MUSYAWARAH DESA
Npm: 41183506220045
PENDAHULUAN
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa pada pasal 1 butir
5 menjelaskan “Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan hak asal-usul, adat
istiadat dan sosial budaya masyarakat setempat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Sebelum membahas bagaimana menggunakan aksiologi, kita harus memahami masalah
pemerintahan yang biasa muncul dalam musyawarah desa. Ketidaksetaraan partisipasi adalah
salah satu masalah yang sering terjadi. Beberapa kelompok masyarakat mungkin percaya
bahwa mereka tidak memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses
musyawarah, sehingga suara mereka mungkin diabaikan atau tidak dihargai dengan
sepenuhnya.
Seringkali, tanggung jawab sosial juga tidak terpenuhi dengan baik. Mungkin
masyarakat tidak merasa bertanggung jawab atas kebijakan dan program yang dibuat melalui
musyawarah desa. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya dukungan dan keterlibatan aktif
Masyarakat dalam penerapan implementasi kebijakan.
Selama era modern, pembangunan desa dan kelurahan dilakukan dengan pendekatan
keseragaman. Akibatnya, keanekaragaman karakteristik dan kekayaan masyarakat lokal sangat
diabaikan selama proses perencanaan pelaksanaan dan penilaian pembangunan. Namun,
masyarakat harus diberdayakan untuk lebih memahami kebutuhan dan masalah sehingga
mereka dapat mengenali kebutuhan-kebutuhannya, membuat rencana, dan melakukan
pembangunan secara mandiri dan swadaya. Tidak ada pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah untuk memenuhi kemampuan dan keinginan masyarakatnya. Selama ini,
pemerintah telah menggunakan pendekatan pembangunan top down, di mana pemerintah pusat
memegang kekuasaan sepenuhnya, sehingga pemerintah daerah menjadi tidak responsif dan
kurang peka terhadap aspirasi masyarakat daerah. Sementara pemerintah daerah tidak terlibat
dalam perencanaan pembangunan, pemerintah pusat bertanggung jawab sepenuhnya. Karena
kelemahan birokrasi yang terlalu lama dan tumpang tindih dalam pelaksanaan program
pembangunan, pelaksanaan pembangunan berjalan lamban. Selain itu, rencana pembangunan
yang dibuat dan dilaksanakan pemerintah seringkali tidak memenuhi kebutuhan masyarakat.
Menurut prinsip pembangunan yang berpusat pada rakyat, masyarakat harus menjadi
pelaku utama dalam proses pembangunan. Diharapkan bahwa pemberdayaan masyarakat
dalam pembangunan akan membuat masyarakat lebih terlibat dalam pelaksanaan
pembangunan. Adisasmita (2006:42) juga menyatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah
pemberdayaan masyarakat, dan bahwa mereka memainkan peran penting dalam perencanaan
dan pelaksanaan program atau proyek pembangunan. Partisipasi masyarakat juga merupakan
aktualisasi keinginan dan kesediaan masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi terhadap
pelaksanaan pembangunan. Sebagai strategi pengelolaan pembangunan, Ditjen PMD (2005:3)
menetapkan bahwa :
(a) masyarakat harus terlibat langsung dalam seluruh proses pengelolaan pembangunan
(b) pemerintah dan seluruh institusi pengelolaan pembangunan harus memberikan akses yang
luas bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam proses tersebut
Peran stakeholder pemerintah, swasta, dan masyarakat sangat penting dalam membuat
perencanaan pembangunan yang digunakan untuk kepentingan bersama dalam mencapai good
governance. Namun demikian, sangat penting bagi masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam
perencanaan dan pelaksanaan Musrenbang. Dengan partisipasi masyarakat, perencanaan
pembangunan dapat dilakukan dengan lebih antusias dan efektif untuk menyelesaikan masalah
masyarakat dan memenuhi kebutuhan yang mendesak. Oleh karena itu, Musrenbang berfungsi
sebagai ruang publik. Menurut Evans (1996) dalam Purnamasari (2006:8), komunitas yang
terorganisir dan institusi publik yang kuat dapat berfungsi sebagai alat yang efektif untuk
pembangunan.
PEMBAHASAN
1) Masyarakat adalah suatu sistem kebiasaan dan tata cara, wewenang dan kerja sama antara
berbagai kelompok dan penggolongan, dan pengawasan atas tingkah laku dan kebebasan
manusia. totalitas yang selalu mengalami perubahan (Mac Iver dan Page).
2) Masyarakat adalah setiap kelompok orang yang telah tinggal dan bekerja sama selama
waktu yang cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka sendiri dan menganggap
diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas yang jelas (Ralph Hinton).
