Anda di halaman 1dari 361

Dr. Mujibur Rahman KhairulMuluk, M.Si.

Menggu gat Partisipasi Publik


dalam Pemerintahan Daerah
Sebuah Kajian Administrasi Publik dengan
Pendekatan Berpikir Sistem

Diterbitkan atas kerjasama antara

.------

fffi ---.---oensan

ffi naffi

Frr'mtsmw

rHl
I

Bayumedia Publishing

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian Administrasi Publik dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Penulis

Dr. Mujibur Rahman Khairul Muluk, M.Si.


Editor
Setiyono Wahyudi, Yuyut Setyorini,
dan lndro Basuki
Layout
Dian Triyani
Cover

Heru Sugihartoyo
Edisi Pertama

Cetakan Pertama, November 2007


Diterbitkan oleh

ecntmeAr Publbhhg
Anggota IKAPI latim
Jalan Puncak Yamin No. 20, Malang
Telp/Facs : (0341 ) 580538
E-Mail : Bayumedia@telkom.net

t[il8[0[[ffiffi

fl[,ummw

ISBN: 97&979-3323-1 4-5

Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian


atau seluruh isi buku ini ke dalam bentuk apapun, secaraelektronis maupun mekanis, termasuk
fotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.
Undang-Undang Nomor 1 9 Tahun 2000 tentang Hak Cipta, Bab Xll Ketentuan Pidana, Pasal
72, Ayat(J.|,(a, dan (6).

Menggu gat Partisipasi Publik


- dalam Pemerintahan
Daerah
Sebuah Kajian Administrasi Publik dengan
Pendekatan Berpikir Sistem

SAMBUTAN

Prof. Dr. Bhenyamin Hoessein


Pemerintahan
Daerah Universitas lndonesia
Curu Besar
Sudah lama Moh. Hatta berpendapat bahwa desentralisasi pada

hakikatnya merupakan otonomisasi suafut masyarakat. Dengan


diselenggarakannya desentralisasi oleh pemerintah, masyarakat yang
sebelumnya tidak memiliki otonomi menjadi berotonomi. Masyarakat dapat membuat kebijakan dan melaksanakannya sendiri berdasarkan prakarsa sendiri sesuai aspirasi, kondisi, dan potensinya.
Pendapat tersebut menggiring kita untuk melihat bahwa masya-

rakat sebagai pemilik otonomi daerah. Otonomisasi masyarakat akan


memungkinkan terjadinya pemerintahan daerah yang berbasis pada
localuoice danlocal choice. Olehl<arena itu, dapat dipahami mengapa
kebijakan desentralisasi era reformasi sebenarnya membawa paradigma yang berbeda dengan kebijakan desentralisasi pada era Orde Baru.

Kebijakan desentralisasi era reformasi menganut local democracy


model yang sangat berbeda dengan strwctural effici.ency model seperi
yang dianut dalam era Orde Baru.
Local democracy model dalam pemerintahan daerah menuntut
adanya partisipasi masyarakat yang nyata dalam penyelenggaraan

otonomi daerah. Tentu saja hal ini tidak mudah karena masyarakat
telah terbiasa hidup dalam kerangka mobilizedpartici.pation selama
era Orde Baru. Di era reformasi, partisipasi masyarakat Perlu terus

dikembangkan dalam praktik pemerintahan daerah sehingga semangat demokratisasi pemerintahan berjalan dengan baik. Kondisi
tersebut tentu tidak lagi membutuhkan partisipasi yang dimobilisasi,
melainkan autonornous participation.

Partisipasi otonom tidak mudah dicapai karena terdapat banyak


persoalan yang menghambat. Misalnya, desentralisasi yang seharusnya mendorong partisipasi masyarakat justru dipahami sebagai
penyerahan wewenang pemerintahan oleh elit nasional kepada elit

lokal. Akibatny4 keberadaan masyarakat yang berotonomi bersifat


pinegiran. Masyarakat bukan lagi sebagai subjek teapi objek dari
otonomi daerah. Secara keseluruhan, implemenasi kebijakan desentralisasi mengarah pada meamorfosis dari otonomi daerah menjadi
q,asi nuereignty d^ndari pemerintahan daerah menjadi local state.
Dalam situasi dibutuhkannya partisipasi masyarakat yang otonom dan realia terjadinya partisipasi masyarakat yang masih lemah
dalam menghadapi kekuatan elit maka kajian M.R. Khairul Muluk
ini membawa ansin segar dalam upaya penguatan partisipasi masyarakat. Kekuatan kaiian ini terletak pada upaya memusatkan perhatian
pada partisipasi masyarakat di tingkat pemerintahan daerah yang
mencakup rentang kewenangan mengatur (policy making) dan
mengruus tpoh"y implemmtation). Kaiiandari segi administasi publik ini mengungkapkan kondisi partisipasi masyarakat sekarang
dengan baik sekaligus menawarkan alternatif solusi yang dapat mendorong teriadinya partisipasi masyarakat dalam pemerinahan daerah.
Hasil kajian ini akan memudahkan para pengambil kebijakan, baik
di tingkat lokal maupun di tingkatpusat untuk mendorong parrisipasi
masyarakat dalom penyelengg:uaan otonomi daerah sesuai perannya
masing-masing. Dengan demikian, otonomi daerah yang berlangsung
dapat membuahkan hasil bagi masyarakat secara keseluruhan.

Jakana, November 2007

Prof. Dr. Bhenyamin Hoessein

vt

SAMBUTAN 2
Prof. Dr. Eko Prasoio
Curu Besar Administrasi Publik Universitas lndonesia
Paradigma penyelenggaraan pemerintahan kini telah bergeser
gouernment
menuju gouernAnce. Paradigma baru ini bercirikan
dati
adanya multiaktor dalam penyelenggaraan pemerintahan. Aktoraktor tersebut meliputi state, ciuil soci.ety, dan priu6te. Keterlibatan
para aktor ini mengakhiri era monopoli state dalampenyelenggaraan
pemerintahan. Dengan demikian, pemerintahan tidak lagi berdasar
pada otoritas negara semata dan dijalankan dengan menganddkan
sanksi pemerintah. Pemerintahan dijalankan berdasarkan self organizrng dan stable networks antarberbagai institusi dan aktor dari
negara. Paradigma baru ini telah mengubah mode interaksi dari kekuasaan dan kontrol menuju pertukaran informasi, komunikasi, dan
persuasi. Kepemerintahan yang bark (good gouernance) diperlukan
agar paradigma baru tersebut dapat berjalan dengan baik untuk mencapai tujuannya, yakni kesejahteraan'dan keadilan. Kepemerintahan
yang baik dapat dipahami sebagai "the complex mechanisms, prorelationships and i.nsti.tution through which ci.tizens and groups
drticulate thei.r interest, exercise their rights and obligati.ons and mecess,

di.ate tbeir differences" (UNDB 1997).

Pemahaman tentang kepemerintahan yang baik tersebut menunjukkan betapa pentingkemitraan antara pemerintah dengan unsur
masyarakat. Kemitraan tersebut memiliki mekanisme, proses, hubungan, dan institusi yang kompleks. Esensi dari kepemerintahan
yang baik pada dasarnya adalah legitimasi, akuntabilitas, efektivias
manajemen, dan ketersediaan informasi tentang peraturan' prosedur,

vtl

dan hasil. Legitimasi berarti adanya derajat akseptansi masyarakat


terhadap pemerintah. Akuntabilitas menuntut adanya jaminan
legitimasi melalui kinerja yang dapat dipertanggungjawabkan kepada

publik. Efekivitas manajemen mengandung orientasi kineria dan


prosedur yang transparan. Esensi kepemerintahan yang baik ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan pemerintahan yang berbasis pada
hubungan yang baik anara pemerinah dan masyarakat. Tirjuan penguatan hubungan baik tersebut adalah untuk mencapai kebijakan publik yang lebih baik, kepercayaan masyarakat yang lebih besar kepada

pemerintah dan untuk menjamin proses demokrasi yang lebih kuat.


Proses demokrasi dalam pemerinahan berbasis pada kualitas
dan kuantitas keterlibatan masyarakat dalam penyelenggiuaan urusan

pemerintahan. Keterlibatan masyarakat dalam pemerintahan menjadi


suatu keharusan karena beberapa sebab. Masyarakat adalah pemilik

kedaulatan apalag. untuk sebuah negara yang dengan tegas menyatakan berdasarkan pada kedaulaan rakyat. Masyarakat adalah pembayar pajak yang hasilnya digunakan untuk membiayai operasional
pemerintahan. Masyarakat adalah subjek pembangunan dan bukannya obiek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan maka masyarakat seharusnya terlibat mulai dari perencanann, pelaksanaan, evaluasi, dan penerimaan manlaat pembangunan.

Dalam paradigma baru kepemerintahan yang bai\ tidak diragukan lagi akan arti penting kemitraan antara pemerintah dan masya-

rakat. Konsekuensinya adalah adanya kebutuhan akan partisipasi


masyarakat untuk mencapai tuiuan-tuiuan negara. Pada dasarnya,
desentralisasi di Indonesia menghendaki adarrya partisipasi masyarakat yang lebih besar dalam pemerintahan daerah. Dalam berbagi
kajian, tampaknya belum menunjukkan pertanda telah tercapai
kondisi ideal. Banyak hambatan yang menghalang sehingga partisipasi

vill

nyata masyarakat belum terwujud. Kajian yang dilakukan oleh M.R.


Khairul Muluk ini memberikan sumbangsih yang sangat berharga
bagi upaya mewujudkan partisipasi masyarakat dalam penyelengga-

raan otonomi daerah. Kajian ini dengan baik telah menunjukkan


gambaran yang mencerminkan kondisi nyata partisipasi masyarakat
dalam pemerintahan daerah di Indonesia. Kondisi tersebut menunjukkan adanya ragam mekanisme partisipasi, rendahnya kesadaran
berpartisipasi, dominasi peran elit lokal dalam pembuatan kebijakan
daerah, serta peran pemerintah daerah dan DPRD.
Selain itu, buku yang merupakan hasil disertasi penulis ini juga
menampilkan beberapa kebaruan penting dalam khazanah partisipasi
masyarakat dalam pemerintahan daerah. Susunan tang1a baru par-

tisipasi masyarakat merupakan hasil sintesis penulis antara t^ngga


realitas dan tangga teoretis. Tangga baru ini diyakini oleh penulis
sebagai tangga partisipasi yang lebih cocok bagi Indonesia. Selain
itu, kajian ini berhasil menampilkan model sistem partisipasi masyarakat yang begitu kompleks sekaligus berhasil menyederhanakannya
dalamarchetype (model baku) sistem partisipasi masyarakat. Dengan
model baku tersebut kita semua menjadi sadar tentang perilaku sistem
partisipasi masyarakat sekaligus telah membantu banyak pihak untuk
merumuskan jalan menuju pengembangan partisipasi masyarakat.
Tentu banyak pelajaran berharga yang dapat disimak dari kajian

ini

dan semoga mampu membantu pencapaian tujuan pemerintahan


secara efektif.

Jakarta, November 2007

Prof. Dr. Eko Prasoio

tx

,':

'

:f','

KATA PENGANTAR
Era reformasi membawa angin perubahan yang besar dalam
pemerintahan daerah di Indonesia. Perubahan dari structural fficiency model (sebagaimana tecermin dalam kebijakan UU No. 5
Thhun L974) menjadt local d.emoaacy model (sesuai W No. 22
Thhun L999) telah membawa semangat pemerintahan daerah yang
mengedepankan partisipasi masyarakat. Akan teapi, partisipasi masyarakat yangnyata dalam pemerintahan daerah tak kunjung terealisasi hingga munculnya UU No. 32 Thhun 2004 sebagai penyempurnaan daii UU No. 22Tahun L999. Hinggakini partisipasinyata
dari masyarakat sebagai unsur utama daerah otonom dalam otonomi
daerah tetap belum menampakkan tanda-tanda peningkatan. Untuk

itu, diperlukan kajian yang memadai tentang partisipasi masyarakat


dalam pemerintahan daerah sehingga dapat diperoleh alternatif penyelesaian masalah yang mampu mendorong terjadinya percepatan
partisipasi masyarakat. Dengan berbekal pendekatan berpikir sistem
kajian tersebut dilakukan dalam kajian ini. Harapannya ini adalah
ditemukan suatu pengungkit yang mampu mencapai percepatan par-

tisipasi melalui perubahan kecil saja dari parameter paling sensitif


d"l"q sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah.
K"ji"n ini dilaksanakan selama menempuh pendidikan doktor
dalam minat administrasi publik pada Program Pascasarjana FISIP
Universitas Indonesia. Segala puji bagl Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan pertolongan-Nya sehingga penulis

ini

dengan baik. Semoga Allah swt.


senantiasa melindungi hamba-Nya dan menunjukkan jalan yang benar
dalam mengarungi bahtera kehidupan ini.

dapat menjalani proses studi

xl

Banyak pihak yang telah membantu dan berjasa selama proses


pengkaiian ini sehingga uqrpan terima kasih saja tidak cukup untuk
membalas jasa-jasa tersebut, namun hanya itu yang dapat diberikan
karena berbagai keterbatasan yang ada. Penghargaan mendalam penulis sampaikan kepada Prof, Dr. Bhenyamin Hoessein baik selaku promotor, Ketua Program Pascasarjana, naupun guru bagi penulis. Penghargaan mendalam juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir.
Syamsul Ma'arif dan Prof. Dr. Eko Prasojo selaku tim promotor yang

telah memberikan dorongan dan bantuan selama proses bimbingan


dalam masa penelitian. Penghargaan iuga kami sampaikan kepada
guru-guru yang telah memberikan pencerahan dalam bidang ilnu
administrasi dan membangun semangat akademis, terutamabagi Prof.
Dr. Azhar Kasim dan Prof. Dr. Martani Huseini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan pada guru-guru

di FIA Unibraw, Prof. Dr. M. Irfan IslamS Prof. Dr. Solichin AW,
Prof.Ismani, H.P, hof. Z.!t- Achmady Prof. Dr. Syamsiar Indradi,
Prof. Dr. Soesilo

hvhar, Dr. Soemartono, Dr. Bambang Supriyono,

M.S., Drs. Choirul Saleh, M.Si., Drs. Bamtang S.H., M.S., Drs. Irwan
Noor, M.A., dan Drs. Soekanto, M.S. Terima kasih yang rulus juga
penulis sampaikan kepada mantan Dekan'FIA Unibraw, Drs. Kera-

hadi, M.Com.
Terima kasih disampaikan terutama bagi istri penulis, Lina Sulistyati yang tak pernah lelah memberi semangat dan fasilitas kondisi

untuk tetap berkarya dan bagi anak-anak tercinta Dina RahmaAdila,


Muhammad Mushlih Madani, Ahmad Mushthofa Shobirin, dan Hud
Abdullah Nur, serta LuqmanYasin. Penghargaan juga kami sampaikan
pada Ayahanda

H. Chairul Muluk dan Ibunda Salimah yangtanpa

kenal lelah telah mendidik penulis dalam kebaikan. Kepada mereka


semua penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas

xtl

berbagai dukungan yang diberikan. Selain itu, karena keterbatasan

ruang yang ada, penulis mohon maaf karena masih banyak pihak
yangtidak dapat disebutkan satu persatu namun teap berharga dalam
karya ini.

Akhirnya, penulis menyadari banyaknya keterbatasan dalam


studi ini sehingga saran dan kritik bagi penyempurnaan karya ini
tetap terbuka lebar bagi siapa pun. Dengan segala kerendahan hati
kami menerima saran tersebut. Kami berharap studi ini membawa
manfaat bagi masyarakat sekaligus bagi pengembangan ilmu administrasi publik khususnya pemerintahan daerah.

Malang, November 2007

Dr. M.R. IGairul Muluk, M.Si.

xilt

,:i
.a

xw

DAFTAR ISI
Sambutan 1 Prof. Dr. Bhenyamin Hoessein
Curu Besar Pemerintahan Daerah Universitas lndonesia ....
Sambutan 2 Prot. Dr. Eko Prasoio

Curu Besar Administrasi Publik Universitas Indonesia ........


xl

Kata Pengantar ..............

Daftar lsi ...............


Daftar Gambar
Bab

............:..........

xv
xix

KOMPTEKSITAS MASATAH PARTISIPASI PUBLIK DALAM

PEMERINTAHAN DAEMH DI INDONESIA.........


A. Merumuskan Masalah Partisipasi Publik Melalui
Pendekatan Berpikir Sistem.........
B. Signifikansi Kajian Partisipasi Publik dalam Pemerintahan
Daerah.......

t6
L9

Bab 2

KAIIAN KRITIS PARTISIPASI PUBTIK DATAM


PEMERINTAHAN DAERAH ................
A. Partisipasi dalam Perspektif Administrasi Publik

B. Posisi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah ............


C. Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah.....
D. Derajat Partisipasi Masyarakat
E. Analisis terhadap Hasil Penelitian Terdahulu tentang
Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

27
28
38

44
57
78

Bab 3

MEKANISME PARTISIPASI MASYARAKAT


A MusyawarahPerencanaanPembangunan
B. Masa Reses

C. Rapat Terbuka DPRD


D. Rukun Gtangga dan Rukun Warga
E. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan
F. Kontak Publik via Situs Interner Pemkot Malang .........
G. Kunjungan Kerja Anggota DPRD
H. Konsultasi Publik
I. MekanismeAlternatif

89
97
98

706

712
776
7L9
722

126
128

Bab 4

MENGGUGAT EFEKTIVITAS PARTISIPASI

MASYARAKAT
A Deraiat Partisipasi Publik
B. Menyusun Tangga Partisipasi Baru yang Lebih Tepat ...

137

156
165

Bab 5
STRUKTUR SISTEMIS DATAM SISTEM PARTISIPASI

MASVARAKAT
177
A. Subsistem Aktivitas Partisipasi Masyarakat.
t78
B. Subsistem Pendidikan Politik Masyarakat.
786
C. Subsistem Kesadaran Berpartisipasi Masyarakat........... L93
D. Subsistem Organisasi Loka1..........
201
E. Subsistem Elit Lokd....
270
F. Subsistem Dukungan Pemerintah Daerah
.. 224
G. Subsistem Dukungan DPRD
.. 233
H. Dukungan Pemerintah Pusat..........
240
xvl

Bab 6
SKENARIO PENGEMBANGAN PARTISIPASI MASYARAKAT

DATAM PEMERINTAHAN DAERAH ................

253

BabT
PENUTUP

285

DAFTAR PUSTAKA...

295

LAMPIRAN TENTANC METODE PENETITIAN


Pendekatan Berpikir Sistem dan Analisis Sistem Dinamis ....

309

TENTANG PENUTIS

337

xvtt

xviii

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Tangga Partisipasi dari Sherry

funstein

Gambar 2
R.t"ng li"gkop kekuasaan warga dari Burns, Hambleton,

59

&

Hoggett
Gambar 3
Tangga Pemberdayaan dari Burns, Hambleton, 6c Hogget

..

64

..

69

Gambar 4
Karakteristik Uama Ruang Lingkup Sub-Local Government
dalam setiap Tangga Pemberdayaan Warga dari Burns,
Hambleton, 6c Hogget...

76

Gambar 5
Diagram Pengaruh Subsistem Aktivitas Partisipasi
Masyarakat
Gambar 6
Diagram Pengaruh Subsistem Pendidikan Politik Masyarakat 1'92
Gambar 7
Diagram Pengaruh Subsistem Kesadaran Berpartisipasi

Masvarakat

799

xtx

Gambar 8
Diagram Pengaruh Peran Organisasi Lokal

209

Gambar 9
Diagram Pengaruh Peran Elit Lokal

223

Gambar 10
Diagram Pengaruh Dukungan Pemkot terhadap Parisipasi

Masyarakat

233

Gambar 11
Diagram Pengaruh Dukungan DPRD terhadap Parrisipasi

Masyarakat

240

Gambar 12
Diagram Simpal Kausal Sistem Partisipasi Masyarakat dalam
Pemerintahan Daerah

256

Gambar 13

Model Baku Batas Pernrmbuhan dari Sistem Partisipasi


Masyarakat dalam Pemerintohan Daerah

259

Gambar 14
Perilaku Dinamis Sistem Partisipasi Masyarakat dalam
Pemerintahan Daerah

263

Gambar 15
Perilaku Dinamis Hasil Simulasi Intervensi Melalui Peran

Elit lokal

27L

xx

Gambar 16
Perilaku Dinamis Sistem Partisipasi pada Pra dan Pascaintervensi
Dukungan Pemerintah Pusat dengan Batas Partisipasi Tetap 276
Gambar 17
Perilaku Dinamis Sistem Partisipasi Masyarakat pada Intervensi
Pemerintah Pusat Melalui Penyediaan'Mekanisme Partisipasi
yang Lebih

Tinggr

279

Lampiran
Gambar Tingkatan Berpikir

Sistem

Thbel Perbedaan Antarpendekatan dalam Berpikir Sistem


Gambar Proses Sistem

Dinamis

311.

...

318
325

Gambar Pengaruh Partisipasi Masyarakat dalam


Pemerintahan

Daerah

329

xxl

xxil

Ko-pleksitas
fu[asalah
Partisipasi Publik

dalam
Pemerintahan
Daerah di
Xndoxnesia

.1

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

ebijakan desentralisasi di Indonesia era reformasi me


nempatkan masyarakat sebagai pilar utama pemerintahan daerah. Tujuan ideal yang dikandung oleh
kebijakan tersebut terfuang dalam penjelasan umum UndangUndang Nomor 22Tahun 1999. Ada empat tujuan yang hendak dicapai, yakni: memberdayakan masyarakat, menumbuh"
kan prakarsa dan kreativitas masyarakat, meningkatkan peran
serta masyarakat, dan mengembangkan peran dan fungsi
DPRD.
Kini, UU Nomor 22Tahun 1"999 telah disempurnakan
dengan UU Nomor 32 Tahun 2004. Undang-undang baru ini
tetap mengusung semangat reformasi dengan menempatkan
masyarakat sebagai pilar utama pemerintahan daerah. Konsideran dan penjelasan UU pemerintahan daerah yang baru ini
menegaskan bahwa pemerintahan daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Dengan demikian, pada dasarnya dua undangundang pemerintahan daerah di era reformasi membawa semangat yang sama, yakni penyelenggaraan pemerintahan daerah secara partisipatif.
Isi dua kebijakan tentang pemerintahan daerah tersebut
ielas menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat. Hal
ini dinyatakan secfia tersirat dalam pengertian desentralisasi
pada kedua undang-undang tersebut, intinya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada masyarakat bukan
kepada pemerintah daerah. Dua kebijakan tersebut mengakui

Bab

Komplekitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di Indonesia

posisi masyarakat yang dapat disimak dari hakikat yang ter-

tuang dalam definisi otonomi daerah dan daerah otonom.


Sebagai subiek, masyarakat mempunyai kewenangan qntuk
mengatur dan menyelesaikan urusalrnya sendiri sesuai aspirasi
setempat. Semangat ini jelas berusaha,memPertegas bahwa po-

sisi masyarakat merupakan subjek otonomi bukan objek otonomi. Secara eksplisit kebijakan desentralisasi tersebut juga

mengungkap hakikat otonomi sebagai wewenang mengatur


dan mengurus. Hoessein mengungkapkan bahwa semangat ini
sesuai dengan hakikat desenmalisasi yakni otonomisasi suatu
masyarakat dalam wilayah teftentu.l
Berdasarkan tujuan, isi, dan semangat yang dibawa oleh
UU Nomor 22Tahun 1999 dan UU Nomor 32 Tfiun 2004,
berarti telah terjadi pergeseran model pemerintahan lokal bila
dibandingkan kebijakan desentralisasi sebelumnya, yakni UU
Nomor 5 Thhun 1,974. Saat ini, structwral ffici.ency modpl
telah bergeser menjadi local democracy model. Meski pergeseran antarmodel tersebut bukan yang pertama dalam rentang
sejarah perubahan kebiiakan pemerintahan daerah di Indonesia, namun pengutamaan model yang terakhir ini mempertegas
fungsi desentralisasi untuk mengakomodasi kemajemukan aspirasi masyarakat lokal. Kebijakan desentralisasi ini melahirkan
political uari,ety untuk menyalurkan local uoi.ce dan local

Bhenyamin Hoessein. Kebijakan desentralisasi. Iurnal Administrasi


Negara" (Vol. II, No. 2, Mareg 2002)z t-5.

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

choice.z Dalam model ini jelas terlihat bahwa kebijakan desen-

tralisasi di lndonesia menghendaki penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berbasis pada panisipasi masyarakat Partisipasi menjadi konsep penting karena masyarakat ditempatkan
sebagai subjek utama dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
Arti penting partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dikemukakan oleh banyak ahli, seperti
Almond Ec Verba yang membedakan partisipasi masyarakat
dalam pemerintahan pusat dan daerah.3 Pakar lainnya seperti
funstein juga mengemukakan arti penting partisipasi masyarakat serta kebutuhan untuk mengukur kadar partisipasi tersebut melalui hdda of citizen participation.a Dalarnadministasi

ibid.

Menarik sekali untuk memerhatikan kajian Gabriel A. Almond dan


Sidney Yerba. Budaya politik: tingkah laha politik dan demokrasi ili
lima negara. (Jakarta: Bina Aksara, 1984). Ahli ini mengungkapkan
betapa berartinya partisipasi dalam pemerintahan daerah bagi masyarakat. Kajian tersebut mengungkapkan hasil bahwa meskipun pengaruh
pemerintah pusat dirasakan lebih besar daripada pengaruh pemerinah
daerah dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, namun masyarakat
merasa lebih dapat memengaruhi pemerintah daerahnya daripada memengaruhi pemerintah pusat. Hal ini ditunjukkan pula dengan aktivitas

partisipasi masyarakat yang lebih besar untuk mencoba memengaruhi


pemerintahan daerah daripada pemerintahan pusat.
Sherry R. Arnstein. 'Eight rungs on the ladder of citizen participation'

in Edgar S. Cahn and Barry A Passet. Citizen Participation: Effecting


cornrnunity cbange. (New York: Praeger Publishers, 1971).

Bab

Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di Indonesia

pembangunan, Korten menyatakan betapa pentingnya partisipasi dalam berbagai proses pembangunan sehingga pembangunan dapatdiialankan untuk meningkatkan martabat manusia sebagaimana tertuang dalam gagasan dasarnya people
centered deuelopmenf.s Masih banyak ahli lain yang mengungkapkan betapa pentingnya partisipasi masyarakat dalam

pemerintahan termasuk dalam pemerintahan daerah. Para


pakar tersebut antaralain Burns, Hambleton, & Hogget yang
menunjukkan pentingnya partisipasi sebagai strategi untuk menyalurkan aspirasi masyarakat (uoice) dalam proses pemerintahan daerah.6
Arti penting partisipasi pada intinya terletak pada fungsinya. Fungsi pertama.adalah sebagai sarana swaedukasi kepada
masyarakat mengenai berbagai persoalan publik. Dalam fungsi
ini, partisipasi masyarakat tidak akan mengancam stabilitas
politik dan seyogyanya berjalan di semua jenjang pemerintahan. Fungsi lain dari partisipasi.adalah sebagai sarana untuk
menampilkan keseimbangan kekuasaan antaramasyarakat dan

David. C. Korten. 'Pembangunan yang berpusat pada rakyat: menuju


suatu [<erangka kerja" dalam David C. Korten dan Syahrir (peny.l Pembangoman berdimmsi herafoatan. fiakarta: Yayasan Obor Indonesia,

1988).
Danny Burns, Robin Hambleton, & Paul Hogget. The politics of d'ecentralization: reuitalizing local detnocracy. (London: the Mac Millan Press,
1994).

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

pemerintah sehingga kepentingan dan pengetahuan masyarakat dapat terserap dalam agenda pemerintahan.T
Arti penting partisipasi dapat juga dilihat dari manfaatnya
dalam meningkatkan kualitas keputusan yang dibuat karena
didasarkan pada kepentingan dan pengetahuan riil yang ada
di dalam masyarakat. Partisipasi juga bermanfaat dalam membangun komitmen masyarakat untuk membantu penerapan
suatu keputusan yang telah dibuat. Komitrnen ini merupakan
modrl utama bagi keberhasilan sebuah implemenasi kebijakan.
Mengir.rgat fungsi dan manfaat, yang dapat dipetik darinya,
kini partisipasi tidak lagi dapat dipandang sebagai kesempatan
yang diberikan oleh pemerintah tetapi iustru sebagai hak masyarakat. Partisipasi dapat dianggap sebagai layanan dasar dan
bagran integral dari local gouerna.nce.s
Akan tetapi, implementasi kebijakan desentralisasi untuk
meningkatkan paftisipasi masyarakat dalam pemerintahan
daerah Indonesia tidak segera mencapai tujuannya karena
menghadapi berbagai persoalan. Kompleksitas persoalan ini
teraiut dari adanya dominasi elit lokal, lemahnya kemauan
politik pemerintah untuk menjamin partisipasi, belum kuatnya

Kenneth Lee and Anne Mills. Policl' making and planning in the health
sector. (London: Croom Helm, 1982), p.130-131.
Kell Antoft and Jack Novack Grassroots danocracy: local gouemmmt
in tbe marhbnes. (Nova Scotia: Henson College, Dalhousie University,
1998), p. 81.

Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di lndonesia

organisasi kemasyarakatan lokal, dan rendahnya kesadaran


masyarakat dalam berpartisipasi.
HasilkajianTimPeneliti FIKB di berbagai daerah di Indonesia memberikan kesimpulan yang menarik. Ada kecenderungan kemajuan partisipasi masyarakat dalam penyelengga-

raan pemerintahan daerah sesudah diberlakukannya UU


Nomor 22Tahant999, namun kemajuan tersebut masih dipengaruhi oleh peran elit lokal setempat dan suasana euforia
reformasi. Partisipasi sejati yang berasal dari masyarakat belum
muncul sehingga penyelenggaraan pemerintahan daerah dewasa

ini belum mampu menjamin

keberlangsungan partisipasi

masyarakat.e

Lebih kuatnya peran elit lokal tersebut disebabkan oleh


terjadinya penyimpangan pemahaman atas konsep desentralisasi dari berbagai kalangan. Desentralisasi dipahami sebagai
penyerahan #ewenang pemerintahan oleh elt nasional kepada
elit lokal. Hal ini tentu menyebabkan terjadinya reduksi kekuasaan masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
Akibatnya, keberadaan masyarakat yang berotonomi menjadi
bersifat pinggiran. Penyimpangan ini berfibat pada kemerosotan pemberian layanan publik karena disinyalir bagian ter-

Tim Peneliti FIKB. Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Turnal Forum Inovasi, (Vol. 3, Juni-Agustus 2002)z 100107.

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

besar anggaran terserap bukan untuk pelayanan publik melain-

kan untuk membiayai birokrat dan anggota DPRD.lo


Dominasi elit lokal dalam pemerintahan daerah ini bahkan meniadi ancaman terhadap partisipasi publik yang terbulai
dalam k"jiatt Sopanah dan kawan-kawan. Upaya elit politik
lokal untuk menghambat partisipasi masyarakat ini dilakukan
dengan membatasi sosialisasi proses pembuatan kebijakan
lokal. Selain itu, terjadi pula geiala formalisasi partisipasi dalam
pembuatan kebijakan lokal sehingga menciptakan kesan
seolah-olah telah terjadi partisrpasi. Semua ini dilakukan secara
sengaja oleh elit politik lokal.ll
IGjian Hidayat pada tahun 2001 di beberapa wilayah di
Indonesia juga menunjukkan adanya ancaman terhadap partisipasi publik yang berasal dari elit lokal. Pilihan-pilihan otonom dari elit lokal, baik dalam pembuatan maupun implementasi kebijakan lokal semakin merajalela. Hal ini memperluas peluang para elit lokal tersebut untuk memburu tujuan
publik sekaligus tujuan pribadinya. Situasi yang berbahayabagS
partisipasi ini terungkap ddam pernyata n Hidayat sebagai
berikut.

Bhenyamin Hoessein. Implementasi kebijakan desentralisasi dan ideatisasi kebijakan desentralisasi. Iurnal Bisnis 6c Birokrasi,

No.2,

(Vol. D(,

Mei,2002)z 7-2.
ll

Sopanah, dl&. Strategi penguatan partisipasi masyatakat dalam pengawas:rn proses penyusunan dan pelaksanaan APBD Kota Malang.

Penelitian tidak dipublikasi.kan. (Mar et, 2004).

laporan

Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di Indonesia

*In

tbi.s situation, the implementati.on

of

decentrali.za-

ti.on, then, has been rnuch characteri.sed by bargaining and


coalition-build.ing arnong local state elites, and i.t i.s undeniable that decisi.on maki.ng process also tends to be concentrated
i.n the hand of few people, especially those utho assume the
power in pemeintah daerah and the DPRD." (Dalam situasi
ini, implementasi desentralisasi banyak ditandai oleh tawar
menawar dan pengembangan koalisi antara elit pemerintah
dan tak dapat dihindari bahwa proses pembuatan keputusan
cenderung terkonsentrasi di tangan segelintir orang, khususnya
mereka yang memegang kekuasaan di pemerintah daerah dan
DPRD.)12

Kesulitan lain yang menyebabkan belum efektifnya partisipasi masyankat dalam pemerintahan daerah adalah lemah-

nya dukungan politik pemerintah. Meskipun UU Nomor 22


Thhun L999 membawa semangat perubahan menuju local dernocracy model,namun partisipasi publik belum terselenggara
dengan baik dalam payung kebijakan desentralisasi tersebut.
Dilihat dari sudut pandang semangatyang dibawa dalam model
penyelenggaraan pemerintahan daerah, UU Nomor 32 Tahun

12 Syarif Hidayag 'Understanding the nature of Indonesian decentralization.' in Syarif Hidayat and Carunia Mulya Firdausy. Beyond Regional
Autonotny: local state-elite's perspectiues on the concept and ptactice
of decentralizntion in contemporary Indanesi.a. lJakarra: Pustaka Quan-

tum, 2003), p. 53.

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah.


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

2004 dapat dianggap sebagai kelanjutan dari UU Nomor 22


Thhun 1"999. Dengan demikian, partisipasi publik tidak dapat
secara serta mefta terselenggara dengan baik. Persoalan lemahnya dukungan politik pemerintah juga masih menjadi salah
satu faktor yang menghambat efektivitas partisipasi masyarakat.

Dengan mengutip hasil kajian Syamsuddin Haris pada


tahun 200'l",Hardjosoekarto mengungkapkan bahwa peluang
penyalahgunaan kekuasaan oleh elit lokal terbuka lebar karena

ketiadaan mekanisme konstitusional bagi masyarakat untuk


ikut mengawasi jalannya pemerintahan lokd.E Jika tujuan utamanya adalah peningkatan partisipasi publik sesuai amanat
reformasi, ketiadaan mekanisme pengawasan masyarakat
inrlah yang menjadi salah satu kelemahan UU Nomor 22 Tahun
1999. Akibatnya masyarakat berada dalam posisi yang lemah
ketika berhadapan dengan pemerintah daerah dan DPRD.
Dalam kondisi seperti itu tentu partisipasi tidak dapat terselenggara dengan baik.
Hambatan partisipasi yang berasal dari lemahnya kemauan politik pemerintah bukanlah hal baru dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia. Pada dasarnya, partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah belum pernah berialan

13 Soedarsono Hardjosoekarto. Hubungan Pusat dan Daerah dalam


kerangka kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Iurnal
Administrasi Negara" (Vol. tr, No. 2, Maret, 2002):7-14,

10

Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di Indonesia

dengan baik di Indonesia meskipun beberapa kebijakan tentang


pemerintahan daerah yang pernah berlaku telah berusaha me-

wujudkannya.
Hoessein mengungkapkan desentralisasi sebagai sarana
untuk mencapai demokrasi di lndonesia tampaknya hanya bersifat formalistis pada masa berlakunya tiga undang-undang
pertama tentang pemerintahan daerah pascakemerdekaan. Hal
ini tampak dari pernyataan politik berbagai kalangan pada
periode berlakunya UU No.l Thhun 1945, UU No.22 Thhun
1.948, dan UU No. L Thhun 1,957. Meskipun tujuan desentralisasi pascakemerdekaan adalah untuk mencapai demokrasi,
namun kecenderungan yang terjadi tidak demikian. Bahkan
dalam masa demoftrasi terpimpin, desentralisasi yang djanjikan secara formal sebagai sarana pencapaian demolrasi pada
masa sebelumnya menjadi semakin jauh dari kenyataan.
Lemahnya kemauan politik pemerintah dalam mengembangkan partisipasi publik juga terjadi pada masa berlakunya
UU No. 5 Thhun '1.974 ketrka tujuan inti desentralisasi adalah
untuk mencapai efisiensi penyelenggaraan pembangunan.la
Pada masa pemerintahan Orde Baru ini, pencapaian tuiuan
efisiensi benar-benar mengorbankan partisipasi. Pemerintah

ta

Bhenyamin Hoessein. 'Desenffalisasi dan otonomi daerah di negara


kesatuan Republik Indonesia: akan berputarkah roda desenralisasi dari
efisiensi ke demokrasi?". Pidato Pengu.huhan Guru Besar FISIP A.
Jakarta. (18 November 7995).

11

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

lebih mengembangkan fungsi aparat birokrasi sebagai mesin


politik dan pemerintahan daripada mengembangkan potensi
masyarakat dalam kegiatan pemerintahan. Hal ini tampak dari
hasil penelitian Hidayat yang mengungkap adanya perilaku
eksklusif elit lokal yang dikembangkan.ls Perilaku rersebut memiliki dua karakteristik. Pertarna, kecenderungan atas ?nonocentric loyahy yang berarti adartyasuatu loyalitas tunggal dari
elit lokal kepada atasan atau sesama elit daripada kepada masyarakat. Kedta, perilaku elit yang lebih memosisikan dirinya
sebagai penguasa otonom yang berhak menentukan nasib masyarakat sitempat. Implikasi dari perilaku eksklusif ini adalah
keberpihakan elit lokal kepada kepentingan atasan dan sesama
elit lokd daripadakepada kepentingan masyarakat dalam setiap pembuatan kebijakan.

Hambatan berikutnya bagi terselenggaranya partisipasi


publik dalam pemerintahan daerah berasal dari masyarakat
sendiri. Hambaan ini dapat berupa lemahnya organisasi kemasyarakatan setempat dan rendahnya kesadaran masyarakat
untuk berpartisipasi. Kurangnya keterlibatan masyarakat dalam
penentuan kebijakan publik ini di rngkap oleh Ratnawati . Ci.uil

society seperti LSM dan berbagai asosiasi belum dilibatkan


se@ra proporsional dalam pembuatan peraturan daerah karena
masih dimonopoli oleh DPRD. Sering kali LSM diundang hadir

Syarif Hidayat .. Refleksi realitas otonomi daerah dan tantangan ke depan.


flakarta: Pustaka Quantum, 2000), pp. 744-1,47.

12

Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di lndonesia

dalam perdebatan-perdebatan di DPRD tetapi pendapatnya


tidak satu pun yang diakomodasi. Lemahnya kemampuan LSM
dalam pengorganisasian perjuangan kepentingan masyarakat
merupakan salah satu faktor penjelas mengapa penentuan kebijakan lokal lebih didominasi oleh DPRD dan pemerintah daerah. Produk kebijakan daerah berupa perda bermasalah terjadi
hampir di seluruh lndonesia. Hal ini merupakan bukti kurang
dapat dilibatkannya berbagai unsur di luar DPRD dan pemerintah daerah dalam proses pembuatan kebijakan lokal.16
Penelitian yang dilakukan Sopanah dan kawan-kawan
membuktikan bahwa belum terselenggaranya partisipasi publik
fuga disebabkan oleh kurang sadarnya masyarakat akan hak
partisipasinya. Bahkan, masyarakat cenderung tidak peduli
akan hak partisipasinya dan enggan turut memengaruhi kebijakan publik. Rendahnya kesadaran ini berdampak pula pada
keengganan masyarakat untruk terlibat dalam organisasi lokal
yang ingin memperiuangkan aspirasinya dengan memengaruhi
sebuah kebijakan. Kondisi ini disebabkan oleh rendahnya pendidikan politik masyarakat. 17

Tii Ratnawati. 'Desentralisasi dalam konsep dan implementasinya di


lndonesia di masa transisi: Kasus UU nomor 22 tahan 1999 tentang
Pemerintahan Daerah" dalam Abdul Gaffar Karim, dkk. (peny.).
Kornpleksi.tas persoalan otonomi daerab di. Ind.onesi.a. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003).
t7

Sopanah, dl&. Op.cit.

13

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Dari uraian singkat tentang berbagai hambatan pencapaian partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah dan
arti penting partisipasi sefta semangat pemerintahan daerah
pascareformasi, tampak bahwa partisipasi publik terap merupakan isu yang senantiasa aktual. Saat ini, kondisi aktual
mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah yang partisipatif memang belum terwujud di lndonesia meshpun beberapa
kebijakan desentalisasi yang pernah dan sedang berlaku bertujuan untuk mencapainya.
Belum terwujudnya situasi penyelenggara:rn pemerintahan daerah yang partisipatif di lndonesia juga tampak dalam
pemerintahan Kota Malang. Hasil k"jian Sopanah dkk menunjukkan adanya kondisi kurang partisipatifdalam tahapan perumusan dan pengawasan kebijakan publik di Kota Malang.18

Kondisi ini diperkuat oleh hasil kajian Gani di Kota Mdang


bahwa kebijakan publik yang dibuat belum dapat mengakomodasi seluruh kepentingan stakeholdq yang terkait. Selain
itu, Gani juga menemukan bahwa proses kebijakan belum
mengacu pada pendekatan yang lebih mengedepankan nilainilai demokratis.le Sebagai daerah otonom, Kota Malang dapat

tt
te

ibid.

Abdul Yuli Andi Gani. "Tindakan Kolektif Antara Pemerintah Lokal,


Swasta" Dan Masyarakat Sipil Dalam Rangka Proses pembuatan Kebijakan Publik Yang Demolratis: Suatu Studi tentang Proses Pembuatan

Kebijakan Publik Dalam Penataan Sektor Informal Khususnya PKL di


Kota Malang)." Disertasi Dokor Universias Brawijaya" Malang. 2005.

',4

Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di Indonesia

disebut sebagai daerah yang telah memiliki sistem pemerintahan daerah yang telah mapan karena telah berdiri sejak L
hpril1.91.4. Sebagai daerah kota, Malang juga dapat disebut
lebih berpeluang mencapai pemerintahan daerah yang lebih
partisipatif daripada daerah kabupaten karena kelebihannya
dalam hal pendidikan masyarakat serta akses informasi dan
transportasi. Sesuai temuan Tim FIKB UI, faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat.z0
Dengan mempertimbangkan hal itu maka menarik sekali untuk
melakukan kajian terhadap kondisi partisipasi di Kota Malang
agar memperoleh pemahaman yang memadai terhadap sistem
partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah, deraiat
partisipasi yang sedang berlangsung, sebab-sebab belum terwujudnya partisipasi masyarakat, serra kemungkinan solusi
percepatan partisipasi masyarakat.
Untuk mencapai pemerintahan daerah yang partisipatif
diperlukan upaya yang serius dalam menyusun strategi dan
kebijakan yang tepat. Upayaini seyogyanya dilandaskan pada
kajian akademis yang memadai dan komprehensif. Penelitian
tentang partisipasi masyarakat telah banyak dilakukan oleh
para pakar dari berbagai disiplin ilmu. Akan tetapi, penelitian
mengenai partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah
yang berada dalam koridor disiplin administrasi publik masih

20 Tim Peneliti FIKB. 'Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan


otonomi daerah Foru+ Inovasi, (Vol. 3, Juni/Agustus, 2002).

15

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

tergolong langka. Terlebih lagi penelitian tersebut terpusttpada


penggunaan pendekatan berpikir sistem.

A.

MERUMUSKAN MASALAH PARTISIPASI


PUBLIK MEIAIUI PENDEKATAN
BERPIKIR SISTEM

Uraian sebelumnya tentang berbagai hambatan dalam


pencapaian pemerintahan daerah partisipatif menunjukkan
betapa kompleksnya masalah tersebut. Kompleksitas ini tecermin dari keanekaragaman faktor yang terlibat, seperti lemahnya kemauan politik pemerintah, dominasi elit lokal, lemahnya
pengorganisasian lembaga kemasyarakatan setempat, dan rendahnya kesadaran partisipasi dari masyarakat. Upaya memahami kompleksitas ini sering kali dilakukan secara parsial sehingga pemahaman interaksi antarberbagai fakror tersebut
tidak bersifat utuh. Akibanrya" upaya pemecahan masalah juga
sering kali bersifat parsial dan tidak mampu membawa perubahan yang berarti.
Untuk menyelesaikan persoalan kegagalan tersebut dibutuhkan kebijakan baru yang didasarkan pada pemahaman menyeluruh atas persoalan partisipasi masyarakat. Hal ini akan
diperoleh dengan melakukan perubahan cara berpikir tentang
fenomena partisipasi. Dengan menggunakan kaidah berpikir
sistem (systems thi.nkingl akan diperoleh pemahaman yang
utuh sehingga dapat disusun model sistem partisipasi. Model
ini merupakan dasar bagi penyusunan skenario kebijakan yang
16

Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di Indonesia

dapat dijalankan secara efektif dan efisien untuk mewujudkan


sesuatu yang belum terwujud secara memuaskan, yakni partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah.
Sesuai saran Senge, perubahan cara'berpikir menjadi ber-

pikir

ini perlu dilakukan untuk

mengatasi persoalan
yangberlarutJarut dan takkunjung selesai sebagai proses pembelajaran. Melalui proses ini pembentukan diri dapat dilakukan
sistem

kembali sekaligus dapat mencapai sesuatu yang dinginkan.


Dengan proses pembelajaran ini, akan ada perubahan tentang
bagaimana memandang kembali dunia dan bagaimana hubungan dengannya. Proses

ini membantu membangun kemampuan

untuk memecahkan segala persoalan yang dihadapi.2l


Dengan pemahaman atas seluruh pola interalsi dalam
suatu sistem akan lebih mudah memperoleh leuerage (pengung-

kit). Melalui pengungkit ini, perubahan dapat dijalankan secara


nyata dengan upaya minimal. Arti penting pengungkit dalam
perubahan suatu sistem digambarkan oleh Senge yang menyatakan bahwa "gi.ue me a.leuer long enowgh... and si.ngle-handed
I can moue the utoildr" dan'smdll changes can produce big
results-but the areas of highest leuerage are often the least obtti.ous."22 Dalam pernyataan tersebut Senge menggambarkan

M.

fifth disci.pline: the art andpracti.ce of tbe leamtng


organization. Paperback edition. (New York: Currency DoubledaS
7994), p. 1,4.
i.bid.,p.3 & 63.
Peter

Senge...The

'17

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

bahwa dengan menggunakan pengungkit, seseorang ddpat


mengangl{at beban berat dengan mudah dan melalui pengungkit pula perubahan kecil yang dilakukan akan dapat menghasilkan perubahan besar.
Jika persoalan bangsa Indonesia untruk mewuiudkan par-

tisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah didekati


dengan kaidah berpikir sistem maka diharapkan akan diperoleh pemahaman menyeluruh tentang berbagai aspek, pola
interaksinyq dffipengungkit yang diperlukan untuk melakukan perubahan. Pemahaman sequa menyeluruh itulah yang
belum diperoleh dari berbagai kajian sebelumnya sehingga
mendorong segera dilakukannya k"ji"n ini. Dengan mengacu
pada kerangka berpikir tersebut, masaldh utama dalam kajian
ini dirumuskan sebagai berikut. Bagaimana gambaran aktual
partisrpasi masyarakat dalam pemerintahan daerah dewasa ini?
Bagaimanakah derajat efektivitas partisipasi masyarakat dalam

pemerintahan daerah? Bagaimanakah model dengan basis berpikir sistem bagi partisipasi masyarakat dalam pemerintahan
daerah? Bagaimanakah alternatif percepatan partisipasi yang
dapat dilakukan?
Secara umum, tujuan kaiian

ini adalah untuk mengem-

bangkan model sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah dan menyusun alternatif solusi untuk mempercepat pencapaian partisipasi publik dalam pemerintahan daerah. Unnrk mencapai tujuan umum terbebug ada beberapa tuju-

an khusus dalam k"iian im. Pertama, untuk menggambarkan


kondisi partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan peme-

18

Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di Indonesia

rintahan daerah yang meliputi partisipasi, baik dalam pengatura,n maupun pengurusan otonomi daerah. Kedua, untuk
menjelaskan efektivitas paftisipasi masyarakat dari kacamata
para stakebolder pemerintahan daerah. Berkaitan dengan efektivitas partisipasi ini, tujuan lain yang hendak dicapai adalah
untuk mengukur derujat partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah. Ketiga, untuk mengonstruksi model sistem
partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah sekaligus
melakukan pengujian atas model tersebut dengan berbasis pada
kerangka berpikir sistem. Dengan demikian, dinamika sistem
partisipasi masyarakat dapx dipahami dengan baik sehingga
dapat pula dijelaskan pengungkit yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan sistem partisipasi. Terakhir,untuk menyusun
alternatif solusi yang dapat digunakan sebagai basis kebijakan
percepatan partisipasi publik dalam pemerintahan daerah.

B.

STGNTF|KANS| KAftAN PARTISIPASI


PUBTIK DALAM PEMERINTAHAN DAEMH
Beberapa kajian tentang partisipasi masyarakat telah dila-

kukan oleh para pakar atau peneliti lain. Berbeda dari beberapa
kajian sebelumnya, kajian ini terfokus pada partisipasi masyarakat dalam pengafuran dan pengurusan otonomi daerah. Beberapa perbedaan tersebut mencakup beberapa hal. Pertama,
para peneliti melakukan pengkajian dalam pengertian partisipasi yang berbeda, misalnya partisipasi politik dan metodologi

partisipatori, atav manajemen partisipatif yang memusatkan


19

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

perhatian pada keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan pada suafi organisasi. Ked:ou, kalaupun ada beberapa
kajian yang iuga terfokus pada paftisipasi masyarakat, biasanya

dibaasi hanya pada tahap penganrran (pembuatan kebiiakan)


atau pengurusan (pelaksanaan kebiiakan). Ketiga,sebagian be-

sar kaiian yang terfokus pada partisipasi masyarakat dalam


pengaturan dan pengurusan umumnya dilaksanakan pada tingkat yang berbeda, yakni pada tingkat pemerintahan desa. Selain
itu, yang membedakan kaji"n ini dengan yang lainnya adalah
penggunaan kerangka berpikir sistem sebagai basis metodologi
yang digunakan.
Secara teoretis, kajian ini memiliki beberapa manfaat.
Pertamaruntuk meninjau keberlakuan pendekatan democratic
public admini.stration danteoi ladder of etnpowerment dari
Burns, Hambletori 6c Hogget dalam situasi lokal di Indonesia. Kedtn, untuk mengisi kelangkaan penelitian partisipasi
masyarakat dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan sekaligus dalam daerah kota dengan menggunakan kaidah berpikir
sistem. K"tiga, untuk memperkaya penerapan kajian berpikir
sistem dalam bidang pemerintahan daerah, terut:rma yang menyangkut isu partisipasi masyarakat.
Secara praktis, k"ji"n ini bermanfaat untuk menjelaskan
berbagai aspek yang saling berkait dalam sistem partisipasi
masyarakat sehingga membantu memahami kompleksitasnya.
Pemahaman ini dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah
belum tercapainya partisipasi masyarakat dalam pemerintahan
daerah meski telah diupayakan berlakunya selama puluhan

20

Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di lndonesia

tahun, yakni semenjak kemerdekaan Republik Indonesia. Selain itu, adanya model sistem dinamis dan alternatif solusi kebijakan percepatan partisipasi yang dihasilkan oleh kajian ini
akan sangat membantu para pengambil kebiiakan untuk membuat kebijakanyang efektif dan efisien.
IGjian ini dilakukan untuk menelaah dinamika sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah. Ruang lingkup
peftama dalam kajian ini ada pada partisipasi masyarakat dalam menjalankan otonomi daerah yang meliputi kewenangan
mengatur dan mengurus. Terdapat beberapa peftimbangan
yang mendasari ruang lingkup |n. Pertama, karena penyelenggara:rn pemerintahan daerah di Indonesia mencakup dua kewenangan, yakni kewenangan untuk mengatrur dan mengurus.
Dengan demikian, untuk mengetahui dinamika partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah secara utuh, seyogyanya
perhatian pada dua aspek tersebut diberikan secara bersamasama.
Pertimbangan kedua didasarkan pada argumen yang dibe-

rikan oleh Conyers tentang pafrisipasi masyarakat dalam pembangunan.a Partisipasi dalam bentuk perencanaan yang didesentralisasi di tingkat lokal akan menjadi lebih efektif bila ada
proses desenralisasi implementasi rencana tersebut. Lebih lan-

23 Diana Conyerc..

Perencanaan sosial di dunia hetiga: sua.tu penga.ntar.


Cet. 2. Penerjemah: Susetiawan, editor : Affan Gafar. (Yogyakarta: Gada-

jah Mada University Press, 1992), p. 163.

21

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

jut Conyers mengungkapkan bahwa bila suatu rencana hanya


dipersiapkan di tingkat lokal untuk kemudian diajukan ke tingkat nasional lalu diimplementasikan lewat departemen maka
pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaan di tingkat lokal
tidak akan merasa memiliki keterlibatan dan komitmen yang
tingg. Jika masyarakat juga terlibat dalam implementasi rencanaapalagSjika memiliki kontrol atas sumber daya maka kemungkinan besar masyarakat akan lebih merasa memiliki dan
dihargai.
Selain

itu, Conyers juga menyimpulkan bahwa keberha-

silan dan kegagalan dalam partisipasi masyarakat disebabkan

oleh dua hal.2a Pqtama, kesadaran masyarakat bahwa keterlibatannya dapat menentukan hasil akhir dari suaru rencana.
Keduarperasaan bahwa partisipasi mempunyai pengaruh langsung yang dapx dirasakan. Masyarakat tidak akan berminat
terhadap akivitas yang tidak sesuai dengan aspirasi atau yang
tidak memiliki pengaruh terhadap perubahan nasib masyarakat. Oleh karena itu, secara bersamaan desentralisasi artara
perencanaan dan pela"ksanaan mampu mendorong partisipasi
masyarakat. Dengan demikian, perhatian atas dua aspek sekaligus yakni pengaturan dan pengurusan merupakan hal yang
penting dalam mengkaji partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah.

24 lbid, pp. 186-787.

22

Bab

Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di lndonesia

Selain dalam hal pembangunan, keterlibatan masyarakat


dalam penyediaan layanan publik juga membawa man{aatyang

besar sebagaimana telah ditunjukkan oleh Osborne 6c Gaebler.6 Dua pakar ini mengungkapkan bahwa partisipasi masyarakat biasanya memberikan jauh lebih banyak solusi terhadap

masalah dibandingkan pelayanan publik profesional pada


umumnya. Ada beberapa keunggulan partisipasi. Pertama,
masyarakat memiliki komitmen yang lebih besar kepada para
ang1otanyadaripada komitmen sistem penyediaan layanan kepada klienny a. Kedaa,masyarakat lebih baik dalam memahami
persoalannya sendiri daripada para profesional penyedia layanan. Ketiga,para profesional dan birokrasi memberikan layanan
sedangkan masyarakat menyelesaikan berbagai masalah.
Keempat,institusi dan para profesional menawarkan pelayanan
sedangkan masyarakat memberikan kepedulian. I(elima, masyarakat lebih flelaibel dan lreatif daripada birokrasi pelayanan yang besar. I(eenamrpartisipasi masyarakat lebih murah
daripada para profesional pelayan an. Ketwiuh, masyarakat berusaha menegakkan standar perilaku dengan lebih efekif daripada para profesional pelayanan dan birokrasi.
Ruang li"gk"p kedua dalam penelitian ini terletak pada
tingkatan masyarakat sebagai suatu kesatuan yang menjalankan

David Osborne and Ted Gaebler. Rei.numting gouerntnent: bout the


entreplenewi.a.l spiit is transforming the public secfor. (New York A
William Patrick Book,1"992), pp: 55-70.

23

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

pemerintahan. Tingkatan masyarakat penting untuk dibahas


karena tingk"t"" ini memengaruhi derajat partisipasi masyarakat dan menentukan pelibatan anggota masyarakat secara
langsung. Conyers mengingatkan pula bahwa belum adacara
yang mudah untuk menentukan batas-batas komunitas dan
bahwa tidak ada satu pun komunitas yang sifatnya sederhana
sebagai kesatuan yang homo9en.26 Tingkat parrisipasi paling
penting yang disarankannya adalah tingk"t partisipasi masyarakat pada level komunitas atau desa.
Meskipun Conyers menyebutkan bahwa tingkatan yang
lebih tepatbagi partisipasi ideal adalah pada tingkatkomunitas
desa, namun kebijakan desentralisasi pemerintahan di Indonesia menentukan bahwa desentralisasi diberikan pada tingkat
daerah sebagai daerah otonom.terendah. Mengacu pada hal
ini, kajian pada tingkatan ini penting dilakukan untuk menjelaskan dinamika sistem partisipasi masyarakat pada pemerintahan daerah. Selain itu, pentingnya mengkaji partisipasi masyarakat pada level daerah juga diperkuat oleh pendapat Gaventa 6c Valderrama dalam sebuah lokakarya bertajuk ustrmgthmtng participation in local goL,ernance.n
"I,trowhere is the intersection of concepts of community
participation and citizenship sem more cleaily than in the
multitude of programma for dccmtralizedgounnance that
are found in both southem andnorthern counties." (Ii rtik
temu konsep partisrpasi masyarakat dan kewargaan lebih

26 Diana Conyers, op.cit., p. 205.

24

Bab 1
Kompleksitas Masalah Partisipasi Publik dalam Pemda di Indonesia

jelas dalam beragam program kepemerintahan yang


didesentralisasi yang dapat ditemui, baik di negara-negara
utara maupun selatan.) 27

Dengan mengacu pada semua argumen tersebut dapat


diperoleh beberapa alasan yang dapat dikemukakan tentang
pemilihan tingkatan partisipasi masyarakat ini . Pertamarkarena
kebijakan desentralisasi urusan pemerintahan lebih diprioritaskan pada daerah kabupaten atau kota sehingga lebihbanyak
urusan pemerintahan yang ditangani oleh daerah otonom tersebut. Kedua, karena daerah otonom yang terendah adalah
tingkat kabupaten dan kota sehingga Pengaturan dan pengurusanberbagai urusan pemerintahan lebih dekat dengan masyarakat. Selanjutnya, berbagai kebijakan yang menyangkut segala
sesuatu di daerah tersebut ditentukan pada jenjang ini, termasuk kebijakan desentralisasi dari daerah kepada unit yang lebih

kecil (decentral izati.on

wi.th

in cities).

Berdasarkan seluruh paparan tersebut maka karakeristik


kajian dalam satu alinea perlu diperjelas guna mempermudah
pembaca dalam membedakan penelitian ini dengan penelitian

lainnya. Fokus k"ji"n ini adalah partisipasi masyarakat dalam


pemerintahan daerah dari disiplin ilmu administasi publik.

zz John Gaventa

and Camillio Valderrama. 'Participation, citizenship and


local governance'. Background note prepare dfot worhshop on Strengthming participation in local gouernonce . (Institute of Development Studi-

es,1999,fune 27-24).

25

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Rnang tingkup partisipasi dalam k"iian ini adalah partisipasi


dalam pengaturan (pembuatan kebijakan) dan pengurusan (pelaksanaan kebijakan). Tingkaan pemerintahan yang dikaji da-

lam penelitian ini adalah daerah otonom kota. Pendekatan


metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekaan berpikir sistem dengan metode analisis sedangkan yang
digunakan adalah metode analisis sistem dinamis.

26

Kriian Kritis
Partisipasi Ptrblik
Pemerintaharn

Daerah

27

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

A. PARTISIPASI DATAM

PERSPEKTIF

ADMINISTRASI PUBLIK
IGjian dan praktik administrasi publik di berbagai negara
terus berkembang. Berbagai perubahan terjadi seiring dengan
berkembangnya kompleksitas persoalan yang diha&pi oleh
administrator publik. Kompleksitas ini ditanggapi oleh para
teoretisi dengan terus mengembangkan ilmu adminisuasi publik. Ketika nilai-nilai demokrasi merambah kehidupan bermasyarakat maka nilai yang sama dituntut pula terjadi dalam
praktik administrasi publik. Beberapa literatur klasik yang berupaya memasukkan nilai-nilai demokrasi dalam administrasi
publik antara laur- Representati.u e Bureauuacy : An. Int erpret ation of theBritish Ciuil SeruicekaryaJ. Donald Kingsley,l De?nocracy and the Public Seruice karya Frederick C. Mosher,2
dan Representati.ue Bwreaucracy karya Samuel Krislov.3

J. Donald Kingsley. Represmtatiue Bureaacracy: An Interpretation of


the Briti.sh Ciuil Seruice. (Yellow Sp.iogt, OH: Antioch Press, 1944).
Pokok pikiran Kingsley dalam tulisan ini adalah bahwa agar birolirasi
dapat menjadi demokratis maka seharusnya birokrasi merupakan representasi dari kelompok-kelompok masyarakat yang dilayaninya
("..,bureaucracia,to be denocratic, must be represmutiue of the growps
tbey smte,").
Frederick C. Mosher. Democracy andthePublic Service. 2nd ed. ( New
York: Oxford University Press, L968).
Samuel Krislov. Represmtative Brreaucracy. @nglewood Cliffs, NJ:

Prentice-Hall, 7974).

Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

Partisipasi sebagai nilai dasar demokrasi menjadi perhatian

penting dalam administrasi publik yang demokratis. Pada dasarnya, gagasan partisipasi dalam administrasi publik mencakup dua ranah, yakni manajemen partisipatif dan partisipasi
masyarakat dalam administrasi publik. Osborne & Gaebler
mengungkapkannya ketika memasukkan dua prinsip yang menyentuh dua ranah tersebut dalam prinsip-prinsip reinuenti.ng
gouerwnent. Pertama, prinsip "community outned gouernment: empoweri.ng rather than seruing" y^ng menunjukkan
betapa pentingnya partisipasi masyarakat dalam adminismasi
publik. Kedwa, prinsip "decentrali.zed gouerwnent: frorn hi.erarchy to parti.ci.pation and teamouork yang menunjukkan betapa pentingnya manajemen partisipatif yang memungkinkan
partisipasi karyawan dalam penyelengg araanadministrasi publik.4
Dengan tidak bermaksud mengenyampingkan arti penting
manajemen partisipatif, tulisan ini lebih memusatkan perhatiannya pada partisipasi masyarakat dalam administrasi publik.
'Wamsley
6c Wolf dengan menyunting buku berjudul"Refounding Democrati.c Public Administration" mengumpulkan banyak
nrlisan yang melukiskan betapa pentingnya melibatkan masyarakat dalam administrasi publik dalam posisi sebagai warga

David Osborne and Ted Gaebler. Reinventing Government : How the


Entrepreneurial Spirit is Tiansfornfng the Public Sector. (NewYork: A
William Patrick Book, L992).

29

Menggugat Partisipasi Publik dalain Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

negara bukan sekadar sebagai pelanggan. Buku tersebut mene-

kankan betapa pentingnya democratic gouern?nent yang


mengedepankan partisipasi masyarakat dalam administrasi pu-

blik.s Tirlisan Little dalam buku yang berjudul Thinking Gouernment: Bringi,ng Democratic Awareness to Public Administration" menjelaskan konsepsi democratic public administrati.on dengan memaparkan konsekuensi tiga substansi demoktasi. Gouernment of the people berarti pemerintahan masyarakat akan membawa legitimasi bagi administrasi publik. Gouerwnent by the people berarti menjamin adarrya representasi
administrator publik dan akuntabilitas administrasi publik terhadap masyarakat. Gouernrnent for the people berarti bahwa
administrasi publik akan benar-benar menialankan kepentingan publik, bukan kepentingan birokrasi.6
Tirlisan lain dipersembahkan oleh King 6c Stivers dengan
iadul Gouernment is Us: Public Administration in an AntiGouernmentEra." Gagasan yang diusung dua penulis tersebut
adalah seyogyanya administrasi publik memandang warga

Gary L. Wamsley,. and James F. Wolf (ed,) Refounding democratic fublic administration: tnodern paradoxes, postmodern cballenges. (Thousand Oaks, California: Sage Publications, 1996).
John H. Litde. "Thinking government: bringing democratic awareness

to public administration" in Gary L. Wamslep. andJames

F.

Wolf (ed.)

Refounding dernocratic public adtninistration: modun paradoxes, postrnodern cballmges. (Thousand. Oaks, California: Sage Publications,

1996), Pp. 327-350.

30

Bab2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

negara sebagai warga negara (citizen) bukan sekadar sebagai


pelanggan (customer) karena pemerintahan adalah milik masyarakat. Untuk itu, tema utama buku tersebut tertuang dalam
kalimat yang berbunyi"Gouernment is Us i.s a democratic pw-

that i.nuolues acti.ue ci.tizenship and actiue


administration,"T Kahm t tersebut bermakna bahwa Gouernment is Us merupakan tulisan yang berupaya mewujudkan administrasi publik demokratis yang melibatkan acti.ue citizenship dan actiue admi.nistrati.on. Maksud dari a.ctiue admini.strati.on adalah bahwa pemerintah tidak sekadar meningkatkan
kekuasaan administrasi tetapi memperkuat kerja kolaboratif
dengan warga negata.Administrator publik seharusnya berbagi
kuasa dengan masyarakat dan mengurangi kendali terhadap
masyarakat serta meningkatkan kepercayaan kepada masyarakat melalui kolaborasi penyelenggaraan pemerintahan
dengan masyarakat. Pemerintahan masyarakat ini merupakan
partisipasi integratif antara masyarakat akif dengan administrator aktif untuk memenuhi kebutuhan, tujuan, dan sasaran
bli.c administration

bersama.8

Sebagai kelanjutan

dari gagasan administrasi publik

demoLnatis tersebut, Denhardt

& Denhardt

mengungkapkan

Cheryl Simrell King and Camilla Stivers. Gouemment is as: public administration in an anti-gouern?nent erd. (Thousand Oals, California:
Sage Publications, 1998).

P 195.

Ibid,p.203.
31

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

adanya persp elrrrf new 'publi.c serui.ce yang menunjukkan beapa

pentingnya partisipasi masyarakat ini dalam administrasi publik.e Pada iotiry", perspektif ini merupakan "a set of idea
about the role of pwbli.c adrninistration in the gouernance system that place public serui.ce, democratic gouerrutnce, and ci.ui.c
mgagement at the center."l0 Dengan mempertimbangkan bahwa pemilik kepentingan publik yang sebenantya adalah masyarakat, administrator publik seharusnya memusatkan perhatiannya pada tanggung jawab dalam melayani dan memberdayakan warga.negara melalui pengelolaan organisasi publik dan irnplementasi kebiiakan publik Perubahan orientasi
tentang posisi warga negata, nilai yang dikedepankan, dan
peran pemerintah ini memunculkan perspektif baru administrasi publik yang disebut new public seruice. Warga negara

Janet Vinzant Denhardt and Robert B. Denhardt. The New Public Sq-

uice: Smting, Not Steedng. (New Yorh M.E. Sharpe, 2003). Dalam
buku ini Denhardt & Denhardt mengemukakan adanyatiga perspektif
dalam administrasi publik ini, yakni old public ad.ministratian, neu)
public marwgeruent, dan new public sentice. Tony Bovaird dan Elke

Loffier (2003) iuga mengemukakan pandangan yang sangat mirip. Kedua


penulis tersebut menyimpulkan bahwa terdapat tiga pendekaan dalam

administrasi publih yalal public administration, public management,


dan public gouernance. Tiga pendekaan ini mirip dengan tiga perspektif
yang diielaskan oleh Denhardt

& Denhardt,

berbeda.

Ibid., p. 24.

32

namun dengan istilah yang

Bab 2

Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

seharusnya ditempatkan di depan dan penekanan tidak seharusnya membedakan antara mengarahkan dan mengayuh tetapi lebih pada bagaimana membangun institusi publik yang

didasarkan pada integritas dan responsivitas.

