Aksiologi
Npm: 41183506220002
Pendahuluan
Seperti yang telah disebutkan di atas, tingkat pendidikan dan kesejahteraan perempuan
yang rendah masih menunjukkan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender di bidang lapangan
kerja. Ini ditunjukkan oleh kurangnya peluang bagi perempuan untuk bekerja dan berusaha,
serta kurangnya akses mereka terhadap sumber daya ekonomi seperti kredit, pasar, teknologi,
dan informasi. Wanita masih dianggap sebagai pencari nafkah tambahan dan hanya berstatus
sebagai pekerja keluarga, meskipun penghasilan mereka memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap penghasilan dan kesejahteraan keluarga.
Selain itu, diskriminasi yang dihadapi kaum perempuan di tempat kerja merupakan
masalah penting lainnya yang masih belum diselesaikan. Kenyataan masyarakat menunjukkan
masih ada perbedaan perlakuan antara kaum perempuan dan kaum laki-laki, terutama mereka
yang bekerja di sektor formal. Pekerja perempuan di sektor formal masih mendapatkan
perlakuan yang berbeda, termasuk perbedaan dalam gaji mereka, proses seleksi dan promosi
yang berbeda, dan perbedaan yang terkait dengan status perkawinan mereka.
Karena nilai-nilai sosial budaya patriarki masih kuat, kesetaraan dan keadilan gender
tampaknya belum dapat dicapai sepenuhnya. Menurut prinsip-prinsip ini, laki-laki dan
perempuan tidak setara dalam hal peran dan posisi. Keadaan ini ditandai dengan pembakuan
peran, beban ganda, subordinasi, marjinalisasi, dan kekerasan terhadap perempuan. Ini semua
berasal dari diskriminasi terhadap perempuan. Diskriminasi ini menyebabkan perempuan tidak
memiliki akses, kesempatan, dan kontrol atas pembangunan, dan mereka juga tidak
memperoleh manfaat dari pembangunan yang setara dan adil dengan laki-laki. Selain itu, posisi
dan peran perempuan di dalam keluarga dan masyarakat sering dipandang negatif karena
pemahaman yang salah tentang agama.
Tidak ada sistem hukum yang mendukung kesetaraan gender. Keadaan ini antara lain
ditandai oleh kesadaran gender yang masih rendah di kalangan penegak hukum, kurangnya
penegak hukum yang menangani kasus-kasus ketidakadilan bagi perempuan, dan kurangnya
sistem untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan penegakan hukum. Sementara itu,
beberapa faktor yang menyebabkan budaya hukum yang tidak mendukung keadilan gender
termasuk kurangnya kesadaran masyarakat tentang hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam
hukum, kurangnya akses masyarakat terhadap informasi dan sumber daya hukum, peran media
massa yang buruk dalam menyebarkan produk hukum kepada masyarakat, dan kurangnya
peran organisasi masyarakat dalam pengawasan dan diseminasi hukum.
1. Membentuk mekanisme untuk formulasi kebijakan dan program yang responsif gender
Membebaskan perempuan Indonesia dari masalah ini adalah kewajiban yang tidak
dapat ditawar-tawar lagi. Karena pemberdayaan perempuan sebenarnya adalah proses yang
memungkinkan setiap wanita Indonesia mampu membuat pilihan yang bijak sendiri. Oleh
karena itu, pemberdayaan perempuan harus diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan
fungsi dan kemampuan perempuan sebagai mitra sejajar kaum laki-laki. Proses pembangunan
hanya dapat berlangsung secara seimbang jika mencakup pemberdayaan perempuan, kelompok
yang selama ini dianggap paling lemah. Menurut penjelasan di atas, memberikan kebebasan
kepada kaum perempuan dalam hal ekonomi, pendidikan, dan kesehatan, antara lain,
tampaknya merupakan pendekatan yang paling logis untuk membebaskan mereka dari
kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan.
Dengan melihat fenomena dan data terbaru, akan dibahas bagaimana nilai-nilai
aksiologi membantu pemerintah meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan.
Pembahasan
Konsep yang dikenal sebagai pemberdayaan perempuan mengacu pada upaya untuk
memberikan perempuan akses yang sama terhadap sumber daya, kesempatan, dan kemampuan
untuk membuat keputusan sehingga mereka dapat berpartisipasi secara aktif dalam
pembangunan sosial, ekonomi, dan politik. Kebijakan di banyak negara bertujuan untuk
meningkatkan pemberdayaan perempuan melalui program pendidikan, akses ke layanan
kesehatan, pelatihan keterampilan, dan pengarusutamaan gender dalam kebijakan publik.
Upaya untuk meningkatkan peran, akses, dan kesempatan wanita dalam berbagai aspek
kehidupan, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, kebijakan publik, dan partisipasi mereka
dalam pengambilan keputusan, dikenal sebagai pemberdayaan wanita dalam kebijakan
pembangunan. Tujuan pemberdayaan wanita adalah untuk menciptakan kesetaraan gender,
mengurangi kesenjangan, dan memungkinkan wanita untuk berkontribusi aktif dalam
pembangunan sosial, ekonomi, dan politik.
Bidang Pemberdayaan Wanita dalam Kebijakan Pembangunan
1. Pendidikan: Akses pendidikan yang sama adalah bagian penting dari pemberdayaan
wanita. Kebijakan pendidikan yang inklusif dan merata membantu mengurangi kesenjangan
gender dalam akses ke pendidikan, dan memberikan kesempatan yang sama untuk pendidikan
memungkinkan wanita maju di banyak bidang.
