Anda di halaman 1dari 12

PENERAPAN AKSIOLOGI DALAM ASPEK PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM

MUSYAWARAH DESA

Nama: Ravi Arvia Daniswara

Npm: 41183506220045

PENDAHULUAN

Penerapan Aksiologi dalam Aspek Partisipasi Masyarakat dalam Musyawarah Desa.


Musyawarah desa adalah salah satu bentuk kegiatan deliberatif yang melibatkan partisipasi
aktif masyarakat dalam mengambil keputusan terkait pembangunan dan tata kelola desa.
Dalam konteks ini, penerapan aksiologi, atau ilmu tentang nilai, sangat relevan untuk
memahami dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam musyawarah desa. Aksiologi
membahas tentang nilai-nilai yang mendasari tindakan dan keputusan, dan penerapannya dapat
memberikan landasan moral dan etika bagi partisipasi masyarakat yang efektif dalam proses
musyawarah desa.

Berkaitan dengan upaya pembangunan desa, partisipasi masyarakat mempunyai peran


penting karena pembangunan desa sebenarnya ditujukan untuk memajukan desa itu sendiri dan
memanfaatkan berbagai potensi serta sumber daya yang ada. Dalam hal ini diperlukan adanya
peran aktif tokoh ataupun masyarat di desa itu sendiri. Dengan adanya partisipasi masyarakat
dalam proses pembangunan maka diharapkan hasil dari pembangunan dapat sesuai dengan
yang diharapkan, partisipasi masyarakat dalam usaha pembangunan desa dimulai dari
penerimaan informasi perencanaan, pembangunan, serta pelaksanaan program.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa pada pasal 1 butir
5 menjelaskan “Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan hak asal-usul, adat
istiadat dan sosial budaya masyarakat setempat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Sebelum membahas bagaimana menggunakan aksiologi, kita harus memahami masalah
pemerintahan yang biasa muncul dalam musyawarah desa. Ketidaksetaraan partisipasi adalah
salah satu masalah yang sering terjadi. Beberapa kelompok masyarakat mungkin percaya
bahwa mereka tidak memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses
musyawarah, sehingga suara mereka mungkin diabaikan atau tidak dihargai dengan
sepenuhnya.

Selain itu, ketidakadilan dalam pengambilan keputusan seringkali menjadi masalah


yang signifikan. Keputusan yang dibuat mungkin tidak selalu sesuai dengan kepentingan
bersama, tetapi lebih menguntungkan kelompok tertentu. Ini dapat menyebabkan
ketidakpuasan di masyarakat dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan
desa.

Seringkali, tanggung jawab sosial juga tidak terpenuhi dengan baik. Mungkin
masyarakat tidak merasa bertanggung jawab atas kebijakan dan program yang dibuat melalui
musyawarah desa. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya dukungan dan keterlibatan aktif
Masyarakat dalam penerapan implementasi kebijakan.

Dalam pembangunan, prinsip-prinsip desentralisasi, partisipasi aktif masyarakat, dan


pelaksanaan dari dan bersama masyarakat harus diterapkan. Selama Orde Baru, pemerintah
daerah berharap dapat membangun daerah mereka sesuai dengan kemampuan dan keinginan
mereka sendiri. Namun, hasilnya adalah ketergantungan fiskal dan subsidi serta bantahan dari
masyarakat. Ini adalah akibat dari pemerintah pusat yang terlalu dominan terhadap daerah.
Strategi pemerintah pusat yang sentralistik dan keseragaman telah menghalangi upaya dan
inovasi local dalam Pembangunan nasional. Pemerintah daerah kurang diberi kebebasan untuk
menetapkan kebijakan lokal. Tidak ada infrastruktur yang memadai, sumber daya manusia
yang profesional, dan pembiayaan yang adil yang diberikan kepada daerah selama ini.
Akibatnya, daerah tidak memperoleh kemandirian, tetapi justru menjadi lebih tergantung pada
pemerintah pusat.