Perspekif new public serui.ce mengawali pandangannya


dari pengakuan atas warga negara dan posisinyayang sangat
penting bagi kepemerintahan demokratis. Jati diri warga negara tidak hanya dipandang sebagai persoalan kepentingan
pribadi semata (self intaesf) namun juga melibatkan nilai, kepercayaanrdan kepedulian terhadap orang lain.'Warga negara
diposisikan sebagai pemilik pemerintahan (ouners of gouern-

rnent) dan mampu bertindak secara bersama-sama mencapai


sesuatu yang lebih baik. Kepentingan publik tidak lagi dip"ttdang sebagai agregasi kepentingan pribadi, melainkan sebagai
hasil dialog dan keterlibatan publik dalam mencari nilai bersama dan kepentingan bersama.ll
Perspektif zew pr.blic smi.ce menghendaki peran adminisffator publik untuk melibatkan masyarakat dalam pemerintahan dan bernrgas untuk melayani masyarakat. Dalam menjalankan tugas tersebut, administrator publik menyadari adanya beberapa lapisan komplel'rs tanggung jawab, etika" dan
akuntabilitas dalam suatu sistem demolrasi. Administrator
yang bertanggung iawab harus melibatkan masyarakat, tidak
hanya dalam perencanaan tetapi juga pelaksanaan program

11 Denhardt

&

Denhardq op.cit., p;, 170,

33

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

guna menpai tujuan-tujuan masyarakat. Hal itu harus dilakukan tidak saja untuk menciptakan pemerintahan yang lebih
baik tetapi juga sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Dengan

demikian, pekerjaan administrator publik tidak lagi mengarahkan atau memanipulasi insentif tetapi pelayanan kepada
masyarakat.12
Secara ringkas, perspektif zew public smti.ce dapat

dilihat

dari beberapa prinsip yang dilontarkan oleh Denhardt & Denhardt.l3 Pertamn, sque citizens, not custotners. Kepentingan
publik merupakan hasil dialog tentang nilai-nilai bersama daripada agregasi kepentingan pribadi perorangan sehingga abdi
masyarakat tidak semata-mata merespons tuntutan pelanggan

tetapi justru memusatkan perhatian untuk membangun kepercayaan dan kolaborasi dengan dan di antarawarga negara.
Kedua, seek the public interest. Administrator publik harus
memberikan sumbangsih untuk membangun kepentingan publik bersama. Tujuannya tidak untuk menemukan solusi cepat
yang diarahkan oleh pilihan-pilihan perorangan tetapi menciptakan kepentingan bersama dan tanggung jawab bersama.
Ketiga, ualue ci.ti.zmshi.p ouer entreprmeurship. Kepentingan
publik lebih baik dijalankan oleh abdi masyarakat dan warga
negara y an9memiliki komitrnen untuk memberikan sumbangsih bagi masyarakat daripada dijalankan oleh para manajer

L2 lbid

t3 ibid,pp.4243.
34

Bab2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

wirausaha yang bertindak seolah-olah uang masyarakat adalah

milik para manajer itu sendiri. Keempat, think

strategi.cally,

act democratically. Kebijakan dan program untuk memenuhi


kebutuhan publik dapat dicapai secara efektif dan berranggung
jawab melalui upaya kolektif dan proses kolaboratif. Keli.ma,

perspekif
ini abdi masyarakat seharusnya lebih peduli daripada mekarecognize that accountability is not simple. Dalam

nisme pasar. Selain itu, abdi masyarakat juga harus mematuhi


perafuran perundang-undangan, nilai-nilai kemasyarakatan,

norma politilq standar profesional, dan kepentingan warga


negara. Keenam, serue rather than steer. Pening sekali bagi
abdi masyarakat untrik menggunakan kepemimpinan yang berbasis nilai bersama dalam membantu warga negara dalam
mengemukakan kepentingan bersama dan memenuhinya daripada mengontrol atau mengarahkan masyarakat ke arah nilai
baru. Ketuiuh, ualue people, not iust producti.uity. Organisasi
publik bese na jafingannyalebih memungkinkan mencapai keberhasilan dalam jangka panjang jika dijalankrn melalui proses
kolaborasi dan kepemimpinan bersama yang didasarkan pada
penghargaan kepada semua orang.
Partisipasi masyarakat dalam administrasi publik demokratis juga memperoleh dukungan intelektual dari karya Box
yang berjudul Ci.tizen Gouernance'n yang menjelaskan bahwa

la Richard

C .Box. Citizen gouenwnce: Lead.i.ngAmerican communities i.nto


the 27" century. ffhousand Oaks: Sage Publications. 1998), p. 763.

35

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

gagasan dari perspektif

ini juga telah merambah administrasi

publik pada tingkatan pemerintahan daerah. Disarankan pula


bahwa pemerintahan daerah seyogyanya direstnrkturisasi sehingga mampu meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam
proses kepemerintahan. Dalam hal ini terdapat empat prinsip
yang digunakan untuk menjelaskan mengapa demokratisasi
administrasi publik perlu dilakukan pada tingkatan pemerintahan daerah.
Pertama, the scale pri.nciple yangmenjelaskan bahwa terdapat beberapa fungsi yang lebih tepat diatur dan diurus pada
tingkatan pemerintah pusat dan terdapat beberapa fungsi lain
yang lebih tepat diatur dan diurus pada tingkatan pemerintahan

daerah. Jika penyelenggaraan suatu fungsi i"gto melibatkan


partisipasi masyarakat yang lebih besar, sebaiknya diberikan
pada tingkatan pemerintahan daerah karena lebih memung-

kinkan masyarakat berpartisipasi secara lebih aktif dan efektif.


Kedua,ihe democracy pri.nci.ple yang menjelaskan bahwa
pada dasarnya proses pemerintahan seharusnya melibatkan
masyarakat. Prinsip ini menekankan perlunya pembahasan kebijakan dan pengambilan keputusan sec:ra terbuka dan bebas.
Partisipasi masyarakat merupakan kunci penyelenggaraan prinsip demokrasi ini.
Ketiga, th e accountabiltty pri.nci.ple yang menielaskan bahwa pemerintahan pada dasarnya adalah milik masyarakat. Oleh
karena itu, akuntabilitas publik berarti pertanggungjawaban
kepada masyarakat sebagai pemilik pemerintahan. Untuk mencapai akuntabilitas publik dibutuhkan keterlibatan masyarakat

Bab2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

dalam proses kebijakan bersama dengan para wakilnya dan


administrator publik. Akuntabilitas publik menuntut adanya
keterkaitan langsung war ga arfiarumasyarakat dengan penyusunan dan pelaksanaan program-program publik.
Keempat, the rationali.ty principle yang menjelaskan bahwa proses partisipasi publik dalam pemerintahan daerah harus
ditanggapi secara rasional. Pengertian rasional dalam hal ini
lebih mengacu pada kesadaran dan pengakuan bahwa proses
partisipasi membutuhkan waktu yang memadai, pemikiran
yang cermat, kesempatan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapatnya, perlunya mendengar beragam pendapat
yang muncul serta penghargaan atas perbedaan pendapat.ls
Berdasarkan seluruh uraian tersebut, gagasan partisipasi
masyarakat dalam perspektif neut pwblic seruice ata:u democratic public administrati.on membawaangin perubahan dalam
administrasi publik. Perubahan ini pada dasarnya menyangkut
perubahan dalam cara pandang masyarakat terhadap proses
pemerintahan, pandang tentang yang dimaksud dengan kepentingan masyarakat, cara penyelenggaraan kepentingan tersebut diselenggarakan, dan perubahan dalam bagaimana administrator publik menjalankan tugas untuk memenuhi kepentingan publik. Perspektif ini mengedepankan posisi masyarakat
sebagai warganegara dalam konteks penyelenggara npemerintahan. Perspektif ini membawa :upaya demokratisasi admi-

ts

Ibid.,pp.20-21".

37

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

nistrasi publik. Pelayanan kepada masyarakat merupakan tugas

utama bagi administrator publik sekaligus sebagai fasilitator


bagi perumusan kepentingan publik dan partisipasi masyarakx
dalam pemerintahan. Perspektif ini juga mengakui bahkan menuntut adanya partisipasi masyarakat dalam berbagai ienjang
pemerintahan, termasuk pemerintahan daerah. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, termasuk pemerintahan daeralr" partisipasi masyarakat merupakan unsur penting dalam administrasi publik. Oleh karena partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan peran sentral maka pembahasan berikutnya akan lebih dipusatkan pada posisi
masyarakag ruang lingkup dan derajat partisipasi masyarakat
dalam pemerintahan daerah.

B.

POSISI MASYARAKAT DATAM


PEMERINTAHAN DAERAH

Untuk memahami konsep partisipasi masyarakag sebaiknya pembahasan diarahkan terlebih dahulu pada siapa yang
berpartisipasi dan apa yang terkandung dalam istilah partisipasi. Telaah mengenai siapa yang berpartisipasi akan mengarah
dimaksud
pada pembahasan tentang dua hal, yakni
^payang
dengan masyarakat dan bagaimana posisi masyarakat dalam
pemerintahan daerah.
Korten menjelaskan istilah masyarakat yang secara po-'
puler merujuk pada sekelompok orang yang memiliki kepentingan bersama. Namun kemudian, Korten justru lebih memilih

Bab 2

Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

pengertian yang berasal dari dunia ekologi dengan menerjemahkan masyarakat sebagai "an interactingpofulation of organisms (indi.uiduak) li.ui.ng i.n a common locAtion".l6
Pengertian yang diacu oleh Korten tersebut telah menyentuh aspek spasial dalam kehidupan sekelompok orang. Pendapat ini diperjelas oleh Midgley yang mengungkapkan bahwa
konsep masyarakat janngsekali didefinisikan dalam literatur
meski konsep masyarakat ini menjadi isu sentral. Pihak yang
berwenang pun sering kdi tidak memberikan batasan secara
formal meski menggunakan istilah masyarakat untukmerujuk
pada soci.o -spatial enti.ty.17
Pendapat lain yang lebih sederhana unruk menjelaskan
kepada masyarakat di mana pemerintah pusat dapat mendesentralisasi sejumlah urusan dipaparkan oleh Devas. Masyarakat dapat berupa geograph i.cal comrnunities (masyaml<atberbasis geografis) dan interest communities (masyarakat berbasis
kepentingan). Jenis pertama dapat berupa rukun warga, desa,
kabupaten, dan sebagainya. Jenis kedua dapat meliputi kelompok wali murid, pengguna air minum, dan sebagainya. Jika

David C. Korten. "Introduction: community-based resource management" in David C. Korten (ed)., Cornmunity managemmt : Asian erperience and perspecti.ues, (West Hartford Connecticut: Kumarian Press,

1986), p.2.

"lntroduction: Social development, the state and participation' in James Midgley et.al. Community participation, social deuelopment and tbe state. (New York: Methuen, 1986), pp.24-25.

James Midgley.

39

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

unit pemerintahan daerahnya kecil, seperti yang terjadi di Prancis maka kemungkinan yang digunakan adalah interest commwnities.Jika unit pemerintahannya besar seperti yang ada di
Inggris dan kebanyakan negara sedang berkembang seperti
Indonesia maka kemungkinan yang digunakan adalah geograp h i c al cornmunit i e s.r8
Dengan mengacu padaapayang diungkapkan oleh PBB,
Midgley kemudian mengungkap bahwa penekanan pada aspek
lokalitas tetap saja membingungkan karena masyarakat secara
bersamaan dapatmengacu pada ketetanggaan, desa, kecamatan, kota bahkan kota besar. Untuk mengatasi persoalan tersebug disarankan agar partisipasi masyarakat berlangsung dalam
"srnall communities comprised of indiuidaals at the louest
lnel of aggregation at which people organi.ze for common effort."tt Dalam hal ini penekanan pada pengelompokan yang
terendah ini, penulis sering kali mengarahkan pada unit organisasi sosio-spasial yang terendah, yakni desa.
Pembatasan pada lingkungan spasial yang terendah tersebut masih menyisakan persoalan jika unit analisis partisipasi
masyarakat berada pada tingkatan pemeriritahan daerah, seperti kota atau kabupaten. Pada kenyataannya, masyarakat
juga dikelompokkan pada berbagai tingkatan administrasi yang

Nick Devas. olndonesia: what do we mean by decentralization?". Public adrninistratian and Deuelopn ent,Yol. 17, 357-367 (1997).
James Midgleg Op.cit.

Bab 2

Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

memiliki konsekuensi batas-batas teritorial tempat masyarakat


tersebut menialankan partisipasi dalam pemerintahan daerah
secara bersama-sama. Menghadapi persoalan ini, Leach &
Percy-Smith menawarkan dua pendekatan untuk mendefinisikan masyarakat.zo Pendekatan pertama merumuskan masyarakat dari pola kehidupan dan pekerjaan orang-orang @ffec'
ti.ue community). Pendekatan ini menyiratkan adanya pembedaan antara masyarakat perkotaan atau perdesaan' atau
saling ketergantungan ekonomis artarakota dan desa. Dengan
demikian, masyarakat lebih diartikan sebagai sekelompok
orang yang memiliki kesamaan. Ini berarti menunjuk pada
penduduk dalam wilayah geografis tertentu dan diasumsikan
penduduk ini tinggal dalam batas-batas teritorial pemerintah
daerah teftentu. Penduduk ini membayar paiak kepada sekaligus menerima layanan publik dari pemerintah daerah tertentu
dan penduduk ini merasa menjadi bagian darinya.
Pendekatan kedua memusatkan perhatian pada car a orang
mengidentifikasikan dirinya dan merasakan loyalitas tertentu.
Pendekatan ini sering drsebat ffi cti'u e communtty. Masyarakat
tidak dihubungkan dengan wilayah, tetapi lebih dihubungkan
dengan kontels tertentu yang memengaruhi identitas dan loyalitasnya. Ada pengaruh budaya dan pola kehidupan yang
kompleks. Sering kali seseorang yang bertempat tinggal di kota

20

Robert Leach and Janie Percy-Smith. L ocal gouernance in Bri'tain. (New


York: Palgrave, 2001), pp. 9 -12.

4',,

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

**
tertentu, bekeria di kota lain, berbelanja di kota yang lain lagi,
dan berasal dari kota yang berbeda lagi. Pendekatan ini dipengaruhi oleh mobilitas sosial dan geografis dari banyak orang
yang memiliki beragam identitas dan loyalitas.
Menghadapi kenyataan ini, Leach 6c Percy-Smith mengakui bahwa masyarakat tetap menjadi istilah yang elastis dan
tak pasti2l sekaligus problematis karena menyangkut beragam
kepentingan dan perasaan orang-orang. Masyarakat dapat dibatasi berdasarkan atea atavperasa:rn seseorang. Untuk mengatasi hal itu, dalam pemerintahan daerah masyarakat lebih diarahkan pada bagaimana orang-orang menyebut dirinya masyarakat, apakah sebagai warga, konsumen, dan pengguna layanan. Selain itu, konsep masyarakat dapat lebih diarahkan
pada cara masyarakat dipengaruhi dan memengaruhi pelayanan publik yang mendukung kualitas hidupnya. Akan tetapi,
aspek kewil ayahaniugatidak dapat dihindari begitu saja karena
menyangkut proses kebijakan.
Selanjutnya, untuk memahami bagaimana posisi masyarakat dalam pemerintahan daerah.maka perlu dilihat asal-usul
penyebutan istilah bagi nama daerah dalam tradisi Barat dan
ternyaa hal tersebut berkaitan dengan posisi masyarakat sebagaimana dijelaskan oleh Norton.z Awal mula sebutan daerah
21 Ibid, pp.35-36.
2 Alan Norton. International handbook of local and regional goyernment : a comparative analysis of advanced democracies. (Cheltenham
Edwar Elgar, 7994), p.3.

42

Bab 2

Kajiail Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

otonom ini berasal dari Yunani Kuno dan Romawi. Koinotes


(community),dan demos (gteople atau di.stri.ct) adalah nama
dari pemerintah daerah Yunani saat ini. Municipali.ty danvariannya berasal dari hukum administrasi Romawi l<uno, muni.ci.pi.wm. Cityberusd, dari bahasa Romawi ciuitas yang merupakan turunan dari kata ciuis (citi.zen). Cownty berasal dari
comitates, turunan dari kata cornes (count) yakni kantor dari
pejabat kekaisaran.

Di Eropa, bwg, borough,

dan bourg (dalam bahasa Pe-

rancis) berakar dari bahasa Jerman bergen, yang berarti berlindung atau bersembanyi. Tbwn berasal dari bahasa Inggris
kano tun, yang berarti tanah berpagar. Bahasa Jerman stadt

bermakna tempat atau kediaman. Ci.te atau city berdenotasi


penampungan besar yang memiliki hak istimewa tertentu.
Tou.tn, borough, dancity semula semuanya berdenotasi daerah
yang dibentengi tempat penduduklokal dapat berkumpul ketika berada dalam bahaya.a
Selain itu, bentuk pemerintahan daerah di Jerman adalah
gemeinde sementara di Belanda adalah gemeente yangkeduanya bermakn a co?nrnon. Secara sosiologis, batk gemeinde maapun ge?neente benrtr communi.ty, yakni entitas kolektif yang
didasarkan pada kebertetanggaan di dalam batas-batas tertentu
sehingga warganya memandang diri mereka berbeda dengan
komunitas lainnya. Istilah gemeinde (Jerman), gemeente

73 lbid.

43

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

(Belanda), rnunicipi.o (Spanyol), dan commune (dr negara-negara Skandinavia dan Prancis) bermakna masyarakat sebagai

subiek hukum yang memilih suatu dewan yang mengambil


keputusan atas urusan-urusan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat setempat. Dari penielasan ini dapat dipahami bahqa masyarakat merupakan elemen yang sangat penting dalam pemerintahan daerah sehingga partisipasinya merupakan aspek penentu bagi berlangsung atau tidaknya otonomi
daeruh.2a

C. PARTISIPASI MASYARAKAT

DALAM

PEMERINTAHAN DAERAH
Pembahasan berikutnya mengenai kandungan apa yang

tercakup dalam istilah partisipasi. Rahnema memulai pembahasannya mengenai partisipasi sebagai "the action or fact of
partaking haui.ng or formi.ng a part of".u Dalam pengertian
ini, partisipasi dapat bersifat tansitif atau intransitif, dapat
pula bermoral atau tak bermoral. Kandungan pengertian tersebut iuga dapat bersifat dipaksa atau bebas dan dapat pula bersifat manipulatif maupun spontan.

24 lbid.
2s Majid Rahnema. 'Participation" in Wolfgang Sachs (ed). The d.euelopmetat diaionary: agtideto btoutledge aspower. (NewJersey: Zed Books,

19921,p.716.

Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

Partisipasi transitif berorientasi pada tujuan tertentu. Sebaliknya, partisipasi bersifat intransitif apabila subjek tertentu
berperan serta tanpa tujuan yang jelas. Partisipasi memenuhi
sisi moral apabila tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan
etika. Dalam pengertian ini, partisipasi mengandung konotasi

positif. Begitu pula sebaliknya, jika kegiatan berpartisipasi ditujukan pada hal yang tidak sesuai dengan etika maka kegSatart
tersebut dianggap tidak bermoral. Dalam perspektif lain, partisipasi juga berkonotasi positif. apabila partisipasi dipersepsi
sebagai tindakan bebas yang dilakukan oleh subjek, bukan terpaksa dilakukan atas nama partisipasi.
Akhirnya, partisipasi iuga dapat dibedakan apakah bersifat
manipulatif atau spontan. Partisipasi yang dimanipulasi
mengandung pengertian bahwa partisipan tidak merasa dipaksa untuk melakukan sesuatu, namun sesungguhnya partisipan diarahkan untuk berperan serta oleh kekuatan di luar
kendalinya. Oleh karena itu, partisipasi bentuk ini juga sering
disebut sebagai telegwided participation.26 Sementara itu Midgley menjelaskan partisipasi spontan sebagai "a uoluntary and.
autonomows acti.on on the part of the people to organize and
deal ui.th their problems wnai.ded by gouernrnent or other etcternAl Agents".27

26 lbid.
27
James Midgley, op.cit., p.27.

45

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Pengertian partisipasi yang diacu oleh Rahnema tersebut


tentu masih terlalu umum sehingga diperlukan definisi yang
lebih jelas dan khusus bagi studi administrasi publik. Bryant
6c White telah menggambarkan pengertian partisipasi yang
lebih mendalam pada bidang administrasi pembangunan seba-

gai partisipasi oleh masyarakat atau oleh penerima mantaat


proyek dalam pembuatan rancangan dan pelaksanaan proyek.
Pengertian partisipasi ini mengandung makna sikap keterbukaan terhadap persepsi dan perasaan orang lain, perhatianyang
menddam mengenai perbedaan atau perubahan yang akan dihasilkan suatu proyek sehubungan dengan kehidupan masyarakat, serta kesadaran mengenai kontribusi yang dapat diberikan oleh pihak lain terhadap suatu kegiatan.2s
Semula partisipasi hanya didefinisikan secara politis sepenuhnya sebagaimanayang berkembang pada tahun 1950-an
dan 1960-arr. Dalam hal ini, partisipasi diartikan sebagai pemungutan suara, keanggotaan dalam pffiil, kegiatan dalam
perkumpulan sukarel4 gerakan protes, dan sebagainya. Partisipasi politis ini dapat dibagi dalam dua arena. Prtama,partisipasi horizontal yang melibatkan masyarakat secara kolektif
untuk memengaruhi keputusan kebijakan. Kedua, arena vertikal yang terjadi ketika anggota masyarakat mengembangkan

28 Cordie Bryant

dan Louise G. White..if4anaietnen pembangunnn untuk

nqara berhernbang. Penerlemah: Rusyanto


LP3ES, 79 87),

hd.

268 -27 6.

L.. Simatupang. (Jakarta :

Bab 2

Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

hubungan tertentu dengan kelompok elit dan pejabat yang


bermanfaat bagi kedua belah pihak.2e
Pada tahun 7970-an, partisipasi mulai dihubungkan
dengan proses administratif dengan menambahkdn kegiatan
peran serta dalam proses implementasi sehingga individu dan
kelompok dapat mengejar kepentingan yang bertentangan dan
bersaing untuk memperebutkan sumber daya yang langka.
Studi yang dilakukan Uma Lele pada tahun L975 menunjukkan
bahwa partisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan program dapat mengembangkan kemandirian yang dibutuhkan
oleh anggota masyarakat pedesaan demi akselerasi pembangunan.3o Selain itu, perluasan konsep partisipasi tidak hanya
mencakup proses perencanaan dan pelaksanaan lagi tetapi juga
paftisipasi dalam penerimaan manfaat.fugumen yang disampaikan adalah adarrya kemungkinan masyarakat tidak mendapzt manfaat dari kontribusi yang diberikannya. Bryant 6c
White mengingatkan pula agar konsep partisipasi tidak dipersempit hanya pada aspek penerimaan manfaat belaka karena
akan mengubah pengertian umum partisipasi. Aspek penerimaan manfaat merupakan pelengkap dari cakupan pada proses
perencanaan dan pelaksanaan sehingga membawa manfaat
yang lebih besar bagi masyarakat.3l

2e lbid,hal.270-272.
30 lbid'hil.275.
31 Ibid..hal.276.

47

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Selain partisipasi dalam perencanaan, implementasi, dan

penerimaan manfaat, Griesgraber 6c Gunter menambahkan


aspek yang lain, yakni evaluasi dengan mengartikan partisipasi
sebagai suatu mekanisme yang melibatkan masyarakat dalam
suanr program mulai dari tahap identifikasi sampai implementasi dan evaluasi. Dengan demikian, konsep partisipasi menjadi
sedemikian luas mulai dari aspek perencanaan, implementasi,
evaluasi, sampai penerimaan manfaat. Griesgraber & Gunter
mengartikan partisipasi sebagaimana tertera dalam kalimat
berikut.
"Mechanisrn for mabling affected people to share in the

creation of a project or program, beginning witb

idmti.fication all the way through to irnplementation and


eualuati.ot1".32

Pengertian partisipasi tersebut tentu sudah lebih mendalam daripada definisi yang diuraikan pertama kali namun belum menunjukkan sentuhan dimensi spasial dari pemahaman
terhadap istilah partisipasi. Midgley telah membantu mengatasi
persoalan ini dengan membedakan konsep partisipasi popular dengan partisipasi masyarakat.33 Partisipasi popular berkenaan dengan isu yang luas tentang pembangunan sosial dan

J.M. Griesgraber and B.G. Gunter (eds). Deuelopmmt: New Paradigms


and. Principles for tbe Tcuenty-first Cmtury . @ast Haven, CT: Pluto Press,
L996), pp. 144-145.
James Midgley, op.cit., pp.23-24.

Bab 2

Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

penciptaan peluhng keterlibatan rakyat dalam kehidupan poli-

tik, ekonomi, dan sosial dari suatu bangsa. Selanjutnya, Korten


menjelaskan lebih iauh bahwa partisipasi jenis ini didesain oleh
ahli perencanaan dari pusat dan dijalankan melalui badan pembangunan yang tersentralistis, hierarkis, dan terikat oleh per-

aturan diikuti wewenang kecil dari fungsionaris lokal untuk


menyesuaikan program dengan kebutuhan atau keinginan
lokal. fuumsi yang dipegang adalah pengembangan partisipasi
pada tingkat nasional bertujuan untuk menjamin pernrmbuhan
ekonomi yang diikuti dengan tri.ckle down effect atasmanfaat
pembangunan.3a

Sementara itu, Midgley mengungkapkan bahwa partisipasi masyarakat berkonotasi the di.rect inuoluement of ordinary people i.n local affarrs. Partisipasi masyarakatberuriadanya keterlib atan masyarakat biasa dalam urusan-urusan setempat secara langsung. Midgley memperjelas pengertian partisipasi masyarakat ini dengan mengacu pada salah satu definisi
yang termuat dalam resolusi PBB pada awal tahun 1970-an
sebagai berikut.

''lhe creation of opportunities to enable all members of a


community and the larger society to acti.uely contribute
to and influence the deuelopment process and to share
equitably in the fruits of deuelopmenf". (Penciptaan
peluang yang memungkinkan semua anggota masyarakat

untuk berkontribusi secara aktif dalam


34 David C. Korten, 1986, op.cit., p, 9.

49

proses

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

pembangunan dan memengaruhinya serta menikmati


manfaat pembangunan tersebut secara merata).3s

Mengenai batasan apayang tercakup dalam partisipasi


masyarakag Midgley mengungkapkan adanya dua pandangan.36 Pertamar.betdxarkan United Nations Economic and
Social Council Resolution 1929. Resolusi ini menyatakan bahwa partisipasi membutuhkan keterlibatan orang-orang secara
suka rela dan demokratis dalam hal (a) sumbangsihnya terhadap usaha pembangunan, (b) penerimaan manfaat seqra merata, dar. (c) pengambilan keputusan yang menyangkut penentuan tujuan, perumusan kebijakan dan perencanaan, serta
penerapan programpembangunan sosial dan ekonomi. Mengacu pada pandangan ini, partisipasi dapat dibedakan menjadi
dua hal. Authenti.c parti.cipation (partisipasi otentik) yang merujuk pada terpenuhinya ketiga kriteria tersebut. Jika seluruh
kriteria tersebut tidak dapat dipenuhi maka hal ini akan disebut
pseudn-partici.pation (partisipasi semu).
Tentu saia partisipasi yang ideal adalah partisipasi otentik.
Namun jenis partisipasi ini dianggap terlalu ambisius karena
memerlukan perubahan struktur sosial yang nyata dan redistribusi kekuasaan besar-besaran yang tentunya sulit dipenuhi
oleh banyak negataberkembang. Oleh karena itu, pada tahun
1981 PBB mengajukan pandangan yang berbeda tentang defi-

35

James lvftdgley, loc.cit,

36 ibid., pp.25-27.

50

Bab 2

Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

nisi partisipasi masyarakat dengan menekankan.pada "autonorny and self-reliance in participatioz". Selanjutnya, dibedakan pula berbagai jenis partisipasi berdasarkan pandangan ini,
yakti coerced partici.pation yangsangat dikecam, i.nduced participation yang dianggap terbaik kedua, dan spontaneous parti.ci.pation sebagai model ideal partisipasi.3T Midgley kemudian
menegaskan bahwa partisipasi masyarakat disebut tercapi apabila program yang diinginkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat secara efekif terpelihara oleh masyarakat itu sendiri setelah semua dukungan eksternal berakhir. Secara praktis, pandangan ini dianggap lebih relevan karena mempertimbangkan
kapasitas masyarakat dan mengakui adanya kebutuhan akan
bantuan eksternal dalam pengembangan partisipasi masyarakat.
Dengan mempertimbangkan berbagai uraian tersebut,
berarti partisipasi masyarakat mencakup peran serta dalam
proses perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan penerimaan
manfaat pembangunan dengan mempertimbangkan otonomi
dan kemandirian masyarakat. Thmpaknya pandangan terakhir
ini sesuai dengan
oleh Sjahrir sebagai beri
^payangdipikirkan
kut.

"Pengertian partisipasi dalam pembangunan bukanlah


semata-mata partisipasi dalam pelaksanaan program,
rencana, dan kebijaksanaan pembangunan, tetapi juga

37 lbid.

5'l

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

partisipasi yang emansipatif. Artinya sedapat mungkin


penentuan alokasi sumber-sumber ekonomi semakin
mengacu pada motto pembangunan dari, oleh, dan untuk

rakyat.'3t

Dari penjelasan mengenai cakupan makna dari partisipasi


masyarakat tersebut dapat dipahami bahwa partisipasi dalam
arti luas juga mencakup i.nuoluement dan mt p owerment. P ardsipasi terentang mulai dari pembuatan kebiiakan, implementasinya sampai kendali warga negaraterhadapnya. Partisipasi
dapat terjadi bila ada demokrasi. Dengan demikian, akan teriadi perubahan pandangan masyarakat terhadap partisipasi.
Kini masyarakat tidak lagi memandang partisipasi publik sebagai sebuah kesempatan yang diberikan oleh pemerintah karena kemurahan hatinyq tetapi lebih menghargai partisipasi
sebagai suatu layanan .lasar dan bagian integral dan local gouernance, Dalam ci.tizen-centered gouernrnenf, partisipasi publik
merupakan alat bagi good gouemance.3e
Secara filosofis, jalannya pemerintahan daerah terfokus
pada tanggung jawab masyarakat. Istilah partisipasi publik kini
juga berarti citizen engdgetnenr (perikatan warga) secara aktif
dan disengaja oleh dewan atau pemerintah tidak hanya dalam

Sjahdr.. 'Pembangunan berdimensi kerak,'aan' dalam David C. Korten

dan Sjahrir. Pembangunan Berd.imensi Kerakyatan. Penerjemah:


Setiawan Abadi. flakara: YOI, 1988), p. 320.
Kell Antoft and Jack Novack, op,ci.t.,

52

p.81.

.4-

Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

proses pemilihan umum, tetapi juga dalam pembuatan keputusan kebijakan publik atau dalam penyusunan arahurstrategis
lainnya" Partisipasi publik seyogyanya tidak dilihat hanya dalam

sekali atau serangkaian kejadian, tetapi dilihat dalam penentuan berbagai hal penting secara bersama-sama antara politisi,

administrator, kelompok kepentingan, dan warga. Pada dasarnya, tujuan partisipasi publik sangat beragam, meliputi berbagi informasi, akuntabilitas, legitimasi, pendidikan, pemberdayaan masyarakat, dan berbagi kekuasaan secara nyata.ao
Beberapa karakeristik dasar dari partisipasi publik dalam
pemerintahan daerah telah dijelaskan oleh Philips dan Graham setelah menyimpulkan beberapa snjtdi tentang partisipasi
publik dalam local gouernance.al Kxal<teristik tersebut meliputi partisipasi publik melibatkan warga dalam keseluruhan
proses pemilihan kota; pada tingkatan minimum, partisipasi
publik melibatkan interaksi dan komunikasi dua arah yang
diikuti dengan potensi untuk memengaruhi keputusan kebijakan dan outcorne-nya; p'drtisipasi publik melibatkan individu

Katherine A. Graham and Susan D. Philips. "Making public participation more effective : Issues for local government' in Katherine A. Graham and Susan D. Philips (eds). Citizm engdgelnent : Lessons in partici.pdtion from local gouemment. (loronto: Institute of Public A4minis"
tration of Canada, 19981, p. 4-8.
Susan D. Philips and Katherine A Graham. 'Conclusion : From'public
participation to citizen engagemento in K.A. Graham and Susan D.
Philips (eds), lbid,, pp. 225 -226.

53

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

dan kelompok, baik yang bersifat ad hoc maupun stakeholder


permanen; partisipasi publik lebih berupa seni daripada ilmu
karena berpijak pada dua realitas, yakni realitas politik (terjadi
dalam lingkungan politik) dan realitas birokrasi (berada dalam
konteks antarpemerintahan).
Burns, Hambleton, 6c Hogget mengungkapkan bahwa
partisipasi publik dapat berlangsung dalam beberapa area pengambilan keputusan.a2 Pertarna, prakik operasional yang menyangkut perilaku dan kinerja pegawai dalam institusi publik,
isu-isu yang berkaitan dengan aspek lainnya dalam kualitas
pelayanan publik, keterandalan dan keteraturan pelayanan,
fasilitas bagi pengguna jasa dengan kebutuhan tertentu dan
sebagainya. Kedua, keputusan pembelanjaan yang berkaitan
dengan anggaran yang didelegasikan, auirggar:anyang menyangkut modal besar, sampai pada anggaran pendapatan menyeluruh yang mencakup gaji pegawai dan biaya rutin bagi kantor
teftentu sekaligus pemeliharaannya, termasuk peningkatan
pendapatan melalui peningkatan pajak lokal. Ketiga, pembuatan kebijakan yang menyangkut tujuan-tujuan strategis dari
pelayanan teftentu, rencana strategis bagi pembangunan kawasan dan fasilitas tertentu, serta prioritas pembelanjaan dan
keputusan alokasi sumber daya lainnya.

42 Danny Burns, Robin Hambleton, and Paul Hoggett.

The politics of de(London


: The Mac Millan
Reuitalisinglocal
democracy.
centralization
Press, 1994), p.760.
:

54

Bab2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

Antoft dan Novack juga mengungkapkan berbagai bentuk


partisipasi (dalam pengertian lebih sempit) yang dapat dilakukan oleh komunitas untuk memperjuangkan kepentingan
dan kebutuhannya. Bentuknya dapat berlangsung secara simultan, yakni memberikan kesempatan bagi penduduk untuk
menikmati akses partisipasi yang lebih besar karena tidak semua penduduk dapat berpartisipasi secara langsung pada waktu yang bersamaan, di tempat yang sama, dengan kepentingan
yang sama pula. Ada kendala waktu, tenaga, dan sumber daya
lain yang membatasi partisipasi masyarakat. Bentuk-bentuk
partisipasi tersebut meliputi electoral participation, lobbyi.ng
getttng on council agenda, special purpose bodi.es, dan special
purp os e p art icip ation.a3
Berbagai bentuk partisipasi publik (dalam arti luas) dalam
pemerintahan daerah berdasarkan pengalaman berbagai negara

di dunia telah dijelaskan oleh Norton yang berkisar pada beberapa hal. Pertama, referenda bagi isu-isu vital di daerah tersebut dan penyediaan peluang inisiatif warga untuk memperluas isu-isu yang terbatas dalam referenda. Kedaa, melakukan

decentralization i.n cities (desentralisasi di dalam kota) kepada


unit-unit yang lebih kecil sehingga kebutrrhan, tanggung jawab
dan pengambilan keputusan lebih dekat kepada masyarakat.
K"trga, konsultasi dan kerjasama dengan masyarakat sesuai
dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat itu sendiri.

43 Kell Antoft

and Jack Novaclg /oacia

J)

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

I(eempat, partisipasi sebagai elected mernber (anggota yang


dipilih).Semakin banyak anggota dewan yang dipilih secara
proporsional dengan jumlah penduduk maka semakin tingg

partisipasinya. Semakin kecil rasio antara anggota dewan


dengan junlah penduduk maka semakin besar derajat partisipasinya. Meskipun demikian, rasio tersebut bervariasi antardaerah di seluruh dunia bergantung pada kondisi masingmasing.
Dengan mempertimbangkan seluruh uraian dari para pakar tentang partisipasi masyarakat dan tentang partisipasi masyarakat ddam konteks pemerintahan daerah, diperlukan upaya untuk mengonstruksi pemahaman yang lebih terintegrasi
dan sederhana sehingga lebih mudah dipahami oleh pembaca
dalam menelaah nrlisan ini secara keseluruhan. Partisipasi ma-

syarakat ddam pemerintahan daerah selanjutnya dapat dimengerti sebagai keterlibatan langsung masyarakat secara sukarela dan mandiri, b* dalam perencanaan maupun pelaksanaan kebijakan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Pengertian tersebut telah mencakup apa yang
dimaLrsud dengan uolwntary and autonomous action oleh Midgley peran serta masyarakat dalam perencanann dan pelaksanaan pembangunan oleh Bryant 6c White, di.rect inuoluement

of ordinary people i.n local affarrs oleh Midgley dqn autbentic


pa.rti.ci.pation oleh United Nations. Dengan pengertian yang

AlanNorton, op.cit., pp. 103-109.

56

Bab 2

Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

cenderung sederhana tersebut dibandingkan rangkaian analisis


terhadap berbagai tulisan yang telah dipaparkan maka diha-

rapkan pula bahwa pengertian tersebut telah mencakup area


pengambilan keputusan dalam partisipasi publik oleh Burns,
Hambleton 6c Hogget, citi.zen engagernent dari Graham 6c
Philips, partisipasi masyarakat sebagai bagtan integral darilocal gouernance daiAntoft 6c Novack, serta beragam bentuk
partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah sebalaimana diungkapkan oleh Norton. Pengertian partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah tersebut tentu mengabatkan psewdo parti.cipation ataa mobi.li.zed parti.cipati.on setra
partisipasi masyarakat di luar pemerintahan daerah, namun
pengertian ini tidak membedakan partisipasi dalam administrasi pembangunan dan pelayanan publik.oleh daerah otonom.

D.

DERATAT PARTISIPASI MASYARAKAT


Pada dasarnya partisipasi tidak berlaku seragam di ber-

bagai daerah meskipun penyelenggar^an pemerintahan daerahnya telah bersifat partisipatif. Terdapat kadar yang berbeda

dalam setiap praktik partisipasi. Jika diperbandingkan satu


sama lain, kadar ini akan membentuk suatu garis kontinum
mulai dari titik nonpartisipasi warga sampai kendali warga
sepenuhnya. Teori yang sangat terkenal dalam menunjukkan
kadar partisipasi dikemukakan oleh funstein sebagai ladder

57

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

d participation

(tanggapartisipasi).as Teori ini mengategorikan

partisipasi sebagai kekuasaan warga dalam memengaruhi perubahan dalam pembuatan kebijakan. Menurut teori ini terdapat

tiga derajatpartisipasi yang kemudian diperinci lagi dalam delapan anak tangga partisipasi. Derajat yang terendah adalah
nonpartisipasi. Aktivitas partisipasi yang terjadi pada derajat
ini sebenarnya merupakan distorsi partisipasi. Tuiuan sebenarnya tidak untqk mendukung rakyat berpartisipasi dalam
pembuatan rencana dan pelaksanaan suatu program, tetapi
untuk memungkinkan pemegang kuasa sekadar mendidik dan
menyenangkan partisrpan. Dalam deraiat ini terdapat dua anak
tangga, yakni manipulasi dan -terapi.
Derajat kedua merupakan derajat yang menuniukkan pertanda adanya parti sipasi (tokenisml. Keterhbatan warga dalam
derujat ini lebih tingg daripada derajat sebelumnya. Praktik
partisipasi dalam pemerintahan daerah paling banyak teriadi
pada deniatyang meliputi tiga anak tangga ini, yakni pemberian informasi, konsultasi, dan penentr aman @lacation). Derajat ini felas telah melibatkan aktivitas dialog dengan publik
yang berarti warga memiliki hak untuk didengar pendapatnya
meskipun tidak terlibat secara langsung dalam pengambilan
keputusan. Pemberian informasi menuniukkan adanya komu-

4s

Sherry R. Arnstein. "Eight rungs on the ladder of citizen participation"

in Edgar S. Cahn and Barry A. Passet Citizen participation: Effecti.ng


cornmunity cbange. (New York Praeger Publishers, 1971), pp. 69-97,

Bab 2

Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

nikasi satu arah dari pihak yang berwenang kepada publik,


seperti pengumuman, penyebaran pamflet, dan laporan tahunan. Konsultasi menuniukkan adanya komunikasi dua arah
antara pihak yang berwenang dengan masyarakat, misalnya
survei sikap, temu warga, dan dengar pendapat publik. Penentraman melibatkan aktivitas yang lebih mendalam dengan
mengaiak masyarakat untuk terlibat lebih jauh dalam komite
pembuatan kebijakan meskipun pemegang kuasa tetap memiliki hak yang lebih dalam pengambilan keputusan.
8

Kendali warga

Kuasa yang didelegasi

Kemitraan

Penentraman

Konsultasi

Pemberian informasi

Terapi

Manipulasi

Derajat kuasa warga

Derajat tanda partisipasi

Nonpartisipasi

Gambar 1 Tangga Partisipasi dari Sherry Amstein


Sumber: Sherry R. Arnstein. "Eight rungs on the ladder of citizen participation" in
Edgar S. Cahn and Barry A. Pasret Citizen participation: Effeding
community change. (New York Praeger Publishers, 1971), p.70.

Derajat tertinggi adalah kendali wargayang memberikan


peluang keterlibatan lebih kuat dalam pembuatan kebiiakan.
'Warga
ambil bagian secara langsung baik dalam pengambilan

59

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

keputusan maupun pelayanan publik Derajat ini menunjukkan


adanyaredistribusi kekuasaan dari pemerintah kepada masya-

rakat. Terdapat tiga anak tang1a dalam derajat ini mulai dari
kemitraan, kuasa yang didelegasikan, sampai pada yang tertingg yakni kendali warga.
Teori yang diungkapkan lebih dari tiga puluh tahun yang
lalu ini tak lepas dari kritik karena keterbatasannya. Terdapat
beberapa kridk yang disampaikan oleh para pakar. Pertama,
lcitik yang menyangkut delapan tipologi partisipasi yang dianggap terlalu menyederhanakan kompleksitas ragam partisipasi publik.46 Hal ini juga dialoi oleh funstein sendiri bahwa
masih dimungkinkan adarrya tipologi lain yang berentang di
antata anak tangga yang ada, baik yang memiliki perbedaan
tajanmaupun halus. Meskipun demikian, teori tangga paftisipasi ini tetap sangat bermanfaat sebagai titik awal yang sangat
membantu sekaligus memicu perkembangan teori danpraktik
partisipasi publik.
Kedua, kritik yang dikemukakan oleh Burns, Hambleton,
dan Hogget yang mengungkapkan bahwa tangga partisipasi
Arnstein ini tidak cocok digunakan dalam analisis bagi pemerintahan daerah. Tangga partisipasi tersebut terpusat pada analisis hubungan arftarawarga dengan program pemerintah tertentu. Hal ini dapatdipahami karena referensi Arnstein adalah

a6 Michael Fagence. Citizen participation in planni.ng. (New York:


Pergamon Ptess, 19771, pp. 723 -725.

60

Ba\ 2
Kajian Kritis Paftisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

tiga program kesejahteraan sosial pemerintah federal Amerika


Serikat yang berkaitan dengan pembaruan perkotaan, antike-

miskinan, dan kota percontohan. Meskipun demikian, tetap


saja teori ini digunakan oleh banyak ahli sebagai titik awal
penelitian, pembahasan, dan pengembangan partisipasi publik.
Hal serupa juga dilakukan oleh Burns, Hambleton, dan Hogget. Beranjak dari tangga partisipasi ini, mereka mengembangkan teori partisipasi publik yang lebih sesuai dengan analisis
pemerintahan daerah. Teori itu disebut sebagai lad.der of citi,zen ernpow erment (tangga pemberday aan w arga).47
Terdapat beberapa pemikiran yang mendasari teori yang
lebih baru im, Pertama, Burns, Hambleton, dan Hogget menaruh perhatian pada pembegdayaan yang dimaksudkan sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan pengaruh dan
kendali publik dalam aktivitas pemerintahan. Dengan mengacu
pada konsep yang diajukan Hirschman pada tahun 1970ber
arti strategi pemberdayaan terdiri atas dua pilihan, yaL<ni exi't
danuoice.as Konsep exit dapat dijalankan oleh masyarakat melalui model pasar yang memperluas pilihan publik. Pemberdayaan yang dilakukan pemerintah daerah melalui konsep exit
ini diwujudkan dengan strategi desentralisasi manajemen. Dalam konsep ini, masyarakat memiliki pilihan menggunakan

Danny Burns, Robin Hambleton and Paul Hogget, op.cit., pp. 153179.
Ibid.. pp.31-34.

61

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

layanan publik yang disediakan sekaligus memiliki alternatif


untuk tidak menggunakan suatu produk layanan tersebut ka-

rena dapat berpindah kepada penyedia layanan lainnya.


Dengan demikian, masyarakat mempunyai kekuasaan yang
tecermin dari kebebasannya dalam memilih jenis dan penyedia
layanan publik tertentu.
Konsep uoi.ce dapat dijalankan melalui pengembangan
proses demokratis dalam penyelenggaraan pemerintahan dae-

rah. Pengembangan proses demokratis dijalankan dengan


memberdayakan masyar alcat agar berpartisipasi dalam pemerintahan sehingga diperlukan desentralisasi dalam pemerin-

tahan. Dalam konsep ini, masyarakat memiliki kebebasan


untuk menyuarakan aspirasinya dengan cara berpartisipasi.
Dengan demikian, masyarakat memiliki kekuasaan untuk memengaruhi kebijakan yang berkenaan dengan kepentingannya.
Kedun, pemikiran yang memengaruhi teori tangga pem-

berdayazn warga adalah pembedaan antara konsep pilihan,


partisipasi, dan kendali.ae Melalui penggunaan analogi pertunjukan teater maka dapat dibedakan antara ketiga konsep
tersebut. Sebuah pernrniukan akan melibatkan penulis skenario
ftaca: panai politik mayoritas), pemain (baca: peiabat daerah),
dan pemirsa $aca: publik), serta skenario pernrnjukan (kebijakan). Pilihan merupakan suatu kondisi yang menuniukkan
bahwa pemirsa sebuah perftnjukan hanya dapat menentukan

4e Ibid. pp. 153-156.

62

Bab 2

Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

apakah akan terus menonton jika puas dengan tontonannya,


atau akan meninggalkannyaatavberpindah ke teater lain jika
puas terhadapny^. Dengan demikian, pilihan merupakan kekuasaan pasif dari seseorang dalam menentukan sebuah aktivitas.
Sementara itu, partisipasi merupakan suatu kondisi ketika
penonton memiliki kebebasan untuk memengaruhi skenario
meskipun pakem skenarionya masih berada di tangan penulis
naskah. Pemain dapx berlaku seperti yang dikehendaki penonton sepanjang tidak mengubah pakem skenario. Pemain
dapatmenolak kehendak penonton jika dianggap akan mengubah pakem skenario. Penonton dapat berhenti menonton atau
berpindah ke teater lain jika merasa tidak suka dengan pakem
skenario yang ada. Dengan demikian, partisipasi merupakan
kekuasaan yang dimiliki oleh masyarakat untuk dapatterlibat
dan memengaruhi sebuah kebijakan meskipun tidak benarbenar sangat menentukan.
Selanjutnya, konsep kendali sebagai kekuasaan untuk
mengarahkan. Dalam sebuah pertunjukan, penonton disebut
memiliki kendali jika mereka mampu memengaruhi skenario
pernrnjukan sepenuhnya. Kendali membutuhkan partisipasi,
baik dalam proses produksi (penulisan skenario) maupun dalam proses konsumsi (menonton pernrnjukan). Dengan demikian, kendali warga merupakan kekuasaan warga, baik dalam pembuatan kebijakan maupun implementasinya. Dalam
hal ini, warga juga dapat berlaku sebagai kekuatan di balik
Layar yang dapat menenftkan sebuah kebijakan.

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Pemikiran ketiga yang menjadi dasar teori tangga pemberdayaan wargaadalah ruang li"gkop kekuasaan warga. Terdapat empat ruang li"gl*p kekuasaan yang perlu dipahami
sehingga dapat diketahui asumsi ruang li"gk"p pengaruh dari
analisis teori partisipasi tertentu (lihat Gambar 21. Pntama,
ruang lingkup perseorangan atau lebih luas lagi rumah tangga.
Tentu ruang li"gkop ini bukan perhatianbagi pembahasan partisipasi pada tingkatan pemerintahan daerah. I(edtw, ruang
lingkup progtam atau ketetanggaan. Ruang li"gkop ini merupakan fokus bagi desentralisasi pada ti"Skrt"" desa atau program pembangunan tertentu. Teori yang disusun oleh funstein
termasuk dalam ruang lingk"p kedua ini.

perseoranSan.

Lingkup
pemerintahan
daerah atau
administrasi
lokal.

permukiman,
RT/RW,

program,.
kawasan, atau

Lingkup
pemerintahan
nasional.

fasilitas.
Gambar 2 Ruang lingkup kekuasaan warga dari Burns, Harnbleton, &
Hoggett
Sumben Danny Bums, Robin Hambleton and Paul Hoggett. The politics of
decentralization (London: Macmillan, 1994), p. 1 58.

Keti.ga, ruang

li"gk"p pemerintahan

daerah atau administrasi lokal. Tentu sisa ruang li"gl*p kekuasaan warga ini
lebih luas daripada yang kedua. Tampaknya model citizen go-

64

Bab 2

Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

ditulis oleh Box masuk dalam ruang lingkup


ini.50 Sebenarnyasering kali terdapat hubungan yang kuat antara ruang li"gkop kedua dan ketiga ini. Desentralisasi administrasi dan politik dari pemerintah daerah kepada pengelola
program tertentu atau kepada desa menunjukkan adanya keterkaitan tersebut. Ruang li"gk"p yang terluas adalah kekuasaan pemerintahan nasional. Pelayanan dari hubungan luar
negeri, kebijakan nasional, dan pengadilan merupakan contoh
dari ruang lingkup int. Popular parti.cipation atav partisipasi
politik dalam bentuk pemilihan presiden secara langsung juga
merupakan contoh dari ruang lingkup ini.
Partisipasi warga dalam ruang lingkup kekuasaan pemerintahan daerah dapat dibedakan dalam tiga wilayah pengambilan keputusan, yakni praktik operasional, keputusan anggaran dan pembuatan kebijakan. Tiga tingkatan tersebut pada
dasarnya bersifat saling berkaitan karena tujuan strategis tertentu yang harus diambil pada tingkatan pembuatan kebijakan
membutuhkan keputusan pada tingkatan anggaran dalam
membiayai praktik operasional. J"di, kekuasaan warga pada
praktik operasional membutuhkan kekuasaan dalam menentukan anggaran. Keduanya sangat dipengaruhi oleh kekuasaan
dalam membuat kebijakan. Kekuasaan warga dalam seluruh
wilayah pengambilan keputusan ini sangat menentukan bagi
derajat partisipasi yang terjadi di suatu daerah otonom.sl
uerna.nce yang

50 Richard C. Box. Op.cit.


51 Danny Burns, Robin Flambleton,

and Paul Hogget Op.cit., pp. 160-761.

65

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Berdasarkan kajian tentang ruang littgkop kekuasaan ini,


tan1gapemberday aan wargamenempatkan posisinya baik pada ruang lingkup pemerintahan daerah maupun program.

Hal

ini berarti lebih luas dari teorifunstein sehingga dapat di*ggap lebih cocok untuk analisis partisipasi pada tingkatan pemerintahan daerah. Selain itu, dalam konteks pemerintahan
daerah Burns, Hambleton, dan Hogget mengungkapkan beberapa kelemahan dari teori Arnsteitr yatrg berusaha dipenuhi
oleh ladd.er of ci.ti,zen ernpow erment. Pertama, perlu dipertegas
perbedaan antara konsep partisipasi dengan kendali sehingga
memengaruhi klasifikasi partisipasi publik yang ada. Kedua,
dengan membedakan konsep partisipasi dengan kendali maka
t^ng1apartisipasi dapat diperbanyak sehingga mengurangi kelemahan teori Arnstein yang terlalu menyederhanakan tipologi
partisipasi. Ketiga,hal yang lebih penting lagi adalah teori funstein yang menganggap bahwa jarak antarjenjang partisipasi
adalah sama padahal Burns, Hambleton, dan Hogget mengungkapkan bahwa pengalaman menunjukkan bahwa jarak tersebut adalah tidak sama. Dengan demikian perlu ditunjukkan
klasifikasi partisipasi mana yang lebih dekat jaraknya dan mana
pula yang lebih jauh dengan klasifikasi yang berada di atasnya
atau di bawahnya.s2
Berdasarkan beberapa pemikiran tersebut, tangga pemberdayaan warga disusun. Dalam teori ini, terdapat tiga derajat
partisipasi warga yang pada setiap derajar' tersebut dibagi lagi

52 Ibid., pp. t6L-164.

66

Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

dalam beberapa anak tangga partisipasi. Secara keseluruhan


terdapat dua belas anak tangga partisipasi yang memiliki jarak
tidak sama satu sama lain (lihat Garnbar 3). Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa deniatterendah adalah nonpartisipasi warga. Derajat ini ditandai adanya manipulasi informasi
dan kesan yang sering kali terjadi dalam kehidupan publik.
Terdapat empat anak tangga dalam deruiat im, yalcnt: ciuic
hype (penpuan warga), cynical consultation (konsultasi sinis),
poor information (informasi yang buruk), dan cwstomer care
(pemeliharaan pelanggan).
Penipuan warga sering kali dilakukan dengan mendistorsi
informasi, menutupi apa yang sebenarnya terjadi, dan selalu
terjadi komunikasi satu arah. Anak taagga kedua yakni konsultasi sinis sering kali dilakukan dengan memperlakukan partisipasi sekadar sebagai permainan. Pemerintah daerah sering
kali memint^ war1a untuk berpartisipasi, namun partisipasi
yang diselenggarakan berfungsi sekadar sebagai formalitas karena pemerintah daerah tidak sepenuhnya menghendaki keterlibatan warga dalam aktivitas pemerintahan yang berarti.
Partisipasi dijalankan hanya pada hal-hal yang sepele.
Pada anak tangga ketiga, partisipasi warga terhambat oleh
kualitas informasi burukyang diberikan oleh pemerintah daerah. Kualitas informasi yang buruk ini dapat saja disengaja
untuk menghambat partisipasi namun dapat pula tidak disengaja. Kualitas informasi yang buruk ditandai adarrya informasi
yang terlalu padat dan tidak dapat diakses oleh warga. Dengan
kualitas seperti itu, warga memerlukan perjuangan keras untuk
memahami informasi yang diberikan sehingga sulit untuk

67

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

memanfaatkan informasi tersebut dalam memengaruhi pengambilan keputusan.


Pemeliharaan pelanggan ditempatkan pada anak tangga
setingkat lebih tinggi karena melibatkan akivitas pemantauan
dan dndak lanjut keluhan warga atas pelayanan yang diberikan.
Pelatihan terhadap pegawai agar berlaku sopan, ramah, dan
membantu memang merupakan langkah penting dalam mencapai pelayanan prima dan kepuasan pelanggan, namun hal
itu tidak berarti telah memberdayakan warga. Pemeliharaan
pelanggan berfungsi utama untuk mengatasi kemarahanwarga
atas keluhan pelayanan yang diterima dan akhirnya merupakan
suatu cara untuk mengurangi kekuatan warga yang sebenarnya.

Derajat partisipasi yang kedua adalah citizen participa-

tion (pardsipasi warga). Dalam derajat ini, partisipasi telah


terjadi karena warga memiliki kuasa untuk memengaruhi peng-

ambilan keputusan .lalam pemerintahan daerah. Derajat ini


memiliki enam anak t^r.gga yang terdiri atas high qaa.li.ty informati.on (informasi berkualitas) sebagai anak tangga yang
terendah, gmuine consuhafioz (konsultasi sejatr), ffictiue aduisory board (badan penasihat yang efekifl,limited decentrali.zed decision making (desentralisasi terbatas pada pembuatan
keputusan), pa.rtnership (kemitraan), dan yang tertinggi adalah
delegated control (kendali yang didelegasi). Informasi berkualitas menekankan adarryapemberian hak warga untuk memperoleh informasi yang jelas dan tegas. Citizens' charter (piagam wzug?) merupakan salah satu can yang dikembangkan
dalam anak tangga ini. Melalui cara ini, pemerintah daerah
dapat memastikan bahwa warga memperoleh informasi yang

Bab2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

akurat tentang target kinerja, standar pelayanan, kontrak pelanggan, dan perkembangan suant program tertentu.
RUAITIGLINGKI]P3:

KARAKIERISTIKUTAMA
Beragam benftk kendali demokratis yang
lingkup publik
sling bertautan dalam

mg

INTERDEPENDENSI

KENDALI

ymg menguatkembali

KENDALIWARGA

l1

DIPER(:AYAKAN

Tmsfomi pem pemqiilah demh

10

KENDALIYAT.IG
DIDEI.EGASI

Mg

{r
1l

MAITYAN(i

Pemeriatah tlaerah bckorentrci pada


pqas stategisya sbagai pengatw
lingkup publil ymg demokratis dan plualis

Drkugm dalm mgka

I'FMITP

pembenurkm

AN

bottm-te strategy

il

DESENTRALISASI
SF'ARA TFNNATAS

DeentralisiIrciem

PEMBUA'I'AN
KEPUTUSAI.I

il

PARTISIPASI

WARGA

Lokalisasi ponekanan pelayman pada

penilaim kinerja

'7

Pagenalm cm mulkm pedangm.


publik sala langsung dalm pertemw

il

SE

dm

clmi

ymg

dimgati

ATI

INFORMASI

Pengembangm bahasa, retode, keperolmn

,tt

YANGEFEKT'IF
KONSULTASI

pombuatan kpunrsqn utams

tl

BADANPENASIHAT

|,IIKISUAr, T AJ

mkyar

---1-PEMEUHARAAN

,ll
4

MANMAN

YANGBI'RI'K

a\rurylsl

tl

NON.PARTISIPASI WARGA

KONSTJLTASI

YANGSINIII

I
Gambar 3 Tangga Pemberdayaan dari Burns, Hambleton, & Hogget
Sumben Diadaptasi dari Danny Burns, Robin Hambleton and Paul Hoggetl lhe
politics of decentralization. (London: Macmillan, "1994), p,162.

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

fuiaktangga berikutnya adalah konsultasi sejati yang berarti melibatkan warga'dalam memengaruhi pengambilan keputusan. Jajak pendapat dan mekanisme konsultasi publik lainnya seperti temu publik dan dengar pendapat publik memang
dilakukan secara nyata dan hasilnya benar-benar dapat memengaruhi keputusan yang diambil. Meskipun demikian, pemerintah daerah tetap memiliki kewenangan yang lebih ti"gg
dalam pengambilan suatu keputusan tersebut. Hal ini teriadi
karena mekanisme tersebut tidak benar-benar memiliki kuasa
formal meski dapat memiliki pengaruh yang memadai. Anak
tangga partisipasi yang lebih tingg lagi adalah badan penasihat
yang efektif. Dalam hal ini, anggota DPRD berfungsi sebagai
katalis dengan mendorong warga agar menyampaikan aspirasinya. Melalui mekanisme badan penasihat pemerintah daerah
dapat belajar dari publik dengan mendukung masyarakat untuk
terlibat dan menyampaikan aspirasinya. Pengaruh dimungkinkan atas keputusan operasional, sumber daya, dan strategis,
namun kendali aktual tetap berada di tangan pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapatberkomitmen untuk memerhatikan aspirasi warga sebelum keputusan diambil, namun tidak
perlu berkomitmen untuk menjalankannya.
Terdapat kesenjangan iang cukup lebar antara badan penasihat yang efektif dengan desentralisasi terbatas dalam pengambilan keputusan. Badan penasihat yang efektif melibatkan
pengaruh'warga yang terbatas, sementara desentralisasi terbatas dalam pengambilan keputusan mengandung adanya
pengaruh wargayangny^ta dalam proses pengambilan kepu-

70

Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

tusan. Dalam desentralisasi terbatas, pemerintah dapat melimpahkan kekuasaan tertentu sehingga warga memiliki daya
tawat yang nyata. Desentralisasi pengambilan keputusan dapat
diberikan kepada user groups (kelompok pengguna) dari suatu
layanan yang spesifik tentang hal-hal yang menyangkut hal
tersebut. Dengan bekerja sama dengan kelompok pengguna
layanan tertentu, pemerintah daerah dapat menyederhanakan
kerurnitan yang terjadi pada suatu hal yang ruang lingkupnya
terbatas. Dengan demikian, klasifikasi ini dapat menghemat
pekerjaan pemerintah sekaligus dapat membangun kepercayaan dan kerja sama masyarakat. Bagi masyarakat sendiri, partisipasi jenis ini menguntungkan karena masyarakat dapat
membuat keputusan dan menjalankan aktivitas tertentu dengan
cepat sesuai aspirasinya.
Anak tangga ke sembilan adalah kemitraan yang berarti
pemerintah daerah memberikan kekuasaan yang lebih berarti
pada tingkatan masyarakat. Pemerintah daerah dapat menjalin
kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan lokal yang menjalankan suatu urusan teftentu. Organisasi ini memiliki wewenang untuk mengurus sehingga organisasi ini dapat menjalankan administrasi harian sekaligus memiliki wewenang untuk
mengambil keputusan yang bersifat teknis. Akan tetapi, organisasi kemasyarakatan lokal ini tidak dapat membuatkebijakan
strategis karena kewenangan tersebut masih menjadi milikpemerintah daerah.
Sementara itu, derajat partisipasi yang lebih tinggi lagi
tecermin dalam anak tangga kendali yang didelegasikan.
71

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Organisasi lokal, baik berupa asosiasi atau koperasi yang


mengelola suatu urusan tertentu maupun pemerinahan berbasis ketetanggaan (seperti desa) dapat menjalankan pengelolaan suatu unrsan atau wilayah tertenfir setelah didelegasikan
oleh pemerintah daerah. Berbeda dengan kemitraan yang mencakup ruang ti"gkop urusan yang terbatas, kendali yang didelegasikan memiliki ruang li"gkop urusan atau wilayah yang
lebih luas di suatu daerah. Misalnya, secara teknis pemerintah
desa menyerupai pemerintah daerah yang memiliki organ pembuatkebijakan demokratis dan organ pelaksana kebijakan sekaligus berwenang mengums berbagai urusan meski dalam ruang
li"gkop wilayah yang iauh lebih sempit. Dengan demikian,
masyarakat memiliki penfiruh yang lebih nyata daripada anak
t:rnga sebelumnya untuk memengaruhi dan menjalankan keputusan yang berdampak pada masyarakat setempat. Pemerintah daerah masih berperan sebagai sutradara yang tetap
harus diikuti oleh organisasi lokal, namun organisasi ini masih
diberi kebebasan untuk menerjemahkan pakem yang dibuat
oleh pemerintah daerah.
Sampdi pada anak tangga.ke sepuluh tersebug peran masyarakat masih dapat disebut sebagai partisipasi, bukan kendali
karena peran stategis masih berada di tangan pemerintah daerah. Meskipun pemerintah daerah merupakan wakil masyarakag tidak berarti kendali warga sudah di tangan warga. Oleh
karena itu, derajat keterlibatan masyarakat yang lebih tingg
dalam pemerintahan daerah seharusnya menunjukkan kendali
warga atas kebijakan manajemen dan keuangan. Jadi, deraiat

72

Bab 2

Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

partisipasi yang tertinggi adalah citizm control (kendali warga).


Dalam denjat ini, warga memiliki kekuasaan untuk memerintah suatu program, wilayah, atau lembaga tertentu dengan
derajat kemandirian yang kurang lebih sama dengan kemandirian pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat mendelegasikan kekuasaan pada urusan tertentll kepada organisasi

tertentu secara terperinci dengan dasar kontrak hukum. Terdapat dua anak tangga dalam derajxini, yakni entrusted control (kendali yang dipercayakan) dan yang tertinggi adalah
i.ntndependent control (interdependensi kendali).
Dalam anak tangga kendali yang dipercayakan, pemerintah daerah dapat mempercayakan pengelolaan suatu urusan
kepada suatu organisasi baik melalui hubungan bantuan keuangan (grant-aid relationship) maupun melalui pengembangan berbagai bentuk hubungan dan konrak pembantuan (cocontracti.ng) yang bersifat lebih informal. Basis utama dari kendali jenis ini adalah saling percaya sehingga dasar hubungan
yang lebih formalistis justru dapat meruntuhkan kepercayaan
yang terjalin. Dalam anak tangga ke sebelas ini, pemerintah
daerah lebih cenderung menggunakan kemampuannya untuk
memengaruhi kebijakan daripada menggunakan otoritasnya.
Hubungan kontrak lebih mengedepankan adanya saling perpemerintah dan organisasi kemasyarakatan.
caya
^rfiarapihak
Dengan demikian, organisasi kemasyarakatan ini dapat beroperasi jauh lebih dekat dengan masyarakat. Dalam batas-batas
tersebut, masyarakat memiliki kebebasan untuk berinovasi,
mengembangkan kebijakannya sendiri, dan memengaruhi

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

kebijakan pemerintah daerah. Dalam hal ini, pemerintah daerah tetap berperan sebagai sutradara yang dapat menentukan
kebijakan dasar saja yang tetap memberikan peluang besar bagi
organisasi kemasyarakatan untuk berimprovisasi. Meskipun
demikian, kinerja yang harus dicapai organisasi tetap ditentukan secara bersama antatapemerintah daerah dengan organisasi tersebut.

Kendali masyarakat yang lebih tinggi tecermin dalam anak


tangga interdependensi kendali. Dalam situasi ini ada hubungan yang saling bergantung dan saling terkait antarpemerintah
daerah dan lembaga kemasyarakatan otoritatif lainnya. Derajat
demokrasi yang lebih besar dikembangkan dengan membenruk
badan otorita demokratis yangmenangani satu urusan tertentu
(single purpose authoritiesl, misalnya kesehatan, pendidikan,

dan sebagainya.

KARAKTERISTIK

UTAMA
pendensi

kendali

Berbasis
Ketetang-

I
|

Berbasis

Pelayanan/

Otonomi

Pemerintah-

Koperasi

maksimum
keuangan dan legal
dari pemerintah

an
ketetanggaan

pemilikan
rumah

(neighbourho

daerah.

od

Koordinasi melalui

governmeni

74

Bab 2

Kajian Kritis Pattisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

Berbasis

Pelayananl
,.,.Aktivltas
Kendali
yanS

dipercayakan

Kendali
yanS

didelega
sikan

Organisasi otonom
secara legal namun
keuangannya
bergantung pada
pemerintah daerah.
Bantuan hibah

Asosiasi

dan/atau kontrak

(USA)

Kendali utama
didelegasikan
dalam kerangka
kerja yang
dirumuskan
tersentral, misalnya

komunitas,
atau

korporasi
pembangunan komunitas

Organisasi
masyarakat

yang
dikendalikan
para
penSSuna

Koperasi
ketetanggaan

(neighbour-

hood trust)

manajemen
penyewa
(Tenant
management
cooperatives)

kesepakatan

manajemen atau
kontrak hukum.

kelompok warga
dalam kerangka

Forum
ketetanggaan
dengan
berbagi
kuasa

Desentralisasi
secara
terbatas

Kendali terbatas
namun nyata atas
operasi dan/atau
sumber daya dalam

Dewan
komunitas
(Community
Councif)

pembuat

suatu kerangka
kerja spesifik.

Kemitra
an

Berbagi kuasa
antara lembaga
pelayanan dengan

Estate

management
boards,

jointly
managed

facilities

an
keputus
an

75

Estate

committee
residents'
forum

Mengugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

KAMKTERISTIK
UTAMA
Pengaruh
penasihat yang

dimungkinkan atas

Komite
penasihat

keputusan

wilayah

efektif

operasional, sumber
daya, dan strategis,
namun kendali
aktual tetap di
tangan pemerintah

.E

Eo
G

q
G

untuk

G'

committes)

sosial

@ublic

dengan
warSa yang

(Area

daerah.

Menyediakan
prosedur yang
mendukung warga

'

advisory

Komite
penasihat
perumahan
dan
pelayanan

Konsulta
si sejati

memperjuangkan
pandangannya.

meetings)
pada tingkat
ketetanggaan

dipengaruhi
oleh
proposal
rencana

Informa-

Sistem

Piagam'

Kontrak

si

dikembangkan
untuk mencapai
komunikasi dan

warSa

dengan
pelanggan.

berkualitas

(Citizens'
chartercl

Gambar 4 t0rakteristik Utama Ruang Lingkup Sub-local Govemment


dalam setiap Tanga Pembedayaan Warga dari Bums, Hambleton, & Hoget
Sumber: Diadaptasi dari Danny Bums, Robin Hambleton and Paul Hoggett. Ihe
politics of decentralization. (London: Macmillan, 1994), p. 162-163.

