Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Krisis multidimensional yang tengah melanda bangsa Indonesia telah

menyadarkan kepada kita semua akan pentingnya menggagas kembali konsep

otonomi daerah dalam arti yang sebenarnya. Gagasan penataan kembali sistem

otonomi daerah bertolak dari pemikiran untuk menjamin terjadinya efisiensi,

efektivitas, transparansi, akuntabilitas, dan demokratisasi nilai-nilai kerakyatan

dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Kritik yang muncul selama ini adalah pemerintah pusat terlalu dominan

terhadap daerah. Pola pendekatan yang sentralistik dan seragam yang selama

ini dikembangkan pemerintah pusat telah mematikan inisiatif dan kreativitas

daerah. Pemerintah daerah kurang diberi keleluasaan (local discreation) untuk

menentukan kebijakan daerahnya sendiri. Kewenangan yang selama ini

diberikan kepada daerah tidak disertai dengan kesiapan infrastruktur yang

memadai, penyiapan sumber daya manusia yang profesional, dan pembiayaan

yang adil. Akibatnya, yang terjadi bukannya tercipta kemandirian daerah, tetapi

justru ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat.

Dampak dari sistem yang selama ini kita anut menyebabkan pemerintah

daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi masyarakat daerah.

Banyak proyek pembangunan daerah yang tidak menghiraukan manfaat yang

dirasakan masyarakat, karena beberapa proyek merupakan proyek titipan yang

sarat dengan petunjuk dan arahan dari pemerintah pusat.

1
2

Untuk mendukung pelaksanaan manajemen pembangunan daerah,

upaya mutlak yang harus dilakukan adalah peningkatan kapasitas aparat

pemerintahan daerah serta organisasi civil society agar dapat mengambil

peranan yang tepat dalam interaksi demokratis serta proses pembangunan

secara komprehensif. Secara lebih spesifik bahwa pembangunan pada era

desentralisasi ini harus lebih memiliki dimensi peningkatan sumber daya manusia

sehingga dapat memberikan pelayanan yang tepat kepada masyarakat dan

mampu mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan. Untuk itu peran

serta masyarakat langsung sangat diperlukan dan perlu terus diperkuat serta

diperluas. Dengan demikian istilah partisipasi tidak menjadi sekedar retorika

semata tetapi diaktualisasikan secara nyata dalam berbagai kegiatan dan

pengambilan kebijakan pembangunan.

Keberhasilan pemerintahan dalam jangka panjang tidak hanya

bergantung pada kepuasan masyarakat atas pelayanan yang diberikan, tetapi

juga atas ketertarikan, keikutsertaan, dan dukungan dari masyarakatnya.

Demokrasi yang sehat tergantung pada bagaimana masyarakat mendapatkan

informasi yang baik dan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan oleh

pemerintah.

Partisipasi secara utuh yang melibatkan aktor-aktor pembangunan

daerah mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada monitoring dan

evaluasi merupakan “daya dorong” guna mewujudkan sistem manajemen

pembangunan daerah yang terpadu menuju peningkatan harkat dan

kesejahteraan masyarakat. Perencanaan pembangunan partisipatif dipandang

sebagai sebuah metodologi yang menghantarkan pelaku-pelakunya untuk dapat

memahami masalah yang dihadapi, menganalisis akar-akar masalah tersebut,


3

mendesain tindakan-tindakan terpilih dan memberikan kerangka untuk

pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program.

Wacana tentang partisipasi publik dalam perencanaan dan pengelolaan

sektor publik sebenarnya telah lama mendapat perhatian. Di Amerika wacana ini

muncul sejak akhir tahun 1950-an, sementara di Inggris sejak awal tahun 1960-

an, dan Australia menyusul pada tahun 1970-an. Wacana ini berkembang

sejalan dengan perubahan struktur politik yang mengarah kepada sistem yang

disebut sebagai demokrasi. Proses demokratisasi ini pada suatu saat akan

mendorong terbentuknya suatu tatanan masyarakat madani yang didalamnya

memberi ruang yang cukup luas bagi masyarakat untuk turut serta dalam proses

pengambilan keputusan publik.