3) Menurut Selo Soemardjan, masyarakat adalah kelompok orang yang hidup bersama dan
membentuk kebudayaan.
Ada juga yang dikatakan oleh Adisasmita (2006:42) bahwa partisipasi masyarakat
adalah pemberdayaan masyarakat, dan bahwa partisipasi masyarakat memainkan peran penting
dalam perencanaan dan pelaksanaan program atau proyek pembangunan. Partisipasi
masyarakat juga merupakan aktualisasi kesediaan dan keinginan masyarakat untuk berkorban
dan berkontribusi terhadap pelaksanaan pembangunan. Prinsip partisipasi mengatakan bahwa
masyarakat harus diberdayakan, diberi kesempatan, dan dilibatkan dalam proses birokrasi,
mulai dari perencanaan pelaksanaan dan pengawasan atau tahap kebijakan publik. Dalam
konsep pemerintahan yang baik, partisipasi masyarakat adalah pengendalian kekuasaan yang
berlebihan agar lebih bermanfaat bagi masyarakat. Pembangunan dan pemerataan juga
didorong oleh ruang keterlibatan warga dan kerangka kelembagaan yang sesuai untuk
partisipasi.
Prinsip partisipasi mengatakan bahwa masyarakat harus diberdayakan, diberi
kesempatan, dan dilibatkan dalam proses birokrasi, mulai dari perencanaan pelaksanaan dan
pengawasan atau tahap kebijakan publik. Dalam konsep pemerintahan yang baik, partisipasi
masyarakat adalah pengendalian kekuasaan yang berlebihan agar lebih bermanfaat bagi
masyarakat. Pembangunan dan pemerataan juga didorong oleh ruang keterlibatan warga dan
kerangka kelembagaan yang sesuai untuk partisipasi. Perencanaan pembangunan dapat lebih
terarah dengan partisipasi masyarakat, sehingga rencana dan program pembangunan dapat
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Menurut Conyers (1992:154), ada tiga alasan
utama mengapa partisipasi masyarakat sangat penting, yaitu :
2. Bahwa masyarakat akan lebih mempercayai program atau proyek pembangunan jika mereka
terlibat dalam proses persiapan dan perencanaan karena mereka akan lebih memahami seluk
beluk proyek dan akan memiliki rasa memiliki terhadap proyek tertentu.
3. Adanya manfaat dari partisipasi masyarakat Ada kemungkinan bahwa setiap orang memiliki
hak untuk "urun rembug", atau memberikan saran, tentang jenis pembangunan yang akan
dilakukan di wilayah mereka.
Selain itu, partisipasi masyarakat dapat digambarkan dalam berbagai bentuk. Rusidi dalam
Siregar (2001:21) menyatakan bahwa ada empat dimensi partisipasi masyarakat:
Namun, menurut Cohen dan Uphoff dalam Ndraha (1990:104), partisipasi terdiri dari empat
jenis:
Metode ini melibatkan masyarakat dalam proses penggalian gagasan hingga musdes
perencanaan yang dikenal sebagai Menggagas Masa Depan Desa (MMDD), penetapan
prioritas usulan hingga MAD penetapan usulan. Partisipasi masyarakat Desa dalam
perencanaan PNPM MP secara normatif sudah sesuai dengan tahapan kegiatan perencanaan
PNPM MP yang diatur oleh PTO, tetapi partisipasi masyarakat tetap partisan. Elit lokal masih
memegang kendali atas perencanaan. anggota partisipasi dalam proses penyusunan
perencanaan hanya mengikuti apa yang disampaikan oleh Kikolot dan pemuka adat lainnya.
Kondisi ideal untuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan berbeda dengan partisipasi
masyarakat di Desa, di mana elit lokal selalu membawa ide-ide dan inisiatif. Hal ini sesuai
dengan tingkat partisipasi masyarakat Desa, yang dibagi menjadi kategori partisan dan non-
partisan, serta tingkat therapy dan manipulation.
a) Partisipasi Pasif: Masyarakat hanya menerima informasi atau keputusan dari pihak
yang berwenang tanpa berpartisipasi dalam prosesnya. Mereka tidak terlibat dalam
pengambilan keputusan atau pelaksanaan program.
b) Partisipasi Informasional: Orang-orang diberitahu tentang rencana, kebijakan, atau
program yang akan dilaksanakan, tetapi mereka tidak terlibat langsung dalam proses
pengambilan keputusan. Ini biasanya memerlukan informasi dipublikasikan di media
atau di forum umum.
c) Partisipasi Konsultatif: Dalam proses berbicara atau konsultasi tentang rencana atau
kebijakan tertentu, masyarakat terlibat. Meskipun pihak yang berwenang masih
mengambil keputusan akhir, mereka memiliki kesempatan untuk memberikan pendapat
atau masukan
d) Participasi Kolaboratif: Pihak berwenang dan masyarakat bekerja sama untuk membuat
keputusan. Ada diskusi dan kerja sama aktif dalam perencanaan, implementasi, dan
evaluasi program. Bersama-sama, mereka membuat keputusan.