Badan otorita dalam interdependensi kendali diisi oleh


pejabat yang berbasis seleksi oleh masyarakat. Badan ini me-

miliki otonomi dalam pembuatan kebijakan dan otonomi

Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

pengelolaan keuangan yang nyata sehingga mencerminkan


kendali warga yang sangat kuat. Dengan mekanisme demikian,
wargadapatmemiliki kendali nyata atas berbagai lembaga otoritatif. Oleh karena hubungan antarbadan otoritatif tersebut
dan hubungannya dengan pemerintah daerah bersifat saling
terkait dalam suatu iaringan tertentu maka kendali warga juga
bersifat saling terkait dalam suatu jaringan. Dalam hal ini tidak
ada lags sutradara karena semuanya memainkan peran yang
sama dan harus menyesuaikan diri satu sama lain. Saling ketergantungan ini mengharuskan masyarakat tetap terlibat dalam
memengaruhi kebijakan.
Selanjutnya Burns, Hambleton, dan Hogget menjelaskan
beberapa konsekuensi dari teori tangga partisipasi tersebut.
Jumlah anak tangga y{rg lebih banyaknya darip.ada tangga
partisipasi funstein dapat berakibat berlebihannya jalur partisipasi yang harus dilalui guna pengembangan partisipasi publik. Maksud sebenarnya tidaklah demikian karena iumlah
anak tangga yang lebih banyak ini berguna unruk merangsang
pemikiran yang lebih ielas tentang hakikat pemberdayaan.
Siapa pun dapat mengurangi atau menambah jumlah anak
tangga partisipasi, tergantung k epadasituasinya. Disadari pula
bahwa realitas dapat jadi jauh lebih kompleks dari abstraksi
teoretis yang digambarkan sehingga suatu daerah dapat mengalami beberapa anaktangga partisipasi dalam suatuwaktu yang
bersamaan. Dengan adanya anak tanggayang cukup banyak
ini, suatu daenh dapat mengevaluasi atau bahkan mengembangkan tingkatan pemberdayaan warganya sesuai situasi.

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Konsekuensi lain dari teori tersebut adalah adanya kesan pres-

kciptif yang mmungkinkan orang beranggapan bahwa anak


tanggatertinggi adalah yang terbaik dan seharusnya pemerintah daerah sesegera mungkin mencapainya. Dari segi konsep
uoi.ce, anak tangga tertinggi merupakan yang paling ideal namun untuk mencapainya dibutuhkan kecermatan karena potensi masal"h y*g ditimbulkan. Kesiapan suatu daerah dan
dukungan pemerintah pusat diperlukan dalam mempertimbangkan apaya untuk menuju anak tangga tertinggi.s3

E.

ANATISIS TERHADAP HASIT PENELITIAN


TERDAHULU TENTANG PARTISIPASI
PUBLIK DATAM PEMERINTAHAN DAERAH

Berikut ini disajikan beberapa hasil penelitian terdahulu


yang sesuai dengan pusat perhatian pada penelitian ini, yakni
partisipasi publik dalam pemerintahan daerah. Hasil penelitian
yang dibahas dibatasi padakajian yang dipublikasikan beberapa
tahun terakhir, baik yang dilakukan di Indonesia maupun di
berbagai belahan dunia lainnya. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dikatakan sebagai state of the art daripaftisipasi publik dalam pemerintahan daerah dari segi administrasi
publik.

s3 lbid., pp. 160-164.

7B

Bab 2

Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

Lourdes M. Cooper 8cJenniferA Elliot memublikasikan


hasil penelitiannya dengan jadul'Public Parti.cipation a.nd Soci.al Acceptability in the Phi.li.ppi.ne EIA Process" pada tahun
2000. Fokus kajian yang dilakukan adalah mekanisme partisipasi dan evaluasi efektivitas partisipasi publik. Penelitian dila-

kukan di Filipina dengan menggunakan metode penelitian studi kasus di tiga proyek pembangunan. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa pemanfaatan peluang yang ada dalam
partisipasi publik bergantung pada kemampuan mengevaluasi
efektivitas partisipasi publik. Manfaat positif partisipasi publik

banyak dipetik dari adanya akseptabilitas sosial. Kondisi ini


dipengaruhi oleh faktor keterwakilan dan kekuatan untuk
mengesahkan alseptabilitas. Partisipasi publik dalam pengambilan keputusan di bidang lingkungan hidup masih terbatas
pada proposal proyek dan dalam tahapan prapersetujuan. Selain itu, evaluasi atas partisipasi publik dalam tahap operasional
belum dapat dilakukan karena belum terdokumentasi.sa
IGjian lain dilakukan oleh Tim Peneliti FISIP UI yang
dipublikasikan dengan judul "Pelaksanaan Otonomi Daerah
Mendukung Good Gouernance' pada November 2001. Fokus
penelitiannyr adalah penyelengg araan pemerintahan daerah

s4 Lourdes M. Cooper

and Jennifer A. Elliot.. "Public participation and

social acceptability in the Philippine ELA Process' Iournal of Environmental Assessment Policy and Management (Vol. 2, No. 3, September,

2000).

79

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

berdasarkan prinslp good gouernance yang mencakup: transparansi, akuntabilitas, paftisipasi, dan pelayanan. Studi yang
berlangsung di Indonesia ini menggunakan metode penelitian
studi literatur atas berbagai hasil penelitian padatahun-tahun
sebelumnya oleh Balitbang Depdagri, LPI, I.AN E STIA I-{I\,

LSM di Jakarta, dan Perguruan Tinggi di Jakarta, Bandung


dan Bekasi. Studi ini menjelaskan partisrpasi publik dalam pemerintahan daerah sebelum berlakunya UU No. 22 Tah;lrr
1999. Hasil kajian ini mengungkapkan bahwa partisipasi masyarakat cenderung dikesampingkan dalam desentralisasi pemerintahan. Penggunaan kekuasaan lebih diutamakan dalam
pelaksanaan pemerintahan daerah daripada pelayanan dan partisipasi. Hal ini karena titik berat tujuan desentralisasi pada
efisiensi administratif daripadatujuan politik. Selain itu, posisi
masyarakat sipil dan DPRD lebih lemah dalam bbrhadapan
dengan lembaga eksekutif.ss

IGjian Tim Peneliti FIKB (Forum Inovasi dan Kepemerintahan yang Baik) dipublikasikan di bawah judulPartisipasi
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Otonorni Daerah pada
bulan Jun/Agustus 2002. Penelitian ini memusatkan perhatian
pada partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah
dengan mempertimbangkan variabel komunikasi, proses peng-

ambilan keputusan, dan kemampuan mengontrol kebijakan

5s Tim Peneliti FISIP UI.

"Pelaksanaan OTDA mendukung good gover-

nance,'Forum Inovasi (Vol. I, November,2001).

Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

pemerintah daerah. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten


Sijunjung Lampung Tengah, Kota Sawah Lunto, Metro, dan
Semarang. Metode penelitian yang digunakan adalah studi
kasus dengan menggunakan instrumen studi kepustakaan, wawancara mendalam, dan observasi. Secara umum, penelitian
tersebut menghasilkan temuan bahwa ada kemajuan partisipasi

masyarakat pascaberlakunya UU No. 22 Thhun 1999. AJ<an


tetapi, kemajuan tersebut dipengaruhi oleh peran elit daerah
dan euforia reformasi. Selain itu, penelitian ini juga mengungkapkan bahwa daerah kota cenderung lebih tingg tingkat

partisipasinya daripada kabupaten. Adapun beberapa faktor


yang memengaruhi partisipasi antata lain budaya dan menta'
litas birokrat, kematangan sistem pemerintahan di daerah, pemahaman masyarakat akan haknya dalam pembangunan, tingkat pendidikan masyarakaq ffansparansi, dan persebaran informasi.s5
Pada tahun 2002,Judith A. Layzer memublikasikan hasil
penelitiannya dengan judul Citi.zen Parti.cipation and Gouernment Choice in Local Enuironmental Controuersies. Kajian
tersebut bermaksud menguji hipotesis bahwa pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pemerintahan daerah lebih
menghasilkan solusi yang lebih lestari dan peduli lingkungan
daripada proses pembuatan kebijakan secara konvensional.

56 Tim Peneliti FIKB. "Partisipasi masyarakat ddam penyelenggaraan


otonomi daerah' Forum Inovasi, (Vol. 3, Juni/Agustus, 2002).

81

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerirh


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Studi ini dilakukan di Belmong Massachussets, Amerika Seri-

kat. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus


dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa obser-

vasi. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa pembuatan


kebiiakan secara partisipatif pada pemerintahan daerah tidak
akan menghasilkan solusi yang lebih lestari dan peduli lingkungan bila tidak disertai persy4ratan regulasi yang memadai
dari tingkatan pemerintahan federal ata:u negata bagian. Hal
ini terjadi karena peiabat lokal menghadapi hambatan fiskal
yang mencerminkan adarryakeseniangan dalam sumber daya
politik antara kepentingan warga dengan kepentingan pembangunan.5T

Medelina K. Hendytio memublikasikan hasil kajiannya


pada tahun 2003 dengan judul Regional Autonorny: Its Social
andCuhurallmpact. Kajian tersebut memiliki fokus pada analisis dampak implementasi otonomi daerah terhadap aspek penyelenggaraan pemerintahan (termasuk partisipasi publik),
ekonomi, dan budaya. Studi tentang Indonesia ini mengguna-.
kan metode penelitian studi literatur atas beberapa hasil penelitian terdahulu. Secara umum, kajian ini menghasilkan temuan bahwa otonomi daerah mampu meningkatkan keterlibatan masyarakag tetapi partisrpasi publik belum berpengaruh

57 Juditlr A.l-ayzen'Citizen participation and government choice in local envirott-ental controversies', in Policy Studies Journal. (Urbana:
Vol. 30, Iss. 2,2002).

82

Bab2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

dalam pemerintahan karena kebijakan yang ditetapkan oleh


pemerintah daerah cenderung mengabaikan aspirasi masyarakat. Oleh karena partisipasi publik belum efektif untuk memengaruhi pemerintahan daerah maka dampaknya adalah

masyaralat cenderung melanggar peraturan yang tidak


aspiratif. Kondisi ini dapat memicu disintegrasi nasional.s8
Kajian yang dilakukan oleh Lucie Laurian dipublikasikan
pada tahun 2004 dengan judtilPubli.c Parti.cipati,on in Enuiron-

mental Decisi.on Making: Findings from Communiti.es Factng


Tbxi.cWaste Cleanwp. Kajian ini terfokus pada faktor-faktor
yang mendorong partisipasi publik bagi pengambilan keputusan dalam pemerintahan daerah. Penelitian yang dilakukan
di North CarolinaAmerika Serikat ini menggunakan metode
penelitian survei dengan metode analisis deskriptif. Secara
umum, hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa kehadiran
masyarakat dalam temu publik dibatasi oleh kurang sadarnya
masyarakat bahwa kegiatan tersebut diselenggarakan. Motivasi
seseorang merupakan faktor kunci yang memengaruhi partisipasi. Ketidakper cay aan kepada badan-badan pemerintah,
tingkat penghasilan, integrasi jaringan sosial setemPat meru-

58 Medelyna K. Hendytio. "Regional autonomy: Its social and culturd


impact' in TA Legowo and Muneo Thkahashi (eds).ReSiotul aatonorny
and. socio-economic d.euelopment in lnd.onesia: a Multidimensi.onal
analysis. (Chiba, Japan: Institute of Developing Economies, Japan External Thade Organization, 2003).

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

-:mfT""T:fl"'*'-

pakan faktor yang memengaruhi motivasi seseorang dalam


berpartisipasi. Selanjutnya, mobilisasi masyarakat tidak berpengaruh secara langsung terhadap motivasi berpartisipasi. Temuan yang menarik justru terlihat dari fakta bahwa kepercayaan atas kemampuan pemerintah menyelesaikan persoalan
justm melemahkan insentif seseorang untuk berpartisipasi.se
Brian Adams telah memublikasikan hasil penelitiannya
dengan jadul Pwblic Meeting and the Democratic Process pada
tahun 2004. Fokus penelitian tersebut adalah peran temu publik untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan pada tingkatan pemerintahan daerah. IGiian
ini dilakukan di Santa Ana, California, Amerika Serikat. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan
menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara.
Secara umun, temuan dari penelitian ini adalah bahwa temu
publik tidak mampu mencapai tujuan berupa deliberasi warga
dan tidak efektif sebagai alat persuasi rasional, namun temu
publik berperan untuk memelihara sistem demokrasi lokal.
Temu publik berperan untuk memberi informasi, menunjukkan
dukungan, mengkritisi isu kebijakan tertentu, menyusun agenda kebijakan, dan meriunda pengesahan atau pemberlakuan

5e Lucie laurian. 'Public participation in environmental decision making: findings from communities facing toxic waste clednup', inleulud
of the American Planning Association, (Chicago: Vol. 70, Iss. L, Win.

ter,2004).

84

Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

suatu kebijakan, serta mengembangkan jaringan antar dan an-

tarawarga dengan peiabat terpilih. Mengingat peran penting


yang dimainkan ini, pemerintah daerah tetap mempertahankan
temu publik karena dapat memetik marfiaat berupa pengumpulan informasi tentang opini publik tertentu dan pengukuran
legitimasi terhadap proses kebijakan tertentu.60
Renee A. Irvin ScJohn Stansbury juga telah memublika.
sikan hasil penelitiannyapadatahun 2004 dengan judul Cdizen Parti.cipati.on in Deci,si.on Making: Is ltworth the Effort?
Fokus penelitian tersebut adalah analisis tentang efektivitas
partisipasi masyarakat sebagai alat pembuatan kebijakan. Penelitian ini dilakukan di The Papillion Creek System' Omaha,
Amerika Serikat. Metode penelitian yang digunakan adalah
riset partisipatif dengan menggunakan Multiuiteri.a decision
makingmethodology. Temuan penting dari penelitian ini adalah bahwa kurang adarryabuki yang menuniukkan efektivitas
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Terdapat lima kondisi partisipasi masyarakat sebagai alat pembuatan
kebijakan publih yakni kondisi berbiaya rendah, kondisi sangat
bermanfaat, kondisi tidak ideal, kondisi berbiaya tinggi, dan
kondisi kurang bermanfaat. Selanjutnya dijelaskan bahwa akan
terjadi pemborosan sumber dayadalamproses pembuatan ke-

60 Brian Adams. 'Public

meetings and the democratic process', in Public

Administration Review, (Washington: Yol. 64,Iss. 1, Jan/Feb

'

2004).

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

bijakan jika dilakukan dalam kondisi masyarakat yang kurang


ideal.6l
Sopanah dkk. telah melakukan penelitian pada tahun
2004 dengan iadruJ Strategi penguatan partisip asi rab at dalam
pengawasan proses penyasunfun dan pelaksanaan APBD Kota

Malang. Penelitian ini belum dipublikasikan. Fokus penelitian


ini adalah partisipasi publik dalam pengawirsan terhadap penyusunan dan pelaksanaan APBD, problematika partisipasi masyarakat, dan strategi penguatan partisipasi ralcyat. Penelitian
yang dilakukan di Kota Malang ini menggunakan metode kaji
tindak.partisipatif. Secara rmurnr hasil penelitian ini menemukan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengawasan terhadap penyusruurn dan pelaksanaan APBD di Kota Malang
tidak efekif karena menghadapi berbagai persoalan, yakni
tidak adanya sosialisasi dari pemerintah daerah dan DPRD.
Tradanya sosialisasi partisipasi ini disebabkan oleh kesengaiaan
dari elit politik lokal untuk menghindari panisipasi masyarakat.
Persoalan lain yang dihadapi adalah adanya kecenderungan
formalisasi mekanisme peniusunan APBD yang bersifat *dari
bawah ke atas.' Form'alisasi ini terjadi karena dominannya
pengaruh elit lokal dalam penyusunan APBD. Persoalan berikutnya menyangkut ketidakpedulian masyarakat atas haknya

5r

Renee A. hvin and John Stansbury. 'Citizen participation in decision


making: Is it worth the effort?" Public Administration Review. (Vol.

64, Iss. L, JanlFeb, 2004.r.

85

Bab 2
Kajian Kritis Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

untuk terlibat dalam memengaruhi kebijakan APBD. Ketidakpedulian tersebut disebabkan oleh rendahnya pendidikan poli-

tik

masyarakat.52

Dari berbagai hasil penelitian yang telah disajikan dapat


diperoleh beberapa hal penting. Dari segi substansi, efekivitas
partisrpasi publik dalam pemerintahan daerah dipengaruhi oleh
bgrak faktor yang saling terkait. Faktor pokok yang telah
menjadi perhatian para peneliti tersebut ant^ra lain motivasi
berpartisipasi seseorang, dukungan pemerintah pusat, eksistensi elit lokal, peran pemerintah daerah, dan metode partisipasi yang digunakan. Setiap faktor pokok ini berkaitan dengan
banyak faktor lainyang secara keseluruhan memengaruhi efektivitas partisipasi publik.
Dari segi metodologi, metode penelitian yang dapat digunakan dalam penelitian partisipasi publik ternyata beraneka
ragam. Metode tersebut antaralain studi kasus dengan teknik
wawarLcar4 studi kasus dengan multi instrumen, studi kasus
dengan teknik pengamatan, studi [teratur, survei, riset partisipasi dengan menggunaka n multicriteri.a deci.si.on making me'
thodology, darpartici.patory acti.on research (kaji tindak partisipatif). Hal ini berarti tidak ada satu jenis metode penelitian tunggal yang harus digunakan dalam penelitian partisipasi

62 Sopanah, dkk. Strategi penguatan partisipasi masyarakat dalam


pengawasan proses penyusunan dan pelaLrsanaan APBD Kota Malang.

Laporan Penelitian tidak dipublikasihnn. (Maret, 2004).

87

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

publik. Konsekuensi lainnya adalah masih dimungkinkannya


penggunaan metodologi penelitian lain sesuai tujuan penelitian
yang hendak dicapai. Dengan mempertimbangkan hal ini, pendekatan berpikir sistem dapat digunakan dalam penelitian tentang partisipasi publik ini.
Selain untuk memperdalam pemahaman tentang fenomena partisipasi publik dalam pemerintahan daerah, penggunaan pendekatan berpikir sistem dapat berguna untuk memperkaya keragaman pendekatan metodologis. Keunggulan
penggunaan pendekatan berpikir sistem ini karena pendekatan
ini tidak memandang variabel yang terkait dengan partisipasi
publik secara linear namun secara nonlinear. Pendekatan ini
memandang dinamika sistem partisipasi publik sehingga ter.
jalin pemahaman yang utuh terhadap keterkaitan antarseluruh
variabel dalam suatu sistem. Dengan demikian, upaya pemecahan masalah atas kegagalan penerapan partisipasi publik
yang efektif dapat difasilitasi dengan kemudahan untuk membangun suatu alternatif pemecahan masalah. Bahasan dalam
bab selanjutnya akan dipusatkan lebih mendalam tentang pendekatan berpikir sistem tersebut termasuk pula teknik analisis

yang digunakan dalam penelitian ini, yakni analisis sistem dinamis.

88

&fencanisme

Fartisipasi
&fasyarakat

B9

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

paya yang dapat dilakukan untuk memperoleh


gambaran yang lebih unrh tentang kondisi partisipasi

masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan


daerah di Kota Malang adalah dengan memaparkan mekanisme, derajat, dan efekivitas partisipasi masyarakat. Mekanisme
partisipasi merupakan media atau saluran yang dapat digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat untuk menjalankan akivitas partisipasinya. Sementara itu, derajat partisipasi menrpakan upaya membandingkan mekanisme partisipasi yang berjalan tersebut dengan tangga partisipasi. Deraiat parrisipasi
ini diperlukan untuk memperjelas posisi atau pemetaan dalam
klasifikasi idealitas partisipasi. Selanjutnya efektivitas parrisipasi digunakan untukmenielaskan apakah mekanisme dan aktivitas yang sudah berjalan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kota Malang telah mampu memuaskan stakehold.er penyelenggaraan pemerintahan daerah tentang kebutuhan para pihak tersebut terhadap parrisipasi masyarakat.
Pembahasan dalam bab ini akan dipusatkan pada ketiga aspek
tersebut, yakni mekanisme, denjat, dan efekivitas partisipasi
masyarakat.
Mekanisme partisipasi masyarakat diidentifikasi dari berbagai aktivitas partisipasi masyarakat yang telah melembaga
dan diakui oleh para stakehold.er sebagai sesuaru yang bermanlaat bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Mekanisme partisipasi merupakan saluran yang mewadahi berbagai
cara penyampaian aspirasi dan keluhan masyarakat.Pada dasarnya terdapat dua kategori mekanisme partisipasi masya-

Bab 3

Mekanisme Partisipasi Masyarakat

rakat. Pertamarmekanisme partisipasi masyarakat yang diatur


oleh penyelenggara pemerintahan daerah. Kedua, mekanisme
yang tidak diatur oleh penyelenggara pemerintahan daerah,
namun berlangsung secara alamiah sebagai saluran partisipasi
masyarakat yang dilakukan atas inisiatif masyarakat sendiri.
Selanjutnya mekanisme partisipasi masyarakat yang dibahas
dianalisis dengan menggunakan angga partisipasi yang dikem-

bangkan oleh Burns, Hambleton, dan Hogget.l Analisis ini


akan memberikan gambaran tentang posisi setiap mekanisme
partisipasi yang ada sehingga diperoleh gambaran tentang tingkat partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah. Berikut
ini bahasan akan dipusatkan pada mekanisme dan tingkatan
partisipasi tersebut.

A.

MUSYAWARAH PERENCANAAN
PEMBANGUNAN

Musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang)


pada dasarny a adalahmekanisme perencanaan pembangunan
yang bersifat bottom-up. Dengan mekanisme ini diharapkan
adarryaketerlibatan masyarakat seiak awal dalam proses pembangunan. Musrenbang ini dilakukan secara bertingkat mulai

Danny Burns, Robin Hambleton,

&

Paul Hogget. Tbepoliti.cs of decen'

traliuti.on: reui.tali.zinglocal demouacy. (London: the Mac Millan

t994\.

91

Press,

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

dari tingkat kelurahan, kecamatan, kota, provinsi, sampai nasional. Fungsi musrenbang ini adalah wadah silaturahmi antarmasyarakat, antara masyarakat dengan pemerintah, antara nursyarakat dengan stakeholder pembangunan lainnya. Musrenbang pada tinsk"t kecamatan juga memiliki fungsi tambahan,
yakni silaturahmi antara masyarakat dengan anggota DPRD
dari daerah pemilihan yang terkait. Hasil yang hendak dicapai
dalam musrenbang ini adalah penetapan prioritas pembangunan di setiap tingkatan wilayah pembangunan serra klasifikasi
kegiatanpembangunan sesuai dengan fungsi setiap satuan kerja
perangkat daerah (SKPD).
Musrenbang pada ti"gk"t kelurahan dilaksanakan pada
bulan Januari 2005. Pemerintah kelurahan berperan sebagai
fasilitatoq sementara motor penggerak kegiatan ini adalah lembaga pemberdayaanmasyarakat kelurahan (LPMK). Pelibatan
masyarakat cukup tingg pada kegiatffi ffi, baik dilihat dari
sisi perwakilan masyarakat yang ditentukan sendiri maupun
antusiasme masyarakat untuk membangun wilayahnya secara
swadaya. Hasil yang diperoleh adalah dokumen rencana kerja
pembangunan kelurahan yang meliputi dua kelompok. Patama, prioitas kegiatan pembangunan skala kelurahan, baik
yang akan didanai oleh alokasi dana kelurahan maupun swadayawarga. Kedua., prioritas kegiatan pembangunan yang akan
dilaksanakan melalui satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Hasil lain yang mestinya dihasilkan oleh musrenbang pada
tingkat ini adalah dahat nama delegasi untuk mengikuti musrenbang tingkat kecamatan, namun karena petunjuk teknis

92

Bab 3

Mekanisme f artisipasi Masyarakat

tentang hal ini baru keluar setelah pelaksanaan kegiatan maka


nama delegasi akhirnya ditetapkan berdasarkan penunjukan
kepala kelurahan.
Musrenban g pada tingkat kecamatan diselenggarakan
pada bulan Februari 2005. Pelaku kegiatan ini terdiri atas tim
penyelenggara, narasumber, peserta' dan pemantau. Tim penyelenggara berasal dari aparatkecamatan yang berkewajiban
memfasilitasi semua kegiatan musrenbang. Narasumber berasal
dari bappeda, DPRD, dan camat yang berkewajiban menyampaikan informasi bahan pengambilan keputusan musrenbang.
Peserta berasal dari delegasi perwakilan (tiga orang setiap ke-

lurahan) yang berperan melakukan musyawarah untuk menghasilkan keputusan tentang prioritas pembangunan pada lingkup kecamatan dan li"gkop satuan kerja perangkat daerah.
Pemantau berasal dari muspika' kepala kelurahan, dan LSM
atau ormas atau anggota masyarakat lainnya. Keputusan lain
yang dihasilkan dalam kegiatan ini adalah daftar nama lima
orang anggota delegasi perwakilan kecamatan (setidak-tidaknya harus ada seorang perempuan) untuk mengikuti musrenbang tingkat kota. Sebelum musrenbang ini diselenggarakan, tim penyelenggara terlebih dahulu rnenabulasi seluruh
dokumen perencanaan hasil musrenbang tingkat kelurahan.
Kemudian seluruh usulan program pembangunan dikelompokkan berdasarkan bidang: fisik dan sarana prasarana, perekonomian dan pemberdayaan masyarakat, serta sosial budaya.
Penetapan prioritas per bidang ditetapkan berdasarkan musyawarah per kelompok bidang dalam musrenbang tingkat ke-

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

camatan ini. Selain materi dokumen hasil musrenbang kelurahan, materi perencanaan lain yang dimasukkan dala- pembahasan adalah usulan program pembangunan yang disusun

oleh pemerintah kecamatan. Dua jenis dokumen itulah yang


dibahas dalam kegiatan ini sehingga menghasilkan dokumen
perencatraan berdasarkan bidang-bidang yang telah ditetapkan.

Musyawarah perencanaan pembangunan pada ti"gk"t


kota (musrenbangkot), pada hakikarrya bernrjuan untuk mendapatkan masukan guna penyempurnaan rancangan awal
rencana keria pembangunan daerah (RKPD) yang memrrat prioritas pembangunan daerah, pagu indikatif pendanaan berdasarkan fungsi satuan keria perangkat daerah (SKPD). Tojo*
lainnya adalah untuk mendapatkan rincian rancangan awal
tentang rencana kerja satuan kerja perangkat daerah khususnya
yangberhubungan dengan aktivias pembangunan dan tentang
kerangka regulasi menurut SKPD yang berhubungan dengan
pembangunan. Peserta yang berhak turut andil dalam proses
pengambilan keputusan dalam musrenbangkot ini adalah delegasi perwakilan hasil musrenbang kecamatan, SKPD, dan anggota DPRD. Peserta dari SKPD berasal dari seluruh dinas,
badan, kantor, dan bagian di sekretariat daerah, serta PDAM.
Seluruh tahapan musrenbang yang telah terlaksana merupakan sebuah lembaga publik yang melibatkan banyak pihak
di luar DPRD dan pemerintah daerah terkait dalam proses
perencanaan pembangunan daerah. Keluaran yang dihasilkan
oleh lembaga merupakan masukan yang kemudian ditetapkan
secara resmi oleh penyelenggara pemerintahan daerah sebagai

Bab 3

Mekanisme Partisipasi Masyarakat

dokumen perencanaan pembangunan daerah. Dengan mempertimbangkan peran tersebut, musrenbang dapat ditempatkan
dalam tangga ke enam partisipasi masyarakat, yakni genwine
consuhation (konsultasi sejati) karena musrenbang merupakan
forum bersama antara berbagai elemen masyarakat dengan
penyelenggara pemerintahan &erah namun tidak dapat ditempatkan dalam tangga ke tujuh (effecti.ue adui.sory bodies
ataabadan penasihat yang efektif) karena peran pemerintah
daerah masih cukup besar dalam forum tersebut.
Besarnya peran pemerintah daerah ditunjul&an dari siapa
motor penggerak sebenarnya dari musrenbang ini. Secara
umum, badan perencanaan pembangunan Kota Malang merupakan lembaga yang paling bertanggung jawab terhadap berlangsungnya musrenbang secara keseluruhan. Bappeko melakukan inisiasi dengan mengoordinasi seluruh jajaran perangkat
daerah unnrk menjalankan musrenbang. Di tingkat kecamatan,
peran kantor kecamatan sangat besar bagi berlangsungnya musrenbang tingkat kecamatan. Di tingkat kelurahan, kantor kelu-

rahan memiliki peran besar untuk memfasilitasi LPMK dalam


melakukan musyawarah pembangunan kelurahan (musbangkel). Meskipun motor penggerak dalam musbangkel adalah

LPMK namun apabila kantor kelurahan tidak melakukanfasilitasi maka peluang terhambatnya musbangkel sangat besar.
Selain itu, besarnya peran pemerintah daerahtampak pula
dalam fungsinya yang merangkai berbagai produk rnusbangkel
menjadi masukan dan fasilitasi dalam musrenbang tingkat kecamatan, seita berbagai produk musrenbang tingkat kecamatan

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

menjadi masukan dan fasilitasi dalam musrenbang tingkat kota


Aparat perangkat daerah mulai dari petugas bappeko untuk
musrenbang tingkat kota, aparat kecamatan untuk musrenbang

tingkat kecamatan, dan aparat kelurahan untuk musbangkel


.memiliki peran penting dalam melakukan tabulasi seluruh dokumen perenqrnaan, dan melakukan klasifikasi usulan program berdasarkan bidang-bidang.
Dalam setiap tingkatatr musyawarah perencanaan pembangunan, pada dasarnya terdapat dua dokumen rencana" yakni dokrmen yang dihasilkan berdasarkan hasil musyawarah
masyarakat pada tingkatan tersebut dan dokumen rencana dari
perangkat daerah pada tingkatan tersebut. Dalam musbangkel
terdapat dua dokumen, yakni berasal dari masyarakat sebagai
hasil musyawarah pada tingkat RV dan dari kantor kelurahan.
Hal yang sama juga terjadi pada musrenbang tingkat kecamaran
dan tingkat kota. Keterlibatan kuat pemerintah daerah dalam
proses musrenbang ini diakui oleh salah seorang narasumber
sebagai konsekuensi dari sifat rencana pembangunan yang
tidak seragam. Ada rencana pembangunan yang bersifat komplela dan canggih dan ada pula rencana yang bersifat sederhana
dan mudah. Tipe pertama membutuhkan perenqrnaan yang
melibatkan ahli perencana teknokrat sementara tipe kedua
dapat diialankan dengan baik melalui pelibatan masyarakat.
Oleh karena itu, dalam penyusunan rencana pembangunan
dan APBD pada dasarnya ada dua dokumen yang menjadi

96

Bab 3

Mekanisme Partisipasi Masyarakat

bahan pembahasan, yakni dokumen rencana dari masyarakat


dan dokumen rencana dari pemerintah kota sendiri.2
Peran besar pemerintah daerah dalam proses musrenbang
ini dapat disimak dari keterangan sborang informan yang juga

merupakan pengurus LPMK. Pengurus ini terlibat langsung


sebagai peserta musrenbang mulai dari tingkat kelurahan
sampai kota. Keterangan yang disampaikan tersebut sebagai
berikut.
"Pada musrenbang tingkat

kot4 usulan masyarakat yang

berasal dari bawah secara bertingkat ternyata pada


akhirnya banyak yang hilang. Pertama, karena adanya
rencana pembangunan milik pemkot. Kedua, karena
terbentur danayangtersedia serta urgensi setiap rencana
yang tidak sama sehingga harus ada prioritas rencana
pembangunan yang berasal dari masyarakat. Akan tetapi'
dalam musrenbangkot usulan pembangunan masyarakat
masih teap dihargai meskipun banyak yang hilang."3

Dari keterangan tersebut dapat dipahami bahwa meskipun musrenbang benar-benar mampu membawa aspirasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan namun peran
besar dalam proses tersebut tetap berada di tangan pemerintah
daerah. Banyaknya usulan pembangunan masyarakat yang

Hasil wawancara dengan seorang informan, mantan Kepala Bappeko,


Kamis 22 September 2005.
Wawancara dengan informan pengurus LPMK pada tanggal 31 Agustus

2005.

97

Mengugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

'hil41go disebabkan oleh adanya porsi rencana pembangunan


yang bersifat kompleks dari pemkot dan terlalu banyaknya
usulan masyarakat yang masuk sehingga harus dipilah dan dipilih berdasarkan kategori pembidangan dan prioritas atas dasar kategori tersebut. Hal ini harus dilakukan karena keterbatasan anggaranpemerintahkota untuk dapat memenuhi semua
aspirasi masyarakat. Dengan demikian, dapat dipahami pula
mengapa musrenbang dimasukkan dalam kategori tangga keenamgenuine consultation dan bukannya pada tangga partisipasi yang lebih tingg lagi. Selain itu, harus diakui bahwa
mekanisme ini dapat melibatkan masyarakat dalam ju-l"h
yang cukup besar dalam proses pembangunan sehingga mekanisme ini pantas ditempatkan dalam t:rngga partisipasi tersebut.

B. MASA RESES
Masa reses merupakan masa jeda sidang DPRD yang digunakan oleh anggota dewan untuk berkomunikasi dengan

konstituennya. Reses ini baru diselenggarakan pada DPRD


periode 2004-2009. Reses bagi anggota DPRD ini belum pernah dilakukan oleh DPRD padaperiode-periode sebelumnya.
Reses ini perlu dilakukan untuk memberi waktu seciua memadai kepada anggota dewan untuk beftemu dengan konstituen dan anggota masyarakat lainnya di daerah pemilihan
masing-masing. Jeda sidang diperlukan karena ada keterbatasan waktu dan jaak dengan konstituennya. Reses merupakan

98

Bab 3

Mekanisme Partisipasi Masyarakat

sarana bagi masyarakat untuk berinteraksi dengan anggota


dewan karena reses merupakan keharusan bagi anggota dewan.
Pada dasarnya, reses memiliki dua fungsi. PertamarbagS
anggoia DPRD reses digunakan untuk mencari masukan, aspirasi, dan persoalan nyata yang dihadapi oleh masyarakat sehingga menjadi bahan bagi penyelenggaraan fungsi anggota
dewan lainnya. Ke&'nrreses berfungsi untuk melakukan sosialisasi terhadap perjuangan yang telah dilakukan, baik oleh setiap anggota DPRD maupun oleh DPRD sebagai institusi.
Sosialisasi juga dilakukan kepada masyarakat terhadap produk

MPBD tahun berjalan.


kali masa reses. Reses pertaterdapat
tiga
Dalam setahun
ma digunakan untuk melakukan sosialisasi terhadap RAPBD
tahun berjalan sekaligus mencari masukan bagi penyusunan
rencana kerja pembangunan daerah (RKPD). Reses kedua diguperencanaan pembangunan dan

nakan untuk mencari masukan bagi anggota DPRD dalam


rangka penyusunan arah kebijakan umum (AKtl). Selain untuk
kepentingan tersebut, reses kedua ini juga digunakan untuk
melakukan evaluasi terhadap perjalanan APBD pada tahun berjalan, sehingga menjadi bahan pertimbangan bagi anggota
DPRD dalam penyusunan perubahan anggaran keuangan
(PAK). Reses ketiga digunakan untuk melakukan evaluasi akhir
tahun terhadap pelaksanaan APBD tahun berjalan sekaligus
mencari masukan dalam rangka penyusunan MPBD pada
tahun berikutnya.
Pengamatan yang dilakukan pada masa reses Pertama
yang diselenggarakan di kecamatan Blimbing dan Kedung Kan-

99

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

2l

Mei2005 menunjukkan bahwa kegiatan kolektif dilakukan dalam tiga tahapan dengan
format yang berbeda. Kegiatan kolektif ini berarri bahwa seluruh anggota DPRD dari semua fraksi dalam satu daerah pemilihan yang sama sesra'bersama-sama melakukan rangkaian
kegiatan reses. Thhapan pertama dilakukan dengan melakukan
audiensi dengan jajaran pemerintahan setempat. Tahapan kedua dilakukan dengan melakukan temu publik dengan tokoh
masyarakat. Thhapan ketiga juga dilakukan dengan remu publik, namun dengan ruang lingkup masyarakat yang lebih luas.
Temu publik pada tahapan ini bersifat terbuka untuk umum,
namun undangan disebar kepada khalayak tertentu seperti
pengurus LPMK pengurus RT dan RI( pengurus PKK serta
konstituen lain yang dikehendaki oleh setiap anggota DPRD.
Pada dasarnya, materi reses yang dibahas terdiri atas tiga hal,
yakni sosialisasi hasil-hasil pembangunan dari APBD 2004,
sosialisasi rencana pembangunan yang termuat ddam APBD
dang sejak tanggal

5 sampai

2005, dan penyerapan aspirasi masyarakat dalam rangka PAK


APBD 2005. Fungsi kegiatan ini adalah identifikasi dan pemetaan persoalan masyarakag serta penyampaian aspirasi masya-

rakat secara langsung kepada pengambil kebijakan di daerah,


anggota DPRD. Fungsi lain dari audiensi dan temu publik
dalam reses ini adalah sebagai wadah silaturahmi antaraanggota DPRD dengan pejabat kecamatan, kelurahan, dan pengurus
LPMK, PKK BKM, dan seluruh elemen masyarakat yang
hadir.

100

Bab 3

Mekanisme Partisipasi Masyarakat

Selain kegiatan kolektif, setiap anggota DPRD dapatmela-

kukan kegiatan parsial,yang bersifat perseorangan dan atau


mengelompok berdasarkan partai masing-masing untuk melakukan kegiatan temu publik. Secara resmi kegiatan ini bertujuan untuk melakukan sosialisasi kebijakan yang sudah diambil,
penyerapan aspirasi masyarakat, dan pemeliharaan konstituen.
Keterangan yang diperoleh dari beberapa anggota dewan
mengungkapkan bahwa kegiatan parsial perseorangan ini dapat dilakukan dalam bentuk temu publik ataupun silaturahmi
perseorangan. Setiap anggota dewan bebas memilih bentuk
mana pun. Ada anggota dewan yang menggunakan dua cara
tersebut dan ada pula ya$g menggunakan salah satu cam saia.
Bahkan ada pula yang sekadar bersilaturahim belaka.
Aktivitas yang dilakukan dalam masa reses dapat dikategorikan dalam dua tangga partisipasi, yakni tangga keterbukaan dan akses informasi yang baik serta tangga pemantauan
terhadap keluhan masyarakat. Akivitas dalam masa reses berupa komunikasi antara wakil ralryat dengan ralryat yang diwakilinya. Komunikasi dalam berbagai bentuk pertemuan ini pada
dasarnya lebih berupa menjaga silaturrahmi antardua pihak.
Pertemuan ini juga berm anfaxbagspenyampaian berbagai ke-

luhan masyarakat tentang berbagai persoalan yang dihadapi,


baik yang menyangkut persoalan pemerintahan mauPun persoalan yang lebih luas termasuk masalah keluarga. Pertemuan
ini juga menampung berbagai aspirasi masyarakat bahkan tuntutan kepadawakil ralryat untuk menuntaskan janji kampanye
dan penyelesaian berbagai persoalan masyarakat. Aktivitas de101

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

mikian tentu merupakan bagian dari tangga partisipasi yang


berkategori custorntr care (pemeliharaan warga) karena memang ada proses pemantauan terhadap keluhan masyarakat
(tangga ke empat).

Aktivitas masa reses juga dapat berada dalam tangga ke


lima, yakni htgh quahty informati.on (informasi berkualitas)
karena adarryaketerbukaan dan akses informasi. Indikatornya
adalahupaya anggota DPRD untuk mengomunikasikan peran
dan tugas yang telah diialani sebagai wakil ralcyat. Selain itu,
dalam tangga ini anggota DPRD juga melakukan sosialisasi
atas berbagai agenda pembangunan dan kebiiakan daerah yang

telah diputuskan. Sosialisasi APBD juga dilakukan kepada masyarakat konstituennya sehingga masyarakat merasakan adanya
kemajuan dalam hal keterbukaan anggaran daerah. Pertemuan
dalam rangka ini dilakukan dengan berbagai cara" seperti pertemuan seorang anggota DPRD dengan konstituen yang berada
dalam daerah pemilihannya. Pertemuan tersebut dilakukan dalam waku dan tempat yang khusus sehingga kualitas interaksi
sangat baik dari segi sosialisasi hasil keria DPRD dan penyampaian aspirasi masyarakat.
Cara lainnya adalah pertemuan bersama seluruh anggota
DPRD ddam satru daerah pemilihan dengan perwakilan kons-

tituennya dalam satu ruangan yang sanur dan dalam waktri


yang bersamaan pula. Aktivitas masa reses dalam bentuk ini
dapat jatuh ke dalam tangga poor informati.on (tanggake tiga)
karena sekian banyak anggota DPRD dan perwfilan masyarakat berkumpul dalam tempo tiga iam dengan beragam agen-

102

Bab 3

Mekanisme Partisipasi Masyarakat

da sekaligus, yakni silaturrahmi, sosialisasi, dan penyampaian

aspirasi dan keluhan. Dalam kondisi demikian, tentulah informasi yang disampaikan terlalu padx dalam tempo yang

terlampau singkat sehingga penerimaan oleh ke dua belah


pihak menjadi kurang efekif. Nuansa silaturrahmi pada akhirnya lebih mendominasi daripada pemantauan keluhan maupun
sosialisasi.
'Wawancara

dengan salah seorang ang1ota DPRD mengungkapkan hal yang menarik ketika terlontar sebagai berikut.
"Masukan-masukan pada masa reses kemarin tidak
membawa perubahan apa pun pada APBD yang sedang

berjalan. Kawan-kawan anggota dewan lainnya juga


merasakan hal yang sama karena memang niat semula
lebih berat pada sosialisasi APBD dan silaturrahim
daripada melakukan perubahan APBD, meskipun hal

tersebut masih dimungkinkan dalam bentuk PAK


(perubahan anggaran keuangan-peneliti)."4

Keterangan tersebut menegaskan situasi yang berkembang


dalam pelaksanaan masa reses yang lebih didasari padamalsud

silaturahmi dan memelihara konstituen. Sosialisasi APBD pada


dasarnya tetap merupakan hal penting dalam proses partisipasi

Wawancara dilakukan di rumah seorang anggota DPRD Kota Malang,


pada sore hari tanggal 15 Juni 2005. Keterangan yang senada juga diperoleh dari anggota DPRD lainnya dari Dapil Kecamatan Sukun yang
telah menabulasi seluruh masukan masyarakat secara rapi dalam sebuah

folder.

103

Menggugat Patrisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

masyarakat karena dengan adarrya keterbukaan terhadap dokumen rencana tetap memberikan peluang bagi masyarakat
untuk terlibat dalam pelaksanaan rencana dan pengawasan
terhadapnya. Pengakuan bahwa masukan dari masyarakat dalam masa reses sulit terealisasi dalam perubahan anggaran keuangan (PAK) membuktikan bahwa mekanisme partisipasi me-

lalui masa reses ini tidak dapat dikategorikan sebagigenuine


consuhation. Oleh karena itu, sosialisasi APBD dalam masa
reses dapat dihargai sebagai mekanisme yang memberikan peluang tertinggi dalam anak tangga partisipasi sebagai hryh qua.lity i.nformation.
Berkenaan dengan arti penting masareses bagi masyarakat

tampaknya perlu disimak pandangan lain tentang masa reses


iri y-g terungkap dari pernyataan berikut.
'Sebetulnya reses di daerah tidak terlalu penting karena
pada dasarnya anggota dewan sudah sering bertemu
dengan konstituennya ini dalam berbagai kesempaan.
Reses ini pentingbagi anggota dewan di provinsi dan pusat
bukan bagi kami di daerah karena mereka kan tidak sering
berjumpa dengan konstituennya."
Pandangan yang berbeda dari anggota DPRD ini menun-

iukkan bahwa karena keberadaan seorang anggotaDPRD dalam kesehariannya berada dalam wilayah dapilnya masingmasing maka sebenarnya interaksi dengan konstituen dapat

lb;d

104

Bab 3
Mekan isme Partisi pasi Masyarakat

dilakukan setiap saat sehingga tidak perlu interalsi tersebut


terjadi dengan hanya menunggu masa reses. Hal ini berbeda
dengan anggota DPRD provinsi dan DPR R[ y"ttg tinggal dalam wilayah yang berbeda dengan konstituennya. Cari pandang demikian sebenarnya menegasikan adanya masa reses
bagi anggota DPRD setingkat daerah kota. Pandangan ini tampaknya didasarkan p ada adarryakeinginan efisiensi penyelengg$aan pemerintahan karena akivitas masa reses ini juga memiliki konsekuensi anggaran keuangan daerah. Meskipun demikian, pandangan lain tentang arti penting partisipasi juga
dapat dilihat dari keterangan informan lainnya.
"Masa reses penting diadakan karena menyangkut dua
hal. Pertama,penyediaan waktu bagi anggoa DPRD untuk
berinteraksi dengan masyarakat. Kedua, penyediaan
anggaran untuk melakukan pertemuan dengan

masyarakat."6

Dari sudut pandang kedua ini, masa reses diperlukan oleh


seorang anggota DPRD untuk berinteraksi dengan masyarakat.
Adanya kebutuhan waktu khusus untuk berinteraksi merupakan salah satu alasan mengapa masa reses diperlukan. Tampaknya hal ini diperlukan untuk menyediakan waktu khusus
yang tidak dapat dig*ggo oleh agenda DPRD lainnya. Jadwal
berbagai ke gsatanDPRD tampaknya begitu padatsehingga di-

WawancaradenganseorangAnggotaDPRD dariKomisiA, padatanggal


28 September 2005.

10s

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

perlukan jadwal khusus untuk berinteraksi dengan masyarakat.


Tersirat pula dalam hal ini bahwa agenda DPRD selama ini
tidak memberikan waktu yang memadai bagi anggota DPRD

-:

untuk berinteraksi dengan masyarakat.


Hal yangkedua tersirat dalam pernyataan anggora DPRD
tersebut adalah dibutuhkannya anggaran untuk berinteraksi
dengan masyarakat. Dengan demikian, diakui pula bahwa
dalam menialankan fungsinya sebagai wakil ralcyat dibutuhkan
dana yang memadai agar fungsi tersebut dapat berjalan dengan
baik. Masa reses yang teriadwal dianggap dapat memenuhi

dua kebutuhan yang diperlukan bagi anggota DPRD untuk


menjaga hubungannya dengan konstituen di daerah pemilihannya.
Terlepas dari perdebatan tentang arti penting masa reses,
aktivitas pada masa reses tetap saia bermanfaat bagi anggota
DPRD untuk menjamin interaksi dengan konstituennya. Bagl
masyarakat aktivitas masa reses memberikan peluang memperoleh informasi yang berharga tentang pemerintahan daerah
dan memungkinkannya menikmati partisipasi dalam tangga
htgh quahty information.

C.

RAPAT TERBUKA DPRD

Dalam masa satu tahun persidangan, masa persidangan


DPRD dapat dibagi dua jenis yakni masa sidang dan masa
reses. Masa sidang merupakan masa kegiatan DPRD yang dilakukan di gedung DPRD dan kunjungan kerja. Masa reses meru-

106

Bab
Mekan isme Partisipasi Masyarakat

pakan masa kegiatan DPRD di luar kegiatan masa sidang dan


dilaksanakan di luar gedung DPRD. Selama masa sidang,
DPRD menyelenggarakan berbagai jenis rapat yang apabila
dikaitkan dengan keterlibatan masyarakat dalam setiap rapat
pada dasarnya dapat dibedakan dalam duajenis. Jenis tersebut

adalah rapatyangbersifat tertutup bagi kehadiran pihak lain


di luar anggota DPRD yang terkait dan rapat yang bersifat
terbuka sehingga diizinkan adanyapihak lain mengikuti rapat
tersebut. Partisipasi masyarakat dalam rapat-rapat DPRD tentu
hanya dapat dilakukan dalam npatyangbersifat terbuka.
Jenis rapat yang bersifat terbuka adalah rapat paripurna,
rapat paripurna istimewa, dan rapat kerja, serta rapat dengar
pendapat. Jenis rapat yang lain pada dasarnya bersifat terhrtup,
namun dapat bersifat terbuka apabila dinyatakan demikian
oleh pimpinan rapat. Rapat kerja dan rapat dengar pendapat
pada dasarnya bersifat terbuka namun dapat berubah menjadi
bersifat tefrutup apabila dinyatakan demikian oleh pimpinan
rapat. Rapat paripurna merupakan rapat anggota DPRD yang

dipimpin oleh ketua atau wakil ketua sekaligus merupakan


forum tertinggi dalam melaksanakan wewenang dan tugas
DPRD, antara lain untuk menyetujui rancangan Peraturan dae-

rah menjadi peraturan daerah dan menetapkan keputusan


DPRD. Rapat paripurna istimewa merupakan rapat ang1ota
DPRD yang dipimpin oleh ketua d3n wakil ketua untuk melaksanakan suatu acara tertentu dengan tidak mengambil keputusan. Rapat kerja merupakan rapat ant^ra DPRD/panitia ang'
garary'komisi rapatlgabungan komisVpanitia khusus dengan

107

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

kepala daerah atau pejabat yang dituniuk. Rapat dengar pendapat merup al<an t ap at artara DPRD/komisilgabungan komisil
panitia khusus dengan lembaga atau badan organisasikemasyarakatan.

Rapat dengar pendapat yang dilakukan oleh Komisi A


DPRD Kota Malang pada tanggal28 Februari 2005 merupakan
contoh tentang fungsi dengar pendapat dalam menyelesaikan
berbagai persoalan yang diadukan oleh masyarakat kepada
DPRD. Dengar pendapat dilakukan kepada warga penghuni
eks-kompleks asrama polisi di Jalan Sartono 4 Kelurahan
Ciptomulyo Kecamatan Sukun. Ada perseteruan antara warga
penghuni rumah yang berdiri di atas tanah kompleks tersebut
dengan Polresta Malang. Masing-masing pihak mengaku bahwa merekalah yang lebih berhak atas menguasai tanah rersebut
Warga mengaku telah menempati tanah tersebut selama 25
tahun, sementara tanah tersebut merupakan tanah negara bebas. Polresta Malang juga mengakui bahwa tanah tersebut adalah tanah negarabebas dan mengaku lebih berhak menguasai
tanah tersebut sebagai pihakyang pertama kali menguasainya.
Thnah tersebut semula asrama Polri yang dihuni oleh beberapa
anggota Polri hingga pensiun. Sengketa tersebut kemudian ditengahi oleh DPRD dengan mengambil beberapa kesimpulan,
misalnya bahwa status tanah tersebut adalah tanah negara bebas sehingga pihak pertama yang memanfaatkan lebih berpeluang menguasainya serta penggunaannya sebaiknya untuk kepentingan publik. Selain itu, disarankan pula untuk menyelesaikan kasus tersebut melalui falur pengadilan serta membentuk

108

Bab g
Mekan isme Partisipasi Masyarakat

tim gabungan dengan melibatkan pihak yang bersengketa dan


Pemerintah Kota Malang untuk mengatasi persoalan tersebut.
Terdapatbeberapa isu kebijakan yang tidak dapat diambil
keputusannya melalui rupat yang bersifat terilftP. Dengan
demikian, isu ini merupakan isu yang harus diketahui oleh
khalayak yang lebih luas. Isu-isu tersebut meliputi pemilihan
ketua dan wakil ketua DPRD; penetapan pasangan calon kepala daerah; persetujuan rancangan peratruran daerah; anggaran
pendapatan dan belanja daerah; penetapan, perubahan, penghapusan pajak dan retribusi; utang-piutang pinjaman dan pembebanan kepada daerah; badan usaha milik daerah; penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya; perseflriuan penyele-

saian perkara perdata secara damai; kebiiakan tata ruang;


kerjasama antardaerah; pemberhentian dan penggantian ketua
atau wakil ketua DPRD; penggantian antarwaktu anggota
DPRD; usulan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah ataa wakil kepala daerah; meminta laporan keterangan
peftanggun gSauraban kepala daerah dalam penyelenggaraan

otonomi daerah.
Dalam setiap rapat DPRD yang bersifat terbuka, terdapat
dua jenis peserta selain anggota DPRD. Pertama, undangan,
yakni peserta yang hadir dalam rapat DPRD berdasarkan
undangan pimpinan DPRD. Kedua, peninjau dan waftawan,
yang merupakan peserta yang hadir dalam rapat DPRD tarpa
undangan pimpinan DPRD namun mendapatkan persetujuan
dari pimpinan DPRD. Undangan dapat berbicara dalam rapat
atas persetujuan pimpinan rupat namun

109

tidak memiliki hak

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

suara. Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara dan

tidak boleh menyatakan sesuaft, baik melalui perkataan maupun melalui cara lain. Selama rapat berlangsung undangan,
peninjau, dan wartawan disediakan tempat tersendiri sehingga
tidak berbaur dengan anggota DPRD.
Sidang paripurna terbuka dikategorikan dalam tangga
kedua" yalaicynical consuhatioa (konsultasi yang sinis) karena
pada dasarny^ anggota masyarakat yang hadir dalam sidang
hanya dapat berperan sebagai penonton dan tidak memiliki
hak bicara dan hak suara. Anggota yang hadir tidak dapat
mengungkapkan pendapat dan aspirasinya karena memang
dibatasi secara resmi dalam tata tertib sidang. Sidang terbuka
ini juga berlangsung dalam mang paripurna DPRD yang hanya
dapat menampung sekitar seratusan tempat duduk. Dengan
mangan sebesir itu, anggota masyarakat yang dapat menghadiri sidang sangatlah terbatas sehingga sidang ini tidak dapat
dinikmati secara langsung oleh masyarakat luas. Sidang macam
ini Tidak pernah disiarkan secara langsung oleh media elektronik sehingga dapat ditonton oleh banyak kalangan. Selain
itu, sidang paripurna sering kali diumumkan dalam waktu yang
teramat singkat sehingga penyebaran informasi sidang tidak
cukup meluas. Walau demikian, jadwal sidang paripurna biasanya telah disusun jauh-jauh hari oleh pimpinan dewan, namun sering kali pula terjadi perubahan jadwal secara mendadak
sehingga mempersulit anggota masyarakat yang berniat hadir
dalam jadwal semula.

110

Bab 3

Mekanisme Partisipasi Masyarakat

Sidang Paripurna Pengesahan APBD 2005 yangberlangsung pada tan ggal23

Marct2004 merupakan contoh

mena perubahan jadwal

atas feno-

y*g

menghambat kehadiran anggota


masyarakat. Semula sidang direncanakan dimulai pukul 09. 00
WIB namun diundur meniadi pukul 1'9.00 WIB tanpa penjelasan yang memadai kepada beberapa anggota masyarakat yang

telah hadir pada iadwal awal. Akibatnya, anggota masyarakat


yang hadir dalam sidang terbuka edisi tunda ini sangat sedikit
dan ruangan sidang hanya dipenuhi oleh anggota DPRD, pejabat pemerintah daerah dan pegawai di sekretariat dewan.
Setelah dikonfumasi kepada Plt Sekretaris DPRD terungkap
bahwa kejadian ternrndanya sidang memang sering kali terjadi.
Kondisi ini diperkuat pula oleh informan lain yang merupakan
anggota DPRD. Dengan memahami kondisi ini, dapat disimpulkan bahwa keterlibatan anggota masyarakat dalam mekanisme sidang paripurna terbuka sekadar sebagai penonton dan
berfungsi untuk menunjukkan bahwa masyarakat dapat memantau kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
Sementara itu, rapat dengar pendapat terbuka dikategorikan berada dalam tanggayang lebih tings (keenam), yakni

ge4uine consuhati.oa (konsultasi sejati). Hal ini disebabkan


adanya kondisi anggota DPRD benar-benar membutuhkan masukan dari masyarakat bagi proses pembuatan keputusannya.
fupirasi masyarakat dalam bentuk dengar pendapat lebih efektif posisinya dalam memengaruhi para pengambil kebiiakan
karena keluhan dan pendapat masyarakat sering kali meniadi
pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan. Mes111

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

kipun demikian, tetap saja banyak faktor yang terlibat dalam


memengaruhi proses pengambilan keputusan dan bukan
masyarakat sendiri yang mengambil keputusan sehingga rapat
dengar pendapat ini tidak ditempatkan dalam angga partisipasi
yang lebih ti"gg.

D.

RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA

Rukun tetangga (RT) merupakan organisasi kemasyarakatan yang mandiri dan dijalankan berdasarkan asas kegotongroyongan. Organisasi ini dibentuk berdasarkan aspirasi masyarakat setempat dengan memerhatikan jumlah kepala keluarga, luas wilayah serta kondisi dan kebutuhan masyarakat.
Setiap rukun tetang1a terdiri antara 20 sampai 50 kepala keluarga Togas utama RT ini adalah memelihara kerukunan warga masyarakat dan menyusun serta melaksairakan pembangunan di wilayahnyasesuai aspirasi masyarakat setempat. Penyelenggaraan tugas RT ini berlandaskan pada kemampuan swadaya masyarakat. Secara rinci fungsi yang diemban oleh setiap
RI adalah melalaanakan upaya pelestarian nilai-nilai kehidupan sosial kemasyarakatan yang berdasarkan asas kekeluatgaandan gotong royong. Fungsi lainnya adalah menyalurkan
aspirasi masyarakat dalam segala bidang kehidupan sosial kemasyarakatan. Fungsi berikutnya adalah menggerakkan swadayadanpartisipasi masyarakat dalam pembangunan dan peningkatan kualitas lingkungan. Penyelesaian permasalahan dan
perselisihan antarwarga juga merupakan fungsi RT selain me-

112

Bab 3
Mekan isme Partisipasi Masyarakat

lalsanakan ketenteraman dan ketertiban lingkungan. Pelayanan informasi dan komunikasi program pembangunan juga me-

rupakan fungsi lain yang lebih sering dilakukan di samping


menjalankan administrasi surat-menyunt y^ng dibutuhkan
oleh masyarakat.
Rukun warga (R\n merupakan organisasi kemasyarakatan yang mandiri sebagai forum komunikasi antar RT di wilayahnyadalam menyampaikan aspirasi warga. Setiap R'W terdiri
atas 3 sampai 15 RT sesuai kondisi kebutuhan masyarakat
setempat. RV memiliki tugas utama memelihara kerukunan
warga masyarakat dan mengoordinasikan serta menyalurkan
aspirasi masyarakat dalam setiap RI. Pada umumnya, fungsi
yang diemban oleh RV mirip dengan fungsi yang diemban
oleh RT sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, namun perbedaannya lebih pada ruang li"gk"p pelaksanaan fungsi pada
ruang kewilayahan yang lebih luas dan penyelarasan serta koordinasi antar-RT dalam penyelenggar^ n fungsi tersebut.
fupirasi masyarakat yang berhasil ditampung pada tingkat RW
disalurkan dan disampaikan pula dalam Musyawarah Kelurahan yang difasilitasi oleh lurah.
Baik RT maupun R'W merupakan organisasi kemasyarakatan sebagai perwujudan partisipasi masyarakat yang lebih
didasarkan pada kebertetanggaan (nei.ghbourhood) dartpada
atas dasar fungsi atau kepentingan tertentu.Pada umunrnya,
organisasi tersebut lebih mengacu pada ruang li"gkop fungsi
yang sangat luas sehingga rentang persoalanyang diurus adalah
segala bidang kehidupan sosial kemasyarakatan dan pem-

113

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

bangunan. Dalam pelaksanaan tugasnya pengurus RT dan RW


bertanggung jawab kepada masyarakat setempat. Mekanisme

akuntabilitas ini dilakukan sebagai perwujudan dari prinsip


self-local gouernance. Prinsip ini juga tampak dari penentuan
kepengurusan RT dan RW Sebagai organisasi berbasis masyarakat, penentuan pengurus RT dan RW mulai dari ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi-selai dijdankan sendiri oleh
masyarakat. Bahkan akhir-akhir ini pascapemilihan umum presiden secara langsung pada tahun 2004, ada kecenderungan
bahwa penentuan ketua RV dilakukan berdasarkan mekanisme pemilihan oleh masyarakat secara langsung pula. Mekanisme ini sebelumnya belum pernah terjadi di Kota Malang.
Pada umumnya, sebelum Pilpres 2004 pengurus RT dan RW
ditentukan melalui mekanisme musyawarah warga setempat.
Hal ini dimungkinkan karena berdrsarkan Perda No. 4 Tfiun
2002tentangKedudukan, Tugas dan Fungsi, Susunan danThta
Kerja Rukun Tetangga dan Rukun Varga di Kota Malang
mengatur bahwa pemilihan kepengurusan RT dan RW dilaksanakan secara demokratis, transparan, dan diserahkan sepenuhnya kepada kehendak warga masyarakat.
Keberadaan RT dan RV dalam pemerintahan daerah merupakan mekanisme partisipasi masyarakat yang memberikan
peluang besar bagi masyarakat untuk dapat mengatur dan
menyelesaikan berbagai urusannya meski dalam skala yang
terbatas. Baik rukun tetangga maupun rukun warga merupakan
mekanisme partisipasi yang menempati tangga partisipasi yang
cukup tirggt, yakni limited decentralized decision making

114

Bab 3

Mekanisme Partisipasi Masyarakat

(desentralisasi terbatas dalam pembuatan keputusan), Tangga


ini berada dalam posisi kedelapan. Bukan saja karena pem-

bentukan pengurus RT dan RV yang bersifat demokratis


sehingga menempatkan mekanisme ini dalam posisi yang
cukup tinggr, namun dalam pengelolaan pelayanan kepada
masyarakat juga ditentukan secara partisipatif. Pertimbangan
aspirasi, sumber daya, dankebutuhan nyata masyarakat lebih
merupakan faktor penentu terhadap berjalannya lembaga ini.
Terdapat keragaman yang cukup tinggi tentang program kerja
dan kreativitas antar RT dan RW Bahkan, pelayanan publik
yang berada dalam keadaan mendesak yang sulit dijangkau
oleh aparat perangkat daerah, DPRD atau pemerintah daerah
sering kali meminta bantuan RT dan RV untuk menjalankannya. Kasus terbatasnya j"*l"h personel' juru pemantau ientik
(jumantik) yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan Kota Malang
diatasi melalui bantuan RT dan RV untuk melaksanakan fungsi
tersebut dalam wilayahnya. Contoh tersebut terjadi pada permulaan Agustus 2005 ketika Kota Malang terancam wabah
demam berdarah dengue (DBD).?
Posisi RT dan R'W dalam tangga partisipasi memang
cukup tingg namun tidak ditempatkan dalam posisi yang lebih
tinggl lagi karena RT Dan RV pada dasarnya memegang kendali yang terbatas saja. Kendali utama pada dasarnyabenda
di tangan penyelenggara pemerintahan daerah. Secara terbatas,

Radar Malang, 11 Agustus 2005.

115

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

RT dan RW menerima pendelegasian atas operasi, sumber daya


dan kewenangan teftentu, namun kendali aktual tetap berada
di tangan penyelenggara pemerintahan daerah. RT dan RW
memiliki kewenangan untuk menentukan rekomendasi siapa

yang termasuk keluarga miskin dan menyatakan kebenaran


status kependudukan seseorang. Kendali utama tentang bantuan operasional bagi keluarga miskin dan bantuan biaya kesehatan bagi keluarga miskin tetap berada di tangan pemerintah
daerah. Demikian juga halnya dengan penentuan status kependudukan seseorang yang kewenangannya juga berada di
tangan pemerintah daerah bukan di tangan RT dan RW

E.

TEMBAGAPEMBERDAYAAN
MASYARAKAT KETURAHAN
Lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan (LPMK)

merupakan wadah yang dibentuk atas prakarsa masyarakat


kelurahan setempat sebagai mitrapemerintah kelurahan dalam
menampung dan mewujudkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat di bidang pembangunan. Tujuan utama dibentuknya lembaga ini adalah untuk meningkatkan prakarsa dan swadaya
masyarakat dalam menjalankan program pembangunan secara
partisrpatif. Partisipasi masyarakat yang dikembangkan melalui
LPMK ini mencakup aktivitas dalam merencanakan dan mengawasi pelaksanaan pembangunan di tingkat kelurahan. Selain
itu, LPMK bertugas pula untuk menggerakkan swadaya masyarakat secara bergotong-royong dalam pelaksanaan pem-

116

Bab 3

Mekanisme Partisipasi Masyarakat

bangunan. Swadaya masyarakat dalam hal ini dimaknai sebagai

kemampuan masyarakat untuk mengadakan usaha ke arah pemenuhan kebutuhan j*gk" pendek maupun jangka panjang

yang dapat dirasakan sendiri oleh masyarakat dengan kesadaran dan inisiatif sendiri.
Fungsi yang dapat dijalankan oleh LPMK adalah menanam dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat
kelurahan serta melakukan koordinasi perencanaan pembangunan di tingkat kelurahan. Fungsi lain yang dijalankan
dalam kerangka tersebut adalah untuk melakukan perencanaiul
kegiatan pembangunan secara partisipatif dan terpadu oleh
masyarakat serta memperjuangkan dan mengawal aspirasi masyarakat ini dalam proses perencanaan pembangunan pada
tingkat kecamatan dan apabila memungkinkan pada tingkat
kabupaten. Fungsi LPMKberikutnya adalahmenggali dan memanfaatkan sumber daya kelembagaan untuk menuniang keberhasilan pembangunan di tingkat kelurahan. LPMK juga dapat mengusulkan anggaran pembangunan yang akan berlangsung sebagai bagian dari pelaksanaan fungsinya dalam hal perencanaan pembangunan.
Kepengurusan LPMK dipilih dari calon yang diajukan
oleh masing-masing RW Pengajuan oleh RW ini didasarkan
pada musyawar"h y*g dilakukan bersama masing-masing RT
dengan memerhatikan keadilan dan kesetaraan gender. Setiap
RV mengirimkan dua sampai lima orang calonyang dilampiri
daftar hadir dan hasil keputusan musyawarah tingkat RW Pemilihan pengurus LPMK dilakukan secara ddmokratis yang

117

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

dihadiri seluruh ketua RT dan RW serta dipimpin oleh lurah.


Pemungutan suara dimungkinkan dalam pemilihan pengunrs
ini apabila musyawarah tidak memperoleh kesepakatan. Masa
bakti kepengurusan LPMK ini adalah tiga tahun yang disahkan
oleh keputusan camat.
Pada dasarnya, terdapat tiga jenis hubungan kerja LPMK
dengan lembaga lainnya. Hubungan dengan pemerintah kelurahan berupakerja sama dalam menggerakkan swadaya masyarakat secara gotong royong dalam melaksanakan pembangunan partisipatif dan berkelanjutan. Hubungan kerja dengan
organisasi kemasyarakatan lain dan RT serta RW di lingkungan
kelwahan setempat bersifat konsultatif dan kerjasama lain yang
bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu, ada pula hubungan
antar-LPMK se-wilayah kecamatan maupun kota. Hubungan
ini bersifat menjalin keriasama dan saling membantu dalam
berbagai macam isu. Bahkan hubungan terakhir ini telah melembaga sehingga terbentuk semacam paguyuban LPMK, baik
di tingkat kecamatan maupun kota.
Perhatian Pemerintah Kota Malang terhadap LPMK ini
begitu besar sebagai wadah pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal ini dapat dilihat dari pengu-

curan dana operasional LPMK yang berasd dari APBD dan


pembentukan lembaga daerah setingkat badan untukmengembangkan organisasi, tugas, dan fungsi LPMK. Badan tersebut
semula memiliki tujuan tunggal untuk melakukan pemberian
pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi atas
LPMK Hal ini tampak dari nomenklatur badan tersebug yakni

118

Bab 3
Mekanisme Partisipasi Masyarakat

badan pemberdayaan masyarakat kelurahan. Kini lembaga ter-

sebut tidak lagi menialankan tujuan tunggal seiring pengembangan kelembagaan meniadi badan pemberdayaan masyarakat kelurahan dan keluarga berencana.
Dengan mencermati tujuan, fungsi, dan proses operasi

LPMKmakaposisi lembaga ini dapat ditempatkan ddamtangga partisipasi ke tujuh, yakni effecti.ue adui'sory board ftadan
penasihat yang efektif). Penempatan ddam tang9 ini didasarkan karena LPMK sebagai lembaga publik di luar DPRD
dan pemerintah daerah yxrydapatmemberikan masukan bagi
penyelenggara pemerintahan daerah secara efektif dalam pembuatan kebiiakan. Keterlibatan LPMK secara nyata dalam musrenbang dalam berbagai tingkatan merupakan bukti atas hd
ini. Selain itu, peran LPMK dalam melakukan pengawasan
terhadap jalannya pernerintahan kelurahan juga memperkuat
posisi tawarnya dalam memperiuangkan aspirasi masyarakat.
Posisi LPMK ini tidak ditempatkan dalam tangga partisipasi
yang lebih tinggr kareng adanya kendali aktual yang masih
berada di tangan pemerintah daerah. Meskipun LPMK memitiki pengaruh yang kuat, namun keputusan akhir pada dasarnya tetap berada di tangan pemerintah daerah.

