerintah Kecamatan Balai Riam juga

bekerja sama dengan Polisi Sektor (polsek) Balai Riam rutin melaksanakan patroli

untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mematuhi protokol Kesehatan.

Dengan demikian pemerintah Kecamatan Balai Riam dituntut agar beradaptasi

dalam memberikan pelayanan publik terhadap masyarakat selama masa pandemi

covid-19.

Berdasarkan fenomena diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul: ”Adaptasi Pelayanan Publik Pada Masa Pandemi Covid-

19 (Studi Kasus di Kantor Kecamatan Balai Riam)”.


6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah:

1. Bagaimana Adaptasi Pelayanan Publik Pada Masa Pandemi Covid-19

di Kantor Kecamatan Balai Riam?

2. Bagaimana Penerapan Adaptasi Pelayanan Publik Pada Masa Pandemi

Covid-19 di Kantor Kecamatan Balai Riam?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana Adaptasi Pelayanan Publik Pada Masa

Pandemi Covid-19 di Kantor Kecamatan Balai Riam.

2. Untuk menganalisa bagaimana Adaptasi Pelayanan Publik Pada Masa

Pandemi Covid-19 di Kantor Kecamatan Balai Riam.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang di harapkan dari penelitian yang berjudul “Adaptasi

Pelayanan Publik Pada Masa Pandemi Covid-19 (studi kasus di Kantor Kecamatan

Balai Riam)” adalah:

1. Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini dilakukan untuk menambah wawasan tentang

Adaptasi Pelayanan Publik Pada Masa Pandemi Covid-19 serta untuk

menyusun sekripsi sebagai syarat memperoleh gelar sarjana


7

Adminstrasi Negara di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Univeristas Palangka Raya.

2. Manfaat Secara Teoritis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa memberikan

kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya

mengenai Adaptasi Pelayanan Publik Pada Masa Pandemi Covid-19.

3. Manfaat Akademik

Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi

pihak-pihak yang berkompeten dalam mencari informasi atau sebagai

refrensi mengenai Adaptasi Pelayanan Publik Pada Masa Pandemi

Covid-19.

4. Manfaat Bagi Pemerintah

Sebagai masukan untuk pemerintah terkait, dalam hal ini pemerintah

Kecamatan Balai Riam agar memberikan pelayanan yang efektif dan

optimal kepada masyarakat meskipun dalam situasi pandemi Covid-19

seperti saat sekarang ini.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Adaptasi

1. Pengeritan Adaptasi

Mengutip dari Jurnal Ratna Sari, dkk. (2020), menurut Denison

(1995), teori adaptasi merupakan penekanan pada kemampuan organisasi

untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, menerima, menafsirkan dan

menerjemahkan gangguan ataupun perubahan dari eksternal ke dalam norma-

norma internal organisasi yang berdampak terhadap keberlangsungan dan

ketahanan sebuah organisasi. Sebagai upaya kesuksesan adaptasi, organisasi

harus memiliki persepsi dan respon terhadap lingkungan, kemampuan untuk

menanggapi kondisi internal serta memiliki raksi cepat terhadap perubahan.

Menurut Denison (1995) dalam jurnal Suseno (2018), teori adaptasi

meletakkan penekanan pada kemampuan organisasi untuk menerima,

menafsirkan dan menerjemahkan gangguan dari lingkungan luar ke norma

internal yang mengarah pada kelangsungan hidup atau kesuksesan. Tiga

aspek kunci dari kemampuan beradaptasi adalah persepsi dan respon terhadap

lingkungan eksternal, kemampuan untuk menanggapi pelanggan internal dan

reaksi cepat baik terhadap pelanggan internal dan eksternal.

Menurut Robbins (2003) dalam jurnal M. Fachri Adnan (2020),

adaptasi adalah suatu proses yang menempatkan manusia yang berupaya

8
9

mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan untuk menghadapi lingkungan dan

kondisi sosial yang berubah-ubah agar tetap bertahan. Dalam pengukuran

efektivitas, adaptasi menilai seberapa jauh suatu organisasi berhasil dalam

menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Menurut Nihayatu Rohmah, (2021:82) Adaptasi merupakan proses

penyesuaian. Penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial

terhadap norma-norma, proses perubahan ataupun suatu kondisi yang

diciptakan. Lebih lanjut tentang proses penyesuaian tersebut bahwa

penyesuaian dengan tujuan-tujuan tertentu, di antaranya:

a. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.

b. Menyalurkan ketegangan sosial.

c. Mempertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial.

d. Bertahan hidup.

Menurut Nihayatu Rohmah, (2021:83) Disebutkan bahwa terdapat

sejumlah model yang dapat menerangkan proses adaptasi seseorang, dan

setidaknya terdapat 4 tahapan dalam adaptasi;

(1). Honeymoon

Tahap ini adalah rasa dimana seseorang masih memiliki semangat

dan rasa penasaran yang tinggi serta mengebu-gebu dengan suasana baru

yang akan di jalani. Individu tersebut mungkin tetap akan merasa asing,
10

(2). Frustation

Fase ini adalah tahap dimana rasa semangat dan perasaan yang

mengebu-gebu tersebut berubah menjadi rasa frustasi, jengkel dan tidak

mampu berbuat apa-apa karena realita yang sebenarnya tidak sesuai

dengan ekpektasi yang dimiliki pada awal tahapan.