Pengalaman di berbagai negara menunjukkan perlunya peran civil

society organization yang di dalamnya termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM) dalam mendorong proses pembangunan yang bersifat partisipatif. Peran

tersebut terutama dalam hal mengintroduksi dan mempraktekkan pendekatan

pembangunan yang bersifat partisipatif kepada masyarakat. Di samping itu LSM-

LSM ini juga berperan dalam upaya peningkatan kesadaran akan pentingnya

partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan publik serta melakukan

advokasi untuk mereformasi kebijakan agar lebih kondusif terhadap partisipasi

publik tersebut.

Perencanaan dengan pendekatan partisipatif sebagai strategi

pembangunan dan proses penentuan keputusan publik sangat bergantung pada

kesadaran masyarakat untuk mau melibatkan diri dalam proses pembangunan.

Namun demikian sebelumnya perlu diketahui mengapa masyarakat begitu

esensial dalam proses penentu keputusan publik itu sendiri. Hal ini sebenarnya
4

sangat terkait erat dengan posisi negara dan masyarakat dalam kelangsungan

unsur-unsur publik yang akhirnya juga terkait dengan kelangsungan negara

berikut tatanan bermasyarkat yang ada di dalamnya. Masyarakat sebagai elemen

terbesar dalam suatu sistem publik atau sistem kehidupan dalam suatu negara

seringkali terbentur ketika berhadapan dengan pemerintah yang dianggap

sebagai perwujudan negara itu sendiri. Negara dalam hal ini pemerintah, dengan

legitimasi berikut dengan sistem birokrasi yang dimilikinya seringkali menjadi

penerjemah dominan dalam proses pembangunan. Artinya segala bentuk

perkembangan dalam tatanan masyarakat di negara tersebut sepenuhnya

tergantung pada kebijakan negara atau pemerintah. Akibatnya seringkali terjadi

suatu proses pembangunan yang dilaksanakan tidak tepat sasaran atau tidak

mampu menjawab persoalan yang berkembang di masyarakat.

Dalam suatu masyarakat kepentingan yang bekembang akan sangat

beragam. Keberagaman kepentingan ini pada akhirnya akan melahirkan sistem

nilai yang beragam pula. Oleh karenanya satu sudut pandang atau satu sistem

nilai saja yang digunakan untuk menerjemahkan kepentingan publik tidak akan

cukup untuk menjawab persoalan publik yang berkembang. Atas dasar

tersebutlah mengapa sudut pandang pemerintah saja dianggap tidak cukup

untuk menerjemahkan proses pembangunan suatu negara dimana masyarakat

juga berada di dalamnya.

Kecenderungan praktik pemerintahan di akhir milenium kedua

menunjukkan kuatnya semangat untuk menjalankan kepemerintahan yang baik

(good governance). Kecenderungan ini karena semakin derasnya dorongan nilai

universal yang menyangkut demokrasi, transparansi, dan penghormatan

terhadap hak azasi manusia termasuk hak memperoleh informasi yang benar.
5

Praktik kepemerintahan yang baik mensyaratkan bahwa pengelolaan dan

keputusan manajemen publik harus dilakukan secara terbuka dengan ruang

partisipasi sebesar-besarnya bagi masyarakat yang terkena dampaknya.

Konsekuensi dari transparansi pemerintahan adalah terjaminnya akses

masyarakat dalam berpartisipasi, utamanya dalam proses pengambilan

keputusan.

Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi publik

merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung dengan

hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat

sebagai pemegang kedaulatan. Partisipasi publik memiliki banyak bentuk, mulai

dari yang berupa keikutsertaan langsung masyarakat dalam program

pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung, seperti berupa sumbangan

dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan kebijakan

pemerintah. Namun demikian, ragam dan kadar partisipasi seringkali hanya

ditentukan secara masif, yakni dari banyaknya individu yang dilibatkan. Padahal

partisipasi publik pada hakikatnya akan berkaitan dengan akses masyarakat

untuk memperoleh informasi. Hingga saat ini partisipasi publik masih belum

menjadi kegiatan tetap dan terlembaga khususnya dalam pembuatan keputusan.