F.

KONTAK PUBLIK VIA SITUS INTERNET


PEMKOT MATANG

Media elektronik merupakan media alternatif bagi terselenggaranya partisipasi publik. Media yang digunakan secara

119

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

J:Ay:

o:lt:n:no:]t":n'"'o'k' ,s'uu'

resmi oleh Pemerintah Kota Malang adalah websi.te. Penggunaan situs internet merupakan pemanfaatan teknologi informasi yang semakin memungkinkan di daerah perkotaan, ter-

utama dengan fasilitas yang memadai seperti Kota Malang.


Perolehan dan penyebaran informasi melalui media internet
semakin memasyarakat meskipun saat ini masih dapatdiakses
oleh khalayak yang sangat terbatas. Dari sisi kualitas informasi
dankecepatan akses tentu penggunaan media ini sangat efektif.
Melalui media internet ini dapat dikembangkan metode egouerwnent yarry mampu meningkatkan interaksi antara pemerintah daerah dengan masyarakat, masyarakat dengan masyarakat, dan antarinstansi pemerintah daerah.
Saat ini Pemerintah Kota Malang sudah merilis sitrts uebsite resmi dengan alamat www.pemkot-malang.go.id. Melalui
situs tersebut Pemerintah Kota Malang memberikan layanan
infotmasi kepada masyarakat yang dapat diakses kapan saja,
oleh siapa saja,dandi mana saja. Jenis informasiyang diberikan
sangat beragam sehingga masyarakat dapat mengetahui dengan
mudah informasi seputar lembaga pemerintahan daerah, pelayanan publik, dan pembangunan. Informasi yang tersedia
dalam situs ini ant^ra lain selayang pandang tentang Kota
Malang, lembaga pemerintahan daerah termasuk perangkat
daerah, direktori pejabat penyelenggara pemerintahan daerah,
dan database Kota Malang. Informasi lain yang &pat diperoleh
melalui situs ini adalah layanan masyarakat yang disediakan
oleh pemerintah Kota Malang, hasil-hasil pembangunan yang
telah dirasakan oleh masyarakat, produk hukum yang dihasil-

120

Bab 3
Mekan isme Partisipasi Masyarakat

kan oleh penyelenggara pemerintahan daerah, dan berbagai


fasilitas daerah yang ada.Informasi tentang jenis perizinan
dan prosedur untuk memperoleh berbagai jenis izin seperti
izin reklame,'ninusaha, IMB, dan beragam izin lainnya dapat
diakses dengan mudah oleh masyarakat melalui situs ini.
Selain memperoleh berbagai informasi melalui situs Pemerintah Kota Malang ini, masyankx iuga dapat menyampaikan informasi kepada pemerintah kota melalui situs. Tersedia peluang untuk menyamPaikan keluhan publik kepada
pemerintah kota tentang berbagai hal. Bahkan disediakan pula
peluang untuk menyampaikan berbagai persoalan kepada'Walikota Malang secara khusus. Peluang komunikasi lain yang

tersedia dalaq situs ini a&lah pemanfaatan ruang tertentu


untuk melakukan komunikasi antarwarga.
Informasi lain yang disediakan oleh situs yang sudah beroperasi sejak tahun 2000 ini adalah informasi cuaca harian,
perkembangan harian mengenai hargakebutuhan pokok, berita kegiatan aktual di seantero Kota Malang, dan bursa kerja.
Iklan sebagai bentuk informasi bisnis lokal juga disediakan
dalam situs ini sehingga memperluas jangkauan interalcsi antar
pihak di Kota Malang ini menjadi tidak sekadar antarawarga
dengan pemerintah kota, namun juga antat^ sektor bisnis
dengan masyarakat dan antara sektor bisnis dengan pemerintah
kota.
Mengingat banyak hal yang dapat diakses oleh masyarakat
melalui situs internet, situs ini dapat dikategorikan sebagai mekanisme partisipasi masyarakat yangberudadalam tangga par-

121

Menggugat Partisipasi Publik dalam pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

tisipasi yang ke lima, yal<nhigh qu.a@ information (informasi

berkualitas). Siapa pun dapat memperoleh informasi terkini


tentang Malang dan Pemerinahan Kota Malang. Informasi
yang dapat diakses oleh siapa saia, di mana saja" dan kapan
saja tentu merupakan peluang yang baik bagi masyarakat unnrk
memahami dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerinahan daerah. Kualitas informasi yang diberikan juga menentukan apakah mekanisme ini pantas berada di tangga ke
lima atau ke tiga (poor information). Meskt informasi yang
disajikan tidak dengan cepat diperbarui dalam hitungan menit
atau jam, banyak informasi sahih yang diberikan, misalnya
tentang perizinan, perahrran, pelayanan, dan sebagainya. peluang masyarakat untuk melayangkan keluhannya atas pelayanan publik yang diterimanya iugameningkatkan posisi mekanisme ini dalam tarrgga partisipasi.

G. KUNIUNGAN KERIA ANCGOTA

DPRD

Mekanisme kontak publik lain yang dapat memberi peluang jalinan hubungan ant^raDPRD dengan masyarakat adalah kunjungan kerja anggota DPRD. Kunjungan keria ini dilakukan bukan dalam masa reses karena dapatdilakukan dalam
masa persidangan aktif DPRD. Kunjungan kerja ini dapat dilakukan sewaktu-waktu secara resmi dalam rangka memperoleh
masukan akual tentangisu atau persodantertentu yang sedang
dibahas atau sedang menjadi perhatian bersama anmra para
pihak di Kota Malang. Pada dasarnya" kuniungan kerja lebih

122

Bab 3

Mekanisme Partisipasi Masyarakat

didasarkan pada inisiatif anggota DPRD untuk melaksanakannya. Semakin tinggi kebutuhan Anggota DPRD untuk menialin
hubungan dengan para pihak terkait maka semakin besar pe-

luang diselenggarakannya akivitas kunjungan kerja ini.


Berdasarkan laporan kunjungan kerja yang ada sejak tahun 2000 sampai pertengahan tahun 2005 dapat disederhanakan bahwa kunjungan keria ini dilakukan kepada lima pihak
saja. Pihak-pihak tersebut adalah perangkat daerah Kota Malang, masyarakat Kota Mil^g,sektor swasta di Kota Malang,
pemerintah daerah lainnya dalam rangka studi banding, dan
pemerintah pusat. Dari segi intensitasnya, kunjungan kerja paling sering dilakukan kepada berbagai instansi perangkat
daerah Kota Malang.

Kuniungan keria ini dibutuhkan oleh anggota dewan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam menjalankan tiga
fungsi utama DPRD, yakni legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Bahkan, dalam beberapa kasus kunjungan kerja ini
bermanfaat untuk menyelesaikan sengketa yang melibatkan
lembaga pemerintahan dengan masyarakat. Bag masyarakat,
kuniungan keria anggota DPRD ini merupakan peluanguntuk
menyampaikan berbagai keluhan, aspirasi, prakarsa masyarakat setempat, baik yang menyangkut kepentingan kewilayah?n, isu lokal tertentu, maupun kepentingan fungsional.
Kunjungan kerja anggota DPRD membawa manfaat bagi
dua pihak, yakni pihakyang melakukan kunjungan kerja (dalam hal ini adalah anggota dewan) dan pihak yang dikuniungi
(ddam hal ini masyarakat). Bag anggota dewan, kunjungan

123

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

kerja ini merupakan sfiana unnrk mengumpulkan informasi


penting yang bermanfaat dalam mengambil keputusan dalam
pelaksanaan fungsi perwakilan, legislasi, anggaran, dan
pengawasan. Kunjungan kerja ini membawa manfaat yang berbeda bagi masyarakat, yakni adanyapeluang untuk menyam-

paikan keluhan dan aspirasi yang sulittersalurkan melalui mekanisme lainnya. Kesulitan tersebut dapatdisebabkan oleh beberapa hal, seperti ketersediaan waktu, hambatan birokrasi,
keengganan atarr rasa sungknnuntuk bertemu anggota dewan,

baik di rumah maupun di kantor. Kunjungan kerja anggota


DPRD ini dapat dikategorikan dalam tangga ke empat, yakni
custorner care (pemelihalaan pelanggan) karena adanya proses
pemantauan keluhan masyarakat sebagaimana terwakili dalam

contoh kasus berikut ini.


Kunjungan kerja Komisi A ke masyarakat di sekitar lokasi
Hotel dan Restoran Graha Dewata Agong pada tanggal 1 Februari 2005 merupakan contoh pelaksanaan fungsi menyerap
aspirasi masyarakat dalam rangka pengawasan terhadap penerapan pemberian izin usaha perhotelan di Kota Malang. Masyarakat tidak puas dan mengeluhkan keberadaan hotel dan
restoran tersebut karena disinyalir sebagai tempat prostitusi
terselubung, tempat perjudian, dan penjualan minuman keras
dan obat-obaan terlarang. Warga sekitar merasa khawatir bahwa keberadaan hotel dan restoran tersebut akan membawa
dampak negatif yang sangat besar bagi ketenreraman lingkungan sekitar. Kunjungan kerja tersebur juga dilakukan unruk
memperoleh informasi dari ketua RI dan RW setempar. Hasil-

124

Bab 3

Mekanisme Partisipasi Masyarakat

nya diperoleh informasi bahwa pemilik rumah yang berdekatan


dengan hotel tersebut belum pernah dimintai kesediaan tentang
usaha hotel di sebelah rumahnya. Padahal dalam pengurusan
perizinan hotel di Kota Malang, kesediaan tetangga merupakan

salah satu syarat yang harus diajukan. Selain itu, diperoleh


informasi pula bahwa keberadaan hotel tersebut sebenarnya
tidak begitu jelas karena tidak ada papan penunjuk yang menandai keberadaan bangunan tersebut sebagai hotel dan beroperasi sebagai hotel. Meskipun demikian, banyak pengunjung

yang menganggap bangunan tersebut adalah hotel sehingga


menjadikannya temPat menginaP.
Kunjungan kerja tersebut ditindaklanjuti dengan melakukan dengar pendapat dengan dinas perizinan untuk meminta
keterangan tentang status hotel tersebut. Ternyata seluruh izin
untuk usaha perhotelan dan restoran telah terpenuhi dan dikeluarkan oleh dinas perizinan termasuk izin warga sekitar
yang ditandatangani oleh sekretaris RW Pada akhirnya, DPRD
memberikan saran agar semua pihak untuk saling menahan
diri dan menganjurkan kepada Pemerintah Kota Malangagar
mengawasi penyelenggaraan usaha perhotelan dan restoran
agar tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku, sefra
menganjurkan pengelola untuk memerhatikan keresahan
warga sekitar tentang keberadaan usaha tersebut.
Manfaat kunjungan kerja bagi masyarakat terletak pada
kesempatan masyarakat untuk menyamPaikan keluhan masyarakat atas berbagai persoalan yang dihadapi merupakan
kelebihan dari kunjungan kerja sebagai mekanisme partisipasi.

125

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Akan tetapi, manfaat ini kurang dapatberfungsi secara optimal karena frekuensi kunjungan kerja anggota DPRD kepada
masyarakat termasuk jarang sekali dilakukan. Sebagai sasaran
kunjungan ketia, masyarakat hanya satu di antara lima sasaran
dari kunjungan kerja yang dilaksanakan selama ini. Secara faktual, fungsi mekanisme ini berkurang karena frekuensi penggunaan yang juga sangat kurang dibandingkan dengan kunjungan keria ke instansi perangkat daerah. Di balik kekurangannya, kunjungan kerja tetap mekanisme yang baik bagr anggota DPRD untuk menangkap aspirasi dan keluhan masyarakat
sekaligus peluang yang baik bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhannya pada saat bertemu dengan para wakil rakyafr,rya.

H.

KONSUTTASI PUBTIK

Konsulasi publik merupakan kegiatan yang diprakarsai,


baik oleh DPRD maupun pemerintah kota. DPRD memprakarsai konsultasi publik dalam rangka pembahasan suatu peraturan daerah atau keputusan DPRD. Konsulasi publik ini
dapat dilakukan, baik dalam bentuk reses, rapat paripurna terbuka, maupun rapat dengar pendapat. Konsultasi publik dapat
juga dilakukan oleh fraksi untuk di luar gedung DPRD. Meskipnn demikian, konsultasi publik d"lam bentuk yang terakhir
tersebut janng dilakukan kecuali oleh fraksi PKS pada bulan
Februari 2005 dalam rangka sosialisasi arah kebijakan umum
(AKU) tahun 2005. selain itu, konsultasi publik lebih sering

126

Bab 3
Mekan isme Partisipasi Masyarakat

dilakukan oleh pemerintah kota dalam rangka penyusunan


draf peraturan daerah yang sedang disusun. Sebelumnya, secara
intensif Pemkot Malang juga telah mengadakan konsultasi publik dalam rangka penyusunan Rencana Strategis Kota Malang
pada tahun 2000.

Konsultasi publik di luar raPat dengar pendapat' reses,


dan paripurna belum melembaga bagi DPRD, kecuali yang
diprakarsai oleh FPKS. Namun bagi Peinerintah Kota Malang,
konsultasi publik sering kali dilakukan dalam rangka penyusunan rancangan peraturan daerah. Hampir setiap ranperda
yang disusun terlebih dahulu dilakukan konsultasi publik meskipun dalam skala yang terbatas. Konsultasi publik ini pada
umunnya tidak diumumkan secara luas dalam media massa'
namun dilakukan dengan mengundang kalangan yang dianggap paling terkena dampak ranperda yang sedang dibahas.
Bagan Hukum Pemkot Malang menyebut kalangan ini dengan
istilah subjek hukum langsung.8
Pada dasarnya, konsultasi publik dapatberfungsi sebagai
upaya mengomunikasikan isu-isu tertentu kepada masyarakat.
Selanjutnya, konsultasi publik juga berfungsi untuk mengumpulkan berbagai saran yang berasal dari masyarakat atas persoalan tertentu yang sedang dihadapi. Fungsi berikutnya dari
konsultasi publik lebih terarah pada upaya untuk bertemu ke-

Hasil wawancara dengan lGbag Hukum Pemkot Malang pada tanggal


16 Juni 2005.

127

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

lompok masyarakat tertentu sehingga bermanfaat untuk memperjelas duduk persoalan yang sedang dihadapi atau sekadar
menjalin silaturahmi dengan konstituen. Bagi masyarakaqkonsultasi publik bermanfaat untuk menuniukkan dukungan ataupun penolakannya terhadap rencana kebijakan tertentu. Selain

itu, konsultasi publik bermanfaat pula untuk melakukan negosiasi atau tawar menawar substansi kebijakan.
Dengan mencermati apa yang telah dilakukan oleh penyelenggara pemerintahan daerah ini maka konsultasi publik
lebih tepat ditempatkan dalam tangga partisipasi yang keenam,
yalcnt genuine consuhatioa (konsultasi sejati). Penempatan dalam tangga partisipasi ini disebabkan oleh peran mekanisme
partisipasi publik yang benar-benar dapat memasukkan aspirasi
masyarakat dalam proses pembuatan keputusan utama" yakni
dalam proses penyusunan ranperda maupun anggaran daerah.

Meskipun demikian, konsultasi publik tidak dapat ditempatkan


dalam tilryBa partisipasi yang lebih ti"ggr karena bukan merupakan forum pembuatan keputusan sehingga kendali utama
sebenarnya bukan di tangan masyarakat ataupun kalangan yang
paling terkena dampak kebijakan sekalipun. Kendali utama
tetap berada di tangan penyelenggara pemerintahan daerah.

I.

MEKANISMEATTERNATIF

Semua mekanisme partisipasi masyarakat yang dibahas


dalam b"gr* sebelumnya pada dasarnya merupakan mekanisme yang berasal dari dan dilembagakan baik oleh DPRD

128

Bab 3

Mekanisme Partisipasi Masyarakat

maupun pemerintah daerah. Di luar mekanisme tersebut terdapat pula mekanisme lain yang berasal dari inisiatif masyarakat
untuk menyalurkan keluhan dan aspirasinyd. Mekanisme kedua ini lahir sebagai akibat dari ketidakmampuan mekanisme
yang tersedia untuk menampung kebutuhan berpartisipasi ma-

syarakat selain didukung oleh terbukanya peluang bagi terbukanya mekanisme partisipasi di luar dari yang tersedia dari
penyelenggara pemerintahan daerah. Terdapat dua mekanisme
alternatif tersebut, yakni suara publik melalui media massa
dan unjuk rasa.
Di era reformasi ini, peran media massabaikberupamedia
cetak maupun media elektronik begitu besar. Perkembangan
jumlah media di era ini menuniukkan adanya kecenderungan
bertambah bes.unya peran media massa ini. Fenomena tersebut
juga tampak di Kota Malang dengan bertambahnya berbagai
media massa lokal. Meskipun demikibn, tidak setiap media

ini menyediakan ruang yang memadai untuk mendorong


partisipasi publik. Kalaupun tersedia ruang bagr partisipasi publilq namun masih dalam skala yang terbatas. Pada dasarnya,
media massa yang menyediakan ruang partisipasi ini dapat
dibagi dalam dua kelompok besar, yakni media cetak dan media
massa

elektronik.
Media cetak yang menyediakan ruang partisipasi publik
yang memadai dan direspons oleh publik secara luas hanya
surat kabar dengan rentang distribusi yang relatif cukup luas
di seantero Kota Malang. Surat kabar yang memenuhi syarat
tersebut hanya terbatas pada tiga surat kabar harian yang mem-

129

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

berikan ruang lokal Kota Malang yang memadai. Surat kabar


tersebut adalah Kompas yang telah menyediakan halaman khusus bagi Jawa Timur dan Malang dan Jawa Pos yang juga telah
menyediakan beberapa halaman khusus bagi Kota Malang.
Halaman khususJawa Pos ini kini telah dikelola secara profesional di tingkat lokal dan diterbitkan dengan tajuk Radar
Malang. Radar Malang menyediakan rubrik khusus yang memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menulis berbagai
keluhan masyarakat. Rubrik tersebut diberi nama dengan
'Malang'Watch." Surat kabar lokal lainnya yang juga memiliki
tiras memadai serta tersebar cukup luas adalah Malang Post.
Media elektronik yang berskala lokal, baik dari segi isi
berita dan luas cakupannya dapat dibedakan menjadi dua jenis,
yakni radio dan televisi. Terdapat empat televisi lokal yang
dapat diakses oleh seluruh warga Kota Malang dan wilayah
Malang Raya adalah BatuTV Agropolitan TV Mahameru TV
dan Malang TV Meskipun demikian, tak saru pun media televisi ini yang menyediakan ruang partisipasi publik secara interaktif yang berkenaan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Semua stasiun televisi lokal ini sekadar menyediakan
informasi satu arah kepada masyarakat.
Hal yang berbeda justnr diberikan oleh beberapa radio
di Kota Malang. Melalui program inter4ktifnya, terrryata r^dio merupakan alat komunikasi yang potensial untuk dikembangkan di Kota Malang dalam mendorong parrisipasi masyarakat dalam berbagai urusan publik Banyak hal yang menyangkut masalah dan isu pembangunan dan pelayanan publik

130

Bab 3

Mekanisme Partisipasi Masyarakat

dibahas secara menarik di radio melalui rubrik tertentu,dan


jam tertentu. Keterlibatan masyarakat menjadi lebih meningkat
dalam urusan publik melalui media ini. Dalam hal ini, Radio
menjadi mediator penting antara masyarakat dengan peme-

rintah daerah sehingga terjadi komunikasi dua arahyang sangat


berharga bagi pendidikan politik masyarakat Kota Malang.
Apa yang dilakukan oleh stasiun radio Citra Pro 3 FM
merupakan contoh yang baik betapa partisipasi publik dapat
dikembangkan melalui radio. Setiap hari radio ini menyediakan
dua jadwal yang berbeda untuk melakukan dialog interaktif
dengan masyarakat tentang isu-isu aktual tertentu. Jadwal pertama berlangsung antarapukul 09.00-10.00 \mB, sedangkan

jadwal kedua berlangsung antaru pukul 13.00-15.00 WIB.


Sebagai contoh adalah siaran yang berlangsung pada tanggd
7 April 2005. Pada jadwal pertama isu yang dibahas adalah
persoalan jalan dan drainase Kota Malang dengan penanggap
dari pemerintah daerah yang dilakukan oleh dinas permukiman, sarana, dan prasarana wilayah. Pada iadwal kedua isu yang
dibahas adalah persoalan dan dampak dibukanya Lapangan
Terbang Abdurahman Saleh bagi masyarakat Kota Malang.
Isu lainyang dibahas dalam jadwal ini adalah tentangpersoalan
penerangan falan umum.
Kelebihan radio sebagai media komunikasi karena radio
merupakan media auditif yang relatif murah, meralcyat, luwes,
dan memiliki daya jangkau yang cukup luas ke seantero kota.
Radio memiliki keunggulan lebih daripada media cetak dalam
hal kemampuannya menyajikan berita secara cepat dan lang131

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

sung. Radio memiliki peran sosial yang sangat penting bagi


perkembangan partisipasi publik. Peran pertamanya menyang-

kut peran sebagai media penyampai informasi dari satu pihak


ke pihak lain. Peran ini dilakukan ketika penylar menielaskan
kepada pendengarnya rentang adanyakasus tertentu sehingga
diketahui secara luas oleh masyarakat. Peran kedua sebagai
sarana mobilisasi pendapat publik kepada pihak penyelenggara
layanan publik. Peran ini dilakukan ketika penyrar membuka
saluran telepon yang memungkinkan pendengar untuk menyampaikan keluhan, pendapat, dan sarannya via radio.
Dengan demikian, pihak penyelenggaralayanan publik dan
masyarakat dapat mendengar dengan bebas apay^ig di*gkapkan oleh masyarakat lewat radio. Pada umumnya, karena
tidak berhadapan langsung dengan pihak birokrat, masyarakat
dapatmenyuarakan aspirasinya dengan bebas tanpa rasa segan.
Sering kali pulapenyiarradio mengundang juru bicara lembaga

publik yang terkait untuk urun bicara dalam acara tersebut


sehingga terjadi dialog antara juru bicara tersebut dengan ma-

syarakat. Dengan demikian muncul peran penting ketiga radio, yakni sebagai sarana mempertemukan dua pendapatyang
berbeda atau mendiskusikan satu masalah untuk mencari jalan

keluar yang saling menguntungkan. Dengan terjadinya dialog, solusi atas perm:rsalahan yang dihadapi sering kali muncul
dan persoalan masyarakat lebih cepat terselesaikan sehingga
muncul lasa saling percaya antarpihak yang rerlibat. Jika rasa
saling percaya dapat ditingkatkan dan persoalan masyarakat
dapat diselesaikan maka perasaan kebersamaan antarberbagai

132

Bab 3
Mekan isme Partisipasi Masyarakat

elemen dapat ditingkatkan serta ffansparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat lebih baik. Hal ini dapat disebut sebagai peran keempat dari radio, yakni sebagai sarana
pengikat kebersamaan dalam semangat kemanusiaan dan kejujuran. Dengan berbagai peran penting ini maka dapat disimpulkan bahwa radio merupakan media partisipasi yang cukup
efektif.e
Selain kontak publik melalui media massa, masyarakat
juga menyampaikan aspirasinya melalui saluran lain, yakni unjuk rasa atau demonstrasi. Sejak era reformasi, unjuk rasa sering

kali dilakukan oleh berbagai kalangan. Unjuk rasa ini dilakukan


berdasarkan dua sebab. Pertama, unjuk rasa dilakukan karena
penyampaian.keluhan dan pendapat dianggap tidak dapat
dilakukan secara efektif melalui mekanisme partisipasi yang
ada. Kedua, unjuk rasa dilahkan karena secara sengaia hendak
menarik perhatian masyarakat luas, bukan sekadar memasukkan aspirasi melalui mekanisme partisipasi yang sudah ada.
Tempat unjuk rasa yang paling populer di Kota Malang
adalahAlun-Alun Tugu. Di tempat ini ada dua lembaga yang
dapatditojo, yakni Pemerintah Kota Malang dan DPRD Kota
Malang. Tempat unjuk rasa kedua yang paling populer adalah

Gntang peran radio ini juga diungkapkan oleh Hetifah Sj Sumarto.


lnouasi, Partisipasi, dan Good Gouernance: 20 praharsa inouati.f dan
partisipatif di Indonesia. fakarta: Yayasan Obor Indonesia' 2003). pp.
245-253.

133

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Bundaran Unibraw. Tempat ini berada di persimpangan stategis dari berbagai kampus di Kota Malang seperti Unibraw,
UMM, ITN, dan UM. Mahasiswa merupakan pelaku unjuk
rasa yang paling sering di tempat ini. Unjuk rasa juga sering
kali dilakukan di Alun-Alun Kota Malang karena posisi strategisnya sebagai pusat kota dan pusat perdagangan. Tempat
ini sering kali digunakan pula oleh berbagai elemen umar Islam karena posisinya yang berada di depan Masiid Jami' Kota
Malang. Selain tiga tempat populer bagi unjuk rasa ini, unjuk
rasa dilaksanakan pula di berbagai tempat yang relevan tergantung kepada maksud dan sasaran unjuk rasa" seperti Matos,
kampus, instansi pemerintah, dan sebagainya.
Pihak yang dituju dalam pelaksanaan unjuk rasa sering
kali beragam.'DPRD dan pemerintah kota tentu merupakan
pihak yang paling sering meniadi sasaran demonsrrasi. Unjuk
rasa juga sering kali dilakukan dengan sasaran kelompok masyarakat yang lain, pengusaha, pemerintah provinsi, berbagai
instansi dalam pemerintahan pusat seperti presiden, DPR RI,
TNI, Polri;.dan sebagainya. Bahkan, negara asing sekalipun
sering kali pula meniadi sasaran uniuk rasa yakni AS, lnggris,
PBB, dan Israel merupakan pihak asing yang paling sering menjadi sasaran kecaman unjuk rasa.
Tema-tema unjuk rasa yang disampaikan kepada DPRD
dan pemerintah kota cukup beragain, seperti masalah peftanahan, tata kota, rencana pembangunan, retribusi dan tarif,
serta masalah pelayanan publik lainnya. Masalah-masalah
sosial iuga merupakan tema yang sering kali disampaikan.

134

Bab 3
Mekanisme Partisipasi Masyarakat

Tema-tema nasional yang bukan merupakan kewenangan


DPRD dan pemerintah kota juga sering kali menjadi tema
unjuk rasa yang disampaikan kepada DPRD dan pemerintah
kota. Kenaikan BBM, kematian akivis HAM Munir, pelanggaran HAM nasional, divestasi Indosat, privatisasi BUMN, dan
banyak tema nasional lain yang dijadikan tema unjuk rasa kepada penyelenggara pemerintahan daerah. Tema-tema internasional seperti kasus invasi AS ke Irak, kasus penindasan Israel kepada bangsa palestina, dan kasus invasi AS ke Afghanistan, sefta berbagai peringatan internasional lain seperti hari
buruh internasional, hari lingkungan hidup internasional dan
sebagainya juga disampaikan kepada penyelenggara pemerintahan daerah. Tentu dalam pandangan pengunjuk rasa terdapat
dua alasan mengapa berbagai hal di luar urusan penyelenggara
pemerintahan daerah tetap didesakkan pada lembaga daerah
iru. Pertama, penyelenggara pemerintahan daerah dianggap
sebagai bagian integral dari sistem pemerintahan nasional.
Kedun,pengunjuk rasa mewakilkan aspirasinya kepada penyelenggara pemerintahan daerah untuk ditindak lanjuti atau
diperjuangkan kepada jenjang pemerintahan yang lebih tinggi.

135

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

136

Rr{emggarsat

Efektivita$
Paffiisipasi

&fasyerakat

'137

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

fektivitas partisipasi pada dasarnya merupakan sesuatu


hal yang bersifat relatif. Setiap pihak dapat saja memiliki
pandangan yang berbeda tentang sampai sejauh mana
atau sampai tangga keberapa sebaiknya partisipasi masyarakat
berlangsung dalam pemerintahan daerah. Wilcox berpandang*participation
an tentang partisipasi yang efektif bahwa
mlry
workbest for all concernedwhen each of the key interest the
stakeholder- is satisfiedwith the leuel of partici.pati.on at which
they are i.nuolued."l Berdasarkan pendapat Wilcox ini, diperlukan pengetahuan tentang tingk"t partisrpasi yang memadai
dari berbagu stakehold.er utama dalam pemerintahan daerah
di Kota Malang, yakni anggota DPRD, pejabat pemerintah
daerah, aktivis LSM, dan anggota masyarakat. Meski pemetaan
ini tidak mencakup semua elemen yangada, namun telah dipandang memadai untuk menggambarkan apakah partisipasi
masyarakat yang berjalan selama ini telah dianggap efekif oleh
sebagian besar stakeholderutana. Penentuan sampel yang diwawancarai untuk kepentingan ini ditetapkan secara purposif
dengan mempertimbangkan pengalaman dan kompetensi
jabatan.
Seoranganggota DPRD yangpaling senior di DPRD Kota
Malang dari segi lamanya menjabat sebagai anggota dewan
mengungkapkan pandangannya bahwa partisipasi masyarakat

David Wilcox. Guide of Effeaiue Particrpation. @righton: Delta Press,


19941. P. 9. www.oartnershios.ore.uk.

138

Bab 4

Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat

dibagi dalam dua jenis, yakni partisipasi riil seperti yang ada
di RT/RV dan LMPK dan partisipasi kritis sebagaimana ditampilkan oleh mahasiswa dan beberapa LSM yang sering kali
demonstrasi dan protes. Informan ini lalu berkata "partisipasi
kritis oleh mahasiswa dan LSM cuma ngornong thok, nggak
ada aksinya dalam masyarakat" (artinya mahasiswa dan LSM
hanya bicara saja namun tidakbanyak berbuat secara langsung
dalam kehidupan bermasy aruI<x -peneliti).2 Dalam kesempatan
yang berbeda narasumber ini berkata bahwa:
'sebenarnya peran serta masyarakat itu sudah adatetapi
tidak setiap orangpaham. Contohnya, LMPK yang terlibat
dalam musrenbang bahkan RT/RT7 itu ielas merupakan
perwujudan dari partisipasi masyarakat. Asalkan dua

lembaga

ini berjalan

dengan baik maka partisipasi

masyarakat sebenarnya sudah berjalan dengan baik."3

Pandangan informan tersebut menunjukkan bahwa lembaga partisipasi di masyarakat sudah ada, yakni

RT/R\[ LPMK

dan musrenbang. Secara tersirat informan mengungkapkan


bahwa keberadaan lembaga-lembaga tersebut sudah cukup untuk mewujudkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan
daerah. Sementara itu seorang anggota DPRD dari Fraksi PAI'{
mengungkapkan sebagai berikut.

2
3

wawancara dilakukan pada tanggal 23 Maret 2005)


Pernyataan dalam dengar pendapat dengan koalisi ISM Pengusul Ranperda Partisipasi di ruang Komisi A DPRD Kota Malang pada tanggal

24l..,f.arct2005.

139

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

'Masyarakat itu siapa? Kami yang duduk di dewan ini


kan juga sudah mewakili masyarakat tertentu. Seperti
masyarakat Golkar, masyarakat PDIP, masyarakat PAN,
masyarakat PKS, masyarakat Demokrat (Partai Demokrat
malaudnya -peneliti), dan masyarakat PKB. Masyarakat
ini kan iauh lebih riil dari masyarakat yang Anda usulkan
yang masih bersifat semu (masyarakat yang dimaksudkan
dalam keterlibaan masyarakat Koa Malang sebagaimana
yang diusulkan oleh Koalisi LSM -peneliti)."a
Secara tersirag pernyataan tersebut menuniukkan bahwa

lembaga DPRD sebagai lembaga perwakilan telah memadai


sebagai wujud partisipasi masyarakat karena anggota DPRD
merupakan wakil dari anggota masyarakat yang dinilai nyata

keberadaannya oleh informan. Lembaga perwakilan ini


(DPRD) juga dianggap sebagai mekanisme partisipasi yang
telah memadai bagi masyarakat. Pandangan ini juga diperkuat
oleh anggota DPRD lain dari Komisi A yang mengungkapkan
bahwa:
"kami ini anggota dewan berasal dari berbagai kalangan
dan telah melampaui proses paniang mulai dari saringan
parai sampai pemilihan umum oleh masyarakatsehingga

kami memang wajar iika berperan sebagai wakil


masyarakat. Kami ini juga menjalankan partisipasi
masyarakat.'5

Pernyaaan dalam dengar pendapat dengan koalisi ISM Pengusul Ranperda Partisipasi di ruang Komisi A DPRD Kota Mdang pada tanggal

24 marct2005.
Wawancara pada tanggal 5 Mei 2005.

140

Bab 4

Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat

Dengan melihat beberapa pernyataan dari anggota DPRD

Kota Malang tersebut, dapat disimpulkan bahwa partisipasi


masyarakat dalam pemerintahan daerah telah dipandang
cukup memadai jika ditampung dalam beberapa saluran. Pertama, LPMK yatrg membawa apirasi masyarakat dalam musrenbang. Kedua,RT dan RW yang dianggap dekat dengan masyarakat dan mengurus kepentingan masyarakat. Ketiga, anggota DPRD yang merupakan wakil masyarakat merupakan
lembaga partisipasi yang sudah memadai. Narasumber ini
mengungkapkan bahwa keberadaan tiga elemen tersebut telah
dianggap mencukupi sebagai wadah partisipasi masyarakat.
Dengan demikian, jika tiga wadah ini berialan dengan baik
maka menurut pandangan narasumber dari stakehold* anggota DPRD ini partisipasi telah dianggap efektif. Bagi narasumber ini, "partisipasi riil" merupakan wujud dari partisipasi
yang dibutuhkan dan yang memungkinkan dalam mendukung
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sementara itu,'partisipasi kritis" dianggap sebagai sesuatu yang kurang bermanfaat. Kesimpulan ini tampaknya didukung pula oleh pernyataan: 'mengapa kita harus menambah mekanisme partisipasi
yang lain jika harus menambah anggaran daerah, sementara
hasilnya belum tentu lebih baik.'5
Stakeholdsutama lain adalah peiabat pemerintah daerah.
Dalam posisinya ini, pejabat ini merupakan pihak yang paling

tbid.

141

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

terlibat dari segi proses penyusunan ranperda yang diusulkan


oleh Pemkot kepada DPRD.7 Bagran yang dipimpinnya juga
sangat bertanggung jawab dari segi proses formal lahirnya,
baik peraturan maupun keputusan walikota. Narasumber ini
mengungkapkan bahwa pada dasarnya ada pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan peraturan daerah, namun tidak
semua anggota masyarakat dilibatkan dalam proses tersebut.
Pelibatan hanya ditekankan pada subjek hukum langsung saja.
Yang dimaksud dengan subjek hukum lanpung ini adalah kelompok masyarakat yang secara langsung paling terpengaruh
oleh substansi peraturan daerah yang sedang disusun. Misalnya, peraturan daerah tentang kenaikan izin trayek angkutan
dalam kota maka yang dimalsud sebagai subjek hukum langsung adalah para pengusaha dan sopir angkutan kota. Dengan
demikian, proses pelibatan ini tidak mengikut-sertakan anggoa
masyarakat lain di luar subjek hukum langsung yang dimaksud.
Pelibatan masyarakat pada tahap awal penyusunan perda
ini merupakan upaya sosialisasi di awal proses sehingga anggota
masyarakat yang paling terkena dampak dari peraturan daerah
yang hendak diusulkan telah memahami dan sedapat mungkin
diupayakan telah menerima substansi perda tersebut. Pelibatan
masyarakat dalam bentuk konsultasi publik ini tidak hanya
berfungsi sebagai sosialisasi belaka karena seringkali pulayang
terjadi justm negosiasi antara pihak pemkot dengan subjek

'Wawancara

dilakukan pada tanggal 16 Juni 2005.

142

Bab 4

Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat

hukum langsung tersebut. Negosiasi yang dimaksud di sini


adalahtawar menawar tentang substansi kebijakan. Apa yang
diusulkan oleh pemkot diselaraskan dengan apa yang dikehendaki oleh masyarakat. Besarnya retribusi tentang pelayanan
tertentu yang tertuang dalam ranperda yang diusulkan ke
DPRD sering kali merupakan kompromi hasil negosiasi antara
pemkot dengan subjek hukum langsung yang relevan dengan
ranperda yang sedang disusun. Dalam proses negosiasi ini,
tidak setiap usulan masyarakat dapat diterima dan diakomodasi. Ada proses penerimaan usul masyarakat secara selektif.
Alasan atas pemilihan isi kebijakan dalam usulan masyarakat
ini karena tidak setiap usulan masyarakat itu baik dan dapat
dibenarkan. Pertimbangan yang digunakan adalah perbandingan dengan kepentingan anggota masyarakat lainnya, efisiensi,
dan tidak bertentangan dengan hukum dan peraturan yang
lebih tinggi.
Berdasarkan pengalaman Pemkot Malang, pelibatan masyarakat di tahap awal ini sangat membantu alseptabilitas ma-

syarakatjika ranperda yang sedang disusun telah disahkan oleh


DPRD. Jika sosialisasi baru dilakukan pada saat perda telah

disahkan maka sering kali terjadi penolakan masyarakat.


Bagian Hukum Pemkot Malang merasakan benar beratnya sosialisasi perda setelah disahkan jika tanpa terlebih dahulu melibatkan masyarakat di awal proses penyusunannya.
Namun demikian, beratnya pelibatan masyarakat bagi
pemkot bergantung pada isu kebiiakan yang sedang dibahas
dalam bentuk perda serta tingkat kesesuaian substansi perda

143

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

dengan kondisi nyatayang sedang berlaku di masyarakat. Isu


kebijakan yang dirasakan berat oleh pemkot adalah isu yang
mengatur kepentingan masyarakat yang sangat beragam atau
bahkan bernrmbukan satu sama lain. Misalnya" Perda tentang
Rencana Thta Ruang Wilayah Kota Malang pada tahun 2003
yang memicu polemik di masyarakat karena adanyabenturan
kepentingan mengenai pemanfaatan ruang. Selain itu, isu kebijakan yang menyangkut munculnya pungutan baru atau kenaikan pungutan yang dibebankan kepada anggoa masyarakat
selalu memantik penolakan oleh anggota masyarakat. Sekecil
apa pun kenaikan pungutan pasti mendapat tantangan berat
dari masyarakat. Pengecualian terjadi apabila isu kebijakannya
sesuai kondisi nyata dalam masyarakat sehingga cenderung
sangatmudah dalam proses penyusunannya dan dalamtahapan
sosialisasi penerapan kebijakannya. Perda tentang rukun tet:ingga dan rukun warga mengatur sesuatu yang senyatanya
telah berlaku di masyarakat sehirigga mudah diterima dan dijalankan oleh masyarakat. Contoh lainnya adalah perda tentang retribusi parkir No. L0 Thhun 2004 yangmengubah tarif
pelayanan parkir sebagaimanayangdiatur dalam PerdaNo. 2

thhun 2002. Perda baru ini diterima dengan mudah oleh subjek
hukum langsung (kelompok-kelompok juru parkir di Kota
Malang) dan oleh masyarakat karena pada dasarnya kenaikan
tarif parkir baru sesuai dengan tarif yang nyata berlaku di masyarakat. Dengan demikian, posisi perda baru tersebut sekadar
melegalkan apa yargsesungguhnya terjadi dalam masyarakat.

144

Bab 4

Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan peraturanwalikota pada dasarnya serupa dengan pelibatan masyarakat
dalam proses penyusunan rancangan peraturan daerah.
Masyarakat yang dilibatkan sejak awal proses penyusunan ini
adalah mereka yang digolongkan sebagai subjek hukum langsung. Sementara itu, pada umumnya masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan keputusan walikota karena keputusan ini dianggap sebagai sesuatu hal yang bersifat administratif sehingga lebih berdasar pada pertimbangan internal pemerintah daerah. Meskipun demikian, peraturan walikota yang
bersifat penetapan sering kali melibatkan masyarakat dalam
tahapan pelaksanaan kebijakan tersebut. Misalnya, pelibatan
masyarakat berupa syarat adanya persetujuan masyarakat
sekitar dalam keputusan untuk mengeluarkan izin mendirikan
bangunan (IMB).
Partisipasi masyarakatyang telah berlangsung dalam bentuknya sekarang terutama dalam proses penyusunan ranperda

dan peraturan walikota telah dianggap memadai dan cukup


efektif. Hal ini disebabkan oleh manfaat partisipasi rersebut
dalam memasukkan aspirasi masyarakat dan sosialisasi kebijakan baru oleh pemkot. Selain itu, manfaat partisipasi tersebut
adalah meningkatkan akseptabilitas masyarakat apabila ranperda yang sedang disusun telah disahkan. Pada dasarnya, aspirasi masyarakat dapat ditampung oleh pemkot jika tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat lain yang lebih luas,
pertimbangan efisiensi, dan tidak bertentangan dengan peraturan lain yang lebih tinggi.
'145

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Sementara itu, wawancaraiuga dilakukan dengan seorang


pejabat Pemkot Malang lain yang merupakan mantan Kepala
Bappeko Malang dan beberapa dinas lainnya.s Informan ini
pernah pula menjabat sebagai kepala dinas pekerjaan umum.
Informan memandang bahwa mekanisme partisipasi yang ada
telah berjalan dengan efektif Hal ini dinilai dari pandangannya

bahwa partisipasi yang telah dilalokan memang bermanfaat


bagi masyarakat dan pemkot sendiri. Man-faat tersebut berupa
peniaringan aspirasi dan kepentingan masyarakat dalam proses
penyusunan rencana pembangunan. Keterlibatan masyarakat
dipandang sangat membantu untuk menghasilkan proyek yang
sesuai dengan kondisi setempat serta sesuai dengan kebutuhan
masyarakat karena berdasarkan pengalamannya sebagai kepala
bappeko, masyarakat lebih mengetahui persoalan dan solusi
atas persoalan tersebut.
Manfaat lain dari partisipasi masyarakat ini adalah meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam implementasi proyek pembangunan di wilayahnya masing-masing. Oleh karena
masyarakat telah terlibat dalam proses penyusunan rencana
maka masyarakat merasa lebih memiliki proyek tersebut. Rasa
memiliki diwuiudkan dalam bentuk partisipasi berupa kontribusi materiil dan nonmateriil terhadap proyek tersebut serta
pengawasan masyarakat yang lebih cermat terhadap proyek

tersebut. Partisipasi masyarakat dalam implementasi pem-

'Wawancara dilaksanakan pada anggal

146

2t

dan 22 September 2005.

Bab 4

Menggugat Efehivitas Partisipasi Masyarakat

bangunan ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dan


dinilai pula oleh bappeko secara ekonomis sehingga dapat dihitung sebagai nilai proyek secara keseluruhan. Sering kali proyek yang melibatkan masyarakat ini bernilai 40o/oberusal dafi

dana pemkot sementara sisanyi sebanyak 60%o merupakan


kontribusi masyarakat, baik berupa natura maupun jasa. Berdasarkan pengalamannya, informan mengungkapkan bahwa
proyek yang melibatkan masyarakat secara ekstensif ini memiliki kondisi teftentu sehingga berjalan secara efektif. Kesesuaian proyek dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat
merupakan prasyarat utama pelibatan masyarakat dalam program pembangunan ini. Jika skala proyek terlalu luas di luar
daya jangkau masyarakat maka rasa memiliki masyarakat menjadi berkurang. Jika proyek tersebut membutuhkan sumber
daya di luar kemampuan masyarakat untukberpartisipasi maka
partisipasi tbrsebut juga tidak efektif. Proyek yang biasanya
mampu dijalankan secara partisip atif., arrtanlain pembangunan
jalan dan selokan di permukiman penduduk termasuk pemeliharaannya.
Kompleksitas program pembangunan juga menennrkan
efektivitas partisipasi masyarakat, baik dalam tahap perencanaan maupun pelaksanaannya. Semakin kompleks program
atau proyek maka partisipasi dinilai kurang efektif dari segi
kualitas outfut program atau proyek. Dalam situasi seperti
ini keterlibat^n para profesional dinilai lebih efekif. Dalam
hal ini Bappeko sering melibatkan unsur masyarakat terpilih,

147

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

yakni kalangan perguruan ti"gg atau konsultan profesional.


rencana detail tataruang kota merupakan contoh perencanaan
pembangunan yang dianggap rumit sehingga tidak melibatkan
masyarakat dalam penyusunannya. Meskipun demikian, penyusunan rencana ini tetap memiliki nilai partisipatif dengan
mengungkapkannya secara terbuka kepada masyarakat melalui
DPRD. Lembaga ini dianggap telah merepresentasikan masyarakat sehingga RDTRK disampaikan sampai memperoleh
persetujuan DPRD.
Ddam tahap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, informan mengungkapkan bahwa mekanisme partisipasi
yang dinilai efektif untuk mencapai tujuan partisipasi sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah musrenbang, LPMK
dan RT/RI( Ketiga lembaga ini dinilai mampu menjembatani
aspirasi masyarakat dalam proses penyusunan rencana pembangunan daerah dan juga mampu menggerakkan masyarakat
dalam berpartisipasi melaksanakan program atau proyek pembangunan di wilayahnya.
Berbeda dengan anggota DPRD dan pejabat Pemkot Malang yang berpandangan bahwa mekanisme partisipasi yang
sudah berjalari telah efektif, sukeholder utama lainnya (altivis
LSM) justru berpandangan berbeda- Narasumber yang berasal
dari aktivis LSM adalah seorang penggiat Wahana Lingkungan

Tim Legal
Drafting Ranperda Partisipasi yang dibentuk oleh koalisi LSM

Hidup (Walhi) Malang sekaligus

148

sebagai anggota

Bab 4

Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat

Malang.e Dalam pandangannya, partisipasi masyarakat yang


disalurkan dalam beberapa mekanisme partisipasi yang sudah
ada belum efektif. fugumentasi yang selalu diungkapkan

ad

ah

aspirasi penting masyarakat pada dasarny a hanya ditampung


oleh penyelenggara pemerintahan daerah, baik itu DPRD dan
pemerintah daerah. Penenfuan kebiiakan lebih banyak diambil

oleh pemerintah daerah dan sering kali mengabaikan kepentingan masyarakat yang lebih luas. Hakikat partisipasi yang
berjalan selama ini adalah pemerintah meminta saran kepada
masyarakat sehingga partisipasi semacam itu hanya melemahkan masyarakat saja. Kasus APP Thnjung yang ditukar guling
untuk kepentingan bisnis dengan mengabaikan kepentingan
ekologis merupakan bukti bahwa penentuan kebijakan ada di
tangan pemerintah daerah. Meskipun berbagai elemen masyarakat menolak kasus tukar guling tersebut dan bahkan melakukan perlawanan keras terhadapnya, pemerintah daerah
tetap tak bergeming dengan keputusannya. Kasus Matos yang
ditentang oleh seluruh elemen pendidikan di Kota Malang,
LSM lingkungan, dan sebagian besar masyaralcx juga tetap
berjalan sesuai rencana dengan mengabaikan aspirasi masya-

Pandangannya ini disarikan dalam pendapat-pendapatnya yang disampaikan dalam Pertemuan Tim Legal Drafting padatatggal7-8 Juli 2004,
Dengar Pendapat Tim Legal Drafting dengan Komisi A DPRD Kota

Malang pada tanggal 24 Matet,2005, dan Konsultasi Publik Ranperda


Partisipasi pada tanggal 14 April 2005.

149

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

rakat. Ini semua menuniukkan bahwa partisipasi masyarakat


memang belum memadai di Kota Malang. Dibutuhkan payung
hukum tertinggr di KotaMalang untuk melindungi partisipasi
masyarakat. Masyarakat seyogyanya tidak hanya dimintai pendapat namun memiliki kemampuan untuk menyetujui dan menolak kebijakan tertentu tanpa melalui wfilnya di DPRD dalam menghadapi kepentingan sepihak dan pemerintah daerah.
lnforman lainnya adalah seorang aktivis LBH Surabaya
Pos Malang yang mengungk"pk* hal senada bahwa pada dasarnya partisipasi yang sedang berjalan di Kota Malang belum
efekif karena kemampuan masyarakat mengendalikan j"l*nya pemerintahan masih lemah.lo Banyak LSM telah mampu
melakukan kontrol terhadap perda, kebijakan pemerintah daerah, maupun terhadap pelayanan publik dan pembangunan
namun sering kali kontrol ini diabaikan oleh pemkot. Banyaknya demonstrasi yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat menunjukkan bahwa mekanisme partisipasi yang ada
tidak berjalan dengan baik karena tidak mampu menyerap aspirasi masyarakat yang sebenarnya. Musrenbang yang berjalan
sering kali merupakan penyampaian aspirasi personal dari wakil masyarakat yang terpilih. Jikalau RT dan RW dilibatkan

10 Disarikan dari pendapat Nurhadi dalam Konzulasi Publik Tim Legal


Drafting pada anggal 7 Oktobet2004 dan Dengar PendapatTim Legal
Drafting dengan Komisi A DPRD Kota Malang pada tanggal 24 Marct
2005

150

Bab

Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat

dalam proses musrenbang, mereka sering kali tidak berkonsultasi lebih dahulu dengan warganya tentang aspirasi yang
hendak diperjuangkan dalam musrenbang. Ketua RT dan RW
sering kali jusmu membawa aspirasinya sendiri. Selain itu, konsultasi publik yang dilakukan dalam proses perumusan ranperda juga tidak melibatkan komponen masyarakat yang sekiranya dianggap menentang ranperda tersebut. Semua itu menunjukkan bahwa partisipasi yang sebenarnya belum terjadi
dalam pemerintahan Kota Malang. Masyarakat perlu diberdayakan dan diberi kontrol yangnyataterhadap jalannya pemerintahan daerah sehingga dibutuhkan legalitas hukum yang
kuat bagi rakyat untuk berpartisipasi. Perda partisipasi merupakan kebutuhan masyarakat Malang.
Pendapat yang disampaikan dua tokoh LSM Malang ini
pada dasarnya mengungkapkan belum efektifnya partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Efektivitas ini mereka ukur bukan dari tersedianya mekanisme
partisipasi, namun dari peqan nyata yang dapat dilakukan oleh
masyarakat untuk memasukkan agendanya dan mengubah rancangan kebijakan yang sudah disfupkan oleh pemerintah daerah. Selain itu, efektivitas ini diukur pula dari keterwakilan
aspirasi yang disampaikan oleh wakil masyarakat yang berperan dalam berbagai mekanisme partisipasi. Ketidakerwakilan
aspirasi masyarakat yang dibawa dan diperjuangkan oleh wakil
masyarakat merupakan ukuran penting bagi mereka, mengapa
partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah dipandang
belum efektif.
151

Menggugat Partisipasi Publik dalam Peirerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Penilaian tentang efektivitas partisipasi masyarakat dilakukan dengan melihat pandangan masyar4kat terhadap partisipasi dalam pemerintahan daerah. Pandangan masyarakat ter-

hadap efektivitas partisipasi sebenarnya tidak tampak secara


langsung dalam pertanyaan yang ada dalam kuesioner penelitian, namun tampak dalam alasan-alasan yang dikemukakan
terhadap jawaban yang dipilih. Sebagian besar responden
(84o/o) menyetujui untuk terlibat dalam penyusunan kebijakan
daerah di DPRD. Sebagian besar responden yang menjawab
setuju atau sangat setuju beralasan bahwa sistem dan mekanisme partisipasi yangada sekarang masih kurang memungkinkan bagi mereka untuk terlibat dalam proses penyusunan
kebijakan daerah. Menurut responden, keterlibatan masyarakat dalam penyusunan kebijakan daerah sangat perlu karena
anggota DPRD perlu mengetahui situasi dan kondisi sebenarnya dalam masyarakat dan perlunya mengawal proses penyusunan kebijakan daerah agar tidak memihakpada kepentingan
segolongan masyarakat tertentru. Alasan lain yang terungkap
adalah kesulitan masyarakat untuk rnenyampaikan aspirasinya
melalui mekanisme partisipasi yang ada sehingga berbagai
usulan dan kebutuhan masyarakat dapat diakomodasi oleh
DPRD melalui kebijakan daerah yang dikeluarkannya. Secara
umum dapat dipahami bahwa ketiadaan mekanisme partisipasi
yang dinilai efektif oleh masyarakat merupakan alasan utama
bagi mereka untukterlibat dalam proses penyusunan kebijakan
daerah.

152

Bab 4

Menggugat Efekivitas Partisipasi Masyarakat

Selain

itu,

sebagian besar responden (690/o) menyetujui

untuk terlibat dalam proses penyusunan kebijakan daerah oleh


pemerintah daerah. Alasan terhadap jawaban yang dipilih oleh
responden senada dengan alasan keinginan mereka terlibat
dalam proses penyusunan kebijakan daerah di DPRD. Masyarakat merasa selama ini kesulitan menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah daerah, terutama walikota. Bagi responden, mekanisme penyampaian aspirasi dan keluhan masyarakat tidak mudah dijalankan oleh rak''at biasa. Media komunikasi belum tercipta dengan baik karena sering kali hanya
sebagai formalitas partisipasi. Mekanisme partisipasi yang ada
tidak memudahkan penyampaian aspirasi masyarakat yang sebenarnya sehingga kebijakan daerah otonom dipandang sulit
untuk benar-benar aspiratif dan partisipatif. Untuk itu, sebagian
besar responden penelitian merasa perlu untuk terlibat dalam
proses penyusunan kebijakan daerah yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Malang.
Hasil lainnya menunjukkan bahwa terdapat L00/o responden yang tidak setuju terlibat dalam pengawasan terhadap pemerintahan daerah. Alasan yang dikemukakan oleh iesponden
yang tidak setuju ini adalah karena sudah ada lembaga peme-

rintahan seperti DPRD dan badan pengawas yang telah melakukan fungsi pengawasan tersebut. Responden juga mengungkapkan bahwa masyarakat tidak memiliki kemampuan dan
mekanisme yang baik dalam melakukan pengawasan. Sementaraitu, sebagian besar responden setuju (740/o) untuk terlibat
dalam pengawasan terhadap pemerintahan daerah. Alasan

153

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

yang dikemukakan oleh sebagian besar dari responden yang


menyeftiui ini adalah perlunya keterlibatan masyarakat dalam

mengawasi ialannya pemerintahan guna menghindari atau


mengurangi pbnyimpangan yang dilakukan, baik oleh DPRD
maupun oleh pemerintah daerah. Pengawasan oleh masyarakat
juga perlu dilakukan untuk menghindari pelaksanaan pemerintahan yang mengabaikan kepentingan masyarakat karena
proses penyerapan aspirasi masyarakat yang disediakan melalui
mekanisme yang ada kurang efektif. Akan tetapi, sebagian besar
responden juga mengakui bahwa mekanisme kontrol oleh masyarakat iuga kurang efektif.
Pandangan masyarakat tentang belum memuaskannya
mekanisme partisipasi yang adadalam memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya ditunjukkan pula melalui hadirnya
mekanisme dternatif partisipasr, seperti partisipasi melalui media massa dan unjuk rasa. Pada dasarnya, kehadiran mekanisme
alternatif tersebut rnerupakan cermin dari ketidakmampuan
mekanisme partisipasi yang ada menampung kebutuhan berpartisipasi masyarakat serta keinginan masyarakat untuk terlibat lebih jauh dalam pemerintahan daerah melebihi mekanisme yang tersedia untuk itu. Data yang berasal dari dokumentasi bagian Humas DPRD Kota Malang menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2003 terjadi unjuk rasa sebanyak 41 kali.
J"mlah tersebut lebih banyak daripada jumlah konsultasi publik sekitar 36 kali, i"-l"h dengar pendapat 38 kali, dan kunfungan kerjahanya 11 kali. Jumlah ini tentu tidak dapat dibandiogkatr pula dengan keluhan publik via media massa yang

154

Bab 4

Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat

dapat hadir setiap hari dalam berbagai media yang ada, baik
cetak maupun elektronik. Kecenderungan yang sama dengan

hal tersebut juga terjadi dalam tahun 2004. Kecenderungan


ini dapat disimak dalam tabel berikut.
Tabel 1 Rekapitulasi Beberapa Mekanisme Partisipasi Masyarakat di
DPRD Kota Malang

Sumben Sekretariat DPRD Kota MalangCatatan:


* datatidaktersedia.

berasal dari data yang diidentifikxi sendiri oleh peneliti karena tidak
tersedia data di Sekretariat DPRD, jumlah unjuk rasa yang sebenarnya

lebih banyak dari data ini.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa


mekanisme partisipasi masyarakat dalam Pemerintahan Kota

Malang belum efektif dalam pandangan masyarakat Kota


Malang. Mereka merasa bahwa mekanisme yangada saat ini
belum sepenuhnya mampu menyerap aspirasi nyata dari masyarakat. Kebijakan daerah sering kali masih dipandang belum
sepenuhnya mencerminkan pilihan masyarakat. Selain itu, tersirat pula adatryakehendak bagi tersedianya mekanisme yang
memberikan kemampuan bagt masyarakat untuk benar-benar
terlibat dalam proses penyusunan kebiiakan daerah.

155

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

A. DERA|AT PARTISTPASI PUBUK


Untuk memperoleh pemahaman yangutuh tentang efektivitas partisipasi masyarakag pembahasan berilcrt ini berupaya
menarik konklusi atas pemaparan mekanisme partisipasi dan
efektivitas partisipasi pada bagian di atas secara keseluruhan
untuk kemudian mengaitkannya kembali dengan teoriladder
of empowerrnent daiBurns, Hambleton 6c Hogget. Berbagai
mekanisme partisipasi masyarakat yang telah dijelaskan pada
bagian sebelumnya perlu diposisikan dalam ladd.er of empowement sehingga denjatnya dapat dipahami dengan jelas.
Tabel 2 menggambarkan tangga partisipasi masyarakat
Kota Malang. Dalam tangga ini tampak bahwa beberapa mekanisme partisipasi dapat digolongkan dalam derajat nonpartisipasi, sementara beberapa mekanisme lainnya dikategorikan
dalam derajat partisipasi. Tidak satu pun dari mekanisme partisipasi yangadadapat digolongkan dalam derajat ci.tizen control (kendahwarga).
Mekanisme yang digolong:kan dalam derajat nonpartisipasi warga adalah sidang paripurna terbuka (cynical consultation) dan aktivitas yang tidak efektif dalam masa reses (poor
informati.on). Selain itu, aktivitas kunjungan kerja anggota
DPRD dan aktivitas dalam masa reses berupa pemantauan terhadap keluhan masyarakat dikategorikan dalam tangga customer care (pemeliharaan pelanggan). Meski dua mekanisme
terakhir ini sangat bermanfaat dalam melayani masyarakat,
namun pada hakikatnya tidak memberikan ruang partisipasi
kepada masyarakat. Tangga pemeliharaan pelanggan hanya

156

Bab 4

Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat

memberikan pilihan kepada masyarakat untuk menikmati atau


tidak menikmati hasil kerja penyelenggara pemerintahan daerah.
Mekanisme partisipasi yang dapat dikategorikan berada
dalam derajat partisipasi warga berupa kontak publik melalui
situs internet dan aktivitas masa reses yang efekif high qwality informati.on (informasi berkualitas). Selain itu, ada pula me'kanisme lain yang berada dalam denjat partisipasi warga ini

yakni dengar pendapat publik, konsultasi publik, dan musyawarah perencanaan pembangunan dalam berbagai tingkatan.
Lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan (LPMK) yang
berada dalam tarrgga effectiue adui.sory body $adanpenasihat
yang efektif) dan rukun tetanggadan rukun waryajagaberada
dalam derajat partisipasi warga.
Mekanisme RT dan RV adalah mekanisme partisipasi
yang tertinggi tingkatannya dalam pemerintahan daerah di
Kota Malang. Mekanisme ini menempati anak tangga partisipasi yang ke delapan (li.mi.ted decentralized deci.si.on making)
dari maksimal dua belas anak tanggapartisipasi dalam ladder
of empouterment yangdikembangkan oleh Burns, Hambleton,
6c Hogget. Dengan demikian, jelas pula bahwa tidak ada satu
pun mekanisme partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah & Kota Malang yang berada dalam denjat citizen control (yang meliputi anak tangga entrusted control 6 interdependent control), bahkan pada anak tangga yang
mendekatinya sekalipun yakm partnershi.p dan delegated con-

trol.
157

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Dalam derajat partisipasi masyarakat

di atas deraiat tidak

ada partisipasi dan di bawah derajat kendali warga), berarti


masyarakat Kota Malang pada dasarnya dapat memengaruhi
hasil kebijakan yang sedang diproses oleh penyelenggara pe-

merintahan daerah. Akan tetapi, masyarakat tidak dapat memengaruhi desain pokok dari kebijakan pembangunan dan pelayanan publik daerah. Masyarakat dapat memengaruhi berbagai hal sebatas masih berada dalam koridor atau pakem kebijakan yang sudah ditentukan oleh penyelenggara pemerintahan daerah. Misalnya, masyarakat tidak mampu menentukan
benpa banyak dinas daerah yang harus ada sehingga pemerinah daerah dapat berkineria lebih efisien. Masyarakat hanya
mampu memengaruhi tentang kebutuhan proyek tertenfir sepaniang dapat ditampung olehpemerintah daerah dalam anggaran dinas tertentu.

158

Bab 4
Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat

Tabel 2 Mekanisme

t:.

Partisipasiil:ifi*,

dalam Pemerintahan Kota

'

lF"
E}

Kendali yang
dipercayakan

gt!

:.a.

o
.

terbatas pembuatan
Badan penasihat yang

Rukun tetangga (RT)


Rukun warga (RW)

pemberdayaan
Masyarakat kelurahan

efektif

r
o
lnformasi berkualitas

(LPMIO

Dengar pendapat publik


Konsultasi publik
Musyawarahperencanaan

Situs intemet Pemkot

o
o

Malang
Aktivitas masa reses
Kunjungan kerja anggota
DPRD
Aktivitas masa reses
Sidang paripurna terbuka

DPRD

Contoh lain tentang hal tersebut dapatdilihat dari kasus


pemekaran wilayah kelurahan dan kecamatan di Kota Malang.
Pada tanggal L7 Desember 2005 terdapat kegiatan konsultasi

159

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

publik yang dilakukan oleh Pemkot Malang tentang rencana


kebilakan pemekaran wilayah kecamatan dan kelurahan di
Kota Mdang. Konsultasi Publik pada hari Sabtu malam tersebut dilakukan di aula Kelenteng Kota Malang yang dihadir!
seluruh peralrgkat RT dan RV di Kelurahan Kota Malang.
Konsultasi publik diialankan secara bergiliran di berbagai kelurahan di Kota Malang. Kegiatan ini selalu dihadiri oleh Kepala
Bagatt Tata Pemerintahan dan Kepala Kantor Catatan Sipil
Kota Mdang. Secara tegas peiabat pemkot ini mengatakan
kepada hadirin bahwa kegiatan ini berupa konsultasi publik
untuk meniaring aspirasi masyarakat tentang kebijakan pemekaran wilayah tersebut. Meskipun demikian, warga masyarakat yang diwawancarai mengungkapkan perasaan mereka
bahwa sebenarnya hal tersebut tidak tepat menggunakan istilah

konsultasi publik sebagaimana sering kali dilakukan oleh pemkot. Menurut warga yang hadir'kegiatan tersebut lebih tepat
disebut sebagai sosialisasi kebijakan karena pada dasarnya rencana kebiiakan tentang pemekaranwilayah tersebut sudah matang. Selain itu, pada dasarnya kegiaan tersebut tidak pernah
membatalkan renczura kebijakan termasuk dalam renqrna pemekaran wilayah ini. Meskipun kritik diberikan oleh masyarakat tetap saia kegiatan tersebut tidak dapat mengubah rencana kebijakan yang telah dibuat oleh pemkot sehingga kegtat-

160

Bab 4

Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat

an seperti itu tidak dapat disebut sebagai konsultasi publik,


namun lebih tepat sebagai sosialisasi kebijakan.ll
Keterangan tentang substansi kegiatan tersebut sebagai
sosialisasi kebijakan bukannya konsultasi publik dalam renqrna
pemekaran wilayah diperkuat pula oleh Ketua Komisi A DPRD
Kota Malang bahwa rencana pemekaran wilayah kecamatan
dan kelurahan di Kota Malang sudah matang sehingga tinggal
pelaksanaannya sajanamun karena pembahasan kebijakan ini
tidak banyak diketahui oleh publik secara luas maka memang
diperlukan sosialisasi yang lebih baikkepada masyarakat. Akan
tetapi, dalam banyak hal yang menyangkut batas wilayah, nama
wilayah, serta penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan
dibutuhkan adarrya masukan dan kontribusi dari masyarakat.
Diakui pula bahwa konsultasi publik tersebut memang lebih
dimaksudkan sebagai upaya untuk melihat kesiapan dan penerimaan masyarakat terhadap rencana pemekaran wilayah
dan pada saat konsultasi publik dijdankan keputusan akhir
tentang pemekaran wilayah belum diambil. Diakui pula bahwa
ada political u.,i.ll yang sangat kuat untuk mengambil kebijakan
tentang pemekaran wilayah.l2

11

Wawancara dilakukan pada tanggal 18 Desember 2005 dengan


Sekretaris RT 05 RW 11 Kelurahan Kota Lama.
Pandangan senada juga disampaikan seorang Perangkat RW di Kelurahan

Kota Iama.
Wawancara dilakukan pada tanggal 19 Desember 2005.

161

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

ini memang menegaskan bahwa kondisi partisipasi


masyarakat di Kota Malang yang berada pada derajat partisipasi (dalam kddn of empowumentl menyebabkan masyarakat
sepenuhnya tidak dapat menentukan pakem kebijakan namun
semata mampu memberikan Pengayaan dan perbaikan sesuai
dengan aspirasi masyarakat sepanjang masih berada dalam koKasus

ridor pakem kebijakan pemerintah daerah. Situasi tersebut berarti sekali lagi menunjukkan bahwa hasil penelitian ini konsisten dengan teoi laddq of citizen ernpotueftnent dariBurns,
Hambleton, 6c Hogget bahwa mekanisme partisipasi yang tersedia dalam derajat partisipasi memang tidak sampai menimbulkan kendali masyarakat atas kebijakan pemerintah. Dalam
denjatpartisipasi seperti itu, pada dasarnya kendali kebijakan
masih berada di tangan penyelenggara pemerintahan daerah.
Hasil penelitian inl pada umumnya menunjukkan kesesuaian
arrtata mekanisme partisipasi yang terbagi dalam anak-anak
tanggapartisipasi dengan hakikat konsep pilihan, partisipasi,
dan kendali dari Burns, Hambleton & Hogget. Mekanisme
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraarr pemerintahan
daerah di Kota Malang masih sebatas berada pada kelompok
anak tangga yang berada ddam derajat partisipasi. Keberadaan
mekanisme dalam deniat partisipasi ini sesuai pula dengan
batasan konsep partisipasi dalam pandangan teoti ladd.er of
ci.tizm ernpou)ennent.Pada dasarnya, hasil ini juga tidak bertentangan dengan derajat partisipasi yang dikemukakan oleh
funstein bahwa mekanisme partisipasi yang berlangsung dalam

162

Bab 4
Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat

pemerintahan Kota Malang berada dalam derujat pertanda


partisipasi dan belum mencapai denjx kuasa warga.l3
Selanjutnya posisi mekanisme partisipasi masyarakat berikut derajatnya ini perlu diperjelas dari sisi efekivitasnya di
mata stakeholder pemerintahan daerah.ra Berdasarkan uraian
tentang efektivitas sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pada

dasarnya dapat disimpulkan bahwa terdapat dua golongan


yang berbeda pendapat tentang apakah partisipasi masyarakat

dalam pemerintahan Kota Malang telah efektif. ataa belum.


Golongan pertama memperlihatkan pandangan bahwa mekanisme partisipasi yang sudah tersedia telah berjalan dengan
baik sehingga tujuan-tujuan dari penyelenggaraan pemerintahan daerah secara partisipatif telah terpenuhi. Golongan yang
berpandangan demikian berasal dafi stakeholder yangterlibat
sebagai penyelenggara pemerintahan daerah, baik sebagai
anggota DPRD maupun pejabat perangkat daerah.
Tojuan partisipasi dalam pandangan golongan pertama
ini adalah legitimasi masyarakag baik terhadap kinerja lembaga

13 Lihat Tirngga Partisipasi Arnstein.

la Menilai efekivitas partisipasi dari sudut pandang

setiap stakBholder

ni

sesuai pula dengan

apay^^gtelah dilakukan oleh Lourdes M. Cooper


and Jennifer A. Elliot. 2000. Public parricipation and social acceptability in the Philippine EIA ltocess. Iqurnal_of Enrnronmental Assessment
Policy and Management, Vol. 2, No. 3 (September). Cara penilaian
yang serupa juga disarankan oleh David Wilcox.1994. Guide of Effec-

tiue Participatioa. Brighton: Delta Press, www.partnerships.ory.uk.