(3). Readjustment

Tahap ini adalah tahap penyesuaian kembali, di mana seseorang

akan mulai untuk mengembangkan berbagai macam cara untuk bisa

beradaptasi dengan keadaan yang ada.

(4). Resolution

Fase yang terakhir di mana seiring dengan waktu, seseorang

kemudian akan sampai pada 4 kemungkinan, yang pertama, Full

participation: dia akan mencapai titik nyaman dan berhasil membina

hubungan serta menerima kebudayaan yang baru tersebut, yang kedua,

Accomodation: bisa menerima tapi dengan beberapa catatan dalam hal-hal

tertentu tidak bisa ditolerir, yang ketiga, Fight: tidak merasa nyaman

namun berusaha menjalani sampai dia kembali ke daerah asalnya dengan

segala daya upaya, dan yang terakhir, Flight: di mana pimigran secara fisik

ataupun psikologi menghindari kontak untuk lari dari situasi yang

membuat dia frustasi.


11

B. Pelayanan Publik

1. Konesp Pelayanan Publik

Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi

dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin

secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan (Lukman, 2004:6;

Moenir, 1998:12) dalam (Badu Ahmad, 2018:1). Adapun pelayanan publik,

ada lah suatu upaya membantu atau memberi manfaat kepada publik melalui

penyediaan barang dan atau jasa yang diperlukan (Prasojo, (2006:6).

Pengertian ini selaras dengan apa yang diutarakan Lonsdale dan Enyedi

(1991). Mereka mengartikan service sebagai assisting or benefiting

individuas through making useful things available to them. Sedangkan public

service diberi makna sebagai something made available to the whole of

population, and it involves things which people can not normally provide for

themselves i.e. people must act collectively.

Sementara itu, Zauhar (2001) dalam Badu Ahmad (2018:2)

mengemukakan, pelayanan publik merupakan suatu upaya membantu atau

memberi manfaat kepada publik melalui penyediaan barang dan atau jasa

yang diperlukan oleh mereka. Pelayanan publik yaitu semua barang dan jasa

publik (pulic goods and services) yang diatur dan diselenggarakan oleh

pemerintah kepada warga negara.

Mengingat sektor publik sangat terkait dengan keberadaan

pemerintah, maka pelayanan publik juga dapat disamakan dengan


12

terminologi pelayanan pemerintah (government service) yang diartikan

sebagai pemberian pelayanan oleh agen pemerintah melalui pegawainya (the

delivery of a service by a government agency using its own employees)

(Savas, 1987 dalam Zauhar, 2001).

Keputusan Menpan Nomor 63/kep/m.pan/7/2003, mendefinisikan

pelayanan publik sebagai segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh

penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan

penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pada dasarnya, aparatur pemerintah sebagai abdi negara dan abdi

masyarakat mempunyai tugas pokok yang tercermin dalam penyelenggaraan

tugas umum pemerintahan dan pembangunan serta pelaksanaan pelayanan

kepada masyarakat (pelayanan publik). Sejarah era reformasi dan otonomi

daerah, tuntutan akan pelayanan publik yang berkualitas semakin kuat.

Karena itu, menurut Sampara Lukman, pelayanan penyelenggaraan

pelayanan publik yang berkua litas (prima) sudah seharusnya diwujudkan dan

tidak bisa ditawar tawar lagi.

Pada tahun 2002, ketika era reformasi dan otonomi daerah telah

digulirkan, keluar lagi Kepmen PAN Nomor 58/KEP/M.PAN/9/2002 tentang

Pedoman Pelaksanaan Penilaian dan Penghargaan Citra Pelayanan Prima

sebagai Unit Pelayanan Percontohan. Terakhir, tahun 2004 keluar lagi

Kepmen PAN Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan


13

Indeks Kepuasan Mesyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Pada

implementasinya, ternyata masih ditemukan berbagai persoalan dan kendala

secara empiris, yaitu tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan

pemerintah masih rendah. Kondisi ini merupakan landasan utama

diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

Publik.

2. Prinsip Pelayanan Publik

Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan, Mustofadidjaja

(2003:186) dalam Badu Ahmad (2018:24) mengemukakan beberapa prinsip

dalam penyediaan pelayanan pada sektor publik, meliputi:

1. Menetapkan standar pelayanan, artinya, standar tidak hanya

menyangkut standar atas produk pelayanan, tetapi juga standar

prosuder pelayanan dalam kaitan dengan pemberian pelayanan

yang berkualitas. Standar pelayanan akan dapat menunjukkan

kinerja pelayanan

2. Terbuka terhadap segala kritik dan saran maupun keluhan, dan

menyediakan seluruh informasi yang diperlukan dalam pelayanan.

