.------
fffi ---.---oensan
ffi naffi
Frr'mtsmw
rHl
I
Bayumedia Publishing
Penulis
Heru Sugihartoyo
Edisi Pertama
ecntmeAr Publbhhg
Anggota IKAPI latim
Jalan Puncak Yamin No. 20, Malang
Telp/Facs : (0341 ) 580538
E-Mail : Bayumedia@telkom.net
t[il8[0[[ffiffi
fl[,ummw
SAMBUTAN
otonomi daerah. Tentu saja hal ini tidak mudah karena masyarakat
telah terbiasa hidup dalam kerangka mobilizedpartici.pation selama
era Orde Baru. Di era reformasi, partisipasi masyarakat Perlu terus
dikembangkan dalam praktik pemerintahan daerah sehingga semangat demokratisasi pemerintahan berjalan dengan baik. Kondisi
tersebut tentu tidak lagi membutuhkan partisipasi yang dimobilisasi,
melainkan autonornous participation.
vt
SAMBUTAN 2
Prof. Dr. Eko Prasoio
Curu Besar Administrasi Publik Universitas lndonesia
Paradigma penyelenggaraan pemerintahan kini telah bergeser
gouernment
menuju gouernAnce. Paradigma baru ini bercirikan
dati
adanya multiaktor dalam penyelenggaraan pemerintahan. Aktoraktor tersebut meliputi state, ciuil soci.ety, dan priu6te. Keterlibatan
para aktor ini mengakhiri era monopoli state dalampenyelenggaraan
pemerintahan. Dengan demikian, pemerintahan tidak lagi berdasar
pada otoritas negara semata dan dijalankan dengan menganddkan
sanksi pemerintah. Pemerintahan dijalankan berdasarkan self organizrng dan stable networks antarberbagai institusi dan aktor dari
negara. Paradigma baru ini telah mengubah mode interaksi dari kekuasaan dan kontrol menuju pertukaran informasi, komunikasi, dan
persuasi. Kepemerintahan yang bark (good gouernance) diperlukan
agar paradigma baru tersebut dapat berjalan dengan baik untuk mencapai tujuannya, yakni kesejahteraan'dan keadilan. Kepemerintahan
yang baik dapat dipahami sebagai "the complex mechanisms, prorelationships and i.nsti.tution through which ci.tizens and groups
drticulate thei.r interest, exercise their rights and obligati.ons and mecess,
Pemahaman tentang kepemerintahan yang baik tersebut menunjukkan betapa pentingkemitraan antara pemerintah dengan unsur
masyarakat. Kemitraan tersebut memiliki mekanisme, proses, hubungan, dan institusi yang kompleks. Esensi dari kepemerintahan
yang baik pada dasarnya adalah legitimasi, akuntabilitas, efektivias
manajemen, dan ketersediaan informasi tentang peraturan' prosedur,
vtl
kedaulatan apalag. untuk sebuah negara yang dengan tegas menyatakan berdasarkan pada kedaulaan rakyat. Masyarakat adalah pembayar pajak yang hasilnya digunakan untuk membiayai operasional
pemerintahan. Masyarakat adalah subjek pembangunan dan bukannya obiek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan maka masyarakat seharusnya terlibat mulai dari perencanann, pelaksanaan, evaluasi, dan penerimaan manlaat pembangunan.
Dalam paradigma baru kepemerintahan yang bai\ tidak diragukan lagi akan arti penting kemitraan antara pemerintah dan masya-
vill
ini
tx
,':
'
:f','
KATA PENGANTAR
Era reformasi membawa angin perubahan yang besar dalam
pemerintahan daerah di Indonesia. Perubahan dari structural fficiency model (sebagaimana tecermin dalam kebijakan UU No. 5
Thhun L974) menjadt local d.emoaacy model (sesuai W No. 22
Thhun L999) telah membawa semangat pemerintahan daerah yang
mengedepankan partisipasi masyarakat. Akan teapi, partisipasi masyarakat yangnyata dalam pemerintahan daerah tak kunjung terealisasi hingga munculnya UU No. 32 Thhun 2004 sebagai penyempurnaan daii UU No. 22Tahun L999. Hinggakini partisipasinyata
dari masyarakat sebagai unsur utama daerah otonom dalam otonomi
daerah tetap belum menampakkan tanda-tanda peningkatan. Untuk
ini
xl
di FIA Unibraw, Prof. Dr. M. Irfan IslamS Prof. Dr. Solichin AW,
Prof.Ismani, H.P, hof. Z.!t- Achmady Prof. Dr. Syamsiar Indradi,
Prof. Dr. Soesilo
M.S., Drs. Choirul Saleh, M.Si., Drs. Bamtang S.H., M.S., Drs. Irwan
Noor, M.A., dan Drs. Soekanto, M.S. Terima kasih yang rulus juga
penulis sampaikan kepada mantan Dekan'FIA Unibraw, Drs. Kera-
hadi, M.Com.
Terima kasih disampaikan terutama bagi istri penulis, Lina Sulistyati yang tak pernah lelah memberi semangat dan fasilitas kondisi
xtl
ruang yang ada, penulis mohon maaf karena masih banyak pihak
yangtidak dapat disebutkan satu persatu namun teap berharga dalam
karya ini.
xilt
,:i
.a
xw
DAFTAR ISI
Sambutan 1 Prof. Dr. Bhenyamin Hoessein
Curu Besar Pemerintahan Daerah Universitas lndonesia ....
Sambutan 2 Prot. Dr. Eko Prasoio
............:..........
xv
xix
t6
L9
Bab 2
27
28
38
44
57
78
Bab 3
89
97
98
706
712
776
7L9
722
126
128
Bab 4
MASYARAKAT
A Deraiat Partisipasi Publik
B. Menyusun Tangga Partisipasi Baru yang Lebih Tepat ...
137
156
165
Bab 5
STRUKTUR SISTEMIS DATAM SISTEM PARTISIPASI
MASVARAKAT
177
A. Subsistem Aktivitas Partisipasi Masyarakat.
t78
B. Subsistem Pendidikan Politik Masyarakat.
786
C. Subsistem Kesadaran Berpartisipasi Masyarakat........... L93
D. Subsistem Organisasi Loka1..........
201
E. Subsistem Elit Lokd....
270
F. Subsistem Dukungan Pemerintah Daerah
.. 224
G. Subsistem Dukungan DPRD
.. 233
H. Dukungan Pemerintah Pusat..........
240
xvl
Bab 6
SKENARIO PENGEMBANGAN PARTISIPASI MASYARAKAT
253
BabT
PENUTUP
285
DAFTAR PUSTAKA...
295
309
TENTANG PENUTIS
337
xvtt
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
funstein
Gambar 2
R.t"ng li"gkop kekuasaan warga dari Burns, Hambleton,
59
&
Hoggett
Gambar 3
Tangga Pemberdayaan dari Burns, Hambleton, 6c Hogget
..
64
..
69
Gambar 4
Karakteristik Uama Ruang Lingkup Sub-Local Government
dalam setiap Tangga Pemberdayaan Warga dari Burns,
Hambleton, 6c Hogget...
76
Gambar 5
Diagram Pengaruh Subsistem Aktivitas Partisipasi
Masyarakat
Gambar 6
Diagram Pengaruh Subsistem Pendidikan Politik Masyarakat 1'92
Gambar 7
Diagram Pengaruh Subsistem Kesadaran Berpartisipasi
Masvarakat
799
xtx
Gambar 8
Diagram Pengaruh Peran Organisasi Lokal
209
Gambar 9
Diagram Pengaruh Peran Elit Lokal
223
Gambar 10
Diagram Pengaruh Dukungan Pemkot terhadap Parisipasi
Masyarakat
233
Gambar 11
Diagram Pengaruh Dukungan DPRD terhadap Parrisipasi
Masyarakat
240
Gambar 12
Diagram Simpal Kausal Sistem Partisipasi Masyarakat dalam
Pemerintahan Daerah
256
Gambar 13
259
Gambar 14
Perilaku Dinamis Sistem Partisipasi Masyarakat dalam
Pemerintahan Daerah
263
Gambar 15
Perilaku Dinamis Hasil Simulasi Intervensi Melalui Peran
Elit lokal
27L
xx
Gambar 16
Perilaku Dinamis Sistem Partisipasi pada Pra dan Pascaintervensi
Dukungan Pemerintah Pusat dengan Batas Partisipasi Tetap 276
Gambar 17
Perilaku Dinamis Sistem Partisipasi Masyarakat pada Intervensi
Pemerintah Pusat Melalui Penyediaan'Mekanisme Partisipasi
yang Lebih
Tinggr
279
Lampiran
Gambar Tingkatan Berpikir
Sistem
Dinamis
311.
...
318
325
Daerah
329
xxl
xxil
Ko-pleksitas
fu[asalah
Partisipasi Publik
dalam
Pemerintahan
Daerah di
Xndoxnesia
.1
Bab
sisi masyarakat merupakan subjek otonomi bukan objek otonomi. Secara eksplisit kebijakan desentralisasi tersebut juga
tralisasi di lndonesia menghendaki penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berbasis pada panisipasi masyarakat Partisipasi menjadi konsep penting karena masyarakat ditempatkan
sebagai subjek utama dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
Arti penting partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dikemukakan oleh banyak ahli, seperti
Almond Ec Verba yang membedakan partisipasi masyarakat
dalam pemerintahan pusat dan daerah.3 Pakar lainnya seperti
funstein juga mengemukakan arti penting partisipasi masyarakat serta kebutuhan untuk mengukur kadar partisipasi tersebut melalui hdda of citizen participation.a Dalarnadministasi
ibid.
Bab
pembangunan, Korten menyatakan betapa pentingnya partisipasi dalam berbagai proses pembangunan sehingga pembangunan dapatdiialankan untuk meningkatkan martabat manusia sebagaimana tertuang dalam gagasan dasarnya people
centered deuelopmenf.s Masih banyak ahli lain yang mengungkapkan betapa pentingnya partisipasi masyarakat dalam
1988).
Danny Burns, Robin Hambleton, & Paul Hogget. The politics of d'ecentralization: reuitalizing local detnocracy. (London: the Mac Millan Press,
1994).
pemerintah sehingga kepentingan dan pengetahuan masyarakat dapat terserap dalam agenda pemerintahan.T
Arti penting partisipasi dapat juga dilihat dari manfaatnya
dalam meningkatkan kualitas keputusan yang dibuat karena
didasarkan pada kepentingan dan pengetahuan riil yang ada
di dalam masyarakat. Partisipasi juga bermanfaat dalam membangun komitmen masyarakat untuk membantu penerapan
suatu keputusan yang telah dibuat. Komitrnen ini merupakan
modrl utama bagi keberhasilan sebuah implemenasi kebijakan.
Mengir.rgat fungsi dan manfaat, yang dapat dipetik darinya,
kini partisipasi tidak lagi dapat dipandang sebagai kesempatan
yang diberikan oleh pemerintah tetapi iustru sebagai hak masyarakat. Partisipasi dapat dianggap sebagai layanan dasar dan
bagran integral dari local gouerna.nce.s
Akan tetapi, implementasi kebijakan desentralisasi untuk
meningkatkan paftisipasi masyarakat dalam pemerintahan
daerah Indonesia tidak segera mencapai tujuannya karena
menghadapi berbagai persoalan. Kompleksitas persoalan ini
teraiut dari adanya dominasi elit lokal, lemahnya kemauan
politik pemerintah untuk menjamin partisipasi, belum kuatnya
Kenneth Lee and Anne Mills. Policl' making and planning in the health
sector. (London: Croom Helm, 1982), p.130-131.
Kell Antoft and Jack Novack Grassroots danocracy: local gouemmmt
in tbe marhbnes. (Nova Scotia: Henson College, Dalhousie University,
1998), p. 81.
Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di lndonesia
keberlangsungan partisipasi
masyarakat.e
Tim Peneliti FIKB. Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Turnal Forum Inovasi, (Vol. 3, Juni-Agustus 2002)z 100107.
Bhenyamin Hoessein. Implementasi kebijakan desentralisasi dan ideatisasi kebijakan desentralisasi. Iurnal Bisnis 6c Birokrasi,
No.2,
(Vol. D(,
Mei,2002)z 7-2.
ll
Sopanah, dl&. Strategi penguatan partisipasi masyatakat dalam pengawas:rn proses penyusunan dan pelaksanaan APBD Kota Malang.
laporan
Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di Indonesia
*In
of
decentrali.za-
Kesulitan lain yang menyebabkan belum efektifnya partisipasi masyankat dalam pemerintahan daerah adalah lemah-
12 Syarif Hidayag 'Understanding the nature of Indonesian decentralization.' in Syarif Hidayat and Carunia Mulya Firdausy. Beyond Regional
Autonotny: local state-elite's perspectiues on the concept and ptactice
of decentralizntion in contemporary Indanesi.a. lJakarra: Pustaka Quan-
10
Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di Indonesia
wujudkannya.
Hoessein mengungkapkan desentralisasi sebagai sarana
untuk mencapai demokrasi di lndonesia tampaknya hanya bersifat formalistis pada masa berlakunya tiga undang-undang
pertama tentang pemerintahan daerah pascakemerdekaan. Hal
ini tampak dari pernyataan politik berbagai kalangan pada
periode berlakunya UU No.l Thhun 1945, UU No.22 Thhun
1.948, dan UU No. L Thhun 1,957. Meskipun tujuan desentralisasi pascakemerdekaan adalah untuk mencapai demokrasi,
namun kecenderungan yang terjadi tidak demikian. Bahkan
dalam masa demoftrasi terpimpin, desentralisasi yang djanjikan secara formal sebagai sarana pencapaian demolrasi pada
masa sebelumnya menjadi semakin jauh dari kenyataan.
Lemahnya kemauan politik pemerintah dalam mengembangkan partisipasi publik juga terjadi pada masa berlakunya
UU No. 5 Thhun '1.974 ketrka tujuan inti desentralisasi adalah
untuk mencapai efisiensi penyelenggaraan pembangunan.la
Pada masa pemerintahan Orde Baru ini, pencapaian tuiuan
efisiensi benar-benar mengorbankan partisipasi. Pemerintah
ta
11
12
Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di lndonesia
13
Dari uraian singkat tentang berbagai hambatan pencapaian partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah dan
arti penting partisipasi sefta semangat pemerintahan daerah
pascareformasi, tampak bahwa partisipasi publik terap merupakan isu yang senantiasa aktual. Saat ini, kondisi aktual
mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah yang partisipatif memang belum terwujud di lndonesia meshpun beberapa
kebijakan desentalisasi yang pernah dan sedang berlaku bertujuan untuk mencapainya.
Belum terwujudnya situasi penyelenggara:rn pemerintahan daerah yang partisipatif di lndonesia juga tampak dalam
pemerintahan Kota Malang. Hasil k"jian Sopanah dkk menunjukkan adanya kondisi kurang partisipatifdalam tahapan perumusan dan pengawasan kebijakan publik di Kota Malang.18
tt
te
ibid.
',4
Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di Indonesia
disebut sebagai daerah yang telah memiliki sistem pemerintahan daerah yang telah mapan karena telah berdiri sejak L
hpril1.91.4. Sebagai daerah kota, Malang juga dapat disebut
lebih berpeluang mencapai pemerintahan daerah yang lebih
partisipatif daripada daerah kabupaten karena kelebihannya
dalam hal pendidikan masyarakat serta akses informasi dan
transportasi. Sesuai temuan Tim FIKB UI, faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat.z0
Dengan mempertimbangkan hal itu maka menarik sekali untuk
melakukan kajian terhadap kondisi partisipasi di Kota Malang
agar memperoleh pemahaman yang memadai terhadap sistem
partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah, deraiat
partisipasi yang sedang berlangsung, sebab-sebab belum terwujudnya partisipasi masyarakat, serra kemungkinan solusi
percepatan partisipasi masyarakat.
Untuk mencapai pemerintahan daerah yang partisipatif
diperlukan upaya yang serius dalam menyusun strategi dan
kebijakan yang tepat. Upayaini seyogyanya dilandaskan pada
kajian akademis yang memadai dan komprehensif. Penelitian
tentang partisipasi masyarakat telah banyak dilakukan oleh
para pakar dari berbagai disiplin ilmu. Akan tetapi, penelitian
mengenai partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah
yang berada dalam koridor disiplin administrasi publik masih
15
A.
Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di Indonesia
pikir
mengatasi persoalan
yangberlarutJarut dan takkunjung selesai sebagai proses pembelajaran. Melalui proses ini pembentukan diri dapat dilakukan
sistem
M.
Senge...The
'17
pemerintahan daerah? Bagaimanakah model dengan basis berpikir sistem bagi partisipasi masyarakat dalam pemerintahan
daerah? Bagaimanakah alternatif percepatan partisipasi yang
dapat dilakukan?
Secara umum, tujuan kaiian
bangkan model sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah dan menyusun alternatif solusi untuk mempercepat pencapaian partisipasi publik dalam pemerintahan daerah. Unnrk mencapai tujuan umum terbebug ada beberapa tuju-
18
Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di Indonesia
rintahan daerah yang meliputi partisipasi, baik dalam pengatura,n maupun pengurusan otonomi daerah. Kedua, untuk
menjelaskan efektivitas paftisipasi masyarakat dari kacamata
para stakebolder pemerintahan daerah. Berkaitan dengan efektivitas partisipasi ini, tujuan lain yang hendak dicapai adalah
untuk mengukur derujat partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah. Ketiga, untuk mengonstruksi model sistem
partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah sekaligus
melakukan pengujian atas model tersebut dengan berbasis pada
kerangka berpikir sistem. Dengan demikian, dinamika sistem
partisipasi masyarakat dapx dipahami dengan baik sehingga
dapat pula dijelaskan pengungkit yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan sistem partisipasi. Terakhir,untuk menyusun
alternatif solusi yang dapat digunakan sebagai basis kebijakan
percepatan partisipasi publik dalam pemerintahan daerah.
B.
kukan oleh para pakar atau peneliti lain. Berbeda dari beberapa
kajian sebelumnya, kajian ini terfokus pada partisipasi masyarakat dalam pengafuran dan pengurusan otonomi daerah. Beberapa perbedaan tersebut mencakup beberapa hal. Pertama,
para peneliti melakukan pengkajian dalam pengertian partisipasi yang berbeda, misalnya partisipasi politik dan metodologi
perhatian pada keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan pada suafi organisasi. Ked:ou, kalaupun ada beberapa
kajian yang iuga terfokus pada paftisipasi masyarakat, biasanya
20
Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di lndonesia
tahun, yakni semenjak kemerdekaan Republik Indonesia. Selain itu, adanya model sistem dinamis dan alternatif solusi kebijakan percepatan partisipasi yang dihasilkan oleh kajian ini
akan sangat membantu para pengambil kebiiakan untuk membuat kebijakanyang efektif dan efisien.
IGjian ini dilakukan untuk menelaah dinamika sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah. Ruang lingkup
peftama dalam kajian ini ada pada partisipasi masyarakat dalam menjalankan otonomi daerah yang meliputi kewenangan
mengatur dan mengurus. Terdapat beberapa peftimbangan
yang mendasari ruang lingkup |n. Pertama, karena penyelenggara:rn pemerintahan daerah di Indonesia mencakup dua kewenangan, yakni kewenangan untuk mengatrur dan mengurus.
Dengan demikian, untuk mengetahui dinamika partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah secara utuh, seyogyanya
perhatian pada dua aspek tersebut diberikan secara bersamasama.
Pertimbangan kedua didasarkan pada argumen yang dibe-
rikan oleh Conyers tentang pafrisipasi masyarakat dalam pembangunan.a Partisipasi dalam bentuk perencanaan yang didesentralisasi di tingkat lokal akan menjadi lebih efektif bila ada
proses desenralisasi implementasi rencana tersebut. Lebih lan-
23 Diana Conyerc..
21
oleh dua hal.2a Pqtama, kesadaran masyarakat bahwa keterlibatannya dapat menentukan hasil akhir dari suaru rencana.
Keduarperasaan bahwa partisipasi mempunyai pengaruh langsung yang dapx dirasakan. Masyarakat tidak akan berminat
terhadap akivitas yang tidak sesuai dengan aspirasi atau yang
tidak memiliki pengaruh terhadap perubahan nasib masyarakat. Oleh karena itu, secara bersamaan desentralisasi artara
perencanaan dan pela"ksanaan mampu mendorong partisipasi
masyarakat. Dengan demikian, perhatian atas dua aspek sekaligus yakni pengaturan dan pengurusan merupakan hal yang
penting dalam mengkaji partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah.
22
Bab
besar sebagaimana telah ditunjukkan oleh Osborne 6c Gaebler.6 Dua pakar ini mengungkapkan bahwa partisipasi masyarakat biasanya memberikan jauh lebih banyak solusi terhadap
23
24
Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di Indonesia
wi.th
in cities).
zz John Gaventa
es,1999,fune 27-24).
25
26
Kriian Kritis
Partisipasi Ptrblik
Pemerintaharn
Daerah
27
A. PARTISIPASI DATAM
PERSPEKTIF
ADMINISTRASI PUBLIK
IGjian dan praktik administrasi publik di berbagai negara
terus berkembang. Berbagai perubahan terjadi seiring dengan
berkembangnya kompleksitas persoalan yang diha&pi oleh
administrator publik. Kompleksitas ini ditanggapi oleh para
teoretisi dengan terus mengembangkan ilmu adminisuasi publik. Ketika nilai-nilai demokrasi merambah kehidupan bermasyarakat maka nilai yang sama dituntut pula terjadi dalam
praktik administrasi publik. Beberapa literatur klasik yang berupaya memasukkan nilai-nilai demokrasi dalam administrasi
publik antara laur- Representati.u e Bureauuacy : An. Int erpret ation of theBritish Ciuil SeruicekaryaJ. Donald Kingsley,l De?nocracy and the Public Seruice karya Frederick C. Mosher,2
dan Representati.ue Bwreaucracy karya Samuel Krislov.3
Prentice-Hall, 7974).
Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah
penting dalam administrasi publik yang demokratis. Pada dasarnya, gagasan partisipasi dalam administrasi publik mencakup dua ranah, yakni manajemen partisipatif dan partisipasi
masyarakat dalam administrasi publik. Osborne & Gaebler
mengungkapkannya ketika memasukkan dua prinsip yang menyentuh dua ranah tersebut dalam prinsip-prinsip reinuenti.ng
gouerwnent. Pertama, prinsip "community outned gouernment: empoweri.ng rather than seruing" y^ng menunjukkan
betapa pentingnya partisipasi masyarakat dalam adminismasi
publik. Kedwa, prinsip "decentrali.zed gouerwnent: frorn hi.erarchy to parti.ci.pation and teamouork yang menunjukkan betapa pentingnya manajemen partisipatif yang memungkinkan
partisipasi karyawan dalam penyelengg araanadministrasi publik.4
Dengan tidak bermaksud mengenyampingkan arti penting
manajemen partisipatif, tulisan ini lebih memusatkan perhatiannya pada partisipasi masyarakat dalam administrasi publik.
