Anda di halaman 1dari 9

Konstruksi sosial saat ini didasarkan pada ideologi patriarki.

Dalam Patriarki laki-laki


dipandang sebagai superior dan istimewa di lingkungan domestik maupun publik, dan
memiliki sosial kesucian untuk menjalankan kekuasaan atas wanita. Masyarakat
memprioritaskan kebutuhan dan aspirasi laki-laki dan berusaha untuk memenuhinya melalui
penaklukan perempuan dengan budaya tradisional Praktek. Sebagai contoh kita mungkin telah
menemukan preferensi untuk anak laki-laki selama kelahiran anak, Harapan suami terhadap
ketaatan istri, dll.

Kita juga telah menyaksikan puncak sikap patriarki ketika penguasa laki-laki kita menentang
kebijakan reservasi perempuan di parlemen dan di majelis. Dan dengan demikian kita
mengalami diskriminasi gender. Dalam pelajaran kita sebelumnya, kita telah belajar apa
bedanya antara jenis kelamin dan jenis kelamin. Seks didasarkan pada perbedaan biologis.
didiskriminasi di semua bidang dengan dorongan superioritas bagi pria dan
mensubordinasikan wanita. Sebagai kita melihat dalam patriarki, diskriminasi menyiratkan
kekuasaan atas perempuan, hierarki struktural dan subordinasi perempuan dan laki-laki yang
menjalankan kekuasaan atas perempuan.

Di sini, wanita adalah diperlakukan sebagai sekunder dan kurang penting dalam peluang.
Perempuan memiliki akses yang rendah kepada badan-badan pemberi kekuasaan dan
pengambilan keputusan, kurangnya akses ke kekayaan dan aset lainnya dan memiliki
pendapatan yang lebih rendah. Selain itu perempuan ditindas dan dipandang sebagai objek
untuk mempertahankan supremasi Pria. Dengan demikian itu menghasilkan perbedaan antara
pria dan wanita, yang disebut sebagai kesenjangan gender. Memvalidasi perbedaan biologis
antara pria dan wanita ke dalam gender perpecahan dan dengan demikian menetapkan
diskriminasi gender sebagai nilai inti patriarki.

Diskriminasi yang dilanggengkan dan dikelola oleh semua lembaga informal seperti keluarga,
masyarakat, dan lembaga formal juga mempraktikkan diskriminasi dengan cara yang halus
dan dalam beberapa kasus itu eksplisit. Dan dengan demikian dalam masyarakat kita, kita
mengalami hegemoni norma patriarki dalam kehidupan sehari-hari melalui peran diskriminatif
gender yang membagi kedua laki-laki dan wanita dari situasi biasa hingga momen penting.
Untuk melanggengkan diskriminasi, peran yang berbeda didefinisikan untuk pria dan wanita.
Melalui peran-peran ini perempuan dan laki-laki diharapkan untuk melakukan dengan cara
tertentu dan itu memperkuat nilai-nilai patriarki kekuasaan dan subordinasi. Seperti yang kita
pelajari, masalah inti ketidaksetaraan adalah berasal dari ideologi patriarkik, dan melalui
gender telah mendiskriminasi perempuan dan pria di semua lapisan masyarakat, ini juga
mengikat wanita dan pria ke dalam yang diharapkan secara spesifik kinerja peran dan
membuat perempuan bertanggung jawab dalam memenuhi tugas-tugas untuk manfaat pria dan
orang lain. (ignou, 2016)

Kata gender berasal dari bahasa inggris yang berarti jenis kelamin, gender juga merupakan
konsep mendasar yang di tawarkan oleh feminisme untuk mnganalisis masyarakat. Dalam
bahasa nggris di artikan sebagai jenis kelamin, yang menunjukan adanya penyifatan dan
pengklasifikasikan dua jenis kelamin secara biologis, yaitu laki-lakki dan perempuan.
Beberapa d=feminis, seperti simone, beauvior, Crist Weedon dan Barbara Lioyd sepakat
bahwa pada ranah ini ada garis yang bersifat nature, dimana laki-laki dan perempuan masing-
masing memiliki karakteristik yang melekat pada secara permanen, kodrati dan tidak dapat di
pertukarkan satu dengan yang lainnya. Tidak sama dengan sex, gender adalah suatu konsep
tentang klasifikasi sifat laki-laki(maskulin) dan perempuan( feminim ) yang di bentuk secara
sosiolkultura. Hal ini juga senada dilontarkan oleh nasarudin Umar, yang mengatakan bahwa
gender merupakan interpretasi dari budaya terhadap perbedaan jenis kelamin, artinya gender
merupakan efek yang timbul akibat adanya perbedaan anatomo biologi yang cukup jelas
antara laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya sedangkan sex secara umum digunakan
untuk membedakan laki-laki dan perempuan secara biologis (yusuf, 2017).