Penyelenggara pelayanan harus memiliki berbagai instrumen yang

memungkinkan masyarakat pelanggan menyampaikan keluhan,

kritik, ataupun saran, serta harus menyediakanberbagai informasi

yang diperlukan oleh masyarakat pelanggan secara proaktif.


14

3. Memperlakukan seluruh masyarakat sebagai pelanggan secara adil.

Dalam pemberian barang layanan tertentu, dimana masyarakat

pelanggan secara transparan diberikan pilihan, maka pengertian adil

adalah proporsional sesuai dengan tarif yang di bayarkannya

4. Mempermudah akses kepada seluruh masyarakat pelanggan.

Unit-unit pelayanan yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan

harus benar-benar mudah diakses oleh masyarakat pelanggan.

5. Meluruskan sesuatu hal dalam proses pelayanan ketika hal tersebut

menyimpang.

Jika terjadi sesuatu yang menyimpang atau tidak pada tempatnya,

dalam kaitan dengan pemberian pelayanan, maka setiap jajaran

personil pelayanan dari seluruh tingkatan yang mengetahui

penyimpangan tersebut harus segera meluruskan sesuai dengan

kapasitasnya, atau jika tidak dapat menyelesaikan masalah maka

wajib menyampaikan kepada atasannya mengenai penyimpangan

tersebut.

6. Menggunakan semua sumber-sumber yang digunakan untuk

melayani masyarakat pelanggan secara efisien dan efektif.

Sebab, kriteria dasar pelayanan publik adalah efisiensi, efektivitas, serta

ekonomis, maka dalam penggunaan sumber-sumber yang digunakan

dalam pelayanan harus memenuhi kriteria tersebut.


15

7. Selalu mencari pembaruan dan mengupayakan peningkatan kualitas

pelayanan.

Penyelenggara pelayanan harus secara kontinyu melakukan

pembaharuan dan penyempurnaan, baik secara responsif sesuai dengan

masukan dari masyarakat pelanggan dan penilaian kinerja pelayanan,

maupun secara proaktif atas kehendak manajemen. Disamping itu, untuk

mewujudkan layanan yang berkualitas, perlu juga diterapkan prinsip-prinsip

sebagai berikut:

1. Sebelum segala sesuatu dimulai maka proses dan prosedur harus

ditetapkan lebih awal.

2. Proses dan prosedur itu harus diketahui oleh semua pihak yang

terlibat. Proses dan prosedur itu tidak boleh membingungkan dan

mengundang interpretasi ganda.

3. Kualitas muncul dari orang-orang yang bekerja dalam sistem, artinya

orang-orang bekerja mengikuti suatu sistem, satu mata rantai, yang

akhirnya membuahkan hasil. Apabila sistem itu baik, maka kecil

kemungkinan kesalahan akan terjadi.

4. Peninjauan kualitas oleh para eksekutif perlu dilakukan secara

periodik, dalam arti diadakan penyempurnaan dari prosedur jika

dipandang perlu dengan memperhatikan selera pihak yang dilayani.

5. Kualitas pelayanan dapat dicapai hanya apabila para pemimpin

organisasi menciptakan suatu iklim budaya organisasi yang


16

memusatkan perhatian secara konsisten pada peningkatan kualitas

dan kemudian menyempurnakannya secara berkala. Semua staf

hendaknya siap dan ingin pula berubah.

6. Kualitas berarti memenuhi keinginan, kebutuhan, dan selera

konsumen

7. Kualitas menuntut kerja sama yang erat. Setiap orang dalam

organisasi hendaknya memandang orang lain sebagai partnernya,

yang dapat dilihat dan dihargai sebagai bagian dari penentu

berhasilnya ia melaksanakan suatu kewajiban.

Upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi

masyarakat dituangkan dalam Keputusan Menpan Nomor 63/

Kep/M.PAN/7/2003, prinsip pelayanan publik yang diharapkan di

laksanakan di setiap unit pelayanan publik adalah: (1) kesederhanaan, (2)

kejelasan, (3) kepastian waktu, (4) akurasi, (5) keamanan, (6) tanggung

jawab, (7) kelengkapan sarana dan prasarana, (8) kemudahan akses, (9)

kenyamanan, dan (10) kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan.


17

3. Kualitas Pelayanan Publik

Dalam buku Deddy Mulyadi (2018:43-44), Pelayanan publik pada

hakekatnya adalah pemberian layanan kepada masyarakat yang merupakan

kewajiban aparatur negara sebagai abdi masyarakat sebagaimana dijelaskan

pada subbab sebelumnya. Pelayanan publik yang diberikan diharapkan dari

hari ke hari semakin berkualitas. Penetapan kualitas pelayanan dielaborasi

dalam tiga sudut pandang, Pertama, pengaruh kebijakan pemerintah yang

melaksanakan mandat dari masyarakat untuk melayani (amanah). Kedua,

kualitas yang ditetapkan. Ketiga, penilaian terhadap birokrasi yang

melakukan pelayanan.

Dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik, perlu diperhatikan

komponen-komponen pelayanan, yang meliputi sebagai berikut:

a. Prosedur pelayanan: Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi

pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.

b. Waktu penyelesaian: ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan

sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.

c. Biaya pelayanan dalam hal ini biaya/tarif pelayanan termasuk

rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian layanan.

d. Produk pelayanan, hasil pelayanan yang akan diterima sesuai

dengan ketentuan yang telah ditetapkan. e. Sarana dan prasarana

harus disediakan secara memadai oleh penyelenggara pelayanan

publik.
18

f. Kompetensi petugas pemberi pelayanan, harus ditetapkan dengan

tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap,

dan perilaku yang dibutuhkan.

Sedangkan menurut Fitzsimmons dan Fitzsimmons (1994) dalam

buku yang ditulis Deddy Mulyadi (2018), dalam meningkatkan kualitas

pelayanan publik perlu memperhati kan aspek-aspek sebagai berikut:

a. Fasilitas Penunjang (Supporting Facilities): Fasilitas penunjang

ini adalah berbagai prasarana dan sarana fisik (infrastruktur) yang

harus sudah tersedia sebelum sesuatu pelayanan publik tertentu

dapat diselenggarakan atau ditawarkan kepada masyarakat.

b. Barang/Jasa Pelengkap (Complimentary Products/Services):

Barang/ jasa pelengkap yang dimaksud adalah barang atau

material atau bisa juga dokumen, maupun jasa-jasa lainnya yang

harus disediakan, dibeli, dan atau digunakan oleh masyarakat

calon pengguna layanan publik sebagai pelengkap atau

kelengkapan sebelum atau sesudah memperoleh pelayanan publik

tertentu.

c. Layanan Eksplisit (Explicit Services): Layanan eksplisit yang

dimaksud adalah wujud nyata sebagai substansi atau inti manfaat

dari pelayanan publik yang diterima atau dirasakan oleh

masyarakat.
19

d. Manfaat Tersirat (Implicit Services): Manfaat yang tersirat

(implisit) dari pelayanan publik adalah manfaat yang secara

psikologis dapat dirasakan oleh masyarakat secara ekstrinsik dari

suatu layanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah

daerah.

4. Perbaikan Sistem dan Prosedur Pelayanan

Dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pasal 9

menegaskan bahwa dalam rangka mempermudah penyelenggaraan berbagai

bentuk pelayanan publik, dapat dilakukan penyelenggaraan sistem pelayanan

terpadu. Sistem pelayanan terpadu merupakan satu kesatuan pengelolaan

dalam pemberian pelayanan yang dilaksanakan dalam satu tempat dan

dikontrol oleh sistem pengendalian manajemen guna mempermudah,

mempercepat, dan mengurangi biaya.

Teknis operasional pelayanan merupakan kegiatan yang terkait

langsung dengan pelaksanaan pelayanan, antara lain penyediaan sumber daya

pelayanan, seperti teknologi, peralatan dan sumber daya lain, serta standar

operasional prosedur (SOP). Tugas penye lenggaraan pelayanan yang

dilakukan sendiri oleh unit penyelengga ra (pemerintah) serta membutuhkan

SOP, misalnya pelayanan KTP, SIM, paspor, sertifikat tanah, pelayanan

perizinan lainnya.
20

C. Penelitian Terdahulu
1. penelitian I

Harry Cahya Pratama Purwanto pada tahun 2020, yang berjudul:

ADAPTASI APLIKASI ELEKTRONIK PERIZINAN (e-Perizinan) IZIN

PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN DALAM MENINGKATKAN

KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KOTA BINJAI. Dari hasil penelitian

yang telah dilakukan oleh penulis tentang adaptasi aplikasi e-Perizinan dalam

meningkatkan kualitas pelayanan publik di Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Binjai, dapat disimpulkan

berjalan cukup baik. Karena berdasarkan keseluruhan aspek organisasi, maka

penulis dapat menyimpulkan jika adaptasi organisasi Dinas Penanaman Modal

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Binjai dalam perkembangan TIK untuk

eGovernment, yakni: Adaptasi organisasi dalam perubahan struktur cukup baik

dikarenakan merespons perubahan implementasi dari manual menjadi online

dan dari terpisah menjadi terpusat telah berubah dari Kantor Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kota Binjai menjadi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Perizinan Terpadu Satu Pintu. Namun untuk beberapa seksi terutama pada seksi

kesehatan agar dapat menambah pegawai untuk mengurangi penumpukan

verifikasi yang berada dalam ruang lingkup Kepala Seksi Izin Pelayanan

Kesehatan mengingat ada beberapa izin yang lumayan rumit di dalam Izin

Pelayanan Kesehatan diantaranya izin mendirikan rumah sakit, izin apoteker

dan izin klinik; Adaptasi organisasi dalam perubahan teknologi, yakni terfokus

pada pengadaan infrastruktur TIK saja.