'Wamsley
6c Wolf dengan menyunting buku berjudul"Refounding Democrati.c Public Administration" mengumpulkan banyak
nrlisan yang melukiskan betapa pentingnya melibatkan masyarakat dalam administrasi publik dalam posisi sebagai warga
29
blik.s Tirlisan Little dalam buku yang berjudul Thinking Gouernment: Bringi,ng Democratic Awareness to Public Administration" menjelaskan konsepsi democratic public administrati.on dengan memaparkan konsekuensi tiga substansi demoktasi. Gouernment of the people berarti pemerintahan masyarakat akan membawa legitimasi bagi administrasi publik. Gouerwnent by the people berarti menjamin adarrya representasi
administrator publik dan akuntabilitas administrasi publik terhadap masyarakat. Gouernrnent for the people berarti bahwa
administrasi publik akan benar-benar menialankan kepentingan publik, bukan kepentingan birokrasi.6
Tirlisan lain dipersembahkan oleh King 6c Stivers dengan
iadul Gouernment is Us: Public Administration in an AntiGouernmentEra." Gagasan yang diusung dua penulis tersebut
adalah seyogyanya administrasi publik memandang warga
Gary L. Wamsley,. and James F. Wolf (ed,) Refounding democratic fublic administration: tnodern paradoxes, postmodern cballenges. (Thousand Oaks, California: Sage Publications, 1996).
John H. Litde. "Thinking government: bringing democratic awareness
F.
Wolf (ed.)
Refounding dernocratic public adtninistration: modun paradoxes, postrnodern cballmges. (Thousand. Oaks, California: Sage Publications,
30
Bab2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah
bersama.8
Sebagai kelanjutan
& Denhardt
mengungkapkan
Cheryl Simrell King and Camilla Stivers. Gouemment is as: public administration in an anti-gouern?nent erd. (Thousand Oals, California:
Sage Publications, 1998).
P 195.
Ibid,p.203.
31
pentingnya partisipasi masyarakat ini dalam administrasi publik.e Pada iotiry", perspektif ini merupakan "a set of idea
about the role of pwbli.c adrninistration in the gouernance system that place public serui.ce, democratic gouerrutnce, and ci.ui.c
mgagement at the center."l0 Dengan mempertimbangkan bahwa pemilik kepentingan publik yang sebenantya adalah masyarakat, administrator publik seharusnya memusatkan perhatiannya pada tanggung jawab dalam melayani dan memberdayakan warga.negara melalui pengelolaan organisasi publik dan irnplementasi kebiiakan publik Perubahan orientasi
tentang posisi warga negata, nilai yang dikedepankan, dan
peran pemerintah ini memunculkan perspektif baru administrasi publik yang disebut new public seruice. Warga negara
Janet Vinzant Denhardt and Robert B. Denhardt. The New Public Sq-
uice: Smting, Not Steedng. (New Yorh M.E. Sharpe, 2003). Dalam
buku ini Denhardt & Denhardt mengemukakan adanyatiga perspektif
dalam administrasi publik ini, yakni old public ad.ministratian, neu)
public marwgeruent, dan new public sentice. Tony Bovaird dan Elke
& Denhardt,
berbeda.
Ibid., p. 24.
32
Bab 2
seharusnya ditempatkan di depan dan penekanan tidak seharusnya membedakan antara mengarahkan dan mengayuh tetapi lebih pada bagaimana membangun institusi publik yang
11 Denhardt
&
33
guna menpai tujuan-tujuan masyarakat. Hal itu harus dilakukan tidak saja untuk menciptakan pemerintahan yang lebih
baik tetapi juga sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Dengan
demikian, pekerjaan administrator publik tidak lagi mengarahkan atau memanipulasi insentif tetapi pelayanan kepada
masyarakat.12
Secara ringkas, perspektif zew public smti.ce dapat
dilihat
dari beberapa prinsip yang dilontarkan oleh Denhardt & Denhardt.l3 Pertamn, sque citizens, not custotners. Kepentingan
publik merupakan hasil dialog tentang nilai-nilai bersama daripada agregasi kepentingan pribadi perorangan sehingga abdi
masyarakat tidak semata-mata merespons tuntutan pelanggan
tetapi justru memusatkan perhatian untuk membangun kepercayaan dan kolaborasi dengan dan di antarawarga negara.
Kedua, seek the public interest. Administrator publik harus
memberikan sumbangsih untuk membangun kepentingan publik bersama. Tujuannya tidak untuk menemukan solusi cepat
yang diarahkan oleh pilihan-pilihan perorangan tetapi menciptakan kepentingan bersama dan tanggung jawab bersama.
Ketiga, ualue ci.ti.zmshi.p ouer entreprmeurship. Kepentingan
publik lebih baik dijalankan oleh abdi masyarakat dan warga
negara y an9memiliki komitrnen untuk memberikan sumbangsih bagi masyarakat daripada dijalankan oleh para manajer
L2 lbid
t3 ibid,pp.4243.
34
Bab2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah
strategi.cally,
perspekif
ini abdi masyarakat seharusnya lebih peduli daripada mekarecognize that accountability is not simple. Dalam
la Richard
35
Bab2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah
ts
Ibid.,pp.20-21".
37
B.
Untuk memahami konsep partisipasi masyarakag sebaiknya pembahasan diarahkan terlebih dahulu pada siapa yang
berpartisipasi dan apa yang terkandung dalam istilah partisipasi. Telaah mengenai siapa yang berpartisipasi akan mengarah
dimaksud
pada pembahasan tentang dua hal, yakni
^payang
dengan masyarakat dan bagaimana posisi masyarakat dalam
pemerintahan daerah.
Korten menjelaskan istilah masyarakat yang secara po-'
puler merujuk pada sekelompok orang yang memiliki kepentingan bersama. Namun kemudian, Korten justru lebih memilih
Bab 2
pengertian yang berasal dari dunia ekologi dengan menerjemahkan masyarakat sebagai "an interactingpofulation of organisms (indi.uiduak) li.ui.ng i.n a common locAtion".l6
Pengertian yang diacu oleh Korten tersebut telah menyentuh aspek spasial dalam kehidupan sekelompok orang. Pendapat ini diperjelas oleh Midgley yang mengungkapkan bahwa
konsep masyarakat janngsekali didefinisikan dalam literatur
meski konsep masyarakat ini menjadi isu sentral. Pihak yang
berwenang pun sering kdi tidak memberikan batasan secara
formal meski menggunakan istilah masyarakat untukmerujuk
pada soci.o -spatial enti.ty.17
Pendapat lain yang lebih sederhana unruk menjelaskan
kepada masyarakat di mana pemerintah pusat dapat mendesentralisasi sejumlah urusan dipaparkan oleh Devas. Masyarakat dapat berupa geograph i.cal comrnunities (masyaml<atberbasis geografis) dan interest communities (masyarakat berbasis
kepentingan). Jenis pertama dapat berupa rukun warga, desa,
kabupaten, dan sebagainya. Jenis kedua dapat meliputi kelompok wali murid, pengguna air minum, dan sebagainya. Jika
David C. Korten. "Introduction: community-based resource management" in David C. Korten (ed)., Cornmunity managemmt : Asian erperience and perspecti.ues, (West Hartford Connecticut: Kumarian Press,
1986), p.2.
"lntroduction: Social development, the state and participation' in James Midgley et.al. Community participation, social deuelopment and tbe state. (New York: Methuen, 1986), pp.24-25.
James Midgley.
39
unit pemerintahan daerahnya kecil, seperti yang terjadi di Prancis maka kemungkinan yang digunakan adalah interest commwnities.Jika unit pemerintahannya besar seperti yang ada di
Inggris dan kebanyakan negara sedang berkembang seperti
Indonesia maka kemungkinan yang digunakan adalah geograp h i c al cornmunit i e s.r8
Dengan mengacu padaapayang diungkapkan oleh PBB,
Midgley kemudian mengungkap bahwa penekanan pada aspek
lokalitas tetap saja membingungkan karena masyarakat secara
bersamaan dapatmengacu pada ketetanggaan, desa, kecamatan, kota bahkan kota besar. Untuk mengatasi persoalan tersebug disarankan agar partisipasi masyarakat berlangsung dalam
"srnall communities comprised of indiuidaals at the louest
lnel of aggregation at which people organi.ze for common effort."tt Dalam hal ini penekanan pada pengelompokan yang
terendah ini, penulis sering kali mengarahkan pada unit organisasi sosio-spasial yang terendah, yakni desa.
Pembatasan pada lingkungan spasial yang terendah tersebut masih menyisakan persoalan jika unit analisis partisipasi
masyarakat berada pada tingkatan pemeriritahan daerah, seperti kota atau kabupaten. Pada kenyataannya, masyarakat
juga dikelompokkan pada berbagai tingkatan administrasi yang
Nick Devas. olndonesia: what do we mean by decentralization?". Public adrninistratian and Deuelopn ent,Yol. 17, 357-367 (1997).
James Midgleg Op.cit.
Bab 2
20
4',,
**
tertentu, bekeria di kota lain, berbelanja di kota yang lain lagi,
dan berasal dari kota yang berbeda lagi. Pendekatan ini dipengaruhi oleh mobilitas sosial dan geografis dari banyak orang
yang memiliki beragam identitas dan loyalitas.
Menghadapi kenyataan ini, Leach 6c Percy-Smith mengakui bahwa masyarakat tetap menjadi istilah yang elastis dan
tak pasti2l sekaligus problematis karena menyangkut beragam
kepentingan dan perasaan orang-orang. Masyarakat dapat dibatasi berdasarkan atea atavperasa:rn seseorang. Untuk mengatasi hal itu, dalam pemerintahan daerah masyarakat lebih diarahkan pada bagaimana orang-orang menyebut dirinya masyarakat, apakah sebagai warga, konsumen, dan pengguna layanan. Selain itu, konsep masyarakat dapat lebih diarahkan
pada cara masyarakat dipengaruhi dan memengaruhi pelayanan publik yang mendukung kualitas hidupnya. Akan tetapi,
aspek kewil ayahaniugatidak dapat dihindari begitu saja karena
menyangkut proses kebijakan.
Selanjutnya, untuk memahami bagaimana posisi masyarakat dalam pemerintahan daerah.maka perlu dilihat asal-usul
penyebutan istilah bagi nama daerah dalam tradisi Barat dan
ternyaa hal tersebut berkaitan dengan posisi masyarakat sebagaimana dijelaskan oleh Norton.z Awal mula sebutan daerah
21 Ibid, pp.35-36.
2 Alan Norton. International handbook of local and regional goyernment : a comparative analysis of advanced democracies. (Cheltenham
Edwar Elgar, 7994), p.3.
42
Bab 2
rancis) berakar dari bahasa Jerman bergen, yang berarti berlindung atau bersembanyi. Tbwn berasal dari bahasa Inggris
kano tun, yang berarti tanah berpagar. Bahasa Jerman stadt
73 lbid.
43
(Belanda), rnunicipi.o (Spanyol), dan commune (dr negara-negara Skandinavia dan Prancis) bermakna masyarakat sebagai
C. PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM
PEMERINTAHAN DAERAH
Pembahasan berikutnya mengenai kandungan apa yang
tercakup dalam istilah partisipasi. Rahnema memulai pembahasannya mengenai partisipasi sebagai "the action or fact of
partaking haui.ng or formi.ng a part of".u Dalam pengertian
ini, partisipasi dapat bersifat tansitif atau intransitif, dapat
pula bermoral atau tak bermoral. Kandungan pengertian tersebut iuga dapat bersifat dipaksa atau bebas dan dapat pula bersifat manipulatif maupun spontan.
24 lbid.
2s Majid Rahnema. 'Participation" in Wolfgang Sachs (ed). The d.euelopmetat diaionary: agtideto btoutledge aspower. (NewJersey: Zed Books,
19921,p.716.
Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah
Partisipasi transitif berorientasi pada tujuan tertentu. Sebaliknya, partisipasi bersifat intransitif apabila subjek tertentu
berperan serta tanpa tujuan yang jelas. Partisipasi memenuhi
sisi moral apabila tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan
etika. Dalam pengertian ini, partisipasi mengandung konotasi
positif. Begitu pula sebaliknya, jika kegiatan berpartisipasi ditujukan pada hal yang tidak sesuai dengan etika maka kegSatart
tersebut dianggap tidak bermoral. Dalam perspektif lain, partisipasi juga berkonotasi positif. apabila partisipasi dipersepsi
sebagai tindakan bebas yang dilakukan oleh subjek, bukan terpaksa dilakukan atas nama partisipasi.
Akhirnya, partisipasi iuga dapat dibedakan apakah bersifat
manipulatif atau spontan. Partisipasi yang dimanipulasi
mengandung pengertian bahwa partisipan tidak merasa dipaksa untuk melakukan sesuatu, namun sesungguhnya partisipan diarahkan untuk berperan serta oleh kekuatan di luar
kendalinya. Oleh karena itu, partisipasi bentuk ini juga sering
disebut sebagai telegwided participation.26 Sementara itu Midgley menjelaskan partisipasi spontan sebagai "a uoluntary and.
autonomows acti.on on the part of the people to organize and
deal ui.th their problems wnai.ded by gouernrnent or other etcternAl Agents".27
26 lbid.
27
James Midgley, op.cit., p.27.
45
28 Cordie Bryant
hd.
268 -27 6.
Bab 2
2e lbid,hal.270-272.
30 lbid'hil.275.
31 Ibid..hal.276.
47
Pengertian partisipasi tersebut tentu sudah lebih mendalam daripada definisi yang diuraikan pertama kali namun belum menunjukkan sentuhan dimensi spasial dari pemahaman
terhadap istilah partisipasi. Midgley telah membantu mengatasi
persoalan ini dengan membedakan konsep partisipasi popular dengan partisipasi masyarakat.33 Partisipasi popular berkenaan dengan isu yang luas tentang pembangunan sosial dan
Bab 2
Sementara itu, Midgley mengungkapkan bahwa partisipasi masyarakat berkonotasi the di.rect inuoluement of ordinary people i.n local affarrs. Partisipasi masyarakatberuriadanya keterlib atan masyarakat biasa dalam urusan-urusan setempat secara langsung. Midgley memperjelas pengertian partisipasi masyarakat ini dengan mengacu pada salah satu definisi
yang termuat dalam resolusi PBB pada awal tahun 1970-an
sebagai berikut.
49
proses
35
36 ibid., pp.25-27.
50
Bab 2
nisi partisipasi masyarakat dengan menekankan.pada "autonorny and self-reliance in participatioz". Selanjutnya, dibedakan pula berbagai jenis partisipasi berdasarkan pandangan ini,
yakti coerced partici.pation yangsangat dikecam, i.nduced participation yang dianggap terbaik kedua, dan spontaneous parti.ci.pation sebagai model ideal partisipasi.3T Midgley kemudian
menegaskan bahwa partisipasi masyarakat disebut tercapi apabila program yang diinginkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat secara efekif terpelihara oleh masyarakat itu sendiri setelah semua dukungan eksternal berakhir. Secara praktis, pandangan ini dianggap lebih relevan karena mempertimbangkan
kapasitas masyarakat dan mengakui adanya kebutuhan akan
bantuan eksternal dalam pengembangan partisipasi masyarakat.
Dengan mempertimbangkan berbagai uraian tersebut,
berarti partisipasi masyarakat mencakup peran serta dalam
proses perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan penerimaan
manfaat pembangunan dengan mempertimbangkan otonomi
dan kemandirian masyarakat. Thmpaknya pandangan terakhir
ini sesuai dengan
oleh Sjahrir sebagai beri
^payangdipikirkan
kut.
37 lbid.
5'l
rakyat.'3t
52
p.81.
.4-
Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah
proses pemilihan umum, tetapi juga dalam pembuatan keputusan kebijakan publik atau dalam penyusunan arahurstrategis
lainnya" Partisipasi publik seyogyanya tidak dilihat hanya dalam
sekali atau serangkaian kejadian, tetapi dilihat dalam penentuan berbagai hal penting secara bersama-sama antara politisi,
administrator, kelompok kepentingan, dan warga. Pada dasarnya, tujuan partisipasi publik sangat beragam, meliputi berbagi informasi, akuntabilitas, legitimasi, pendidikan, pemberdayaan masyarakat, dan berbagi kekuasaan secara nyata.ao
Beberapa karakeristik dasar dari partisipasi publik dalam
pemerintahan daerah telah dijelaskan oleh Philips dan Graham setelah menyimpulkan beberapa snjtdi tentang partisipasi
publik dalam local gouernance.al Kxal<teristik tersebut meliputi partisipasi publik melibatkan warga dalam keseluruhan
proses pemilihan kota; pada tingkatan minimum, partisipasi
publik melibatkan interaksi dan komunikasi dua arah yang
diikuti dengan potensi untuk memengaruhi keputusan kebijakan dan outcorne-nya; p'drtisipasi publik melibatkan individu
Katherine A. Graham and Susan D. Philips. "Making public participation more effective : Issues for local government' in Katherine A. Graham and Susan D. Philips (eds). Citizm engdgelnent : Lessons in partici.pdtion from local gouemment. (loronto: Institute of Public A4minis"
tration of Canada, 19981, p. 4-8.
Susan D. Philips and Katherine A Graham. 'Conclusion : From'public
participation to citizen engagemento in K.A. Graham and Susan D.
Philips (eds), lbid,, pp. 225 -226.
53
54
Bab2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah
di dunia telah dijelaskan oleh Norton yang berkisar pada beberapa hal. Pertama, referenda bagi isu-isu vital di daerah tersebut dan penyediaan peluang inisiatif warga untuk memperluas isu-isu yang terbatas dalam referenda. Kedaa, melakukan
43 Kell Antoft
J)
syarakat ddam pemerintahan daerah selanjutnya dapat dimengerti sebagai keterlibatan langsung masyarakat secara sukarela dan mandiri, b* dalam perencanaan maupun pelaksanaan kebijakan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Pengertian tersebut telah mencakup apa yang
dimaLrsud dengan uolwntary and autonomous action oleh Midgley peran serta masyarakat dalam perencanann dan pelaksanaan pembangunan oleh Bryant 6c White, di.rect inuoluement
56
Bab 2
D.
bagai daerah meskipun penyelenggar^an pemerintahan daerahnya telah bersifat partisipatif. Terdapat kadar yang berbeda
57
d participation
partisipasi sebagai kekuasaan warga dalam memengaruhi perubahan dalam pembuatan kebijakan. Menurut teori ini terdapat
tiga derajatpartisipasi yang kemudian diperinci lagi dalam delapan anak tangga partisipasi. Derajat yang terendah adalah
nonpartisipasi. Aktivitas partisipasi yang terjadi pada derajat
ini sebenarnya merupakan distorsi partisipasi. Tuiuan sebenarnya tidak untqk mendukung rakyat berpartisipasi dalam
pembuatan rencana dan pelaksanaan suatu program, tetapi
untuk memungkinkan pemegang kuasa sekadar mendidik dan
menyenangkan partisrpan. Dalam deraiat ini terdapat dua anak
tangga, yakni manipulasi dan -terapi.
Derajat kedua merupakan derajat yang menuniukkan pertanda adanya parti sipasi (tokenisml. Keterhbatan warga dalam
derujat ini lebih tingg daripada derajat sebelumnya. Praktik
partisipasi dalam pemerintahan daerah paling banyak teriadi
pada deniatyang meliputi tiga anak tangga ini, yakni pemberian informasi, konsultasi, dan penentr aman @lacation). Derajat ini felas telah melibatkan aktivitas dialog dengan publik
yang berarti warga memiliki hak untuk didengar pendapatnya
meskipun tidak terlibat secara langsung dalam pengambilan
keputusan. Pemberian informasi menuniukkan adanya komu-
4s
Bab 2
Kendali warga
Kemitraan
Penentraman
Konsultasi
Pemberian informasi
Terapi
Manipulasi
Nonpartisipasi
59
rakat. Terdapat tiga anak tang1a dalam derajat ini mulai dari
kemitraan, kuasa yang didelegasikan, sampai pada yang tertingg yakni kendali warga.
Teori yang diungkapkan lebih dari tiga puluh tahun yang
lalu ini tak lepas dari kritik karena keterbatasannya. Terdapat
beberapa kridk yang disampaikan oleh para pakar. Pertama,
lcitik yang menyangkut delapan tipologi partisipasi yang dianggap terlalu menyederhanakan kompleksitas ragam partisipasi publik.46 Hal ini juga dialoi oleh funstein sendiri bahwa
masih dimungkinkan adarrya tipologi lain yang berentang di
antata anak tangga yang ada, baik yang memiliki perbedaan
tajanmaupun halus. Meskipun demikian, teori tangga paftisipasi ini tetap sangat bermanfaat sebagai titik awal yang sangat
membantu sekaligus memicu perkembangan teori danpraktik
partisipasi publik.
Kedua, kritik yang dikemukakan oleh Burns, Hambleton,
dan Hogget yang mengungkapkan bahwa tangga partisipasi
Arnstein ini tidak cocok digunakan dalam analisis bagi pemerintahan daerah. Tangga partisipasi tersebut terpusat pada analisis hubungan arftarawarga dengan program pemerintah tertentu. Hal ini dapatdipahami karena referensi Arnstein adalah
60
Ba\ 2
Kajian Kritis Paftisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah
Danny Burns, Robin Hambleton and Paul Hogget, op.cit., pp. 153179.
Ibid.. pp.31-34.
61
62
Bab 2
Pemikiran ketiga yang menjadi dasar teori tangga pemberdayaan wargaadalah ruang li"gkop kekuasaan warga. Terdapat empat ruang li"gl*p kekuasaan yang perlu dipahami
sehingga dapat diketahui asumsi ruang li"gk"p pengaruh dari
analisis teori partisipasi tertentu (lihat Gambar 21. Pntama,
ruang lingkup perseorangan atau lebih luas lagi rumah tangga.
Tentu ruang li"gkop ini bukan perhatianbagi pembahasan partisipasi pada tingkatan pemerintahan daerah. I(edtw, ruang
lingkup progtam atau ketetanggaan. Ruang li"gkop ini merupakan fokus bagi desentralisasi pada ti"Skrt"" desa atau program pembangunan tertentu. Teori yang disusun oleh funstein
termasuk dalam ruang lingk"p kedua ini.
perseoranSan.
Lingkup
pemerintahan
daerah atau
administrasi
lokal.
permukiman,
RT/RW,
program,.
kawasan, atau
Lingkup
pemerintahan
nasional.
fasilitas.
Gambar 2 Ruang lingkup kekuasaan warga dari Burns, Harnbleton, &
Hoggett
Sumben Danny Bums, Robin Hambleton and Paul Hoggett. The politics of
decentralization (London: Macmillan, 1994), p. 1 58.