163

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

pemerintahan dan aktor pejabatnya maupun terhadap kebijakan yang dihasilkan. Tujuatt partisipasi lainnya adalah sosialisasi rencana kebijakan kepada kelompok masyarakat yang
paling terpengaruh oleh kebijakan tersebut. Sosialisasi rencana
kebijakan sangat diperlukan karena dapat meningkatkan dukungan publik terhadap rencana tersebut serta dapat mengurangi resistensi publik. Resistensi ini perlu diperhatikan karena
dapat muncul sebagai akibat dari kecurigaan ataupun kerugian
yang akan terjadi apabila rencana kebijakan tersebut diimplementasikan. Tirjuan ketiga partisipasi adalah pengumpulan informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan renclna
kebijakan yang hendak diluncurkan sehingga terjadi proses
penyempurnaan kebijakan. Hal ini dipandang sebagai kebijakan yang baik dari segi manfaat teknis maupun dari berkurangnya resistensi masyarakat terhadap kebijakan tersebut.
Golongan kedua memperlihatkan pandangan bahwa mekanisme partisipasi yatgadabelum mampu menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Golongan yang berpendapat demikian bensal dafi stakeholder
yang berada di luar penyelenggara pemerintahan daerah.
Umumnya kalangan ini mempersoalkan lebih dominannya peran penyelenggara pemerintahan daerah dalam menentukan
kebijakan dan implementasinya daripada peran masyarakat.
Meskipun masyarakat tidak terlibat dalam berbagai arena pemerintahan daerah, keterlibatannya masih sebatas diikutsertakan dan berada pada posisi subordinasi penyelenggara pe-

164

Bab +
Menggu gat Efektivitas Parti

si

pasi Masyarakat

merintahan daerah. Kalangan ini berpandangan bahwa paftisipasi yang efektif akan terjadi apabilaposisi masyarakat lebih
tingg atau paling tidak sejajar dengan penyelenggara pemerintahan daerah dalam penenruan kebijakan daerah.

B. MENYUSUN TANGGA PARTISIPASI


BARU YANG TEBIH TEPAT
Dengan mencermati uraian tentang mekanisme dan efektivitas partisipasi masyarakar tersebut dapxditarik kesimpulan
bahwa partisipasi masyarakat dalam Pemerintahan Kota Malang belum mencapai derajatyang ideal sebagaimana dianjur-

kan dalam teori ladder of empowerment-nya Burns, Hambleton, 6c Hogget. Secara implisit, teori ini mengungkapkan fungsi
preskriptif yang mengandung makna bahwa semakin tingS
derajat partisipasinya maka semakin ideal partisipasi masyarakatnya. Hal ini juga berarti bahwa derajat partisipasi yang tertinggr (yakni interdependent control) merupakan derajat yang
paling ideal. Dengan melakukan pemeringkatan secara lebih
sederhana dalam teori tersebut maka mekanisme partisipasi
masyarakat dalam pemerintahan Kota Malang telah berada
pada tingkatan citizen participation namun belum mencapai
tingkatan citizen control. Hasil ini juga senada dengan apa
yang diungkapkan oleh Timney bahwa "citizen parti.ci.pation
almost alutays fails to approach tbe top of Arnstein's ladder,
public participation rarely enables citi.zens to signifi.cantly

165

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

change or i.nfluence agency decisions."lr Timney mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat senantiasa gagal mencapai
puncak tanggapartisipasi funstein, bahkan partisipasi masya-

rakat iarang sekali memberi peluang bagi warga untuk mengubah atau memengaruhi keputusan badan pemerintah.
Temuan yang berasal dari pandangan berugam stakeholdzr
pemerintahan daerah tentang partisipasi masyarakat ini telah
memperkuat teoi ladder of mt'powermmt dariBtxns, Hambleton, 6c Hogget bahwa deraiatpartisipasi yang lebih tinggi merupakan denjatyang lebih ideal. Pandangan stakeholder yang
berada di luar penyelenggara pemerintahan daerah tentang
belum efektifnya partisipasi yang sudah berjalan dalam Pemerintahan Kota Malang merupakan pertanda bahwa tingkatan
citi.zen participdtion dranggap masih belum memadai bagi pemerintahan daerah yang partisipatif. Tirntutan adanyaderajat
pada tingkatan citizen control dalampenentuan kebijakan daerah dan implementasinya merupakan bukti kuatyang mendukung teori lad.der of ernpowerment.
Menghadapi belum idealnya deraiat partisipasi masyarakat dalam pemdrintahan daerah, teoti ladder of empoouerment
dari Burns, Hambleton, 6c Hogget menyarankan bahwa sebaik-

1r

*Overcoming Administrative Bariers to Citizen ParMary M. Timney.


ticipation: Citizens as Parmers, notAdversaries" in Cheryl Simrell King
and Camilla Stivers. Gouemment is Us: Public Administration in an
fuitigouernment Era. flhousand Oals, California: Sage Publications,
1998).

P.

98.

166

Bab 4
Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat

nya penyelenggara pemerintahan daerah mengembangkan


derajat partisipasi masyarakat dengan menyediakan mekanisme

yang lebih baik. Meskipun demikian, pengembangan derujat


partisipasi ini seharusnya menyesuaikan dengan situasi dan

kondisi daerah setempat. Staheholderyang berad a dalan jajaran penyelenggaru pemerintahan daerah memandang bahwa
partisipasi yang sudah berjalan secara efektif dapat dijadikan
pijakan penilaian situasi dan ko4disi daerah setempat tersebut.
Dengan memandang bahwa mekanisme partisipasi yangtersedia merupakan mekanisme yang telah sesuai dengan keadaan
setempat maka pengembangan partisipasi dapat beranjak dari
pengembangan situasi dan kondisi daerah setempat pula. Arti
penting penilaian terhadap kondisi setempat juga menjadi perhatian dari Burns, Hambleton, 6c Hogget dengan mengingatkan para pihakyang berkehendak untuk melakukan lompatan
partisipasi langsung pada derajat yang tertinggi. Menurut penggagas teori lad.der of empowerment ir:l. pengembangan partisipasi yang tidak sesuai dengan situasi dan kondisi daerah setempat justru berpotensi memunculkan masalah yang lebih
kompleks daripada daya dukungnya untuk menyelesaikan persoalan. Oleh karena itu, dibutuhkan kecermatan yang baik
dalam melakukan penilaian situasi dan kondisi sebagai prasyarat meningkatkan denjat partisipasi sampai pada derajat
tertinggi. Untuk mencapainya diperlukan peningkatan kesiapan daerah terlebih dahulu dan dukungan pemerintah pusat.
Selain itu, peningkatan partisipasi masyarakat dapat pula didasarkan padatanggapartisipasi yang lebih sederhana dari yang

167

Menggugat Padisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

ditawarkan oleh Burns, Hambleton & Hogget. Tangga partisipasi baru ini dapat dihasilkan melalui sintesis antaratangga
partisipasi faktual dari temuan penelitian ini dengan ba*"laddn of empowerrnent maupun lad.d,er of participation.
Sintesis tangga partisipasi diperlukan untuk menyesuaikan
dengan kebutuhan dan situasi nyata di Indonesia. Sintesis ini
dihasilkan dari mempertimbangkan adarrya mekanisme partisipasi yang telah berjalan, kebutuhan akan saluran partisipasi,
serta mekanisme yang memungkinkan dijalankan sesuai
dengan kondisi Indonesia. Selain itu sintesis ini disusun dengan
mempertimbangkan ladder of empowerment dari Burns,
Hambleton 6c Hogget serta ladder of participation dad
funstein. Tentu sintesis ini iuga mempertimbangkan perbedaan
antara pilihan, partisipasi, dan kendali sebagaimana juga telah
dirumuskan dengan baik dalam dua teori terdahulu tersebut.
Dengan melihat bahwa ada jankyang masih jauh antara
anak tangga tertinggi dari mekanisme partisipasi yang adadalam pemerintahan Kota Malang dengan anak tangga tertinggi
dalanladd.er of empoutermenl dari Burns, Hambleton 6c Hogget maka dibutuhkan suaru tangga partisipasi yang lebih sederhana.l6 Thngga partisipasi tersebut seharusnya mencermin-

16 Menyederhanakan tangga partisipasi ini juga pernah dilakukan oleh


David Wilcox (lihat catafan kaki 23) dengan mengacu pada tangga partisipasi Arnstein. Hal ini dilakukan untuk kepentingan prahis sehingga

lebih mudah digunakan oleh praktisi untuk meni"gkatkan deraiat partisipasi da[ant fe$egai program pembangunan.

168

Bab 4

Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat

kan tangga partisipasi yang sesuai dengan mekanisme partisi-

pasi yang berjalan dan mencerminkan kebutuhan untuk


mengembangkan mekanisme yang sesuai dengan kebutuhan
stakehold.er pemerintahan daerah. Tangga partisipasi yang lebih
sederhana ini tentu akan mengundang kritik sebagaimana kritik
Burns, Hambleton & Hogget terhadap jenjang partisipasi yang
disusun oleh funstein. Hal ini tetap dapat dipertanggungjawabkan ketika melihat kondisi nyata dari mekanisme partisipasi yang tersedia dalam pemerintahan daerah.
Sesuai pandangan aktivis LSM dan anggota masyarakat
bahwa mekanisme yang ada sekarang belum efektif karena
belum mampu memuaskan stakeholder tersebut untuk menyediakan sarana partisipasi yang memungkinkan terjadinya kendali masyarakat dalam proses kebijakan daerah. Untuk itu,
tangga partisipasi yang baru harus menyediakan ruang bagi
pencapaian kendali masyarakat dalam pemerintahan daerah.
Hal ini iuga sesuai dengan tangga partisipasi maksimal dalam
ladd.er of empow*rnent dari Burns, Hambleton & Hogget
dan ladder of participation dari Arnstein. Tangga partisipasi
maksimal semacam kendali masyarakat memainkan fungsi
preskriptif s ebagusuatu idealistis yang dikehendaki oleh stakeb older pemerintahan daerah.
Selain itu, tangga partisipasi yang baru seharusnya tetap
menyediakan ruang bagr kemungkinan munculnya mekanisme
partisipasi yang tidak partisipatif atav yangseolah-olah partisipatif. Hal ini diperlukan untuk mengingatkan berbagai pihak
terhadap kemungkinan terjadinya manipulasi partisipasi, yakni
seakan-akan terjadi partisipasi dalam proses kebijakan daerah

169

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

sementara sebenarnya masyarakat tidak berperan sama sekali.

Fungsi peringatan dan deteksi dini terhadap praktik nonpartisipatif menjadi penting dalam tangga partisipasi ini.
Sintesis tangga partisipasi memunculkan tangga partisipasi
baru dibandingkan dengan dua karya sebelumnya. Tangga partisipasi ini tentu lebih sesuai dengan situasi nyata dalam pemerintahan daerah di Indonesia. Dalam tangga partisipasi baru
ini terdapat tiga jenjang partisipasi, yakni nonpartisipasi, partisipasi, dan kendali warga. Tiga jenjang ini tentu sama dengan

apayangjuga telah dirumuskan, baik oleh Arnstein maupun


Burns, Hambleton, & Hogget.
Jenjang nonpartisipasi memiliki anak tangga tunggal, yakni manipulasi sebagai anak tangga pertama dalam tangga partisipasi ini. Pada intinya, anak tangga manipulasi mencerminkan kondisi mekanisme partisipasi yang seakan-akan terjadi
partisipasi dan ada kemurahhatian penyelenggara pemerintahan daerah untuk melibatkan masyarakag namun esensi sebenarnya tidak terjadi keterlibatan masyarakat dalam beragam
bentuknya. Fungsi utama dmi dilakukannya manipulasi adalah
upaya mencari legitimasi masyarakat bahwa proses kebijakan
tertentu telah benar-benar melibatkan masyarakat. Sdah satu
contoh adalah pengerahan massa yang lebih dikenal pula
dengan istrlah mobilized participation. Massa dikerahkan oleh
pihak berkepentingan tertentu untuk menunjukkan adanya dukungan atau penentangan kebijakan tertentu. Atas nama masyarakat, pihak yang berkepentingan ini mencapai tujuannya.
Sementara itu, massa yang terlibat dalam kegiatan panisipasi
tersebut justru tidak memahami dengan baik apa yang dilaku-

170

Bab 4

Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat

kannya. Dalam banyak hal massa seperti itu digerakkan dengan


imbalan materi tertentu atau digerakkan di bawah ancaman

terrentu.
Tabel 3 Tangga Partisipasi Baru

o
r
.

Referendum

Pemilu untuk anggota DPRD


Pilkada langsung
Badan otonom berbasis fungsi atau
tempat tinggal

Kemitraan

r
o
r
.
o
.
.
r
o
.
e
o
r
r
r
r
r

Hak inisiatif masyarakat


Rukun tetangga (RT)
Rukun warga (RW)
Lembaga pemberdayaan
Masyarakat kelurahan (LPMK)

Dengar pendapat publik


Konsultasi publik

Musyawarahperencanaan
Pembangunan (musrenbang)

Kontak publik via media massa


Jajak pendapat
Piagam warga (Citizen's Charter)
Situs intemet (eCov)
Kunjungan kerja anggoa DPRD
Aktivitas masa Reses
Sidane paripuma terbuka DPRD
Pengerahan massa

Distorsi informasi
Formalitas berbagai mekanisme

partisipasi

171

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Manipulasi partisipasi iuga dilakukan dengan menyebarkan informasi yangbersifat distortif sehingga masyarakat tidak
memiliki informasi yang benar dan transparan dalam mengambil keputusan partisipasi tertentu. Jika hal tersebut terjadi,
hasil partisipasi yang dilakukan oleh masyarakattidak mencerminkan aspirasi nyata dari masyarakat. Formalitas partisipasi
dilakukan seakan-akan telah terjadi partisipasi masyarakat guna
memberikan legitimasi yang kuat terhadap proses kebijakan
tertentu. Formalitas partisipasi terjadi jika kegratan partisipasi
dipandang sebagai ritual proses pemerintahan yang harus diselenggarakan oleh penyelenggara pemerintahan daerah guna
meniamin legitimasi pemerintahan. Ritual partisipasi ini terjebak dalam formditas partisipasi jika proses partisipasi tersebut tidak benar-benar memberikan informasi atau melibatkan
masyarakat dalam proses kebijakan.
Jenjang partisipasi memiliki empat anak tangga, yakni
informasi, konsultasi, kemitraan, dan delegasi. Anak tangga
Informasi sebagai anak tangga kedua memiliki berbagai contoh
mekanisme partisipasi, seperti sidang paripurna terbuka
DPRD, situs internet pemerintah daerah, kunjungan kerja angggta DPRD, masa reses dan citizen's charter (piagam warga).
Berbagai mekanisme yang berada ddam anak tangga ini tidak
memberikan peluang bagi masyarakat untuk terlibat dalam
pembuatan kebijakan. Masyarakat menerima informasi tentang
kebijakan yang telah diambil. Mekanisme ini lebih sering berfungsi sebagai sosialisasi kebijakan daerah. Dalam perumusan
kebijakan, mekanisme dalam tangga informasi ini tidakbernilai
partisipasi namun sosialisasi kcbijakan berarti penyebarluasan

172

Bab 4
Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat

kebijakan tertentu kepada khalayak. Pengetahuan khalayak


tentang kebijakan tertentu sebenarnya membuka peluang bagi
partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan lainnya, baik
berupa implementasi kebijakan maupun evaluasi kebijakan.
Partisipasi dalam implementasi dan evaluasi kebijakan membutuhkan pengetahuan tentang kebijakan dari masyarakat. Kebutuhan itulah yang dipenuhi oleh mekanisme partisipasi dalam tangga informasi. Oleh karena itu, anak tanggainformasi
ini tetap merupakan bagian dari jenjang partisipasi, meskipun
sebenarnya memiliki kadar partisipasi yang lemah dalam melibatkan masyarakat dalam memengaruhi proses kebijakan publik.
Anak tangga ketiga, konsultasi mempunyai berbagai contoh mekanisme partisipasi seperti dengar pendapat publik, konsultasi publik, musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang), kontak publik via media massa. Selain mekanisme
partisipasi yang telah berjalan dalam pemerintahan Kota Malang tersebut masih terdapat mekanisme lain yang dimungkinkan masuk dalam anak tangga ini, seperti jajak pendapat.
Anak tangga konsultasi memberikan peluang bagi masyarakat
untuk menyampaikan aspirasi dan kepentingannya sehingga
dapat menjadi pertimbangan dalam proses perumusan kebijakan publik daerah. Tentu saja hal ini mempunyai nilai partisipasi yang lebih tinggi daripada anak tangga informasi karena
dua hal. Pertama, keterlibatan masyarakat dalam proses perumusan kebijakan dapat berarti ada peluang unfuk memengaruhi kebijakan sejak di awal proses.Kedua,berbagai mekanisme
partisipasi dalam anak tangga konsultasi juga sudah mengan-

173

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

dung unsur informasi terhadap agenda kebiiakan. Akan tetapi,


anaktangga konsultasi ini tidak dapat ditempatkan pada posisi
lebih tinggi karena pada dasarnya kewenangan masyarakat untuk menentukan kebijakan selama proses kebijakan tetap tidak
besar.

Anak tangga keempat yaitu kemitraan memiliki mekanisme partisipasi yang telah berjalan dengan barlq yakni

LPMII

RT, d"n RW Aka tetapi, masih dimungkinkan adanya berbagai

mekanisme partisipasi lain, seperti hak inisiatif.warga untuk


mengajukan ranciurgan peraturan daerah. Mekanisme yang

terakhir ini belum memiliki landasan hukum yang kuat sehit gg" belum dapat dijalankan namun mekanisme ini tetap
memiliki peluang yang masuk akal apabila diterapkan di Indonesia. Kemitraan merupakan tangga partisipasi yang memberikan peluang bagr penyelenggara pemerintahan daerah untuk
bekerjasama dengan organisasi kemasyarakatan tertentu dalam
menjalankan fungsi-fungsi tertentu dalam proses kebijakan.
Misalnya LMPK yang memiliki fungsi mewakili dan mengagrelasi aspirasi masyarakat dalam proses kebijakan teftentu,
terutama dalam perumusan kebijakan. RT 6c RW memiliki
fungsi teftennr untuk mengurus warga yang berada dalam
ruang lingkupnya. Kemitraan juga dapat dilakukan dengan
organisasi kemasyarakatan lain atau asosiasi kepentingan yang

ada di Malang untuk menyusun rancangan perda tertentru


sesuai kapasiasnya. Dengan demikian, kemitraan layak ditempatkan di atas konsultasi karena memberikan peluang partisipasi yang lebih nyata dan berarti bagi keterlibatan masyarakat
dalam pemerintahan daerah. Akan tetapi, kemitraan tetap me-

174

Bab 4

Menggugat Efektivitas Partisipasi Masyarakat

miliki keterbatasan tertentu yang ditunjukkan dari masih kuatnya kewenangan penyelenggrapemerintahan daerah dalam
mengendalikan pemerintahan. Kendali kebijakan masih berada

di tangan penyelenggara pemerintahan daerah sehingga kendali aktual tidak berada di tangan masyarakat. Dalam banyak
hal, fasilitasi pemerintah daerah masih dominan dalam hubungan kemitraan ini. Untuk itulah anak tangga ini berada di
bawah anak tangga delegasi dan kendali warga.
Anak tangga kelima adalah delegasi yang berarti menyerahkan sebagian porsi kewenangan kepada organisasi kemasyarakatan tertentu. Badan otonom yang berbasis pada fungsi
atau pengelompokan warga tertentu dapat menjadi mekanisme
partisipasi. Mekanisme ini dapat menyusun kebifakan tertentu
sekaligus menjalankannya dengan berpedoman pada kebijakan
strategis yang dibuat oleh pemerintah daerah atau DPRD. Mes-

kipun organisasi yang menerima delegasi fungsi ini bersifat


otonom, namun kendali utama tetap berada di tangan pemerintah daerah atau DPRD. Oleh karena itu, delegasi tetap merupakan bagran dari jeniang partisipasi (bahkan yang terkuat)
dan bukannyaberuda dalam jenjang kendali warga.
Anak tangga tertinggi adalahkendali warga yang bermakna ada kekuasaan masyarakat untuk menentukan keputusan
atau kebijakan teftentu yang berlaku di daerah. Beberapa mekanisme yang dapat dikategorikan dalam hal ini adalah pemilihan umum yang memutuskan siapa wakil nlcyatyarryberhak
menjadi anggota DPRD, Pemilihan kepala daerah langsung
juga merupakan mekanisme yang menuniukkan kendali warga
untuk menentukan siapa kepala dan wakil kepala daerah.

175

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Selain dua mekanisme yang telah berlaku tersebut, masih ada


mekanisme lainyang dimungkinkan sebagai kendali warga atas

isu kebijakan tertentu, yakni referendum yang menunjukkan


kewenangan masyarakat untuk memutuskan apakah suatu kebijakan dapat diberlakukan atau tidak. Kendali warga dapat
dijadikan acuan sebagai preskripsi dari pemerintahan daerah
pada khususnya dan administrasi publik pada umumnya.
Secara umum, tangga panisipasi ini dapat dijadikan acuan
bagi pengembangan partisipasi masyarakat dalam pemerin-

tahan daerah. Tangga ini lebih realistis dari sudut pandang


keberadaan berbagai mekanisme partisipasi yang sudah berjalan dan upaya peningkatannya pada anak tangga partisipasi
tertinggi. Ada jarak yang relatif dekat antara tangga tertinggi
yang telah dicapai secar^ nyata dengan anak tangga tertinggi
yang mungkin dapat diterapkan. Jikaupaya meningkatkan partisipasi masyarakat didasarkan pada ladder of ernpowerment
dari Burns, Hambleton & Hogget maka tahapan yang harus
dicapai masih terlalu jauh sehingga dapat mengurangi motivasi
untuk mengembang:kan pardsipasi masyarakat.
Untuk memahami dan meningkatkan kesiapan daerah dalam menduklrng pengembangan partisipasi masyarakat diperlukan analisis yang menyeluruh terhadap sistem partisipasi untuk kemudian menemukan pengungkit yang tepat untuk
mengembangkan partisipasi secara efektif dan efisien. Untuk
mencapai malaud ini, penelitian dilanjutkan dengan melakukan analisis dengan pendekatan berpikir sistem sebagaimana
diielaskan pada bagian berikutnya.

176

Sffir

Sistemis
dalam Sistem

Partisipasi
Masyarakat

'177

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

flemahaman

Y
I

yang baik terhadap suatu sistem dimulai dari

pemanaman yang baik pula terhadap sub-sub sistem

yangmembentuksistemtersebut. Demikianpulahfiya
fika ingin memperoleh pemahaman yang baik dalam sistem
partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah maka
diperlukan pemahaman yang tepat pula atas berbagai subsistem
yang berada di dalamnya. Eksplorasi terhadap berbagai subsistem yang terlibat dilakukan sedemikian rupa dengan memahami seluruh faktor yang terkait sehingga terbentuk dan
teridentifikasi dengan tepat. Pada dasarnyq setiap subsistem
juga merupakan sebuah sistem yang lebih kecil sehingga memilild subsistempula namun setiap pembahasan pada tingkatan
sistem tertennr tetap membutuhkan adanya batas at rs maupun
batas bawah sehingga ruang ti"gkop sebuah sistem dan subsistemnya dapat ditentukan. Berikut ini dibahas berbagai sub
sistem yang merupakan struktur sistemis bagi partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah.

A.

SUBSISTEM AKTIVITAS PARTISIPASI


MASYARAKAT
Pada dasarnya, partisipasi masyarakat dalam penyeleng-

galaan pemerintahan daerah memiliki makna adanya keterli-

batan masyarakat, b* dalam aktivitas mengatur maupun


mengun$ urusan pemerinahan daerah. Keterlibatan masyarakat ini merupakan aktivitas partisipasi yang diialankan, baik

178

Bab 5

Strukur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

dalam kerangka mekanisme partisipasi yang disediakan maupun tidak disediakan oleh DPRD dan pemerintah daerah. Terdapat beragam aktivitas partisipasi masyarakat seperti kehadiran dalam dengar pendapat, sidang terbuka DPRD,'keterli-

batandalam musrenbang, aktivasi kegiatan RT dan RI( unjuk


rasa, penyampaian keluhan publik, dan sebagainya.
Dengan menelusuri data yang dikumpulkan oleh Bagian
Humas Sekretariat DPRD Kota Malang diperoleh data tentang
jumlah dengar pendapat dengan masyarakat, dialog publik,
unjuk rasa, dan kunjungan kerja anggota DPRD. Dari data
tersebut diperoleh kesimpulan bahwa aktivitas partisipasi masyarakat dalam empat bentuk tersebut mengalami dinamika
pada setiap bulannya.
Selain datayang ditampilkan dalam empat kegiatan tersebut, pengamatan peneliti yang dilakukan dalam setiap sidang
paripurna DPRD Kota Malang sejakJanuari 2005 menunjukkan adanya dinamika keterlibatan masyarakat. Sidang Paripurna terbuka DPRD yang dilaksanakan pada tanggal 8 Maret
2005 dengan agenda 'Jawaban Walikota terhadap Pertanyaan
Anggota DPRD tentang RAPBD 2005." Meskipun sidang itu
telah diinformasikan lewat media massa (radio) bahwa sidang
terbuka untuk umum, namun jumlah anggota masyarakat yang
hadir dalam sidang tersebut hanya lima orang dari LSM dan
sepuluh orang waffawan.
Sementara itu, pada tanggaI l0 Maret 2005 diadakan
kembali sidang paripurna terbuka dengan agenda'Tanggapan

179

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Fraksi terhadap Kenaikan BBM.'Sidang ini juga diumumkan


kepada khalayak lewat radio. Peserta dari kdangan masyarakat

yang hadir dalam ruangan sidang cukup banyak, sekitar lima


puluh ditambah lima orang dari kalangan wartawan. Semua

kursi yang tersedia dalam ruang sidang terpenuhi bahkan beberapa kalangan yang tidak dapat memasuki ruangan lebih
memilih alai unjuk rasa di luar gedung untuk isu yang sama,
yakni memprotes kenaikan BBM oleh pemerintah pusat.
Sidang paripurna terbuka yang diselenggarakan tanggal 23 il'4aret 2005 dengan agenda'Pengesahan APBD 2005" lebih banyak dihadiri oleh pejabat pemerintah daerah (lebih kurang
55 orang) dibandingkan anggota masyarakat (15 orang). Sekali
lagi anggota masyarakat ini berasal dari kalangan akivis LSM
dan wartawan.
Keterlibatan masyarakat yang variatif. jagateriadi dalam
aktivitas LPMK. Informan yang merupakan Wakil Ketua DPD
AsosiasilPMKKoaMalang kanbahwa'kegiatan
kami tidak berlangsung setiap saat, hanya pada saat musrenbang saja aktivitas LPMK banyak sekali." Pernyataan tersebut
didukung pula oleh Ketua DPD Asosiasi LPMK Kota Malang
urapat-rapat
yang mengungkapkan bahwa
banyak dilakukan
ketika musrenbang berjdan, di luar itu aktivitas LPMK ada
saja meskipun tidak sebanyak saat musrenbang.' Lebih lanjut
terungkap pula bahwa pelibatan masyarakat yang terbesar terjadi pada saat musrenbang tioglot kelurahan. Masa reses me-

180

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

libatkan pula masyarakat yang cukup banyak di tingkat kecamatan bahkan ada pula yang di tingkat kelurahan.l
Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pembangunan
di RT dan RV juga tidak berlangsung sepanjang waktu. Ada
saat tertentu ketika keterlibatan masyarakat begitu tinggi dan
pada saat yang berbeda keterlibatan masyarakat sedang saja,
bahkan rendah. Peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia pada bulan Agustus merupakan puncak keterlibatan
masyarakat dalam berbagai kegiatan yang didasarkan pada
prinsip dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Seorang ketua RV di Kelurahan Sawojajar bahkan mengungkapkan bahwa *dengan melihat apayang dilakukan oleh
masyarakat pada saat tujuh belasan, menurut saya partisipasi
yang sebenar-benarnya ya RT dan RW Selaniutnya dijelaskan
pula bahwa rapat RT dan RW terbanyak memang terkait
dengan momentum peringatan dirgahayu Republik Indonesia
dan penyusunan rencana pembangunan menielang musrenbang.z
Secara sistemis dapat dijelaskan bahwa isu kebijakan yang

menarik perhatian besar dalam masyarakat akan ntemunculkan


momentum partisipasi. Bahkan isu kebijakan yang dianggap

Wawancara dilakukan di Hotel Pelangi seusai Konsultasi Publik tenang

Usulan Ranperda Partisipasi Publik yang diselenggarakan oleh LBH


Surabaya Pos Malang padararggal14 April 2005.
Wawancara dilakukan pada tanggd 23 Maret 2005.

181

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

mengancam kepentingan publik akan menciptakan momentum partisipasi yang lebih baik. Semakin tingei isu kebijakan
daerah yang mengancam kepentingan publik, semakin besar
pula momentum partisipasi yang tercipta. Momentum partisipasi ini memiliki korelasi positif terhadap aktivitas partisipasi

masyarakat. Semakin besar momentum partisipasi maka semakin banyak pula aktivitas partisipasi masyarakat. Selanjut-

nya, aktivitas partisipasi masyarakat ini berkorelasi negatif


dengan isu kebijakan daerah yang mengancam kepentingan
publik. Artinya, semakin tinggi aktivitas partisipasi masyarakat
maka semakin rendah pula isu kebijakan yang mengancam
kepentingan publik. Akan tetapi, isu kebijakan yang mengancam kepentingan publik tidak semata-mata dipengaruhi oleh
aktivitas partisipasi tetapi juga oleh peran media massa. Isu
kebijakan yang dimuat di media massa cetak dan disiarkan
melalui media elektronik menyebabkan informasi menyebar
di berbagai kalangan masyarakat sehingga tanggapan masyarakat atas isu tersebut berkembang menjadi bahasan publik
yang akhirnya bermuara pada apakah isu kebijakan tersebut
diterima oleh masyarakat atau bahkan dianggap membahayakan kepentingan masyarakat.
Isu kebijakan yang dilontarkan Walikota Malang pada
peringatan Hari Kemerdekaan R[ pada tanggal 17 Agustus
J005 tentang rencana pembangunan Alun-Alun Junction (AAJ)
mengejutkan berbagai kalangan ketika isu ini diberiakan secara

182

Bab 5

Struhur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

terbuka di media massa lokal.3 Isu kebijakan ini bahkan menjadi


headline koran lokal Malang. Reaksi keras dari berbagai kaIangan kemudian berdatangan mulai dari kalangan kampus,

ulama, danpanaktivis peduli lingkungan. Kalangan kampus


menentang rencana tersebut karena dianggap tidak layak dari
berbagai segi termasuk menggangga tata ruang kota. Aktivis
lingkungan hidup menentang rencana tersebut karena menganggap AAJ sangat mengganggu efektivitas fungsi ruang terbuka hijau dari Alun-alun yang berada di pusat bisnis Kota
Malang. Kalangan ulama sangat menentang rencana tersebut
dengan alasan posisi AAJ yang berada di depan Masjid Jami'
Kota Malang sehingga dianggap sangat mengganggu ketenteraman beribadah. Secara umum, masyarakat menganggap bahwa rencana pembangunan AAJ membahayakan kepentingan
masyarakat luas. Dengan demikian, momentum besar partisipasi muncul. Ada perasaan masyarakat yang akan terganggu
kepentingannya jika kebijakan pembangunan tersebut direalisasikan. Sementara itu, masyarakat fuga merasa bahwa ada
peludng besar untuk menggagalkannya. Momentum ini mendorong aktivitas partisipasi masyarakat, baik berupa debat publik, rapat-rapat penggalangan kekuatan publik, demonstrasi,
dan surat terbuka di media massa yang menentang kebijakan

Alun-alun Junction adalah pusat pertokoan yang sedianya dibangun


dibawah tanah tepat di bawah Alun-alun Kota Malang.

183

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Ad|. Aktivitas ini menghasilkan kebulatan tekad dari berbagai


kalangan untuk menolak pembangunan AAJ.
Aktivitas partisipasi masyarakat yang menentang keras
pembangunan AAJ ini diketahui oleh penyelenggara pemerintahan daerah, termasuk Walikota Malang. Dengan mengetahui adanya penolakan yang sangat kuat dari masyarakat terhadap AAJ ini, I7alikota Malang memutuskan untuk membatalkan pembangunan AAJ.a Dengan berkurang pula isu kebijakanyang mengancam kepentingan publik sehingga momentum partisipasi yang ada dan berkurang pula aktivitas partisipasi masyarakat juga berkurang. Bahkan, berbagai agenda partisipasi yang disusun untuk menentang keberadaanAAJ akhirnya dibatalkan karena tujuan dari akivitas partisipasi tersebut
telah tercapai.
Mengacu pada gambarantentang aktivitas partisipasi masyarakat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kecenderungan
perilaku dinamis aktivitas partisipasi masyarakat berpola pencapaian tuju an (goal seefuhg). Dinamika aktivitas berpanisipasi
dipengaruhi oleh momentum partisipasi. Momentum ini muncul secara periodik karena jadwal partisipasi yang menyesuai-

kan dengan kalender agenda pemerintahan maupun


peringatan-peringatan tertentu. momentum dalam jenis yang
demikian misalnya musrenbang atau peringatan hari kemerdekaan R[. Selain itu, momentum partisipasi ini muncul pula

lawaPos, 13 November 2005.

184

Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

sebagai akibat da/. adarryaisu kebijakan yang mengancam ke-

pentingan publik. Semfin mengancam isu tersebut maka semakin besar pula momentum yang ditimbulkannya. Membesarnya isu kebijakan ini dipengaruhi pula oleh peran media
massa baik elektronik maupun cetak. Momentum seperti itu
misalnya kenaikan BBM dan polemik rencana tata ruang wilayah kota. Adapun struktur sistemis dari subsistem aktivitas
partisipasi masyarakat ini dapat disimak dalam gambarberikut.

lsu kebiiakan
yang mengancirm
kepentingan publik

Gambar 5 Diagram Pengaruh Subsistem Aktivitas Partisipasi Masyarakat

Mencermati struktff sistemis dari aktivitas partisipasi masyarakat ini maka diperoleh pula perilaku dinamis dari subsistem tersebut. Mengacu pada panduan yang diberikan oleh Kim
& Andersons maka perilaku dinamis subsistem ini dibangun

Daniel H. Kim

& Virginia Anderson.

Systems Arcbetype Basics: From


(Waltham:
Story to Structure.
Pegasus Communications, 1998). P 131.

185

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

berpikir sistem dan dilengkapi pemahaman


atas kecenderungan fenomena faktual yang terjadi. Metode
ini digunakan untuk menyusun atau menilai ketepatan semua
perilaku dinamis dalam semua subsistem yang dibahas dalam
bab ini. Melalui metode ini, perilaku dinamis subsistem aktivitas partisipasi dapat dipahami sebagai perilaku pencapaian
tujuan (goal seeking). Perilaku pencapaian tuiuan pada subsistem ini menunjukkan bahwa aktivitas berpartisipasi masyarakat
memiliki tuiuan tertentu, yakni memperoleh kebijakan publik
yang sesuai dengan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Kesesuaian ini ditunjukkan dengan tidak adanya kebijakan yang
mengancam kepentingan masyarakat. Pada dasarnya" setelah
kebijakan publik dirasa tidak lagi mengancam kepentingan masyarakat maka akivitas berpartisipasi masyarakat akan menurun.
atas dasar kerangka

B. SUBSISTEM PENDIDIKAN

POTITIK

MASYARAKAT
Pendidikan politik tentang partisipasi masyarakat merupakan proses pembelajaran yang dialami oleh masyarakat, baik

formal maupun nonformal terencana atau tidak terencana sehingga memengaruhi kesadaran berpartisipasi masyarakat. Pada dasarnya, terdapat dua metode pembelajaran, yakni
secara

pembelajaran secara langsung dan pembelajaran tak langsung.6


Pembelajaran langsung berarti bahwa pendidikan politik dalam
akivitas partisipasi mencakup pendidikan yang berdasar pada

186

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

learnr.ng by process ataa learntng by doing. Keberhasilan dalam

pendidikan jenis ini tentu bergantun g padaderajat keterlibatan


pesertanya dengan aktivitas penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Semakin tingg keterlibatannya maka semakin tittggt
pula tingkat perubahan kognisi, afeksi, dan psikomotorik poli-

tiknya. Pengalaman partisipasi yang dirasakan oleh masyarakat


akan membuat masyarakat semakin terdidik secara politik.
Pendidikan politik dialarni oleh masyarakat melalui keterlibatannya dalam aktivitas partisipasi. Semakin aktif masyarakat dalam kegiatan partisipasi, semakin besar energi masyarakat yang muncul untuk terlibat dalam penyelenggaru^n pemerintahan daerah. Perdebatan tentang berbagai isu kebijakan
antaranggota masyarakat memunculkan semangat dan energi
yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk menjadi lebih baik.
Berbagai upaya partisipasi lainnya seperti demonstrasi, kehadiran dalam rapatlapatterbuka, rapat{apatmandiri yang diselenggarakan oleh masyarakaq gotong royon& lobi, dan negosiasi pada dasarnya memunculkan vitalitas masyarakat dalam
membangun daerahnya sendiri. Vitalitas partisipasi ini merupakan pertanda juga bahwa kehidupan pemerintahan yang partisipatif terjadi di suatu daenh.T

6
7

Politik (Solo: Era Intermedia 2000). P,76-78.


Philips, S.D. and K.A. Graham. 'Conclusion: from public participation
Rnslan, U-A-M. Pendidikan

to citizen engagement' in Katherine

Graham and Susan D. Philips (eds).

Citizpn Engagemmt: Lessons in Participation from lncal Gouem.ment.


fforonto: lnstiote of Public Mministration of Canada, 7998), P, 224.

187

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Vitalitas partisipasi yang baik memberikan peluang bagi


proses pemunculan pemimpin-pemimpin lokal. Pada dasarnya,
kepemimpinan lokal merupakan basis utama bagi kepemimpinan regional dan nasional.s Vitalitas partisipasi secara alamiah akan merangsang masyarakat menjadi lebih aktif, Masyarakat aktif didasarkan pada kemampuan anggota masyarakat
untuk menggerakkan anggota masyarakat lainnya. Pengorganisasian masyarakat membutuhkan kepemimpinan yang ditampilkan oleh anggota masyarakat tertentru. Anggota masyarakat ini merupakan kader-kader pemimpin lokal yang apabila
terasah denganbaik dalam aktivitas partisipasi mampu meniadi
pemimpin lokal. Para pemimpin itulah yang sering kali bersaing
dalam berbagai agenda politik lokal.
Secara umum, dinamika partisipasi bagi masyarakat merupakan proses pembelajaran yang sangat berharga mengenai
daya tanggap masyarakat akan berbagai isu politik lokal. Kuditas pelayanan publik, transparansi pembuatan keputusan,
agenda pembangunan, sandar penyelenggaraan pemerintahan
daerah, keluhan atas beragam persoalan yang dihadapi merupakan sedikit isu yang semakin peka ditangkap dan direspons
oleh masyarakat. Kepekaan masyarakat akan persoalan politik
lokal akan bertdian erat dengan kepekaan mereka terhadap
isu politik lain yang lebih luas. Kepekaan ini biasanya juga

Smith, 8,C.. Decentralization: the territorial dimension of the state.


(London: George Alllen & Unwin, 19851.P.22-23.

188

Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

mampu mendorong masyarakat untuk terlibat lebih mendalam


pada partisipasi mereka dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Vitalitas partisipas5 proses pemunculan kepemimpinan

lokal, dan pembelajann atas berbagai isu politik mendorong


pendidikan politik masyarakat. e
Proses pendidikan politik di Kota Malang dirasakan
mengalami peningkatan yang pesat di era reformasi. Hal ini
diahi oleh beberapa narasumber dalam penelitian ini. Seorang
penggiat LBH Surabaya Pos Malang mengungkapkan bahwa
keterampilan berpartisipasi masyarakat semakin meningkat.
Selain itu, pengetahuan masyarakat tentang berbagai isu politik
lokai juga semakin membaik. Pendidikan politik masyarakat
ini lebih banyak diperoleh berdasarkan pengalamannya dalam
menjalankan aktivitas politik dan perjuangan ketika kepentingannya terusik oleh kebijakan pemerintah. Contoh yang
diungkap adalah kasus APP Tanjung, Matos, dan kenaikan
BBM. Semua kasus tersebut berbuntutpada dirugikannya kepentingan masyarakat. Ketika ketiga isu ini mencuat ke permukaan melalui pemberitaan media massa, masyarakat bereaksi dengan melakukan demonstrasi ke DPRD dan pemerintah
kota, menyelenggarakan temu publik, membangun aliansi
dengan kelompok lain, serta menjalankan lobi kepada pejabat
dan elit tertentu. Semuametode ini telah memperkaya pengalaman politik masyarakat serta memperkaya pengetahuan ma-

lbid.

189

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

syarakat tentang substansi masalah pemerintahan tertentu.


Selain melalui pengalaman langsung dalam melakukan aktivitas
politik dan terlibat dalam partisipasi publik karena kepentingan
mereka sendiri sedang terancam, pendidikan politik masyarakat iuga banyak dilakukan karena adarrya dorongan berbagai
LSM yang berada di Kota Malang.lo
Senada dengan pendapat tersebut, seorang informan lain
mengemukakan bahwa pendidikan politik di era reformasi
mengalami peningkatan seiring proses pembelaiaran politik
yang terjadi secara langsung dalam bentuk pengalaman dalam
menjalankan aktivitas politik dan melakukan partisipasi dalam
memengaruhi kebijakan pemerintah daerah.11 Aktivitas partisipasi yang meningkat dan sering terjadi dalam era reformasi
ini dianggap sebagai pendorong proses pendidikan politik yang
sangat penting. Era reformasi yang membawa iklim keterbukaan membawa dampak besar bagi masyarakat dalam proses
percepatan pendidikan politiknya. Keterbukaan tersebut meliputi keterbukaan media massa dan keterbukaan berupa kebebasan berpikir, serta keterbukaan dalam mengemukakan pen-

10 'S7awancara dilakukan pa& hari Ahad 28 Agustus 2005.


11 lnforman ini adalah pemerhati masalah pemerintahan daerah di Kota
Malang dan tergabung sebagai penggiat di Pusat Pengembangan Otonomi Daerah (PP Otoda) FH Unibraw. Narasumberini aktif membangun
aliansi dengan jaringan LSM di Kota Malang. Wawancara dilaksanakan
pada tarygal 28 Agustus 2005.

190

Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

dapat merupakan faktor pendorong dalarrr proses pendidikan

politik ini. Contoh aktivitas sebagai proses pendidikan politik


adalahpartlsipasi dalam pemilu, dalam musyawarah perencanaan pembangunan, konsultasi publik dalam perumusan perda"
dan demonstrasi oleh kalangan masyarakat tertentu.
Dengan contoh yang berbeda, seorang narasumber lain-

politikutama
yang diterima oleh masyarakat adalahmelalui aktivitas partisipasi langsung.l2 Narasumber ini mengungk"pk* pula bahwa
nya mengungkapkan bahwa metode pendidikan

pemahamannya tentang pemerintahan daerah dan perencanaan pembangunan daerah justru diperoleh ketika narasumber

ini ditunjuk

sebagai Ketua RW dan Ketua LPMK Kelurahan


Klojen. Dalam posisinya tersebut, informan merasa menjadi
lebih terampil tentang bagaimana cara menyerap aspirasi masyarakat, membangun aliansi dengan komponen masyarakat
lain, serta memperjuangkan aspirasi masyarakat melalui saluran partisipasi yang tersedia. Saluran partisipasi yang senantiasa digunakannya adalah Forum RT/RI( jaringan LPMK,
konsultasi publik dan musyawarah perencanaan pembangunan.
Pengalaman secara langsung dalam aktivitas partisipasi ini merupakan pengalaman pribadi dan dianggap sebagai metode
pendidikan politik yang terpenting.

12 Informan ini merupakan Purnawfuawan TNI AD yang dipilih oleh warga


sebagai Ketua R'W dan Ketua LPMK Kelurahan Klojen. Wawancara
dilakukan pada hari rabu tanggal 31 Agustus 2005.

1g'.|-

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Kerangka berpikir sistemis dari subsistem pendidikan poli-

tik ini dimulai dari aktivitas berpartisipasi masyarakat. Semakin


tinggi aktivitas partisipasi masyarakat maka semakin tinggi pula
proses pendidikan politikyang dialami oleh masyarakat Proses
pendidikan politik memengaruhi pemahaman masyarakat terhadap proses dan substansi penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Semakin aTgF proses pendidikan politik dialami oleh
masyarakat maka semakin baik pula pemahaman masyarakat
tentang pemerintahan daerah. Selaniutnya, pemahaman masyarakat tentang pemerintahan daerah memiliki pengaruh
kembali pada akivitas partisipasi masyarakat. Semakin baik
pemahaman masyarakat tentang pemerintahan daerah akan
diikuti pula dengan semakin baiknya aktivitas partisipasi masyarakat. Struktur sistemis dari subsistem ini dapat dilihat pada
gambar berikut ini.

Pendidikan politik
masyarakat

Pemahaman tentang
pemerintahan daerah

Gambar 6 Diagram Pengaruh Subaistem Pendidikan Politik Masyarakat

192

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

Dengan memahami kecenderungan dari peningkatan pro-

pendidikan politik masyarakat dan dengan melihat struktur


sistemisnya maka perilaku dinamis dari subsistem ini berpola
pertumbuhan eksponensid, (exponenti.al growth). Pola ini muncul akibat dari stnrktur sistemis yang bersifat penguatan (reinforcing) sehingga peningkatan pendidikan politik pada dasarnya akan mengalami kemaiuan secara eksponensial.
ses

C.

SUBSISTEM KESADARAN
BERPARTISIPASI MASYARAKAT

Kesadaran berpartisipasi merupakan kesiapsiagaan mental atau sikap untuk melakukan aktivitas partisipasi. Kesadaran
berpartisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah berarti iuga kesiapan mental masyarakat untuk

turut

terlibat dalam berbagai aktivitas utama pemerintahan daerah


baik dalam hal pengaturan maupun pengurusan. Kesadaran
berpartisipasi ini mencakup adanya pandangan yang komprehensif, wawasan kritis, rasa tanggung jawab dan keinginan
untuk mengubah sesuatu dalam rangka menghadapi berbagai
persoalan sosial.13 Sementara itu, kesadaran berpartisipasi masyarakat juga merupakan faktor penjelas utama tentang
mengapa seseorang turut berpartisipasi atau tidak. Kesadaran
berpartisipasi sendiri tersusun dari rangkaian perihal yang
membangunnya seperti kepercayaan masyarakat terhadap pe-

13

Ruslan, U.A.M. op,cit., pp.94-98.

193

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

t"Or"n*tj,"n*n@

merintah daerah dan sikap mental masyarakat itu sendiri terhadap partisipasi. Sikap mental ini merupakan sesuatu yang
dipengaruhi oleh proses pendidikan politik yang dialami oleh
seseorang.ra

Kesadaran berpartisipasi masyarakat ini dapat diukur dari

deraiat keinginan masyarakat untuk terlibat dalam memengaruhi pembuatan keputusan yang berpengaruh bagi kehidupan
masyarakat luas. Selain itu, kesadaran ini juga dapat dilihat
dari kebutuhan masyarakat untuk terlibat dalam pelaksanaan
kebijakan dan kontrol atas pelaksanaan kebijakan tersebut.
Kesadaran berpartisipasi masyarakat dapat diukur dengan lebih

baik dari kesediaan masyarakat untuk berkorban agat dapat


berpartisipasi dalam proses kebijakan publik daerah. Kesediaan
berkorban ini mencakup kerelaan untuk menyediakan waktu,
tenagarpikiran, bahkan materi yang memadai untuk memengaruhi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Untuk memahami
kesadaran berpartisipasi masyarakat ini, tampaknya perlu dijelaskan pula kepercayailt masyarakat kepada penyelenggara
pemerintahan daerah.
Kesadaran berpartisipasi masyarakat di Kota Malang dapat dianggap telah tumbuh dengan baik sebagaimana diung-

14 Lihat Lucie Laurian.2004. Public participation in environmental decision making: findings from communities facing toxic waste cleanup.
Iournal of the American Planning Associdtion, Chicago: Vol. 70, Iss. 1
(Winter).

194

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

kapkan oleh seorang narasumber penelitian inils Kesadaran


berpartisipasi masyarakat ada dua jenis, yakni partisipasi yang
berasal dari inisiatif masyarakat sendiri dan partisipasi yang
berasal dari penyelenggara pemerintah daerah. Partisipasi yang
berasal dari inisiatif masyarakat seperti unjuk rasa, pernyataan
keluhan via media massa, lobby ke DPRD, pengorganisasian
kelompok masyarakat mandiri. Perkembangan kesadaran berpartisipasi masyarakat ini membaik sejak era reformasi mulai
bergulir. Narasumber ini mensinyalir adanya proses pendidikan
politik yang berjalan dengan baik dalam iklim keterbukaan.
Contoh partisipasi yang inisiatifnya berasal dari penyelenggara
pemerintah daerah, antara lain konsultasi publik dalam rangka
penyusunan rancangan peraturan daerah, temu publik pada
masa reses, rapat paripurna terbuka DPRD, penyediaan informasi melalui situs resmi Pemkot Malang.
Pertanda membaiknya kesadaran berpartisipasi masyarakat ini dapat dilihat dari berbagai unjuk rasa yang dilakukan
oleh sebagian kalangan masyarakat menyangkut isu publik tertentu yang tidak berkaitan secara langsung dengan kepentingan
pribadinya. Kasus yang mewakili pertanda ini antara lain isu
lingkungan hidup seperti alih fungsi kawasan terbuka hijau
dan kawasan pendidikan di sekitar Jalan Veteran meniadi kawasan perdagangan. Alih fungsi kawasan hijau eks-APP
Tanjung menjadi kawasan perumahan juga telah memicu per-

15

Wawancara dilakukan pada hari Ahad 28 Agustus 2005.

195

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

debatan luas di kalangan masyarakat Kota Malang. Perdebatan

ini bahkan berkembang menjadi unjuk rasa yang terjadi dalam


skala besar maupun kecil. Frekuensi unjuk rasa tentang isu ini
bahkan cukup ti"gg meskipun akhir-akhir ini telah jauh berkurang karena diambangkannya pendayagunaan kawasan tersebut oleh Pemkot Malang.
Buki lain peningkatan kesadaran berpartisipasi masyarakat ini adalah diialinnya aliansi LSM dan relawan dari berbagai unsur masyarakat yang berupaya atas inisiatif sendiri
menyusun rancangan perda partisipasi publik dalam pemerintahan daerah. Substansi partisipasi yang dituntut oleh aliansi
ini antara lain partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan proses pembangunan di
Kota Malang. Penggiat dalam aliansi ini bahkan juga secara
mandiri melakukan penelitian untuk menyusun naskah akademik sebagai dasar penyusunan rancangan perda tersebut.
Gagasan yang beraial dari inisiatif masyarakat ini juga didukung olehbeberapa anggota DPRD meskipun akhirnya DPRD
sebagai lembaga belum memasukkannya sebagai salah satu
ranperda yang dibahas dalam periode pembahasan tahun 2005.
Sementara itu, pandangan yang agak berbeda diongkapkan oleh narasumber lainnya.l6 Meski narasumber ini mengakui bahwa terdapat peningkatan kesadaran berpartisipasi
masyarakat sejak era reformasi ini, namun ia berpandangan

16 Wawancara juga dilakukan pada hari Ahad anggal 28 Agusnrs 2005.

196

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

bahwa kesadaran masyarakat akan arti penting partisipasi ini


muncul ketika kepentingannya terusik oleh kebijakan peme-

rintah daerah. Menurutnya, andaikata kepentingannya tidak


terusik maka kesadarannya untuk berpartisipasi tetap rendah.
Selain karena kepentingannya yang terancam oleh kebijakan
tertentu dari pemerintah kota, iklim keterbukaan yang terjadi
proses pendidikan politik kolektif yang dilihatnya dari akivitas
partisipasi lainnya telah membangun kesadaran berpartisipasi
masyarakat. Beberapa elemen masyarakat yang cukup lcitis
terhadap kebijakan pemkot adalah mereka yang terkena dampak dari kebijakan tertentu.
Forum Masyarakat Tanjung merupakan contoh berkumpulnya masyarakat sekitar eks APP Tanjungyang khawatir teriadinya banjir di kampung-kampung sekitar eks APP Tanjung
iika kawasan terbuka hijau tersebut dialihfungsikan menjadi
kawasan perumahan elit. Tidak semua anggota masyarakat
yangtergabung dalam Forum Masyarakat Tanjung tetap kritis
dengan persoalan lingkungan lain, meskipun tetap dalam kawasan Kota Malang. Hanya beberapa orang sajayangdianggap

memiliki kepedulian yang konsisten tentang persoalan substansialnya, yakni terancamnya kelestarian lingkungan hidup.

Contoh lainnya adalah kasus penggusuran pedagangkaki lima


di beberapa kawasan yang selalu saja anggotanya hanya peduli
pada terancamnya kepentingan pribadi daripada kepedulian
akan rekan senasib di kawasan yang berbeda.
Dengan mempertimbangtrran hasil wawancara'tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa perilaku dinamis kesadaran

197

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

berpartisipasi masyarakat ini memiliki kecenderungan mengalami peningkatan. Perkembangan kesadaran berpartisipasi
yang baik ini ditandai dengan meningkatnya partisipasi yang
didasarkan pada inisiatif masyarakat sendiri. Namun ada kecenderungan lain bahwa kesadaran berpartisipasi ini juga akan
mengalami masa stagnasi yang disebabkan oleh tercapainya
tuiuan partisipasi masyarakat, seperti tuntutan yang telah terpenuhi atau kebijakan pemkotyang tidak dapat ditawar kembdi. Stagnasi juga akan dialami ketika kepercayaan masyarakat
kepada penyelenggara pemerintahan daerah telah cukup baik.
Kepercayaan ini biasanya ditandai dengan tidak adanyaperusaan bahwa kepentingan masyarakat akan terancam oleh kebijakan pemkot atau mereka yakin bahwa pemkot dapat menuntaskan persoalan-persoalan masyarakat dengan baik. Kecenderungan demikian menuniukkan bahwa perilaku dinamis
kesadaran berpartisipasi masyarakatberpola Kurva S yang disebabkan adarryakehendak mencapai tuiuan secara implisit dari
kesadaran berpartisipasi masyarakat. Tirjuannya adalah menyelesaikan seluruh persoalan yang dihadapi masyarakat yang
disebabkan oleh kebijakan tertentu dari penyelengg:ua pemerintahan Kota Malang sekaligus menghindari kerugian masyarakat fibat kebijakan tersebut. Perilaku dinamis dengan pola
kurva S biasanya ditan&i dengan peningkatan kesadaran berpartisipasi yang berlangpung lambat namun kemudian mengalami percepatan peningkatan secra signifikan dan akhirnya
terjadi pelambatan karena adanya sasaran tertentu yang telah
tercapai.

198

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

Pendidikan politik
masvarakal

Penyelesaian

persoalan
masyarakat

lsu kebijakan
yanS menSancam

kepentingan publik

Keprcayaan masyarakd
pada pemerintahan daerah

Gambar 7 Diagram Pengaruh Subsistem Kesadaran Berpartisipasi

Berdasarkan pemaparan tersebut berarti kerangka berpikir sistemis disusun bagi subsistem kesadaran berpartisipasi
dari masyarakat. Terdapat dua variabel yang terungkap secara

eksplisit dari narasumber penelitian dan adanya beberapa variabel yang terungkap secara implisit. Variabel tersebut adalah
proses pendidikan politik dan kepentingan masyarakat yang
terancam yang memiliki keterkaitan dengan kesadaran berpartisipasi masyarakat.
Proses pendidikan politik memengaruhi kesadaran berpartisipasi masyarakat karena adanya peningkatan pemahaman
masyarakat, baik dalam aktivitas berpartisipasi maupun dalam
proses pemerintahan daerah sehingga kesiapan masyarakat
dalam berpartisipasi semakin meningkat. Proses pendidikan
politik yang terjadi dalam iklim keterbukaan pada dasarnya

',99

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

memengaruhi kesadaran karena memberikan peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi sehingga masyarakat menjadi sadar tentang kemampuannya dalam memperjuanglan kepentingan dan aspirasinya. Sementara itu, isu kebiiakan yang menganqlm kepentingan publik memengaruhi kesadaran berpartisipasi karena bangkitnya semangat untuk mempertahankan
kepentingan masyarakat yang terancam. Tentu saja hal ini memunculkan adanya momentum partisipasi yang diikuti aktivitas
berpartisipasi dari masyarakat. Aktivitas ini merupakan kegiatanyang ilada intinya bernrjuan agar persoalan terselesaikan
atau tuntutan masyarakat terpenuhi. Dengan demikian, ber-

kurang pula ancaman bagr kepentingan publik yang diikuti


dengan berkurangnya momentum partisipasi yang akhirnya
mengurangi aktivitas partisipasi.
Selain itu, berkurangnya isu kebijakan yang mengancam
kepentingan publik iuga berpengaruh pada peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan penyelenggara
pemerintahan daerah dalam menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat. Meskipun demikian peningkatan tersebut ius-

tru mengurangi kesiapan masyarakat dalam berpartisipasi.


Dengan kata lain, penurunan kesadaran berpartisipasi masyarakat disebabkan adanya peningkatan kepercayaan masyarakat

terhadap kemampuan pemerintah daerah dalam menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat. Dengan demikian, struktur sistemis dari kesadaran berpartisipasi masyarakat merupakan balanci.ng (penyeimbangan). Adapun kerangka berpikir
sistem dari subsistem ini dapat disimak dari Gambar 7.

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

D.

SUBSISTEM ORGANISASI LOKAL


Keberadaan organisasi kemasyarakatan tingkat lokal pada

dasarnya mencerminkan dinamika masyarakat pada suatu

wi-

Iayah. Ragam aktivitas dan peran yang dimainkan oleh organisasi lokal menunjukkan dinamika persoalan yang dihadapi
oleh masyaral<atrya. Untukmemahami dinamika peran organisasi lokal ini maka terlebih dahulu perlu dipahami mengenai
tipologi organisasi lokd tersebut. Organisasi lokd yang terlibat
aktif dalam kegiatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah dapatdibedakan menjadi dua jenis, yakni asosiasi
pembangunan lokal dan asosiasi kepentingan. 17 fu osiasi pembangunan lokal merupakan organisasi yang berupaya meningkatkan pend apatanatau memberikan pelayanan tertentu kepada paruanggotanya. Keberadaan organisasi ini biasanya mem-

butuhkan persetuiuan pemerintah. Fungsi yang dicakupnya


biasanya multifungsi dalam basis wilayah tertentu. Sumber
daya organisasi ini berasal dari sumbangan atau pungutan dari
anggotarry4 tetapi dapat pula berasal dari dana pemerintah.
Keberadaan lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan, ru-

77 Bandingkan dengan tipologi

organisasi lokal dalam MiltonJ. Esman 6r

Norman T. Uphoff. Local Organizations: intermediaries i.n ru.ral dweIopmmt. (Ithaca: Cornell University Press, 1984), p. 66. Lda tiga jenis
organisasi tingkat daerah menurut penulis ini, yakni pemerintah daerall
organisasi lokal, dan organisasi politik tingkat lokal. Organisasi lokal

dapat dibedakan dalam tiga jenis pula, yaitu: asosiasi pembangunan


lokal, koperasi, dan asosiasi kepentingan.

201

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

kun tetangga, dan rukun warg merupakan contoh dari organisasi lokal jenis ini.

fuosiasi kepentingan merupakan organisasi lokal yang


bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan bersama anggotanya. Selain itu, organisasi ini juga menjalankan aktivitas
khusus teftentu yang bernrjuan untuk memenuhi kebutuhan
anggotanya. Keberadaan organisasi ini bersifat de facto sepanjang anggotanya masih mengakui organisasi tersebut Fungsi yang dijalankan orgbnisasi ini dapat bersifat tunggal maupun
jamak bergantung pada kesepakatan anggotanya. Keanggotaan
dalam organisasi ini biasanya mengacu pada karakteristik pribadi anggotanya atau mengacu pada aktivitas tertentu. Sumber
daya organisasi berasal dari sumbangan, iuran, pungutan dan
sebagainya yang dirancang sendiri oleh anggotanya sesuai aktivitas dan kepentingan kelompoknya. Donasi dari luar juga
sering kali dimungkinkan sebagai sumber dayabag asosiasi
kepentingan ini. Berbagai LSM yang hadir di Kota Malang
seperti Malang Corruption Watch, Pattiro, LBH Surabaya Pos
Malang, Wahana Lingkungan Hidup, Yayasan Pengembangan
Pedesaan (l?P) dapat dikategorikan sebagai asosiasi kepentingan. Keberadaan organisasi kemasyarakatan lain seperti
Forum Masyarakat Tanjung, Paguyuban Pedagang Pasar Mad-

yopuro (P3M),

SPSI Malang, SBSI Malang, Paguyuban PKL


juga
Comboran
dapat dikategorikan sebagai asosiasi kepentingan.
Terkait dengan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah, organisasi lokal jenis asosiasi kepentingan meru-

202

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

pakan organisasi lokal yang cukup relevan dalam penentuan


kebijakan publik. Organisasi ini sering kali bersuara atas nama
aspirasi masyarakat. Dengan aktivitas dan taktik perjuangannya
yang terus berkembang, organisasi jenis ini sering kali memiliki
pengaruh besar bagi pengambil keputusan dalam pemerintahan
daerah. Sebenarnya masih banyak organisasi bertipe asosiasi
kepentingan yang berkembang di Kota Malang namun tidak
teridentifikasi secara baik. Ragam kelompok kepentingan ini
dapat dibedakan atas dasar kelompok bisnis, kelompok buruh,
kelompok warga berbasis wilayah, kelompok minoritas, kelompok peduli lingkungan, kelompok perempuan. Di luar kelompok tersebut masih dimungkink an adanyakelompok lain,
seperti kelompok berbasis agama, kelontpok yang menghendaki reformasi penyelenggaraan pemerintahan, kelompok berbasis usia, kelompok budaya dan rekreasional, serta kelompok
lainnya.l8
Dari segi jumlah, beberapa narasumber penelitian menyatakan bahwa terdapat perkembangan kuantitas organisasi
kemasyarakatan dalam berbagai macam bentuknya di era reformasi ini. Berdasarkan pengalamannya, seorang narasumber
yang aktif di MC\f mengungkapkan bahwa tampaknya se-

18 Tentang hal ini sebaiknya dibandingkan pula dengan pemetaan kelompok kepentingan yang ada dalam karya Terry Chrisrensen. Local Politics: goueming at the grassroots. (BeLnon* Wadsworth Publishing Company, 199 5), pp. 225 -234.

203

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

makin banyak organisasi ma$yarakat dan ISM yang dikenalnya


di Kota Malang. Dalam berbagai forum senantiasa narasumber

ini berkenalan dengan penggiat dari LSM baru.le Pendapat


senada juga ditegaskan oleh beberapa informan lain yang

mengungkapkan adanya peningkatan j"-l"h organisasi kemasyarakatan sequa signifikan di era reformasi ini. Menurut
narasumber kedua ini, perkembangan organisasi kemasyarakatan dan jumlah aktivisnya di KotaMalang jauhlebihbanyak
iika dibandinekan daerah lain seperti Kota Batu dan Kabupaten
Malang. Informan ini juga mengungkapkan faktor penyebab
perbedaan tersebut dengan pernyataan'ya mungkin saya melihat karena di sini adalah kota pendidikan yang banyak perguruan tingg dan banyak mahasiswanya sehingga banyak aktivis yang masuk "20 Narasumber lain juga mengatakan pendapat yang senada bahwa perkembangan organisasi lokal di

Kota Malang berkembang pesat di era reformasi. Di berbagai


forunr, akhir-akhir ini mulai ditemui organisasi rakyag organisasi masyarakat, dan LSM yang baru diken"lty". Salah satu
faktor yang menuniang bermunculannya organisasi baru adalah
terjaminnya hak berorganisasi di era reformasi ini. Kini masyarakat dianggap tidak takut lagi untuk melakukan aktivitas di
berbagai organisasi.2l

Wawancara dengan pegiat dari Malang Comrption T7atch (MCW) ini


dilakukan pada anggal4 Juni 2005 di Aula Unisma Malang.
20

2l

Wawancara dilakukan pada hari Ahad 28 Agustus 2005.


W'awancara juga dilakukan pada hari Ahad 28 Agustus 2005.

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

Keberadaan berbagai organisasi kemasyarakatan yang


terus berkembang pesat di Kota Mdang ini mendorong aktivitas partisipasi masyarakat melalui berbagai peran yang dimainkannya. Peran terpenting yang dimainkan oleh kebanyakan
LSM adalah pendidikan politik masy aral<at,kontrol kebijakan
penyelenggara pemerintahan daerah, dan pembelaan terhadap
berbagai kepentingan masyarakat, b* yang telah terancam
maupun yang akan terancam. Peran-peran seperti itu tidak
selalu berhasil sesuai dengan apa y^ng dikehendaki oleh
organisasi-organisasi lokal tersebut, namun ada hal lain yang
dianggap sebagai dampak positif dari peran organisasi kemasyarakatan ini. Hal tersebut adalah proses demokratisasi
dan penggalakan partisipasi sehingga masyarakat menjadi lebih
sadar akan hak-hak masyarakat, termasuk hak dasar masyarakat, hak-hak sipil politik (malsudnya adalah hak berorganisasi dan memperjuangkan kepentingan masyarakat). Beberapa akivitas yang dijalankan oleh LSM dalam membangun
partisipasi masyarakat dan pendidikan politik antara lain unjuk
rasa untuk menunjukkan dukungan atau kecaman terhadap
kebiiakan pemerintah daerah atau DPRD. Debat publik melalui
temu warga atau via media massa juga sering dilakukan atas
prakarsa organisasi kemasyarakatan. MCW sebagai salah satu
organisasi lokal senantiasa melakukan forum warga (sebulan
sekali), membangun jaringan dengan organisasi kemasyarakatan lainnya, serta shari,ng actiui.ty dengan para akademisi
untuk membangun persepsi dan kesepahaman bersama tentang
isu-isu yang berkembang di Kota Malang. Kontrol terhadap

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

kinerja dan aktivitas DPRD dan pemerintah daerah iuga merupakan akivitas utama dari lembaga ini.z
Aktivitas LSM dapat dibagi ddam dua ienis, yakni partisipasi massal d* p"rtistpasi intelektual. Partisipasi massal yang
dilakukan untuk menjalankan peran LSM ini, antata lain demontrasi, temu publilg serta debat publik via media massa.
Partisipasi intelektual dilakukan oleh LSM dengan melakukan
kajian, pbnelitian atau penyelidikan terhadap persoalan, isu
atau kasus tertentu yang berpotensi merugikan kepentingan
masyarakat. Partisipasi intelektual yang juga mulai dilakukan
akhir-akhir ini adalah pembuatan draft rancangan perdauntuk
menandingi ranperda yang disusun pemkot atau yang sedang
dibahas.di DPRD. Munculnya MPBD tandingan yang dikeluarkan oleh kelompok LSM tertentu merupakan contoh peran
baru LSM yang dianggap oleh narasumber ini sebagai lebih
intelek. Kebijakan tandingan ini diserahkan kepada pemerintah
kota sebagai usulan yang dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam pembuatan keputusan. Bahkan pembuatan draft ranperda sebagai usulan kepada DPRD dan pemkot atas prakarsa
masyarakat tentang pengaturan hal tertentu juga mulai dilakukan. Penyusunan draft ranperda peran serta masyarakat dalam pmbangunan daerah yang domotori oleh LBH Surabaya
Pos Malang dan ranperda transparansi pelayanan publik yang
dimotori oleh MCV merupakan contoh tentang peran baru

22 Vawancara dilakukan

pada tanggal 4 Juni 2005 di Aula Unisma Malang.