Sejauh ini, partisipasi publik masih terbatas pada keikutsertaan dalam

pelaksanaan program-program atau kegiatan pemerintah, padahal partisipasi

publik tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaan tapi juga mulai tahap

perencanaan bahkan pengambilan keputusan.

Perencanaan pembangunan merupakan suatu pengarahan penggunaan

sumber-sumber pembangunan (termasuk sumber-sumber ekonomi) yang

terbatas adanya, untuk mencapai tujuan-tujuan keadaan sosial ekonomi yang


6

iebih baik secara lebih efisien dan efektif (Tjokroamidjojo, 1995). Perencanaan

pembangunan berawal dari perencanaan ekonomi yang rnengalami perubahan

mendasar menjadi perencanaan pembangunan dengan memperhatikan berbagai

aspek perencanaan sosial, melalui perencanaan tersebut akan dapat

dialokasikan secara optimal sumber-sumber daya yang terbatas untuk mencapai

berbagai sasaran pembangunan di masa mendatang (Esmara 1986). Ini

mempunyai arti bahwa perencanaan pembangunan dipengaruhi oleh nilai-nilai

sosial budaya dalam masyarakat, karena itu politik perencanaan pembangunan

memperlihatkan proses pengambilan keputusan baik dalam berbagai alternatif

kebijaksanaan maupun di dalam pelaksanaan pembangunan tersebut.

Perubahan lingkungan telah membawa sejumlah peluang sekaligus

tantangan bagi Daerah dalam mengembangkan daerahnya masing-masing.

Disamping sebagai peluang karena dengan desentralisasi, daerah lebih bebas

dan mengatur rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi dan

karakteristiknya. Namun hal ini sekaligus juga menjadi tantangan karena tuntutan

kemandirian yang tercermin dalam otonomi daerah menuntut daerah untuk

mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal dalam

meningkatkan kesejahteraan dan kemampuan masyarakat di daerah dan

mengharuskan setiap lembaga pemerintah untuk melakukan berbagai

penyesuaian terutama yang mengarah kepada terselenggaranya tata pemerintah

yang baik, hal ini di akomodasi dalam undang-undang Nomor 32 tahun 2004

dimana kebijakan otonomi daerah di laksanakan dengan memberikan

kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada Daerah, yang

berprinsip pada demokrasi, partisipasi publik serta pengembangan peran dan

fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).


7

Partisipasi publik dimaksudkan untuk meningkatkan peran aktif

masyarakat dalam seluruh aspek dan proses pembangunan mulai dari

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi setiap

produk kebijakan, sehingga semakin memperkuat basis dukungan dan kualitas

pelaksanaan pembangunan daerah.

Namun apakah makna partisipasi sudah dipahami dengan benar? Pada

jaman Orde Baru partisipasi lebih diartikan sebagai kerelaan masyarakat

mengorbankan harta benda, waktu dan tenaga untuk mendukung kesuksesan

program pemerintah program pemerintah. Sumbangan uang atau sebidang

tanah dari masyarakat untuk suatu proyek jalan desa, misalnya, diartikan sebagai

partisipasi publik. Partisipasi dalam semangat demokrasi bukan lagi semata-mata

pengorbanan, tetapi harus dilihat dalam sudut pandang yang luas. Partisipasi

seharusnya dipahami sebagai keikutsertaan masyarakat dalam proses

manajemen publik yang mencakup: perencanaan, pengambilan keputusan,

pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi.

Partisipasi aktif masyarakat dapat terjadi pada setiap tahapan atau

arena dalam proses penentuan kebijakan yaitu identifikasi masalah, penentuan

isu kebijakan, alternatif pilihan, legislasi (pengambilan keputusan), pelaksanaan,