Pengarusutamaan gender adalah teknik untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender
melalui kebijakan, program, dan kegiatan yang mempertimbangkan pengalaman, tujuan,
kebutuhan, dan masalah laki-laki dan perempuan saat mereka memantau dan mengevaluasi
semua aspek kehidupan dan pembangunan. Ini adalah strategi untuk menjadikan perhatian dan
pengalaman perempuan dan laki-laki sebagai bagian integral dari desain, implementasi,
pemantauan dan evaluasi kebijakan dan program di semua bidang politik, ekonomi dan sosial,
sehingga perempuan dan laki-laki mendapat manfaat yang sama, dan ketimpangan tidak
berlanjut. Tujuan akhir dari pengarusutamaan adalah untuk mencapai kesetaraan gender.
Prasyarat Dasar untuk Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif
Gender

Perencanaan dan penganggaran responsif gender (PPRG) akan dapat terwujud jika
terbangun kondisi yang menunjang. Berdasarkan pengalaman dari negara yang telah
mengimplementasikan PPRG, setidaknya terdapat beberapa prasyarat agar PPRG dapat berjalan
dengan baik, yaitu:

Komitmen dan keberpihakan dari top leader dan para pengambil kebijakan lainnya termasuk
anggota parlemen.

• Ketersediaan data terpilah per sektor yang diup-date secara berkala. Hal ini sangat penting
sebagai dasar untuk mengidentifikasikan kebutuhan dan menemukenali akar masalah dengan
menggunakan analisis gender.

• Ketersediaan instrumen atau pun panduan untuk para perencana program dan anggaran untuk
menyusun perencanaan penganggaran yang responsif gender.

• Sensitivitas dan kapabilitas para perencana dan pelaksana program/kegiatan yang telah
dialokasikan anggarannya.

• Monitoring dan evaluasi terhadap kinerja yang menunjukkan kemajuan pelaksanaan


pengarusutamaan gender yang ditandai oleh pengurangan kesenjangan maupun pencapaian
kesetaraan dan keadilan gender.

Teknik Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender

Data Terpilah

Sesuai Inpres No 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional,


dimana strategi mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender didorong melalui proses
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi seluruh sektor pembangunan, maka seluruh
proses tersebut akan bisa berjalan baik dengan salah satu prasyarat penting yaitu penyediaan data
terpilah berdasarkan jenis kelamin. Data terpilah penting untuk mengidentifikasi masalah
berdasarkan jenis kelamin, wilayah, status sosial ekonomi dan waktu, dan menggunakan analisis
gender di dalamnya. Secara definisi, data terpilah antara lain menjelaskan :

1. Data terpilah dan informasi terpilah berdasarkan jenis kelamin (sex disaggregated data) adalah
data kuantitatif atau data/informasi kualitatif yang dikumpulkan dan dipresentasikan berdasarkan
jenis kelamin, penduduk perempuan dan laki-laki atau anak perempuan dan laki-laki.

2. Data terpilah menurut jenis kelamin adalah variable-variabel yang sudah terpilah antara
perempuan dan laki-laki berdasarkan topik bahasan/hal-hal yang menjadi perhatian.

3. Data dan informasi terpilah menggambarkan peran, kondisi umum dari perempuan dan laki-
laki dalam setiap aspek kehidupan di masyarakat, misalnya angka melek huruf, tingkat
pendidikan, kepemilikan usaha, lapangan pekerjaan, perbedaan upah, kepemilikan rumah dan
tanah serta pinjaman lainnya.