Selama era modern, pembangunan desa dan kelurahan dilakukan dengan pendekatan
keseragaman. Akibatnya, keanekaragaman karakteristik dan kekayaan masyarakat lokal sangat
diabaikan selama proses perencanaan pelaksanaan dan penilaian pembangunan. Namun,
masyarakat harus diberdayakan untuk lebih memahami kebutuhan dan masalah sehingga
mereka dapat mengenali kebutuhan-kebutuhannya, membuat rencana, dan melakukan
pembangunan secara mandiri dan swadaya. Tidak ada pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah untuk memenuhi kemampuan dan keinginan masyarakatnya. Selama ini,
pemerintah telah menggunakan pendekatan pembangunan top down, di mana pemerintah pusat
memegang kekuasaan sepenuhnya, sehingga pemerintah daerah menjadi tidak responsif dan
kurang peka terhadap aspirasi masyarakat daerah. Sementara pemerintah daerah tidak terlibat
dalam perencanaan pembangunan, pemerintah pusat bertanggung jawab sepenuhnya. Karena
kelemahan birokrasi yang terlalu lama dan tumpang tindih dalam pelaksanaan program
pembangunan, pelaksanaan pembangunan berjalan lamban. Selain itu, rencana pembangunan
yang dibuat dan dilaksanakan pemerintah seringkali tidak memenuhi kebutuhan masyarakat.

Menurut prinsip pembangunan yang berpusat pada rakyat, masyarakat harus menjadi
pelaku utama dalam proses pembangunan. Diharapkan bahwa pemberdayaan masyarakat
dalam pembangunan akan membuat masyarakat lebih terlibat dalam pelaksanaan
pembangunan. Adisasmita (2006:42) juga menyatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah
pemberdayaan masyarakat, dan bahwa mereka memainkan peran penting dalam perencanaan
dan pelaksanaan program atau proyek pembangunan. Partisipasi masyarakat juga merupakan
aktualisasi keinginan dan kesediaan masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi terhadap
pelaksanaan pembangunan. Sebagai strategi pengelolaan pembangunan, Ditjen PMD (2005:3)
menetapkan bahwa :

(a) masyarakat harus terlibat langsung dalam seluruh proses pengelolaan pembangunan

(b) pemerintah dan seluruh institusi pengelolaan pembangunan harus memberikan akses yang
luas bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam proses tersebut

(c) pengelolaan pembangunan harus demokratis di tingkat Masyarakat

Peran stakeholder pemerintah, swasta, dan masyarakat sangat penting dalam membuat
perencanaan pembangunan yang digunakan untuk kepentingan bersama dalam mencapai good
governance. Namun demikian, sangat penting bagi masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam
perencanaan dan pelaksanaan Musrenbang. Dengan partisipasi masyarakat, perencanaan
pembangunan dapat dilakukan dengan lebih antusias dan efektif untuk menyelesaikan masalah
masyarakat dan memenuhi kebutuhan yang mendesak. Oleh karena itu, Musrenbang berfungsi
sebagai ruang publik. Menurut Evans (1996) dalam Purnamasari (2006:8), komunitas yang
terorganisir dan institusi publik yang kuat dapat berfungsi sebagai alat yang efektif untuk
pembangunan.
PEMBAHASAN

1. Konsep Partisipasi Masyarakat

Soejono Soekanto (2003:24) memberikan beberapa pengertian tentang masyarakat,


mengutip pendapat para ahli, seperti berikut:

1) Masyarakat adalah suatu sistem kebiasaan dan tata cara, wewenang dan kerja sama antara
berbagai kelompok dan penggolongan, dan pengawasan atas tingkah laku dan kebebasan
manusia. totalitas yang selalu mengalami perubahan (Mac Iver dan Page).

2) Masyarakat adalah setiap kelompok orang yang telah tinggal dan bekerja sama selama
waktu yang cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka sendiri dan menganggap
diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas yang jelas (Ralph Hinton).

3) Menurut Selo Soemardjan, masyarakat adalah kelompok orang yang hidup bersama dan
membentuk kebudayaan.