pemantauan, dan evaluasi (umpan balik). Rangkaian kegiatan ini dikenal juga

sebagai siklus kebijakan (policy cycle). Siklus kebijakan awalnya dimulai ketika

identifikasi masalah dirumuskan. Isu di masyarakat harus melalui berbagai

proses konversi sebelum menjadi agenda dari kebijakan publik. Dalam proses

konversi peran opini publik yang disebarkan melalui media massa menjadi

sangat penting. Media dapat mengubah isu masyarakat menjadi isu kebijakan

publik atau dengan kata lain mengubah agenda masyarakat menjadi agenda
8

kebijakan publik. Tetapi seringkali media massa memiliki agenda tersendiri yang

“dipaksakan” menjadi agenda publik. Dalam proses ini sering pula target

pencapaian menjadi rancu karena tekanan dari agenda media dalam isu

kebijakan. Pergeseran kepentingan dan target pencapaian menjadi hal yang

lumrah karena kuatnya tekanan opini publik yang diciptakan oleh media. Di

negara yang sudah maju sistem politiknya, media sering memegang peranan

penting dalam menentukan preferensi masyarakat terhadap suatu isu.

Banyak pendekatan dalam kebijakan pembangunan yang sangat

dipengaruhi oleh hitungan ekonomi yang terukur daripada melihat secara

menyeluruh bagaimana pembangunan tersebut dapat menghasilkan

kemerdekaan (freedom) dan keadilan (justice). Pendekatan kemerdekaan dan

keadilan menjadi arus utama dari perdebatan antara ekonomi pembangunan

(development economy) dengan ekonomi kesejahteraan (welfare economy).

Ekonomi kesejahteraan dalam perdebatan mengenai dampak pembangunan

sering melihat bahwa ketidak-merataan (inequality) dan ketidakadilan (injustice)

sebagai penyebab kegagalan premis-premis pembangunan untuk melakukan

pembebasan manusia dari penderitaan atau kemiskinan.

Kebijakan di Indonesia selama ini masih menganggap bahwa

keberhasilan pembangunan hanya melihat tinggi atau rendahnya pertumbuhan

ekonomi tanpa memandang bagaimana distribusi pendapatan berdasarkan kelas

sosial dan lintas wilayah. Menggunakan satu nilai keberhasilan pembangunan

memang akan memudahkan tetapi sekaligus menjadi “oversimplification”

terhadap persoalan pada kelompok basis. Target keberhasilan kebijakan sering

terjebak pada pencapaian angka-angka statistik tanpa dapat menggambarkan

realita dari dampak pembangunan.


9

Maka dari itu, pengikutsertaan publik dalam proses penentuan kebijakan

publik dianggap sebagai salah satu cara yang efektif untuk menampung dan

mengakomodasi berbagai kepentingan yang beragam tadi. Dengan kata lain,

upaya pengikutsertaan publik yang terwujud melalui perencanaan partisipatif

dapat membawa keuntungan substantif dimana keputusan publik yang diambil

akan lebih efektif disamping akan memberi sebuah rasa kepuasan dan dukungan

publik yang cukup kuat terhadap suatu proses pembangunan. Dengan demikian

keterlibatan masyarakat dalam proses penentuan kebijakan publik yang

memberikan nilai strategis bagi masyarakat itu sendiri menjadi salah satu syarat

penting dalam upaya pembangunan yang dilaksanakan.

Pembangunan partisipatif sesungguhnya dapat dimaknai sebagai

pembangunan yang bertumpu kepada masyarakat dengan melibatkan sebesar

mungkin peran masyarkat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan,

monitoring, dan pengembangannya. Namun dalam kenyataannya seringkali

konsep partisipasi ini hanya dipakai sebagai sebuah perangkat pembelajaran

partisipatif ( Widiadi, 2005).

Perencanaan dengan pendekatan partisipatif atau biasa disebut sebagai

participatory planning ini, jika dikaitkan dengan pendapat Friedmann (1992),

sebenarnya merupakan suatu proses politik untuk memperoleh kesepakatan

bersama (collective agreement) melalui aktivitas negosiasi antar seluruh pelaku

pembangunan (stakeholders). Proses politik ini dilakukan secara transparan dan

aksesibel sehingga masyarakat memperoleh kemudahan setiap proses

pembangunan yang dilakukan serta setiap tahap perkembangannya.

Pendekatan partisipatif dalam konteks apapun, termasuk dalam perencanaan,

selalu dikaitkan dengan proses demokratisasi, di mana masyarakat sebagai


10

elemen terbesar dalam suatu tatanan masyarakat diharapkan dapat ikut dalam

proses penentuan arah pembangunan. Dengan demikian partisipasi publik

masyarakat merupakan salah satu aspek penting dalam perencanaan

pembangunan daerah.