Keti.ga, ruang
li"gk"p pemerintahan
daerah atau administrasi lokal. Tentu sisa ruang li"gl*p kekuasaan warga ini
lebih luas daripada yang kedua. Tampaknya model citizen go-
64
Bab 2
65
Hal
ini berarti lebih luas dari teorifunstein sehingga dapat di*ggap lebih cocok untuk analisis partisipasi pada tingkatan pemerintahan daerah. Selain itu, dalam konteks pemerintahan
daerah Burns, Hambleton, dan Hogget mengungkapkan beberapa kelemahan dari teori Arnsteitr yatrg berusaha dipenuhi
oleh ladd.er of ci.ti,zen ernpow erment. Pertama, perlu dipertegas
perbedaan antara konsep partisipasi dengan kendali sehingga
memengaruhi klasifikasi partisipasi publik yang ada. Kedua,
dengan membedakan konsep partisipasi dengan kendali maka
t^ng1apartisipasi dapat diperbanyak sehingga mengurangi kelemahan teori Arnstein yang terlalu menyederhanakan tipologi
partisipasi. Ketiga,hal yang lebih penting lagi adalah teori funstein yang menganggap bahwa jarak antarjenjang partisipasi
adalah sama padahal Burns, Hambleton, dan Hogget mengungkapkan bahwa pengalaman menunjukkan bahwa jarak tersebut adalah tidak sama. Dengan demikian perlu ditunjukkan
klasifikasi partisipasi mana yang lebih dekat jaraknya dan mana
pula yang lebih jauh dengan klasifikasi yang berada di atasnya
atau di bawahnya.s2
Berdasarkan beberapa pemikiran tersebut, tangga pemberdayaan warga disusun. Dalam teori ini, terdapat tiga derajat
partisipasi warga yang pada setiap derajar' tersebut dibagi lagi
66
Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah
67
Bab2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah
akurat tentang target kinerja, standar pelayanan, kontrak pelanggan, dan perkembangan suant program tertentu.
RUAITIGLINGKI]P3:
KARAKIERISTIKUTAMA
Beragam benftk kendali demokratis yang
lingkup publik
sling bertautan dalam
mg
INTERDEPENDENSI
KENDALI
ymg menguatkembali
KENDALIWARGA
l1
DIPER(:AYAKAN
10
KENDALIYAT.IG
DIDEI.EGASI
Mg
{r
1l
MAITYAN(i
I'FMITP
pembenurkm
AN
bottm-te strategy
il
DESENTRALISASI
SF'ARA TFNNATAS
DeentralisiIrciem
PEMBUA'I'AN
KEPUTUSAI.I
il
PARTISIPASI
WARGA
penilaim kinerja
'7
il
SE
dm
clmi
ymg
dimgati
ATI
INFORMASI
,tt
YANGEFEKT'IF
KONSULTASI
tl
BADANPENASIHAT
|,IIKISUAr, T AJ
mkyar
---1-PEMEUHARAAN
,ll
4
MANMAN
YANGBI'RI'K
a\rurylsl
tl
NON.PARTISIPASI WARGA
KONSTJLTASI
YANGSINIII
I
Gambar 3 Tangga Pemberdayaan dari Burns, Hambleton, & Hogget
Sumben Diadaptasi dari Danny Burns, Robin Hambleton and Paul Hoggetl lhe
politics of decentralization. (London: Macmillan, "1994), p,162.
fuiaktangga berikutnya adalah konsultasi sejati yang berarti melibatkan warga'dalam memengaruhi pengambilan keputusan. Jajak pendapat dan mekanisme konsultasi publik lainnya seperti temu publik dan dengar pendapat publik memang
dilakukan secara nyata dan hasilnya benar-benar dapat memengaruhi keputusan yang diambil. Meskipun demikian, pemerintah daerah tetap memiliki kewenangan yang lebih ti"gg
dalam pengambilan suatu keputusan tersebut. Hal ini teriadi
karena mekanisme tersebut tidak benar-benar memiliki kuasa
formal meski dapat memiliki pengaruh yang memadai. Anak
tangga partisipasi yang lebih tingg lagi adalah badan penasihat
yang efektif. Dalam hal ini, anggota DPRD berfungsi sebagai
katalis dengan mendorong warga agar menyampaikan aspirasinya. Melalui mekanisme badan penasihat pemerintah daerah
dapat belajar dari publik dengan mendukung masyarakat untuk
terlibat dan menyampaikan aspirasinya. Pengaruh dimungkinkan atas keputusan operasional, sumber daya, dan strategis,
namun kendali aktual tetap berada di tangan pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapatberkomitmen untuk memerhatikan aspirasi warga sebelum keputusan diambil, namun tidak
perlu berkomitmen untuk menjalankannya.
Terdapat kesenjangan iang cukup lebar antara badan penasihat yang efektif dengan desentralisasi terbatas dalam pengambilan keputusan. Badan penasihat yang efektif melibatkan
pengaruh'warga yang terbatas, sementara desentralisasi terbatas dalam pengambilan keputusan mengandung adanya
pengaruh wargayangny^ta dalam proses pengambilan kepu-
70
Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah
tusan. Dalam desentralisasi terbatas, pemerintah dapat melimpahkan kekuasaan tertentu sehingga warga memiliki daya
tawat yang nyata. Desentralisasi pengambilan keputusan dapat
diberikan kepada user groups (kelompok pengguna) dari suatu
layanan yang spesifik tentang hal-hal yang menyangkut hal
tersebut. Dengan bekerja sama dengan kelompok pengguna
layanan tertentu, pemerintah daerah dapat menyederhanakan
kerurnitan yang terjadi pada suatu hal yang ruang lingkupnya
terbatas. Dengan demikian, klasifikasi ini dapat menghemat
pekerjaan pemerintah sekaligus dapat membangun kepercayaan dan kerja sama masyarakat. Bagi masyarakat sendiri, partisipasi jenis ini menguntungkan karena masyarakat dapat
membuat keputusan dan menjalankan aktivitas tertentu dengan
cepat sesuai aspirasinya.
Anak tangga ke sembilan adalah kemitraan yang berarti
pemerintah daerah memberikan kekuasaan yang lebih berarti
pada tingkatan masyarakat. Pemerintah daerah dapat menjalin
kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan lokal yang menjalankan suatu urusan teftentu. Organisasi ini memiliki wewenang untuk mengurus sehingga organisasi ini dapat menjalankan administrasi harian sekaligus memiliki wewenang untuk
mengambil keputusan yang bersifat teknis. Akan tetapi, organisasi kemasyarakatan lokal ini tidak dapat membuatkebijakan
strategis karena kewenangan tersebut masih menjadi milikpemerintah daerah.
Sementara itu, derajat partisipasi yang lebih tinggi lagi
tecermin dalam anak tangga kendali yang didelegasikan.
71
72
Bab 2
tertentu secara terperinci dengan dasar kontrak hukum. Terdapat dua anak tangga dalam derajxini, yakni entrusted control (kendali yang dipercayakan) dan yang tertinggi adalah
i.ntndependent control (interdependensi kendali).
Dalam anak tangga kendali yang dipercayakan, pemerintah daerah dapat mempercayakan pengelolaan suatu urusan
kepada suatu organisasi baik melalui hubungan bantuan keuangan (grant-aid relationship) maupun melalui pengembangan berbagai bentuk hubungan dan konrak pembantuan (cocontracti.ng) yang bersifat lebih informal. Basis utama dari kendali jenis ini adalah saling percaya sehingga dasar hubungan
yang lebih formalistis justru dapat meruntuhkan kepercayaan
yang terjalin. Dalam anak tangga ke sebelas ini, pemerintah
daerah lebih cenderung menggunakan kemampuannya untuk
memengaruhi kebijakan daripada menggunakan otoritasnya.
Hubungan kontrak lebih mengedepankan adanya saling perpemerintah dan organisasi kemasyarakatan.
caya
^rfiarapihak
Dengan demikian, organisasi kemasyarakatan ini dapat beroperasi jauh lebih dekat dengan masyarakat. Dalam batas-batas
tersebut, masyarakat memiliki kebebasan untuk berinovasi,
mengembangkan kebijakannya sendiri, dan memengaruhi
kebijakan pemerintah daerah. Dalam hal ini, pemerintah daerah tetap berperan sebagai sutradara yang dapat menentukan
kebijakan dasar saja yang tetap memberikan peluang besar bagi
organisasi kemasyarakatan untuk berimprovisasi. Meskipun
demikian, kinerja yang harus dicapai organisasi tetap ditentukan secara bersama antatapemerintah daerah dengan organisasi tersebut.
dan sebagainya.
KARAKTERISTIK
UTAMA
pendensi
kendali
Berbasis
Ketetang-
I
|
Berbasis
Pelayanan/
Otonomi
Pemerintah-
Koperasi
maksimum
keuangan dan legal
dari pemerintah
an
ketetanggaan
pemilikan
rumah
(neighbourho
daerah.
od
Koordinasi melalui
governmeni
74
Bab 2
Berbasis
Pelayananl
,.,.Aktivltas
Kendali
yanS
dipercayakan
Kendali
yanS
didelega
sikan
Organisasi otonom
secara legal namun
keuangannya
bergantung pada
pemerintah daerah.
Bantuan hibah
Asosiasi
dan/atau kontrak
(USA)
Kendali utama
didelegasikan
dalam kerangka
kerja yang
dirumuskan
tersentral, misalnya
komunitas,
atau
korporasi
pembangunan komunitas
Organisasi
masyarakat
yang
dikendalikan
para
penSSuna
Koperasi
ketetanggaan
(neighbour-
hood trust)
manajemen
penyewa
(Tenant
management
cooperatives)
kesepakatan
manajemen atau
kontrak hukum.
kelompok warga
dalam kerangka
Forum
ketetanggaan
dengan
berbagi
kuasa
Desentralisasi
secara
terbatas
Kendali terbatas
namun nyata atas
operasi dan/atau
sumber daya dalam
Dewan
komunitas
(Community
Councif)
pembuat
suatu kerangka
kerja spesifik.
Kemitra
an
Berbagi kuasa
antara lembaga
pelayanan dengan
Estate
management
boards,
jointly
managed
facilities
an
keputus
an
75
Estate
committee
residents'
forum
KAMKTERISTIK
UTAMA
Pengaruh
penasihat yang
dimungkinkan atas
Komite
penasihat
keputusan
wilayah
efektif
operasional, sumber
daya, dan strategis,
namun kendali
aktual tetap di
tangan pemerintah
.E
Eo
G
q
G
untuk
G'
committes)
sosial
@ublic
dengan
warSa yang
(Area
daerah.
Menyediakan
prosedur yang
mendukung warga
'
advisory
Komite
penasihat
perumahan
dan
pelayanan
Konsulta
si sejati
memperjuangkan
pandangannya.
meetings)
pada tingkat
ketetanggaan
dipengaruhi
oleh
proposal
rencana
Informa-
Sistem
Piagam'
Kontrak
si
dikembangkan
untuk mencapai
komunikasi dan
warSa
dengan
pelanggan.
berkualitas
(Citizens'
chartercl
Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah
E.
7B
Bab 2
kukan di Filipina dengan menggunakan metode penelitian studi kasus di tiga proyek pembangunan. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa pemanfaatan peluang yang ada dalam
partisipasi publik bergantung pada kemampuan mengevaluasi
efektivitas partisipasi publik. Manfaat positif partisipasi publik
s4 Lourdes M. Cooper
social acceptability in the Philippine ELA Process' Iournal of Environmental Assessment Policy and Management (Vol. 2, No. 3, September,
2000).
79
berdasarkan prinslp good gouernance yang mencakup: transparansi, akuntabilitas, paftisipasi, dan pelayanan. Studi yang
berlangsung di Indonesia ini menggunakan metode penelitian
studi literatur atas berbagai hasil penelitian padatahun-tahun
sebelumnya oleh Balitbang Depdagri, LPI, I.AN E STIA I-{I\,
IGjian Tim Peneliti FIKB (Forum Inovasi dan Kepemerintahan yang Baik) dipublikasikan di bawah judulPartisipasi
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Otonorni Daerah pada
bulan Jun/Agustus 2002. Penelitian ini memusatkan perhatian
pada partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah
dengan mempertimbangkan variabel komunikasi, proses peng-
Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah
81
57 Juditlr A.l-ayzen'Citizen participation and government choice in local envirott-ental controversies', in Policy Studies Journal. (Urbana:
Vol. 30, Iss. 2,2002).
82
Bab2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah
-:mfT""T:fl"'*'-
5e Lucie laurian. 'Public participation in environmental decision making: findings from communities facing toxic waste clednup', inleulud
of the American Planning Association, (Chicago: Vol. 70, Iss. L, Win.
ter,2004).
84
Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah
'
2004).
5r
85
Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah
untuk terlibat dalam memengaruhi kebijakan APBD. Ketidakpedulian tersebut disebabkan oleh rendahnya pendidikan poli-
tik
masyarakat.52
87
88
&fencanisme
Fartisipasi
&fasyarakat
B9
Bab 3
A.
MUSYAWARAH PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
&
t994\.
91
Press,
dari tingkat kelurahan, kecamatan, kota, provinsi, sampai nasional. Fungsi musrenbang ini adalah wadah silaturahmi antarmasyarakat, antara masyarakat dengan pemerintah, antara nursyarakat dengan stakeholder pembangunan lainnya. Musrenbang pada tinsk"t kecamatan juga memiliki fungsi tambahan,
yakni silaturahmi antara masyarakat dengan anggota DPRD
dari daerah pemilihan yang terkait. Hasil yang hendak dicapai
dalam musrenbang ini adalah penetapan prioritas pembangunan di setiap tingkatan wilayah pembangunan serra klasifikasi
kegiatanpembangunan sesuai dengan fungsi setiap satuan kerja
perangkat daerah (SKPD).
Musrenbang pada ti"gk"t kelurahan dilaksanakan pada
bulan Januari 2005. Pemerintah kelurahan berperan sebagai
fasilitatoq sementara motor penggerak kegiatan ini adalah lembaga pemberdayaanmasyarakat kelurahan (LPMK). Pelibatan
masyarakat cukup tingg pada kegiatffi ffi, baik dilihat dari
sisi perwakilan masyarakat yang ditentukan sendiri maupun
antusiasme masyarakat untuk membangun wilayahnya secara
swadaya. Hasil yang diperoleh adalah dokumen rencana kerja
pembangunan kelurahan yang meliputi dua kelompok. Patama, prioitas kegiatan pembangunan skala kelurahan, baik
yang akan didanai oleh alokasi dana kelurahan maupun swadayawarga. Kedua., prioritas kegiatan pembangunan yang akan
dilaksanakan melalui satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Hasil lain yang mestinya dihasilkan oleh musrenbang pada
tingkat ini adalah dahat nama delegasi untuk mengikuti musrenbang tingkat kecamatan, namun karena petunjuk teknis
92
Bab 3
lurahan) yang berperan melakukan musyawarah untuk menghasilkan keputusan tentang prioritas pembangunan pada lingkup kecamatan dan li"gkop satuan kerja perangkat daerah.
Pemantau berasal dari muspika' kepala kelurahan, dan LSM
atau ormas atau anggota masyarakat lainnya. Keputusan lain
yang dihasilkan dalam kegiatan ini adalah daftar nama lima
orang anggota delegasi perwakilan kecamatan (setidak-tidaknya harus ada seorang perempuan) untuk mengikuti musrenbang tingkat kota. Sebelum musrenbang ini diselenggarakan, tim penyelenggara terlebih dahulu rnenabulasi seluruh
dokumen perencanaan hasil musrenbang tingkat kelurahan.
Kemudian seluruh usulan program pembangunan dikelompokkan berdasarkan bidang: fisik dan sarana prasarana, perekonomian dan pemberdayaan masyarakat, serta sosial budaya.
Penetapan prioritas per bidang ditetapkan berdasarkan musyawarah per kelompok bidang dalam musrenbang tingkat ke-
camatan ini. Selain materi dokumen hasil musrenbang kelurahan, materi perencanaan lain yang dimasukkan dala- pembahasan adalah usulan program pembangunan yang disusun
Bab 3
dokumen perencanaan pembangunan daerah. Dengan mempertimbangkan peran tersebut, musrenbang dapat ditempatkan
dalam tangga ke enam partisipasi masyarakat, yakni genwine
consuhation (konsultasi sejati) karena musrenbang merupakan
forum bersama antara berbagai elemen masyarakat dengan
penyelenggara pemerintahan &erah namun tidak dapat ditempatkan dalam tangga ke tujuh (effecti.ue adui.sory bodies
ataabadan penasihat yang efektif) karena peran pemerintah
daerah masih cukup besar dalam forum tersebut.
Besarnya peran pemerintah daerah ditunjul&an dari siapa
motor penggerak sebenarnya dari musrenbang ini. Secara
umum, badan perencanaan pembangunan Kota Malang merupakan lembaga yang paling bertanggung jawab terhadap berlangsungnya musrenbang secara keseluruhan. Bappeko melakukan inisiasi dengan mengoordinasi seluruh jajaran perangkat
daerah unnrk menjalankan musrenbang. Di tingkat kecamatan,
peran kantor kecamatan sangat besar bagi berlangsungnya musrenbang tingkat kecamatan. Di tingkat kelurahan, kantor kelu-
LPMK namun apabila kantor kelurahan tidak melakukanfasilitasi maka peluang terhambatnya musbangkel sangat besar.
Selain itu, besarnya peran pemerintah daerahtampak pula
dalam fungsinya yang merangkai berbagai produk rnusbangkel
menjadi masukan dan fasilitasi dalam musrenbang tingkat kecamatan, seita berbagai produk musrenbang tingkat kecamatan
96
Bab 3
Dari keterangan tersebut dapat dipahami bahwa meskipun musrenbang benar-benar mampu membawa aspirasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan namun peran
besar dalam proses tersebut tetap berada di tangan pemerintah
daerah. Banyaknya usulan pembangunan masyarakat yang
2005.
97
B. MASA RESES
Masa reses merupakan masa jeda sidang DPRD yang digunakan oleh anggota dewan untuk berkomunikasi dengan
98
Bab 3
99
2l
Mei2005 menunjukkan bahwa kegiatan kolektif dilakukan dalam tiga tahapan dengan
format yang berbeda. Kegiatan kolektif ini berarri bahwa seluruh anggota DPRD dari semua fraksi dalam satu daerah pemilihan yang sama sesra'bersama-sama melakukan rangkaian
kegiatan reses. Thhapan pertama dilakukan dengan melakukan
audiensi dengan jajaran pemerintahan setempat. Tahapan kedua dilakukan dengan melakukan temu publik dengan tokoh
masyarakat. Thhapan ketiga juga dilakukan dengan remu publik, namun dengan ruang lingkup masyarakat yang lebih luas.
Temu publik pada tahapan ini bersifat terbuka untuk umum,
namun undangan disebar kepada khalayak tertentu seperti
pengurus LPMK pengurus RT dan RI( pengurus PKK serta
konstituen lain yang dikehendaki oleh setiap anggota DPRD.
Pada dasarnya, materi reses yang dibahas terdiri atas tiga hal,
yakni sosialisasi hasil-hasil pembangunan dari APBD 2004,
sosialisasi rencana pembangunan yang termuat ddam APBD
dang sejak tanggal
5 sampai
100
Bab 3
telah diputuskan. Sosialisasi APBD juga dilakukan kepada masyarakat konstituennya sehingga masyarakat merasakan adanya
kemajuan dalam hal keterbukaan anggaran daerah. Pertemuan
dalam rangka ini dilakukan dengan berbagai cara" seperti pertemuan seorang anggota DPRD dengan konstituen yang berada
dalam daerah pemilihannya. Pertemuan tersebut dilakukan dalam waku dan tempat yang khusus sehingga kualitas interaksi
sangat baik dari segi sosialisasi hasil keria DPRD dan penyampaian aspirasi masyarakat.
Cara lainnya adalah pertemuan bersama seluruh anggota
DPRD ddam satru daerah pemilihan dengan perwakilan kons-
102
Bab 3
aspirasi dan keluhan. Dalam kondisi demikian, tentulah informasi yang disampaikan terlalu padx dalam tempo yang
dengan salah seorang ang1ota DPRD mengungkapkan hal yang menarik ketika terlontar sebagai berikut.
"Masukan-masukan pada masa reses kemarin tidak
membawa perubahan apa pun pada APBD yang sedang
folder.
103
masyarakat karena dengan adarrya keterbukaan terhadap dokumen rencana tetap memberikan peluang bagi masyarakat
untuk terlibat dalam pelaksanaan rencana dan pengawasan
terhadapnya. Pengakuan bahwa masukan dari masyarakat dalam masa reses sulit terealisasi dalam perubahan anggaran keuangan (PAK) membuktikan bahwa mekanisme partisipasi me-
iukkan bahwa karena keberadaan seorang anggotaDPRD dalam kesehariannya berada dalam wilayah dapilnya masingmasing maka sebenarnya interaksi dengan konstituen dapat
lb;d
104
Bab 3
Mekan isme Partisi pasi Masyarakat
masyarakat."6
10s
-:
C.
106
Bab
Mekan isme Partisipasi Masyarakat
107
kepala daerah atau pejabat yang dituniuk. Rapat dengar pendapat merup al<an t ap at artara DPRD/komisilgabungan komisil
panitia khusus dengan lembaga atau badan organisasikemasyarakatan.
108
Bab g
Mekan isme Partisipasi Masyarakat
otonomi daerah.
Dalam setiap rapat DPRD yang bersifat terbuka, terdapat
dua jenis peserta selain anggota DPRD. Pertama, undangan,
yakni peserta yang hadir dalam rapat DPRD berdasarkan
undangan pimpinan DPRD. Kedua, peninjau dan waftawan,
yang merupakan peserta yang hadir dalam rapat DPRD tarpa
undangan pimpinan DPRD namun mendapatkan persetujuan
dari pimpinan DPRD. Undangan dapat berbicara dalam rapat
atas persetujuan pimpinan rupat namun
109
tidak boleh menyatakan sesuaft, baik melalui perkataan maupun melalui cara lain. Selama rapat berlangsung undangan,
peninjau, dan wartawan disediakan tempat tersendiri sehingga
tidak berbaur dengan anggota DPRD.