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

yang dimainkan oleh organisasi kemasyamkatanini. Dari sisi


substansi, partisipasi intelektual ini merupakan kemajuan partisipasi karena ada kelompok masyarakat yang kini tidak hanya

"berteriak" dalam memajukan usulan dan keluhannya, namun


secara konstnrktif mengajukan rumusan konsep yang dapat
digunakan oleh penyelenggara pemerintahan daerah sebagai
masukan kebijakan.r
Dengan mencermati kecenderungan tentang peran organisasi kemasyarakat lokal tersebut dapat disimpulkan bahwa
terdapat peningkatan peran organisasi ini di era reformasi.
Peningkatan ini mengikuti pola Kurva S karena adanyabeberapa faktor yang membatasi peningkatan secara eksponensial.
Peningkatan peran organisasi kemasyarakatan ini pada dasarnya memiliki tujuan, yakni menyuarakan aspirasi masyarakat,
baik yang berupa usulan maupun keluhan dalam proses kebijakan daerah. Apabila tujuan tersebut telah terpenuhi, biasanya
terjadi pengurangan peningkatan peran organisasi kemasyarakatan ini. Meskipun demikian, kecenderungan di masa depan
adalah tetap tingginya peran organisasi lokal ini dalam proses
kebijakan, baik dalam tahapan perumusan, pelalsanaan, maupun pengawasan kebijakan daerah. Jika selama ini organisasi
lokal yang lebih terlibat dalam proses kebijakan adalahlPMK
dan asosiasi kepentingan semacam LSM maka di masa depan

23 Wawancara dengan seorang informan dilakukan pada hari Ahad 23


Agustus 2005.

207

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

sudah mulai ada pergeseran pada organisasi lokal kemasyarakatan lain yang benar-benar berbasis pada masyarakat. Dalam

tipe terakhir ini, sumber daya organisasi benar-benar bersandar

pada masyarakat itu sendiri bukan pada penggiat-penggiat


profesional seperti yang ada di LSM. Kecenderungan seperti
itu pada akhirnya membuat organisasi kemasyarakatan benarbenar bergantung pada masyarakat itu sendiri. Oleh karena
dalam masyarakat ada kecenderungan batas-batas partisipasi
yang terutama disebabkan oleh pencapaian tujuan dari masyarakat maka hal ini juga membatasi peningkatan peran organisasi kemasyarakatan lokal dalam partisipasi masyarakat.2a
Meskipun yang mengalami pembatasan adalah peningkatan
peran, namun pada hakikatnya peran organisasi lokal secara
umum telah meningliat tinggi sehingga menyerupai pola Kurva
S dalam perilaku dinamis organisasi kemasyarakatan lokal.
Berdasarkan uraian sebelumnya, subsistem organisasi
lokal selanjutnya disusun dalam kerangka berpikir sistem. Kiprah organisasilokal didukungkuat dengan adanya iklim keterbukaan yang menguat di era reformasi ini. Berkembangnya
peran organisasi lokal berarti semakin berkembang pula proses
pendidikan politik masyarakat yang diikuti pula dengan
peningkatan kesadaran berpartisipasi masyarakat. Kemajuan
dalam kesadaran ini menyebabkan meningkatnya partisipasi.

24 Disimpulkan dari

sebuah wawancatapada hari Ahad 28 Agustus 2005.

208

Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

Sisi lain perkembangan peran organisasi lokal ditandai


dengan meningkatnya advokasi organisasi lokal dalam penggalangan partisipasi maupun kontrol kebijakan daerah. Peningkatan partisipasi ini mendorong terpenuhinya kebutuhan atau
kepentingan masyarak at, yang menyebabkan menurunnya isu

kebijakan yang mengancam kepentingan publik sehingga


mengurangi pula momentum partisipasi yang menyebabkan
berkurangnya peran organisasi lokal. Dengan memahami paparan tentang subsistem organisasi lokal ini, dapat dijelaskan
pula bahwa stmktur sistemisnya adalah balancing (penyeimbangan). Ini berarti subsistem ini merupakan sistem yang berusaha memelihara keseimbangan dari sistem itu sendiri.
Kerangka berpikir sistem ini dapat disimak dalam Gambar 8.
Poryeles&n

msyarah

ls

keblhkan

FngnEngaman

kepenftAarpblil

Gambar 8 Diagram Pengaruh Peran Olganisasi Lokal

209

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

E.

SUBSISTEM ELIT LOKAT

tipologi elit lokal dapat ditelusuri dari


kekuasaan yang dimilikinya. Pada dasarnya, kekuasaan meruSecara normatif,

pakan penggunaan sejumlah sumber daya (aset, kemampuan)


untuk memperoleh kepatuhan (tingk"h laku menyesuaikan)
dari orang lain.r Kekuasaan pada hakikatnya meiupakan suatu
hubungan yang menunjukkan kontrol suatu pihak atas pihak
lain dan kepatuhan suatu pihak terhadap pihak lain. Kemampuan menjalankan kekuasaan ditentukan oleh kemampuan
mengendalikan sumber daya tertentu oleh pihak tertentu di
mana sumber daya tersebut dinilai berharga oleh pihak yang

lain. Terdapat lima ienis sumber dalayang memengaruhi hubungan kekuasaan ini. Lima sumber daya ini pula yang membedakan jenis kekuasaan yurg muncul dalam hubungan kekuasaan yang berlangsung. Sumber daya tersebut adalah sumber daya fisik, ekonomi, normatif, personal, dan keahlian.26
Kekuasaan fisik muncul iika ada kepemilikan sumb et daya
fisik oleh satu pihak seperti denjata' kemampuan olah kanutagan, dan pasukan. Pada dasarnya, pihak yang lain patuh
karena ada kekhawatiran cedera fisik yang dapat dialami bila
tidak patuh. Kekuasaan ekonomi bertumpu pada penguasaan
atas sumber dayamaterial tertentu seperti kekayaan, penda-

Charles F. An&ain . IGhi&tpan poi;t;U. aan perfiAnnsosrbl. Penerjemah:


Lukman Hakim. (Yogyakara: Tiara Vacana YoWa' 79921' p. 130.

Ibid, p. 132.

210

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

patan) hak

milik, teknologi, dan kontrol

atas barang dan jasa.

Suatu pihak yang berharap ata'u berusaha memperoleh kekayaan dari pihak yang memiliki sumber daya ekonomi akan
patuh kepada penguasa ekonomi tersebut. Kekuasaan normatif
timbul bila ada pihak yang dianggap memiliki norma-norma
tertentu dan sangat dihargai oleh pihak lain. Norma tersebut
misalnya moralitas, kebenaran, legitimasi, tradisi religius, dan
sebagainya. Hubungan kekuasaan muncul bila suatu pihak
mengakui bahwa pihak lain memiliki hak normatif unruk
mengatur perilakunya. Sementara itu, kekuasaan personal bersumber pada karisma pribadi, daya tarik, persahabatan, kasih
sayang, dan popularitas. Seseorang disebut di bawah kekuasaan

pihak lain jika ia berusaha mengidentifikasi dirinya dengan


pihak lain tersebut. Kekuasaan keahlian bermula dari
penguasaan terhadap berbagai sumber daya seperti informasi,
pengeahuan, inteliiensi, dan keahlian teknis. Hubungan kekuasaan muncul jika seseorang merasa bahwa pihak lain memiliki
keahlian yang lebih tinggi, sementara orang ini membutuhkan
keahlian tersebut.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Reform Institute
dalam demokrasi lokal di berbagai daerah di Indonesiaterdapat
lima kategori elit lokal yang dapat memengaruhi pemerintahan
daerah. Elit tersebut addah pejabat pemerintah daerah yang

berada

di jajann perangkat

daerah, politikus partai yang

menguasai DPRD, tokoh elit partai dan/atau organisasi sosial


yang dominan berpengaruh dan pengusaha besar yang mengu-

211

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


,..,.,.'',.'

hampir semua aset bisnis lokal, serta kalangan elit ekonomi


politik pusat yang berkepentingan dengan daerah tersebut.2T
Dengan menggunakan dua kerangka analisis tersebut, elit
lokd yang berpengaruh cukup kuat dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah di Kota Malang dapat dib"g dalam dua
tipologi. Putama,pengusaha besar yang menguasai asset bisnis
lokal. Pengusaha ini berkedudukan di Malang dan memiliki
sumber daya ekonomi sebagai basis kekuasaannya sehingga
mampu memengaruhi berbagai aktor yang terlibat dalam peasai

nentuan kebijakan publik di Kota Malang. Terdapat beberapa


pengusaha besar yang merupakan elit lokal tipe ini, antata
lain adalah IK dan ER. IK merupakan pengusaha keturunan
Tionghoa yang menguasai bisnis yang cenderung kontroversial
bagi sebagian kalangan di Kota Malang seperti diskotek dan
perjudian. Kini pengusaha itu berusaha mengalihkan bisnis
tersebut ke arah bisnis yang lebih aman, seperti monopoli pemas'angan papan reklame di Kota Malang serta usaha jasa kon-

struksi yang berasal dari tender proyek Pemerintah Kota


Malang. Sebagai orang yang berpengaruh, IK cenderung tidak
dikenal luas oleh masyarakat kecuali kalangan politisi, jurnalis,
LSM dan pengamat pemerintahan.28 Selanjutnyq pengusaha
ER merupakan tokoh yang sangat dikenal oleh berbagai ka-

27 Kompas. Perjudian Demokrasi Uberal Kamis, 7 Juli 2005.

W'awancara dengan seorang. anggota DPRD Kota Malang dari Partai

Amanat Nasional pada9 Maret 2005 di Gedung DPRD.

212

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

langan masyarakat. Ia adalah anak mantan'Walikota Malang


yang sangat dihormati. ER bergelut dalam berbagai bidang
bisnis dan merupakan pesaing kuat dari IK dalam memengaruhi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Akan tetapi,
pengaruh ER masih kalah kuat dibandingkan IK di kalangan
jurnalis, politisi, dan pejabat pemerintah daerah.
Kedua,tipologi tokoh elit partai yang berpengaruh di Kota
Malang. Sumber daya kekuasaanyangdimiliki oleh elit dalam
tipologi kedua ini adalah kekuasaan normatif. Tokoh elit ini
juga menguasai DPRD karena panai yang dipimpinnya memiliki jumlah kursi yang paling banyak sekaligus menguasai
pejabat pemerintah daerah karena kedudukannya sebagai kepala daerah. Selain itu, terdapat seorang lagi tokoh yang dikategorikan demikian, namun seqra formal hanya menjadi ketua
fraksi di DPRD dengan anggota sebanyak lima orang. Ketua
fraksi ini sekaligus menjadi ketua DPC (tingkat daerah) partai
yang mengusungnya. Salah satu kader partai ini kini menjabat
sebagai wakil kepala daerah. Partai yang dipimpinnya pernah
memiliki hubungan dekat dengan semua pejabat perangkat
daerah karena pernah meniadi part^yang berkuasa. Pada dasarnya, masih terdapat tipologi elit lokal lain yang dapat berpengaruh terhadap perseorangan pejabat penyelenggara pemerintahan daerah, namun karena tidak memengaruhi jalawrya
pemerintahan daerah secara langsung maka tidak dibahas lebih
lanjut.
Peran elit lokal tersebut dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dilihat dalam beberapa hal, yakni ke-

213

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

mampuannya untuk memengaruhi agenda kebijakan lokal


(dalam hal ini peraturan daerah) serta kemampu,rnnya untuk
memengaruhi pembuatan keputusan kebijakan tersebut. Elit
lokal tipe pertama mampu memasukkan agenda kebijakan untuk memperlancar usaha yang sedang digelutinya. Rencana
tata ruang wilayah yang sudah disahkan meniadi perda pada
tahun 2001, (Perda No. 7 Tahun 20011menjadi Perda RTRV
Kota Malang2007-2011 merupakan contoh betapa kuatnya
kemampuan elit lokal tersebut dalam memengaruhi agenda
kebijakan dan pembuatan keputusan kebijakan. Perda ini akhirnya menjadi dasar bagi berdirinya pusat perbelanjaan Malang
Town Square (Matos) yang ditentang oleh banyak k"l*g"tt,
terutama masyarakat pendidikan dan LSM. Penentangan ini
disebabkan oleh dua hal, pertama karena Matos berdiri di kawasan pendidikan dan kedua karena lahan tempat berdirinya
Matos merupakan hasil tukar guling dengan lahan pendidikan
pula sehingga kawasan sentra pendidikan dianggap tercemar
oleh pusat perdagangan tersebut.
Pada dasarnya, pengaruh elit ekonomi lokal kepada pejabatpemerintah daerah dan anggota DPRD dalamPenentuan
kebiiakan daerah disebabkan oleh kemampuan elit ekonomi
lokal tersebut untuk menyediakan kebutuhan modal atau finansial dari pejabat pemerintah daerah dan anggota DPRD
tersebut. Modal atau finansial ini dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan pribadi, partai, ataupun daerah. Secara pribadi, banyakkebutuhan finansial diperoleh sebagai penghasilan di luar
gaji dan diberikan oleh elit lokal dalam beragam bentuh seperti

214

Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

bonus, bingkisan, tanda terima kasih, dan lain sebagainya. Ke-

butuhan finansial paftai- politik dalam memperjuangkan kepentingannya juga sering kali dipenuhi oleh elit ekonomi lokal
ini. Kepentingan partai politik untuk kampanye, lobi, dan pemeliharaan konstituen membutuhkan dana besar yang harus
dipenuhi untuk mempertahankan eksistensinya. Elit ekonomi
lokal ini juga dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan
pembangunan ekonomi daerah. Investasi swasta dibutuhkan
untuk meningkatkan pertambahan lapangan k tj", pajak daerah dan perputaran roda perekonomian.2e
Kekuatan elit ekonomi lokal ini tidakhanya menyangkut
kemampuannya dalam menyediakan sumber daya finansial,
namun juga disertai kemampuan untuk memaksa melalui kekuatan fisik dan kekerasan. Kekuatan fisik ini diperoleh karena
kemampuannya memengaruhi oknum polisi dan militer serta
kemampuannya mengendalikan kelompok preman di Kota
Malang. Dengan dua jenis kekuasaan yang dimiliki (ekonomi
dan fisik) maka elit ekonomi lokal ini sangat berpengaruh dalam penentuan kebijakan publik di Kota Malang. Jika ada seorang anggota DPRD tidak terpengaruh kekuatan ekonomi elit
ini maka ia masih akan berhadapan dengan kekuatan fisiknya.
Seorang anggota DPRD mengungkapkan ketakutannya
dengan:

2e Dirangkum dari hasil wawancara terpisah dengan anggota DPRD,


wartawan, dan akivis ISM di Kota Malang.

215

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

'yang harus kami pikirkan sebenarnya bukan diri kami


sendiri. Mungkin kami bisa meniaga diri, tapi bagaimana
dengan anak-anak dan istri kami.'Walau bagaimanapun
kami tidak dapat menjaga keselamatan mereka terus
menerus. Kalau kami lapor polisi atau tentara dan

meminta perlindungan kepada mereka jelas tidak


mungkin, lha wong mereka justru yang melindungi dia."30
Pernyataan tersebut menuniukkan adanya pola intimidasi

elit ekonomi untuk memperiuangkan kepentingannya. Tentu pola intimidasi ini dilakukan
dengan caxa-carayang melanggar hukum. Untuk mengamankan kekuatan intimidasi ini, elit lokal juga memperalat oknum
aparat penegak hukum. Ungkapan tersebut juga menunjukkan
adanya perasaan tak berdaya dari seorang pejabat pemerintahan daerah dalam menghadapi intimidasi tersebut. Ketidaksecara fisik yang dilakukan oleh

berdayaan tersebut disebabkan oleh ketidakpercayaannya akan


lembaga penegak hukum untuk meniamin keamanan seorang

warga neBata.
Pola intimidasi untuk memengaruhi kebijakan daerah
tidak hanya dilakukan oleh elit ekonomi lokal, namun tipologi
elit lokal kedua juga menggunakan kekuatan fisik. Contoh
mengenai hal ini terjadi dalam kasus pemukulan seorang warga
yang hendak menyampaikan aspirasinya yang bertentangan
dengan kepentingan elit politik lokal. Menjelang Rapat Pari-

30

'W'awancara

dengan seorang anggota DPRD Kota Malang pada tanggal

9 Maret 2005 di Gedung Dewan.

216

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

pruna DPRD pada tanggal 14 Desember 2005 dengan agenda

penentuan keputusan DPRD tentang RDTRK Kecamatan


Klojer5 terjadi keributan sebagai upaya menghalang partisipasi
wargadalam menyampaikan pendapat tentang RDTRK tersebut. Kejadian berawal ketika Warkhatun Najidah yang membawa rekomendasi hasil diskusi tentang Perbncanaan Tata
Ruang Kota Malang Berbasis Kelestarian Lingkungan dan Berkeadilan di Universitas Muharirmadiyah Malang hendak menyampaikan rekomendasi tersebut ke DPRD. Utusan ini didampingi oleh Ibnu ticahyo, Ketua PP Otoda FH Unibraw.
Pada saat kedua orang ini sedang berdiskusi di ruang Fralai
Keadilan Sejahtera tiba-tiba datang segerombolan orang yang
mencemooh Ibnu Tiicahyo. Ketika Ibnu Thicahyo keluar ruangan hendak menjelaskan duduk perkara, sekelompok orang ini
mengeroyok Ibnu Thicahyo dan menyebutnya sebagai penghambat pembangunan di Kota Malang. Pemukulan terhadap
Ibnu Thicahyo akhirnya terjadi tepat di ruangan Fraksi PA\J 31
Intimidasi semacam itu sering terjadi pada pihak-pihak
yang berbeda pendapat tentang sebuah rencana pembangunan
teftentu di Kota Malang. Dalam RDTRK Kecamatan Klojen
yang sedang dibahas DPRD memang terdapat satu hal yang
masih diperdebatkan, yakni beralih fungsinya lahan APP Tanjung menjadi Kawasan Perumahan. Hal ini masih ditentang
oleh berbagai pihak. Dalang intimidasi ini adalah seorang elit

31 lawa

Pos

Radar Malang, 15 Desember 2005.

247

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

lokal politik yangivgamemegang kekuasaan pemerintahan di


Kota Malang. Hasil wawancara penulis dengan beberapa anggota DPRD, korban intimidasi, dan beberapa aktivis LSM di
Kota Malang juga menyebutkan adanya keterlibatan elitpolitik
lokal ini. Bahkan seorang anggota DPRD sesaat sebelum kejadian penganiayaan berlangsung mengakui bertemu dengan kenalannya yang merupakan salah seorang pengeroyokterhadap
Ibnu Tiicahyo menyebutkan bahwa keberadaan para pengeroyok di DPRD atas perintah elit politik lokal tersebut.32
Intimidasi terjadi pula dalam sidang paripurna terbuka
DPRD ketika sejumlah massa yang tidak teridentifikasi dengan
jelas berada mengikuti pula sidang tersebut. Massa ini dengan
jelas melakukan upaya-upaya mengintimidasi anggota DPRD
dari fraksi yang mengkritisi RDTRK Kecamatan Klojen. Intimidasi ini dilakukan dengan pelecehan serta gangguan-gangguan yang bernada melecehkan sikap fralsi yang menolak ini.
Di kalangan massa yangtakteridentifikasi ini bahkan terdapat
beberapa orang yang jelas-jelas dalam kondisi mabuk fibat
menenggak minuman keras. Kalangan anggota DPRD pun
sudah mafhum siapa dalang di balik keberadaan massa yang
mendominasi ruang sidang ini.33 Kasus intimidasi terhadap sua-

Vawancara dilakukan dengan beberapa anggota DPRD Kota Malang.


Pegiat ISMyang diwawancarai adalah akivis LBH Surabaya Pos Malang.
Pengamatan oleh peneliti pada saat sidang paripurna DPRD fenggal
14 Desember 2005 Pukul20.00-21.00 WIB.

218

Bab 5

Struhur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

ra masyarakatyangberbeda pendapat sering kali terjadi. Hal


ini diakui pula oleh beberapa kalangan akademisi FH Unibraw.3a
Seorang anggota DPRD secara pragmatis

mengungk"pk*

bahwa daripada menentang kehendak elit lokal itri yang membawa risiko yang cukup besar maka lebih baik menuruti saja
karena selain tidak berisiko juga akan memperoleh "imbalan

ekonomi" yang memadai. Pandangan pragmatis ini juga dialami oleh peiabat pemerintahan daerah. Seorang anggota
DPRD lain yang diwawancarai mengungkapkan bahwa imbalan ekonomi biasanya menganut dua cara, yakni sistem ijon
dan kontraprestasi. Sistem ijon dilakukan dengan cara seorang
pejabat memperoleh bantuan finansial tertentu pada saarmem-

butuhkan dari elit ekonomi lokal dengan balas jasa berupa


dukungan kebijakan bagi kepentingan ekonomi si elit lokal.
Balas jasa ini tidak dilakukan seketika, namun berkonsekuensi
semacam kontrak antara pejabat ini dengan elit ekonomi lokal.
Sementara itu, sistem kontraprestasi dilakukan biasanya bila
seorang peiabat telah membantu memperlancar kepentingan
si elit ekonomi lokal maka pejabat tersebut memperoleh
ganjaran ekonomis tertentu. 35
Pengamatan yang dilakukan pada sebuah sidang paripurna
terbuka DPRD merekam hal yang mengejutkan. Sidang ini

34
35

Kompas Jawa Timur, 15 Desember 2005.


Wawancara dilalrukan pada tanggal 16 september 2005.

219

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

dihadiri oleh banyak pejabat pemerintah daerah mulai dari


walikota dan wakil walikota, sekretaris daerah beserta para
asistennya, para kepala dinas dan badan. Dalam setiap pembacaan pandangan fraksi di DPRD biasanya banyak hadirin
sidang yang sekadar mendengarkan sembari bercengkerama
dengan sesamanya. Ketika salah satu fraksi dengan tegas menyatakan ketidalaetujuannya tentang perubahan peruntukan
Lapangan Rampal dari Ruang Terbuka Hijau menjadi kawasan
perdagangan maka secara tiba-tiba ruangan sidang menjadi
senyap dan tampak adanya perasaan tegang yang tecermin

dalam raut wajah para hadirin.36 Meskipun ketidaksetujuan


atas perubahan peruntukan lapangan rampal ini banyak didukung oleh anggota DPRD secara diam-diam namun sebenarnya
tidak ada yang berani menyatakannya secara terbuka karena
perubahan peruntukan tersebut merupakan'pesanan kebiiakan' dari elit ekonomi lokal yang sangat berpengaruh di
Kota Malang. Menghadapi hal itu beberapa fraksi sebenarnya
telah menyeturjui perubahan penrntukan tersebut semeqtara
fraksi lainnya memilih sikap aman dengan diam saja sembari
berharap institusi TNI sebagai institusi yang menguasai lapangan tersebut tidak menyetuiui tukar gulingnya. Dengan
mempertimbangkan fenomena ini, diyfini bahwa pengaruh
elit ekonomi lokal sangat besar dalam penentuan kebijakan
publik di Kota Malang.

36

Pengamatan atas Sidang Paripurna Terbuka DPRD pada tanggal 7 Sep-

tember 2005.

Bab 5

Strukur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

Pengaruh elit lokal ini dapat dibatasi dengan adanya partisipasi publik. Era reformasi yang membawa pengaruh keterbukaan dan akuntabilitas publik yang lebih besar bagi pejabat

pemerintah daerah & DPRD menyebabkan adanya proses penyeimbangan antarapengaruh elit ekonomi lokal dengan peran
sefta masyarakat. Gagalnya pembangunan AAJ karena besarnya ketidaksetujuan masyarakat merupakan buki dari proses
penyeimbangan tersebut. Kebutuhan pejabat pemda dan DPRD
atas kebijakan yang memperoleh legitimasi populis yang memadai memberikan dayatawar tersendiri untuk mengurangi
pengaruh elit lokaL Kepentingan elit lokal dalam isu kebijakan
daerah teftentu yang diketahui secara luas oleh publik akan
mengurangi legitimasi publik terhadap kebijakan tersebut. Apabila isu kebijakan tersebut dianggap bertentangan dengan kepentingan publik maka kepercaya n publik terhadap penyelenggara pemerintahan daerah dalam menuntaskan persoalanpersoalan publik menjadi merosog dengan demikian partisipasi
publik justm meningkat guna memperjuangkan kepentingannya.
Dengan menyadari bahwa partisipasi publik mengurangi
efektivitas pengaruh elit lokal dalam pembuatan kebijakan publik maka para elit lokal ini juga berupaya mempertahankan
pengaruhnya tersebut. Melalui kemampuan finansial dan fisiknyasparaelit lokal ini berupaya memengaruhi baik pemerintah
daerah maupun DPRD. Pada umumnya, pengaruh elit lokal
ini bertujuan agar kepentingannya terpenuhi melalui kebijakan
publik yang dibuat oleh pemda dan DPRD serta membatasi

221

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

kekuatan yang menghalanginya, yakni partisipasi masyarakat

dalam pembuatan kebijakan. Hal tersebut tentu dilakukan


tidak dengan kekuatan elit lokal itu sendiri yang berhadapan
dengan masyarakat, namun teriadi secara tidak langsung me'lalui kadar dukungan DPRD dan pemda terhadap partisipasi
publik. Selanjutnya, dua hal tersebut akan dibahas dalam bagian berikutnya.
Berdasarkan wawancara dengan beberapa orang anggota
DPRD dan aktivis ISM yang mencermati menguatrya elit lokal
ini, secara umum dapat disimpulkan bahwa peran elit lokal
ini dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah masih kuat
meski telah terjadi penurunan. Penurunan ini tampak dari kegagalan masuknya beberapa agenda kebiiakan yang disponsori
oleh elit lokal ini. Pada akhir tahun 2004, rencana perubahan
Perda RTRW Kota Malang No. 7 Tahun 200L ditentang kuat
oleh kalangan LSM dan sebagian anggota DPRD hasil pemilu
2004. Perubahan perda ini disinyalir untuk melegitimasi usaha
bisnis elit lokd ini untuk membangun kawasan pertokoan di
kawasan hiiau'Lapangan Rampal.'Adanya protes keras dan
kecurigaan masyarakat akan terulangnya kasus Matos membuat anggota DPRD menunda pembahasan tentang perubahan
perda yang telah diajukan oleh pemerintah daerah tersebut.
Perilaku dinamis penurunan peran elit lokd ini cenderung
beripe decay sebagai bagian dari struktur umpan balik negatif.
Menurunnya peran elit lokd ini disebabkan oleh adanya penyesuaian dengan membesarnya peran masyarakag baik dalam
penenflran peiabat penyelenggara pemerintahan daerah serta

222

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

variasi kekuatan politik yangadadalam DPRD. Era reformasi


yang membawa perubahan dalam peran masyarakatberpengaruh terhadap peran elit lokal. Meskipun demikian, peran elit
lokal ini tidak menjadi habis sama sekali karena kedudukannya
yang cukup kuat dengan kekuasaan yang dimilikinya sehingga

elit tetap memainkan perannya dalam memengaruhi proses


kebijakan publik di daerah. Menurunnya peran ini terjadi sampai titik tertentu sehingga mencapai titik keseimbangan tertenw (equilibrium). Perubahan seiring perubahan waktu sehinggu mencapai kemantapan tertentu menunjukkan bahwa

peran elit lokal ternyata bersifat dinamis. Kerangka berpikir


sistem dari peran elit lokal ini dapat dilihat dari gambar di
bawah ini. Gambar ini menunjukkan struktur sistemis berupa
p

enyeimb an gan (b a I an ci.ng)

Aktivitas padisipasi
masyarakat

Kepercayaan publik
pada pemerintahan daerah

Gambar 9 Diagram Pengaruh Peran Elit Lokal

223

Menggugat Patrisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

F. SUBSISTEM DUKUNGAN PEMERINTAH


DAERAH
Pemerintah daerah merupakan sdah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang terdiri atas kepala daerah
dan perangkat daerah. Dukungan pemerintah daerah terhadap
partisipasi publik dapat dilihat dari beragam indikator. Kesadaran para pejabat pemerintah daerah akan manfaat yang
dapat dipetik dari partisipasi publikmerupakan pertanda awal
adanya dukungan pemerintah daerah terhadap partisipasi publik. Akan tetapi, kesadaran saja belum cukup untuk menandai
adanyadukungan terhadap partisipasi publik. Adanya kehendak untuk merespons secara positif berbagai keluhan publik
yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat, kepentingan
umum, dan penyelenggaraan pemerintahan daerah juga merupakan pertanda derajat dukungan pemerintah daerah. Pertanda
lainnya adalah kesediaan pemerintah daerah untuk menerima
keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan
dan dalam aktivitas pemerintahan lainnya. Adanya inisiatif pemerintah daerah untuk mengembangkan partisipasi publik secara optimal dalam berbagai sektor pemerintahan dan dalam
berbagai tahapan proses kebiiakan daerah iuga merupakan
indikator penting dalam melihat derajat dukungan pemerintah
daerah terhadap partisipasi masyarakat.
Sebelum era reformasi, banyakpejabat dalam Pemerintah
Kota Malang beranggapan bahwa partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah berjalan dalam dua ko-

irdon Pertama, parisipasi masyarakat telah dijalankan melalui

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

wakil-wakil yang terpilih melalui mekanisme pemil-ihan umum.


Wakil rakyat ini melembaga dalamdewan perwakilan rulcyat
daerah. Dengan adanya lembaga ini maka partisipasi masyarakat telah terwadahi dan proses pembuatan keputusan dalam
berbagai kebijakan daerah telah dianggap parrisipatif dan legitimatif. Kedwa, partisipasi masyarakat senantiasa dimaknai sebagai dukungan masyarakat dalam tahapan pelaksanaan program pembangunan. Dukungan ini diwujudkan dalam bentuk
persetuiuan, bantuan material, serta pengorbanan waktu dan
tenaga dalam menjalankan program pembangunan tertenfu.
Anggapan bahwa partisipasi menyangkut dua hal tersebut
begitu kuatnya sehingga di luar keduanya dianggap bukanlah
partisipasi. Inisiatif masyarakat, prakarsa masyarakat, dan
kritik masyarakat terhadap rencana kebijakan dan program
pembangunan tertentu dianggap sebagai kenakalan orang arau
sekelompok orang tertentu yang tidak mewakili kelompok masyararkat mana pun. Bagi pejabat pemerintah daerah, tindakan
di luar partisipasi yang diterima oleh pemerintah daerah
dianggap sebagai ancaman bagi seluruh masyarakat.
Era reformasi membawa perubahan bagi pejabatPemkot
Malang tentang pandangannla terhadap partisipasi. Ada kesadaran baru bahwa partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak lagi memadai dalam semata
perwakilan di DPRD dan partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan belaka. Partisipasi masyarakat kini lebih dibutuhkan
tidak hanya dalam memberi masukan dalam proses pembuatan
kebijakan tetapi juga dalam memberikan legitimasi yang se-

225

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

makin kuat terhadap rencana kebiiakan tersebut. Semakin disadari pula bahwa partisipasi juga dibutuhkan dalam inempercepat dan memperbaiki kualitas penerimaan masyarakat
terhadap kebijakan tertentu. jika pada era sebelumnyq pemerintah daerah dapat menetapkan kenaikan tarif retribusi pelayanan publik tanpa melakukan konsultasi publik maka di era
reformasi ini proses demikian tidak lagi terjadi. Konsultasi publik kini harus dilakukan oleh pemerintah kota dalam menyusun kebijakan baru atau mengubah kebijakan lama.
Meningkatnya kesadaran Pemerintah Kota Malang akan
pentingnya partisipasi publik tecermin dalam dukungannya
terhadap pelembagaan LPMK (lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan). Lembaga ini telah diahd keberadaannya
melalui Perda No. 18 Thhun 2001'. Kini, lembaga tersebut semakin besar perannya dalam Proses perumusan berbagai kebijakan daerah, terutama menyangkut Perencanaan pembangunan daerah. Peran sentral lembaga ini dalam musyawarah
perencanaan pembangunan dalam berbagai tingkatan merupakan pertanda dukungan pemerintah daerah terhadap partisipasi masyarakat. Lembaga ini bahkan telah memperoleh posisi sebagai legitimator utama dalam proses Penyusunan rencana pembangunan secara partisipatif di Kota Malang.
Selain itu, Pemerintah Kota Malang telah melakukan pembaruari dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah
ke arah penyediaan mekanisme partisrpasi masyarakat yang
lebih baik. Peningkatan kesadaran akan fungsi RT dan RIf
yang lebih strategis telah terjadi seiring diberlakukannya Perda

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

No.4 Thhun 2002tentangKedudukan, Tugas dan Fungsi, Susunan dan Thta Kerja RT dan R'W di Kota Malang. Di era
sebelumnya RT dan RV dianggap sebagai insfirmen pembangunan yang berfungsi untuk memelihara efektivitas pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik. Kini RT dan RW
dipandang lebih memiliki fungsi yang lebih strategis karena
diakui sebagai organisasi kemasyarakatan yang berbasis wilayah
untuk mengatur dan mengurus sendiri masyarakatnya meski
dalam ruang li"gkop yang terbatas.
' Upaya pemerintah daerah dalam menyediakan ruang partisipasi yang lebih luas juga dilakukan dengan menyediakan
informasi secara terbuka dalam media situs resmi Pemkot Malang: www.pemkot-malang. go.id. Melalui situs ini pemerintah
dapat dianggap telah memberikan pelayanan informasi tentang
berbagai hal, terutama penyelenggara. pemerintahan daerah,

pelayanan publilq perizinan, dan sebagainya. Peran penting


situs ini adalah terbukanya peluang masyarakat untuk menyam-

paikan keluhan publik tanpa hadir langsung. Seorangwarga


Kota Malang yang diwawancarai mengungkapkan bahwa 'saya
sekarang tidak ragu lagi dalam menyampaikan uneg-uneg
(keluhan). Karena dengan pake' internet tidak usah ketemu
orangnya langsung.'37 Ucapanini menandakan bahwa adarrya
kerikuhan warga masyarakat dalam menyampaikan keluhan
apabila harus bertemu langsung dengan pegawai pemda.

37

Wawancara dilakukan pada tanggal 15 Juni 2005 pukul20.30. wib.

227

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Kerikuhan tersebut kini dapat diatasi dengan media internet


sehingga warga dapat menyampaikan keluhannya dengan
leluasa. Adanya situs resmi pemkot ini berarti terbuka peluang
yang semakin lebar bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhannya. Namun peluang ini tentu saia tidak dapat digunakan
oleh banyak orang karena pengguna internet yang masih terbatas di Kota Malang.
Kecenderungan meningkatnya dukungan Pemerintah
Kota Malang terhadap partisipasi masyarakat yang ditunjukkan
dengan adanya peningkatan kesadaran, pelembagaan beberapa
mekanisme partisipasi publik, pemberian kesempatan yang
lebih terbuka dalam mengakses informasi penyelenggaraan pemerintahan serta penyediaan mekanisme penyampaian keluhan publik. Kecenderungan ini terus meningkat di era reformasi
sekarang ini. Namun terdapat pembatasan tertentu terhadap
eskalasi dukungan partisipasi ini. Pada dasarnya, partisipasi
masyarakat memiliki fungsi tertentu bagi pejabat PemkotMalang dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Apabila
fungsi ini terpenuhi maka pembatasan pengembangan partisipasi akan terjadi. Pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan rancangan perda hanya menggunakan konsultasi publik
dengan "subjek hukum langsung" dari perda tersebut dan tidak
tampak ada niatan untuk memperluas mang li"gk"p publik
yang terlibat. Hal ini karena penggunaan mekanisme dan pelibatan publik secara terbatas telah dianggap memadai dalam
mencapai tujuan yang dikehendaki, yakni pengumpulan aspirasi sekaligus sosialisasi rancangan kebiiakan yang sedang disu-

228

Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

sun. Selain itu, keterlibatan masyarakat yang lebih terbatas


dalam penyusunan rancangan peraturan walikota juga menuniukkan hal yang senada bahwa ada batas teftentu terhadap
pengembangan partisipasi publik.38 Pada dasarnya, jika tujuan

dari pelibatan sudah terpenuhi maka pelibatan masyarakat


menjadi berkurang.
Menurunnya dukungan pemerintah kota terhadap partisipasi masyarakat bukan disebabkan oleh faktor manfaatpar
tisipasi karena secara sistemis semakin besar manfaat partisipasi
maka semakin besar pula dukungan pemkot terhadap partisipasi publik. Menurunnya dukungan pemkot dipengaruhi oleh
tiga faktor, yakni pengaruh elit lokal, pengaruh pemkot dalam
proses pembuatan kebijakan daelah dan pengaruh pemerintah
pusat. Partisipasi publik berarti melibatkan masyarakat dalam
proses kebijakan sehingga pengaruh pemkot dalam proses kebijakan menjadi berkurang karena semakin banyak aktor yang
terlibat maka semakin kecil persentase kontribusi setiap aktor.
Semakin besar dukungan pemkot terhadap partisipasi publik
maka diikuti dengan semakin besar pula pengaruh pemkot
dalam proses kebijakan. Sementara itu, semakin kecil pengaruh
pemkot dalam proses kebijakan publik akan diikuti dengan
makin kecilnya dukungan pemkot terhadap partisipasi publik.
Hal itu dapatdipahami mengingat dalam proses kebijakan pu-

38 Paparan ini merupakan simpulan dari wawancara terhadap Kabag


Hukum Pemkot Malang yang dilakukan pada tanggal 16 juni 2005.

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

blik yang partisipatif terjadi negosiasi kepentingan antara subjek hukum langsung (kelompok masyarakat yang dilibatkan
dalam proses partisipasi) dengan pemkot. Subjek hukum langsung umunmya mengusung aspirasi dan memperiuangkan kepentingan spesifiknya sementara pemkot iuga berusaha menyeimbangkannya dengan kepentingan yang lebih luas, yakni
kepentingan masyarakat yang lebih luas serta kepentingan kelompok lainnya, termasuk kepentingan elit lokal.
Elit lokal juga memiliki kemampuan unJuk memengaruhi
dukungan pemkot terhadap partisipasi publik. Elit lokal tidak
dapxmemengaruhi partisipasi masyarakat secara langsung sehingga menyalurkannya melalui pihak yang memiliki otoritas,
yakni pemkot dan DPRD. Elit lokal juga memiliki kemampuan
dalam memengaruhi penyelenggara pemerintahan daerah dan
membawa manfaat bagi daerah sehingga sering kali kepentingannya diakomodasi dan diseimbangkan dengan kepenting

an masyarakat. Namun dengan kemampuan memengaruhi


yang lebih kuat, biasanya elit lokal dapat memengaruhi kadar
dukungan pemerintah kota terhadap partisipasi publik.
Sementara itu, upaya yang dilakukan pejabat pemda unnrk
mengurangi atau bahkan menghindari partisipasi publik dalam
agenda kebijakan tertentu sering kali dilakukan. Tuiuan utamanya adalah memenuhi tbkanan elit lokal. Misalnya, kasus
dalam proses pembuatan kebijakan pembangunan fly ouer dr
jalan Ahmad Yani Kota Malang. Untuk menghindari keterlibatan publik dalam rencana kebijakan tersebut, terlebih dahulu
Valikota Malang melempar isu kebiiakan lain yang lebih sen-

230

'Bab 5
Struhur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

sittf, yal<n Nun-Alwn lunction. lsudilontarkan pada peringatan


Hari Kemerdekaan N pada tanggal 17 Agustus 2005. Ketika

perhatian publik begitu tersita oleh rencana pembangunan AAJ


maka publik mengabaikan isu lain yang kurang sensitif meski-

pun juga telah dirancang matang oleh pemkot, yakni pembangunan fly ouer Ahmad Yani. Pemkot berusaha keras agar
proyek tersebut berhasil dibangun karena juga disokong kuat
olel.r elit ekonomi lokal terkuat di Kota Mdang. Elit ini memiliki motif ekonomi yang sangat kuat karena menikmati keunnrngan melalui usaha jasa konstruksinya.
Perhatian publik dan media massa tersita pada isu panas
AAJ karena keberadaan AAJ yang dianggap membahayakan
Iingkungan hidup oleh aktivis LSM dan menyinggung perasaan
para ulama. Bagi aktivis lingkungan hidup, AAJ dianggap merusak fungsi ruang terbuka hijau. Bagi kalangan ulama, AAJ dianggap menodai tempat ibadah yakni masjid Jami' Kota Malang. Begitu penentangan terhadap AAJ memuncak, Walikota
Malang segera mengambil keputusan untuk membatalkan kebijakan pembangunan AAJ dengan alasan menghormati kepentingan publik dan memenuhi aspirasi masyarakat. Dengan
keputusan ini,'Walikota Malang dipuji oleh berbagai kalangan
sebagai peduli terhadap aspirasi masyarakat dan memiliki sikap
laiknya seorang negarawan. Dalam posisi yang baik ini kemudian TTalikota Malang segera mengumumkan rencana pembangunan fly ouer Jalan Ahmad Yani dengan tujuan untuk
mengurangi kemacetan lalu lintas. Meskipun pembahasannya
tidak melalui pelibatan pubLil<, masyarakat cenderung mene-

231

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

rima hal ini karena telah memiliki kepercayaan bahwa pemkot


memiliki kemampuan dalam menialankan pemerinahan sesuai
aspirasi masyarakat. 3e
Melihat dinamika dukungan pemerintah daerah terhadap
partisipasi yang terjadi di era reformasi sebagaimana telah dijelaskan maka perilaku dinamis dukungan pemerintah daerah
ini adalah Kurva S. Kecenderungan dukungan pemerintah daerah semula menunjukkan tanda peningkatan secara eksponensial namun ketika tujuan dukungan tersebut telah terpenuhi
maka terjadi stagnasi dukungan tersebut sehingga membentuk

pola Kurva S.
Bagi pemerintah daerah, tuiuan yang hendak dicapai
dengan pelibatan masyarakat dalam penyelenggataan pemerintahan daerah adalah penyerapan aspirasi, sosialisasi, terutama legitimasi. Peningkatan dukungan pemerintah daerah
dalam mengembangkan mekanisme partisipasi masyarakat
menjadi berkurang ketika tujuan-tujuan yang dapat dicapai
melalui partisipasi sudah mulai diperoleh. Ketika kondisi tersebut tedadi, tampak adarrya stagnasi terhadap peningkatan
dukungan ini. Kini dukungan pemerintah daerah terhadap partisipasi masyarakat sudah iauh lebih maiu daripada kondisi di

3e Wawancara dilakukan

dengan 2 anggota DPRD dalam waknr dan temPat

yang terpisahyang dilaksanakan awal bulan nopember 2005. lTawancara

ini dilaksanakan sebelum Walikota Malang mengutarakan kepada publik


tentang rencana pembangunan fly ouer tersebut.

232

Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

awal era reformasi. Secara umum, stnrktur sistemis dari subsistem dukungan pemerintah daerah berup a balancing. Dengan
menyimak hubungan kausalitas yang telah dipaparkan sebelumnya sekaligus memerhatikan kecenderungan dan perilaku
dinamisnya, kemudian disusun kerangka berpikir sistem. Adapun kerangka berpikir sistem dari dukungan pemerintah dae"
rah tersebut tampak dalam gambar berikut ini.

Dukungan pemkot
terhadap partisipai

Pengaruh pemkot dalam


proses

kebiiahn publik

Gambar 10 Diagram Pengaruh Dukungan Pemkot terhadap Partisipasi


Masyarakat

G.

SUBSISTEM DUKUNGAN DPRD

DPRD merupakan salah satu penyelenggara pemerintahan daerah. Pada dasarnya, DPRD memiliki empat fungsi uama,
yakni fungsi legislasi, futgri anggaran, fungsi kontrol, dan fungsi

perwfilan.

Secara umum, dukungan DPRD terhadap par-

tisipasi publik dapat ditunjukkan dari pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut. Dukungan DPRD terhadap partisipasi publik ditunjukkan dalam beberapa indikator. Pelembagaan partisipasi dalam bentuk legal frameworkyang memadai merupakan indi-

233

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

kator terpenting selain kesediaan DPRD untuk menyediakan


anggaran yang cukup bagi aktivitas partisipasi masyarakat.
Indikator lain dapat dilihat dari pemberian informasi secara
tulus kepada masyarakat tentang berbagai agenda sidang termasuk pelibatan masyarakat secara aktif dalam sidang-sidang
terbuka dewan. Pemberian informasi yang tulus ditandai
dengan pemilihan media informasi yang mampu menjangkau
berbagai lapisan masyarakat seluas mungkin dan tersedia waknr
yang memadai bagi masyarakat untukmencerna informasi tersebut serta untuk terlibat dalam proses kebijakan yang terkait.
Selain itu, dukungan DPRD terhadap partisipasi publik dapat
dilihat dari kenrlusannya untuk merespons berbagai opini publik tentang isu tertentu. Bila responsi yang diberikan
bersungguh-sungguh dalam arti opini publik benar-benar menjadi pertimbangan dalam proses pembuatan kebiiakan, hal tersebut merupakan pertanda betapa besar dukungan DPRD terhadap partisipasi publik. Namun bila opini publik sekadar
ditampung namun tidak menjadi pertimbangan utama dalam
proses kebijakan maka hal tersebut menunjukkan rendahnya
dukungan DPRD terhadap partisipasi publik.
Grdapat pertanda membaiknya dukungan DPRD terhadap partisipasi publik. Legal framework yang dapat dikategorikan sebagai pelembagaan partisipasi publik dimulai sejak
Perda No. 1 8 Tirhun 200 L tenang Pembentukan kmbaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan yang kemudian dilanjutkan
dengan disahkannya Perda No. 4 Thhun 2002 tentang Kedudukan Tugas dan Fungsi Susunan Organisasi dan Thta Kerja

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

Rukun Tetangga dan Rukun'Warga di Kota Malang. Keberadaan perda yang mengatur dua lembagay^ngdikelola secara
demokratis dan memiliki fungsi menggalakkan partisipasi masyarakat tersebut merupakan pertanda membaiknya dukungan
DPRD terhadap partisipasi masyarakat. Akan tetapi, perda
yang r-nengatur peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahan belumlah ada. Pada awal tahun 2005, terdapat
sekelompok LSM yang telah menyusun rancangan perda tentang partisipasi masyarakat dan menyerahkannya kepada
Komisi A DPRD Kota Malang.ao
Sampai pertengahan tahun 2005 Komisi A tidak menindaklanjuti ranperda peran serta masyarakat usulan dari koalisi
LSM sehingga ketika sidang paripurna DPRD yang membahas
tentang usulan ranperda yang akan dibahas pada tahun 2005
hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang mengusulkan pembahasan ranperda partisipasi tersebut. Keengganan fraksi lain
untuk mengusulkan ranperda partisipasi tersebut dilandasi adanya beberapa kekhawatiran. Pertama, anggota DPRD khawatir
bahwa fungsi kelembagaan DPRD diambil alih oleh kalangan
LSM yang selalu aktif menyuarakan aspirasi masyarakat.

a0

Agenda utama pertemuan sebenarnya audiensi dengan Komisi A DPRD

Kota Malang namun setelah acara usai pihak koalisi LSM kemudian
menyerahkan draft rancangan Perda partisipasi tersebut sebagai masukan

kepada DPRD untuk menggunakan rancangan

ini

sebagai Ranperda

melalui hak inisiatif DPRD. Kegiatan ini berlangsung padatanggd,24

Maret 2005.

235

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

I(edua, adanya kekhawatiran tentang pemborosan anggaran


daerah iika digunakan untuk kegiatan partisipasi. Ketiga, adanya keengganan untuk memberikan ruang lebar partisipasi karena ketersinggungan atas sikap-sikap aktivis LSM yang cenderung melecehkan anggota DPRD.
Beragam kekhawatiran tersebut tampak dalam berbagai
tanggapan yang diberikan oleh anggota Komisi A ketika
audiensi koalisi LSM dengan KomisiApada tanggal 24Maret
2005 di ruangan KomisiA Kekhawatiran akanberkurangnya
fungsi DPRD karena adarrya partisipasi masyarakat tampak
dalam apa yang diungkapkan oleh salah seorang anggota
DPRD bahwa:
'Sebenarnya kalau partisipasi masyarakat dijalankan, ddak

mungkin semua masyarakat ikut campur dalam


pemerinahan daerah. Paling-paling yang berpartisipasi
ya itu-itu saja (maksudnya adalah aktivis LSM). Padahal
mereka itu kan tidak mewakili masyarakat meski selalu
mengatasnamakan masyarakat. Kami inilah justru wakil
sah masyarakat karena kami dipilih oleh rakyat dalam
pemilu."al

Sementara itu, anggota DPRD lainnya mengungkapkan


adarrya kekhawatiran mengenai inefisiensi penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Kekhawatiran tersebut terlihat dari pernyataan berikut.

4t

Diungkapkan oleh seorang anggota Komisi A DPRD Kota Malang pada


tanggal 24

Mar*2005.

236

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

"Setelah membaca draf ranperda yang diusulkan oleh


koalisi LSM ini, saya jadi berpikir bahwa partisipasi
masyarakat itu mahal sekali. Untuk menampung partisipasi

publikyang
justru
partisipasi
dibiayai dari APBD. Kalau begitu,

saja harus dibentuk komisi daerah partisipasi

menambah biaya penyelenggaraan pemerintahan daenh."az

Keengganan mengusulkan ranperda partisipasi karena


berusaha menghindari proses negosiasi yang kurang nyaman
dalam pembahasan kebiiakan publik daerah tampak pula dari
pernyataan anggota Komisi A DPRD. Pernyataan ini diawali
dengan ungkapan mendukung namun secara tersirat kurang
mendukung partisipasi bila dicermati dari substansi pernyataan
di bagian akhir. Adapun pernyataan dari anggota DPRD tersebut adalah sebagai berikut.
"Sebenarnya kami mendukung peran sera masyarakag
bahkan sebenarnya peran serta itu sudah ada ketika kita
melembagakan LPMK dan RI/RV yang sudah terlibat

dalam musrenbang

itu. Cuma kalo masyarakat

menyampaikan pendapatnya itu jangan selalu melecehkan,


mengolok-olok bahkan selalu menyalahkan kami yang di
dewan ini. Kelihatannya kok kami tidak bekerja apa-apa.
Sebaiknya partisipasi itu yang sopan, kalo itu saya sangat
mendukung."a3

Diungkapkan seorang anggota DPRD yang berasal dari Fralai Partai


Demokrat pada tanggal 24 Maret 2005.
Diungkapkan oleh anggota DPRD paling senior di Kota Malang. Ungkapan ini berasal dari pernyataan informan menanggapi perlunya Ranperda Peran Serta Masyarakat.

237

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Berbagai macam kekhawatiran itulah yang telah membatasi peningkatan dukungan anggota DPRD terhadap pelembagaanpartisipasi publik Hal ini juga yang menjadi pertanda
bahwa peningkatan dukungan DPRD tidak bersifat linear namun menrpakan adaptasi atas perubahanke arah demokratisasi
sebagaimana terjadi dalam era reformasi dan pembaruan dalam
pemilu 2004. Kecenderungan meningkatnya dukungan DPRD
terhadap partisipasi masyarakat dapat pula dilihat dari indikator lain seperti pemberian informasi kepada masyarakattentang agenda sidang karena adanyaketerbukaan terhadap para
jurnalis tentang agenda semua sidang. Selain itu, pos anggaran
partisipasi pada dasarnya tidak banyak berubah kecuali pada
tahun 2005 ini yang untuk kali pertama disediakan dana temu
publik dalam rangka masa reses. Responsi terhadap opini dan
keluhan publik tampak adanyapeningkatan ketika setiap isu
yang berkembang di masyarakat dan demonsuasi serta audiensi
dengan anggota DPRD lebih banyak yang ditindaklanjuti daripada sekadar ditampung. Proses konsultasi publik delem pembahasan ranperda tertentu sudah mulai dilakukan oleh fraksifralci yang diprakarsai oleh Fraksi Panai Keadilan Sejahtera
pada tahun 2005.
Kerangka berpikir sistemis yang dapat disusun dalam subsistem ini mengungkapkan bahwa aktivitas partisipasi masya,

.rakat membawa manfaat bagi DPRD berupa legitimasi atas


institusi DPRD dan kebijakan daerah yang dihasilkan, sosialisasi kebijakan, dan penyerapan aspirasi serta pemeliharaan
konstituen. Semakin besar manfaat ini maka semakin besar

238

Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

pula dukungan DPRD terhadap partisipasi. Sementara itu, dukungan DPRD yang semfin besar terhadap partisipasi justru
mengurangi pengaruh DPRD itu sendiri dalam proses kebijakan. Jika pengaruh DPRD semakin kecil maka dukungan DPRD

terhadap partisipasi akan semakin kecil pula. Meskipun demikian, dukungan DPRD ini tidak hanya dipengaruhi oleh
dua faktor tersebut tetapi juga oleh pengaruh elit lokal dalam
proses kebijakan dan tentu saja peran pemerintah pusat. Selan-

jutnya dukungan DPRD ini memengaruhi kembali aktivitas


partisipasi masyarakat.
Dengan mencermati kecenderungan dukungan DPRD terhadap partisipasi masyarakat ini sejak tahun '1,999, dapat disimpulkan bahwa dukungan DPRD ini cenderung bertipe Kurva S. Kecenderungan tersebut tampak seperti Gambar

0. Peri-

laku dinamis tersebut ditunjukkan dengan adarrya kemajuan


seiring perubahan waktu, namun terdapat proses penyeimbangan karena tercapainya tujuan yang dikehendaki, yakni
partisipasi p adatamttertentu, meskipun tujuan tersebut hanya
bersifat tersirat belaka (i.mplicit goal), Adapun struktur sistemisnya adalah balancing. Hal ini berarti subsistem ini senantiasa mengalami proses penyeimbangan dalam operasinya.
Meskipun terjadi pasang naik atau pasang surut dukungan
DPRD terhadap partisipasi, umunmya dukungan tersebut akan
mencapai titik keseimbangan tertentu. Kerangka berpikir sistem dari dukungan DPRD terhadap partisipasi masyarakat dapat disimak dalam gambar berikut ini.

239

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Pengaruh DPRD dalam


pro*es kebijakan puhlik

Manhat partisipasi
publlk terhadap DPRD

Gambar 11 Diagram Pengaruh Dukungan DPRD terhadap Partisipasi


Masyarakat

H.

DUKUNGAN PEMERINTAH PUSAT


Pada dasarnya, dukungan pemerintah pusat terhadap par-

tisipasi masyarakat dalam pemerintahdn daerah di era reformasi dapat digolongkan dalam dua jenis. Putama, dukungan
taklangsungyang lebih mengarah pada fasiliasi kondisi politik
yang memungkinkan terjadinya partisipasi masyarakat dalam
pemerintahan daerah. I(e&,n, dukungan langsung berupa pengaturan yang mendorong terjadinya partisipasi masyarakat
dalam pemerintahan daerah.
Dukungan tak langsung dari pemerintah pusat dimulai
dari pembentukan tiga undang-undang politik pada tahun
1999 sebagarrespons dari tuntutan reformasi masyarakat pada
tahun 1998. Tiga W tersebut adalah UU No. 2Tahw 1,999
tentang Partai Politik, UU No.3 Thhun L999 tentangPemilihan
Umum, dan UUNo. 4 Tfiun L999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Meskipun dalam perjalanan
berikutnya tiga undang-undang tersebut mengalami perubah-

240

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

an, namun semangat yang diembannya tetap mewarnai perjalanan politik bangsa Indonesia di era reformasi. Semangat tersebut meliputi upaya menumbuhkan kemerdekaan berserikat,

berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Semangat dasar ini


kemudian dikembangkan lebih lanjut melalui pengaturan rentang partai politik sebagai sarana untuk menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat yang sudah tidak mampu lagi
terwadahi dalam pengaturan lama tentang partai politik yang
hanyamengakui PPI Golkar, dan PDI dengan membatasi berdirinya partai politik lain.
Kebebasan membentuk partai politik kemudian dilanjutkan dengan pengaturan tentang pemilu yang lebih demokratis.
Pemilu kemudian diupayakan sebagai sarana mewujudkan kedaulatan ralryat dengan berupaya mengikutsertakan rakyat secara lebih terbuka dan demokratis dalam memilih wakil rakyat
yang akan duduk dalam lembaga perwakilan. Selanjutnya
dikembangkan pula lembaga perwakilan yang lebih demokratis
daripada era sebelumnya. Dalam situasi reformasi ini, lembaga
perwakilan diupayakan mampu mencerminkan kedaulatan
ralcya! serta dapat menyerap dan memperjuangkan aspirasi
dan prakarsa ralryat. Perubahan dalam tiga undang-undang
politik ini membawa perubahan besar, terutama dalam bentuk
iklim keterbukaan yang membuka peluang bagl masyarakat
untuk lebih terlibat dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Beberapa narasumber penelitian ini mengakui
bahwa iklim keterbukaan ini merupakan faktor yang mendukung terselenggaranya partisipasi masyarakat dalam penye-

24t

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

lenggaraan negara, termasuk penyelenggaraan pemerintahan

di daerah.a
Dukungan langsung yang diberikan oleh pemerintah pusat
untuk mendorong teriadioy" partisipasi masyarakat dalam pe-

merintahan daerah tidak terlepas dari diberlakukannya W


No. 22 Thhun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Secara
umum, undang-undang ini membawa perubahan cukup besar
dalam hal desentralisasi dan pemerintahan daerah. Penekanan
pada model demokrasi lokal merupakan titik tekan undangundang ini dibandingkan model efisiensi struktural sebagaimana diusung oleh undang-undang pemerintahan daerah terdahrrlu yakni UU No. 5 Tirhun 1974. Meskipun sebenarnya
bagaimana masyarakat berpartisipasi tidak diatur secara rinci
dalam UU tersebut, namun berbagai pihak yang diwawancarai
dalam penelitian ini mengakui bahwa UU tersebut membawa
angin segar bagi partisipasi masyarakat dalam pemerintahan
daerah.a5

Undang-Undang No. 22Tafuin 1999l<ni telah disempurnakan menjadi UU No. 32 Tahun 2004. Undang-undang
baru ini menyempurnakan misi desentralisasi dengan tidak ha-'
nya penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demokratis
(sebagaiman a yang dimalsud dalam UU No. 22 Tahw 1999)

Dari berbagai narasumber dalam berbagai wawanq[a yang dilakukan


pada

waku dan tempat

yang berbeda.

Ibid.

242

Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

tetapi juga'efisien. Meskipun demikian, partisipasi masyarakat

tetap terasa sebagai bagian penting dalam pemerintahan


daerah.

Dukungan langsung lainnya dari pemerintah pusat terhadap partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah tampak dari pengaturan peran serta masyarakat dalam penyelenggaruan negara sebagaimana diatur dalam UU No. 28 Thhun
'1.999 ter,rcalag penyelenggaraan negar a yang bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Peran serta masyarakat
dalam UU tersebut diatur dalam Bab VI tentang Peran Serta
Masyarakat yang meliputi Pasal 8 dan 9. Pasal 8 intinya menyatakan adanya hak dan tanggung jawab masyarakat untuk
ikut mewujudkan penyelenggaraan ne gara yangbersih. Sementara Pasal 9 mengatur bentuk-bentuk partisipasi masyarakat
berupa hak mencari, meinperoleh, dan memberikan informasi
tentang penyelenggaraannegarui hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggaru negara; hak
menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab
terhadap kebijakan penyelenggar a negarai serta hak memperoleh perlindungan hukum dan berperan serta dalam penyelenggaraan negara.
Meskipun UU No. 28 Tahun 1.999 adak menyebut dengan
tegas bahwa DPRD dan pemerintah daerah merupakan penyelenggara negara sebagaimana dimalsud dalam UU tersebut,

namun pemerintah pusat memasukkan DPRD dan pemerintah

daerah sebagai bagian dari penyelenggara negara dalam


peraturan pelalaana UU tersebut. Peraturan pelaksana tersebut

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

adalah PP No. 68 Tahun 1999 tentangTataCanPelaksanaan


Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara. Peraturan Pemerintah ini berisi tigabab yangterdiri aas ketentuan
umum, peran sefta masyatakat, dan tata cara peran serta
masyarakat. Bab I (ketentuan umum) dan II (peran serta
masyarakat) p"d" dasarnya merupakan pengulangan dari apa
yang diatur dalam UU No. 28 Tahun 1999. Bab Itr (tata cara
pelaksanaan peran serta masyarakat) merupakan inti dari peraturan ini yang berusaha mengatur, terutama bagaimana cara
masyarakat menjalankan hak mencari, memperoleh, dan mem-

berikan informasi mengenai penyelenggataan negara Disebutkan dalam Pasal5 butir (I) bahwa dalam menjalankan hak
informasi masyarakat dapat disampaikan kepada komisi pemeriksa aau instansi terkait dengan tembusan pimpinan DPRD
kabup4ten/kota jika perbuatan tersebut dilakukan oleh anggota

DPRD kabupatenikota atau bupati/walikota. Dalam banyak


hal, PP No. 68 Tahun 1999 iil meniadi dasar acuan peran
serta masyarakat dalam berbagai peraturan daerah di Kota
Malang.
Dukungan langsung terhadap peran serta masyarakat
kembali bergulir ketika pemerinah pusat kembali memperkuat
partisipasi masyarakat dengan keluarnya PP No. TL Tahun
2000 tentang Tata Caru Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat
dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. PP ini merupakan peraturan
pelaksana dari Pasal 41 Ayat 5 dan Pasal42Ayat 5 UU No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

Pada dasarnya PP ini bertujuan untuk memfasilitasi partisipasi

masyarakat dalam penyelenggaraan negara sekaligus menggairahkan fungsi kontrol masyarakat terhadap tindak pidana

korupsi.
Dukungan langsung pemerintah pusat terhadap partisipasi
masyarakat dalam pemerintahan daerah diatur pula dalam PP
No. 20 Tahun 2001, tentang Pembinaan dan Pengawasan atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. PP tersebut mengakui
adanya partisipasi masyarakat dalam bentuk pengawasan
masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Dalam ketentuan umum PP ini disebutkan bahwa pengawasan
masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat. Pasal 18 Ayat L menyatakan bahwa secara perorangan
maupun kelompok dan atau organisasi masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Ayat dalam pasal yang sama menyatakan bahwa pengawasan dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung,
baik lisan maupun ternrlis berupa permintaan keterangan, pemberian informasi, saran dan pendapat kepada pemerintah, pemerintah daerah, dewan perwakilan rakyat daerah dan lembaga lainnya sesuai dengan tata cara yang ditetapkan dalam
peraturan perundangan.
Partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah terus
menguat ketika partisipasi masyarakat dalam perencanaan
pembangunan daerah juga diatur dalam UU No. 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Salah satu tujuan sistem perencanaan pembangunan nasiond

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

adalah mengoptimdkan partisipasi masyarukat, bahkan partisipasi masyarakat disebut sebanyak 4 kali dalam UU ini dan

2 l,;.h penyebutan tentang "mepgikutsertakan masyarakat.'


Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah ini dilakukan dalam bentuk musyawarah perencanaan
pembangunan (musrenb*g). Di daerah, setidak-tidaknya dinyatakan dengan lugas dalam UU ini bahwa rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) dan rencana kerja satuan kerja perangkat daerah (Renja-SKPD) disusun dengan mendorong partisipasi masyarakat.
UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No.
18 Tirhun 1997 tentangPajak dan Retribusi Daerah juga memberikan dukungan terhadap partisipasi masyarakat meskipun
dalam kadar yang terbatas. Kebijakan ini didasari pada pertimbangan bahwa pajak dan retibusi daerah merupakan salah
satu sumber pendapatan daerahyang penting guna membiayai
penyelenggataan pemerintahan daerah. Prinsip-prinsip yang
ditekankan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah demokrasi, peran serta masJarakag pemerataan dan keadilan, dan akuntabilitas serta perhatian atas potensi dan ke-

ragaman daerah. Untuk itu, Pasal 24 Ayat 5 dalam UU ini


menyebutkan bahwa 'peraturan daerah untuk retribusi yang
tergolong dalam retribusi perizinan tertentu harus disosialisasikan terlebih dahulu dengan masyarakat sebelum ditetapkan.'
Berdasarkan ayatki,jelas bahwa UU 34 Tfiun 2000 ini mendukung peran serta masyarakat meski secara terbatas hanya
dalam bentuk sosialisasi kepada masyarakat. Sosialisasi ini di-

246

Bab 5
Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

maksudkan untuk menciptakan pemerintahan yang partisipa-

tif, akuntabel, dan

transparan.a6 Adapun ketentuan tentang

caru dan mekanisme dalam pelaksanaan sosialisasi perda tersebut ditetapkan oleh kepala daerah sebagaimana diamanatkan
dalam Lyar. 6 dalam pasal yang sama.aT
Selain berbagai peraturan perundang-undangan yang terbit di era reformasi, sebenarnya pemerintah pusat juga telah
mengatur persoalan partisipasi masyarakat sebelum era reformasi. Peraturan tersebut adalah PP No . 69

Tahunl996 tentang

Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara

ini merupakan peraturan pelaksana dari Undang-UndangNo. 24Tahrn


Peran Serta Masyarakx Dalam Penataan Ruang. PP
'19 92

tettang Penataan Ruang. Undang-undang tersebut mengharuskan adanya parrisipasi masy amkatdalam penataan ruang
yang dijelaskan lebih lanjut dalam PP No. 69 Tahan 1,996.
Meskipun PP ini disahkan sebelum era reformasi, namun sampai kini masih tetap berlaku dan belum digantikan dengan
peraturan baru.?ada intinya, PP ini mengatur peran serta masyarakat dalam penataanruang, baik di wilayah nasional, pro-

Maksud dari sosialisasi Perda tentang Retribusi Perizinan Khusus ini


terdapat dalam Penjelasan ayat tersebut. Adapun yang dimaksud dengan
masyarakat dalam ayat tersebut mencakup antara latn asosiasi-asosiasi

di daerah, LSM, dan Perguruan linggi.


Di Kota Malang, secara normatif belum ada ketetapan Kepala Daerah
yang mengatur tentang sosialisasi ini.

247

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

vinsi, maupun kabupaten atau kotamadya (kini kota). Dalam


Pasal 2 PP tersebut diatur bahwa masyarakat berhak untuk
berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. MaEarakat berhak pula mengetahui secara terbuka rencana tata
ruang wilayah, rencana tata ruang kawasan, dan rencana rinci
tata ruang kawasan. Masyarakat juga berhak menikmati ruang
dan atau pertambahan nilai ruang fibat penataan ruang. Hak
terakhir masyarakat yang diatur dalam PP tersebut adalah
memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai
dengan rencana tata ruang. Dibandingkan beberapa PP lain
yang memberi kesempatan peran serta masyarakat ddam proses pemerintahan, PP No. 69 Tahun 1,996 inr menyediakan
rincian bentuk partisipasi masyarakat yang lebih lengkap, seperti pemberian masukan bagi arah pengembangan wilayah,
identifikasi potensi dan masalah pembangunan, dan perumusan perencanaan tata ruang wilayah. Bentuk partisipasi lainnya
adalah pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyusunan strategt pelaksanaan pemanfaatan
ruang serta pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana
tata ruang wilayah. Bentuk partisipasi lainnya adalah kerjasama
dalam penelitian dan pengembangan atau dalam bentuk tenaga
ahli (Pasal 15). Secara keseluruhan, PP ini memberikan peluang
masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses perenslnaan,
pelaksanaan, pengawasan dan penerimaan manfaat dari pe-

248

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

nataan ruang. Berdasarkan Pasd, 27, ketentuan tentang tata


cara peran sefta masyarakat di daerah kabupaten/kota akan

diatur oleh Menteri Dalam Negeri. Selanjutnya dalam Pasal


28 Lyat2 dijelaskan bahwa pelaksanaan peran serta masyarakat
dalam penataan ruang di daerah dikoordinasi oleh kepaladaerah termasuk pengaturannya pada tingkat kecamatan sampai
dengan desa.
Permendagri No. 8 Thhun L998 tentang Penyelenggar^ n
Penataan Ruang di Daerah mengatur tentang peran serta masyarakat dan kewajiban kepala daerah dalam mengikutsertakan
masyarakat dalam penyelenggar aan penataan ruang. Tentang

tata caraperan serta masyarakat selanjutnya diatur lebih rinci


dalamPermendagriNo. 9 Tahun L998 tentangThta CaraPeran
Serta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Thta Ruang di
Daerah. Permendagri No. 9 Thhun 1998 tersebut merupakan
pelaksanaan Pasal24 dar 27 Peraturan Pemerintah Nomor
69

Tfiun

L996 tentartg Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta

Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakatdalam Penataan


Ruang.