Pada prakteknya, konsep perencanaan pembangunan daerah yang

partisipatif dilatarbelakangi oleh peran dan fungsi daerah otonom yang harus

menentukan sendiri strategi perencanaan daerahnya. Karenanya pertimbangan-

pertimbangan kebutuhan kapasitas, keragaman pelaku dalam pelaksanaan

proses perencanaan di tingkat daerah dalam kerangka desentralisasi dan

otonomi daerah menjadi sangat penting. Strategi perencanaan tersebut

mengadopsi prinsip pemerintahan yang baik seperti pembuatan keputusan yang

demokratis, partisipasi, transparansi dan sistem pertanggungjawaban dan

mencoba menyerapkannya pada kondisi lokal. Ini berarti bahwa perlu dicari pola

yang tepat untuk memberikan kesempatan positif kepada masyarakat untuk

terlibat dalam proses mengidentifikasi, membahas, menyampaikan persepsi,

kebutuhan dan tujuan-tujuan bagi pembangunan.

Proses yang partisipatif untuk menentukan tujuan pembangunan daerah

jangka menengah juga berdasarkan anggapan bahwa kelompok-kelompok

masyarakat sebagai kelompok identitas menurut profesi, umur, gender, dan

sejenisnya yang mempunyai kepentingan bersama yang perlu dicerminkan

dalam kebijakan daerah. Tentunya perencanaan pembangunan ini juga berpijak

pada bagaimana proses perencanaan pembangunan daerah sejalan dengan

standar-standar serta persyaratan teknis perencanaan.

Pendekatan pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan sering

pula dituding sebagai penyebab kurang pekanya kebijakan terhadap kebutuhan


11

masyarakat di tingkat basis. Orientasi pertumbuhan memang mensyaratkan

pentingnya akumulasi modal dan kekuatan daya saing dalam pasar bebas.

Secara teknis parameter pembangunan menggunakan pendekatan yang

matematis terukur (measureable) ketimbang yang bersifat kualitas dan tak

terukur (intangible) sehingga nilai keberhasilan lebih memperhatikan hal-hal yang

terukur. Penggunaan parameter yang terukur seringkali mengabaikan substansi

dari pembangunan itu sendiri yaitu: mempertahankan martabat manusia.

Dengan demikian permasalahan utama yang sering terkait dengan

proses perencanaan pembangunan daerah adalah masih lemahnya kualitas

sumber daya manusia yang mempengaruhi proses partisipatif menjadi tidak

berjalan sebagaimana semestinya, selain itu lemahnya masalah sistem dan tata

cara koordinasi antar stakeholder karena belum didukung dengan adanya

sistem hukum yang mengatur kegiatan tersebut.

Seiring dengan rangkaian perkembangan sebagaimana diutarakan

diatas, maka bentuk dan pola perencanaan pembangunan daerah yang saat ini

dianggap lebih sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat adalah yang

mengarah kepada participatory planning, yaitu pendekatan perencanaan

pembangunan yang memberikan ruang seluas-luasnya bagi peran serta segenap

komponen masyarakat di dalam menentukan kebijakan, program dan skala

prioritas kegiatan pembangunan.

Dengan diamanatkannya pelaksanaan otonomi daerah oleh Undang-

undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka dalam

pembangunan wilayah, daerah berhak untuk menetapkan rencana

pembangunan daerahnya sendiri. Dalam undang-undang tersebut secara implisit

dinyatakan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah haruslah dilandasi


12

prinsip-prinsip demokrasi, pemberdayaan, partisipasi publik, pemerataan dan

keadilan. Di dalam landasan hukum tersebut termaktub aspek pemberdayaan

dan partisipasi publik, yakni di dalam pasal: 22 huruf c, yang berbunyi "Dalam

menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban; c. Mengembangkan

kehidupan demokrasi. Amanat tersebut sangat penting dalam rangka

mewujudkan good governance, dimana partisipasi publik harus diberdayakan

dan ditumbuh kembangkan. Terdapat dua asumsi dasar dibalik makna penting

partisipasi publik ini. Pertama, adalah masyarakat yang paling mengerti tentang

apa yang terbaik buat mereka. Kedua, masyarakat berhak ikut serta dalam

perumusan setiap kebijakan publik yang pasti akan mempengaruhi kehidupan

mereka. Dengan kata lain kebijakan publik dalam era otonomi daerah harus

melibatkan partisipasi publik.