Sidang paripurna terbuka dikategorikan dalam tangga
kedua" yalaicynical consuhatioa (konsultasi yang sinis) karena
pada dasarny^ anggota masyarakat yang hadir dalam sidang
hanya dapat berperan sebagai penonton dan tidak memiliki
hak bicara dan hak suara. Anggota yang hadir tidak dapat
mengungkapkan pendapat dan aspirasinya karena memang
dibatasi secara resmi dalam tata tertib sidang. Sidang terbuka
ini juga berlangsung dalam mang paripurna DPRD yang hanya
dapat menampung sekitar seratusan tempat duduk. Dengan
mangan sebesir itu, anggota masyarakat yang dapat menghadiri sidang sangatlah terbatas sehingga sidang ini tidak dapat
dinikmati secara langsung oleh masyarakat luas. Sidang macam
ini Tidak pernah disiarkan secara langsung oleh media elektronik sehingga dapat ditonton oleh banyak kalangan. Selain
itu, sidang paripurna sering kali diumumkan dalam waktu yang
teramat singkat sehingga penyebaran informasi sidang tidak
cukup meluas. Walau demikian, jadwal sidang paripurna biasanya telah disusun jauh-jauh hari oleh pimpinan dewan, namun sering kali pula terjadi perubahan jadwal secara mendadak
sehingga mempersulit anggota masyarakat yang berniat hadir
dalam jadwal semula.
110
Bab 3
atas feno-
y*g
D.
Rukun tetangga (RT) merupakan organisasi kemasyarakatan yang mandiri dan dijalankan berdasarkan asas kegotongroyongan. Organisasi ini dibentuk berdasarkan aspirasi masyarakat setempat dengan memerhatikan jumlah kepala keluarga, luas wilayah serta kondisi dan kebutuhan masyarakat.
Setiap rukun tetang1a terdiri antara 20 sampai 50 kepala keluarga Togas utama RT ini adalah memelihara kerukunan warga masyarakat dan menyusun serta melaksairakan pembangunan di wilayahnyasesuai aspirasi masyarakat setempat. Penyelenggaraan tugas RT ini berlandaskan pada kemampuan swadaya masyarakat. Secara rinci fungsi yang diemban oleh setiap
RI adalah melalaanakan upaya pelestarian nilai-nilai kehidupan sosial kemasyarakatan yang berdasarkan asas kekeluatgaandan gotong royong. Fungsi lainnya adalah menyalurkan
aspirasi masyarakat dalam segala bidang kehidupan sosial kemasyarakatan. Fungsi berikutnya adalah menggerakkan swadayadanpartisipasi masyarakat dalam pembangunan dan peningkatan kualitas lingkungan. Penyelesaian permasalahan dan
perselisihan antarwarga juga merupakan fungsi RT selain me-
112
Bab 3
Mekan isme Partisipasi Masyarakat
lalsanakan ketenteraman dan ketertiban lingkungan. Pelayanan informasi dan komunikasi program pembangunan juga me-
113
114
Bab 3
115
E.
TEMBAGAPEMBERDAYAAN
MASYARAKAT KETURAHAN
Lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan (LPMK)
116
Bab 3
kemampuan masyarakat untuk mengadakan usaha ke arah pemenuhan kebutuhan j*gk" pendek maupun jangka panjang
yang dapat dirasakan sendiri oleh masyarakat dengan kesadaran dan inisiatif sendiri.
Fungsi yang dapat dijalankan oleh LPMK adalah menanam dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat
kelurahan serta melakukan koordinasi perencanaan pembangunan di tingkat kelurahan. Fungsi lain yang dijalankan
dalam kerangka tersebut adalah untuk melakukan perencanaiul
kegiatan pembangunan secara partisipatif dan terpadu oleh
masyarakat serta memperjuangkan dan mengawal aspirasi masyarakat ini dalam proses perencanaan pembangunan pada
tingkat kecamatan dan apabila memungkinkan pada tingkat
kabupaten. Fungsi LPMKberikutnya adalahmenggali dan memanfaatkan sumber daya kelembagaan untuk menuniang keberhasilan pembangunan di tingkat kelurahan. LPMK juga dapat mengusulkan anggaran pembangunan yang akan berlangsung sebagai bagian dari pelaksanaan fungsinya dalam hal perencanaan pembangunan.
Kepengurusan LPMK dipilih dari calon yang diajukan
oleh masing-masing RW Pengajuan oleh RW ini didasarkan
pada musyawar"h y*g dilakukan bersama masing-masing RT
dengan memerhatikan keadilan dan kesetaraan gender. Setiap
RV mengirimkan dua sampai lima orang calonyang dilampiri
daftar hadir dan hasil keputusan musyawarah tingkat RW Pemilihan pengurus LPMK dilakukan secara ddmokratis yang
117
118
Bab 3
Mekanisme Partisipasi Masyarakat
sebut tidak lagi menialankan tujuan tunggal seiring pengembangan kelembagaan meniadi badan pemberdayaan masyarakat kelurahan dan keluarga berencana.
Dengan mencermati tujuan, fungsi, dan proses operasi
LPMKmakaposisi lembaga ini dapat ditempatkan ddamtangga partisipasi ke tujuh, yakni effecti.ue adui'sory board ftadan
penasihat yang efektif). Penempatan ddam tang9 ini didasarkan karena LPMK sebagai lembaga publik di luar DPRD
dan pemerintah daerah yxrydapatmemberikan masukan bagi
penyelenggara pemerintahan daerah secara efektif dalam pembuatan kebiiakan. Keterlibatan LPMK secara nyata dalam musrenbang dalam berbagai tingkatan merupakan bukti atas hd
ini. Selain itu, peran LPMK dalam melakukan pengawasan
terhadap jalannya pernerintahan kelurahan juga memperkuat
posisi tawarnya dalam memperiuangkan aspirasi masyarakat.
Posisi LPMK ini tidak ditempatkan dalam tangga partisipasi
yang lebih tinggr kareng adanya kendali aktual yang masih
berada di tangan pemerintah daerah. Meskipun LPMK memitiki pengaruh yang kuat, namun keputusan akhir pada dasarnya tetap berada di tangan pemerintah daerah.
F.
Media elektronik merupakan media alternatif bagi terselenggaranya partisipasi publik. Media yang digunakan secara
119
J:Ay:
o:lt:n:no:]t":n'"'o'k' ,s'uu'
resmi oleh Pemerintah Kota Malang adalah websi.te. Penggunaan situs internet merupakan pemanfaatan teknologi informasi yang semakin memungkinkan di daerah perkotaan, ter-
120
Bab 3
Mekan isme Partisipasi Masyarakat
121
DPRD
Mekanisme kontak publik lain yang dapat memberi peluang jalinan hubungan ant^raDPRD dengan masyarakat adalah kunjungan kerja anggota DPRD. Kunjungan keria ini dilakukan bukan dalam masa reses karena dapatdilakukan dalam
masa persidangan aktif DPRD. Kunjungan kerja ini dapat dilakukan sewaktu-waktu secara resmi dalam rangka memperoleh
masukan akual tentangisu atau persodantertentu yang sedang
dibahas atau sedang menjadi perhatian bersama anmra para
pihak di Kota Malang. Pada dasarnya" kuniungan kerja lebih
122
Bab 3
didasarkan pada inisiatif anggota DPRD untuk melaksanakannya. Semakin tinggi kebutuhan Anggota DPRD untuk menialin
hubungan dengan para pihak terkait maka semakin besar pe-
Kuniungan keria ini dibutuhkan oleh anggota dewan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam menjalankan tiga
fungsi utama DPRD, yakni legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Bahkan, dalam beberapa kasus kunjungan kerja ini
bermanfaat untuk menyelesaikan sengketa yang melibatkan
lembaga pemerintahan dengan masyarakat. Bag masyarakat,
kuniungan keria anggota DPRD ini merupakan peluanguntuk
menyampaikan berbagai keluhan, aspirasi, prakarsa masyarakat setempat, baik yang menyangkut kepentingan kewilayah?n, isu lokal tertentu, maupun kepentingan fungsional.
Kunjungan kerja anggota DPRD membawa manfaat bagi
dua pihak, yakni pihakyang melakukan kunjungan kerja (dalam hal ini adalah anggota dewan) dan pihak yang dikuniungi
(ddam hal ini masyarakat). Bag anggota dewan, kunjungan
123
paikan keluhan dan aspirasi yang sulittersalurkan melalui mekanisme lainnya. Kesulitan tersebut dapatdisebabkan oleh beberapa hal, seperti ketersediaan waktu, hambatan birokrasi,
keengganan atarr rasa sungknnuntuk bertemu anggota dewan,
124
Bab 3
125
Akan tetapi, manfaat ini kurang dapatberfungsi secara optimal karena frekuensi kunjungan kerja anggota DPRD kepada
masyarakat termasuk jarang sekali dilakukan. Sebagai sasaran
kunjungan ketia, masyarakat hanya satu di antara lima sasaran
dari kunjungan kerja yang dilaksanakan selama ini. Secara faktual, fungsi mekanisme ini berkurang karena frekuensi penggunaan yang juga sangat kurang dibandingkan dengan kunjungan keria ke instansi perangkat daerah. Di balik kekurangannya, kunjungan kerja tetap mekanisme yang baik bagr anggota DPRD untuk menangkap aspirasi dan keluhan masyarakat
sekaligus peluang yang baik bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhannya pada saat bertemu dengan para wakil rakyafr,rya.
H.
KONSUTTASI PUBTIK
126
Bab 3
Mekan isme Partisipasi Masyarakat
127
lompok masyarakat tertentu sehingga bermanfaat untuk memperjelas duduk persoalan yang sedang dihadapi atau sekadar
menjalin silaturahmi dengan konstituen. Bagi masyarakaqkonsultasi publik bermanfaat untuk menuniukkan dukungan ataupun penolakannya terhadap rencana kebijakan tertentu. Selain
itu, konsultasi publik bermanfaat pula untuk melakukan negosiasi atau tawar menawar substansi kebijakan.
Dengan mencermati apa yang telah dilakukan oleh penyelenggara pemerintahan daerah ini maka konsultasi publik
lebih tepat ditempatkan dalam tangga partisipasi yang keenam,
yalcnt genuine consuhatioa (konsultasi sejati). Penempatan dalam tangga partisipasi ini disebabkan oleh peran mekanisme
partisipasi publik yang benar-benar dapat memasukkan aspirasi
masyarakat dalam proses pembuatan keputusan utama" yakni
dalam proses penyusunan ranperda maupun anggaran daerah.
I.
MEKANISMEATTERNATIF
128
Bab 3
maupun pemerintah daerah. Di luar mekanisme tersebut terdapat pula mekanisme lain yang berasal dari inisiatif masyarakat
untuk menyalurkan keluhan dan aspirasinyd. Mekanisme kedua ini lahir sebagai akibat dari ketidakmampuan mekanisme
yang tersedia untuk menampung kebutuhan berpartisipasi ma-
syarakat selain didukung oleh terbukanya peluang bagi terbukanya mekanisme partisipasi di luar dari yang tersedia dari
penyelenggara pemerintahan daerah. Terdapat dua mekanisme
alternatif tersebut, yakni suara publik melalui media massa
dan unjuk rasa.
Di era reformasi ini, peran media massabaikberupamedia
cetak maupun media elektronik begitu besar. Perkembangan
jumlah media di era ini menuniukkan adanya kecenderungan
bertambah bes.unya peran media massa ini. Fenomena tersebut
juga tampak di Kota Malang dengan bertambahnya berbagai
media massa lokal. Meskipun demikibn, tidak setiap media
elektronik.
Media cetak yang menyediakan ruang partisipasi publik
yang memadai dan direspons oleh publik secara luas hanya
surat kabar dengan rentang distribusi yang relatif cukup luas
di seantero Kota Malang. Surat kabar yang memenuhi syarat
tersebut hanya terbatas pada tiga surat kabar harian yang mem-
129
130
Bab 3
syarakat. Dengan demikian muncul peran penting ketiga radio, yakni sebagai sarana mempertemukan dua pendapatyang
berbeda atau mendiskusikan satu masalah untuk mencari jalan
keluar yang saling menguntungkan. Dengan terjadinya dialog, solusi atas perm:rsalahan yang dihadapi sering kali muncul
dan persoalan masyarakat lebih cepat terselesaikan sehingga
muncul lasa saling percaya antarpihak yang rerlibat. Jika rasa
saling percaya dapat ditingkatkan dan persoalan masyarakat
dapat diselesaikan maka perasaan kebersamaan antarberbagai
132
Bab 3
Mekan isme Partisipasi Masyarakat
elemen dapat ditingkatkan serta ffansparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat lebih baik. Hal ini dapat disebut sebagai peran keempat dari radio, yakni sebagai sarana
pengikat kebersamaan dalam semangat kemanusiaan dan kejujuran. Dengan berbagai peran penting ini maka dapat disimpulkan bahwa radio merupakan media partisipasi yang cukup
efektif.e
Selain kontak publik melalui media massa, masyarakat
juga menyampaikan aspirasinya melalui saluran lain, yakni unjuk rasa atau demonstrasi. Sejak era reformasi, unjuk rasa sering
133
Bundaran Unibraw. Tempat ini berada di persimpangan stategis dari berbagai kampus di Kota Malang seperti Unibraw,
UMM, ITN, dan UM. Mahasiswa merupakan pelaku unjuk
rasa yang paling sering di tempat ini. Unjuk rasa juga sering
kali dilakukan di Alun-Alun Kota Malang karena posisi strategisnya sebagai pusat kota dan pusat perdagangan. Tempat
ini sering kali digunakan pula oleh berbagai elemen umar Islam karena posisinya yang berada di depan Masiid Jami' Kota
Malang. Selain tiga tempat populer bagi unjuk rasa ini, unjuk
rasa dilaksanakan pula di berbagai tempat yang relevan tergantung kepada maksud dan sasaran unjuk rasa" seperti Matos,
kampus, instansi pemerintah, dan sebagainya.
Pihak yang dituju dalam pelaksanaan unjuk rasa sering
kali beragam.'DPRD dan pemerintah kota tentu merupakan
pihak yang paling sering meniadi sasaran demonsrrasi. Unjuk
rasa juga sering kali dilakukan dengan sasaran kelompok masyarakat yang lain, pengusaha, pemerintah provinsi, berbagai
instansi dalam pemerintahan pusat seperti presiden, DPR RI,
TNI, Polri;.dan sebagainya. Bahkan, negara asing sekalipun
sering kali pula meniadi sasaran uniuk rasa yakni AS, lnggris,
PBB, dan Israel merupakan pihak asing yang paling sering menjadi sasaran kecaman unjuk rasa.
Tema-tema unjuk rasa yang disampaikan kepada DPRD
dan pemerintah kota cukup beragain, seperti masalah peftanahan, tata kota, rencana pembangunan, retribusi dan tarif,
serta masalah pelayanan publik lainnya. Masalah-masalah
sosial iuga merupakan tema yang sering kali disampaikan.
134
Bab 3
Mekanisme Partisipasi Masyarakat
135
136
Rr{emggarsat
Efektivita$
Paffiisipasi
&fasyerakat
'137
138
Bab 4
dibagi dalam dua jenis, yakni partisipasi riil seperti yang ada
di RT/RV dan LMPK dan partisipasi kritis sebagaimana ditampilkan oleh mahasiswa dan beberapa LSM yang sering kali
demonstrasi dan protes. Informan ini lalu berkata "partisipasi
kritis oleh mahasiswa dan LSM cuma ngornong thok, nggak
ada aksinya dalam masyarakat" (artinya mahasiswa dan LSM
hanya bicara saja namun tidakbanyak berbuat secara langsung
dalam kehidupan bermasy aruI<x -peneliti).2 Dalam kesempatan
yang berbeda narasumber ini berkata bahwa:
'sebenarnya peran serta masyarakat itu sudah adatetapi
tidak setiap orangpaham. Contohnya, LMPK yang terlibat
dalam musrenbang bahkan RT/RT7 itu ielas merupakan
perwujudan dari partisipasi masyarakat. Asalkan dua
lembaga
ini berjalan
Pandangan informan tersebut menunjukkan bahwa lembaga partisipasi di masyarakat sudah ada, yakni
RT/R\[ LPMK
2
3
24l..,f.arct2005.
139
Pernyaaan dalam dengar pendapat dengan koalisi ISM Pengusul Ranperda Partisipasi di ruang Komisi A DPRD Kota Mdang pada tanggal
24 marct2005.
Wawancara pada tanggal 5 Mei 2005.
140
Bab 4
tbid.
141
'Wawancara
142
Bab 4
143
thhun 2002. Perda baru ini diterima dengan mudah oleh subjek
hukum langsung (kelompok-kelompok juru parkir di Kota
Malang) dan oleh masyarakat karena pada dasarnya kenaikan
tarif parkir baru sesuai dengan tarif yang nyata berlaku di masyarakat. Dengan demikian, posisi perda baru tersebut sekadar
melegalkan apa yargsesungguhnya terjadi dalam masyarakat.
144
Bab 4
Partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan peraturanwalikota pada dasarnya serupa dengan pelibatan masyarakat
dalam proses penyusunan rancangan peraturan daerah.
Masyarakat yang dilibatkan sejak awal proses penyusunan ini
adalah mereka yang digolongkan sebagai subjek hukum langsung. Sementara itu, pada umumnya masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan keputusan walikota karena keputusan ini dianggap sebagai sesuatu hal yang bersifat administratif sehingga lebih berdasar pada pertimbangan internal pemerintah daerah. Meskipun demikian, peraturan walikota yang
bersifat penetapan sering kali melibatkan masyarakat dalam
tahapan pelaksanaan kebijakan tersebut. Misalnya, pelibatan
masyarakat berupa syarat adanya persetujuan masyarakat
sekitar dalam keputusan untuk mengeluarkan izin mendirikan
bangunan (IMB).
Partisipasi masyarakatyang telah berlangsung dalam bentuknya sekarang terutama dalam proses penyusunan ranperda
146
2t
Bab 4
147
Tim Legal
Drafting Ranperda Partisipasi yang dibentuk oleh koalisi LSM
148
sebagai anggota
Bab 4
ad
ah
oleh pemerintah daerah dan sering kali mengabaikan kepentingan masyarakat yang lebih luas. Hakikat partisipasi yang
berjalan selama ini adalah pemerintah meminta saran kepada
masyarakat sehingga partisipasi semacam itu hanya melemahkan masyarakat saja. Kasus APP Thnjung yang ditukar guling
untuk kepentingan bisnis dengan mengabaikan kepentingan
ekologis merupakan bukti bahwa penentuan kebijakan ada di
tangan pemerintah daerah. Meskipun berbagai elemen masyarakat menolak kasus tukar guling tersebut dan bahkan melakukan perlawanan keras terhadapnya, pemerintah daerah
tetap tak bergeming dengan keputusannya. Kasus Matos yang
ditentang oleh seluruh elemen pendidikan di Kota Malang,
LSM lingkungan, dan sebagian besar masyaralcx juga tetap
berjalan sesuai rencana dengan mengabaikan aspirasi masya-
Pandangannya ini disarikan dalam pendapat-pendapatnya yang disampaikan dalam Pertemuan Tim Legal Drafting padatatggal7-8 Juli 2004,
Dengar Pendapat Tim Legal Drafting dengan Komisi A DPRD Kota
149
150
Bab
dalam proses musrenbang, mereka sering kali tidak berkonsultasi lebih dahulu dengan warganya tentang aspirasi yang
hendak diperjuangkan dalam musrenbang. Ketua RT dan RW
sering kali jusmu membawa aspirasinya sendiri. Selain itu, konsultasi publik yang dilakukan dalam proses perumusan ranperda juga tidak melibatkan komponen masyarakat yang sekiranya dianggap menentang ranperda tersebut. Semua itu menunjukkan bahwa partisipasi yang sebenarnya belum terjadi
dalam pemerintahan Kota Malang. Masyarakat perlu diberdayakan dan diberi kontrol yangnyataterhadap jalannya pemerintahan daerah sehingga dibutuhkan legalitas hukum yang
kuat bagi rakyat untuk berpartisipasi. Perda partisipasi merupakan kebutuhan masyarakat Malang.
Pendapat yang disampaikan dua tokoh LSM Malang ini
pada dasarnya mengungkapkan belum efektifnya partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Efektivitas ini mereka ukur bukan dari tersedianya mekanisme
partisipasi, namun dari peqan nyata yang dapat dilakukan oleh
masyarakat untuk memasukkan agendanya dan mengubah rancangan kebijakan yang sudah disfupkan oleh pemerintah daerah. Selain itu, efektivitas ini diukur pula dari keterwakilan
aspirasi yang disampaikan oleh wakil masyarakat yang berperan dalam berbagai mekanisme partisipasi. Ketidakerwakilan
aspirasi masyarakat yang dibawa dan diperjuangkan oleh wakil
masyarakat merupakan ukuran penting bagi mereka, mengapa
partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah dipandang
belum efektif.
151
Penilaian tentang efektivitas partisipasi masyarakat dilakukan dengan melihat pandangan masyar4kat terhadap partisipasi dalam pemerintahan daerah. Pandangan masyarakat ter-
152
Bab 4
Selain
itu,
rintahan seperti DPRD dan badan pengawas yang telah melakukan fungsi pengawasan tersebut. Responden juga mengungkapkan bahwa masyarakat tidak memiliki kemampuan dan
mekanisme yang baik dalam melakukan pengawasan. Sementaraitu, sebagian besar responden setuju (740/o) untuk terlibat
dalam pengawasan terhadap pemerintahan daerah. Alasan
153
154
Bab 4
dapat hadir setiap hari dalam berbagai media yang ada, baik
cetak maupun elektronik. Kecenderungan yang sama dengan
berasal dari data yang diidentifikxi sendiri oleh peneliti karena tidak
tersedia data di Sekretariat DPRD, jumlah unjuk rasa yang sebenarnya
155
156
Bab 4
yakni dengar pendapat publik, konsultasi publik, dan musyawarah perencanaan pembangunan dalam berbagai tingkatan.
Lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan (LPMK) yang
berada dalam tarrgga effectiue adui.sory body $adanpenasihat
yang efektif) dan rukun tetanggadan rukun waryajagaberada
dalam derajat partisipasi warga.
Mekanisme RT dan RV adalah mekanisme partisipasi
yang tertinggi tingkatannya dalam pemerintahan daerah di
Kota Malang. Mekanisme ini menempati anak tangga partisipasi yang ke delapan (li.mi.ted decentralized deci.si.on making)
dari maksimal dua belas anak tanggapartisipasi dalam ladder
of empouterment yangdikembangkan oleh Burns, Hambleton,
6c Hogget. Dengan demikian, jelas pula bahwa tidak ada satu
pun mekanisme partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah & Kota Malang yang berada dalam denjat citizen control (yang meliputi anak tangga entrusted control 6 interdependent control), bahkan pada anak tangga yang
mendekatinya sekalipun yakm partnershi.p dan delegated con-
trol.
157
merintahan daerah. Akan tetapi, masyarakat tidak dapat memengaruhi desain pokok dari kebijakan pembangunan dan pelayanan publik daerah. Masyarakat dapat memengaruhi berbagai hal sebatas masih berada dalam koridor atau pakem kebijakan yang sudah ditentukan oleh penyelenggara pemerintahan daerah. Misalnya, masyarakat tidak mampu menentukan
benpa banyak dinas daerah yang harus ada sehingga pemerinah daerah dapat berkineria lebih efisien. Masyarakat hanya
mampu memengaruhi tentang kebutuhan proyek tertenfir sepaniang dapat ditampung olehpemerintah daerah dalam anggaran dinas tertentu.