21

Sedangkan keahlian teknis SDM belumlah mencukupi dalam dunia digital

terbukti bahwa tim IT tetap Universitas Sumatera Utara 78 menggunakan BCC

(Binjai Command Centre). Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan

Terpadu Satu Pintu Kota Binjai juga belum memiliki website yang harusnya

bisa dimanfaatkan sebagai sarana sosialisasi kepada masyarakat sebagai bentuk

perkembangan teknologi; Adaptasi organisasi dalam perubahan SDM, ialah

masih sangat kurang. Dikarenakan SDM masih banyak yang belum memahami

literasi digital sedangkan yang menunjukkan keberhasilan adalah hanya

adaptasi organisasi dalam perubahan pengadaan lingkungan fisik, ialah sudah

terjadi adaptasi yang baik, karena adanya perenovasian gedung dan juga

penambahan ruang kerja pada bagian belakang gedung Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Binjai.

2. Penelitian II

Laila Septiana Rohmah pada tahun 2016, yang berjudul: ADAPTASI DAN

PENERIMAAN DIRI PENERIMA MANFAAT DI BALAI PELAYANAN

SOSIAL ASUHAN ANAK “BUDHI SAKTI” BANYUMAS, Berdasarkan

hasil penelitian yang penulis lakukan tentang Adaptasi dan Penerimaan Diri

Penerima Manfaat di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Budhi Sakti”

Banyumas dapat diambil kesimpulan bahwa proses adaptasi dan penerimaan

diri penerima manfaat yaitu:

1. Proses Penyesuaian Diri Penerima Manfaat Di Balai Pelayanan Sosial

Asuhan Anak “Budhi Sakti” Banyumas Proses penyesuaian diri

keempat subjek penelitian menunjukkan bahwa cara mereka


22

melakukan penyesuaian diri yaitu dengan mengikuti aturan yang ada

di balai dan mengakrabkan diri dengan teman-teman yang ada di balai.

Tiap subjek penelitian mempunyai cara masing-masing untuk dapat

berbaur dengan lingkungan balai. Rama mulai berbaur dengan

lingkungan di balai dengan cara mematuhi peraturan yang ada dan

mulai mengakrabkan diri dengan teman-teman yang ada di balai.

Walaupun terkadang ia melanggar peraturan yang ada di balai.

Sementara Juan menjalin keakraban dimulai dengan mengenal

penerima manfaat yang sama-sama baru masuk balai dan mereka

seumuran. Untuk teman-teman yang sekolahnya di bawah tingkatnya

yaitu seperti SD dan SMP ia baru tahu nama-nama mereka saja dan

belum terlalu akrab. Untuk Putra, ia mencoba menjalin keakraban

dengan semua yang ada di balai. Dimulai dari akrab dengan teman-

teman yang satu asrama dan yang jelas ia tidak pilih-pilih dalam

bergaul. Sedangkan Raja yang memiliki sifat pemalu, awalnya ia

merasa kurang nyaman dengan sekelilingnya. Ia merasa sedang

menjadi pusat perhatian saat melakukan sesuatu, tetapi setelah

berjalannya waktu ia mulai membuka diri dan mulai bergaul dengan

teman-teman di balai.

2. Proses Penerimaan Diri Penerima Manfaat Di Balai Pelayanan Sosial

Asuhan Anak “Budhi Sakti” Banyumas Dari keempat subjek didapat

hasil bahwa mereka menerima dengan keadaan diri mereka sekarang.

Di dalam keterbatasan yang mereka miliki, terdapat suatu keinginan


23

yang kuat yaitu keinginan untuk dapat melanjutkan sekolah ke jenjang

yang lebih tinggi. Rama menerima keadaannya saat ini yang harus

tinggal di balai. Ia merasa beruntung karena mendapatkan bantuan

sehingga ia dapat meneruskan sekolahnya. Ia tidak merasa malu atau

minder kepada teman-teman di sekolahnya dengan keaadannya

sekarang. Juan menuturkan bahwa pergaulan di rumah dan di balai

benar-benar berbeda. Ia merasa bahwa apa yang telah ia dapat

sekarang yaitu karena pemberian Tuhan, dan hal tersebut patut untuk

disyukuri. Putra yang kakaknya dulu pernah tinggal di balai,

membuatnya sedikit paham tentang balai. Dengan keadaan ekonomi

keluarganya yang pas-pasan. membuatnya sudah terbiasa dengan

menerima keadaan apa yang ada pada dirinya sekarang. Untuk

seorang Raja yang memiliki cita-cita menjadi seorang guru, tidak

patah semangat baginya dalam meraih cita-citanya tersebut. Ia ingin

terus berjuang agar cita-citanya dapat terwujud. Ia tetap bersyukur atas

apa yang terjadi pada dirinya.

3. Penelitian III

Wahyuni Husain pada tahun 2014, dengan judul: ADAPTASI

MASYARAKAT NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM (STUDI

KASUS DESA BUHU JAYA KECAMATAN PAGUAT KABUPATEN

POHUWATO). Setelah penulis mengadakan penelitian dengan pembahasan

melalui observasi dan wawancara mengenai “Adaptasi Masyarakat Nelayan


24

Terhadap Perubahan Iklim Studi Kasus Desa Buhu Jaya Kecamtan Paguat

Kabuapten Pohuwato memberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan data yang saya dapatkan dalam hasil penelitian semua

masyarakat nelayan Desa Buhu Jaya mengatakan bahwa perubahan

iklim ini merupakan fenomena yang memberikan dampak negatif

terhadap kehidupan mereka.