Demokrasi menciptakan hubungan kekuasaan dan ekonomi politik yang disebut


partisipasi. Dalam negara demokrasi, ada waktu ketika pemerintah harus intervensi secara
langsung untuk membantu rakyatnya, dan ada waktu ketika pemerintah harus menyerahkan
kembali pengelolaan kepada komunitas lokal. Kedua situasi berbeda-beda tergantung pada
situasinya.

Ada juga yang dikatakan oleh Adisasmita (2006:42) bahwa partisipasi masyarakat
adalah pemberdayaan masyarakat, dan bahwa partisipasi masyarakat memainkan peran penting
dalam perencanaan dan pelaksanaan program atau proyek pembangunan. Partisipasi
masyarakat juga merupakan aktualisasi kesediaan dan keinginan masyarakat untuk berkorban
dan berkontribusi terhadap pelaksanaan pembangunan. Prinsip partisipasi mengatakan bahwa
masyarakat harus diberdayakan, diberi kesempatan, dan dilibatkan dalam proses birokrasi,
mulai dari perencanaan pelaksanaan dan pengawasan atau tahap kebijakan publik. Dalam
konsep pemerintahan yang baik, partisipasi masyarakat adalah pengendalian kekuasaan yang
berlebihan agar lebih bermanfaat bagi masyarakat. Pembangunan dan pemerataan juga
didorong oleh ruang keterlibatan warga dan kerangka kelembagaan yang sesuai untuk
partisipasi.
Prinsip partisipasi mengatakan bahwa masyarakat harus diberdayakan, diberi
kesempatan, dan dilibatkan dalam proses birokrasi, mulai dari perencanaan pelaksanaan dan
pengawasan atau tahap kebijakan publik. Dalam konsep pemerintahan yang baik, partisipasi
masyarakat adalah pengendalian kekuasaan yang berlebihan agar lebih bermanfaat bagi
masyarakat. Pembangunan dan pemerataan juga didorong oleh ruang keterlibatan warga dan
kerangka kelembagaan yang sesuai untuk partisipasi. Perencanaan pembangunan dapat lebih
terarah dengan partisipasi masyarakat, sehingga rencana dan program pembangunan dapat
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Menurut Conyers (1992:154), ada tiga alasan
utama mengapa partisipasi masyarakat sangat penting, yaitu :

1. Partisipasi masyarakat memberikan informasi tentang kondisi, kebutuhan, dan sikap


masyarakat setempat yang tanpa partisipasinya proyek pembangunan atau proyek akan gagal.

2. Bahwa masyarakat akan lebih mempercayai program atau proyek pembangunan jika mereka
terlibat dalam proses persiapan dan perencanaan karena mereka akan lebih memahami seluk
beluk proyek dan akan memiliki rasa memiliki terhadap proyek tertentu.

3. Adanya manfaat dari partisipasi masyarakat Ada kemungkinan bahwa setiap orang memiliki
hak untuk "urun rembug", atau memberikan saran, tentang jenis pembangunan yang akan
dilakukan di wilayah mereka.

Selain itu, partisipasi masyarakat dapat digambarkan dalam berbagai bentuk. Rusidi dalam
Siregar (2001:21) menyatakan bahwa ada empat dimensi partisipasi masyarakat:

1) sumbangan pikiran (ide atau gagasan)

2) sumbangan materi (dana, barang, dan alat)

3) sumbangan tenaga (bekerja atau memberi kerja)

4) pemanfaatan dan pelaksanaan layanan pembangunan.

Namun, menurut Cohen dan Uphoff dalam Ndraha (1990:104), partisipasi terdiri dari empat
jenis:

1. Partisipasi dalam pembuatan keputusan

Metode ini melibatkan masyarakat dalam proses penggalian gagasan hingga musdes
perencanaan yang dikenal sebagai Menggagas Masa Depan Desa (MMDD), penetapan
prioritas usulan hingga MAD penetapan usulan. Partisipasi masyarakat Desa dalam
perencanaan PNPM MP secara normatif sudah sesuai dengan tahapan kegiatan perencanaan
PNPM MP yang diatur oleh PTO, tetapi partisipasi masyarakat tetap partisan. Elit lokal masih
memegang kendali atas perencanaan. anggota partisipasi dalam proses penyusunan
perencanaan hanya mengikuti apa yang disampaikan oleh Kikolot dan pemuka adat lainnya.
Kondisi ideal untuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan berbeda dengan partisipasi
masyarakat di Desa, di mana elit lokal selalu membawa ide-ide dan inisiatif. Hal ini sesuai
dengan tingkat partisipasi masyarakat Desa, yang dibagi menjadi kategori partisan dan non-
partisan, serta tingkat therapy dan manipulation.

2. Partisipasi dalam pelaksanaan

Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan


evaluasi program atau kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga
terkait disebut partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan. Ini mencakup peran masyarakat
dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan program, dan pengawasan dan penilaian hasilnya.

Adapun tingkatannya yaitu :

a) Partisipasi Pasif: Masyarakat hanya menerima informasi atau keputusan dari pihak
yang berwenang tanpa berpartisipasi dalam prosesnya. Mereka tidak terlibat dalam
pengambilan keputusan atau pelaksanaan program.
b) Partisipasi Informasional: Orang-orang diberitahu tentang rencana, kebijakan, atau
program yang akan dilaksanakan, tetapi mereka tidak terlibat langsung dalam proses
pengambilan keputusan. Ini biasanya memerlukan informasi dipublikasikan di media
atau di forum umum.
c) Partisipasi Konsultatif: Dalam proses berbicara atau konsultasi tentang rencana atau
kebijakan tertentu, masyarakat terlibat. Meskipun pihak yang berwenang masih
mengambil keputusan akhir, mereka memiliki kesempatan untuk memberikan pendapat
atau masukan
d) Participasi Kolaboratif: Pihak berwenang dan masyarakat bekerja sama untuk membuat
keputusan. Ada diskusi dan kerja sama aktif dalam perencanaan, implementasi, dan
evaluasi program. Bersama-sama, mereka membuat keputusan.
3. Partisipasi dalam menerima manfaat

Partisipasi dalam menerima manfaat adalah istilah yang mengacu pada keterlibatan
aktif masyarakat dalam proses penerimaan atau penggunaan kebijakan, program, atau sumber
daya yang disediakan oleh pemerintah, organisasi, atau lembaga terkait. Ini juga mencakup
peran masyarakat dalam memanfaatkan kebijakan atau program yang telah dilaksanakan.

Adapun tingkatannya yaitu:

a) Pemberitahuan Pasif: Masyarakat hanya menerima keuntungan atau hasil dari


kebijakan atau program tanpa berpartisipasi aktif dalam proses penerimaannya.
b) Partisipasi Informasional: Masyarakat diberitahu tentang manfaat yang tersedia, tetapi
tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan atau pelaksanaan. Mereka
diberitahu tentang manfaat yang tersedia, tetapi tidak terlibat dalam menentukan
kebijakan atau program.
c) Partisipasi Consultatif: Manfaat yang diberikan kepada masyarakat diberikan
kesempatan untuk menyuarakan pendapat atau pendapat mereka tentang manfaat
tersebut. Mereka juga dapat memberikan kritik atau saran tentang seberapa efektif atau
bagaimana manfaat tersebut dapat diperbaiki.
d) Partisipasi Kolaboratif: Masyarakat bekerja sama dengan pihak yang mendapatkan
manfaat untuk membuat keputusan tentang cara manfaat diberikan atau digunakan.
Untuk memastikan bahwa keuntungan tersebut benar-benar memenuhi kebutuhan
masyarakat, ada diskusi dan kerja sama.

4. Partisipasi dalam evaluasi.

Partisipasi dalam evaluasi berarti bahwa masyarakat terlibat secara aktif dalam proses
mengevaluasi kebijakan, program, atau proyek yang telah dilaksanakan. Ini mencakup peran
masyarakat dalam mengevaluasi bagaimana kebijakan atau program tersebut diterapkan oleh
pemerintah, organisasi, atau lembaga terkait.

Adapun tingkatannya yaitu:

a) Partisipasi Pasif: Masyarakat tidak terlibat secara aktif dalam proses evaluasi;
sebaliknya, mereka hanya melihat prosesnya dan tidak terlibat dalam pengumpulan data
atau memberikan masukan kepada evaluasi.
b) Partisipasi Informasional: Komunitas menerima informasi tentang hasil evaluasi, tetapi
tidak berpartisipasi dalam proses evaluasi itu sendiri. Mereka juga menerima informasi
tentang temuan evaluasi, tetapi tidak terlibat dalam pengumpulan data atau analisis.
c) Partisipasi Konsultatif: Komunitas dapat berpartisipasi dalam tahap awal evaluasi dan
memberikan umpan balik atau pendapat tentang pertanyaan evaluasi. Namun, mereka
tidak berpartisipasi dalam seluruh proses evaluasi.
d) Partisipasi Kolaboratif: Dalam proses evaluasi, masyarakat terlibat secara aktif. Mereka
bekerja sama untuk mengumpulkan data, menganalisis data, dan berpartisipasi dalam
diskusi tentang evaluasi.

2. Penerapan Nilai Keadilan Dalam Musyawarah Desa.

Untuk memastikan partisipasi masyarakat dalam musyawarah desa yang adil, nilai
keadilan harus diterapkan melalui pendekatan inklusif yang memastikan bahwa semua lapisan
masyarakat memiliki representasi yang sama. Dengan demikian, setiap suara diperhitungkan
dan dihargai selama proses pengambilan keputusan.

Pertama-tama, aksiologi dapat digunakan untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam


partisipasi masyarakat. Pemerintah desa dapat mengembangkan strategi untuk memastikan
bahwa setiap kelompok mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam
musyawarah desa; fakta menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus, kelompok masyarakat
tertentu mungkin kurang terlibat dalam musyawarah desa karena alasan sosial atau ekonomi.

Data dan studi empiris dapat digunakan untuk menemukan kelompok yang kurang
terwakili dan membuat kebijakan yang memungkinkan mereka berpartisipasi. Selain itu, ada
kemungkinan untuk menerapkan program pelatihan dan penyuluhan untuk meningkatkan
keterampilan masyarakat dan memberi setiap orang kesempatan untuk berpartisipasi secara
aktif dalam musyawarah desa.

3. Kesetaraan Sebagai Solusi Untuk Keputusan yang Adil

Penting untuk menerapkan nilai kesetaraan agar musyawarah desa tidak membuat
keputusan yang tidak adil. Data menunjukkan bahwa kebijakan dan keputusan seringkali
menguntungkan kelompok tertentu sementara mengorbankan kelompok lain. Pemerintah desa
dapat memastikan bahwa setiap suara dihargai secara sama dan bahwa keputusan dibuat untuk
kepentingan bersama.
Untuk mencapai kesetaraan ini, musyawarah desa harus dilakukan secara terbuka dan
transparan. Pemerintah desa memiliki wewenang untuk memastikan bahwa semua informasi
yang berkaitan dengan musyawarah, termasuk data, agenda, dan kebijakan yang diusulkan,
tersedia untuk semua orang. Dengan demikian, semua orang memiliki akses yang sama
terhadap informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan.

4. Tanggung Jawab Sosial untuk Meningkatkan Keterlibatan Masyarakat

Tanggung jawab sosial juga dapat diaktifkan untuk meningkatkan keterlibatan


masyarakat dalam musyawarah desa. Fakta menunjukkan bahwa rasa memiliki dan tanggung
jawab terhadap kebijakan dan keputusan desa dapat menjadi pendorong utama partisipasi aktif
masyarakat. Melalui pendidikan nilai dan kampanye penyuluhan, pemerintah desa dapat
membangun kesadaran masyarakat tentang tanggung jawab sosial mereka terhadap
pembangunan desa.