158
Bab 4
Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat
Tabel 2 Mekanisme
t:.
Partisipasiil:ifi*,
'
lF"
E}
Kendali yang
dipercayakan
gt!
:.a.
o
.
terbatas pembuatan
Badan penasihat yang
pemberdayaan
Masyarakat kelurahan
efektif
r
o
lnformasi berkualitas
(LPMIO
o
o
Malang
Aktivitas masa reses
Kunjungan kerja anggota
DPRD
Aktivitas masa reses
Sidang paripurna terbuka
DPRD
159
konsultasi publik sebagaimana sering kali dilakukan oleh pemkot. Menurut warga yang hadir'kegiatan tersebut lebih tepat
disebut sebagai sosialisasi kebijakan karena pada dasarnya rencana kebiiakan tentang pemekaranwilayah tersebut sudah matang. Selain itu, pada dasarnya kegiaan tersebut tidak pernah
membatalkan renczura kebijakan termasuk dalam renqrna pemekaran wilayah ini. Meskipun kritik diberikan oleh masyarakat tetap saia kegiatan tersebut tidak dapat mengubah rencana kebijakan yang telah dibuat oleh pemkot sehingga kegtat-
160
Bab 4
11
Kota Iama.
Wawancara dilakukan pada tanggal 19 Desember 2005.
161
ridor pakem kebijakan pemerintah daerah. Situasi tersebut berarti sekali lagi menunjukkan bahwa hasil penelitian ini konsisten dengan teoi laddq of citizen ernpotueftnent dariBurns,
Hambleton, 6c Hogget bahwa mekanisme partisipasi yang tersedia dalam derajat partisipasi memang tidak sampai menimbulkan kendali masyarakat atas kebijakan pemerintah. Dalam
denjatpartisipasi seperti itu, pada dasarnya kendali kebijakan
masih berada di tangan penyelenggara pemerintahan daerah.
Hasil penelitian inl pada umumnya menunjukkan kesesuaian
arrtata mekanisme partisipasi yang terbagi dalam anak-anak
tanggapartisipasi dengan hakikat konsep pilihan, partisipasi,
dan kendali dari Burns, Hambleton & Hogget. Mekanisme
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraarr pemerintahan
daerah di Kota Malang masih sebatas berada pada kelompok
anak tangga yang berada ddam derajat partisipasi. Keberadaan
mekanisme dalam deniat partisipasi ini sesuai pula dengan
batasan konsep partisipasi dalam pandangan teoti ladd.er of
ci.tizm ernpou)ennent.Pada dasarnya, hasil ini juga tidak bertentangan dengan derajat partisipasi yang dikemukakan oleh
funstein bahwa mekanisme partisipasi yang berlangsung dalam
162
Bab 4
Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat
setiap stakBholder
ni
163
pemerintahan dan aktor pejabatnya maupun terhadap kebijakan yang dihasilkan. Tujuatt partisipasi lainnya adalah sosialisasi rencana kebijakan kepada kelompok masyarakat yang
paling terpengaruh oleh kebijakan tersebut. Sosialisasi rencana
kebijakan sangat diperlukan karena dapat meningkatkan dukungan publik terhadap rencana tersebut serta dapat mengurangi resistensi publik. Resistensi ini perlu diperhatikan karena
dapat muncul sebagai akibat dari kecurigaan ataupun kerugian
yang akan terjadi apabila rencana kebijakan tersebut diimplementasikan. Tirjuan ketiga partisipasi adalah pengumpulan informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan renclna
kebijakan yang hendak diluncurkan sehingga terjadi proses
penyempurnaan kebijakan. Hal ini dipandang sebagai kebijakan yang baik dari segi manfaat teknis maupun dari berkurangnya resistensi masyarakat terhadap kebijakan tersebut.
Golongan kedua memperlihatkan pandangan bahwa mekanisme partisipasi yatgadabelum mampu menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Golongan yang berpendapat demikian bensal dafi stakeholder
yang berada di luar penyelenggara pemerintahan daerah.
Umumnya kalangan ini mempersoalkan lebih dominannya peran penyelenggara pemerintahan daerah dalam menentukan
kebijakan dan implementasinya daripada peran masyarakat.
Meskipun masyarakat tidak terlibat dalam berbagai arena pemerintahan daerah, keterlibatannya masih sebatas diikutsertakan dan berada pada posisi subordinasi penyelenggara pe-
164
Bab +
Menggu gat Efektivitas Parti
si
pasi Masyarakat
merintahan daerah. Kalangan ini berpandangan bahwa paftisipasi yang efektif akan terjadi apabilaposisi masyarakat lebih
tingg atau paling tidak sejajar dengan penyelenggara pemerintahan daerah dalam penenruan kebijakan daerah.
kan dalam teori ladder of empowerment-nya Burns, Hambleton, 6c Hogget. Secara implisit, teori ini mengungkapkan fungsi
preskriptif yang mengandung makna bahwa semakin tingS
derajat partisipasinya maka semakin ideal partisipasi masyarakatnya. Hal ini juga berarti bahwa derajat partisipasi yang tertinggr (yakni interdependent control) merupakan derajat yang
paling ideal. Dengan melakukan pemeringkatan secara lebih
sederhana dalam teori tersebut maka mekanisme partisipasi
masyarakat dalam pemerintahan Kota Malang telah berada
pada tingkatan citizen participation namun belum mencapai
tingkatan citizen control. Hasil ini juga senada dengan apa
yang diungkapkan oleh Timney bahwa "citizen parti.ci.pation
almost alutays fails to approach tbe top of Arnstein's ladder,
public participation rarely enables citi.zens to signifi.cantly
165
change or i.nfluence agency decisions."lr Timney mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat senantiasa gagal mencapai
puncak tanggapartisipasi funstein, bahkan partisipasi masya-
rakat iarang sekali memberi peluang bagi warga untuk mengubah atau memengaruhi keputusan badan pemerintah.
Temuan yang berasal dari pandangan berugam stakeholdzr
pemerintahan daerah tentang partisipasi masyarakat ini telah
memperkuat teoi ladder of mt'powermmt dariBtxns, Hambleton, 6c Hogget bahwa deraiatpartisipasi yang lebih tinggi merupakan denjatyang lebih ideal. Pandangan stakeholder yang
berada di luar penyelenggara pemerintahan daerah tentang
belum efektifnya partisipasi yang sudah berjalan dalam Pemerintahan Kota Malang merupakan pertanda bahwa tingkatan
citi.zen participdtion dranggap masih belum memadai bagi pemerintahan daerah yang partisipatif. Tirntutan adanyaderajat
pada tingkatan citizen control dalampenentuan kebijakan daerah dan implementasinya merupakan bukti kuatyang mendukung teori lad.der of ernpowerment.
Menghadapi belum idealnya deraiat partisipasi masyarakat dalam pemdrintahan daerah, teoti ladder of empoouerment
dari Burns, Hambleton, 6c Hogget menyarankan bahwa sebaik-
1r
P.
98.
166
Bab 4
Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat
kondisi daerah setempat. Staheholderyang berad a dalan jajaran penyelenggaru pemerintahan daerah memandang bahwa
partisipasi yang sudah berjalan secara efektif dapat dijadikan
pijakan penilaian situasi dan ko4disi daerah setempat tersebut.
Dengan memandang bahwa mekanisme partisipasi yangtersedia merupakan mekanisme yang telah sesuai dengan keadaan
setempat maka pengembangan partisipasi dapat beranjak dari
pengembangan situasi dan kondisi daerah setempat pula. Arti
penting penilaian terhadap kondisi setempat juga menjadi perhatian dari Burns, Hambleton, 6c Hogget dengan mengingatkan para pihakyang berkehendak untuk melakukan lompatan
partisipasi langsung pada derajat yang tertinggi. Menurut penggagas teori lad.der of empowerment ir:l. pengembangan partisipasi yang tidak sesuai dengan situasi dan kondisi daerah setempat justru berpotensi memunculkan masalah yang lebih
kompleks daripada daya dukungnya untuk menyelesaikan persoalan. Oleh karena itu, dibutuhkan kecermatan yang baik
dalam melakukan penilaian situasi dan kondisi sebagai prasyarat meningkatkan denjat partisipasi sampai pada derajat
tertinggi. Untuk mencapainya diperlukan peningkatan kesiapan daerah terlebih dahulu dan dukungan pemerintah pusat.
Selain itu, peningkatan partisipasi masyarakat dapat pula didasarkan padatanggapartisipasi yang lebih sederhana dari yang
167
ditawarkan oleh Burns, Hambleton & Hogget. Tangga partisipasi baru ini dapat dihasilkan melalui sintesis antaratangga
partisipasi faktual dari temuan penelitian ini dengan ba*"laddn of empowerrnent maupun lad.d,er of participation.
Sintesis tangga partisipasi diperlukan untuk menyesuaikan
dengan kebutuhan dan situasi nyata di Indonesia. Sintesis ini
dihasilkan dari mempertimbangkan adarrya mekanisme partisipasi yang telah berjalan, kebutuhan akan saluran partisipasi,
serta mekanisme yang memungkinkan dijalankan sesuai
dengan kondisi Indonesia. Selain itu sintesis ini disusun dengan
mempertimbangkan ladder of empowerment dari Burns,
Hambleton 6c Hogget serta ladder of participation dad
funstein. Tentu sintesis ini iuga mempertimbangkan perbedaan
antara pilihan, partisipasi, dan kendali sebagaimana juga telah
dirumuskan dengan baik dalam dua teori terdahulu tersebut.
Dengan melihat bahwa ada jankyang masih jauh antara
anak tangga tertinggi dari mekanisme partisipasi yang adadalam pemerintahan Kota Malang dengan anak tangga tertinggi
dalanladd.er of empoutermenl dari Burns, Hambleton 6c Hogget maka dibutuhkan suaru tangga partisipasi yang lebih sederhana.l6 Thngga partisipasi tersebut seharusnya mencermin-
lebih mudah digunakan oleh praktisi untuk meni"gkatkan deraiat partisipasi da[ant fe$egai program pembangunan.
168
Bab 4
169
Fungsi peringatan dan deteksi dini terhadap praktik nonpartisipatif menjadi penting dalam tangga partisipasi ini.
Sintesis tangga partisipasi memunculkan tangga partisipasi
baru dibandingkan dengan dua karya sebelumnya. Tangga partisipasi ini tentu lebih sesuai dengan situasi nyata dalam pemerintahan daerah di Indonesia. Dalam tangga partisipasi baru
ini terdapat tiga jenjang partisipasi, yakni nonpartisipasi, partisipasi, dan kendali warga. Tiga jenjang ini tentu sama dengan
170
Bab 4
terrentu.
Tabel 3 Tangga Partisipasi Baru
o
r
.
Referendum
Kemitraan
r
o
r
.
o
.
.
r
o
.
e
o
r
r
r
r
r
Musyawarahperencanaan
Pembangunan (musrenbang)
Distorsi informasi
Formalitas berbagai mekanisme
partisipasi
171
Manipulasi partisipasi iuga dilakukan dengan menyebarkan informasi yangbersifat distortif sehingga masyarakat tidak
memiliki informasi yang benar dan transparan dalam mengambil keputusan partisipasi tertentu. Jika hal tersebut terjadi,
hasil partisipasi yang dilakukan oleh masyarakattidak mencerminkan aspirasi nyata dari masyarakat. Formalitas partisipasi
dilakukan seakan-akan telah terjadi partisipasi masyarakat guna
memberikan legitimasi yang kuat terhadap proses kebijakan
tertentu. Formalitas partisipasi terjadi jika kegratan partisipasi
dipandang sebagai ritual proses pemerintahan yang harus diselenggarakan oleh penyelenggara pemerintahan daerah guna
meniamin legitimasi pemerintahan. Ritual partisipasi ini terjebak dalam formditas partisipasi jika proses partisipasi tersebut tidak benar-benar memberikan informasi atau melibatkan
masyarakat dalam proses kebijakan.
Jenjang partisipasi memiliki empat anak tangga, yakni
informasi, konsultasi, kemitraan, dan delegasi. Anak tangga
Informasi sebagai anak tangga kedua memiliki berbagai contoh
mekanisme partisipasi, seperti sidang paripurna terbuka
DPRD, situs internet pemerintah daerah, kunjungan kerja angggta DPRD, masa reses dan citizen's charter (piagam warga).
Berbagai mekanisme yang berada ddam anak tangga ini tidak
memberikan peluang bagi masyarakat untuk terlibat dalam
pembuatan kebijakan. Masyarakat menerima informasi tentang
kebijakan yang telah diambil. Mekanisme ini lebih sering berfungsi sebagai sosialisasi kebijakan daerah. Dalam perumusan
kebijakan, mekanisme dalam tangga informasi ini tidakbernilai
partisipasi namun sosialisasi kcbijakan berarti penyebarluasan
172
Bab 4
Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat
173
Anak tangga keempat yaitu kemitraan memiliki mekanisme partisipasi yang telah berjalan dengan barlq yakni
LPMII
terakhir ini belum memiliki landasan hukum yang kuat sehit gg" belum dapat dijalankan namun mekanisme ini tetap
memiliki peluang yang masuk akal apabila diterapkan di Indonesia. Kemitraan merupakan tangga partisipasi yang memberikan peluang bagr penyelenggara pemerintahan daerah untuk
bekerjasama dengan organisasi kemasyarakatan tertentu dalam
menjalankan fungsi-fungsi tertentu dalam proses kebijakan.
Misalnya LMPK yang memiliki fungsi mewakili dan mengagrelasi aspirasi masyarakat dalam proses kebijakan teftentu,
terutama dalam perumusan kebijakan. RT 6c RW memiliki
fungsi teftennr untuk mengurus warga yang berada dalam
ruang lingkupnya. Kemitraan juga dapat dilakukan dengan
organisasi kemasyarakatan lain atau asosiasi kepentingan yang
174
Bab 4
miliki keterbatasan tertentu yang ditunjukkan dari masih kuatnya kewenangan penyelenggrapemerintahan daerah dalam
mengendalikan pemerintahan. Kendali kebijakan masih berada
di tangan penyelenggara pemerintahan daerah sehingga kendali aktual tidak berada di tangan masyarakat. Dalam banyak
hal, fasilitasi pemerintah daerah masih dominan dalam hubungan kemitraan ini. Untuk itulah anak tangga ini berada di
bawah anak tangga delegasi dan kendali warga.
Anak tangga kelima adalah delegasi yang berarti menyerahkan sebagian porsi kewenangan kepada organisasi kemasyarakatan tertentu. Badan otonom yang berbasis pada fungsi
atau pengelompokan warga tertentu dapat menjadi mekanisme
partisipasi. Mekanisme ini dapat menyusun kebifakan tertentu
sekaligus menjalankannya dengan berpedoman pada kebijakan
strategis yang dibuat oleh pemerintah daerah atau DPRD. Mes-
175
176
Sffir
Sistemis
dalam Sistem
Partisipasi
Masyarakat
'177
flemahaman
Y
I
yangmembentuksistemtersebut. Demikianpulahfiya
fika ingin memperoleh pemahaman yang baik dalam sistem
partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah maka
diperlukan pemahaman yang tepat pula atas berbagai subsistem
yang berada di dalamnya. Eksplorasi terhadap berbagai subsistem yang terlibat dilakukan sedemikian rupa dengan memahami seluruh faktor yang terkait sehingga terbentuk dan
teridentifikasi dengan tepat. Pada dasarnyq setiap subsistem
juga merupakan sebuah sistem yang lebih kecil sehingga memilild subsistempula namun setiap pembahasan pada tingkatan
sistem tertennr tetap membutuhkan adanya batas at rs maupun
batas bawah sehingga ruang ti"gkop sebuah sistem dan subsistemnya dapat ditentukan. Berikut ini dibahas berbagai sub
sistem yang merupakan struktur sistemis bagi partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah.
A.
178
Bab 5
dalam kerangka mekanisme partisipasi yang disediakan maupun tidak disediakan oleh DPRD dan pemerintah daerah. Terdapat beragam aktivitas partisipasi masyarakat seperti kehadiran dalam dengar pendapat, sidang terbuka DPRD,'keterli-
179
kursi yang tersedia dalam ruang sidang terpenuhi bahkan beberapa kalangan yang tidak dapat memasuki ruangan lebih
memilih alai unjuk rasa di luar gedung untuk isu yang sama,
yakni memprotes kenaikan BBM oleh pemerintah pusat.
Sidang paripurna terbuka yang diselenggarakan tanggal 23 il'4aret 2005 dengan agenda'Pengesahan APBD 2005" lebih banyak dihadiri oleh pejabat pemerintah daerah (lebih kurang
55 orang) dibandingkan anggota masyarakat (15 orang). Sekali
lagi anggota masyarakat ini berasal dari kalangan akivis LSM
dan wartawan.
Keterlibatan masyarakat yang variatif. jagateriadi dalam
aktivitas LPMK. Informan yang merupakan Wakil Ketua DPD
AsosiasilPMKKoaMalang kanbahwa'kegiatan
kami tidak berlangsung setiap saat, hanya pada saat musrenbang saja aktivitas LPMK banyak sekali." Pernyataan tersebut
didukung pula oleh Ketua DPD Asosiasi LPMK Kota Malang
urapat-rapat
yang mengungkapkan bahwa
banyak dilakukan
ketika musrenbang berjdan, di luar itu aktivitas LPMK ada
saja meskipun tidak sebanyak saat musrenbang.' Lebih lanjut
terungkap pula bahwa pelibatan masyarakat yang terbesar terjadi pada saat musrenbang tioglot kelurahan. Masa reses me-
180
Bab 5
libatkan pula masyarakat yang cukup banyak di tingkat kecamatan bahkan ada pula yang di tingkat kelurahan.l
Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pembangunan
di RT dan RV juga tidak berlangsung sepanjang waktu. Ada
saat tertentu ketika keterlibatan masyarakat begitu tinggi dan
pada saat yang berbeda keterlibatan masyarakat sedang saja,
bahkan rendah. Peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia pada bulan Agustus merupakan puncak keterlibatan
masyarakat dalam berbagai kegiatan yang didasarkan pada
prinsip dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Seorang ketua RV di Kelurahan Sawojajar bahkan mengungkapkan bahwa *dengan melihat apayang dilakukan oleh
masyarakat pada saat tujuh belasan, menurut saya partisipasi
yang sebenar-benarnya ya RT dan RW Selaniutnya dijelaskan
pula bahwa rapat RT dan RW terbanyak memang terkait
dengan momentum peringatan dirgahayu Republik Indonesia
dan penyusunan rencana pembangunan menielang musrenbang.z
Secara sistemis dapat dijelaskan bahwa isu kebijakan yang
181
mengancam kepentingan publik akan menciptakan momentum partisipasi yang lebih baik. Semakin tingei isu kebijakan
daerah yang mengancam kepentingan publik, semakin besar
pula momentum partisipasi yang tercipta. Momentum partisipasi ini memiliki korelasi positif terhadap aktivitas partisipasi
masyarakat. Semakin besar momentum partisipasi maka semakin banyak pula aktivitas partisipasi masyarakat. Selanjut-
182
Bab 5
183
184
Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat
pentingan publik. Semfin mengancam isu tersebut maka semakin besar pula momentum yang ditimbulkannya. Membesarnya isu kebijakan ini dipengaruhi pula oleh peran media
massa baik elektronik maupun cetak. Momentum seperti itu
misalnya kenaikan BBM dan polemik rencana tata ruang wilayah kota. Adapun struktur sistemis dari subsistem aktivitas
partisipasi masyarakat ini dapat disimak dalam gambarberikut.
lsu kebiiakan
yang mengancirm
kepentingan publik
Mencermati struktff sistemis dari aktivitas partisipasi masyarakat ini maka diperoleh pula perilaku dinamis dari subsistem tersebut. Mengacu pada panduan yang diberikan oleh Kim
& Andersons maka perilaku dinamis subsistem ini dibangun
Daniel H. Kim
185
B. SUBSISTEM PENDIDIKAN
POTITIK
MASYARAKAT
Pendidikan politik tentang partisipasi masyarakat merupakan proses pembelajaran yang dialami oleh masyarakat, baik
formal maupun nonformal terencana atau tidak terencana sehingga memengaruhi kesadaran berpartisipasi masyarakat. Pada dasarnya, terdapat dua metode pembelajaran, yakni
secara
186
Bab 5
6
7
187
188
Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat
lbid.
189
190
Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat
politikutama
yang diterima oleh masyarakat adalahmelalui aktivitas partisipasi langsung.l2 Narasumber ini mengungk"pk* pula bahwa
nya mengungkapkan bahwa metode pendidikan
pemahamannya tentang pemerintahan daerah dan perencanaan pembangunan daerah justru diperoleh ketika narasumber
ini ditunjuk
1g'.|-
Pendidikan politik
masyarakat
Pemahaman tentang
pemerintahan daerah
192
Bab 5
C.
SUBSISTEM KESADARAN
BERPARTISIPASI MASYARAKAT
Kesadaran berpartisipasi merupakan kesiapsiagaan mental atau sikap untuk melakukan aktivitas partisipasi. Kesadaran
berpartisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah berarti iuga kesiapan mental masyarakat untuk
turut
13
193
t"Or"n*tj,"n*n@
merintah daerah dan sikap mental masyarakat itu sendiri terhadap partisipasi. Sikap mental ini merupakan sesuatu yang
dipengaruhi oleh proses pendidikan politik yang dialami oleh
seseorang.ra
deraiat keinginan masyarakat untuk terlibat dalam memengaruhi pembuatan keputusan yang berpengaruh bagi kehidupan
masyarakat luas. Selain itu, kesadaran ini juga dapat dilihat
dari kebutuhan masyarakat untuk terlibat dalam pelaksanaan
kebijakan dan kontrol atas pelaksanaan kebijakan tersebut.
Kesadaran berpartisipasi masyarakat dapat diukur dengan lebih
14 Lihat Lucie Laurian.2004. Public participation in environmental decision making: findings from communities facing toxic waste cleanup.
Iournal of the American Planning Associdtion, Chicago: Vol. 70, Iss. 1
(Winter).
194
Bab 5
15
195
196
Bab 5
memiliki kepedulian yang konsisten tentang persoalan substansialnya, yakni terancamnya kelestarian lingkungan hidup.
197
berpartisipasi masyarakat ini memiliki kecenderungan mengalami peningkatan. Perkembangan kesadaran berpartisipasi
yang baik ini ditandai dengan meningkatnya partisipasi yang
didasarkan pada inisiatif masyarakat sendiri. Namun ada kecenderungan lain bahwa kesadaran berpartisipasi ini juga akan
mengalami masa stagnasi yang disebabkan oleh tercapainya
tuiuan partisipasi masyarakat, seperti tuntutan yang telah terpenuhi atau kebijakan pemkotyang tidak dapat ditawar kembdi. Stagnasi juga akan dialami ketika kepercayaan masyarakat
kepada penyelenggara pemerintahan daerah telah cukup baik.