2. Adanya perubahan iklim menyebabkan sebagian besar masyarakat

nelayan yang ada di Desa Buhu Jaya tidak bisa sepenuhnya melakukan

aktivitas mereka sehari-hari untuk pergi melaut, sehingga

mengakibatkan pendapatan para nelayan khususnya di Desa Buhu

Jaya menurun bahkan mengakibatkan adanya kerugian seperti yang

telah dijalaskan pada hasil penelitian pada bab sebelumnya..

3. Sebagian besar para nelayan Desa Buhu Jaya tidak memiliki pekerjaan

sampingan sehingga mereka dituntut untuk tetap pergi kelaut

meskipun iklim sangat ekstrim.

4. Dari tuntuntan pekerjaan mereka sebagai nelayan menyebabkan

sebagian masyarakat nelayan Buhu Jaya sudah bisa beradaptasi

dengan perubahan iklim. Adaptasi ini terlihat pada penyesuaian alat

tangkap dan lokasi penangkapan ikan.

5. Dalam menyikapi dampak perubahan iklim, pemerintah Desa Buhu

Jaya telah mengupayakan adanya kelompok perikanan bagi

masyarakat nelayan. Dengan tujuan untuk membantu ekonomi para


25

masyarakat nelayan yang ada di Desa Buhu Jaya Kecamatan Paguat

Kabupaten Pohuwato.

D. Kerangka Berpikir

Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu penulis merumuskan

kerangka berfikir sebagai dasar dalam penelitian yang akan dilakukan dengan

menggunakan kerangka beripkir adaptasi.

Pada penelitian penulis kali ini, menggunakan teori menurut Robbins

(2003) dalam jurnal M. Fachri Adnan (2020), “Adaptasi adalah suatu proses

yang menempatkan manusia yang berupaya mencapai tujuan-tujuan atau

kebutuhan untuk menghadapi lingkungan dan kondisi sosial yang

berubah-ubah agar tetap bertahan. Dalam pengukuran efektivitas, adaptasi

menilai seberapa jauh suatu organisasi berhasil dalam menyesuaikan diri

dengan lingkungannya.” Adapun gambaran kerangka berpikirnya dapat dilihat

pada gambar 2.1 sebagai berikut:


26

Gambar 2.1

Kerangka Berpikir

Pelayanan Publik
Pandemi Covid-19
di Kantor Kec. Balai Riam

Teori Adaptasi Robbins (2003)

Adaptasi pelayanan publik yang


dilakukan di kantor kecamatan
balai riam pada masa pandemi
covid-19.
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegiatan tertentu. Untuk mendapatkan data yang valid dalam penelitian

maka harus berlandaskan kebenaran ilmiah yaitu sesuai dengan fakta, sesuai dengan

ketentuan, obyektif, dan sesuai bukti awal. Sehingga dalam bab ini penulis akan

menjabarkan metode yang akan digunakan untuk mendapatkan data yang valid

tersebut.

A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan

menggunakan analisis deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan data yang

berupa kata atau kalimat, gambar, skema yang belum diangkakan. Analisis

Deskriptif yaitu menggambarkan apa yang terjadi pada saat melakukan

penelitian seperti mencatat, menganalisa, menginterprestasikan kondisi-kondisi

yang sekarang ini terjadi dan ada. Pendekatan ini hanya sampai pada tahap

menyajikan dan menganalisis fakta secara sistematik sehingga dapat lebih

mudah untuk dipahami dan disimpulkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang benar

mengenai subjek yang diteliti. Pendekatan penelitian ini dipakai saat melakukan

wawancara, mencari data, dan melihat fakta yang terjadi di lapangan serta dari

keterangan para key informan dan informan yang akan dianalisis secara dekriptif

27
28

untuk mencapai hasil dan kesimpulan. Pendekatan ini akan menguji dan

menganalisis bagaimana Adaptasi Pelayanan Publik Pada Masa Pandemi Covid-

19 di Kantor Kecamatan Balai Riam.

B. Fokus Penelitian
Penelitian ini lebih fokus pada Adaptasi Pelayanan Publik Pada Masa

Pandemi Covid-19 di Kantor Kecamatan Balai Riam dengan menggunakan

metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif adalah analisis sistematis

terhadap tindakan sosial yang bermakna melalui pengamatan langsung dan

rinci terhadap perilaku sosial dalam setting keseharian yang alamiah agar

mampu menafsirkan para pelayan publik yang bersangkutan. Penelitian ini

berfokus dengan memperhatikan bagaimana dengan adaptasi yang dilakukan

oleh kantor Kecamatan Balai Riam dalam memberikan pelayanan terhadap

masyarakat selama masa pandemi Covid-19.

C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kantor Kecamatan Balai Riam, Jl.