3. Partisipasi dalam menerima manfaat
Partisipasi dalam menerima manfaat adalah istilah yang mengacu pada keterlibatan
aktif masyarakat dalam proses penerimaan atau penggunaan kebijakan, program, atau sumber
daya yang disediakan oleh pemerintah, organisasi, atau lembaga terkait. Ini juga mencakup
peran masyarakat dalam memanfaatkan kebijakan atau program yang telah dilaksanakan.
Partisipasi dalam evaluasi berarti bahwa masyarakat terlibat secara aktif dalam proses
mengevaluasi kebijakan, program, atau proyek yang telah dilaksanakan. Ini mencakup peran
masyarakat dalam mengevaluasi bagaimana kebijakan atau program tersebut diterapkan oleh
pemerintah, organisasi, atau lembaga terkait.
a) Partisipasi Pasif: Masyarakat tidak terlibat secara aktif dalam proses evaluasi;
sebaliknya, mereka hanya melihat prosesnya dan tidak terlibat dalam pengumpulan data
atau memberikan masukan kepada evaluasi.
b) Partisipasi Informasional: Komunitas menerima informasi tentang hasil evaluasi, tetapi
tidak berpartisipasi dalam proses evaluasi itu sendiri. Mereka juga menerima informasi
tentang temuan evaluasi, tetapi tidak terlibat dalam pengumpulan data atau analisis.
c) Partisipasi Konsultatif: Komunitas dapat berpartisipasi dalam tahap awal evaluasi dan
memberikan umpan balik atau pendapat tentang pertanyaan evaluasi. Namun, mereka
tidak berpartisipasi dalam seluruh proses evaluasi.
d) Partisipasi Kolaboratif: Dalam proses evaluasi, masyarakat terlibat secara aktif. Mereka
bekerja sama untuk mengumpulkan data, menganalisis data, dan berpartisipasi dalam
diskusi tentang evaluasi.
Untuk memastikan partisipasi masyarakat dalam musyawarah desa yang adil, nilai
keadilan harus diterapkan melalui pendekatan inklusif yang memastikan bahwa semua lapisan
masyarakat memiliki representasi yang sama. Dengan demikian, setiap suara diperhitungkan
dan dihargai selama proses pengambilan keputusan.
Data dan studi empiris dapat digunakan untuk menemukan kelompok yang kurang
terwakili dan membuat kebijakan yang memungkinkan mereka berpartisipasi. Selain itu, ada
kemungkinan untuk menerapkan program pelatihan dan penyuluhan untuk meningkatkan
keterampilan masyarakat dan memberi setiap orang kesempatan untuk berpartisipasi secara
aktif dalam musyawarah desa.
Penting untuk menerapkan nilai kesetaraan agar musyawarah desa tidak membuat
keputusan yang tidak adil. Data menunjukkan bahwa kebijakan dan keputusan seringkali
menguntungkan kelompok tertentu sementara mengorbankan kelompok lain. Pemerintah desa
dapat memastikan bahwa setiap suara dihargai secara sama dan bahwa keputusan dibuat untuk
kepentingan bersama.
Untuk mencapai kesetaraan ini, musyawarah desa harus dilakukan secara terbuka dan
transparan. Pemerintah desa memiliki wewenang untuk memastikan bahwa semua informasi
yang berkaitan dengan musyawarah, termasuk data, agenda, dan kebijakan yang diusulkan,
tersedia untuk semua orang. Dengan demikian, semua orang memiliki akses yang sama
terhadap informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan.
Program tanggung jawab sosial juga dapat mencakup inisiatif partisipatif di mana
masyarakat secara aktif terlibat dalam merancang dan mengimplementasikan kebijakan desa.
Ini bukan hanya menciptakan rasa memiliki, tetapi juga memberikan masyarakat pemahaman
yang lebih baik tentang dampak dan implikasi keputusan mereka terhadap perkembangan desa.