Kepercayaan ini biasanya ditandai dengan tidak adanyaperusaan bahwa kepentingan masyarakat akan terancam oleh kebijakan pemkot atau mereka yakin bahwa pemkot dapat menuntaskan persoalan-persoalan masyarakat dengan baik. Kecenderungan demikian menuniukkan bahwa perilaku dinamis
kesadaran berpartisipasi masyarakatberpola Kurva S yang disebabkan adarryakehendak mencapai tuiuan secara implisit dari
kesadaran berpartisipasi masyarakat. Tirjuannya adalah menyelesaikan seluruh persoalan yang dihadapi masyarakat yang
disebabkan oleh kebijakan tertentu dari penyelengg:ua pemerintahan Kota Malang sekaligus menghindari kerugian masyarakat fibat kebijakan tersebut. Perilaku dinamis dengan pola
kurva S biasanya ditan&i dengan peningkatan kesadaran berpartisipasi yang berlangpung lambat namun kemudian mengalami percepatan peningkatan secra signifikan dan akhirnya
terjadi pelambatan karena adanya sasaran tertentu yang telah
tercapai.
198
Bab 5
Pendidikan politik
masvarakal
Penyelesaian
persoalan
masyarakat
lsu kebijakan
yanS menSancam
kepentingan publik
Keprcayaan masyarakd
pada pemerintahan daerah
Berdasarkan pemaparan tersebut berarti kerangka berpikir sistemis disusun bagi subsistem kesadaran berpartisipasi
dari masyarakat. Terdapat dua variabel yang terungkap secara
eksplisit dari narasumber penelitian dan adanya beberapa variabel yang terungkap secara implisit. Variabel tersebut adalah
proses pendidikan politik dan kepentingan masyarakat yang
terancam yang memiliki keterkaitan dengan kesadaran berpartisipasi masyarakat.
Proses pendidikan politik memengaruhi kesadaran berpartisipasi masyarakat karena adanya peningkatan pemahaman
masyarakat, baik dalam aktivitas berpartisipasi maupun dalam
proses pemerintahan daerah sehingga kesiapan masyarakat
dalam berpartisipasi semakin meningkat. Proses pendidikan
politik yang terjadi dalam iklim keterbukaan pada dasarnya
',99
memengaruhi kesadaran karena memberikan peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi sehingga masyarakat menjadi sadar tentang kemampuannya dalam memperjuanglan kepentingan dan aspirasinya. Sementara itu, isu kebiiakan yang menganqlm kepentingan publik memengaruhi kesadaran berpartisipasi karena bangkitnya semangat untuk mempertahankan
kepentingan masyarakat yang terancam. Tentu saja hal ini memunculkan adanya momentum partisipasi yang diikuti aktivitas
berpartisipasi dari masyarakat. Aktivitas ini merupakan kegiatanyang ilada intinya bernrjuan agar persoalan terselesaikan
atau tuntutan masyarakat terpenuhi. Dengan demikian, ber-
terhadap kemampuan pemerintah daerah dalam menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat. Dengan demikian, struktur sistemis dari kesadaran berpartisipasi masyarakat merupakan balanci.ng (penyeimbangan). Adapun kerangka berpikir
sistem dari subsistem ini dapat disimak dari Gambar 7.
Bab 5
D.
wi-
Iayah. Ragam aktivitas dan peran yang dimainkan oleh organisasi lokal menunjukkan dinamika persoalan yang dihadapi
oleh masyaral<atrya. Untukmemahami dinamika peran organisasi lokal ini maka terlebih dahulu perlu dipahami mengenai
tipologi organisasi lokd tersebut. Organisasi lokd yang terlibat
aktif dalam kegiatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah dapatdibedakan menjadi dua jenis, yakni asosiasi
pembangunan lokal dan asosiasi kepentingan. 17 fu osiasi pembangunan lokal merupakan organisasi yang berupaya meningkatkan pend apatanatau memberikan pelayanan tertentu kepada paruanggotanya. Keberadaan organisasi ini biasanya mem-
Norman T. Uphoff. Local Organizations: intermediaries i.n ru.ral dweIopmmt. (Ithaca: Cornell University Press, 1984), p. 66. Lda tiga jenis
organisasi tingkat daerah menurut penulis ini, yakni pemerintah daerall
organisasi lokal, dan organisasi politik tingkat lokal. Organisasi lokal
201
kun tetangga, dan rukun warg merupakan contoh dari organisasi lokal jenis ini.
yopuro (P3M),
202
Bab 5
18 Tentang hal ini sebaiknya dibandingkan pula dengan pemetaan kelompok kepentingan yang ada dalam karya Terry Chrisrensen. Local Politics: goueming at the grassroots. (BeLnon* Wadsworth Publishing Company, 199 5), pp. 225 -234.
203
mengungkapkan adanya peningkatan j"-l"h organisasi kemasyarakatan sequa signifikan di era reformasi ini. Menurut
narasumber kedua ini, perkembangan organisasi kemasyarakatan dan jumlah aktivisnya di KotaMalang jauhlebihbanyak
iika dibandinekan daerah lain seperti Kota Batu dan Kabupaten
Malang. Informan ini juga mengungkapkan faktor penyebab
perbedaan tersebut dengan pernyataan'ya mungkin saya melihat karena di sini adalah kota pendidikan yang banyak perguruan tingg dan banyak mahasiswanya sehingga banyak aktivis yang masuk "20 Narasumber lain juga mengatakan pendapat yang senada bahwa perkembangan organisasi lokal di
2l
Bab 5
kinerja dan aktivitas DPRD dan pemerintah daerah iuga merupakan akivitas utama dari lembaga ini.z
Aktivitas LSM dapat dibagi ddam dua ienis, yakni partisipasi massal d* p"rtistpasi intelektual. Partisipasi massal yang
dilakukan untuk menjalankan peran LSM ini, antata lain demontrasi, temu publilg serta debat publik via media massa.
Partisipasi intelektual dilakukan oleh LSM dengan melakukan
kajian, pbnelitian atau penyelidikan terhadap persoalan, isu
atau kasus tertentu yang berpotensi merugikan kepentingan
masyarakat. Partisipasi intelektual yang juga mulai dilakukan
akhir-akhir ini adalah pembuatan draft rancangan perdauntuk
menandingi ranperda yang disusun pemkot atau yang sedang
dibahas.di DPRD. Munculnya MPBD tandingan yang dikeluarkan oleh kelompok LSM tertentu merupakan contoh peran
baru LSM yang dianggap oleh narasumber ini sebagai lebih
intelek. Kebijakan tandingan ini diserahkan kepada pemerintah
kota sebagai usulan yang dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam pembuatan keputusan. Bahkan pembuatan draft ranperda sebagai usulan kepada DPRD dan pemkot atas prakarsa
masyarakat tentang pengaturan hal tertentu juga mulai dilakukan. Penyusunan draft ranperda peran serta masyarakat dalam pmbangunan daerah yang domotori oleh LBH Surabaya
Pos Malang dan ranperda transparansi pelayanan publik yang
dimotori oleh MCV merupakan contoh tentang peran baru
22 Vawancara dilakukan
Bab 5
207
sudah mulai ada pergeseran pada organisasi lokal kemasyarakatan lain yang benar-benar berbasis pada masyarakat. Dalam
24 Disimpulkan dari
208
Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat
msyarah
ls
keblhkan
FngnEngaman
kepenftAarpblil
209
E.
lain. Terdapat lima ienis sumber dalayang memengaruhi hubungan kekuasaan ini. Lima sumber daya ini pula yang membedakan jenis kekuasaan yurg muncul dalam hubungan kekuasaan yang berlangsung. Sumber daya tersebut adalah sumber daya fisik, ekonomi, normatif, personal, dan keahlian.26
Kekuasaan fisik muncul iika ada kepemilikan sumb et daya
fisik oleh satu pihak seperti denjata' kemampuan olah kanutagan, dan pasukan. Pada dasarnya, pihak yang lain patuh
karena ada kekhawatiran cedera fisik yang dapat dialami bila
tidak patuh. Kekuasaan ekonomi bertumpu pada penguasaan
atas sumber dayamaterial tertentu seperti kekayaan, penda-
Ibid, p. 132.
210
Bab 5
patan) hak
Suatu pihak yang berharap ata'u berusaha memperoleh kekayaan dari pihak yang memiliki sumber daya ekonomi akan
patuh kepada penguasa ekonomi tersebut. Kekuasaan normatif
timbul bila ada pihak yang dianggap memiliki norma-norma
tertentu dan sangat dihargai oleh pihak lain. Norma tersebut
misalnya moralitas, kebenaran, legitimasi, tradisi religius, dan
sebagainya. Hubungan kekuasaan muncul bila suatu pihak
mengakui bahwa pihak lain memiliki hak normatif unruk
mengatur perilakunya. Sementara itu, kekuasaan personal bersumber pada karisma pribadi, daya tarik, persahabatan, kasih
sayang, dan popularitas. Seseorang disebut di bawah kekuasaan
berada
di jajann perangkat
211
212
Bab 5
213
214
Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat
butuhan finansial paftai- politik dalam memperjuangkan kepentingannya juga sering kali dipenuhi oleh elit ekonomi lokal
ini. Kepentingan partai politik untuk kampanye, lobi, dan pemeliharaan konstituen membutuhkan dana besar yang harus
dipenuhi untuk mempertahankan eksistensinya. Elit ekonomi
lokal ini juga dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan
pembangunan ekonomi daerah. Investasi swasta dibutuhkan
untuk meningkatkan pertambahan lapangan k tj", pajak daerah dan perputaran roda perekonomian.2e
Kekuatan elit ekonomi lokal ini tidakhanya menyangkut
kemampuannya dalam menyediakan sumber daya finansial,
namun juga disertai kemampuan untuk memaksa melalui kekuatan fisik dan kekerasan. Kekuatan fisik ini diperoleh karena
kemampuannya memengaruhi oknum polisi dan militer serta
kemampuannya mengendalikan kelompok preman di Kota
Malang. Dengan dua jenis kekuasaan yang dimiliki (ekonomi
dan fisik) maka elit ekonomi lokal ini sangat berpengaruh dalam penentuan kebijakan publik di Kota Malang. Jika ada seorang anggota DPRD tidak terpengaruh kekuatan ekonomi elit
ini maka ia masih akan berhadapan dengan kekuatan fisiknya.
Seorang anggota DPRD mengungkapkan ketakutannya
dengan:
215
elit ekonomi untuk memperiuangkan kepentingannya. Tentu pola intimidasi ini dilakukan
dengan caxa-carayang melanggar hukum. Untuk mengamankan kekuatan intimidasi ini, elit lokal juga memperalat oknum
aparat penegak hukum. Ungkapan tersebut juga menunjukkan
adanya perasaan tak berdaya dari seorang pejabat pemerintahan daerah dalam menghadapi intimidasi tersebut. Ketidaksecara fisik yang dilakukan oleh
warga neBata.
Pola intimidasi untuk memengaruhi kebijakan daerah
tidak hanya dilakukan oleh elit ekonomi lokal, namun tipologi
elit lokal kedua juga menggunakan kekuatan fisik. Contoh
mengenai hal ini terjadi dalam kasus pemukulan seorang warga
yang hendak menyampaikan aspirasinya yang bertentangan
dengan kepentingan elit politik lokal. Menjelang Rapat Pari-
30
'W'awancara
216
Bab 5
31 lawa
Pos
247
218
Bab 5
mengungk"pk*
bahwa daripada menentang kehendak elit lokal itri yang membawa risiko yang cukup besar maka lebih baik menuruti saja
karena selain tidak berisiko juga akan memperoleh "imbalan
ekonomi" yang memadai. Pandangan pragmatis ini juga dialami oleh peiabat pemerintahan daerah. Seorang anggota
DPRD lain yang diwawancarai mengungkapkan bahwa imbalan ekonomi biasanya menganut dua cara, yakni sistem ijon
dan kontraprestasi. Sistem ijon dilakukan dengan cara seorang
pejabat memperoleh bantuan finansial tertentu pada saarmem-
34
35
219
36
tember 2005.
Bab 5
Pengaruh elit lokal ini dapat dibatasi dengan adanya partisipasi publik. Era reformasi yang membawa pengaruh keterbukaan dan akuntabilitas publik yang lebih besar bagi pejabat
pemerintah daerah & DPRD menyebabkan adanya proses penyeimbangan antarapengaruh elit ekonomi lokal dengan peran
sefta masyarakat. Gagalnya pembangunan AAJ karena besarnya ketidaksetujuan masyarakat merupakan buki dari proses
penyeimbangan tersebut. Kebutuhan pejabat pemda dan DPRD
atas kebijakan yang memperoleh legitimasi populis yang memadai memberikan dayatawar tersendiri untuk mengurangi
pengaruh elit lokaL Kepentingan elit lokal dalam isu kebijakan
daerah teftentu yang diketahui secara luas oleh publik akan
mengurangi legitimasi publik terhadap kebijakan tersebut. Apabila isu kebijakan tersebut dianggap bertentangan dengan kepentingan publik maka kepercaya n publik terhadap penyelenggara pemerintahan daerah dalam menuntaskan persoalanpersoalan publik menjadi merosog dengan demikian partisipasi
publik justm meningkat guna memperjuangkan kepentingannya.
Dengan menyadari bahwa partisipasi publik mengurangi
efektivitas pengaruh elit lokal dalam pembuatan kebijakan publik maka para elit lokal ini juga berupaya mempertahankan
pengaruhnya tersebut. Melalui kemampuan finansial dan fisiknyasparaelit lokal ini berupaya memengaruhi baik pemerintah
daerah maupun DPRD. Pada umumnya, pengaruh elit lokal
ini bertujuan agar kepentingannya terpenuhi melalui kebijakan
publik yang dibuat oleh pemda dan DPRD serta membatasi
221
222
Bab 5
Aktivitas padisipasi
masyarakat
Kepercayaan publik
pada pemerintahan daerah
223
Bab 5
225
makin kuat terhadap rencana kebiiakan tersebut. Semakin disadari pula bahwa partisipasi juga dibutuhkan dalam inempercepat dan memperbaiki kualitas penerimaan masyarakat
terhadap kebijakan tertentu. jika pada era sebelumnyq pemerintah daerah dapat menetapkan kenaikan tarif retribusi pelayanan publik tanpa melakukan konsultasi publik maka di era
reformasi ini proses demikian tidak lagi terjadi. Konsultasi publik kini harus dilakukan oleh pemerintah kota dalam menyusun kebijakan baru atau mengubah kebijakan lama.
Meningkatnya kesadaran Pemerintah Kota Malang akan
pentingnya partisipasi publik tecermin dalam dukungannya
terhadap pelembagaan LPMK (lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan). Lembaga ini telah diahd keberadaannya
melalui Perda No. 18 Thhun 2001'. Kini, lembaga tersebut semakin besar perannya dalam Proses perumusan berbagai kebijakan daerah, terutama menyangkut Perencanaan pembangunan daerah. Peran sentral lembaga ini dalam musyawarah
perencanaan pembangunan dalam berbagai tingkatan merupakan pertanda dukungan pemerintah daerah terhadap partisipasi masyarakat. Lembaga ini bahkan telah memperoleh posisi sebagai legitimator utama dalam proses Penyusunan rencana pembangunan secara partisipatif di Kota Malang.
Selain itu, Pemerintah Kota Malang telah melakukan pembaruari dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah
ke arah penyediaan mekanisme partisrpasi masyarakat yang
lebih baik. Peningkatan kesadaran akan fungsi RT dan RIf
yang lebih strategis telah terjadi seiring diberlakukannya Perda
Bab 5
No.4 Thhun 2002tentangKedudukan, Tugas dan Fungsi, Susunan dan Thta Kerja RT dan R'W di Kota Malang. Di era
sebelumnya RT dan RV dianggap sebagai insfirmen pembangunan yang berfungsi untuk memelihara efektivitas pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik. Kini RT dan RW
dipandang lebih memiliki fungsi yang lebih strategis karena
diakui sebagai organisasi kemasyarakatan yang berbasis wilayah
untuk mengatur dan mengurus sendiri masyarakatnya meski
dalam ruang li"gkop yang terbatas.
' Upaya pemerintah daerah dalam menyediakan ruang partisipasi yang lebih luas juga dilakukan dengan menyediakan
informasi secara terbuka dalam media situs resmi Pemkot Malang: www.pemkot-malang. go.id. Melalui situs ini pemerintah
dapat dianggap telah memberikan pelayanan informasi tentang
berbagai hal, terutama penyelenggara. pemerintahan daerah,
37
227
228
Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat
blik yang partisipatif terjadi negosiasi kepentingan antara subjek hukum langsung (kelompok masyarakat yang dilibatkan
dalam proses partisipasi) dengan pemkot. Subjek hukum langsung umunmya mengusung aspirasi dan memperiuangkan kepentingan spesifiknya sementara pemkot iuga berusaha menyeimbangkannya dengan kepentingan yang lebih luas, yakni
kepentingan masyarakat yang lebih luas serta kepentingan kelompok lainnya, termasuk kepentingan elit lokal.
Elit lokal juga memiliki kemampuan unJuk memengaruhi
dukungan pemkot terhadap partisipasi publik. Elit lokal tidak
dapxmemengaruhi partisipasi masyarakat secara langsung sehingga menyalurkannya melalui pihak yang memiliki otoritas,
yakni pemkot dan DPRD. Elit lokal juga memiliki kemampuan
dalam memengaruhi penyelenggara pemerintahan daerah dan
membawa manfaat bagi daerah sehingga sering kali kepentingannya diakomodasi dan diseimbangkan dengan kepenting
230
'Bab 5
Struhur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat
pun juga telah dirancang matang oleh pemkot, yakni pembangunan fly ouer Ahmad Yani. Pemkot berusaha keras agar
proyek tersebut berhasil dibangun karena juga disokong kuat
olel.r elit ekonomi lokal terkuat di Kota Mdang. Elit ini memiliki motif ekonomi yang sangat kuat karena menikmati keunnrngan melalui usaha jasa konstruksinya.
Perhatian publik dan media massa tersita pada isu panas
AAJ karena keberadaan AAJ yang dianggap membahayakan
Iingkungan hidup oleh aktivis LSM dan menyinggung perasaan
para ulama. Bagi aktivis lingkungan hidup, AAJ dianggap merusak fungsi ruang terbuka hijau. Bagi kalangan ulama, AAJ dianggap menodai tempat ibadah yakni masjid Jami' Kota Malang. Begitu penentangan terhadap AAJ memuncak, Walikota
Malang segera mengambil keputusan untuk membatalkan kebijakan pembangunan AAJ dengan alasan menghormati kepentingan publik dan memenuhi aspirasi masyarakat. Dengan
keputusan ini,'Walikota Malang dipuji oleh berbagai kalangan
sebagai peduli terhadap aspirasi masyarakat dan memiliki sikap
laiknya seorang negarawan. Dalam posisi yang baik ini kemudian TTalikota Malang segera mengumumkan rencana pembangunan fly ouer Jalan Ahmad Yani dengan tujuan untuk
mengurangi kemacetan lalu lintas. Meskipun pembahasannya
tidak melalui pelibatan pubLil<, masyarakat cenderung mene-
231
pola Kurva S.
Bagi pemerintah daerah, tuiuan yang hendak dicapai
dengan pelibatan masyarakat dalam penyelenggataan pemerintahan daerah adalah penyerapan aspirasi, sosialisasi, terutama legitimasi. Peningkatan dukungan pemerintah daerah
dalam mengembangkan mekanisme partisipasi masyarakat
menjadi berkurang ketika tujuan-tujuan yang dapat dicapai
melalui partisipasi sudah mulai diperoleh. Ketika kondisi tersebut tedadi, tampak adarrya stagnasi terhadap peningkatan
dukungan ini. Kini dukungan pemerintah daerah terhadap partisipasi masyarakat sudah iauh lebih maiu daripada kondisi di
3e Wawancara dilakukan
232
Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat
awal era reformasi. Secara umum, stnrktur sistemis dari subsistem dukungan pemerintah daerah berup a balancing. Dengan
menyimak hubungan kausalitas yang telah dipaparkan sebelumnya sekaligus memerhatikan kecenderungan dan perilaku
dinamisnya, kemudian disusun kerangka berpikir sistem. Adapun kerangka berpikir sistem dari dukungan pemerintah dae"
rah tersebut tampak dalam gambar berikut ini.
Dukungan pemkot
terhadap partisipai
kebiiahn publik
G.
DPRD merupakan salah satu penyelenggara pemerintahan daerah. Pada dasarnya, DPRD memiliki empat fungsi uama,
yakni fungsi legislasi, futgri anggaran, fungsi kontrol, dan fungsi
perwfilan.
tisipasi publik dapat ditunjukkan dari pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut. Dukungan DPRD terhadap partisipasi publik ditunjukkan dalam beberapa indikator. Pelembagaan partisipasi dalam bentuk legal frameworkyang memadai merupakan indi-
233
Bab 5
Rukun Tetangga dan Rukun'Warga di Kota Malang. Keberadaan perda yang mengatur dua lembagay^ngdikelola secara
demokratis dan memiliki fungsi menggalakkan partisipasi masyarakat tersebut merupakan pertanda membaiknya dukungan
DPRD terhadap partisipasi masyarakat. Akan tetapi, perda
yang r-nengatur peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahan belumlah ada. Pada awal tahun 2005, terdapat
sekelompok LSM yang telah menyusun rancangan perda tentang partisipasi masyarakat dan menyerahkannya kepada
Komisi A DPRD Kota Malang.ao
Sampai pertengahan tahun 2005 Komisi A tidak menindaklanjuti ranperda peran serta masyarakat usulan dari koalisi
LSM sehingga ketika sidang paripurna DPRD yang membahas
tentang usulan ranperda yang akan dibahas pada tahun 2005
hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang mengusulkan pembahasan ranperda partisipasi tersebut. Keengganan fraksi lain
untuk mengusulkan ranperda partisipasi tersebut dilandasi adanya beberapa kekhawatiran. Pertama, anggota DPRD khawatir
bahwa fungsi kelembagaan DPRD diambil alih oleh kalangan
LSM yang selalu aktif menyuarakan aspirasi masyarakat.
a0
Kota Malang namun setelah acara usai pihak koalisi LSM kemudian
menyerahkan draft rancangan Perda partisipasi tersebut sebagai masukan
ini
sebagai Ranperda
Maret 2005.
235
4t
Mar*2005.