Dalam prinsip good governance, pelaksanaan pembangunan tidak

hanya merupakan tugas pemerintah (state), tetapi juga menjadi tanggung jawab

swasta (private) dan masyarakat madani (civil society) seperti yang dikemukan

Pertiwi (2003). Partisipasi publik diperlukan untuk menciptakan good governance

yang memiliki unsur-unsur akuntabilitas, partisipasi, predictability dan

transparansi. Oleh karena itu, salah satu prinsip good governance

(kepemerintahan yang baik) yang sering diturunkan menjadi good local

governance (kepemerintahan daerah yang baik) adalah tumbuh dan

berkembangnya partisipasi publik (Pertiwi, 2003).

Partisipasi publik dapat meningkat atau dapat digerakkan apabila

kondisi hidup masyarakat mengalami perbaikan. Ndraha (1990) menjelaskan

untuk dapat menggerakkan partisipasi publik dalam pembrngungan diperiukan

usaha-usaha:
13

1) Perbaikan kondisi hidup masyarakat disesuaikan dengan kebutuhan

masyarakat yang nyata.

2) Perbaikan kondisi hidup masyarakat dijadikan stimulasi terhadap

masyarakat, yang berfungsi mendorong timbulnya jawaban (response) yang

dikehendaki.

3) Perbaikan kondisi hidup masyarakat dijadikan motivasi terhadap

masyarakat, yang berfungsi membangkitkan tingkah laku yang dikehendaki

secara berlanjut.

4) Proyek pembangunan desa yang dirancang secara sederhana dan

mudah dikelola oleh masyarakat.

5) Organisasi dan lembaga kemasyarakatan yang mampu

menggerakkan dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

6) Peningkatan peranan masyarakat dalam pembangunan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dalam Pasal 2 ayat (4) Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan: (a) mendukung koordinasi antar

pelaku pembangunan; (b) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan

sinergi baik antar daerah, antarruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah

maupun antara Pusat dan Daerah; (c) menjamin keterkaitan dan konsistensi

antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; (d)

mengoptimalkan partisipasi publik; dan (e) menjamin tercapainya penggunaan

sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

Dalam konteks pembangunan daerah, bentuk dan pola perencanaan

pembangunan yang telah diterapkan selama ini dianggap tidak lagi sesuai

dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Anggapan seperti ini berkembang


14

setelah muncul paradigma baru perencanaan pembangunan yang lebih

mengedepankan pendekatan participatory planning, yaitu pendekatan

perencanaan pembangunan yang memberikan ruang seluas-luasnya bagi peran

serta segenap komponen masyarakat di dalam menentukan kebijakan, program

dan skala prioritas kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan. Ciri khusus

perencanaan partisipatif dapat dilihat dari adanya peran serta masyarakat dalam

proses pembangunan. Perencanaan partisipatif yang melibatkan seluruh warga

masyarakat yaitu dengan cara memfungsikan kelembagaan masyarakat secara

nyata di dalam menyusun perencanaan pembangunan.

Berdasarkan uraian di atas, maka partisipasi publik dalam perencanaan

pembangunan daerah merupakan suatu tantangan khusus bagi pemerintah

daerah sebagai strategi pembangunan khususnya bagi Kabupaten Way Kanan.

Dengan demikian penelitian tentang partisipasi publik dalam perencanaan

pembangunan daerah di era otonomi daerah yang berasaskan good governance

sangat diperlukan. Karena itulah peneliti tertarik untuk meneliti tentang

partisipasi publik dalam perencanaan pembangunan daerah khususnya di

daerah Kabupaten Way Kanan dengan judul: “Partisipasi Publik dalam

Perencanaan Pembangunan Daerah (Studi tentang Bentuk-bentuk Partisipasi

Publik dalam Perencanaan Pembangunan daerah di Kabupaten Way Kanan).