Kita dapat merujuk pada studi kasus dan data empiris untuk menunjukkan konsep-
konsep yang telah dibahas. Misalnya, studi kasus tentang sebuah desa dapat menunjukkan
bagaimana penerapan nilai-nilai aksiologi telah berhasil menangani masalah pemerintahan dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam musyawarah desa. Data empiris dapat mencakup
wawancara, survei, dan observasi langsung untuk mengevaluasi efek penerapan nilai-nilai
aksiologi ini.
Studi kasus dan data empiris dapat menunjukkan bagaimana penerapan aksiologi
membantu memperbaiki sistem pemerintahan desa. Dengan menganalisis data ini secara
menyeluruh, kami dapat menemukan pola, tantangan, dan komponen penting yang mendukung
atau menghambat penerapan nilai-nilai aksiologi.
SIMPULAN
Sebagai simpulan, ada hubungan yang sangat penting antara aksiologi dan masalah
pemerintahan dalam musyawarah desa. Studi kasus menunjukkan bahwa penerapan nilai-nilai
seperti keadilan, kesetaraan, dan tanggung jawab sosial dapat membuat musyawarah desa lebih
inklusif dan adil. Data menunjukkan bahwa nilai-nilai ini dapat digunakan untuk mengatasi
ketidaksetaraan partisipasi, keputusan yang tidak adil, dan kurangnya tanggung jawab sosial.
1. Legitimasi dan Akseptabilitas: Program atau kebijakan yang dilaksanakan dapat lebih
diterima oleh masyarakat karena mereka terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
2. Kualitas yang Lebih Baik: Kebijakan atau program dapat lebih akurat mencerminkan
kebutuhan dan keinginan masyarakat dengan melibatkan masyarakat dalam proses
perencanaan dan implementasi. Akibatnya, hasilnya lebih relevan dan bermanfaat.
3. Pemecahan Masalah yang Lebih Baik: Solusi yang lebih inovatif dan menyeluruh dapat
ditemukan melalui berbagai perspektif yang dihasilkan dari partisipasi masyarakat.
4. Penguatan Kapasitas Masyarakat: Partisipasi memungkinkan masyarakat untuk
berpartisipasi secara aktif dalam proses pembangunan dan meningkatkan keterampilan,
pengetahuan, dan kemampuan mereka untuk mengelola kegiatan pembangunan.
5. Kepuasan dan Keterlibatan Masyarakat: Partisipasi membuat masyarakat merasa
memiliki apa yang mereka miliki. Ini membuat mereka lebih bahagia dan lebih terlibat
dalam memanfaatkan manfaat tersebut.
6. Kesesuaian dan Relevansi yang Lebih Baik: Manfaat yang diberikan dapat lebih sesuai
dan relevan dengan kebutuhan masyarakat jika diberikan melalui partisipasi. Ini dapat
meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan manfaat tersebut.
Partisipasi adalah keterlibatan yang aktif, berkelanjutan, dan berdampak; itu bukan
sekadar peran pasif untuk mendapatkan informasi atau keuntungan. Partisipasi masyarakat
yang luas dalam setiap tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan hingga evaluasi, sangat
penting untuk memastikan bahwa kebijakan dan program yang dilaksanakan memenuhi
kebutuhan dan harapan orang-orang yang terlibat.
Pemerintah, lembaga, dan masyarakat itu sendiri harus bekerja sama untuk
meningkatkan partisipasi dan dampak. Pemerintah bertanggung jawab untuk menciptakan
lingkungan yang mendorong partisipasi, menegakkan transparansi, dan memperkuat
mekanisme untuk memasukkan masukan masyarakat ke dalam kebijakan dan program.
Sebaliknya, masyarakat harus diberdayakan dengan pengetahuan, keterampilan, dan akses
yang memadai agar dapat berpartisipasi dengan baik.
Daftar Pustaka
Ahfan, R., Asrori, A., & Sipahutar, H. (2015). Pemberdayaan Masyarakat pada Program PNPM
MP, Desa Peradaban, CSR dan Posdaya (Konteks Lahirnya UU No. 6 Tahun 2014). Jurnal
Bina Praja: Journal of Home Affairs Governance, 7(1), 89-100.
Hanum, F. (2019). Analisis Pelaksanaan Peraturan Walikota No. 40 Th. 2014 Tentang Pedoman
Program Fasilitasi Pemberdayaan Masyarakat Di Kecamatan Mojoroto Kota Kediri. Jurnal
Mediasosian: Jurnal Ilmu Sosial dan Administrasi Negara, 3(2).
Muda, I., & Batubara, B. M. (2021). Partisipasi Masyarakat dalam Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa. Strukturasi: Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik, 3(2), 192-200.