236
Bab 5
publikyang
justru
partisipasi
dibiayai dari APBD. Kalau begitu,
dalam musrenbang
237
Berbagai macam kekhawatiran itulah yang telah membatasi peningkatan dukungan anggota DPRD terhadap pelembagaanpartisipasi publik Hal ini juga yang menjadi pertanda
bahwa peningkatan dukungan DPRD tidak bersifat linear namun menrpakan adaptasi atas perubahanke arah demokratisasi
sebagaimana terjadi dalam era reformasi dan pembaruan dalam
pemilu 2004. Kecenderungan meningkatnya dukungan DPRD
terhadap partisipasi masyarakat dapat pula dilihat dari indikator lain seperti pemberian informasi kepada masyarakattentang agenda sidang karena adanyaketerbukaan terhadap para
jurnalis tentang agenda semua sidang. Selain itu, pos anggaran
partisipasi pada dasarnya tidak banyak berubah kecuali pada
tahun 2005 ini yang untuk kali pertama disediakan dana temu
publik dalam rangka masa reses. Responsi terhadap opini dan
keluhan publik tampak adanyapeningkatan ketika setiap isu
yang berkembang di masyarakat dan demonsuasi serta audiensi
dengan anggota DPRD lebih banyak yang ditindaklanjuti daripada sekadar ditampung. Proses konsultasi publik delem pembahasan ranperda tertentu sudah mulai dilakukan oleh fraksifralci yang diprakarsai oleh Fraksi Panai Keadilan Sejahtera
pada tahun 2005.
Kerangka berpikir sistemis yang dapat disusun dalam subsistem ini mengungkapkan bahwa aktivitas partisipasi masya,
238
Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat
pula dukungan DPRD terhadap partisipasi. Sementara itu, dukungan DPRD yang semfin besar terhadap partisipasi justru
mengurangi pengaruh DPRD itu sendiri dalam proses kebijakan. Jika pengaruh DPRD semakin kecil maka dukungan DPRD
terhadap partisipasi akan semakin kecil pula. Meskipun demikian, dukungan DPRD ini tidak hanya dipengaruhi oleh
dua faktor tersebut tetapi juga oleh pengaruh elit lokal dalam
proses kebijakan dan tentu saja peran pemerintah pusat. Selan-
0. Peri-
239
Manhat partisipasi
publlk terhadap DPRD
H.
tisipasi masyarakat dalam pemerintahdn daerah di era reformasi dapat digolongkan dalam dua jenis. Putama, dukungan
taklangsungyang lebih mengarah pada fasiliasi kondisi politik
yang memungkinkan terjadinya partisipasi masyarakat dalam
pemerintahan daerah. I(e&,n, dukungan langsung berupa pengaturan yang mendorong terjadinya partisipasi masyarakat
dalam pemerintahan daerah.
Dukungan tak langsung dari pemerintah pusat dimulai
dari pembentukan tiga undang-undang politik pada tahun
1999 sebagarrespons dari tuntutan reformasi masyarakat pada
tahun 1998. Tiga W tersebut adalah UU No. 2Tahw 1,999
tentang Partai Politik, UU No.3 Thhun L999 tentangPemilihan
Umum, dan UUNo. 4 Tfiun L999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Meskipun dalam perjalanan
berikutnya tiga undang-undang tersebut mengalami perubah-
240
Bab 5
an, namun semangat yang diembannya tetap mewarnai perjalanan politik bangsa Indonesia di era reformasi. Semangat tersebut meliputi upaya menumbuhkan kemerdekaan berserikat,
24t
di daerah.a
Dukungan langsung yang diberikan oleh pemerintah pusat
untuk mendorong teriadioy" partisipasi masyarakat dalam pe-
Undang-Undang No. 22Tafuin 1999l<ni telah disempurnakan menjadi UU No. 32 Tahun 2004. Undang-undang
baru ini menyempurnakan misi desentralisasi dengan tidak ha-'
nya penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demokratis
(sebagaiman a yang dimalsud dalam UU No. 22 Tahw 1999)
yang berbeda.
Ibid.
242
Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat
Dukungan langsung lainnya dari pemerintah pusat terhadap partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah tampak dari pengaturan peran serta masyarakat dalam penyelenggaruan negara sebagaimana diatur dalam UU No. 28 Thhun
'1.999 ter,rcalag penyelenggaraan negar a yang bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Peran serta masyarakat
dalam UU tersebut diatur dalam Bab VI tentang Peran Serta
Masyarakat yang meliputi Pasal 8 dan 9. Pasal 8 intinya menyatakan adanya hak dan tanggung jawab masyarakat untuk
ikut mewujudkan penyelenggaraan ne gara yangbersih. Sementara Pasal 9 mengatur bentuk-bentuk partisipasi masyarakat
berupa hak mencari, meinperoleh, dan memberikan informasi
tentang penyelenggaraannegarui hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggaru negara; hak
menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab
terhadap kebijakan penyelenggar a negarai serta hak memperoleh perlindungan hukum dan berperan serta dalam penyelenggaraan negara.
Meskipun UU No. 28 Tahun 1.999 adak menyebut dengan
tegas bahwa DPRD dan pemerintah daerah merupakan penyelenggara negara sebagaimana dimalsud dalam UU tersebut,
berikan informasi mengenai penyelenggataan negara Disebutkan dalam Pasal5 butir (I) bahwa dalam menjalankan hak
informasi masyarakat dapat disampaikan kepada komisi pemeriksa aau instansi terkait dengan tembusan pimpinan DPRD
kabup4ten/kota jika perbuatan tersebut dilakukan oleh anggota
Bab 5
masyarakat dalam penyelenggaraan negara sekaligus menggairahkan fungsi kontrol masyarakat terhadap tindak pidana
korupsi.
Dukungan langsung pemerintah pusat terhadap partisipasi
masyarakat dalam pemerintahan daerah diatur pula dalam PP
No. 20 Tahun 2001, tentang Pembinaan dan Pengawasan atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. PP tersebut mengakui
adanya partisipasi masyarakat dalam bentuk pengawasan
masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Dalam ketentuan umum PP ini disebutkan bahwa pengawasan
masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat. Pasal 18 Ayat L menyatakan bahwa secara perorangan
maupun kelompok dan atau organisasi masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Ayat dalam pasal yang sama menyatakan bahwa pengawasan dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung,
baik lisan maupun ternrlis berupa permintaan keterangan, pemberian informasi, saran dan pendapat kepada pemerintah, pemerintah daerah, dewan perwakilan rakyat daerah dan lembaga lainnya sesuai dengan tata cara yang ditetapkan dalam
peraturan perundangan.
Partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah terus
menguat ketika partisipasi masyarakat dalam perencanaan
pembangunan daerah juga diatur dalam UU No. 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Salah satu tujuan sistem perencanaan pembangunan nasiond
adalah mengoptimdkan partisipasi masyarukat, bahkan partisipasi masyarakat disebut sebanyak 4 kali dalam UU ini dan
246
Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat
caru dan mekanisme dalam pelaksanaan sosialisasi perda tersebut ditetapkan oleh kepala daerah sebagaimana diamanatkan
dalam Lyar. 6 dalam pasal yang sama.aT
Selain berbagai peraturan perundang-undangan yang terbit di era reformasi, sebenarnya pemerintah pusat juga telah
mengatur persoalan partisipasi masyarakat sebelum era reformasi. Peraturan tersebut adalah PP No . 69
Tahunl996 tentang
tettang Penataan Ruang. Undang-undang tersebut mengharuskan adanya parrisipasi masy amkatdalam penataan ruang
yang dijelaskan lebih lanjut dalam PP No. 69 Tahan 1,996.
Meskipun PP ini disahkan sebelum era reformasi, namun sampai kini masih tetap berlaku dan belum digantikan dengan
peraturan baru.?ada intinya, PP ini mengatur peran serta masyarakat dalam penataanruang, baik di wilayah nasional, pro-
247
248
Bab 5
Tfiun
ruang. Masyarakat sendiri dibatasi pada pengertian orang-seorang, kelompok orang, termasuk masyarakat hukum adat,
249
pelaksanaan peran serta masyarakat dalam tiga hal, yakni dalam proses perencanaan tata ruang wilayah, dalam rencana
rencanaan tata ruang wilayah dilakukan secara lisan atau ternrlis kepada kepala daerah. Pelaksanaan peran sera masyarakat
dalam penetapan RTRW koa dilakukan dengan cara penyampaian saran, pertimbangarq pendapag tangapan, keberatan, atau
masukan yang dilakukan secara lisan aau ternrlis kepada DPRD.
250
Bab 5
251
era reformasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dalam berbagai aspeknya telah didukung
oleh pemerintah pusat. fupek partisipasi yang diatur tersebut,
antara lain partisipasi dalam bentuk pelaksanaan hak informasi
masyarakat, partisipasi dalam pengawasan, partisipasi dalam
perencanaan pembangunan, dan partisipasi dalam menentukan
252
Skenario
Pengembamgan
Partisipasi
&fasyatrakat
da[am
Pemerfrntaham
Daerah
253
wa subsistem tersebut berialan sendiri atau mandiri dari subsistem yang lain. Pada dasarnya, setiap subsistem membentuk
satu kesanran utuh berupa sistem partisipasi masyarakat. Penjelasan secara terpisah setiap subsistem dimaksudkan untuk
membahas secara lebih rinci tentang berbagai kejadran(euentsl
dalam subsistem tersebut sehingga dapat ditarik kesimpulan
tentang pola (panern) dan struktur sistemis (systernic structure) darl. setiap subsistem. Pemahaman yang tepat terhadap
pola dan stnrktur sistemis dari setiap subsistem tersebut dibutuhkan bagi penyediaandatadalam simulasi model yang akan
dilakukan. Akan tetapi, pemahaman utuh tentang sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah tentu tidak
dapat diperoleh dengan sendirinya dari membaca diagtam
pengaruh setiap subsistem tersebut. Untuk itu diperlukan gambaran utuh tentang sistem partisipasi masyarakat tersebut agar
lebih mudah dibaca secara utuh sehingga diperoleh pemahaman lengkap atas beroperasinya sistem partisipasi masyarakat
ini. Gambaran utuh diperoleh dengan cara mengintegrasikan
semua subsistem meniadi satu sistem yang lebih besar sebagiimana dapat dilihat dari diagram simFal berikut ini.
254
Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah
255
by@oPoU&@
trsffiPffisb
l,l6gm@ Ke@dn8e
Publ&
\\
l\
P@da@ !,ftq@kd
@gP@ilteh6
Drftn
\-
\l
t)
/l
\/.
ffi'
b8
FEtbiai
P@h
frrnba Panbbai
b8 DPRD
Gambar 12 Diasram
t,tn:ffffiS"#Jrsisipasi
Masyarakat dalam
Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakatdalam Pemerintahan Daerah
rakat dalam pemerintahan daerah. Dengan mengacu pada pemahaman tersebug alternatif kebijakan akan dipusatk an pada
dua variabel y"tg memiliki daya ungkit tertinggi, yakni peran
elit lokal dan dukungan pemerintah pusat terhadap partisipasi
257
model baku maka kajian ini menghasilkan diagram simpal kausal yang lebih rumit. Meskipun demikian, diagram yang baik
Robert Geoffrey Coyle. System. d.ynamics mod.elling: a practical approach. (London: Chapman E Hall,. 7996),pp.4043.
258
Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah
pmerintah
pusat
Dukungan
penyelenggara
pemerintahan
daerah
Pembelajaran
partirlpaei
259
260
Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah
tivitas pencapaian tujuan partisipasi dapat dicapai melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Meningkatnya peran organisasi
Simpal yang menunjukkan adanya umpan balik penyeimbangan diawali dengan interaksi partisipasi masyarakat
dengan elit lokal. Meningkatnya partisipasi masyarakat berarti
meningkat pula keterlibatan masyarakat dan pengaruhnya
dalam proses kibijakan publik. Hal ini tentu akan mengurangi
peran elit lokal dalam memengaruhi kebijakan daerah. Semakin
besar partisipasi masyarakat, semakin kecil peran elit lokal.
Untuk mempertahankan kepentingannya maka elit lokal ini
memengaruhi penyelenggara pemerintahan daerah baik DPRD
maupun pemerintah daerah untuk mengurangi atau menahan
laju dukungan terhadap partisipasi masyarakat. Jika hal ini
terjadi maka akan terjadi umpan balik penyeimbangan tersebut.
Selain itu, umpan balik penyeimbangan juga terjadi karena
kehadiran kondisi yang membatasi dukungan penyelenggan
perherintahan daerah terhadap partisipasi masyarakat. Pada
dasarnya, ketentuan tentang penyelenggaraan pemerintahan
daerah telah diatur dalam berbagai kebijakan pemerintah
pusat. Di era reformasi pemerintah pusat dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkannya telah memilih untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah. Selain berupaya meningkatkan, pengaflu-
261
kadar tertentu. Hal ini dilakukan untuk menjamin terselenggaranya partisipasi masyarakat ddam batas-batas tertentu. Hal
ini tentu menjadi pedoman bagi daerah untuk memberi ruang
partisipasi masyarakat sesuai koridor yang diberikan. Tentu
saja hal ini juga memberikan umpan balik penyeimbangan bagi
sistem partisipasi masyarakat.
Dalam model baku batas-batas pernrmbuhan ini terjadi
proses penguatan Qei,nforcernent) parisipasi masyarakat yang
terjadi karena berupaya mencapai tuiuan-tuiuan yang dikehendaki. Proses ini memperoleh keberhasilan dalam mencapai
tujuannya sehingga kembali memperkuat partisipasi masyarakat. Di sisi lain proses ini membawa dampak sampingan lain
yang menahan laiu keberhasilan tersebut, yakni berkurangnya
peran elit lokal dalam proses kebiiakan daerah. Hal itu tentu
mengganggu kepentingan elit lokal sehingga elit lokal ini berusfia mempertahankan kepentingannya dengan upaya menahan laiu partisipasi masyarakat. Terahannya laju keberhasilan
dalam proses partisipasi juga disebabkan oleh adanya kondisi
pembatas (constraint) seperti dukungan pemerintah pusat. Bagi
daerah, fakor ini merupakan konstanta karena berupa ketentuan normatif y*g mengatur batas-batas partisipasi masyarakat yang dapat dijalankan dalam pemerintahan daerah.
Secara umum, perilaku dinamis (behauiar oua ti.mel dari sistem
partisipasi masyarakat ini dapat dilihat dari gambar berikut
ini.
262
Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakatdalam Pemerintahan Daerah
1020o40
Time
Gambar
4 Perilaku
Tru"tS:T B:!;H*,
Masyarakat dalam
Peter
M.
Senge,
op.cit., p. 101.
263
Janet Vinzant Denhardt and Robert B. Denhardt. The New Public Seruice: Sming Not Steaing. (New York: M.E. Sharpe, 2003). P. 115.
Bab 6
Skenario Pengembangan Paftisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah
pai pada taraf pengeman hi.gh ci.ti.zenship atau acti.ue citizenship.DaIam loou ci.ti.zenshzp diasumsikan adanya "a bierarchical distribution of awthori.ty, with the greatest power wielded
by those 'at the top' and liale power exercised by otbers."a
fuumsi ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam distribusi
wewenzrng dalam pemerintahan ketika kekuasaan terbesar terletak di tangan elit yang berpengaruh sementara kekuasaan
yang lebih kecil dijalankan oleh pihak lainnya (dalam hal ini
adalah masyarakat).
Dalam kondisi lout citizenshi.p, dapat dipahami mengapa
peran elit lokal menjadi pengungkit dalam sistem partisipasi
masyarakat ini. Selain itu, dapat dipahami pula mengapa
dukungan pemerintah pusat memiliki pengaruh besar pula bagi
kinerja sistem partisipasi masyarakat. Baik elit lokal maupun
pemerintah pusat memiliki pengaruh besar terhadap penyelenggara pemerintahan daerah, yakni pemerintah daerah dan
DPRD, dalam mendukung partisipasi masyarakat. Keberadaan
elit lokal, pemerintah pusat dan penyelenggara pemerintahan
daeruh dalam satu simpal yang sama menunjukkan pengaruh
kekuatan hierarki dalam penyelengg araan pemerintahan daerah. Dengan demikian, sistem partisipasi berada dalam pengaruh politik kekuasaan (power politics) sebagaimana digam-
lbid., p. 49.
265
Ibid.
Mary M. Timney. oQyslseming Administrative Barriers to Citizen Participation: Citizens as Partners, notAdversaries" in Cheryl Simrell King
and Camilla Stivers. Gouemment is Us: Public Administration in an
Atztigoaemmmt Era. flhousand Oaks, California: Sage Publications,
1.99U.n9s.
266
Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah
kualitas partisipasi sering kali berkurang karena belum mencapu authentic parti.ci.pati.on maupun ci.tizen control. Timney
menulis sebagai berikut.
*The
7
8
Ibid.
Denhardt &, Denhardt, op.cit.
267
Untuk mencapai higb citi.zens&ap diperlukan politik partisipasi yang ditandai dengan kondisi "ordinary citi.zens engage in dialogue and discourse concetntng the di.recti.ons of
soci.ety and act based on moral principles such as those associated with the term ciui.c uirtwes.T Dalam politik partisipasi,
wargabiasa terlibat dalam dialog dan diskusi yang berkenaan
dengan arah pemerintahan yang dikehendaki oleh masyarakat
dan bertindak atas dasar prinsip-prinsip moral seperti yang
diasosiasikan sebagai suatu kebaiikan. Saran lain untuk mencapai politik partisipasi disampaikan pula oleh King 6c Stivers
yang menyatakan bahwa "democrati.zing public adtninistration means creati.ng the conditions under which citi.zens and
pwblic seruants can ioin in deliberating about, deciding" and
i.mplementing the work of public agencies."7o Politik partisipasi
dapat dicapai melalui demokratisasi administrasi publik dengan
menciptakan kondisi yang memungkinkan terjadinya keriasama antara watga dengan birokrat pelayanan publik ddam
membahas rencana, mengambil keputusan, dan menjalankan
pekerjaan-pekerjaan badan-badan publik.
Dalam prinsip demokrasi pada pemerintahan daerah, Box
dengan tegas menyatakan bahwa "the best public poli.cy deci-
ibid.
10 Cheryl Simrell King and Camilla Stivers. Gouqntnent i.s Us: Public Ad.tninistration in an Anti-gouernment Era. (Ihousand Oaks, California:
Sage Publications, 1998). P. L95.
268
Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah
12 Peter M.
Senge, op.cit.,
p.95.
270
Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah
10m3040
Time
271
Untuk menggunakan peran elit lokal ini sebagai pengungkit, perlu disimak kembali subsistem elit lokal yang menuniukkan bahwa pengaruh elitlokal dapatberkurang jika aktivitas
partisipasi masyarakat yang sebenarnya meningkat. Aktivitas
partisipasi masyarakat ini dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan daerah yang dalam hal ini
secara sirkuler dipengaruhi pula oleh pengaruh elit lokal.
Pengaruh elit lokal dalam proses kebijakan daerah pada dasarnya dapat memengaruhi kepercayaan publik jika masyarakat
mengetahui adanya pengaruh tersebut. Jika masyarakat tidak
mengetahuinya maka semakin minim pengaruh elit lokal dapat
memengaruhi kepercayaan masyarakat pada pemerintahan
daerah. Dengan demikian, pada dasarnya diperlukan semacam
keterbukaan (transparansi) dalam pemerinahan daerah sehingga dapat membatasi pengaruh elit lokal terhadap penyelenggfia pemerintahan daerah.
Pengaruh elit lokal tidak memungkinkan untuk ditiadakan
sama sekali. Keberadaan elit lokal merupakan hasil dari persaingan bisnis dan kekuasaan yang senantiasa ada dalam pasar
272
Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah
jadi justru penurunan kinerja sistem.partisipasi masyarakar (sebagaimana tampak dalam garis 3). Dalam hal ini, intervensi
moderat berarti adarryaperubahan sebesar 50/o ates fungsi peran elit lokal terhadap dukungan pemerintah daerah dan
DPRD sementara yang dimaksud dengan intervensi ekstrem
adalah adarrya perubahan sebesar 25o/o xas fungsi peran elit
lokal terhadap dukungan pemerintah daerah dan DPRD. Tentu
saja hasil simulasi dari intervensi ekstrem tersebut cukup
mengeiutkan namun dapat dijelaskan bahwa pada dasarnya
elit lokal memiliki kemampuan untuk memperrahankan eksistensinya. Perjuangan dalam mempertahankan eksistensi akan
memaksimalkan kemampuan elit lokal untuk menggunakan
segala cara dalam membatasi partisipasi masyarakat. Hal ini
sangat mungkin terjadi mengingat ketergantungan banyak aktor yang berada di DPRD dan pemerintah daerah terhadap
elit lokal ini. Untuk itu, hal yang perlu dijalankan dalam optimalisasi kinerja sistem partisipasi masyarakar dalam pemerintahan daerah adalah dengan membatasi pengaruh elit lokal
dalam proses kebijakan, bukannya dengan meniadakan pengaruh elit lokal sama sekali.
Upaya yang dapat dilakukan oleh DPRD maupun pemerintah daerah adalah dengan menyediakan perangkat hukum
maksimal bagi tersele nggar;anya partisipasi masyarakat. Tampaknya, pengaturan setingkat peraturan daerah diperlukan dalam hal ini sebagai peraturan pelalisana dari berbagai peraturan
perundang-undangan yang mendukung terjadinya partisipasi
masyarakat dalam pemerintahan daerah. Ketentuan hukum
273
iakan daerah.
Selain dengan menegaskan ketentuan tentang partisipaii
masyarakaq iengaruh elit lokal terhadap penyelenggara pemerintahan daerah juga dapat dikurangi dengan menegaskan
terjadiny4 transparansi ddam penyelenggarurrpemerintahan
daerah. Thansparansi ini dapat diwuludkan ddam benok keterbukaan informasi dan keterlibatan masyarakat secara otentik
sejak proses perumusan kebijakan daerah. Sebaiknya genuine
consultation dikembangkan dengan tidak melakukan sosialisasi
semata ketika kebijakan daerah sudah diputuskan. Perumusan
kebijakan daerah yang cenderung tertuhrp merupakan penye-
Untuk
diperlukan perangkat
274
Bab 6
Skenario Pengembangan Paftisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah
275
o
6
.CL
9,
E
(!
CL
10
2A
30
40
Time
kecil (sebesar 5o/o') sebagaimana terlihat dalam Gambar L6 maka akan dihasilkan garis perilaku dinamis (garis 2) yang lebih
276
Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah
gaimana tampak dalam Gambar L6. Sementara itu, jika intervensi melalui dukungan pemerintah pusat diperkuat lagi maka
kinerja sistem partisipasi masyarakat akan mengalami percepatan yang lebih signifikan. Hal ini tampak dalam garis 3 dalam
Gambar 16 ketika simulasi dilakukan dengan memberikan intervensi sebesar 25o/o terhadap dukungan pemerintah pusat.
Dukungan pemerintah pusat dapat dilakukan dengan menyediakan supervisi yang menjamin partisipasi masyarakat dalam
pemerintahan daerah. Supervisi ini dapat dilakukan dalam berbagu caru antaralain anjuran, pembimbingan, maupun pengawasan. Bentuk yang paling kuat tentu saja pengawasan.
Dengan memberikan dukungan partisipasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang lebih tingg dari peraturan
daerah maka pemerintah dapat melakukan pengawasan dalam
benntklegal reuiew. Dengan demikiarq pemerinah dapat membaalkan peraturan daerah yang tidak disusun melalui partisipasi masyarakat karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggr yang menjamin terja;dinya partisipasi masyarakat.
Selain pengawasan dalam bentuk legal reuiet u,pengawasan
juga dapat dilakukan dalam bentuk merit reui.ew, yakni pemerintah dapat membatalkan suatu kebijakan daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum. Oleh karena partisipasi
masyarakat merupakan cara y anglebih menjamin kepentingan
masyarakat melalui peluang terjadinya aspirasi dan pilihan ma-
277
syarakat setempat (local choice and local uoicel maka partisipasi umumnya lebih menjamin masuknya kepentingan masyarakat dalam kebijakan daerah. Dengan bersungguh-sungguh
menjalankan pengawasan atas kebijakan daerah maka sebe-
narnya pemerintah telah mendukung terselenggaranya partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah.
Dukungan pemerintah pusat yang dapat meningkatkan
kualitas partisipasi dalam setiap mekanismenya juga dapat dilakukan dengan mendorong terjadinya transparansi dalam proses kebijakan publik. Meskipun dalam beberapa peraturan
perundang-undangan sebagaimana telah dijelaskan dalam bahasan tentang dukungan pemerintah pusat pada bagian sebelumnya telah disebutkan kewajiban penyelenggara pemerintahan daerah untuk melakukan sosialisasi, konsultasi, dan
dengar pendapat dengan masyarakat tentangisu kebijakan publik tertentu namun umunnya trransparansi publik belum berlangsung secara efekif. Akibatnya, pengetahuan masyarakat
tentang persoalan kebijakan.tersebut masih sangat terbatas.
Dukungan pemerintah dapat ditingkatkan dengan mendorong
adanya peraturan daerah yang secara teknis mengatur tatacara
transparansi kebijakan publik tersebut. Selain mendorong adanya perda yang mengatur tentang transparansi publilq pemerintah juga dapat meningkatkan efektivitas partisipasi masyarakat dengan mendorong pemerintah daerah mengatru persoalan partisipasi masyarakat dalam bentuk peraturan daerah.
Dengan tersedianya peraturan tertinggi di tingkat daerah, pe-
278
Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah
nyelenggaraan pemerintahan daerah yang partisipatif lebih terjamin karena berb agu stakeholder dalan pemerintahan daerah
dapat saling mengontrol dan mengingatkan dalam proses
kebijakan daerah yang partisipatif.
.'2'
'6
,-- -'*2*'"---2
(!
o.
'.4
E
(s
o.
2 ,/'
-a---l-l
71
ns
Time
merintah pusat dapat mendukung optimalisasi deraiat partisipasi dengan menyediakan kebijakan yang mendukung tetladinya partisipasi masyarakat pada derajat citizen control.Jrka
hal itu dilakukan maka batas derajat partisipasi telah dilepaskan
sehingga dapat mencapai tingkatan yang lebih tingg. Simulasi
yang dilakukan juga membukikan hal ini. Jika constraintke'
bijakan partisipasi dikurangi dan bahkan partisipasi didukung
279
280
Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah
28'.,
liiau, impeachment
kepala daerah atau wakil kepala daerah yang tidak lagi mendapat kepercayaan masyarakat dan sebagainya. la
dalam bukunya yang berjudul lnternational Handbook of Local and Regional Gouenttnmt: A Comparatiae
Analysis of Adaanr.ed Detnocracies (Cheltenham: Edwar E)ga4 79941
bahwa penggunaan referendum sebagai mekanisme partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah telah dilakukan di berbagai negara
majr:, seperti Amerika Serikaq.Jerman, Swis, dan sebagainya- Pada dasarnya referendum memberikan peluang bagi masyarakat unhrk secara
langsung memunrskan kebiiakan daerah yang bersifat strategrs seperti
penenfiran pajak daerah, pemekaran atau penggabungan daenh, recall
282
Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah
kinerja sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah dibutuhkan dukungan pemerintah pusat yang lebih besar.
Dukungan ini berupa peraturan perundang-undangan yang
283
284
Penuttxp
ecara umum dapat disimpulkan bahwa partisipasi ma
syarakat dalam pemerintahan daerah mengalami peningkatan dalam era reformasi. Peningkatan partisipasi masyarakat mengacu pada pola Kurva S yang berarti ada peningkatan dalam tahapan awal era reformasi, namun secara perlahan peningkatan ini mengalami perlambatan hingga suatu saat
mengalami stagnasi. Akan tetapi, partisipasi masyarakat telah
berada dalam derajat yang lebih tings daripada periode per-
285
286
BabT
Penutup
masyarakat dan memperlancar.implementasi progtam pembangunan. Pada sisi lain, partisipasi masyarakat juga telah diar-lggap memadai untuk memberikan legitimasi atas produk
kebijakan daerahyang disusun oleh pemkot sekaligus berfungsi
sebagai sarana sosialisasi kebijakan daerah.
Berbeda dari pandangan dua stakeholder tersebut, penggiat LSM dan anggota masyarakat memandang partisipasi masyarakat dalam pemerintahan Kota Malang belum efektif. Hal
ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena kepentingan dan
287
Burns, Hambleton, 6c Hogget maka disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah telah mencapai
BabT
Penutup
sehingga
DPRD dan
Efektivitas ffansparansi pemerintahan daerah ini dapat ditingkatkan jika diatur melalui perangkat hukum yang tertinggi di
daerah yakni, peraturan daerah.
Selain itu, kinerja sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah dapat ditingkatkan melalui dukungan pemerintah pusat terhadap partisipasi masyarakat. Dukungan
pemerintah pusat ini merupakan faktor pembatas peningkatan
partisipasi pada derajat yang ideal, yakni citi.zen control.
Dengan demikian, faktor pembatas ini harus dikurangi dengan
meningkatkan dukungan pemerintah pusat yang mencakup
penyediaan mekanisme partisipasi yang memungkinkan ter-
BabT
Penutup
jang*
belum terealisasi. Adanya perbedaan pandangan artar-stakeholda pemerintahan &erah menunjukkan adanya kepentingan
yang berbeda. Satu pihak berkepentingan akan adanyapemerintahan partisipatif sampai padataraf. kendali warga sementara pihak yang lain berkepentingan unfik menyelenggarakan
pemerintahan partisipatif pada derajat tertentu yang terbatas
namun mencapai nilai-nilai efisiensi pemerintahan daerah.
Melihat situasi ini maka saran diperlukan suatu kajian yang
mampu menjawab kebutuhan untukmempertemukan dua kepentingan tersebut, yakni pemerintahan daerah yang efisien
dan partisipatif.
Saran lainnya didasarkan pada hasil penelitianyangmengungkapkan besarnya pengaruh dukungan pemerintah pusat
terhadap partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah.
Mengingat bahwa sistem dukungan pemerintah pusat ini belum
dipahami dengan baik maka diperlukan penelitian lebih lanjut
yang mampu melakukan konstruksi model dukungan pemerintah pusat terhadap partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah. Mengingat kelebihan pendekatan berpikir sistem
dalam menjelaskan kompleksitas dinamis dari sebuah sistem
maka sebaiknya konstnrksi model tersebut juga didasarkan
292
BabT
Penutup
293
294
Daft&t Pustalca
Almond Gabriel A and Sidney Verba. L984. Budaya Politik : Ti.ngkah
Laku Politik dan Demofuasi di Lima Negara. Penerjemah: Sahat
Simamora. Jakarta: Bina Aksara.
ry
Box, Richard C. 7998. Citizen Gouernance: Leading Arneri.can Cornmuni.ties i.nto the 2Ls Cmtury. Thousand Oala: Sage Publica-
fions.
295
So{t Systems
Mahodology
Sons.
tions.
Denhardt, Janet Vinzant and Robert B. Denhardt. 2003. The New
Publi.c Seruice: Seruing not Stetring. NewYork: M.E. Sharpe.
Dwivedi, O.P and Keith M. Henderson. 1999.'Nternarive Administration: Human- Needs-Centred and Sustainable' in Keith
M. Henderson and O.P. Dwivedi (edl. Bureaucracy and the
Alternatiues in World Perspectiue. New York St.Marrin's Press.
Esman, Milton J.
Norman T. Uphoff. 7984. Local Organi.za-
"nd
tions: Intermediaries
i.n
versity Press.
296
Daftar Pustaka
Pergamon Press.
ven,
CT Pluto
Press.
i.n
Pustaka Quantum.
297
Ife, James
Kingsley J. Donald. 1944. Represmtatiue Bareaucracy: An Interpretation of the Bitish Ci.uil Seruice. Yellow Springs, OH: Antioch
Press.
nesia.
298
Daftar Pustaka
NJ: Prentice-Hall.
Leach, Robert and Janie Percy-Smith.2007. Local Gouernance in
Britain. New York: Palgrave
Leach, Steve andJohn Stewart and Kieron'Walsh, 7994.Tlte Changing Organi.zation and Management of Local Gouernment. Lon-
don: MacMillan
Press.
Lee, Kenneth and Anne Mills. 1982. Policy Making and Planni.ng i.n
the Health Sector. London: Croom Helm.
Lee, Thomas W. 1999 . Usi.ng Qualitatiue Methods in Organizational
Resemch. Thousands Oaks, California: Sage Publications.
6c Sons.
299
Rahnema"
d.i.
300
Daftar Pustaka
Rondinelli, Dennis A. 1983. Deuelopmmt Proiects as Policy Experi.tnents: an Adaptiue Approach to Deuelopment Administration.
London: Methuen.
Rondinelli, Dennis A. and G. Shabbir Cheema. 1983. 'tmplementing Decentralizaion Policies: an Introduction.'in G. Shabbir
Cheema and Dennis A Rondinelli (ed). Decmtralirution and
D arclopment : Policy Implementation in Deueloping Countries,
Penerjemah:
Smith, Brian C.
of the State. London: George Alllen & Unwin.
Soejito, Irawan. 1952. Peraturan Daerah: Dasar-Dasar Hukumnia
dan Tjara Membuatnia. Djakarta: J.B. Volters.
Stoker, Gerry. 1991.The Politics of Local Gouernment. 2'd Edition,
301
Sumarto, Hetifah Sj. 2003. Inouasi., Partisipasi, dan Good Gouernance: 20 Prakarsa Inouatif dan Partisipatif di Ind.onesia.
Jakarta; Yayasan Obor Indonesia.
for
Disertasi
302
Daftar Pustaka
Jakarta.
Sujak, Abi. 2004. "Efektivias Pendekaan Berpikir Sistem dalam
Proses Perumusan Kebijakan Publik: RisetAksi di Dipenda Kabupaten Wonogiri." Disertasi Doktor Universitas Indonesia,
Jakarta.
TLilestari, Endang Wirj atni.2004. 'Model Kinerja Pelayanan Publik
dengan Pendekatan Systems Thinking dan System Dynamic:
Artikel
Adams, Brian. 2004. Public Meetings and.the Democratic Process.
Public Admini.strati.on Reuiear, Washington: Vol. 64, Iss. 1 (Jarr,t
Feb).
303
+001.
[uli).
+002.
I, Nomor 1, (Mei).
Irvin, Renee A. and John Sansbury. 2004. Citizen Participation in
Decision Making: Is It'Worth the Effort? Public Afuninistration Reuiat,Yol. 64, Iss. 1 (Jan/Feb).
King Cheryl Simrell and IGthryn M. Feltey and Bridget O'Neill
Sussel. 1998. The Question of Participation: Toward Authentic Public Participation in Public Administration. Public Admi.nistration Reuieut,July/August, Vol. 58, No. 4.
304
Daftar Pustaka
Laurian, Lucie. 2004. Public Participation in Environmental Decision Making: Findings from Communities Facing Toxic Waste
Cleanup. loumal of the American Planning Association, Chicago: Vol. 70,Iss. 1 ffinter).
Layzer, Judith A. 2002. Citizen Participation and Government Choice
in Local Environmental Controversies, Policy Studies lournal,
Urbana: Vol. 30,Iss. 2.
Mohan, Giles and lGistian Stokke. 2000. Participatory Development and Empowerment: the Dangers of Localism. Thirdworld
4'1,3
432.
Bacaan Lain
305
306
Daftar Pustaka
Koamadya Malang.
Sopanah, dkk. 2004. .'strategi Penguatan Partisipasi Masyarakat
dalam Pengawasan Proses Penyusunan dan Pelalsanaan APBD
Kota Malang". Laporan Peneliti.an Tidak Di.pwbli.kasi.kan
(Maret).
Susilo, Budhi, dan Unggul Cariawan dan Wahyudi Atmoko. 2004.
Buka Pelatihan Simulasi Komputer Pmdekatan System @namics. Jakarta: PT Sikindo.
United Nations. L975. Deuelopmmt Administration: Currmt Approaches and Trends in Public Admi.nistrati.on for Natiorial Deuelopment. NewYork.
Wilcox, David. L994. Guide of Effeai.ue Participati.on Brighton: Dela
Press, Available from www.partnerships.org.uk; Internet; Accessed
9 June2004.
307
308
LAMPIRAN TENTANG
METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan Berpikir Sistem dan Analisis
Sistem Dinamis
ersoalan partisipasi masyarakat pada dasarnya bukan persoalan
309
Tioskat* berpikir
310
Sementara itu, apabila seseorang berpikir pada tingkatan pola keiadian atau kecenderungan maka implikasinya tecermin dalam keputusan atau dndakan yang bersifat proakif terhadap masdah yang
Visible Manifestations
Trends and Combinations
Causal Relationships
Systemic Structure
H. kisis di
berpikir
sistem para
Sudarsono
H.
311
Dari pengertian tersebut dapat ditqntukan adanya beberapa kaa kunci dalam konsep sistem, yakni keseluruhan, interaksi, unsur, objik,
dan batas lingkungan, serta tuiuan.
Unsur dapat dipahami sebagai benda, baik yang bersifat abstrak
kesadaran berparrisipasi, aktivitas berpartisipasi, dukungan pemerintah daerah terhadap aktivitas partisipasi masyarakag dan sebagainya.
Pemahaman tentang keseluruhan dapat dimengerti bukan sebagai penjumlahan, agregasi, atau akumulasi dari unsur-unsur yang
ada, tetapi sebagai suatu sinergi antarunsur tersebut. Sinergi
ini me-
312
but. Kekuatan ini lebih besar dari sekadar penjumlahan unsur tersebut. Sinergi ini ditentukan oleh interaksi antarunsur tersebut. Interaksi
berarti pengikat atau penghubung antarunsur. Unsur yang berupa
kesadaran berpartisipasi masyarakat akan berinteraksi dengan unsur
aktivitas berpartisipasi masyarakat. Tingkat kesadaran berpartisipasi
masyarakat akan memengaruhi derajat aktivitas partisipasi masya-
313
4 lbid.,h.23-24.
s lbid,hal.25.
314
M.
'"gi.ue rne
worlt.s
M.
Senge,
op.cit., p. 3.
315
pikir sistem mengakui bahwa sebab dan fibat tidak bersifat linear
dan biasanya akibat dapat memengaruhi sebab.10
Selaniutny4 Balle menjelaskan pula bahwa secrua prakis terdapat tiga petunjuk tentang karakeristik berpikir sistem. Pertam4
berpikir sistem lebih memusatkan perhatian pada hubungan daripada
unsur. Hal ini dapat dipahami karena suatu sistem merupakan rangkaian unsur yang saling terkait. Melalui berpikir sistem dapat dipahami bagaimana setiap unsur berinteraksi satu sama lain untuk memperoleh hasil bersama. Kekuaan berpikir sistem terleak pada kernampuannya dalam melihat sfiuktur sistem sekaligus memengaruhi
316
Checkland 6c Scholes mengungkapkan bahwa dua kategori berpikir sistem tersebut tidak sekadar berbeda tetapi juga saling melengkapi.la Hal yang sama juga diakui oleh Maani & Cavana dengan
t1
i.n
Acti.on.
3'.17
menjelaskan bahwa dua ienis pendekaan itu bersifat saling melengkapi dan saling memperkuat ls Kondisi yang dapat saling melengkapi
dimensional (si
A way ofgenerating
debate and insight about
the real world
Ambiguous and multidimensional (multiple
Are integral parts of the
model
Sumben Kambiz E. Maani and Robert Y. Cavana. Systems Thinking and Model/in6 New Zealand: Pearson Education, 20fi)), p. 21.
318
Jay Forrester di
information
robust
319
t7 Ibid, p. 10.
320
ak
langsung
321
&
Sons' 1991)'
ini juga mampu memberi rasa percaya diri yang lebih besar dalam
merumuskan dan melaksanakan suatu keputusan. Pada dasarnya"
fokus utama prediksi dan kendali sistem berdasar analisis sistem dinamis berada pada model kebiiakan yang disusun.
dalam dua set model, yakni model dasar dan model baku. Model
dasar terdiri 2s2s smpat jenis, yakni model umpan balik positif yang
mempunyai karakter penguatan, model umpan balik negatif yang
mempunyai ciri pencapaian tuiuan atau penyeimbangan, model
kurva-S yang terjadi karena adanya keterbatasan sumber daya atau
kejenuhan, dan model osilasi yang teriadi karena kejadian yang berol*g.Model balat (archtype) memiliki delapan model yang &pat
re
322
p.20.
bd
yxrg
DINAMIS
Pendekatan berpikir sistem (qstems thinkingl dryMakandalam
penelitian ini dengan mempertimbangkan beberapa hal. Pertama,
adanya kesadaran bahwa partisipasi masyarakat dalam pemerintahan
daerah berada dalam situasi komplel<sitas dinamis (dynamic complexity). Kedua, penelitian ini berupaya untuk memahami akar dari
permasalahan yang mendera partisipasi masyarakat melalui deteksi
atas stnrktur sistemis (systemic structure) daripada sekadar melihat
kejadian-kejadian yang kasat mata (atmts).Iktiga, adanya kehendak
untuk mendorong tindakan antisipatif serta mencari solusi atas persoalan kegagalan pencapaian partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah.
2r
323
analisis
kualiatif berdasarkan
John
324
Problem Recognition
(who cares, and why)
Stage
Stage
Qualitative Analysis
(bright ideas and pet theories)
Stage
Simulation Modeling
(special computer simulation languages)
Model testing
Stage
and
Simulation
Exploratory Modeling
Poliry Design by
(assessment by judgment)
lnsights
ldeas
I
I
+
(objective function)
Policy Design by Optimization
Robust Policies
practical
dalam bagian awal tirlisan ini. Permasalahan pokoknya adalah mengapa partisipasi masyarakat belum benar-benar terwuiud dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah meskipun telah diamanatkan
dalam undang-undangpemerinahan daerah dan telah meniadi ama-
'
'o
John
Creswell. ibld.
326
partisipasi
dalam pemerintahan
daerah ini dilaksanakan untuk menielaskan dina$dka partisipasi masyarakat pascaberakhiniya Orde Baru. Renangwaku ini dipilih dengan
mempertirrfiangkan muncul dan diterapkannya WNo. 22 Tahun 1999
terjadi pada rrasa setelah berakhirnya Orde Baru. Periode UU tersebut
dipilih karena dalam periode ini tersedia ruang gerak yang lebih besar
bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemerintahan daerah.
Tirhap penggambaran sistem dilakukan untuk memahami suatu
ini
327
fikasi aliran fflow) yangdapat menyebabkan perubahan kondisi tersebat. Keempaf, memeriksa adarrya koneksi antar aliran, termasuk
kemungkinan adanya waktu unda (delay). Kelima,mengidentifikasi
adanya aliran pengendali (controlling flow) yang memengaruhi sistem
tercebat Keenan, mengidentifikasi pengaruh informasi atau tindakan
sition mabod.
328
Dukungan
pmerintah
pust
Setelah mengembangkan diagram pengaruh, perhatian selanjutnya beralih ke tahap ketiga, yakni analisis kualitatif. Harapannya
adalah untuk memperoleh penjelasan yang lebih baik terhadap persoalan yang dihadapi. Dalam analisis sistem dinamis, hal ini merupakan ahapan yang sangat penting untuk mencapai hasil nyata. Da-
329
x
tt
lbid.p.10-11.
John
330
331
Peserta dalam diskusi kelompok fokus ditetapkan secara purposif dari berbagai kelompok aktor yang relevan dalam masalah penelitian. Peserta adalah anggoa masyarakat yang terlibat dalam ke-
gatan partisipasi, tokoh informal masyarakag pengurus asosiasi kemasyarakaan, anggota DPRD, peiabat perangkat daerah, dan pengurus partai politik, serta akademisi yang menaruh perhatian terhadap
masalah penelitian. Informan kunci yang diperoleh dari hasil diskusi
tian, dalam hal ini peneliti memainkan dua peran, baik sebaguknown
inuesti.gator maupvn wnhnown inuatigator. Dalam pengamaan yang
digunakan adalah schedule yang memungkinkan enumerator memperdalam jawaban responden dengan mengisi peranyaan terbuka
sebagai pelengkap dari peranyaan tertutup sebagaimana yang telah
332
333
ada dua jenis validasi yang dilakukan yakni validasi struktur dan
validasi kinerja. Validasi struktur merupakan proses mencapai kesahihan diagram simpal kausal sementara validasi kinerja merupakan
proses mencapai kesahihan diagram stok aliran atau model simulasi,
334
aktivias
335
336
Tenntnrlg Penu1is
Or. tvtiriibur Rahman Khairul Muluk
lahir di Surabaya pada tanggal 10 Mei
1971 menamatkan pendidikan s arlana
administrasi negara fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya
pada ahun L994 d^npendidikan magister dengan konsentrasi pengembangan sumber daya manusia di Program Pascasarjana Universitas Brawijaya pada tahun L999 (cumlaude).
Penulis merampungkan pendidikan
dokor pada Program Pascasarjana Departemen Ilmu Administrasi
Universitas Indonesia dengan minat khusus pemerinahan daerah
pada tahun 2006 dengan predikat cumlaude. Penulis yang aktif
mengelola jurnal ilmiah ini sering kali menulis artikel, terutama tentang pemerintahan daerah yang dimuat di berbagai jurnal ilniah di
negeri ini, seperti Bzszrs dt Birofuasi, Manaiemen dv Usahawan,lttrnal
lwnal llmiah Admini.stasi. Publi.k, Forum Inouasi., darr
Desmtrali.sasi.,
Adminisaasi Universitas Brawijaya" penulis juga aktif sebagai konsultan pemerintahan daerah
337
338