1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Peran serta masyarakat dalam berbagai segi perencanaan atau

pembangunan daerah seringkali hanya sebatas pelibatan dalam memberi

masukan saja. Sifatnya pasif dan cenderung sebagai pelengkap saja.

Pendekatan konvensional perencanaan cenderung memandang masyarakat


15

sebagai obyek fungsional perencanaan. Pada masa datang tidak dibenarkan

pemerintah seakan-akan bertindak sebagai satu-satunya perumus kebijakan

publik, namun hendaknya kebijakan tersebut ditetapkan berdasarkan 'share

vision' antara pemerintah dan masyarakat. Pada tahap perencanaan, masyarakat

sebenarnya paling tahu apa yang mereka butuhkan, dengan demikian akan

mengarahkan pada produk rencana yang optimal dan proporsional untuk

berbagai kegiatan sehingga terhindar dari spekulasi dan distribusi alokasi mang

untuk kegiatan tertentu. Pada tahap pemanfaatan, masyarakat akan menjaga

pendayagunaan ruang yang sesuai dengan peruntukan dan alokasi serta waktu

yang direncanakan, sehingga terhindar dari konflik pemanfaatan ruang. Pada

tahap Pengendalian, masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab dalam

menjaga kualitas ruang yang nyaman dan serasi serta berguna untuk kelanjutan

pembangunan.

Berkaitan dengan latar belakang sebagaimana telah dikemukakan di atas,

maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Perencanaan pembangunan telah berkembang sedemikian rupa,

sehingga produk perencanaan itu harus dipikirkan secara bersama-sama

oleh stakeholder yang terlibat baik secara langsung maupun tidak.

Stakeholder dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten Way Kanan

adalah: pemerintah daerah, masyarakat, pengusaha, LSM.

2. Perencanaan pembangunan di Kabupaten Way Kanan merupakan

langkah awal yang akan menentukan bagaimana pembangunan

Kabupaten Way Kanan akan terjadi di masa yang akan datang. Karena

itu perencaan harus dibuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat

Kabupaten Way Kanan.


16

3. Untuk bisa membuat perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan

masyarakat Kabupaten Way Kanan maka satu-satunya cara adalah

melibatkan masyarakat yang akan terkena dampak dari berbagai program

pembangunan Kabupaten Way Kanan.

Dari identifikasi permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimanakah proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah

di Kabupaten Way Kanan?

2. Bagaimanakah bentuk partisipasi publik dalam proses penyusunan

perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten way Kanan?

3. Hambatan-hambatan apakah yang dihadapi dalam pelaksanaan masing-

masing bentuk partisipasi publik dalam proses penyusunan perencanaan

pembangunan daerah di Kabupaten Way Kanan?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan penelitian yang diajukan, tujuan penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan dan menganalisis proses penyusunan perencanaan

pembangunan daerah di Kabupaten Way Kanan

2. Mendeskripsikan dan menganalisis bentuk-bentuk partisipasi publik dalam

proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten way

Kanan

3. Mendeskripsikan dan menganalis hambatan-hambatan apa saja yang

dihadapi dalam proses penyusunan masing-masing bentuk partisipasi publik

dalam perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Way Kanan


17

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis (Pengembangan Teori)

Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi pengembangan imlmu pengetahuan di bidang Ilmu

Administarasi Publik, khususnya berkaitan dengan pengembangan konsep

partisipasi publik dalam proses perencanaan pembangunan daerah. Disamping

itu hasil penelitian ini akan dapat menjadi rujukan dalam melihat implementasi

konsep partisipasi publik dalam proses pembangunan

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan memberikan manfaat praktis

bagi pihak-pihak yang terkait dengan proses perencanaan pembangunan daerah

yakni bagi pemerintah daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

masukan dan sumbangan saran kepada pemerintahan daerah Way Kanan

dalam proses pembangunan, meskipun telah menunjukkan tanda-tanda

kemajuan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,

dan pelayanan kepada masyarakat namun dalam perkembangannya, perlu

ditingkatkan sesuai dengan potensi dan kebutuhan pada masa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai