Anda di halaman 1dari 5

“STRATEGI MENINGKATKAN PERAN DAN KEPEMIMPINAN PEREMPUAN

DALAM SEKTOR PUBLIK”


(Konflik Akibat Budaya Patriarki)
Siti Nurdiana / 205120601111005/ 19

A-6 Ilmu Pemerintahan

Pengantar

Pada hakikatnya tujuan dalam pembangunan dengan berbagai kebijakan yang


dilakukan oleh Indonesia bertujuan untuk menyejahterakan, meningkatkan kualitas hidup
serta harkat yang dimiliki dan martabat yang dijunjung tinggi oleh seluruh masyarakat
Indonesia dengan tanpa adanya hal yang membeda-bedakan dari sudut suku bangsa, agama,
kelas sosial terlebih lagi jenis kelamin. Namun, bentuk kebijakan publik yang dilakukan
maupun yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah terkait dengan konteks kesetaraan gender
masih sangat kurang ramah terhadap perempuan dan hal tersebut menunjukan kebijakan
publik masih bersifat bias gender. Pembangunan yang dilakukan dari waktu ke waktu hingga
saat ini tampak adanya kesenjangan relasi antara kaum perempuan dan kaum laki-laki
tentunya, terlihat pada hal aksesibilitas terhadap sumber daya baik itu dalam pembangunan,
keterwakilan dan representasi kepemimpinan perempuan ketika berpartisipasi, terkait
mengambil keputusan, melaksanakan kontrol maupun otoritas terhadap hak serta tanggung
jawab dalam sumberdaya pembangunan, ataupun ranah publik lainnya.

Terdapat berbagai faktor penyebab terjadinya hal-hal yang mengacu kesenjangan dan
ketidakadilan gender baik itu berupa kendala yang terjadi pada internal seperti kurangnya
sensitifitas dan pemahaman dari para stakeholder terhadap kebutuhan dan mencitrakan
bagaimana peran yang saling memberatkan satu pihak (overlapping) pada perempuan, dan
selanjutnya kendala internal pada “budaya patriarki” yang memberikan kedudukan posisi
pihak laki-laki “lebih” daripada kedudukan pihak perempuan. Dan kendala eksternalnya
adalah budaya yang sudah melekat terhadap pandangan masyarakat yaitu budaya patriarki
yang mendominasi dan mempengaruhi berbagai aspek kegiatan manusia. Berlangsungnya
budaya patriarki yang sedang bekerja hingga saat ini masih banyak terjadi ditengah berbagai
suara perempuan yang lantang menjunjung serta mengangkat hak perempuan. Seperti pada
aktivitas dibidang politik, ekonomi yang akan menghasilkan masalah sosial. Sehingga hal
tersebut menyebabkan kurangya representasi kepemimpinan dan peran perempuan dalam
berbagai sektor khsususnya sektor publik dalam mewujudkan pembangunan yang tidak bias
gender.

Pembahasan

Budaya patriarki ini memiliki perspektif jika laki-laki memiliki kewenangan sebagai
kontrol yang paling utama didalam masyarakat, begitupun sebaliknya kaum perempuan
hanya sebatas memiliki sedikit pengaruh dalam sektor yang lebih umum seperti bidang sosial,
ekonomi, politik, dan berbagai sektor publik lainnya. Hal ini menimbulkan adanya
penempatan wanita dalam posisi subordinat perempuan (penomorduaan tempat dalam
kedudukan kaum perempuan yang berada dibawah kaum laki-laki) atau inferior
Masih terbatasnya perempuan dalam sektor publik sehingga belum mengoptimalkan
kepemimpinan perempuan yang diakibatkan oleh adanya budaya patriarki, tentu perlu adanya
strategi bagaimana memaksimalkan peran serta keterwakilan perempuan dalam sektor publik
untuk meminimalisir intervensi dan pandangan masyarakat yang berbasis pada budaya
patriarki yang telah melekat dalam pandangan dan kehidupan mereka.