Program tanggung jawab sosial juga dapat mencakup inisiatif partisipatif di mana
masyarakat secara aktif terlibat dalam merancang dan mengimplementasikan kebijakan desa.
Ini bukan hanya menciptakan rasa memiliki, tetapi juga memberikan masyarakat pemahaman
yang lebih baik tentang dampak dan implikasi keputusan mereka terhadap perkembangan desa.

4. Studi Kasus dan Analisis Data Empiris

Kita dapat merujuk pada studi kasus dan data empiris untuk menunjukkan konsep-
konsep yang telah dibahas. Misalnya, studi kasus tentang sebuah desa dapat menunjukkan
bagaimana penerapan nilai-nilai aksiologi telah berhasil menangani masalah pemerintahan dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam musyawarah desa. Data empiris dapat mencakup
wawancara, survei, dan observasi langsung untuk mengevaluasi efek penerapan nilai-nilai
aksiologi ini.

Studi kasus dan data empiris dapat menunjukkan bagaimana penerapan aksiologi
membantu memperbaiki sistem pemerintahan desa. Dengan menganalisis data ini secara
menyeluruh, kami dapat menemukan pola, tantangan, dan komponen penting yang mendukung
atau menghambat penerapan nilai-nilai aksiologi.
SIMPULAN

Sebagai simpulan, ada hubungan yang sangat penting antara aksiologi dan masalah
pemerintahan dalam musyawarah desa. Studi kasus menunjukkan bahwa penerapan nilai-nilai
seperti keadilan, kesetaraan, dan tanggung jawab sosial dapat membuat musyawarah desa lebih
inklusif dan adil. Data menunjukkan bahwa nilai-nilai ini dapat digunakan untuk mengatasi
ketidaksetaraan partisipasi, keputusan yang tidak adil, dan kurangnya tanggung jawab sosial.

Untuk meningkatkan penggunaan aksiologi dalam musyawarah desa, pemerintah desa,


lembaga masyarakat, dan pendidik harus berkolaborasi. Penelitian lanjutan juga perlu
dilakukan untuk terus mengamati dan mengevaluasi bagaimana nilai-nilai aksiologi digunakan
untuk memecahkan masalah pemerintahan dalam musyawarah desa. Pelatihan dan program
pendidikan nilai juga harus ditingkatkan untuk memastikan bahwa masyarakat mengetahui
nilai-nilai aksiologi dan bagaimana mereka mempengaruhi partisipasi mereka.

Aksiologi dapat berfungsi sebagai katalisator untuk membangun musyawarah desa


yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan di masa depan. Dengan mendasarkan kebijakan dan
keputusan pada prinsip-prinsip aksiologi, masyarakat dapat merasa lebih terlibat dan
bertanggung jawab atas kemajuan desa mereka.

Manfaat daripada penerapan partisipasi Masyarakat antara lain :

1. Legitimasi dan Akseptabilitas: Program atau kebijakan yang dilaksanakan dapat lebih
diterima oleh masyarakat karena mereka terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
2. Kualitas yang Lebih Baik: Kebijakan atau program dapat lebih akurat mencerminkan
kebutuhan dan keinginan masyarakat dengan melibatkan masyarakat dalam proses
perencanaan dan implementasi. Akibatnya, hasilnya lebih relevan dan bermanfaat.
3. Pemecahan Masalah yang Lebih Baik: Solusi yang lebih inovatif dan menyeluruh dapat
ditemukan melalui berbagai perspektif yang dihasilkan dari partisipasi masyarakat.
4. Penguatan Kapasitas Masyarakat: Partisipasi memungkinkan masyarakat untuk
berpartisipasi secara aktif dalam proses pembangunan dan meningkatkan keterampilan,
pengetahuan, dan kemampuan mereka untuk mengelola kegiatan pembangunan.
5. Kepuasan dan Keterlibatan Masyarakat: Partisipasi membuat masyarakat merasa
memiliki apa yang mereka miliki. Ini membuat mereka lebih bahagia dan lebih terlibat
dalam memanfaatkan manfaat tersebut.
6. Kesesuaian dan Relevansi yang Lebih Baik: Manfaat yang diberikan dapat lebih sesuai
dan relevan dengan kebutuhan masyarakat jika diberikan melalui partisipasi. Ini dapat
meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan manfaat tersebut.