Pangeran Antasar, Kabupaten Sukamara, Kalimantan Tengah. Lokasi ini diplih

dikarenakan kantor kecamatan Balai Riam adalah sebagai pusat pelayanan

publik yang ada di ruanglingkup kecamatan, terkhusus kecamatan dalam hal

penelitian ini adalah Kecamatan Balai Riam, yang mana mempunyai kedudukan,

fungsi dan tugas cukup pentung dalam kegiatan pelayanan publik.

Demikian pula dengan alasan penulis memilih kantor Kecamatan Balai

Riam, kabupaten sukamara, seperti yang dapat penulis lihat melalu pengamatan

secara tidak langsung bahwasanya wabah pandemi Covid-19 sudah kurang lebih
29

1 Tahun lebih melanda Indonesia, bahkan beberapa khasus covid-19 pernah

terjadi di Kecamatan Balai Riam. Hal inilah yang mendorong penulis untuk

mengangkat judul tentang “Adaptasi Pelayanan Publik Pada Masa Pandemi

Covid-19 di Kantor Kecamatan Balai Riam”.

D. Istrumen Penelitkan
Instrumen penting dalam penelitian kualitatif adalah penelitian sendiri.

keikutsertaan peneliti dalam penjaringan data menentukan keabsahan data yang

dikumpulkan dalam penelitian. Perpanjangan keikutsertaan peneliti

memungkinkan adanya peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan

F. Nugrahani & M. Hum, (2014) dalam Thalha dan Badur. (2019). Hal itu dapat

dijelaskan atas alasan sebagai berikut:

1) Peneliti mempunyai kesempatan untuk mempelajari kebudayaan subjek

yang diteliti sehingga dapat menguji ketidak benaran informasi yang

disebabkan distorsi, baik berasal dari diri sendiri maupun dari informan

(seperti berpura-pura, berbohong, menipu dsb).

2) Peneliti mempunyai kesempatan untuk mengenali konteks lebih baik,

sehingga lebih mudah untuk menghindari adanya kemungkinan terjadinya

distorsi.

3) Peneliti mempunyai kesempatan untuk membangun kepercayaan para

subjek dan kepercayaan peneliti pada diri sendiri. Hal ini juga penting

untuk mencegah subjek untuk melakukan usaha "coba-coba".


30

4) Memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka terhadap pengaruh ganda,

yaitu faktor- faktor konsektual dan pengaruh bersama pada peneliti dan

subjek

1. Wawancara Mendalam (in-depth interview)

Selain itu, dalam penelitian kualitatif juga memperoleh data dengan metode

wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in-depth interview) adalah

proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya

jawab sambil bertatap muka antar pewanwancara dengan informan atau orang

yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)

wawancara, dimana pewawancara terlibat dalam kehidupan sosial informan

Rahmat, (2009) dalam Thalha dan Badur, (2019).

2. FGD (Focus Group Discussion)

FGD adalah sebuah teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif.

Karena FGD adalah sebuah teknik pengumpulan data, maka FGD dilakukan

untuk mengumpulkan data tertentu bukan untuk disiminasi informasi dan

bukan pula untuk membuat keputusan. Sehubungan dengan itu, ketika akan

memilih untuk menggunakannya setiap penyelenggara FGD harus

merumuskan atau menetapkan data yang akan dikumpulkan dengan melakukan

GGD. Pada dasarnya, FGD adalah suatu wawancara mendalam yang dilakukan

oleh peneliti dengan sekelompok orang dalam waktu. Sekelompok orang

tersebut tidak diwawancarai terpisah, melainkan bersamaan dalam suatu

pertemuan Afrizal, (2014) dalam Thalha dan Badur, (2019).


31

3. Opservasi

Instrumen observasi digunakan dalam penelitian kualitatif sebagai

pelengkap dari teknik wawancara yang telah dilakukan. Observasi dalam

penelitian kualitatis digunakan untuk melihat dan mengamati secara langsung

objek penelitian, sehingga peneliti mampu mencatat dan menghimpun data

yang diperlukan untuk mengungkap penelitian yang dilakukan. Observasi

dalam penelitian kualitatif peneliti harus memahami terlebih dahulu variasi

pengamatan dan peran-peran yang dilakukan peneliti Ulfatin, (2014) dalam

Thalha dan Badur, (2019).

4. Dokumentasi

Bentuk instrumen dokumentasi terdiri atas dua macam yaitu pedoman

dokumentasi yang memuat garis-garis besar atau kategori yang akan dicari

datanya, dan check-list yang memuat daftar variabel yang akan dikumpulkan

datanya. Perbedaan anatar kedua bentuk instrumen ini terletak pada intensitas

gejala yang diteliti. Pada pedoman dokumentasi, peneliti cukup menuliskan

tanda centang dalam kolom gejala, sedangkan check-list, peneliti memberikan

tally pada setiap pemunculan gejala N. Cooper dkk, (2002) dalam Thalha dan

Badur, (2019).