Strategi untuk Meningkatkan Peran Kepemimpinan Perempuan


Untuk meningkatkan keterwakilan maupun kepemimpinan perempuan didalam sektor
publik meliputi bidang ekonomi, sosial maupun politik tentu harus diimbangi dengan
pengawalan dan perjuangan yang berperspektif gender dan berkelanjutan diantaranya :
 Melalui Pengarusutamaan Gender
Salah satu upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dan keadilan gender adalah
dengan melaksanakan pengarusutamaan gender pada semua aspek kehidupan masyarakat
dengan analisis GAP yang dikeluarkan oleh Bappenas merupakan salah satu solusi untuk
menjadi pedoman bagi institiusi pemerintah dalam memebenahi program aktivitas sebagai
strategi untuk mewujudkan kesetaraan gender harus diiringi dengan kemauan dan
kemampuan perempuan itu sendiri. Dengan hal ini dapat memberikan deskripsi bahwa
perempuan yang mewujudkan kesetaraan gender harus mampu berjuang dan mampu
menghadapi berbagai keadaan yang seolah-olah mewajarkan ketidakadilan gender tersebut
terlebih lagi berkaitan dengan nilai-nilai budaya yang berkembang dan melekat pada
rasionalitas masyarakat.
 Melalui Program Pemberdayaan (P2WKSS)
Pemberdayaan merupakan program pemerintah yang bertujuan guna mengoptimalkan
pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia. Pemberdayaan dalam P2WKSS
(Peningkatan Peran Wanita Dalam mewujudkan Keluarga Sehat Sejahtera) memberikan
jembatan bagi perempuan untuk meningkatkan peran dan fungsinya dalam keluarga sehingga
dapat menyamai peran laki-laki dalam menciptakan kesejahteraan keluarga. Unsur
pembinaan dalam program ini adalah memberdayakan masyarakat untuk mengimprovisasi
keunggulan dan kualitas pada hidup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan target
perempuan sebagai warga yang dibina akan diberikan penyuluhan terkait berbagai bidang
seperti pendidikan misalnya pemerintah memberikan pengarahan terhadap keterampilan
membuat kerajinan, bidang ekonomi seperti memberikan pelatihan dalam menjahit agar
menghasilkan suatu produk yang bernilai ekonomi, kesehatan misalnya berkaitan dengan
pola hidup sehat dan pemenuhan gizi dan penyuluhan yang dapat meningkatkan kualitas
hidup perempuan
 Kebijakan Afirmatif (Affirmative Action)
Kebijakan afirmasi diperuntukan kepada perempuan khususnya dibidang politik pasca
berlakunya perubahan UUD 1945 diawali diwujudkan melalui pengesahan UU nomor 12
tahun 2003 tentang pemilu DPR DPD dan DPRD. Dengan usaha dan strategi meningkatkan
kiprah perempuan dalam mewakili suaranya melalui gagasan dengan memberikan syarat agar
partai politik peserta pemilu lebih peduli keterwakilan perempuan paling minimum sebesar
30% di dalam mengajukan calon anggota DPR DPD dan DPRD affirmative action ini seiring
berjalannya waktu semakin disempurnakan terlebih dalam bidang politik partai politik
menyatakan keterkaitan perempuan minimal 30% baik itu dalam pendirian maupun dalam hal
handle di tingkat central.

Catatan Kritis

Menurut saya saat ini masih banyak pandangan terhadap perempuan yang memiliki
perspektif yang tidak berhenti pada pandangan tradisional yang memberkan posisi perempuan
dalam peran domestik dan terjebak pada stigma budaya jawa untuk menjadi “kanca
wingking” kemudian terkontruksi hingga menjadi budaya “patriarki” dan mengarah pada hal
yang cenderung negatif karena menempatkan perempuan dalam urusan “belakang”. Sehingga
hal ini menjadikan kurangnya keterwakilan perempuan terlebih dalam ranah publik yang
seharusnya keterlibatan perempuan dalam melakukan pembangunan menjadi pendorong
untuk terwujudnya segala pembangunan yang menyangkut kualitas hidup berbangsa dan
negara. Justru terhambat akibat adanya stigma yang sduah terkontruksi pada masyarakat.
Untuk itu, strategi tersebut harus didukung dengan adanya dorongan partisipasi dari
seluruh pihak dalam membangun kesadaran perempuan dalam berbagai bidang dan
perempuan seharusnya dapat memberdayakan potensi diri sendiri serta meningkatkan kualitas
diri sendiri sehingga dapat melahirkan kreativitas inovasi yang tidak familiar, pemikiran
konstruktif dalam perspektif kesetaraan gender dalam lingkup kehidupan berbangsa dan
bernegara,

DAFTAR PUSTAKA
Utaminingsih, Alifiulahtin. 2017. Gender dan Wanita Karir. Malang: UB Press.
Nugroho, Riant. 2008. Gender dan Strategi Pengarusutamaannya di Indonesia. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Nofianti, Leny. 2016. Perempuan di Sektor Publik. Jurnal marwah, Volume. XV No.1 (hal 2-
8). Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Suska Riau.
Rahayu, Wewen Kusumi. 2016. Analisis Pengarusutamaan Gender dalam Kebijakan Publik
(Studi kasus di BP3AKB) Provinsi Jawa Tengah). Jurnal Analisis dan Pelayanan
Publik Vol 2 Nomor 1 juni 2016.
Rizkia, Frida Nur. 2017. Peran Perempuan Dalam Meningkatkan Perekonomian Keluarga
Melalui Program P2wkss Di Sumber Gamol, Balecatur, Gamping, Sleman. Lumbung
Pustaka UNY.
Sakina, Ade Irma dan A, Dessy Hasanah. Menyoroti Budaya Patriarki di Indonesia. Social
work jurnal Volume 7 No.1. (hal 72-74).
Mulyono, Ignatius. 2010. Strategi Meningkatkan Keterwakilan Perempuan. Jakarta.

Dewi, Siti Malaiha. 2014. Peran Perempuan Dalam Formulasi Kebijakan: Studi Kasus Pada
Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa Temulus, Kecamatan Mejobo,
Kabupaten Kudus, Tahun 2011. Jurnal Vol 7 No 1 (hal 244-246). STAIN Kudus,
Jawa Tengah.

Santoso, Widjajanti. 2014. Problematika Kebijakan Pengarusutamaan Gender Dalam


Mengatasi Marjinalisasi Perempuan. Jurnal Vol 16 No. 3. (hal 6-7). Pusat Penelitian
Kemasyarakatan dan Kebudayaan (P2KK-LIPI).

S, Wahyu Nugraheni. 2012. Peran dan Potensi Wanita Dalam Pemenuhan Kebutuhan
Ekonomi Keluarga Nelayan. Jurnal of Education Social Studies. Semarang, Jawa
Tengah.
Rahayu, Ninik. 2012. Kesetaraan Gender Dalam Aturan Hukum Dan Implementasinya Di
Indonesia (Gender Equality In The Rule Of Law In Indonesian And Implementation).
Jurnal Legislasi Indonesia Vol 9 No. 7. Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan.

Anda mungkin juga menyukai