Yang dimaksud peran serta masyarakat dalam penataan


ruang pada Permendagri tersebut adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan masyarakat
sendiri untuk bepartisipasi dalam penyelenggar aan penataan

ruang. Masyarakat sendiri dibatasi pada pengertian orang-seorang, kelompok orang, termasuk masyarakat hukum adat,

atau badan hukum. Pasal 6 Permendagri tersebut mengatur

249

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

pelaksanaan peran serta masyarakat dalam tiga hal, yakni dalam proses perencanaan tata ruang wilayah, dalam rencana

rinci tata ruang kawasan, dan dalam penetapan RTRW


Peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata
ruang wilayah dapat berbentuk pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilay"h y"rg akan dicapai. Bentuk lainnya adalahpengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunarq termasuk bantuan untuk memperjelas hak
atas ruang di wilayah termasuk perencanaan tata ruang kawasan. Bentuk berikutnya addah pemberian masukan dalam
merumuskan perencanaan tata ruangwilayah serta pemberian
informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam penyustuum strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah. Bennrk

terakhir adalah pengajuan keberatan terhadap rancangan


RIRW Peran serta masyarakat dalam penyusunan rencana rincr tata ruang kawasan dapat berbentuk pemberian kejelasan
hak atas ruang kawasan. Bentuk lainnya adalah pemberian
informasi, saran, pertimbangan" atau pendapat dalam penyusunan rencana pemanfaatanruang. Bentuk yang terakhir adalah pemberian tanggapan terhadap rancangan rencana rinci
tata ruang kawasan. Penyampaian saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau masukan dalam proses pe-

rencanaan tata ruang wilayah dilakukan secara lisan atau ternrlis kepada kepala daerah. Pelaksanaan peran sera masyarakat
dalam penetapan RTRW koa dilakukan dengan cara penyampaian saran, pertimbangarq pendapag tangapan, keberatan, atau
masukan yang dilakukan secara lisan aau ternrlis kepada DPRD.

250

Bab 5

Struktur Sistemis dalam Sistem Partisipasi Masyarakat

Peran kepala daerah terhadap peran serta masyarakat da-

lam perencanaantata ruang dapat diidentifikasi menjadi tiga


hal sesuai Pasal 10 pada Permendagri No. 9 Tahun 1.998 tel.
sebut. Putamarkepala daerah mengumumkan rencana penyusunan atau penyempurnaan rencana tata ruang kepada masyarakat setempat. Kedua, kepala daerah menerima dan memerhatikan saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan
atau masukan yang disampaikan oleh masyarakat dalam proses
perencanaan tata ruang. Krtigorkepala daerah menindaklanjuti
saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau
masukan untuk dijadikan pertlnbangan dalam penetapan rencanatata ruang.
Dengan mempertimbangkan PP No. 69Tahun'1.996 merupakan pelaksanaan dari W No. 24 Tfiun 1992 tentang
Penataan Ruang maka dapat dihitung bahwa ketentuan pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penata:rn ruang di
daerah yang berupa PP baru keluar setelah 4 tahun dari UU
yang memerintahkannya. Selanjutnya Permendagri yang menjadi pelaksanaan dari PP No. 69 Tahun 1996 tercebut baru
keluar setelah 2tahan. Dengan demikian, berarti secara total
dibutuhkan waktu 6 tahun sejak W No. 24 Thhun t992yang
memberi peluang partisipasi masyarakat sampai keluarnya Permendagri No. 9 Tahun 1998 sebaguperaturan pelaksana yang
menjadi acuan bagi daerah untuk melibatkan masyarakat dalam
proses penataan ruang.
Dengan melihat apa yang dipaparkan tentang berbagai
ketentuan peraturan yang mengatur partisipasi masyarakat di

251

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

era reformasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dalam berbagai aspeknya telah didukung
oleh pemerintah pusat. fupek partisipasi yang diatur tersebut,
antara lain partisipasi dalam bentuk pelaksanaan hak informasi
masyarakat, partisipasi dalam pengawasan, partisipasi dalam
perencanaan pembangunan, dan partisipasi dalam menentukan

wakil masy aral<atdalam penyelenggara pemerintahan daerah.


Secara umum dapat dikatakan bahwa dukungan pemerintah
pusat terhadap partisipasi masyarakat dalam pemerintahan
daerah terus meningkat di era reformasi ini. Pada dasarnya,
peningkatan partisipasi masyarakat ini terjadi karena hendak
mencapai tujuan teftentu, yakni pencapaian tujuan-tujuan pemerintahan. Adanya tujuan yang hendak dicapai ini menandakan bahwa peningkatan terjadi dalam pola goal seeking.Penyempurnaan UU No. 22 Thhun 1999 menjadi UU No. 32
Tahun 2004 yang memasukkan misi efisiensi dan efektivitas
pemerintahan daerah selain peningkatan peran serta masyarakat memperkuat terjadinya pola perilaku dinamis tersebut.
Dengan demikian, struktur sistemis dukungan pemerintah
pusat ini adalah balanci,ng (penyeimbangan).

252

Skenario
Pengembamgan

Partisipasi
&fasyatrakat
da[am
Pemerfrntaham

Daerah

253

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

una memperoleh pemahaman yang utuh atas ber


operasinya suatu sistem dibutuhkan gambaran
lengkap tentang sistem tersebut, untuk itu berbagai
subsistem yang telah dijelaskan secara terpisah-pisah pada
bagran sebelumnya diintegrasikan sebagai satu kesatuan model.
Penielasan subsistem secara terpisah tersebut tidak berarti bah-

wa subsistem tersebut berialan sendiri atau mandiri dari subsistem yang lain. Pada dasarnya, setiap subsistem membentuk
satu kesanran utuh berupa sistem partisipasi masyarakat. Penjelasan secara terpisah setiap subsistem dimaksudkan untuk
membahas secara lebih rinci tentang berbagai kejadran(euentsl
dalam subsistem tersebut sehingga dapat ditarik kesimpulan
tentang pola (panern) dan struktur sistemis (systernic structure) darl. setiap subsistem. Pemahaman yang tepat terhadap
pola dan stnrktur sistemis dari setiap subsistem tersebut dibutuhkan bagi penyediaandatadalam simulasi model yang akan
dilakukan. Akan tetapi, pemahaman utuh tentang sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah tentu tidak
dapat diperoleh dengan sendirinya dari membaca diagtam
pengaruh setiap subsistem tersebut. Untuk itu diperlukan gambaran utuh tentang sistem partisipasi masyarakat tersebut agar
lebih mudah dibaca secara utuh sehingga diperoleh pemahaman lengkap atas beroperasinya sistem partisipasi masyarakat
ini. Gambaran utuh diperoleh dengan cara mengintegrasikan
semua subsistem meniadi satu sistem yang lebih besar sebagiimana dapat dilihat dari diagram simFal berikut ini.

254

Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah

Untuk kepentingan simulasi.model, diagram simpal kausal


diagrarnlcLD) atau model pengaruh sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah yang telah disusun sebelumnya selanjutnya dikonversi menjadi model simulasi atatyangbiasa disebut pula dengan diagram stok aliran
(stoch flow di.agramlsFD). Dua diagram atau model ini pada
dasarnya adalah satu model yang sama dengan dua bahasa
yang berbeda. Konversi model dibutuhk an agar diagram simpal
kausal dapat dioperasikan dalam bahasa komputer. Program
komputer yang digunakan adalah Powersim. Meskipun demikian, dalam proses penyusunan dua model tersebut (CLD 6a
SFD) proses validasi (model testing) tetap dilakukan guna
menghasilkan model yang sahih.
Setelah diagram simpal kausal diyakini kesahihannya melalui validasi struktur dan model simulasi diyakini kesahihannya melalui validasi kinerja maka tahapan berikutnya dapat
dilanjutkan. Thhapan tersebut meliputi analisis pengungkit dalam sistem melalui uji sensitivitas dan penyusunan alternatif
kebijakan pengembangan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah. Dengan mengacu pada hasil perhitungan uji
sensitivitas maka diketahui bahwa dalamsistem partisipasi masyarakat,dalam pemerintahan daerah pengungkit merupakan
variabel peran elit lokd. Sementara itu, dukungan pemerintah
pusat memiliki daya ungkit yang paling sensitif kedua bagi
sistem secara keseluruhan.
(cawsal loop

255

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

by@oPoU&@

trsffiPffisb
l,l6gm@ Ke@dn8e

Publ&

\\

l\

P@da@ !,ftq@kd
@gP@ilteh6
Drftn

\-

\l

t)
/l

\/.

ffi'

b8

FEtbiai
P@h

frrnba Panbbai
b8 DPRD

Gambar 12 Diasram

t,tn:ffffiS"#Jrsisipasi

Masyarakat dalam

Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakatdalam Pemerintahan Daerah

Uii sensitivitas dilakukan tidak untuk kepentingan prediksi

di masa depan, namun


lebih bermakna sebagai upaya untuk memahami sistem partisipasi masyankat dalam pemerintahan daerah dengan lebih
baik. Pemahaman sistemis yang baik ini berguna bagi penyusunan dternatif kebijakan pengembangan partisipasi masyasecara tepat tentang apa yang terjadi

rakat dalam pemerintahan daerah. Dengan mengacu pada pemahaman tersebug alternatif kebijakan akan dipusatk an pada
dua variabel y"tg memiliki daya ungkit tertinggi, yakni peran
elit lokal dan dukungan pemerintah pusat terhadap partisipasi

masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.


Variabel dukungan pemerintah pusat merupakan hasil dari
dinamika sistem di luar sistem partisipasi masyarakat dalam
tingkatan lokal sehingga dalam model simulasi variabel ini diformulasi dalam bentuk konstanta. Saran kebijakan yang dapat
diberikan berupa peningkatan kebijakan partisipasi oleh pemerintah pusat dalam berbagai bentuknya. Pemahaman yang
baik tentang sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan
daerah dapat dilakukan pula dengan melengkapinya melalui
pemahaman yang didasarkan pada archegpe (model baku)
dari sistem tersebut. Melalui model baku ini dapat dijelaskan
dengan baik mengapa peran elit lokal dan dukungan pemerintah pusat menjadi pengungkit bagi sistem secara keseluruhan. Bahasan berikutnya dipusatkan pada model baku ini.
Diagram simpal kausal yang telah disusun melibatkan banyak variabel yang berinteraksi satu sama lain. Selain melibatkan banyak variabel, diagram simpal kausal tersebut juga me-

257

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

libatkan banyak simpal yang memang benar-benar terjadi sesuai


dengan dinamika nyata. Dengan membaca diagram tersebut
akan diperoleh gambaran tentang betapa komplelanya sistem
partisipasi masyarakat. Hal itu tentu agak berbeda jika dibandingkan dengan membaca diagram yang tampak ielas model
baku atau pola dasarnya (archetype). Model baku atau pola
dasar menyaiikan kesederhanaan dalam memahami komplek-

ini berangkat dari jalur yang


berbeda dengan metode yang digunakan ddam membentuk
sitas sistem. Oleh karena kajiatt

model baku maka kajian ini menghasilkan diagram simpal kausal yang lebih rumit. Meskipun demikian, diagram yang baik

adalah diagranr yang sesuai dengan dunia nyata.IGjian ini


telah menghasilkan diagram seperti itu, tetapi guna memperoleh pemahaman yang lebih baik sesuai model baku sistem
yang ada maka diagram simpal kausaltadi diupayakan menjadi
diagram yang lebih sederhana. Mengenai hal ini, Coyle menyebutnya dengan "diagrams at a more agregated leuel."l
Pedoman yang menjadi batu pijakan untuk melakukan
langkah penyederhanaan ini antana lain tetap memerhatikan
tujuan dari sistem yang telah dibangun, sifat simpal, sifat interaksi antarvariabel, serta keberadaan aktor-aktor yang terlibat
dalam sistem. Hal lain yang harus diperhatikan adalah konsistensi jenis variabel apakah endogenous ataukah exogenous ua-

Robert Geoffrey Coyle. System. d.ynamics mod.elling: a practical approach. (London: Chapman E Hall,. 7996),pp.4043.

258

Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah

riable dalam batas-batas sistem yang dibangun. Pengelompokan


variabel dimungkinkan untuk dilakukan sehingga memunculkan variabel baru sepanjang memang mewakili variabel-va-

riabel yang tercakup serta tidak mengubah sifat simpal awal.


Dengan memerhatikan hal ini, untuk memberikan penjelasan
atas sistem secara lebih sederhana maka dihasilkan diagram
simpal kausal seperti dalam gambar. Untuk kepentingan analisis
sistem dinamis dan ketepatan dalam melakukan simulasi dan
menghasilkan pengungkit maka diagram simpal kausal awal
yang digunakan sebagai basis konversi menjadi diagram stok
aliran atau model simulasi.
Dukungan

pmerintah
pusat

Dukungan
penyelenggara
pemerintahan
daerah

Pembelajaran
partirlpaei

Gambar 13 Model Baku Batas Pertumbuhan dari Sistem Partisipasi


Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah

259

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Dalam gambar tersebut tampak bahwa diagram simpal


kausal dari sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan
daerah memiliki model baku batas pernmbuhan (limits to
grouth). Model baku ini menuniukkan bahwa pertumbuhan
partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah di era reformasi ini akan menghadapi batas-batas perhrmbuhan yang
menghalangi kemajuan dan pernrmbuhan partisipasi yang telah
terjadi. Ini berarti bahwa pertumbuhan partisipasi tidak akan
berlangsung secara eksponensial. Model baku ini terdiri atas
dua simpal dasar yang berinteraksi sedemikian rupa sehingga
muncul keseimbangan dalam sistem. Ada simpal yang bersifat
positif karena memiliki reinforci.ng feedback dan ada simpal
yang bersifat negatif karena memiliki balancing feedback.
Simpal yang menunjukkan adanya umpan balik penguatan
ditunjukkan melalui interaksi positif antara partisipasi masyarakat dengan pembelajaran partisipasi masyarakat. Aktivitas
partisipasi masyarakat memberikan kesempatan belajar yang
sangat baik bagi masyarakat ddanr berpar-tisipasi, memahami
manfaat partisipasi, sekaligus memahami pemerintahan daerah
sehingga akan semakin meningkatkan kesiapan masyarakat
dalam berpartisipasi. Kesiapan masyarakat dalam berpartisipasi
menunjukkan kondisi pemahaman yang baik tentang p4rtrsipasi dan pemerintahan daerah serta kesiapan masyarakat untuk
menyediakan sumber dayayang dibutuhkan dalam berpartisipasi. Pembelajaran partisipasi ini mendorong peran berbagai
organisasi lokal sebagai wadah partisipasi masyarakat. Meskipun partisipasi dapat dijalankan oleh perorangan, namun efek-

260

Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah

tivitas pencapaian tujuan partisipasi dapat dicapai melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Meningkatnya peran organisasi

lokal semakin memperkuat partisipasi masyarakat sehingga


terjadi peningkatan partisipasi masyarakat. Simpal ini jelas me-

nunjukkan umpan balik yang terus memperkuat partisipasi


masyarakat.

Simpal yang menunjukkan adanya umpan balik penyeimbangan diawali dengan interaksi partisipasi masyarakat
dengan elit lokal. Meningkatnya partisipasi masyarakat berarti
meningkat pula keterlibatan masyarakat dan pengaruhnya
dalam proses kibijakan publik. Hal ini tentu akan mengurangi
peran elit lokal dalam memengaruhi kebijakan daerah. Semakin
besar partisipasi masyarakat, semakin kecil peran elit lokal.
Untuk mempertahankan kepentingannya maka elit lokal ini
memengaruhi penyelenggara pemerintahan daerah baik DPRD
maupun pemerintah daerah untuk mengurangi atau menahan
laju dukungan terhadap partisipasi masyarakat. Jika hal ini
terjadi maka akan terjadi umpan balik penyeimbangan tersebut.
Selain itu, umpan balik penyeimbangan juga terjadi karena
kehadiran kondisi yang membatasi dukungan penyelenggan
perherintahan daerah terhadap partisipasi masyarakat. Pada
dasarnya, ketentuan tentang penyelenggaraan pemerintahan
daerah telah diatur dalam berbagai kebijakan pemerintah
pusat. Di era reformasi pemerintah pusat dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkannya telah memilih untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah. Selain berupaya meningkatkan, pengaflu-

261

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

an tentang partisipasi ini juga untuk membatasi partisipasi pada

kadar tertentu. Hal ini dilakukan untuk menjamin terselenggaranya partisipasi masyarakat ddam batas-batas tertentu. Hal
ini tentu menjadi pedoman bagi daerah untuk memberi ruang
partisipasi masyarakat sesuai koridor yang diberikan. Tentu
saja hal ini juga memberikan umpan balik penyeimbangan bagi
sistem partisipasi masyarakat.
Dalam model baku batas-batas pernrmbuhan ini terjadi
proses penguatan Qei,nforcernent) parisipasi masyarakat yang
terjadi karena berupaya mencapai tuiuan-tuiuan yang dikehendaki. Proses ini memperoleh keberhasilan dalam mencapai
tujuannya sehingga kembali memperkuat partisipasi masyarakat. Di sisi lain proses ini membawa dampak sampingan lain
yang menahan laiu keberhasilan tersebut, yakni berkurangnya
peran elit lokal dalam proses kebiiakan daerah. Hal itu tentu
mengganggu kepentingan elit lokal sehingga elit lokal ini berusfia mempertahankan kepentingannya dengan upaya menahan laiu partisipasi masyarakat. Terahannya laju keberhasilan
dalam proses partisipasi juga disebabkan oleh adanya kondisi
pembatas (constraint) seperti dukungan pemerintah pusat. Bagi
daerah, fakor ini merupakan konstanta karena berupa ketentuan normatif y*g mengatur batas-batas partisipasi masyarakat yang dapat dijalankan dalam pemerintahan daerah.
Secara umum, perilaku dinamis (behauiar oua ti.mel dari sistem
partisipasi masyarakat ini dapat dilihat dari gambar berikut
ini.

262

Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakatdalam Pemerintahan Daerah

1020o40
Time

Gambar

4 Perilaku

Tru"tS:T B:!;H*,

Masyarakat dalam

Dengan memahami model baku sistem ini, hasil yang


dapatdipetik adalah adanya konsistensi dengan hasil uji sensitivitas yang menghasilkan pengungkit sistem dalam variabel
peran elit lokal dan pentingnya variabel dukungan pemerintah
pusat bagi dukungan DPRD dan pemerintah daerah terhadap
partisipasi masyarakat. Posisi peran elit lokal dan dukungan
pemerintah pusat berada dalam simpal yang memiliki umpan
balik penyeimbang. Hal ini sesuai dengan apayangdiungkap
oleh Senge bahwa "leuerAge lies in tbe balancing loop - not
the reinforcr.ng loop. To change the behauior of the system,
you must identify and change the li.miti.ng factor."2
Penjelasan teoretis dari hasil analisis tersebut dapat diawali
dengan mencermati pandangan berbagai stakeholder tentang

Peter

M.

Senge,

op.cit., p. 101.

263

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

efektivitas partisipasi serta posisi mekanisme partisipasi aktual


dalam lad.d.er of empowermmt dari Burns, Hambleton 6c Hogget. Beberap a stakeholder dapat dikategorikan berpandangan
bahwa partisipasi masyarakat yangberjalan belum efektif karena belum memberikan kendali nyata bagl masyarakat dalam
proses kebijakan. Hal tersebut juga didukung dengan posisi

mekanisme partisipasi masyarakat yang belum mencapai


deniatcitizen control. Kondisi partisrpasi masyarakat ini mirip
dengan apayang digambarkan oleh Denhardt & Denhardt
'sebagai
"...too little attention is paid to citizens participating
in gouernment decision rnaking and the actual seruice deliuery.'a Dalam hal ini, anggota DPRD dan pejabat pemerintah
daerah memandang bahwa partisipasi yang sedang berlang:sung
telah dianggap efekif, sedangkan posisi partisipasi masyarakat
masih jauh dari derujat kendali warga membenarkan kondisi
yang digambarkan oleh Denhardt 6c Denhardt tersebut. Memang terlalu kecil perhatian yang diberikan bagi partisipasi
masyarakat dalam proses pembuatan keputusan pemerintahan
dan pelayanan kepada masyarakat.
Pada dasarnya, partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah di Koa Malang memang belum mencerminkan kondisi pembuatan keputusan oleh masyarakat atau pembuatan
keputusan yang benar-benar mencerminkan kepentingan

Janet Vinzant Denhardt and Robert B. Denhardt. The New Public Seruice: Sming Not Steaing. (New York: M.E. Sharpe, 2003). P. 115.

Bab 6
Skenario Pengembangan Paftisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah

masyarakat. Situasi ini menunjukkan kondisi masyarakat masih


berada dalam taraf pengerctanlow ci.ti,zenshi.p dan belum sam-

pai pada taraf pengeman hi.gh ci.ti.zenship atau acti.ue citizenship.DaIam loou ci.ti.zenshzp diasumsikan adanya "a bierarchical distribution of awthori.ty, with the greatest power wielded
by those 'at the top' and liale power exercised by otbers."a
fuumsi ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam distribusi
wewenzrng dalam pemerintahan ketika kekuasaan terbesar terletak di tangan elit yang berpengaruh sementara kekuasaan
yang lebih kecil dijalankan oleh pihak lainnya (dalam hal ini
adalah masyarakat).
Dalam kondisi lout citizenshi.p, dapat dipahami mengapa
peran elit lokal menjadi pengungkit dalam sistem partisipasi
masyarakat ini. Selain itu, dapat dipahami pula mengapa
dukungan pemerintah pusat memiliki pengaruh besar pula bagi
kinerja sistem partisipasi masyarakat. Baik elit lokal maupun
pemerintah pusat memiliki pengaruh besar terhadap penyelenggara pemerintahan daerah, yakni pemerintah daerah dan
DPRD, dalam mendukung partisipasi masyarakat. Keberadaan
elit lokal, pemerintah pusat dan penyelenggara pemerintahan
daeruh dalam satu simpal yang sama menunjukkan pengaruh
kekuatan hierarki dalam penyelengg araan pemerintahan daerah. Dengan demikian, sistem partisipasi berada dalam pengaruh politik kekuasaan (power politics) sebagaimana digam-

lbid., p. 49.

265

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

barkan oleh Denhardt, 6c Denhardt bahwa 'l...actually pouer

politics, largely concemed with actiuities of leaders, offi.ciak


and other pouter holders in soci.ety."s Dalam situasi politik kekuasaan memang perhatian yang besar dalam proses pemerintahan dicurahkan pada akivitas dari para pemimpin, pejabat, dan pemegang kekuasaan lain dalam masyarakat. Dengan
demikian, pengaruh kekuatan hierarki pemerintahan yang
begitu sensitif bagi kineria sistem dapat dipahami jika sistem
berada dalam situasi demikian.
Gambaran pengaruh masyarakat drlam situasi low citi'
zenship juga diberikan oleh Timney bahwa meskipun masyarakat diberi peluang untuk memberikan masukan dalam proses
kebijakarq namun saran masyarakat ini jarang sekali mengubah
hasil dari proses tersebut karena pada umumnya keputusan
penting telah diambil sebelumnya. Dengan tegas Timney mengungkapkanz "ahhough citizms are gi.um the opportunity to
prouide Wu4 their sugestion rarely change the outcome of
trocess because the most ui.ti.cal decisions baue usually been
made already."5 Selain itu Timney juga mengungkapkan betapa

Ibid.
Mary M. Timney. oQyslseming Administrative Barriers to Citizen Participation: Citizens as Partners, notAdversaries" in Cheryl Simrell King
and Camilla Stivers. Gouemment is Us: Public Administration in an
Atztigoaemmmt Era. flhousand Oaks, California: Sage Publications,

1.99U.n9s.

266

Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah

besar pengaruh hierarki dalam pemerintahan daerah sehingga

kualitas partisipasi sering kali berkurang karena belum mencapu authentic parti.ci.pati.on maupun ci.tizen control. Timney
menulis sebagai berikut.
*The

reality of the public partici.pation process rurely rueets the plornise


of democracy. Public input i.n admini.stratiue decision is likely to be so'
lici.ted only after administrators and selected consultants haue defined
the problems and. d.eueloped proposed solutions." (Realitas Proses
partisipasi masyarakat jarang sekali memenuhi apa yang dijanjikan oleh
demokrasi. Masukan masyarakat dalam keputusan pemerintahan biasanya diminta hanya setelah para pejabat dan konsultan yang diangkat

telah menentukan masalahnya dan mengembangkan solusi yang


dikehendafi).

Kondisi low ci.ti.zenship yangberada dalam ruang politik


kekuasaan ini tentu tidak menguntungkan bagr terciptanya administrasi publik yang demokratis. Untuk itu perlu mengubah
kondisi ini menjadi bigh (acti.ue) ci.tizenship yangberada dalam
ruang politik partisipasi. Hi.gh citizenship berusumsi adanya
oa
utide di.stribution of power and awthority and uieut citizens
as shari.ng equally i.n the exercise of authority.'{ Dalam hal ini
high citizenshlp membutuhkan distribusi kekuasaan dan wewenang serta memandang warga untuk berbagi kuasa secara setara
dalam menjalankan pemerintahan.

7
8

Ibid.
Denhardt &, Denhardt, op.cit.

267

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Untuk mencapai higb citi.zens&ap diperlukan politik partisipasi yang ditandai dengan kondisi "ordinary citi.zens engage in dialogue and discourse concetntng the di.recti.ons of
soci.ety and act based on moral principles such as those associated with the term ciui.c uirtwes.T Dalam politik partisipasi,
wargabiasa terlibat dalam dialog dan diskusi yang berkenaan
dengan arah pemerintahan yang dikehendaki oleh masyarakat
dan bertindak atas dasar prinsip-prinsip moral seperti yang
diasosiasikan sebagai suatu kebaiikan. Saran lain untuk mencapai politik partisipasi disampaikan pula oleh King 6c Stivers
yang menyatakan bahwa "democrati.zing public adtninistration means creati.ng the conditions under which citi.zens and
pwblic seruants can ioin in deliberating about, deciding" and
i.mplementing the work of public agencies."7o Politik partisipasi
dapat dicapai melalui demokratisasi administrasi publik dengan
menciptakan kondisi yang memungkinkan terjadinya keriasama antara watga dengan birokrat pelayanan publik ddam
membahas rencana, mengambil keputusan, dan menjalankan
pekerjaan-pekerjaan badan-badan publik.
Dalam prinsip demokrasi pada pemerintahan daerah, Box
dengan tegas menyatakan bahwa "the best public poli.cy deci-

ibid.

10 Cheryl Simrell King and Camilla Stivers. Gouqntnent i.s Us: Public Ad.tninistration in an Anti-gouernment Era. (Ihousand Oaks, California:
Sage Publications, 1998). P. L95.

268

Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah

sions a.re those resuhtng from public Access to information and


free and open discussi.on rather than preferences of elite groups

or deli.berati.on limi.ted to elected representati.ues."ll Dengan


pernyataan yang menggambarkan teoi ci.ti.zen gouernance teysebut, dengan tegas Box mengungkapkan bahwa partisipasi
masyarakat merupakan keterlibatan masyarakat dalam proses
kebijakan daerah. Kondisi demokratis lebih tercipta dalam keterlibatan langsung masyarakat daripada melalui kelompok
elit tertentu ata:u para wakil masyarukat.
Untuk mencapai kondisi actiue citizenship yang menun-

jukkan adanya partisipasi nyata dalam pemerintahan daerah


dibutuhkan langkahJangk"h y*S memungkinkan terjadinya
dua hal. Pertama,menyangkut peningkatan kualitas partisipasi
masyarakat dalam mekanisme partisipasi yang telah tersedia.
Kedua, berkenaan dengan peningkatan derajat partisipasi
hingga mencapai taraf partisipasi ideal, yakni citizen control.
Dua langkah ini dapat dijelaskan secara lebih rinci melalui
simulasi dengan memanfaatkan hasil analisis sistem dinamis
yang telah dilakukan.
Dengan memahami posisi peran elit lokal sebagai pengungkit dan dukungan pemerintah pusat sebagai constrai.nt
maka upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pemerintahan daerah seyogyanya dapatdilakukan melalui dua

11 Richard C. Box. Citizen gouervamce: Leadi.ng American communities


into the 2Le century. (Thousand Oala: Sage Publications. 19981, p-20

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

cara. Cara pertama dengan melakukan perubahan pada faktor


pengungkit yakni peran elit lokal karena pengungkit mempunyai keistimewaan dengan perubahan kecil saia dapat membawa perubahan besar terhadap sistem. Cara kedua adalah
dengan mengurangi batas-batas partisipasi yang terdapat dalam
constraint, yakni dukungan pemerintah pusat sebagaimana
diungkapkan oleh Senge "dan't push grouth; rernoue the factors limiting the grouth.'l2 Saran yang diajukan oleh Senge
tersebut bermakna bahwa untuk meningkatkan kinerja suatu
sistem maka langkah yang harus dilakukan bukannya menekan
pernrmbuhan atau simpal reinforcing, namun justru dengan
meniadakan faktor-faktor yang membatasi pertumbuhan dan
berada dalam simpal balancing (penyeimbangan). Dengan melihat model baku batas pernrmbuhan sistem partisipasi masyarakat dalam Gambar 15 mat<a diketahui bahwa faktor pembatas tersebut merupakan dukungan dan pemerintah pusat.
Untuk mengurangi peran elit lokal tidak berarti dengan
meniadakan sama sekali elit lokal. Hal ini tidak mungkin dilakukan karena munculnya elit lokd merupakan hasil dari pertarungan bisnis dalam pasar persaingan (bag elit lokal ekonomi) dan merupakan hasil pertarungan kekuasaan (bagi elit lokal
politik). Pada dasarnya, elit lokal akan muncul dengan sendirinya. Selain itu, elit lokal ekonomi juga dibutuhkan oleh penyelenggara pemerintahan daerah untuk meningkatkan per-

12 Peter M.

Senge, op.cit.,

p.95.

270

Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah

tumbuhan ekonomi lokal. Ketersediaan modal investasi dan


kemampuan menggerakkan roda perekonomian berada di
tangan elit lokal ekonomi ini. Untuk itu, langkah yang lebih
memungkinkan adalah dengan membatasi kemampuan elit
lokal untuk memengaruhi dukungan penyelenggara pemerintahan daerah terhadap partisipasi masyarakat. Simulasi yang
dilakukan menunjukkan bahwa dengan melakukan intervensi
kecil (dilakukan dengan perubahan nilai hanya sebesar L%o)
atas peran elit lokal akan mampu mempercepat pencapaian
kinerja maksimal sistem partisipasi masyarakat. Hasil simulasi
tersebut tampak dari gambar di bawah ini. Angka L dalam
garis perilaku dinamis menuniukkan kondisi awal pencapaian
kinerja sistem partisipasi sebelum intervensi, sementara angka
2 dan3 dalam garis tersebut menunjukkan kondisi yang terjadi
apabila intervensi melalui peran elit lokal dijalankan.

10m3040
Time

Gambar 15 Perilaku Dinamis Hasil Slmulasi lntervensi Melalui Peran


Elit lokal
Keterangan: Garis 1: Perilaku dinamis aktual sistem partisipasi
Garis 2: Perilaku dinamis hasil intervensi sebesar 5 %
Garis 3: Perilaku dinamis hasil intervensi sebesar 25 %

271

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Untuk menggunakan peran elit lokal ini sebagai pengungkit, perlu disimak kembali subsistem elit lokal yang menuniukkan bahwa pengaruh elitlokal dapatberkurang jika aktivitas
partisipasi masyarakat yang sebenarnya meningkat. Aktivitas
partisipasi masyarakat ini dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan daerah yang dalam hal ini
secara sirkuler dipengaruhi pula oleh pengaruh elit lokal.
Pengaruh elit lokal dalam proses kebijakan daerah pada dasarnya dapat memengaruhi kepercayaan publik jika masyarakat
mengetahui adanya pengaruh tersebut. Jika masyarakat tidak
mengetahuinya maka semakin minim pengaruh elit lokal dapat
memengaruhi kepercayaan masyarakat pada pemerintahan
daerah. Dengan demikian, pada dasarnya diperlukan semacam
keterbukaan (transparansi) dalam pemerinahan daerah sehingga dapat membatasi pengaruh elit lokal terhadap penyelenggfia pemerintahan daerah.
Pengaruh elit lokal tidak memungkinkan untuk ditiadakan
sama sekali. Keberadaan elit lokal merupakan hasil dari persaingan bisnis dan kekuasaan yang senantiasa ada dalam pasar

persaingan dan sistem politik, namun keberadaannya yang


diiring kekuatan untuk memengaruhi proses kebijakan yang
sangat besar juga tidak menguntungkan bagi partisipasi masyarakat yang otentik. Hal ini tampak dari hasil simulasi dalam
gambar tersebut bahwa dengan melakukan intervensi moderat
(tampak dalam garis 2) akan terjadi percepatan dalam kinerja
sistem partisipasi masyarakat, namun jika dilakukan intervensi
ekstrem dalam pembatasan pengaruh elit lokal maka yang ter-

272

Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah

jadi justru penurunan kinerja sistem.partisipasi masyarakar (sebagaimana tampak dalam garis 3). Dalam hal ini, intervensi

moderat berarti adarryaperubahan sebesar 50/o ates fungsi peran elit lokal terhadap dukungan pemerintah daerah dan
DPRD sementara yang dimaksud dengan intervensi ekstrem
adalah adarrya perubahan sebesar 25o/o xas fungsi peran elit
lokal terhadap dukungan pemerintah daerah dan DPRD. Tentu
saja hasil simulasi dari intervensi ekstrem tersebut cukup
mengeiutkan namun dapat dijelaskan bahwa pada dasarnya
elit lokal memiliki kemampuan untuk memperrahankan eksistensinya. Perjuangan dalam mempertahankan eksistensi akan
memaksimalkan kemampuan elit lokal untuk menggunakan
segala cara dalam membatasi partisipasi masyarakat. Hal ini
sangat mungkin terjadi mengingat ketergantungan banyak aktor yang berada di DPRD dan pemerintah daerah terhadap
elit lokal ini. Untuk itu, hal yang perlu dijalankan dalam optimalisasi kinerja sistem partisipasi masyarakar dalam pemerintahan daerah adalah dengan membatasi pengaruh elit lokal
dalam proses kebijakan, bukannya dengan meniadakan pengaruh elit lokal sama sekali.
Upaya yang dapat dilakukan oleh DPRD maupun pemerintah daerah adalah dengan menyediakan perangkat hukum
maksimal bagi tersele nggar;anya partisipasi masyarakat. Tampaknya, pengaturan setingkat peraturan daerah diperlukan dalam hal ini sebagai peraturan pelalisana dari berbagai peraturan
perundang-undangan yang mendukung terjadinya partisipasi
masyarakat dalam pemerintahan daerah. Ketentuan hukum

273

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

seperti itu, akan lebih menjamin terselenggaranya partisipasi


masyarakat karena akan meniadi dasar hukum bersama bagi
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kepastian hukum tersebut akan membatasi pengaruh elit lokal dalam proses kebi-

iakan daerah.
Selain dengan menegaskan ketentuan tentang partisipaii
masyarakaq iengaruh elit lokal terhadap penyelenggara pemerintahan daerah juga dapat dikurangi dengan menegaskan
terjadiny4 transparansi ddam penyelenggarurrpemerintahan
daerah. Thansparansi ini dapat diwuludkan ddam benok keterbukaan informasi dan keterlibatan masyarakat secara otentik
sejak proses perumusan kebijakan daerah. Sebaiknya genuine
consultation dikembangkan dengan tidak melakukan sosialisasi
semata ketika kebijakan daerah sudah diputuskan. Perumusan
kebijakan daerah yang cenderung tertuhrp merupakan penye-

Untuk
diperlukan perangkat

bab kuatnya pengaruh elit lokal dalam proses kebijakan.

memperkuat posisi keterbukaan ini


hukum maksimal pula dalam pemerintahari daerah. Oleh karena itu, peraturan daerah bagi transparansi pemerintahan daerah diperlukan pula untuk meniamin teriadinya partisipasi
masyarakat yang nyata sekaligus membatasi pengaruh elit lokal
terhadap dukungan penyelenggara pemerintahan daerah atas
partisipasi masyarakat.
Dengan membatasi pengaruh elit lokal ddam proses kebiiakan daerah, sistem partisipasi masyarakat akan mampu
mencapai kinerja mal'rsimd. Selain itu, dukungan penyelenggara pemerintahan daerah baik itu dukungan pemerintah kota

274

Bab 6
Skenario Pengembangan Paftisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah

maupun dukungan DPRD juga akan sampai pada dukungan


maksimal .terhadap partisipasi masyarakat. Meskipun demikian, dukungan maksimal tersebut masih sebatas pada koridor
partisipasi sebagaimana telah diatur oleh berbagai peraturan
yang berasal dari pemerintah pusat. Dengan mengacu pada
hal ini, pembatasan terhadap pengaruh elit lokal tidak akan
menempatkan kinerja sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah pada kategoi citieen control sebagaimana
dimaksud dalam ladder of empowerment dari Burns, Hambleton, 6c Hogget. Untuk itu dibutuhkan pengurangan batasan
dengan mengurangi constrai.nt dukungan pemerintah pusat.
Diperlukan.dukungan pemerintah pusat yang lebih tinggi sehingga memungkinkan terjadinya maksimalisasi dukungan
penyelenggara pemerintahan daerah terhadap partisipasi masyarakat.
Kesimpulan dari diskusi kelompok folans (focus group discussi.on) menunjukkan bahwa baik DPRD maupun pemerintah

daerah senantiasa mengalami dilema apabila berhadapan


dengan keinginan yang baik dalam menyelesaikan persoalan
masyarakat, namun belum ada payung hukumnya. Baik pemerintah daerah maupun DPRD merasa enggan mengambil
,risiko bila melakukan inovasi sendiri, namun pada sisi lain
juga didesak untuk segera mengambil keputusan untuk menyelesaikan persoalan. Sering kali langkah yang diambil kemudian
adalah membiarkan masalah berlanjut dengan mengambil solusi aman saja. Solusi aman ini berarti solusi yang jelas tersedia

payung hukumnya meskipun hal ini tidak benar-benar menye-

275

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

lesaikan masalah.l3 Dengan memahami kondisi ini, dukungan

pemerintah pusat yang lebih tinggi mutlak diperlukan iika


kinerja sistem partisipasi masyarakat hendak dimaksimalkan.

o
6
.CL

9,

E
(!

CL

10

2A

30

40

Time

Gambar 16 Perilaku Dinamis Sistem Partisipasi pada Pra dan

Pascaintelensi Dukungan Pemerintah Pusat dengan Batas Partisipasi


Tetap
Keterangan: Garis 1: Perilaku dinamis aktual sistem paftisipasi
Garis 2: Perilaku dinamis hasil intervensi sebesar 5%
Garis 3: Perilaku dinamis hasil intervensi sebesar 25olo

Simulasi yang dilakukan dengan memberikan intervensi


pada dukungan pemerintah pusat menuniukkan hasil bahwa
dukungan pemerintah pusat dapat mempercepat pencapaian
kinerja sistem partisipasi. Dengan melalukan sedikit interverisi

kecil (sebesar 5o/o') sebagaimana terlihat dalam Gambar L6 maka akan dihasilkan garis perilaku dinamis (garis 2) yang lebih

13 FGD diselenggarakan pada tanggal 3L Desember 2005.

276

Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah

cepat dalam mencapai kinerja maksimal sistem partisipasi seba-

gaimana tampak dalam Gambar L6. Sementara itu, jika intervensi melalui dukungan pemerintah pusat diperkuat lagi maka
kinerja sistem partisipasi masyarakat akan mengalami percepatan yang lebih signifikan. Hal ini tampak dalam garis 3 dalam

Gambar 16 ketika simulasi dilakukan dengan memberikan intervensi sebesar 25o/o terhadap dukungan pemerintah pusat.

Dukungan pemerintah pusat dapat dilakukan dengan menyediakan supervisi yang menjamin partisipasi masyarakat dalam
pemerintahan daerah. Supervisi ini dapat dilakukan dalam berbagu caru antaralain anjuran, pembimbingan, maupun pengawasan. Bentuk yang paling kuat tentu saja pengawasan.
Dengan memberikan dukungan partisipasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang lebih tingg dari peraturan
daerah maka pemerintah dapat melakukan pengawasan dalam
benntklegal reuiew. Dengan demikiarq pemerinah dapat membaalkan peraturan daerah yang tidak disusun melalui partisipasi masyarakat karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggr yang menjamin terja;dinya partisipasi masyarakat.
Selain pengawasan dalam bentuk legal reuiet u,pengawasan
juga dapat dilakukan dalam bentuk merit reui.ew, yakni pemerintah dapat membatalkan suatu kebijakan daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum. Oleh karena partisipasi
masyarakat merupakan cara y anglebih menjamin kepentingan
masyarakat melalui peluang terjadinya aspirasi dan pilihan ma-

277

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

syarakat setempat (local choice and local uoicel maka partisipasi umumnya lebih menjamin masuknya kepentingan masyarakat dalam kebijakan daerah. Dengan bersungguh-sungguh
menjalankan pengawasan atas kebijakan daerah maka sebe-

narnya pemerintah telah mendukung terselenggaranya partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah.
Dukungan pemerintah pusat yang dapat meningkatkan
kualitas partisipasi dalam setiap mekanismenya juga dapat dilakukan dengan mendorong terjadinya transparansi dalam proses kebijakan publik. Meskipun dalam beberapa peraturan
perundang-undangan sebagaimana telah dijelaskan dalam bahasan tentang dukungan pemerintah pusat pada bagian sebelumnya telah disebutkan kewajiban penyelenggara pemerintahan daerah untuk melakukan sosialisasi, konsultasi, dan
dengar pendapat dengan masyarakat tentangisu kebijakan publik tertentu namun umunnya trransparansi publik belum berlangsung secara efekif. Akibatnya, pengetahuan masyarakat
tentang persoalan kebijakan.tersebut masih sangat terbatas.
Dukungan pemerintah dapat ditingkatkan dengan mendorong
adanya peraturan daerah yang secara teknis mengatur tatacara
transparansi kebijakan publik tersebut. Selain mendorong adanya perda yang mengatur tentang transparansi publilq pemerintah juga dapat meningkatkan efektivitas partisipasi masyarakat dengan mendorong pemerintah daerah mengatru persoalan partisipasi masyarakat dalam bentuk peraturan daerah.
Dengan tersedianya peraturan tertinggi di tingkat daerah, pe-

278

Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah

nyelenggaraan pemerintahan daerah yang partisipatif lebih terjamin karena berb agu stakeholder dalan pemerintahan daerah
dapat saling mengontrol dan mengingatkan dalam proses
kebijakan daerah yang partisipatif.

.'2'

'6

,-- -'*2*'"---2

(!

o.

'.4

E
(s

o.

2 ,/'

-a---l-l

71

ns
Time

Gambar l TPerilaku Dinamis Sistem Partisipasi Masyarakat pada .


Intervensi Pemerintah Pusat Melalui Penyediaan Mekanisme Partisipasi
yang tebih Tinggi
Ketenngan: Caris 1 : Perilaku dinamis sistem pada batas stock aktual.
Caris

Perilaku dinamis sistem pada batas sfockyang ditingkatkan.

Selain dengan melakukan intervensi melalui supervisi' pe-

merintah pusat dapat mendukung optimalisasi deraiat partisipasi dengan menyediakan kebijakan yang mendukung tetladinya partisipasi masyarakat pada derajat citizen control.Jrka
hal itu dilakukan maka batas derajat partisipasi telah dilepaskan
sehingga dapat mencapai tingkatan yang lebih tingg. Simulasi
yang dilakukan juga membukikan hal ini. Jika constraintke'
bijakan partisipasi dikurangi dan bahkan partisipasi didukung

279

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

tingg maka kinerja sistem partisipasi


meningkat pada derajat yang lebih tinsg pula. Gambat 17
pada derajat yang lebih

dapat menunjukkan hal tersebut. Garis L menunjukkan kondisi

aktual yang menggambarkan batas partisipasi pada derajat ke


delapan dalam ladderof empowerment. Garis 2 menunjukkan
kondisi yang dapatterjadi jika ada kebijakan pemerintah pusat
yang mendukung partisipasi masyarakat melalui penyediaan
mekanisme partisipasi yang memungkinkan mencapai derajat
yang lebih tingg sampai batas maksimal, yakni citizen control
dalam ladder of empowerrnent.
Dengan mencermati dukungan pemerintah pusat terhadap partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah yang
ada pada saat ini (sebagaimana telah dijelaskan pada bagian
sebelumnya dan dengan membandingkannya dengan ragam
partisipasi yang dijelaskan oleh Norton) dapat diketahui bahwa
mekanisme partisipasi yang disediakan oleh pemerintah pusat
sebatas dua bentuk saja. Pertama, konsultasi dan kerjasama
dengan masyarakat dan kedua e lected member melalaranggota
DPRD dan walikota dan wakil walikota. Dukungan pemerintah pusat ini tidak mencakup referendum bagi keputusan-keputusan strategis &erah dan decmtrali.zation within cities.Dta
bentuk partisipasi yang terakhir tersebut pada dasarnya adalah

280

Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah

bentuk yang memungkinkan terjadinya ci'ti.zen control dalam


denjat partisipasi.
Penggunaan referendum sebagai mekanisme partisipasi
berarti memberikan kesempatan bagi masyarakat dalam pengambilan keputusan dalam kebijakan publik yang bernilai strategis bagi masyarakat. Dengan demikian, dalam proses kebijakan masyarakat tidak hanya dapat memberikan masukan terh"d"p kebijakan tersebut tetapi turut serta dalam memutuskan.
Dengan mempertimbangkan efisiensi pembuatan kebijakan
maka sebaiknya tidak setiap isu kebijakan diputuskan berdasarkan mekanisme referendum. Kebijakan daerah yang bersifat
mengatur tetap dapat berbentuk peraturan daerah atau peraturan kepala daerah namun sebelum disahkan terlebih dahulu
dilakukan penjaringan aspirasi masyarakat, baik berupa jajak
pendapat maupun referendum. Tentu saja referendum bernilai
lebih tinggi daripada jajak pendapat karena referendum bermakna pengambilan keputusan oleh masyarakat. Isu-isu strategis yang perlu diambil keputusannya berdasarkan referendum adalah kebijakan yang menyangkut kepentingan masyarakat secara keseluruhan dan berdampak jangka panjang. Isuisu tersebut meliputi perihal pemekaran wilayah, aneksasi, penataanruang, tukar guling ruang terbuka

28'.,

liiau, impeachment

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

kepala daerah atau wakil kepala daerah yang tidak lagi mendapat kepercayaan masyarakat dan sebagainya. la

Hal senada iuga akan teriadi fika dukungan pemerinah


pusat terhadap partisipasi masyarakat yangadasaar ini dib;dingkan dengan ladde? of empouterment dari Burns, Hambleton, & Hogget. Thnpa adanyadesentralisasi kepada kelompok masyarakat teftentu atas dasar wil ay ah ataufungsi tertentu
maka partisipasi pada derajatci.tizen control idakakan mungkin teriadi. Oleh karena efektivitas partisipasi memang tidak
memuaskan stakehold.eryang ada, pa& dasarnya peningkatan
partisipasi masyarakat tetap dibutuhkan. Guna meningkatkan

la Alan Norton mengungkapkan

dalam bukunya yang berjudul lnternational Handbook of Local and Regional Gouenttnmt: A Comparatiae
Analysis of Adaanr.ed Detnocracies (Cheltenham: Edwar E)ga4 79941
bahwa penggunaan referendum sebagai mekanisme partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah telah dilakukan di berbagai negara
majr:, seperti Amerika Serikaq.Jerman, Swis, dan sebagainya- Pada dasarnya referendum memberikan peluang bagi masyarakat unhrk secara
langsung memunrskan kebiiakan daerah yang bersifat strategrs seperti
penenfiran pajak daerah, pemekaran atau penggabungan daenh, recall

bagpeiabat pemerintah daerah otonom, dan sebagainya. Alan Norton


bahkan menempatftan referenda sebagai mekanisme pertama partisipasi masyarakat dalam tipologi mekanisme partisipasi utama. Nilai strategis referendum dalam tipologi partisipasi masyarakar terletak pada
posisinya yang menempatkan masyarakat sebagai penentu kebijakan
strategis. Hal ini berarti mekanisme ini meletakkan masyarakat dalam
posisi citizen control.

282

Bab 6
Skenario Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah

kinerja sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah dibutuhkan dukungan pemerintah pusat yang lebih besar.
Dukungan ini berupa peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi dari peraturan daerah sehingga dapat dijadikan


sebagai acuan bagi peraturan daerah.
Pada dasarnya pengaturan dalam bentuk undang-undang
memiliki kekuatan hukumyang lebih kuat daripada peraturan
pemerintah maupun peraturan presiden. Namun karena proses
pembuatan undang-undang membutuhkan waktu yang lebih
lama dan proses politik yang lebih nrmit maka pengaturan

partisipasi masyarakat berdasarkan peraturan presiden lebih


mudah dan cepat untuk dilakukan. Keuntungan lain dalam
bentuk perpres ini adalah keluwesannya untuk disempurnakan
pada hal-hal tertentu yang bermasalah dalam penerapannya.
Dengan mendasarkan diri pada semangat demokratisasi dalam
UU No. 32Tahrn2004 serta senurngat reformasi maka perpres
yang mengatur partisipasi masyarakat secara utuh dalam pemerintahan daerah dapat dikeluarkan. Adapun kelemahan dari
pengaturan dalam bentuk perpres ini juga terletak pada keluwesannya tersebut sehingga substansi partisipasi mudah dilikuidasi tanpa pembahasan yang memadai. Dalam hd ini tentu
pengaturan dalam bentuk undang-undang memiliki kekuatan
hukum yang lebih kuat dan lebih tahan lama. Secara umum,
pengambilan keputusan at.rs pilihan bentuk pengaturan ini
membutuhkan pemahaman yang memadai atas sistem dukungan pemerintah pusat atas partisipasi masyarakat. Pemahaman
yang memadai tersebut dapat diperoleh melalui pengkajian

283

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

lain sebagaimana y^ng disarankan sebagai rekomendasi dari


hasil penelitian ini.

Dari segi substansi pengaruran pemerintah pusat yang


Mpxmeningkatkan derajat partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah maka substansi sebaiknya mencakup pula
penyediaan mekanisme partisipasi yang memungkinkan tercapainya derajat kontol masyarakat. Sebagaimana disebutkan
dalam pembahasan sebelumnya bahwa bentuk partisipasi yang
perlu disediakan adalah referendum dan decentralization
within cities. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi hambatan partisipasi yang berasal dari kebijakan pemerintah pusat
sehingga denjat partisipasi dapat ditingkatkan secara maksimal. Selain itu, kualitas partisipasi dalam setiap mekanisme
partisipasi yang tersedia membutuhkan pengaturan terhadap
mekanisme partisipasi dan transparansi pemerintahan daerah
yang lebih kuat ddam bentuk peraturan pelaksana di daerah
seperti peraturan daerah. Agar daerah dapat mengatur hal tersebut maka diperlukan dukungan pemerintah pusat. Jika hal
itu dilakukan maka proses partisipasi yang efektif dan proses
kebijakan yang transparan akan dapat membatasi peran elit
lokal. Dengan cara tersebut tampaknya kinerja sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah dapat dioptrmalkan sampai pada derajat partisipasi yang efektif.

284

Penuttxp
ecara umum dapat disimpulkan bahwa partisipasi ma
syarakat dalam pemerintahan daerah mengalami peningkatan dalam era reformasi. Peningkatan partisipasi masyarakat mengacu pada pola Kurva S yang berarti ada peningkatan dalam tahapan awal era reformasi, namun secara perlahan peningkatan ini mengalami perlambatan hingga suatu saat
mengalami stagnasi. Akan tetapi, partisipasi masyarakat telah
berada dalam derajat yang lebih tings daripada periode per-

tumbuhan partisipasi sebelumnya.


Mekanisme partisipasi masyarakat dalam pemerintahan
daerah juga telah berkembang. Pada dasarnya, mekanisme ini
merupakan saluran bagi masyarakat untuk menyampaikan
aspirasi dan kepentingannya. Semakin beragatnnya mekanisme
partisipasi masyarakat ini berarti masyarakat telah memiliki
beragam saluran yang dapx digunakan, baik dalam bentuk
keterlibatan dalam proses pembuatan dan penerapan kebijakan
daerah maupun kontrol masyarakat dalam pemerintahan daerah.
Mekanisme partisipasi dapat dibagi dalam d:ua jenrs, Pertama) mekanisme partisipasi yang berasal dari dan disediakan
berdasarkan ketentuan daerah yang ada. Mekanisme yang termasuk dalam kategori pertama ini adalah musyawarah peren-

285

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

cAnaAnpembangunan (musrenbang), masa reses DPRD, tapat

terbuka DPRD, rukun tetangga 6c rukun warga (RT & R\n,


lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan (LPMK), kontak publik via situs internet Pemkot Malang, kunjungan kerja
anggota DPRD, dan konsultasi publik l(eduarmekanisme yang
berasd dari inisiatif masyarakat dan tidak diatur sebagai mekanisme resmi partisipasi masyanlcat. Mekanisme alternatif
ini bermakna mekanisme partisipasi yang tidak berasal dari
saluran resmi penyelenggara Pemerintahan Kota Malang. Mekanisme ini terdiri dari suara publik yang disalurkan lewat
media massa baik cetak maupun elektronik Saluran partisipasi
lain yang masuk dalam kategori mekanisme partisipasi alternatif ini adalah berbagai uniuk rasa yang dilakukan oleh masyarakat dalam berbagai bentuk.
Efektivitas partisipasi masyarakat pada dasarnya ditentukan dari kepuasanpanpihak yang terlibat terhadap proses
partisipasi yang sudah dijalaninya. Dari sudut pandang anggoa
DPRD dan Peiabat Pemerintah Kota Malang, proses partisipasi
masyarakat dalam pemerintahan daerah dianggap telah berjdan secara efektif. Efektivitas dalam pandangan stakeholdn
ini diukur dari kemanfaatanyang diperoleh dari proses partisipasi yang sudah berlangsung. Bagi anggota DPRD, partisipasi
masyarakat telah memberikan legitimasi atas kebiiakan daerah
serta berfungsi untuk menyerap berbagai persoalan dan aspirasi
masyarakat. Partisipasi masyarakat juga telah dinilai memadai
dalam membantu DPITD melakukan pengawasan terhadap pemerintah daerah. Bagi pejabat pemerinah kota" partisipasi ma-

286

BabT
Penutup

syarakat telah berfungsi membantu proses penyerapan aspirasi

masyarakat dan memperlancar.implementasi progtam pembangunan. Pada sisi lain, partisipasi masyarakat juga telah diar-lggap memadai untuk memberikan legitimasi atas produk
kebijakan daerahyang disusun oleh pemkot sekaligus berfungsi
sebagai sarana sosialisasi kebijakan daerah.

Berbeda dari pandangan dua stakeholder tersebut, penggiat LSM dan anggota masyarakat memandang partisipasi masyarakat dalam pemerintahan Kota Malang belum efektif. Hal
ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena kepentingan dan

aspirasi nyata masyarakat sering kali gagal menjadi agenda


kebijakan yang dibahas dan memandang partisipasi masyarakat
dalam proses kebijakan daerah sebatas sebagai sosialisasi kebijakan pemerintah daerah saja. Kedua, karena persoalan keterwakilan anggota masyarakat yang dilibatkan dalam proses
kebijakan sering kali diragukan. Vakil masyarakat yang terlibat
dalam proses kebijakan sering kali bukan yang benar-benar
mampu mewakili aspirasi dan kepentingan masyarakat.
Dengan memerhatikan hasil ini dapat disimpulkan bahwa
masyarakat masih berperan dalam situasi low citi.zenship.Sitvasi partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah masih
belum memenuhi situasi partisipasi yang dikehendfi dalam
pendekatan neu publi.c seruice atat democratic pwblic administrati.on.
Dengan membandingkan mekanisme partisipasi masyarakat dan pan dangan stakeh older pemerintahan daerah tentang
efektiviasnya dengan te ori ladd.er of ci.tizen empoutermmt dat't

287

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Burns, Hambleton, 6c Hogget maka disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah telah mencapai

deniat partisipasi watga (citi.zen participatioa) namun belum


mencapai denjat ideal, yakni citizen control. Dalam derajat
partisipasi warga" berarti masyarakat Koa Malang telah dapat
memasukkan berbagai aspirasi dan kepentingannya sepanjang
tidak mengubah pakem kebijakan yang telah disusun oleh penyelenggara pemerintahan daerah. Kesesuaian antara mekanisme partisipasi yang tersedia dengan pencapaian substansi
pemberday aan pada derajat partisipasi menunjukkan adanya

pembukian atas teori ladder of citizen ernpowennent dari


Burns, Hambleton, 6c Hogget.
Dengan menggunakan pendekatan berpikir sistem maka
dipahami bahwa sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah merupakan sistemyang cukup kompleks karena tersusun dari berbagai subsistem yang memiliki kekhasan
masing-masing berupa kejadian, pola" dan struktur sistemis.
Berbagai subsistem yang telah diidentifikasi adalah aktivitas
partisipasi masyarakat, pendidikan politik masyarakat, kesadaran berpartisipasi masyarakat, organisasi lokal, elit lokal,
dukungan pemerintah daerah, dan dukungan DPRD. Beberapa

aktor yang terlibat dalam sistem ini antara lain pemerintah


daerah, DPRD, masyarakat, elit lokal, dan organisasi lokal.
Aktor lain yang tidak terlibat secara langsung namun memiliki
pengaruh kuat bagi sistem ini adalah pemerinah pusat. Pengaruh dukungan pemerintah pusat iuga menunjukkan bahwa
sistem partisipasi maqyarakat dalam pemerinahan daerah di-

BabT
Penutup

pengamhi oleh sistem yang lebih besar yakni pada tingkat


pemerintah pusat. Hal ini dapat dipahami karena
pemerintah pusat merupakan hasil dari interaksi antarsubsistem dalam sistem pemerintah pusat.
Penggunaan analisis sistem dinamis menunjukkan bahwa
pengungkit dalam sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah adalah peran elit lokd. Sebagai pengungkit
(leuerage) bermakna bahwa peran elit lokal merupakanvariabel
paling sensitif bagi kinerja sistem partisipasi masyarakat. Keberadaan elit lokal yang selalu menghasilkan simpal negatif
dalam sistem menyebabkannya berfungsi untuk menahan laju
kinerja sistem. Jika peran elit lokal ini terancam dalam memengaruhi kebiiakan daerah akibat kehadiran partisipasi masyarakat maka kemampuannya menahan laju partisipasi semakin kuat. Begitu pula sebaliknya iika partisipasi masyarakat
tidak mengancam kepentingan elit lokal maka dukungannya
terhadap partisipasi menguat. Simulasi model dengan melakukan intervensi terhadap peran elit lokal ini membuktikan
bahwa laju partisipasi dapat ditingkatkan dengan mengurangi
hambatan yang berasal dari elit lokal ini.
Dengan melakukan penyederhanaan terhadap sistem par-

tisipasi yang tergambar dalam diagram simpal kausal maka


diperoleh pola dasar sistem, yakni batas-batas pertumbuhan.
Melalui pola dasar inlimitingfactor danleuerage bagi sistem
partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah dapat dipahami dengan mudah. Dukungan pemerintah pusat menrpakan
limiting factor bagi sistem ini, sehingga untuk meningkatkan

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

kinerja sistem maka pembebasan terhadap limiting factor In


merupakan salah satu solusinya. Selain itu, kinerja sistem juga
dapat ditingkatkan melalui leuerage yakni peran elit lokal.
Melalui pemahaman atas pola dasar ini dapat dipastikan
bahwa solusi atas peningkatan kinerja sistem partisipasi dapat
dilakukan melalui dua car4 yakni pembebasan faktor pembatas
(dukungan pemerintah pusat) dan intervensi melalui pengungkit (peran elit lokal). lntervensi melalui pengungkit berarti
melakukan pembatasan pengaruh elit lokal terhadap penyelenggara pemerintahan daerah

sehingga

DPRD dan

pemerintah daerah terhadap panisipasi masyarakat dapat lebih


meningkat. Pembatasan ini dapat dilakukan dengan menjamin
terselenggaranya partisipasi masyarakat melalui perangkat hukum yang tertingg di daerah, yakni peraturan daerah. Selain
itu, membatasi pengaruh elitlokal juga dapat dilakukan dengan
menjamin teriadinya transparansi dalam pemerintahan daerah.

Efektivitas ffansparansi pemerintahan daerah ini dapat ditingkatkan jika diatur melalui perangkat hukum yang tertinggi di
daerah yakni, peraturan daerah.
Selain itu, kinerja sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah dapat ditingkatkan melalui dukungan pemerintah pusat terhadap partisipasi masyarakat. Dukungan
pemerintah pusat ini merupakan faktor pembatas peningkatan
partisipasi pada derajat yang ideal, yakni citi.zen control.
Dengan demikian, faktor pembatas ini harus dikurangi dengan
meningkatkan dukungan pemerintah pusat yang mencakup
penyediaan mekanisme partisipasi yang memungkinkan ter-

BabT
Penutup

jadinya kinerja sistem partisipasi secara maksimal. Dalam hal


ini dibutuhkan penyediaan mekanisme yang memungkinkan
terjadinya decentrali.zation ouithin cities kepadakelompok-kelompok masyarakat atas dasar wilayah atau fungsi tertentu.
Selain itu dibutuhkan pula peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggl dari peraturan daerah yang mengatur partisipasi masy amkat dalam pemerintahan daerah secara spesifik.
Hal ini diperlukan sehingga dapat meniadi acuan bagi peraturan daerah.
Perhatian besar terhadap peran elit lokal dan dukungan
pemerintah pusat ini tidakberarti mengabaikan subsistem partisipasi masyarakat lainnya, seperti kesadaran berpartisipasi
masyarakat dan peran organisasi lokal. Subsistem partisipasi
masyarakat lainnya tetap penting untuk ditingkatkan' namun
jika yang diperlukan adalah percepatan kinerja sistem partisipasi maka perhatian terhadap pengungkit sebagai unsru yang
paling sensitif dalam sistem sangat diperlukan sehingga dengan
sedikit perubahan akan memperoleh hasil yang terbesar. Selain
itu diperlukan pula perhatian terhadap limi.ting factor, yakni
dukungan pemerintah pusatkarena faktor ini merupakan pembatas bagi terjadinya peningkatan partisipasi masyarakat sampai pada denjat maksimal, citizen control.
Bertolak dari kesimpulan yang dihasilkan selanjutnya disusun berbagai saran yang bermanfaat bagi penelitian lebih
lanjut maupun yang bermanfaat bagi pengembangan partisipasi
publik dalam pemerintahan daerah. Saran dibangun atas dasar
hasil kajian ini yang mendukung adanyakebutuhan akan pen29",

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

dekatan administrasi publik demokratis sebagai landasan utama


pemerintahan daerah di era reformasi. Akan tetapi, kondisi
nyata penyelenggaraan otonomi daerah menunjukkan kesen-

jang*

antara harapan sebagian s/akeholdn pemerintahan dae-

rah dengan kenyataannya sehingga menunjukkan situasi yang


dikehendaki oleh pendekatan administrasi publik demokratis

belum terealisasi. Adanya perbedaan pandangan artar-stakeholda pemerintahan &erah menunjukkan adanya kepentingan
yang berbeda. Satu pihak berkepentingan akan adanyapemerintahan partisipatif sampai padataraf. kendali warga sementara pihak yang lain berkepentingan unfik menyelenggarakan
pemerintahan partisipatif pada derajat tertentu yang terbatas
namun mencapai nilai-nilai efisiensi pemerintahan daerah.
Melihat situasi ini maka saran diperlukan suatu kajian yang
mampu menjawab kebutuhan untukmempertemukan dua kepentingan tersebut, yakni pemerintahan daerah yang efisien
dan partisipatif.
Saran lainnya didasarkan pada hasil penelitianyangmengungkapkan besarnya pengaruh dukungan pemerintah pusat
terhadap partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah.
Mengingat bahwa sistem dukungan pemerintah pusat ini belum
dipahami dengan baik maka diperlukan penelitian lebih lanjut
yang mampu melakukan konstruksi model dukungan pemerintah pusat terhadap partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah. Mengingat kelebihan pendekatan berpikir sistem
dalam menjelaskan kompleksitas dinamis dari sebuah sistem
maka sebaiknya konstnrksi model tersebut juga didasarkan

292

BabT
Penutup

pada pendekatan ini. Hasil kajian tersebut selanjutnya akan


dapatdipadupadankan dengan hasil penelitian ini secara lebih
efektif.
Untuk memperoleh dukungan pemerintah pusat yang
lebih baik terhadap partisipasi masyarakat, diperlukan pemahaman yang lebih baik terhadap sistem dukungan pemerintah
pusat. Hal ini diperlukan guna mempercepat tercapainya dukungan pemerintah pusat yang nyata terhadap partisipasi masyarakat. Percepatan ini dapat diperoleh fika dipahami kerangka bekerjanya sistem dukungan pemerintah pusat ini,
pengungkit yang dibutuhkan serta fakor-fakor pembatas yang
ada. Untuk itu diperlukan kajian lebih lanjut tentang hal ini
sehingga dapat ditemukan solusi percepatan peningkatan dukungan pemerintah pusat terhadap partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah.

293

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

294

Daft&t Pustalca
Almond Gabriel A and Sidney Verba. L984. Budaya Politik : Ti.ngkah
Laku Politik dan Demofuasi di Lima Negara. Penerjemah: Sahat
Simamora. Jakarta: Bina Aksara.

Aminullah, Erman. 2004. Berpikir Si.stemik untuk Pembuatan


Ikbiiakan Publih, Bisni.s, dan Ehonomi. Jakarta: PPM.
Ammons, D.N. and JJ.Glass. 7989. Recruiting Local Gouernrnent
Executiues: Practi.cal Insights for HiringAwthorities and. Candidates. SanFrancisco: Jossey-Bass Publishers.

Andrain, Charles F. Lggz.Ikbidapan Politik dan Perubahan Sosial.


Penerjemah: Lukman Hakim. Yogyakarta: Tiara WacanaYogya.

Antofq Kell and Jack Novack. t998. Grassroots Dmtocracy: Local


Gouerntnent in the Maritime.s. Nova Scotia: Henson College,
Dalhousie University.
Arnstein, Sherry R. L97L.'EiCht Rungs on the Iadder of Citizen
Participation' in Edgar S. Cahn and Barry A. Passet. Citizm
Parti.ci.pation: Effecting C,ommunity Change.NewYork: Praeger
Publishers.
Balle, Micha el 7994. Managing ui.th Systems Thinking: Mnking

ry

for Yow i.n Business Decision Moking. Lsndon:


MaGraw-Hill Book Company.
Bingham, Richard D. L986. State and Local Gouernment in an Urban Society. NewYork: Random House.
Bovaird, Tony and Elke Loffler (ed.) 2003. PublicManagement and
Public Gouernance. New York: Roudedge.
nami.cs Work

Box, Richard C. 7998. Citizen Gouernance: Leading Arneri.can Cornmuni.ties i.nto the 2Ls Cmtury. Thousand Oala: Sage Publica-

fions.

295

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Btyattq Coralie & Louise G. Vhite. 1987 . Manaiemen Pembangunan

untuk Negara Berkembang. Peneriemah: Rusyanto L.


Simatupang. Jakarra: LP3ES.
Burns, Danny and Robin Hambleton and Paul Hoggett. 7994. The
Politics of Decmtralization: Reuiulising Local Democracy. Inn-

don: The Mac Millan Press.

Checkland Peter andJim Scholes. t990.


in

So{t Systems

Aaion. Chichester, England: John Wiley &

Mahodology

Sons.

Checkland, P*en 7999. SystunsThi,nking Systems Practice: Inchdes


a 30-year Retrospectiue. Chichester, Englang: John'Wiley 6c Sons.

Christenserq Terry. 199 5 . Local Poli.tics: Gouuning at the Grassroots.

Belmont: Wadsworth Publishing Company.


Conyers, Diana. '1,992. Perencanaan Sosial di Dunia lGtiga: Suatu
Pmgartar. Cet. 2. Peneriemah: Susetiawan. Editor: Affan Gafar.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Coyle, Robert Geoffrey. 7996. System Dynamics ModeUing: a Practical Approach. London: Chapman Ec Hall.
Creswell, John W \994. Research Desi.gn: Qunlitatiue and Qwntitatiue Approac&es. Thousands Oaks, California: Sage Publica-

tions.
Denhardt, Janet Vinzant and Robert B. Denhardt. 2003. The New
Publi.c Seruice: Seruing not Stetring. NewYork: M.E. Sharpe.
Dwivedi, O.P and Keith M. Henderson. 1999.'Nternarive Administration: Human- Needs-Centred and Sustainable' in Keith
M. Henderson and O.P. Dwivedi (edl. Bureaucracy and the
Alternatiues in World Perspectiue. New York St.Marrin's Press.
Esman, Milton J.
Norman T. Uphoff. 7984. Local Organi.za-

"nd

tions: Intermediaries

i.n

Rural Darclopmmt, lthacaz Cornel Uni-

versity Press.

296

Daftar Pustaka

Fagence, Michael. L977.

Citizm Participation in Planni.ng.NeurYotkz

Pergamon Press.

Floo4 Robert L. and Michael C. Jackson. 199L. Creatiue Problem Solu'


ing: Toul Systm.Intentention. Chichester: John wiley & Sons.
Flynn, Norman. L990. Publi.c Sector Managemenf. Brighton:
Wheatsheaf.

Graham, Katherine A. and Susan D. Philips. 1.998. "Making Public


Participation More Effective: lssues for Local Government" in
Katherine A. Graham and Susan D. Philips (eds). Citizen Engdgement: Lessons in Participati.on ftom l-ocal Gouernrnent.

Toronto: Institute of Public Mministration of Canada.


Griesgraber, J.M., and B.G. Gunter (eds) 1996. Deuelopment: New
parad.igms and principles for the twenty -first centary . East Ha-

ven,

CT Pluto

Press.

Handinoto dan Paulus H. Soehargo. 1.996. Perkembangan Kota dan


Arsitektur Kolonial Belanda di Malang. Yogyakarta: Andi.
Heaphey Jamesl. L97L. "Spatial Aspects of DevelopmentAdministration' in James J. Heaphey (ed). Spatial Dimensions of Deueloprnmt Admi.nistration. Durharn" North Carolina: Duke University Press.
Hendytio, Medelina K. 2003. "Regional Autonomy: Its Socid and
Cultural Impact' in TA Legowo and Muneo Takahashi (eds).
Regional Aatonomy and. Socio'economi.c Deuelopment in ln'
donesia: a Multidimensi.onal Analysrs. Chiba, Japan: Institute
of Developing Economies, Japan External Tlade Organization.

Hidayag Syarif dan Carunia Mulya Firdausy. 2003 . Beyond Regi'onal


Autonorny: local state-eli.te's perspectiues on the concept and
practice of decentralization

i.n

contemporary Indonesia. lakanta:

Pustaka Quantum.

297

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Hidayag Syarif. 2000. Pefleksi realitas otonomi daqah dan tantangdn


ke depan. Jakarta: Pusaka Quantum.
Hidayat, Syarif. 2003. 'Understanding the Nature of Indonesian
Decentralization' ddam Syarif Hidayat dan Carunia Mulya
Firdausy. Beyond Regional Autononry: local state-elite's pnspectiaes on the concept andpractice of decmtralization in con-

tenporary Indonesi.a. Jakarta: Pusaka Quantum.


Huntington, Samuel P 6c Joan Nelson. 1994. Partisipasi, Politik di
Negara Bakanbang. Pene4emah: Sahat Simamora. Edisi kedua,

Jakarta: Rineka Cipa.


\n 1995. Community Deuelopmmt: Creating Comnmnity Alt ernatiu e s- Vi.si.on, Analy sis, Pract ice. Melbourne :
Longman.
King, Cheryl Simrell and Camilla Stivers. 1998. Gouernmmt isIJs:

Ife, James

Public Ad.ministration in an Anti-Gwunmmt Era. Thousand


Oaks, California: Sage Publications.

Kingsley J. Donald. 1944. Represmtatiue Bareaucracy: An Interpretation of the Bitish Ci.uil Seruice. Yellow Springs, OH: Antioch
Press.

Korter5 Dayid C. 7986.'Introduction: Community-Based Reource


Management" in David C. Korten (edl. Community Managemmt: Asian Erperience and Perspectiues.West Hartford Connecticut: Kumarian Press.
Korten, David C. 198 8. "Pembangunan yang Berpusat pada Rakyat:
Menuiu Suatu Kerangka Kerja", dalam David C. Korten dan

Sjahrir (peny.), Pembangunan Berdimensi Kerakyatan.


Peneriemah:

Setiawan Abadi. Jakarta: Yayasan Obor Indo-

nesia.

298

Daftar Pustaka

IGislov, Samuel. 797 4. Represmtatiue Bu.reaacracy. Englewood Cliffs,

NJ: Prentice-Hall.
Leach, Robert and Janie Percy-Smith.2007. Local Gouernance in
Britain. New York: Palgrave
Leach, Steve andJohn Stewart and Kieron'Walsh, 7994.Tlte Changing Organi.zation and Management of Local Gouernment. Lon-

don: MacMillan

Press.

Lee, Kenneth and Anne Mills. 1982. Policy Making and Planni.ng i.n
the Health Sector. London: Croom Helm.
Lee, Thomas W. 1999 . Usi.ng Qualitatiue Methods in Organizational
Resemch. Thousands Oaks, California: Sage Publications.

Litterer, Joseph A. 7973. The Analysis of Organizntion,Zn Edraon.


NewYork: John Wiley & Sons.
Little, John H.1996. "Thinking Government: Bringing Democratic
Awareness to PublicAdministration'in Gary L. Wamsley and
James F. \Folf (ed.) Refounding Democrati.c Public Admi.nistration: Modem Paradoxes, Postmodern Cballenges. Thousand
Oaks, California: Sage Publications.

Maani, KambizE. & RobertY. Cavana. 2000. SystemsThinkingand


Modelling. New Zealand: Pearson Education.
Maarif., M. Syamsul & Hendri Tanjung. 2003. Teknik-Teknik
Kt'untitatif untuk Manaj emm. lakarta: Grasindo.
Maas, Arthur A- 7959.'Division of Powers: an Areal Analysis' in
Arthur A. Maass (ed.) Area and Poouer: a Theory of Local Gouernrnent. Glencoe, NewYork The Free Press.
Mawhood, Philip. L983. Local Gouernment in the Third World:. the

Erperimce of Tropical,Africa. Chichester: John'Wiley

6c Sons.

Midgley, James. 1986. "Community Participation: History Concepts,


and Controversies' in James MidgleS et al. Cornrnunity Par-

299

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

ticipation, Social Deuelopment and the State. London:


Methuen.
MidgleSJames. 1986. "Introduction: Social Developmeng the Sate
and Participation" in James Midgley et al. Community par-

ticipation, social deuelopment and the s/afe. New York:


Methuen.
Mosher, Frederick C. 1968, Dmtouacy and the Pabli.c Seruice.2d
ed. NewYork Oxford University Press.
Muhammadi dan Erman Aminullah dan Budhi Sosrlo.2O01. Analisis
Sistern Dinamis. Jakarta: UMJ Press.

Norton, Nan- 7994. International Handbook of Local and Regional


Gouqnnmt: A Comparatiue Analysis of Adaanced. Dernocracres. Cheltenham: Edwar Elgar.
Osborne, David and Ted Gaebler. !992. Reinumting Gouanmmt:
How the Entreptmeurial Spirit is Transformtng the Public Secfor. NewYork A William Patrick Boolc
Philips, Susan D. and Katherine A Graham. L998, oConclusion:
from public participation to citizen engagement'in Katherine
A Graham and Susan D. Philips (edsl. Citizm Engagemmt:
Lessons in Participation from Local Gouemment.Toronto: Institute of Public Adminisaation of Canada.

Maiid. L992. "Parncipation" in Volfgang Sachs (ed). The


Deuelopment Dictionary: a Guide to Knowledge as Power.New

Rahnema"

Jersey: Zed Books.

Ratnawati, Tri. 2003. oDesentralisasi dalam Konsep dan


lmplementasinya di Indonesia di Masa Tiansisi: Kasus UU
Nomor 22 Tahan L999 tentangPemerintahan Daerah' dalam

Abdul Gaffar Karim, dkk. (peny). Kompleksitas Persoalan


Otonomi Daerah

d.i.

Ind.onesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

300

Daftar Pustaka

Rondinelli, Dennis A. 1983. Deuelopmmt Proiects as Policy Experi.tnents: an Adaptiue Approach to Deuelopment Administration.

London: Methuen.
Rondinelli, Dennis A. and G. Shabbir Cheema. 1983. 'tmplementing Decentralizaion Policies: an Introduction.'in G. Shabbir
Cheema and Dennis A Rondinelli (ed). Decmtralirution and
D arclopment : Policy Implementation in Deueloping Countries,

Beverly Hills, California: Sage Publications.

Ruslan.2000. U.AM. Pendi&kan Politilc Solo: Era Intermedia.


Priuatiutian and Public-Piuate Partnersblps. NewYork: Chatam House Publishers.
Senge, Peter M. L994. Tbe Fi.fth Discipline: the Art and. Praaice of
the Learning Organization, Paperback Edition. New York:
Currency Doubleday.
Siffin, William I. 7991.'The Problem of Development AdministraSavas, Emanuel S. 2000.

tion" in Ali Farazmand (ed.). Handbook of Comparatiue and


Deuelopment Publi.c Admi.ni.stratioz. New York: Marcell
Dekker,Inc.
Sjahrir. 1988. 'Pembangunan Berdimensi Kerakyaan" dalam David
C. Korten dan Sjahrir. Pembangttnan Berdi.ruensi Kerabyaun.

Setiawan Abadi. Jakarta: YOI.


L985, Decenfualization: the Tbrritorial Dimension

Penerjemah:

Smith, Brian C.
of the State. London: George Alllen & Unwin.
Soejito, Irawan. 1952. Peraturan Daerah: Dasar-Dasar Hukumnia
dan Tjara Membuatnia. Djakarta: J.B. Volters.
Stoker, Gerry. 1991.The Politics of Local Gouernment. 2'd Edition,

London: MacMillan Education Ltd.


Sudarsono H. 2003. I?isis di Mata Para Presidm: Kaidah Berpikir
Si.stem Para

Pemimpin Bangsa. Yogyakarta: Matabangsa.

301

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Sumarto, Hetifah Sj. 2003. Inouasi., Partisipasi, dan Good Gouernance: 20 Prakarsa Inouatif dan Partisipatif di Ind.onesia.
Jakarta; Yayasan Obor Indonesia.

Swerdlow, Irving. t975. The Public Adrni.nistration of Economic


Darclopment. New York: Praeger Publishers.
Thomas, John Clayton. 7995. Public Parti.cipation in Public Decisions: Neut Ski.lls and. Strategies

for

Publi.c Managers. San

Fransisco: Jossey-Bass, [nc.


.Wamsle5 G""y L. and James F. Wolf (ed.) 1996. Refound.ingDemocratic Public Adrninistration: Modem Paradoxes, Postmodem
Challmges. Thousand Oaks, California: Sage Publications.

Disertasi

Aminullah, Erman. 1998. "Pola dan Kecenderungan Riset dan


Teknologi di Indonesia: Analisis DinamikaAdministrasi TeknoEkonomi.o Disertasi Dokor Universitas lndonesi4 Jakarra.

Assifie, Bahasyim. 2004.'Analisis Kineria Organisasi dengan


Pendekatan System Dynamics: Studi Kasus pada Ditien Paiak
Menggunakan Perspektif Modifikasi Balanced Scorecard. "
Disertasi Doktor Universitas lndonesia, Jakarta.
Gani, Abdul Yuli Andi. 2005. 'Tindakan Kolektif antara Pemerinah
Lokal, Swasta, dan Masyarakat Sipil dalam Rangka Proses
Pembuatan Kebijakan Publik yang Demokratis: Suatu Studi
tentang Proses Pembuatan Kebijakan Publik dalam Penataan
Sekor Informal Khususnya PKL di Kota Malang." Disertasi
Doktor Universitas Brawifaya, Malang.
Hoessein, Bhenyamin. 1993. "Betbagai Faktor yang Mempengaruhi
Besarnya Otonomi Daerah Ti"gkat

302

II: Suatu IGiian Desentra-

Daftar Pustaka

lisasi dan Otonomi Daerah dari Segi Ilmu Administrasi Negara."

Disertasi Doktor Universitas Indonesia, Jakarta.


Soemodihardjo, Soebagij o. 2004.'Pengembangan Kapabilitas Organisasional yang Dinamik pada Perusahaa4 Telepon Bergerak
Seluler di Indonesia." Diserasi

Dokor Universitas Indonesia,

Jakarta.
Sujak, Abi. 2004. "Efektivias Pendekaan Berpikir Sistem dalam
Proses Perumusan Kebijakan Publik: RisetAksi di Dipenda Kabupaten Wonogiri." Disertasi Doktor Universitas Indonesia,
Jakarta.
TLilestari, Endang Wirj atni.2004. 'Model Kinerja Pelayanan Publik
dengan Pendekatan Systems Thinking dan System Dynamic:

Studi Kasus Pelayanan Pendidikan di Kota Bandung. Disertasi

Dokor Universitas Indonesia, Jakarta.

Artikel
Adams, Brian. 2004. Public Meetings and.the Democratic Process.
Public Admini.strati.on Reuiear, Washington: Vol. 64, Iss. 1 (Jarr,t
Feb).

Atmosudirdjo, Prajudi. 'Keberadaan dan Peran Dewan Perwakilan


Ralryat Daerah". Forum Inouasi., Vol. 3: Juni/Agustus , 2002.
Cooper, Lourdes M. and Jennifer A. Elliot. 2000. Public Participation and Social Accepability in the Philippine EIA Process.

lournal of Eruironmental,Assessment Policy and Managemmt,


Yol.2, No. 3 (September).
Devas, Nick. 1997'Indonesia: What Do We Mean by Decentralization?" Publi.c Administration and Deuelopmmt, Yol. 17, 357'
367.

303

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Hardjosoekarto, Soedarsono. 2002. Hubungan Pusat dan Daerah


dalam Kerangka Kebijakan Desentrdisasi dan Otonomi Daerah.
lumal Admi.nistrasi Negara, Vol. II, No. 2. P.7-14 (Maret).

Hoessein, Bhenyamin. 2000. Hubungan Penyelenggaraan


Pemerinahan Pusat dengan Pemerinahan Daerah. Jurnal Bisni.s

Birokrasi. No. 1, Vol. I,

+001.

[uli).

Tlansparansi Pemerintahan: Mencari

Format dan Konsep Tianparansi dalam Penyelenggaraan


Pemerintahan yang Baik. Forum Inouasi, Vol. 1, (November).
2002. Evalaasi Yuridis Materi IJU No 22
Thhun 1999 tentangPemerintahan Daerah. Forum Inouasi,Yol.
2, (Maret-Mei).
2002. Kebijakan Desentralisasi. lurnal
AdministrasiNegara, Vol. II, No. 2. P t-5 (Maret).

+002.

lmplementasi Kebijakan Desenrralisasi

dan Idealisasi Kebijakan Desentralisasi. lurnal Bisnis (y


Birokrasi, No. 2, Vol. IX. P 1-2 (Mei).
2002. Hubungan Kewenangan antara
Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rdcyat Daerah dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daeruh. lurnal Desentralisasi, Yol.

I, Nomor 1, (Mei).
Irvin, Renee A. and John Sansbury. 2004. Citizen Participation in
Decision Making: Is It'Worth the Effort? Public Afuninistration Reuiat,Yol. 64, Iss. 1 (Jan/Feb).
King Cheryl Simrell and IGthryn M. Feltey and Bridget O'Neill
Sussel. 1998. The Question of Participation: Toward Authentic Public Participation in Public Administration. Public Admi.nistration Reuieut,July/August, Vol. 58, No. 4.

304

Daftar Pustaka

Laurian, Lucie. 2004. Public Participation in Environmental Decision Making: Findings from Communities Facing Toxic Waste
Cleanup. loumal of the American Planning Association, Chicago: Vol. 70,Iss. 1 ffinter).
Layzer, Judith A. 2002. Citizen Participation and Government Choice
in Local Environmental Controversies, Policy Studies lournal,
Urbana: Vol. 30,Iss. 2.
Mohan, Giles and lGistian Stokke. 2000. Participatory Development and Empowerment: the Dangers of Localism. Thirdworld

Quarterly, London: April, Vol. 21,1ss.2.


Prasojo, Eko. 2004. People and Society Empowerment: Perspekif
Membangun Partisipasi Publik. Jurnal Ilmiah Administrasi.
Publik, Vol. I! No. 2 (Maret-Agustus).
Tim Peneliti FIKB. 2002. Partisipasi Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Forum Inouasi, Vol. 3. P
1,00-L07 $uni-Agustus).
Tim Peneliti FISIP UI. 2001. Pelaksanaan OTDA Mendukung Good
Goaernance. Forum lnouasi, Vol. I (November).
'Warner, Michael. L997.'Concensus'
Participation: an Example for
Protected fueas Planning, Public Administration and Deuelop-

ment, Yol. 77,

4'1,3

432.

Bacaan Lain

Anonimous. 2001. Raja Kecil dan Kepercayaan Masyarakat terhadap

DPRD.lurnal Otonomi Daerah. No. 1, Thhun I, Agustus.'


Anonimous. 2002. Ada Kecenderungan Pemerintahan Daerah Jadi
Negara Lokal. Kornpasr2l Desember.

305

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Anonimous. 2005. Periudian Demokrasi Liberal. Ibrnpas, 7 Juli.


Biro Hukum Sekreariat Jenderal Departemen Dalam Negeri. 2005.
Katalog Peraturan Menteri, Keputusan Menteri dan Instruksi
Menteri DalamNegeri dari Tirhun 1980 S.D. 2005 dengan Satus/Aspek Legaliasnya. Jakarta.
Biro Hukum SekretariatJenderal Departemen Dalam Negeri. 2005.
Katalog Peraturan Presiden, Keputusan Presiden dan Instruksi
Presiden dari Thhun 1946 5.D.2005 dengan Status/Aspek
Legaliasnya. Jakarra.

Dalid4 Moeslim, dkk 19 64. IKoupradj a Malang Lima Puluh Tafun.


Malang: Kotapradja Malang.
Gaventa, John and Camillio Valderrama. 1999. "P^ftcipation, Citizenship and Local Governance". Background Note Prepared
for Worhshop on Strmghming Participati.on in Local Gouerrutnce.Institute of Development Studies Uune 27-241.
Hoessein, Bhenyamin. 1995. 'Desentralisasi dan Otonpmi Daerah
di Negara Kesatuan Republik lndonesia: Akan Berpuarkah
Roda Desentralisasi dari Efisiensi'ke Demokrasif" Pidato
Pengukah an Gwu Besar FISIP W. J al<rlrta ( 1 8 November).
. 2007.'Prospek Resolusi Kebifakan
dan Implemenasi Otonomi Daerah dari Sudut Pandang Hukum
Taa Negara.' Makalah dalam Seminar dan Lokakarya Nasioral
Strategi Resolusi Kebiiakan dan lmplemmtasi Otonomi Daerah
dalam lkrangka Good Gouemance yangDiselenggarakan Pusat
tGiian Kinerja Otonomi Daerah Lembaga Administrasi Negara
di Jakarta pada tan8gal 30 Oktober.
Pesch, Udo. 2001. The Public/Private Dichotomy and the Assessment of a Democratic Administration: an Evaluation of 'The
Intellectud Crisis of American Public Administration" and 'The

306

Daftar Pustaka

Government is Us". Prosiding Setninar, PATNET Conference,


Leiden University.
Soetikno, dkk. 1969. Kotamadya Malang Li.ma Puluh Lima Tahun.
Malang: Seksi Penerbian Buku Panitya Peringatan HUT ke 55

Koamadya Malang.
Sopanah, dkk. 2004. .'strategi Penguatan Partisipasi Masyarakat
dalam Pengawasan Proses Penyusunan dan Pelalsanaan APBD
Kota Malang". Laporan Peneliti.an Tidak Di.pwbli.kasi.kan
(Maret).
Susilo, Budhi, dan Unggul Cariawan dan Wahyudi Atmoko. 2004.
Buka Pelatihan Simulasi Komputer Pmdekatan System @namics. Jakarta: PT Sikindo.

United Nations. L975. Deuelopmmt Administration: Currmt Approaches and Trends in Public Admi.nistrati.on for Natiorial Deuelopment. NewYork.
Wilcox, David. L994. Guide of Effeai.ue Participati.on Brighton: Dela
Press, Available from www.partnerships.org.uk; Internet; Accessed

9 June2004.

307

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

308

LAMPIRAN TENTANG
METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan Berpikir Sistem dan Analisis
Sistem Dinamis
ersoalan partisipasi masyarakat pada dasarnya bukan persoalan

sederhana yang mudah dipecahkan. Partisipasi merupakan


masalah rumit suatu sistem tersendiri sekaligus sebagdi hasil

interaksi antarsubsistem yang berada di dalamnya. Partisipasi juga


merupakan bagian dari suatu sistem yang lebih besar. Dengan menggunakan iceberg model, komplelsitas masalah partisipasi seben:rnya
dapat dipahami tersusun bagaikan gunung es. Puncak gunung es
adalah hal yang paling tampak karena puncak merupakan bagran
yang paling tinggi. Puncak ini bagaikan informasi yang terekam setiap
saat sebagai akibat dari akivitas yang berjalan sehingga paling mudah
dilihat oleh siapa pun. Semua informasi ini berada pada tingkatan
keiadian (euents) dalam tingkatan berpikir. Perhatian secara khusus
semata pada aktivitas partisipasi tertentu pada suatu waktu tertentu
seperti temu publik, konsultasi publib pemilihan kenala daerah secara
langsung, bahkan demonstrasi mahasiswa ata:u watga merupakan
contoh tingkatan berpikir pada tingkatan kejadian.
Pada dasarnya, beragam kejadian membentuk suatu pola keja-

dian atau pola data tertentu $tanerns of behauior). Berpikir pada


tingkatan pola dan kecenderungan ini memberikan gambaran yang
lebih luas dan memberikan wawasan yang lebih mendalam daripada
berpikir pada tingkatan kejadian. Penelitian yang dilakukan oleh tim
FIKB menunjukkan perhatian pada upaya mencari pola kejadian

309

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

dengan menghubungkan data dari berbagai aktivitas partisipasi.l


Hasilnya adalah adanya kecenderungan peningkatan partisipasi masyarakat pascaberlakunya UU No 22 Tahun 1999, Kecenderungan
tersebut diperoleh dengan melihat peningkatan joml"h dr. ragam
aktivitas partisipasi yang dilakukan masyarakat dalam pemerintahan
daerah.

Tioskat* berpikir

yang lebih dalam dari pola keiadian dapat


diperoleh jika dipelajari bagaimanaberbagai pola dan kecenderungan

berhubungan bahkan memengaruhi satu sama lain. Hal ini dapat


menunjukkan bagaimana beragam faktor yang berbeda bekerja membentuk suatu hasil tertentu dari obiek yang sedang diamati, misalnya
derajat partisipasi masyarakat tertentu. Kecenderungan peningkatan

iumlah dan ragam aktivitas partisipasi masyarakat berhubungan


dengan pola kejadian yang menyangkut peran elit"lokal unok memobilisasi partisipasi masyarakat Dua pola kejadian tersebut berkaitan pula dengan kecenderungan peningkatan akunabilitas kine$a
birokrasi lokal dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Jika
tiga kecenderungan tadi dipertautkan satu sama lain maka akan dipa-

hami adanya hasil interaksi tersebut, yakni berupa derajat partisipasi


masyarakat. Cara berpikir seperti itu berada pada tingkatan struktur
sistem (sy stemic structure).
Arti penting membedakan tingkatan berpikir ampak dari tindakan yang berbeda yang diambil dalam menghadapi masalah yang
sama. Apabila seseorang berpikir pada tingkata" kejadian saja maka

keputusan atau tindakan yang diambil hanya akan bersifat reaktif.

Tirn Peneliti FIKB. "Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan


otonomi daerah' Forum Inovasi, (Vol. 3, Juni/Agustus, 20021.

310

Lampiran Tentang Metodologi Penelitian


Pendekatan Berpikir Sistem dan Analisis Sistem Dinamis

Sementara itu, apabila seseorang berpikir pada tingkatan pola keiadian atau kecenderungan maka implikasinya tecermin dalam keputusan atau dndakan yang bersifat proakif terhadap masdah yang

dihadapi. Selanjutnya, jika seseorang memusatkan perhatian pada


stnrktur sistem yang mencakup pula kejadian dan polanya maka
keputusan dan tindakan yang diambil akan bersifat antisipatif.2 Untuk
sampai pada tingkaan berpikir struktur sistem ini diperlukan cara

berpikir yang berbeda, yakni berpikir sistem (systems thinkingl.

Visible Manifestations
Trends and Combinations

Causal Relationships

Systemic Structure

Gambar Tingkatan Berpikir Sistem


Sudarsono

H. kisis di

mata para presiden: kaidah

berpikir

sistem para

pemimpin banga. (Yogyakarta: Mata Bangsa,2003), hal.65.

Sudarsono

H.

IQisis di rnata para presiden: kaidah berpihir sistent para

pemitnpin bangsa. (Yogyakarta: Mata Bangsa, 2003), hal. 3.

311

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

PENDEKATAN BERPIKIR SISTEM


Untuk memahami pendekatan'berpikir sistem' dengan bailq
terlebih dahulu perlu diperjelas kerangka berpikir tentang sistem itu
sendirikarena kini istilah sistem telah digunakan secara luas oleh
berbagai kalangan dengan pemahaman yang beragam pula. Muhammadi, Aminullat5 Soesilo menjelaskan bahwa sistem dapat didefinisikan sebagai 'keseluruhan inter-aksi antar unsur dari sebuah objek
dalam batas lingkungan tertentu yang bekeria mencapai tujuan."3

Dari pengertian tersebut dapat ditqntukan adanya beberapa kaa kunci dalam konsep sistem, yakni keseluruhan, interaksi, unsur, objik,
dan batas lingkungan, serta tuiuan.
Unsur dapat dipahami sebagai benda, baik yang bersifat abstrak

rnaupun konkreg yang menyusun obiek sistem. Kinerja dari suatu


sistem ditentukan oleh fungsi setiap unsurnya sehingga gangguan
terhadap fungsi salah satu unsur dapat mengganggu kinerja sistem
secara keseluruhan. Unsur ini iuga sering kali disebut sebagai subsistem dan dapat berfungsi sebagai suatu sistem pula. Unsur dalam
sistem partisipasi masyarakat antara lain dapat diidentifikasi, misalnya

kesadaran berparrisipasi, aktivitas berpartisipasi, dukungan pemerintah daerah terhadap aktivitas partisipasi masyarakag dan sebagainya.
Pemahaman tentang keseluruhan dapat dimengerti bukan sebagai penjumlahan, agregasi, atau akumulasi dari unsur-unsur yang
ada, tetapi sebagai suatu sinergi antarunsur tersebut. Sinergi

ini me-

munculkan kekuaan yang dihasilkan oleh keseluruhan unsur terse-

Muhammadi dan ErmanAminullah dan Budhi Soesilo.Analisis Sistem

Dinamis.$akarta : UMJ Press,. 2001), hal. 3.

312

Lampiran Tentang Metodologi Penelitian


Pendekatan Berpikir Sistem dan Analisis Sistem Dinamis

but. Kekuatan ini lebih besar dari sekadar penjumlahan unsur tersebut. Sinergi ini ditentukan oleh interaksi antarunsur tersebut. Interaksi
berarti pengikat atau penghubung antarunsur. Unsur yang berupa
kesadaran berpartisipasi masyarakat akan berinteraksi dengan unsur
aktivitas berpartisipasi masyarakat. Tingkat kesadaran berpartisipasi
masyarakat akan memengaruhi derajat aktivitas partisipasi masya-

rakat. Derajat akivitas partisipasi masyarakat akan memengaruhi


kinerja pemerintah daerah. lnteraksi itulah yang memberi bentuk
atau struktur kepada obiek, membedakannya dengan objek yang lain
dan memengaruhi perilaku dari objek tersebut.
Kata kunci berikutnya adalah objek, artinya sistem itu sendiri
yang sedang menjadi perhatian. Yang menjadi objek dari sistem yang
hendak dikaji dalan penelitian ini adalah sistem parcisipasi masya-

rakat ddam pemerintahan. Objek ini tentu memiliki ruang lingkup


yang menjadi batas dari sistem. Baas ini merupakan kaa kunci kelima
dalam pengertian sistem. Adapun batas dari sistem yang dikaji dalam
penelitian ini adalah pemerintahan daerah Kota Malang. Batas itulah
yang menentukan ruang lingkup suatu sistem sehingga dapat dibedakan dari sistem yang lain, misalnya pemerintahan supradaerah
seperti pemerintahan provinsi atau nasional dan pemerinahan daerah
lainnya. Konsekuensi dari adanya batas ini adalah bahwa segala sesuatu yang berada di luar batas suatu sistem berarti lingkungan dari
sistem tersebut. Semakin besal suatu sistem' biasanya semakin kabur
pula batasnya. Biasanya batas ini cenderung bersifat konseptual' terutama pada objek non fisik.
Kata kunci yang terakhir adalah tujuan, artinya kinerja sistem

yang teramati atau diinginkan. Kinerja yang teramati merupakan


hasil yang telah dicapai oleh bekerjanya sistem, sembntara kinerja
yang diinginkan berarti hasil yang hendak diwujudkan melalui be-

313

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

kerianya sistem. Kinerja yang diinginkan dalam sistem partisipasi


masyarakat dalam pemerinahan daerah tertuang dalam UU No. 32
Thhun 2004, yakni pengaturan dan pengurusan umsan pemerinahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurutprakarsa sendiri ber-

dasarkan aspirasi masyarakat.


Selain memahami kandungansistenr, perlu pula dipahami lebih
mendalam tenang strul$ur sistem. Kata kunci dari struktur adalah
interaksi atau mekanisme.a Beapapun rumitnya suatu gejala, baik
yang bersifat fisik maupun nonfisik selalu dapat disederhanakan menfadi struktur dasar suatu sistemyakni mekanisme dari masukan" pro-

se.s,output, dan umpan balik Mekanisme ini bekeria terus menerus


dan mengalami perubahan yang dinamis sesuai dengan berfalannya

waktu. Bekerianya mekanisme ini akan menghasilkan kineria suatu


sistem.

Mekanisme yang berkelanjutan dari masukan, proses, output,


dan umpan balik ini dalam dunia nyata tidak tumbuh anpa baas,
teapi mengdami pengendalian. Kontrol terhadap sistem ini dapat
bersumber dari dalam maupun dari luar. Kontrol dari luar dapat
berupa adanya hambaan yangberasal dari lingkungan sistem maupun
intervensi lingkungan terhadap sistem. Sementara itu, konEol dari

dalam dapat berupa kerusakan sistem itu sendiri aau berkaitan


dengan rrmsl slsism tersebut.s
Mekanisme sistem merupakan keterkaitan antar subsistem sehingga menghasilkan kompleksitas sisrem. Pada dasarnyq kompleksias ini dapat dipahami dalam dua jenis, yal<n deuil con plexity

4 lbid.,h.23-24.
s lbid,hal.25.
314

lampiran Tentang Metodologi Penelitian


Pendekatan Berpikir Sistem dan Analisis Sistem Dinamis

dandynamic cornpletcity.Perkembangan teori sistem dewasa ini telah


menggeser pemahaman dai deui.l complexity menuiu dyrunnic complexity,6 Di samping adarrya pengaruh ja"gka pendek dari suatu
tindakan tertentu yangberbeda dengan pengaruh jangka paniangtya,
jenis kompleksitas yang terakhir ini memiliki karakteristik bahwa
hubungan sebab-akibat bersifat samar. Karakeristik lainnya adalah
bahwa konsekuensi dari suatu tindakan biasanya berbeda antaftempat
dan bagian. Selain itu, intervensi terhadap suatu sistem sering kali
menghasilkan konsekuensi yang tidak kentara.T

Dengan mencermati mekanisme dan karakteristik dari suatu


sistem, tindakan untuk mengubah suatu subsistem teftentu dapat
mengakibatkan perubahan dalam sistem selain membawa akibat sampingan. Hal ini teriadi karena setiap subsistem mempunyai peran
dan pengaruhnyayangkhas dalam sistgm; Setiap teriadi perubahan
dalam sistem maka sistem akan rnelawan perubahan yang terjadi
karena setiap subsistem saling terkait satu sama lain di dalam sistem
tersebut. Namun ada pula yang khas yang selalu teriadi bahwa setiap
sistem memiliki subsistem tertentu yang dengan upaya kecil dapat
mengakibatkan perubahan besar dalam sistem. Subsistem inrlah yang
drsebutleuuage atau pengungkia Untuk mengungkapkan arti penting

pengungkit ini Senge mengungkapkannya dengan kalimau


a leuer long mough... and single-handcd I can moue the

M.

'"gi.ue rne

worlt.s

Senge.. Ttte ft.fth d.iscipline: the art and. practice of the


leaming organiza.tion. Paperback edition. (New York: Currency
Peter

Doubleday, 19941, p. 72.


Sudarsono H, op.cit., hal. 50.
Peter

M.

Senge,

op.cit., p. 3.

315

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Berpikir sistem merupakan disiplin yang berupaya memahami


kompleksitas dan dinamika" Maani 6c.Cavana mendefinisikan berpikir sistem sebagai "a u)a.y of thi.nking about and d.escribing dynamic relationships that influence the behauior of systems".e Pada
dasarnya, berpikir sistem ini mencakup tiga kategori berpikir, yakni
d.ynamic thinki.ng, operational thi.nking, dan closed-loop thinhing.

Berpikir dinamis karena berpikir sistem mengakui bahwa dunia ini


tidak statis dan sesuatunya selalu berubah. Berpikir operasional karena berpikir sistem memahami realita operasional dan bagaimana sesuatu hal sebenarnya berialan. Berpikir simFal [effuflrp karena ber-

pikir sistem mengakui bahwa sebab dan fibat tidak bersifat linear
dan biasanya akibat dapat memengaruhi sebab.10

Selaniutny4 Balle menjelaskan pula bahwa secrua prakis terdapat tiga petunjuk tentang karakeristik berpikir sistem. Pertam4
berpikir sistem lebih memusatkan perhatian pada hubungan daripada
unsur. Hal ini dapat dipahami karena suatu sistem merupakan rangkaian unsur yang saling terkait. Melalui berpikir sistem dapat dipahami bagaimana setiap unsur berinteraksi satu sama lain untuk memperoleh hasil bersama. Kekuaan berpikir sistem terleak pada kernampuannya dalam melihat sfiuktur sistem sekaligus memengaruhi

perilaku sistem. Kedua, berpikir sistem lebih memusatkan perhatian


pada pola daripada kejadian. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui
kekuaan yang melandasi suatu kejadian sehingga dapat terhindar
dari sindroma "kodok rebus'. Ketiga, berpikir sistem menggunakan

Kambiz E. Maani and Robert Y. Cavana. Systetns Thinhing and


Mod.eiling. (New Zealand: Pearson Education, 2000), p.7.
rbid.

316

Lampiran Tentang Metodologi Penelitian


Pendekatan Berpikir Sistem dan Analisis Sistem Dinamis

kausalitas sirkuler karena pada dasarnya hubungan sebab akibat


janrrgsekali berlangsung satu arah. Sebab menimbulkan akibag selanjutnya dapat pula akibat memengaruhi sebab dengan satu cara
tertentu. Sebagian besar hubungan sebab akibat membawa umpan
balik yang menimbulkan kausalitas shkuler.ll
Terdapat dua pendekatan dalam berpikir sistem, yal<n hard
dan soft systerns thinking. Keduanya dibedakan atas dasar jenis
masalah yang dihadapi. Hard system menghadapi persoalan yang
terstruktur dengan jelas, sementara soft system menghadapi situasi
masalah yang kurang terdefinisi dengan baik. Checkland Ec Scholes

menyebutkan bahwa pembedaan tersebut memang benar, tetapi tidak


bersifat fundamental.lz Perbedaannya justru terleak pada bagaimana
kata sistem digunakan dan pada atribusi kesisteman. Perbedaan fundamentalnya adalah jrka hard system mengasumsikan bahwa dunia
yang dipersepsi berisi boloa (sistem), sedangkan sof systetn menganut

pandangan bahwa metodologinya pun juga sudah mengandung


sistem.13

Checkland 6c Scholes mengungkapkan bahwa dua kategori berpikir sistem tersebut tidak sekadar berbeda tetapi juga saling melengkapi.la Hal yang sama juga diakui oleh Maani & Cavana dengan

t1

Michael Balle. Managing with systems thinhi.ng: rnoking dynamics


work for yow in business decision mahing. (London: MaGraw-Hill
Book Company, 7994), pp. 4142.
Peter Checkland and Jim Sch oles. Soft Systems Methodology

i.n

Acti.on.

(Chichester, England: John Wiley & Sons, 1990), p.22.


Peter Checkland.. SystmtsThinking SystemsPractice : inclwdes a 30'year
retrospectiue, (Chichester, England: John Wiley 6{ Sons, 1999), p. 470.
Peter Checkland and Jim Scholes, op.cit., p. 22.

3'.17

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

menjelaskan bahwa dua ienis pendekaan itu bersifat saling melengkapi dan saling memperkuat ls Kondisi yang dapat saling melengkapi

ini karena masing-masilg memiliki perbedaan yang menyebabkan


adarryakelebihan berbeda dan dapat dipetik dari setiap pendekaan

tersebut. Tabel berikut diungkap oleh Maani 6c Cavana dengan


merujuk pada Pidd yang menuniukkan perbedaan tersebut dengan
merujuk pada kelebihan setiap pendekatan. Jika suatu penelitian
bertuiuan untuk mencari solusi dengan mempersembahkan produk
atau rekomendasi tertentu maka pendelatan hard rystem menjadi
lebih tepat Jika tufuan penelitian adalah peningkaan wawasan da.
proses pembelajaran maka dengan menghasilkan kemaiuan melalui

pembelaiaran kelompok maka pendekatan sof syste?n meniadi lebih


tepat.
Tabel Perbedaan Antarpendekatan dalam Berpikir Sistem
A represer
real world

dimensional (si

A way ofgenerating
debate and insight about
the real world
Ambiguous and multidimensional (multiple
Are integral parts of the
model

Sumben Kambiz E. Maani and Robert Y. Cavana. Systems Thinking and Model/in6 New Zealand: Pearson Education, 20fi)), p. 21.

15 lGmbiz E. Maani and Robert Y. Cavana, op.cit., p.27.

318

Lampiran Tentang Metodologi Penelitian


Pendekatan Berpikir Sistem dan Analisis Sistem Dinamis

ANATISIS SISTEM DINAMIS


Untuk menerapkan berpikir sistem diperlukan metodologi sisyang
tepat sesuai tujuan dan karakteristiknya. Jika tujuannya
tem
adalah upaya mencari solusi dan optimasi suatu kebijakan maka metode yang berada dalam lingkungan pen dekatanhard syste?n menjadi
lebih sesuai. Penelitian ini berupaya untuk mencari solusi bagi kurang
efektifnya partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah sehingga pendekatan hard system dinilai lebih tepat untuk mencapai
tujuan tersebut.
Salah satu metode yang berada dalam kategori hard qstem
adalah systern dynamics (sistem dinamis). Menurut Coyle, metode
ini dapat menjadi pilihan utama jika penelitian yang dilakukan bermaksud untuk mencapai dua hal, yakni berusaha untuk mengidentifikasi perilaku dinamis dalam suatu sistem dan mengubah suatu situasi
menuju situasi yang dikehendaki.l6

Metode sistem dinamis ini dikembangkan pertama kali oleh

MIT pada akhir tahun 1950an. Dengan belajar dari


Forrester, Coyle mengembangkan lebih lanjut metode ini dan men-

Jay Forrester di

definisikannya sebagai berikut.

*system dynamics deals u.,ith tbe time-depmdent behador of


managed systens utitb tbe aim of describing the systern and
understanding, tlnough q,alitniue and Etantiutiie mod.els, ltout

information

feed.back gouerns its bebauior, and designing

robust

infornation feedbach structures and control policia through


simulation and opti?nizatiott". (Sistem dinamis berkaitan dengan

L6 Robert Geoffrey Coyle. System d.ynarnics modelli.ng: a practi.cal


approach. (London: Chapman & Hall,. t996)' pp. 348'349.

319

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

perilaku waktu dari sistem yang terkelola dengan tujuan


menggambarkan sistem tersebut dan memahami bagaimana
umpan balik informasi mengatur perilakunya. Pemahaman ini
dapat dilakukan melalui model kualitatif dan kuantitatif. Tirjuan

lainnya adalah mendesain struktur umpan balik yang kukuh


serta mengendalikan kebijakan melalui simulasi dan optimasi.)r7

Dari pengertian tersebut tampak adanya kekuatan metode


sistem dinamis, yakni kemampuannya untuk digunakan dalam dua
canyangberbeda namun saling terkait. Di satu sisi, sistem dinamis
dapat digunakan seciua kualitatif untuk memotret bekerjanya suatu
sistem sebagai suatu alat bantu untuk berpikir dan memahami. Di
sisi yang lain, diagram yang dihasilkan dapat dialihkan menjadi suatu

model simulasi dan optimasi kuantitatif guna mendukung suatu


desain kebijakan.
Sistem dinamis menekankan pada struktur sistem dan proses
di dalam struknrr tersebut dengan asumsi bahwa perilaku dinamis
dunia nyata dapat direpresentasikan di dalamnya. Perilaku dinamis
pada prinsipnya bergantung pada strukur sisiem. Struknrr mencakup
tidak hanya aspek fisik dari suatu proses tetapi iuga meliputi tradisi
dan kebijakan yang menentukan pembuatan keputusan.
Secara umum dapat dikaakan bahwa sisrem dinamis menga-

sumsikan adanya analisis situasi yarig diambil dari sudut pandang


obiektif eksternal. Struktur dan proses dinamika dari dunia nyata
dapatdisusun, baikdalam diagram sistem maupun model matematis.
Dalam kerangkaitulah analisis sistem dinamis dapat dipahami sebagai

t7 Ibid, p. 10.
320

Lampiran Tentang Metodologi Penelitian


Pendekatan Berpikir Sistem dan Analisis Sistem Dinamis

mekanisme generatif sehingga model sistem dinamis dapat digunakan

untuk mewakili, memperkirakan, dan menjelaskan serta mengendalikan realitas.


Struktur memainkan peran penting dalam analisis sistem dinamis karena memiliki daya dukungbagi peramalan dan pengendalian
sistem. Flood & Jackson menjelaskan betapa pentingnya stnrktur
ini bagi analisis sistem dinamis sehingga memberikan perhatian besar
tenta:ng karakteristik struktur sistem. Ada empat karakteristik, yaitu

(ataran arah umpan balik, nonlinearitas, dan simpal ganda.l8 Tatanan


dari suatu struktur ditunjukkan dengan iumlah "leuels" yang diguuLeuels" adalah variabel yang mewakili jumlah dari sesuatu.
nakan.
uLeuels" pada dasarnya digunakan untuk mewakili struktur.
Umpan balik merupakan perilaku satu unsur dari sistem yang

memengaruhi kembali, baik secara langsung maupun

ak

langsung

terhadap unsur lain yang semula memengaruhinya. fuah umpan balik


ini dapat bersifat positif atau negatif. fuah umpan balik ini merupakan

perhatian utama dalam analisis strukfur. Sistem yang dipengaruhi


oleh umpan balik positif menghasilkan pefirmbuhan atau penurunan
eksponensial dari titik tertentu. Umpan balik seperti itu merupakan
sistem nonlinear yang dapat mengarah pada peralihan di antara simpal positif dan negatif sehingga membentuk pernrmbuhan yang terkendali. Situasi sosial, ekonomi, dan administrasi iarattg sekali terwakili oleh simpal tunggal. Beberapa simpal, baik positif maupun
negatif selalu terkait dalam situasi tersebut. Jumlah dan derajat inter-

18 Robert L. Flood and Michael C. Jackson. Creatiue problem solui'ng:


total system interuention. (Chichester: John Wiley
pp.62-64.

321

&

Sons' 1991)'

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

''.aksi antarsimpd menuniukkan kerumitan suatu sistem sehinggavaria-

bel kunci dan untuk memperkirakan hasil sulit diidentifikasi.


Secara keseluruhan, pemahaman yang baik terhadap struktur
sistem dalam model sistem dinamis diasumsikan mampu meningkatkan kualitas prediksi dan kendali atas hasil suatu sistem. Prediksi
dan kendali ini dapat dilakukan dengan baik melalui simulasi. Tujuan
analisis sistem dinamis adalah untuk melakukan simulasi skenario
kebijakan yang memungkinkan. Simulasi ini m:rmpu mengurang deraiat ketidakpastian implementasi suatu kebiiakan. Selain itu, simulasi

ini juga mampu memberi rasa percaya diri yang lebih besar dalam
merumuskan dan melaksanakan suatu keputusan. Pada dasarnya"
fokus utama prediksi dan kendali sistem berdasar analisis sistem dinamis berada pada model kebiiakan yang disusun.

Mengenai definisi model, Maani 6c Cavana mengungkapkan


"mod.el is dcfined, as being represmtation of the real world.."le Selan-

iuorya dijelaskan bahwa model dapat berupa beragam bentuk, seperti


model fisi\ model andog model digrtal (komputer), model matematis, dan sebagainya. Dalam analisis sistem dinamis, model dibagl

dalam dua set model, yakni model dasar dan model baku. Model
dasar terdiri 2s2s smpat jenis, yakni model umpan balik positif yang
mempunyai karakter penguatan, model umpan balik negatif yang
mempunyai ciri pencapaian tuiuan atau penyeimbangan, model
kurva-S yang terjadi karena adanya keterbatasan sumber daya atau
kejenuhan, dan model osilasi yang teriadi karena kejadian yang berol*g.Model balat (archtype) memiliki delapan model yang &pat

digunakan sebagai representasi dunia nyata dari interaksi antarsub-

re

Kambiz E. Maani and Robert Y. Cavanq op.cit.,

322

p.20.

Lampiran Tentang Metodologi Penelitian


Pendekatan Berpikir Sistem dan Analisis Sistem Dinamis

sistem yang bersifat kompleks. Delapan jenis model tersebut addah


batas keberhasilan, perbaikan yang gagal, pemindahan beban, sasaran

yang berubah, kemajuan dan kekurangan modal, sulses


berhasil, eskalasi, dan kesulitan bersama.zo

bd

yxrg

PENDEKATAN COYTE DATAM ANATISIS SISTEM

DINAMIS
Pendekatan berpikir sistem (qstems thinkingl dryMakandalam
penelitian ini dengan mempertimbangkan beberapa hal. Pertama,
adanya kesadaran bahwa partisipasi masyarakat dalam pemerintahan

daerah berada dalam situasi komplel<sitas dinamis (dynamic complexity). Kedua, penelitian ini berupaya untuk memahami akar dari
permasalahan yang mendera partisipasi masyarakat melalui deteksi
atas stnrktur sistemis (systemic structure) daripada sekadar melihat
kejadian-kejadian yang kasat mata (atmts).Iktiga, adanya kehendak

untuk mendorong tindakan antisipatif serta mencari solusi atas persoalan kegagalan pencapaian partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah.

Dari beragam jenis metode yang termasuk dalam pendekaan


berpikir sistem, metode sistem dinamis dipilih dalam penelitian ini
dengan mempertimbangkan beberaira hal .2r P*'tama r sistem dinamis
merupakan b agan dari hard system yanglebih tepat digunakan dalam
suatu akivitas yang berupaya untuk mencapai nrjuan tertentu.I<edua,'

20 Muhammadi and Erman Aminullah and Budhi Soesilo., loc.cit,

2r

ini dilakukan dengan mendasarkan pada pembedaan.


antan hard sy stem. dengan soft sy *mt yang digambarkan dalam lGmbiz
B. Maani and RobertY. Cavana, R,N. op,cit.
Pertimbangan

323

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

analisis

ini lebih tepat iika digunakan untuk mencari rekomendasi

atas solusi dari suatu masalah.

ini bera& dalam


paradigma kuantitatif yang berusaha mengungkap kenyataan seqra
Sebagai bagian dan hard system, penelitian

empiris berdasarkan pendekatan berpikir sistem. Berbagai tujuan


yang dirumuskan dalam penelitian ini sekaligus berupaya difawab
melalui pendekatan limatahap dari Coyle sebagai salah satu metode
sistem dinamis.z Pendekaan ini dipilih mengingat kelebihannya
dalam mengakomodasi daa-data yang bersifat kualitatif sebagai kenyataan sosial yang sulit dikuantikasi. Pendekatan ini mampu
mengombinasikan paradigma kuantiatif dan

kualiatif berdasarkan

"the dominant-less d.ominant design," yakni penggunaan metode


kuantitatif sebagai desain dominan dilengkapi penggunaan merode
kualitatif.a Penggunaan metode kualitatif ddam rangka pengumpulan
data dan analisisnya dijelaskan lebih mendalam dalam bagian berikut.
Pada dasarnya, metode pengumpulan daa dilakukan dengan melihat
ienis data yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.
Secara operasional penelitian ini menggunakan metode sistem
dinamis dengan berlandas pada pendekatan lima ahap dari Coyle.
Tirhap pertama dfunulai dengan mengakui adanya masalah dan mencari tahu mengapa orang peduli tentang hai tersebut. Beberapa tahapan berikutnya dalam metode sistem dinamis adalah pemahaman
masalah melalui deskripsi sistem, analisis kualiatif, simulasi model,

22 Robert Geoffrey Coyle, op.cit., pp. 10-13.

V. Creswell. Research design: qaalitatiae and quantitatiue


approaches. (Thousands Oaks, California: Sage Publications, 1994).
P.177

John

324

lampiran Tentang Metodologi Penelitian


Pendekatan Berpikir Sistem dan Analisis Sistem Dinamis

dan yang terakhir adalah pengujian dam desain kebijakan. Untuk


lebih jelasnya, lima tahapan sistem dinamis tersebut tersaji dalam
gambar berikut ini.
Stage

Problem Recognition
(who cares, and why)

Stage

Problem Understanding and System


Description
(lnfluence Diagram)

Stage

Qualitative Analysis
(bright ideas and pet theories)

Stage

Simulation Modeling
(special computer simulation languages)
Model testing

Stage

Policy Testing and Design


Sensitivity testing

and
Simulation

Exploratory Modeling
Poliry Design by
(assessment by judgment)

lnsights
ldeas

I
I

+
(objective function)
Policy Design by Optimization

Robust Policies

Gambar Proses Sistem Dinamis


Sumber: Robert Geoffrey Coyle. System dynamics modelling:
approach. (London: Chapman & Hall, 1 996), p. 1 1 .

practical

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Tahapan perama dalam kerangka metode tersebuttelah dibahas

dalam bagian awal tirlisan ini. Permasalahan pokoknya adalah mengapa partisipasi masyarakat belum benar-benar terwuiud dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah meskipun telah diamanatkan
dalam undang-undangpemerinahan daerah dan telah meniadi ama-

nat reformasi. Permasalahan berikutnya adalah skenario kebilakan


ap^yangdapat disusun sehingga dapat mewuiudkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah. Untuk menjawab semua permasalahan tersebut, penelitian ini kemudian dijalankan melalui
tahapan-ahapan berikutnya.
Penelitian ini merupakan studi kasus tentang partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah di Kota Malang. Studi kasus
pada dasarnya bukan suatu pilihan metodologi" melainkan penetapan
suatu obiek kaiian. Studi kasus ini dipilih untuk mengeksplorasi suatu
kasus tunggal yang terikat oleh ruang dan aktivitas tertentu dalam

'

suatu periode waknr tertentu.2a Pemilihan ini didasarkan pada peng-

uamaan keluasan aspek yang dikaii daripada keluasan sinrs.kaiian.


Penentuan daerah penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan

hasil kaiian Tim Peneliti FIKB bahwa partisipasi masyarakat dalam


pemerinahan daerah dipengaruhi beberapa fakto4 di antaranya adalah tipologi daerah, tingkat pendidikan masyarakag dan kemapanan
sistem pemerinahan.
Pemerintahan Kota Malang dipilih sebagai situs penelitian didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama,

Koa Malang meru-

pakan daerah yang memiliki sistem pemerinahan yang cukup maang


karena berdiri sejak 1 Aprtl 79L4 dengan satus kota praia (Gmteen-

'o

John

Creswell. ibld.

326

Lampiran Tentang Metodologi Penelitian


Pendekatan Berpikir Sistem daJr Analisis Sistem Dinamis

re). Hal ini diperkuat setelah kemerdekaan Republik lndonesia, Kota

Malang ditetapkan menjadi salah satu koa besar di antara sepuluh

koa besar lainnya berdasarkan tlU No. 16 Tahun 7950, Kedua,Kota


Malang merupakan sebuah daerah kota karena berdasarkan hasil
kajian Tim FIKB, partisipasi masyarakat di daerah kota cenderung
lebih tinggi daripada di daerah kabupaten Kai.ga,tingkat pendidikan
masyarakat Kota Malang cukup tingg. Hal ini dituniukkan dari status Kota Malang sebagai Kota Pendidikan bertebarannya berbagai
jenis dan jenjang pendidikan berkualitas di seantero Kota Malang.
Studi kasus tentang

partisipasi

dalam pemerintahan

daerah ini dilaksanakan untuk menielaskan dina$dka partisipasi masyarakat pascaberakhiniya Orde Baru. Renangwaku ini dipilih dengan
mempertirrfiangkan muncul dan diterapkannya WNo. 22 Tahun 1999
terjadi pada rrasa setelah berakhirnya Orde Baru. Periode UU tersebut
dipilih karena dalam periode ini tersedia ruang gerak yang lebih besar
bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemerintahan daerah.
Tirhap penggambaran sistem dilakukan untuk memahami suatu

masalah secara sistemis. Pemahaman

ini

dapat dilakukan dengan

memberikan gambaran tentang sistem dari permasalahan tersebut.


Gambaran ini biasa disebut dengan inflwence diagram (diagram
pengaruh) at;ra yang sering kali dikenal dengan istilah causal loop
di.agram (diagram simpal kausal). Diagram ini merupakan gambaran
tentang berbagai kekuatan yang bekerja dalam sebuah sistem yang
terkait dengan fenomena yang sedang menjadi perhatian.
Diagram pengaruh ini disusun dengan menggunakan ent@l
stateltransi.tion method.x Metode ini mengidentifikasi semua entias

2s Robert Geoffrey Coyle, op.cit., pp. 33-35.

327

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

yangadadalam suatu sistem kemudian memetakan transisi dari suatu


kondisi entitas ke kondisi lainnya. Pemilihan metode ini didasarkan
pada kelebihannya dalam menggambarkan aliran berikut jenis dan
kekuaan yang mengendalikan aliran tersebut. Terdapat beberapa
langkah yang dilakukan dalam menggunakan merode im. Pertama,
mengidentifikasi semua entitas (enttUl aau aktor yang berada dalam
ruang lingkup masalah. Kedta, mengidentifikasi kondisi (statel yang
memungkinkan untuk setiap entias yang ada. Kai.ga, mengidenti-

fikasi aliran fflow) yangdapat menyebabkan perubahan kondisi tersebat. Keempaf, memeriksa adarrya koneksi antar aliran, termasuk
kemungkinan adanya waktu unda (delay). Kelima,mengidentifikasi
adanya aliran pengendali (controlling flow) yang memengaruhi sistem
tercebat Keenan, mengidentifikasi pengaruh informasi atau tindakan

(informati.on and action influencesl dari aliran perrgendali di atas.


Berikut ini disajikan diagram pengaruh partisipasi masyarakat
dalam pemerintahan daerah. Diagram tersebut didasarkan pada
kajian pustaka tentang partisrpasi masyarakat dalam pemerinahan
daerah. Diagram tersebut iuga disusun berdasarkan mtity/ stateltran-

sition mabod.

328

Lampiran Tentang Metodologi Penelitian


Pendekatan Berpikir Sistem dan Analisis Sistem Dinamis

Dukungan
pmerintah

pust

Gambar Pengaruh Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah

Setelah mengembangkan diagram pengaruh, perhatian selanjutnya beralih ke tahap ketiga, yakni analisis kualitatif. Harapannya
adalah untuk memperoleh penjelasan yang lebih baik terhadap persoalan yang dihadapi. Dalam analisis sistem dinamis, hal ini merupakan ahapan yang sangat penting untuk mencapai hasil nyata. Da-

lam tahapan ini, peneliti menggunakan metode pet theories (teoi


spekulatiQ. Metode ini bermanfaat karena merupakan pandangan
orang-orang yang berpengalaman dalam suatu sistem. Coyle lebih
menganjurkan metode ini dibandingkan metode bigbt ideas karena
selalu ada sumber pengetahuan yang bermanfaat dan dapat dipetik

329

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

dari orang-orang berpengalaman ini tentang masalah yang sedang


diteliti.26

Analisis data dilaksanakan secara bersamaan dengan aktivias


pengumpulan data.27 Analisis kudiatif didasarkan pada redulai dan

penyajian data. Informasi yang berhasil dikumpulkan direduksi


menjadi pola, kategori, atau tema rertentu. Analisis daa dipermudah
dengan melakukan penyajian data secara sistematis. Daa disafikan
dalam bentuk abel informasi yang menunjukkan hubungan di anara
kategori informasi. Informasi dapat disajikan berdasarkan kategori
infonnar5 variabel demografis, urutan wahu,informasi, urutan peran,
dan sebagainya yang dimungkinkan berdasarkan hasil analisis. Untuk

memudahkan reduksi dan penyajian data, informasi yang berhasil


dikumpulkan diberi kode berdasarkan kategori dan kronologi informasi &in ditelaah berulang kali sehingga memungkinkan munculnya beragam kategori yang lebih tepat Semua catatan penelitian
teap disimpan dan tetap ditelaah secara berkala untuk memeriksa
kemungkinan terabaikannya informasi penting atau memunculkan
gagasan baru yang bermanfaat bagi proses analisis data.

Untuk menjamin keabsahan data, peneliti menggunakan


beberapa metode. Validitas internal hendak dicapai dalam penelitian

ini. Dengan demikian, diharapkan

adarrya akurasi informasi atau

kesesuaian inforrrasi dengan realitas. Prosedur yang digunakan adalah

triangulasi data melalui pengumpulan data melalui berbagai sumber


data atau informan, memperpanjang keterlibatan peneliti dengan

x
tt

lbid.p.10-11.
John

Creswell, op.cit., pp. 153-159.

330

Lampiran Tentang Metodologi Penelitian


Pendekatan Berpikir Sistem dan Analisis Sistem Dinamis

latar penelitian, mendiskusikan hasil analisis data dengan sejawag


sera partisipasi penelitian dengan melibatkan sejawat dan informan
dalam telaah daa dan penarikan kesimpulan. Vdiditas eksternal hendak dicapai bukan untuk menggeneralisasi temuan tetapi untuk membentuk penafsiran unik atas kejadian yang terekam selama penelitian

(limited gmeralizi.biliry). Strategi yang dilakukan dalam mencapai


validitas eksternal ini adalah triangulasi prosedur pengumpulan daa.
Data yang berhasil dikumpulkan dari seorang informan melalui satu
prosedur tertentu diperiksa konsistensinya dengan data yang diperoleh melalui prosedur yang berbeda.
Pengumpulan data dilakukan melalui empat prosedur, yakni
wawanqra mendalam, diskusi kelompok terfokus (ocus growp discussion), dan pengamatan serta kuesioner. Hubungan antarmetode
tersebut adalah saling melengkapi. Keterkaitan antara wawananra
dan diskusi kelompok fokus dilakukan dalam kerangka yang dijelaskan oleh Lee.28 Pertama, diskusi kelompok fokus dilakukan untuk
mempertajam topik yang disusun dalam pedoman wawancar a. Kedaa,
diskusi kelompok fokus dimaksudkan pula untuk mengeksplorasi
informan kunci yang hendak diwawancarai. Diskusi kelompok fokus
ini dilakukan pada tahapan sebelum wawancara dilakukan. Ketiga,
diskusi kelompok fokus ini juga dilakukan pada tahapan setelah wawancara dan analisis data dilakukan. Fungsinya sebagai mekanisme
klarifikasi informasi yang masih sulit dimengerti serta informasi yang
masih dimungkinkan belum terungkap.

28 Thomas W Lee. Using

quali.tatiae methods in organitational research.

(Thousands Oaks, California: Sage Publications, 1999), pp.57-52.

331

Menggugat Partisipasi Publlk dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

Peserta dalam diskusi kelompok fokus ditetapkan secara purposif dari berbagai kelompok aktor yang relevan dalam masalah penelitian. Peserta adalah anggoa masyarakat yang terlibat dalam ke-

gatan partisipasi, tokoh informal masyarakag pengurus asosiasi kemasyarakaan, anggota DPRD, peiabat perangkat daerah, dan pengurus partai politik, serta akademisi yang menaruh perhatian terhadap
masalah penelitian. Informan kunci yang diperoleh dari hasil diskusi

kelompok fokus dapat dikembangkan berdasarkan prosedur bola


snljrl (snowball samplingl.
Dua prosedur pengumpulan data tersebut dilengkapi pengamatan yang dilakukan langsung oleh peneliti. Sebagai instrumen peneli-

tian, dalam hal ini peneliti memainkan dua peran, baik sebaguknown
inuesti.gator maupvn wnhnown inuatigator. Dalam pengamaan yang

dilakukan pada temu publik dan sidang paripurna terbuka DPRD,


peneliti memainkan peran sebagu unknown inuesti.gator dengan cara
berbaur dengan anggota masyarakat lainnya Dalam pengamaan pada
rapat terbatas atau pertemuan yang melibatkan publik secara terbatas,

peneliti berperan sebagai knoun inuestigator dan tampaknya dua


peran ini tidak dapat dihindari. Peneliti juga melakukan observasi
partisipan dengan melibatlan diri dalam berbagai sarana sebagai anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam penentuan kebijakan pu-

blik daerah otonom.


Kuesioner juga dilakukan sebagai prosedur pengumpulan data.

ini dilakukan untuk berbagai ienis data yang


dapat dikumpulkan berdasarkan prosedur ini. Jenis kuesioner yang
Penggunaan kuesioner

digunakan adalah schedule yang memungkinkan enumerator memperdalam jawaban responden dengan mengisi peranyaan terbuka
sebagai pelengkap dari peranyaan tertutup sebagaimana yang telah

332

Lampiran Tentang Metodologi Penelitian


Pendekatan Berpikir Sistem dan Analisis Sistem Dinamis

tersaji dalam kuesioner tersebut.2e Prosedur pengumpulan data ini


bermanfaat untuk menggambarkan fenomena tertentu serta berfunpi
sebagai instrumen triangulasi bag dxa yang berhasil dikumpulkan
oleh prosedur lainnya.
Pelaporan temuan penelitian dilakukan dengan beragam cara,
baik berupa narasi, skemq maupun tabel. Tujuan utama pelaporan

ini adalah untuk memberikan penjelasan kepada pembaca tentang


hubungan antarvariabel dalam diagram pengaruh yang telah disusun
pada tahapan penelitian sebelumnya. ilelaporan ini mengungkap hasil
analisis data yangbertujuan untuk mengembangkan penjelasan ten-

tang hubungan kausalitas antarvariabel dalam diagram tersebut.


Selain itu, analisis kualitatif ini dimaksudkan untuk memahami pola
kejadian dengan membandingkan antara model dalam diagram
pengaruh yang sudah dibangun dengan realitasnya. Analisis juga dimaksudkan untuk memperoleh penielasan tentang pola perubahan
variabel dan hubungannya seiring dengan bergulirnya wal<tv (behauior ouer tirne). Maksud yang terakhir ini mirip dengan apa-yang
biasanya hendak dicapai olehtime-series analysis. Kehendak untuk
yang dimungmencapai tiga maksud tersebut senada dengan
^pa
kinkan oleh Yin dalam analisis penelitian kasus.30
Oleh karena analisis kuditatif yang dilakukan tidak menghasilkan wawasan yang memadai untuk menyelesaikan masalah maka
kegiatan selanjutnya masuk dalam tahap keempat, yakni simulasi
model. Simulasi dilakukan dengan menyusun model simulasi berdasar
pada diagram simpal kausal yang telah dihasilkan pada tahap kedua

2e Moh. Nazir. Metode Penelitian. fakarta: Ghalia Indonesia, 1988).


'o JohnW Creswell, op,cit.,pp. 156-'157.

333

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

di atas. Model simulasi disusun dari diagram tersebut namun dengan

menggunakan bahasa yang berbeda. Diagram simpal kausal dan


model simulasi pada dasarnya merupakan dua versi yang berbeda
dari model yang sama. Diagram simpal kausal perlu dikonversi ke
model simulasi agw dapat dioperasikan dalam bahasa komputer sehingga mempermudah pencapaian kecepatan proses yang lebih tinggi

dan kemudahan untuk memperbaiki dan mengembangkan model.


Simulasi model ini juga dapat diteruskan pada kegiaanvalidasi model
(mod.el testingl agar model yang dibangun sesuai dengan tujuan yang

hendak dicapai sekaligus terkonstruksi dengan benar. Pada dasarnya,

ada dua jenis validasi yang dilakukan yakni validasi struktur dan
validasi kinerja. Validasi struktur merupakan proses mencapai kesahihan diagram simpal kausal sementara validasi kinerja merupakan
proses mencapai kesahihan diagram stok aliran atau model simulasi,

Thhap kelima, yakni menguji dan mendesain kebiiakan yang


dapat dilakukan setelah validasi model mulai menampakkan hasilnya

Analisis sensitivitas dilakukan sebagai awal dari proses pengujian


dan perancangan kebiiakan. Analisis ini dilakukan untuk mengeahui
parameter yang paling sensitif terhadap kinerja sistem secara keseluruhan. Langkah berikutnya yang dilakukan adalah mendesain kebiiakan dan menguji sistem dengan melakukan simulasi perubahan
potensial terhadap sistem untuk melihat dampak yang terjadi. Langkah ini bermanfaat pula untuk memahami dampak kebijakan dengan

memikirkan simpal sistem. Penilaian terhadap kemajuan perilaku


sistem dapat dilakukan dengan penilaian

kuditatif dan penilaian hasil

simulasi. kngkah ini merupakan langkah untuk mengeksplorasi


perilaku sistem daripada berupaya melakukan prediksi.
Langkah selaniutnya adalah melakukan desain kebiiakan setelah
memahami perilaku sistem dengan baik. Desain kebijakan dilakukan

334

Lampiran Tentang Metodologi Penelitian


Pendekatan Berpikir Sistem dan Analisis Sistem Dinamis

dengan menangkap esensi dari apayarryhendak dicapai oleh suatu


sistem, atau apayarg hendak dicapai oleh seseorang. Dengan langkah
ini dapat diperoleh kebijakan yang paling te pat (robust policy) antuJr

menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Desain kebijakan tidak


sec:rra otomatis menghasilkan fawaban tunggal terhadap pennasalahan yang dihadapi. Kebijakan yang disarinkan melalui desain kebi
jakan sering kali mengarah pada pemahaman lebih lanjut aas persoalan dan bekerjanya sistem sehingga menuntut adanya pemikiran
yang mengarah pada kebijakan lain. Hal itu tentu menuntut

aktivias

desain kebijakan yang benrlang-ulang hingg" menghasilkan desain


kebijakan yang lebih baik.

335

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

336

Tenntnrlg Penu1is
Or. tvtiriibur Rahman Khairul Muluk
lahir di Surabaya pada tanggal 10 Mei
1971 menamatkan pendidikan s arlana
administrasi negara fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya
pada ahun L994 d^npendidikan magister dengan konsentrasi pengembangan sumber daya manusia di Program Pascasarjana Universitas Brawijaya pada tahun L999 (cumlaude).
Penulis merampungkan pendidikan
dokor pada Program Pascasarjana Departemen Ilmu Administrasi
Universitas Indonesia dengan minat khusus pemerinahan daerah
pada tahun 2006 dengan predikat cumlaude. Penulis yang aktif
mengelola jurnal ilmiah ini sering kali menulis artikel, terutama tentang pemerintahan daerah yang dimuat di berbagai jurnal ilniah di
negeri ini, seperti Bzszrs dt Birofuasi, Manaiemen dv Usahawan,lttrnal
lwnal llmiah Admini.stasi. Publi.k, Forum Inouasi., darr

Desmtrali.sasi.,

Neptunus. Semasa mahasiswa, penulis aktif di berbagai organisasi


kemahasiswaan dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum Senat
Mahasiswa FIA Unibraw periode 7992-1993. Buku yang pernah
ditulis adalah Desentalisasi. dan Pemerintahan DaeraE (September
2006r, Organisasi dan Manajemm dalam Perspektif: Suntu Bunga
Rarnpai Pemihi.ran (sebagai editor, Iuh 7997), dan Pembangwnan
dalam Perspekti,f : Suatu Ti.ni auan Multi.dimmsi.onal (sebagu editor,
Desember 79971. Selain aktif sebagai staf pengajar di Fakultas Ilmu

Adminisaasi Universitas Brawijaya" penulis juga aktif sebagai konsultan pemerintahan daerah

337

Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah


Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem

338

Anda mungkin juga menyukai