Dokumen dalam penelitian kualitatif digunakan sebagai penyempurna dari

data wawancara dan observasi yang telah dilakukan. Dokumen dalam

penelitian kualitatif dapat berupa tulisan, gambar, atau karya monumental dari

obyek yang diteliti Ulfatin, (2014) dalam Thalha dan Badur, (2019).
32

E. Sumber Data

Kegiatan utama pada setiap penelitian adalah mengumpulkan data. Dalam

penelitian kualitatif pengumpulan data dengan observasi, wawancara mendalam,

dan dokumentasi atau gabungan ketiganya (triangulasi). Pengumpulan data

dilakukan berhari-hari, mungkin berbulan-bulan, sehingga data yang diperoleh

akan banyak. Pada tahap awal peneliti melakukan penjelajahan secara umum

terhadap situasi sosial/obyek yang diteliti, semua yang dilihat dan didengar

direkam semua. Dengan demikian peneliti akan memperoleh data yang sangat

banyak dan sangat bervariasi.

Jenis data yang akan digunakan berupa data primer dan data sekunder.

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati,

dan dicatat pertama kalinya melalui wawancara, observasi, dan pengukuran

fisik. Sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan dari buku dan

materi tertulis yang relevan dengan tujuan penelitian. Data sekunder ini juga

biasa disebut data yang diperoleh dari sumber kedua melalui dokumentasi

Lembaga, atau institusi.


33

1. Data Primer
yang dibutuhkan oleh peneliti untuk mencari data yang akurat

adalah, Keterangan akurat dari key informan yaitu Camat Balai Riam

sebagai kepala pimpinan, keterangan dari para pegawai pelaksana

layanan, dan masyarakat yang mendapat pelayanan.

2. Data Sekunder
yang dibutuhkan atau digunakan dalam penelitian ini yaitu referensi

dari buku, gambar ataupun browsur dari kantor kecamatan Balai Riam,

Statistik pelayanan terhadap masyarakat, dan sejenisnya.

F. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan

data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.

Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat

menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah

sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan

sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data

kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.

Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik

pengumpulan data dilakukan dengan observasi (pengamatan) interview

(wawancara), dokumentasi dan gabungan ketiganya.


34

Dalam penelitian ini, teknik analisa pengumpulan data yang digunakan

oleh peneliti dapat teruraikan sebagai berikut :

1. Mulai dari mengumpulkan data dan informasi yang diperoleh melalui

wawancara mendalam dan wawancara secara berkelompok bersama

key informan ataupun informan. Apabila terdapat domain kontraks

dalam proses dan hasil wawancara, maka hal tersebut akan dianalisa

secara mendalam melalui teknik yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Hasil dari pengamatan maupun literatur buku kemudian dihubungkan

dengan masalah pokok penelitian, juga faktor-faktor pendukung atau

yang memberikan pengaruh.

3. Dari rangkaian analisis tersebut, diungkapkan evaluasi kegiatan yang

dilakukan dan ditarik kesimpulan agar mendapat hasil yng diinginkan

oleh peneliti.
35

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Ahmad, Badu. 2018. Pelayanan Publik Teori dan Praktek. Manggu Makmur

Tanjung Lestari: Bandung.

Mulyadi, Deddy. Dkk. 2018. Administrasi Publik untuk Pelayanan Publik.

Alfabeta: Bandung.

Sugiyono. 2020. Metode Penelitian Kualitatif. Alfabeta: Bandung.

Tim FISIP Universitas Palangka Raya. 2016. Panduan Penulisan Skripsi Jurusan

Ilmu Administrasi Negara. ZifatamaFublisher. Sidoarjo.

Sumber Jurnal

Rohmah Nihayatu. 2021. Adaptasi Kebiasaan Baru Di Masa Pandemi Covid-

19. eJurnal. Vol. 1 No. 2.

Suseno dan Triwanggono, Aloysius. 2018. Karakteristik Budaya Organisasi,

Kemampuan Adaptasi, Dan Kenerja Usaha Mikro Kecil Menengah.

eJurnal. Vol.01 No.01.

Sutigno, Listian, Aditya dan Pigawati, Bitta. 2015. Bentuk Adaptasi Terhadap

Bencana ROB di Desa Sriwulan Kecamatan Sayung Kabupaten

Demak. Jurnal Teknik PWK. Vol.4 No.4.


36

Putri, Astwilanda dan Adnan Fachri. 2020. Upaya Pencegahan Maladministrasi

Pelayanan Publik Oleh Ombudsman Republik Indonesia Di Provinsi

Sumatera Barat. Vol.2 No.1.

Sari, Ratna, Dkk. 2020. Adaptasi dan Kebiasaan Baru Human Resource

Dapertment di Masa Pandemik Covid-19. Vol.2 No.3.

Alhamid, Thalha dan Anufia Budur. 2019. Resume: Instrumen Pengumpulan

Data. eJurnal. STAIN Sorong.

Erawanti, Dayang. 2015. Inovasi Pelayanan Publik Di Kecamatan Sungai

Kajang Kota Samarinda. eJurnal. Vol 3

Anda mungkin juga menyukai