Mengamati partisipasi dalam berbagai konteks menunjukkan bahwa peran dan


partisipasi masyarakat sangat penting untuk proses pembangunan yang inklusif dan
berkelanjutan. Keterlibatan masyarakat, baik dalam proses pengambilan keputusan,
penerimaan manfaat, maupun evaluasi, sangat penting untuk menentukan keberhasilan dan
efek yang dihasilkan oleh kebijakan, program, atau proyek.

Partisipasi adalah keterlibatan yang aktif, berkelanjutan, dan berdampak; itu bukan
sekadar peran pasif untuk mendapatkan informasi atau keuntungan. Partisipasi masyarakat
yang luas dalam setiap tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan hingga evaluasi, sangat
penting untuk memastikan bahwa kebijakan dan program yang dilaksanakan memenuhi
kebutuhan dan harapan orang-orang yang terlibat.

Ketika masyarakat berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, proses menjadi


lebih inklusif dan menerima berbagai perspektif dan mempertimbangkan kebutuhan berbagai
kelompok. Partisipasi dalam evaluasi meningkatkan rasa memiliki dan penguatan kapasitas,
memberi masyarakat kendali dan pemahaman yang lebih baik tentang manfaat yang mereka
terima. Sementara itu, partisipasi dalam menerima manfaat membuat informasi lebih lengkap,
akurat, dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang dampak kebijakan atau program.
Namun, tingkat partisipasi yang sebenarnya dapat bervariasi dari satu situasi ke situasi lain dan
memerlukan perhatian khusus pada hal-hal seperti kesetaraan akses, kapasitas masyarakat, dan
kebijakan atau struktur yang mendukung partisipasi yang berkelanjutan.

Pemerintah, lembaga, dan masyarakat itu sendiri harus bekerja sama untuk
meningkatkan partisipasi dan dampak. Pemerintah bertanggung jawab untuk menciptakan
lingkungan yang mendorong partisipasi, menegakkan transparansi, dan memperkuat
mekanisme untuk memasukkan masukan masyarakat ke dalam kebijakan dan program.
Sebaliknya, masyarakat harus diberdayakan dengan pengetahuan, keterampilan, dan akses
yang memadai agar dapat berpartisipasi dengan baik.
Daftar Pustaka

Ahfan, R., Asrori, A., & Sipahutar, H. (2015). Pemberdayaan Masyarakat pada Program PNPM
MP, Desa Peradaban, CSR dan Posdaya (Konteks Lahirnya UU No. 6 Tahun 2014). Jurnal
Bina Praja: Journal of Home Affairs Governance, 7(1), 89-100.

Hanum, F. (2019). Analisis Pelaksanaan Peraturan Walikota No. 40 Th. 2014 Tentang Pedoman
Program Fasilitasi Pemberdayaan Masyarakat Di Kecamatan Mojoroto Kota Kediri. Jurnal
Mediasosian: Jurnal Ilmu Sosial dan Administrasi Negara, 3(2).

Afandi, M. (2021). Efektivitas Program BUMDes dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat


ditinjau dari Manajemen Bisnis Islam (Studi Kasus Desa Gantiwarno Pekalongan Lampung
Timur) (Doctoral dissertation, IAIN Metro).

Fadil, F. (2013). Partisipasi masyarakat dalam musyawarah perencanaan pembangunan di


Kelurahan Kotabaru Tengah. Jurnal Ilmu Politik & Pemerintahan Lokal, 2(2).

Muda, I., & Batubara, B. M. (2021). Partisipasi Masyarakat dalam Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa. Strukturasi: Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik, 3(2), 192-200.

Anda mungkin juga menyukai