Ketika perempuan memiliki akses yang setara terhadap sumber daya dan kesempatan,
mereka cenderung menjadi agen perubahan yang kuat dalam keluarga, masyarakat, dan
ekonomi. Pemberdayaan wanita tidak hanya merupakan tujuan moral yang penting untuk
mencapai kesetaraan gender, tetapi juga merupakan strategi yang logis dan efektif untuk
memajukan pembangunan umum. Wanita yang mendapatkan dukungan yang tepat memiliki
potensi besar untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan keluarga, dan
berkontribusi secara signifikan pada pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial.
Aksiologi menekankan betapa pentingnya nilai-nilai untuk membentuk tata nilai yang
mendasari tindakan manusia. Nilai-nilai seperti kesetaraan, keadilan, martabat, dan hak asasi
manusia adalah contoh nilai-nilai dasar yang sejalan dengan tujuan pemberdayaan perempuan.
Misalnya, nilai kesetaraan berpendapat bahwa perempuan dan laki-laki harus memiliki hak
yang sama dalam berbagai aspek kehidupan mereka, seperti hak untuk mendapatkan akses
terhhadap Pendidikan, pekerjaan, partisipasi politik.
2. Keadilan: Nilai keadilan mengacu pada pembagian hak, kebutuhan, dan kesempatan
yang adil. Dalam konteks pemberdayaan perempuan, keadilan memastikan bahwa perempuan
memiliki akses yang sama ke sumber daya, pekerjaan yang layak, perlindungan hukum yang
setara, dan kesempatan untuk maju.
4. Hak Asasi Manusia Aksiologi menekankan betapa pentingnya hak asasi manusia
sebagai dasar moral. Nilai-nilai hak asasi manusia memastikan bahwa perempuan diberi hak
yang sama dengan laki-laki dalam semua aspek kehidupan mereka, seperti mendapatkan
pendidikan, memilih pekerjaan, berpartisipasi dalam kehidupan politik, dan terbebas dari
diskriminasi dan kekerasan. Semua ini dilakukan untuk mendorong pemberdayaan perempuan.
Namun, situasi di berbagai masyarakat menunjukkan bahwa ada masalah besar dalam
menerapkan kebijakan pemberdayaan perempuan. Misalnya, di beberapa negara masih ada
ketidaksamaan gender dalam akses ke pendidikan dan kesempatan kerja. Selain itu, fenomena
ini tercermin dalam fakta bahwa perempuan jarang berada di posisi kepemimpinan di berbagai
sektor. Faktor-faktor budaya, sosial, dan ekonomi seringkali berfungsi sebagai penghalang bagi
perempuan untuk mencapai pemberdayaan yang sebenarnya.
4. Partisipasi Politik
Meskipun jumlah perempuan yang berpartisipasi dalam parlemen dan posisi politik
lainnya telah meningkat, masih sedikit perempuan yang terwakili dalam posisi kekuasaan
politik dan pengambilan keputusan. Ini menjadi salah satu hambatan utama dalam mencapai
kesetaraan gender dalam politik di beberapa negara.
5. Kekerasan Perempuan
Inovasi dan Langkah-Langkah Positif: Tentu saja, ada juga banyak inisiatif dan langkah-
langkah positif yang terus muncul dalam upaya pemberdayaan perempuan. Beberapa di
antaranya adalah kehadiran program pemberdayaan ekonomi bagi perempuan di beberapa
sektor, penggunaan teknologi untuk mempermudah akses perempuan ke pendidikan dan
informasi, dan upaya pemberdayaan politik yang lebih inklusif.
Terlepas dari kemajuan yang telah dicapai dalam mendorong pemberdayaan perempuan
dalam berbagai bidang kebijakan pembangunan, masih ada banyak tantangan yang harus
diatasi. Untuk mencapai kesetaraan gender secara keseluruhan, pendidikan, keterlibatan
ekonomi, kesehatan, partisipasi politik, dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan masih
menjadi fokus utama. Untuk mengatasi masalah ini dan mendorong perubahan positif untuk
pemberdayaan perempuan, diperlukan kerjasama yang kuat antara pemerintah, lembaga
swadaya masyarakat, sektor swasta, dan masyarakat.
Selain itu, prinsip-prinsip aksiologi dapat berkontribusi pada transformasi budaya dan
peningkatan kesadaran masyarakat tentang peran perempuan dalam pembangunan. Metode ini
akan menghasilkan pergeseran paradigma yang mengakui kemampuan perempuan dan peran
mereka dalam kemajuan suatu negara.
1. Nilai-nilai moral, seperti kesetaraan, keadilan, martabat, dan hak asasi manusia,
memberikan fondasi untuk kebijakan pembangunan. Nilai-nilai ini menjadi pijakan untuk
pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Simpulan
Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang
sama untuk berkembang dan berkontribusi pada pembangunan negara, tidak peduli jenis
kelaminnya, penting untuk terus memperkuat kebijakan yang didasarkan pada nilai-nilai
aksiologi.
Jadi, aksiologi bukan hanya memberikan fondasi moral, tetapi juga berfungsi sebagai
pedoman yang kuat untuk merancang kebijakan pembangunan yang berkelanjutan, inklusif,
dan berorientasi pada kesejahteraan manusia. Dengan mempertimbangkan nilai-nilai aksiologi,
kebijakan pembangunan dapat lebih baik menjangkau aspek moral, sosial, dan etis, sehingga
memiliki dampak yang lebih baik pada masyarakat secara keseluruhan.
Daftar Pustaka