PENGOLAHAN DATA TERPILAH

Dalam pasal 1 Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 6 Tahun


2009, menegaskan penyelenggaraan data gender dan anak adalah suatu upaya pengelolaan data
pembangunan yang meliputi ; pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang sistematis,
komprehensif, dan berkesinambungan yang dirinci menurut jenis kelamin, dan umur, serta data
kelembagaan. Dan tahapan pengolahan data terpilah dapat dilakukan antara lain :

a. Seluruh sumber data kuantitatif yang dimiliki terkait sumber daya manusia dapat dipilah
berdasarkan jenis kelamin perempuan dan laki-laki

b. Seluruh sumber data kualitatif yang berasal dari interview, FGD, seminar, diskusi kelompok
dan lain-lain dapat di olah berdasarkan peserta diskusi, apakah berasal dari kelompok langsung
atau penerima manfaat langsung dari program dan kegiatan yang dilaksanakan dan dapat dipilah
berdasarkan jenis kelamin perempuan dan laki-laki.

c. Untuk memetakan isu gender di bidang pembangunan perlu dilakukan dengan menghitung
indicator atau indeks untuk menggambarkan akses, pastisipasi, control dan manfaat
pembangunan di berbagai bidang. Misalkan isu gender di dalam perdagangan. Seluruh kegiatan
pembuatan data terpilah haruslah mencerminkan seluruh analisis situasi gender yang
menggambarkan situasi, kondisi, kebutuhan dan persoalan perempuan dan laki-laki.
Data Partisipasi politik wanita Indonesia 3 tahun terakhir:

Berdasarkan hasil sensus penduduk 2020, penduduk Indonesia yang berjenis kelamin
perempuan berjumlah 133,54 juta jiwa atau 49,42% dari total populasi Indonesia. Melihat
dari data ini, tentu proporsi partisipasi perempuan dalam politik haruslah seimbang dengan laki-
laki. Pada kenyataanya, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak Kemenko PMK,
Femmy Eka Kartika Putri mengatakan bahwa partisipasi perempuan Indonesia masih berada
di angka kurang dari 30%.

Data menunjukkan bahwa perempuan masih tersisihkan dari proses pengambilan keputusan.
Menurut data yang dirilis World Bank, partisipasi politik perempuan di Indonesia
menempati peringkat 92 dari 155 negara. Data yang sama juga menunjukkan bahwa terdapat
penurunan tajam ranking keterwakilan perempuan dalam politik Indonesia dari posisi
tertingginya di tahun 2010 pada urutan 58 menjadi urutan 92 ditahun 2021.

Pilkada Serentak 2020 terdapat 157 atau 10,6 persen calon perempuan, diantaranya 5
perempuan maju dalam pemilihan gubernur, 127 perempuan maju dalam pemilihan
bupati, dan 25 perempuan maju dalam pemilihan walikota. 1 BPS juga merilis data
partisipasi politik wanita di parlemen dari seluruh DPRD di Indonesia dan menunjukan
bahwa terdapat peningkatan partisipasi perempuan dari tahun 2019, 2020, dan 2021
namun masih dibawah angka 30%.2

Dalam beberapa studi yang dilakukan, menunjukkan bahwa tingkat keterwakilan


perempuan memang menunjukkan peningkatan namun masih berada dibawah target
30%. Dari data tiga kali Pemilu (1999-2014). Pada 1999 – 2004 tanpa adanya affirmative
action, partisipasi perempuan hanya sebesar 9,0%. Peningkatan terjadi kembali pada
pemilu 2004 – 2009 dengan angka partisipasi perempuan sebesar 11,8% setelah
dimplementasikannya target kuota 30%. Pemilu 2009 – 2014 memperlihatkan kenaikan
yang sangat signifikan diangka 18,%.

1
https://kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2916/menteri-bintang-dorong-perempuan-terlibat-
aktif-dan-kawal-pilkada-serentak-2020
2
https://www.bps.go.id/site/resultTab
Peraturan Kuota perempuan di Indonesia:

Dalam aspek kesetaraan gender dengan kaitannya partisipasi perempuan dalam politik, Undang-
Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD
memberikan affirmative action bagi perempuan. Di antaranya ketentuan yang tertulis
menyatakan dalam daftar calon legislatif minimal harus ada 30% persen partisipasi
perempuan.

Peningkatan partisipasi perempuan dalam politik kemudian lebih terlihat pasca berlakunya
perubahan UUD 1945 pasal 28 H ayat (2) yang menyatakan “Setiap orang berhak mendapatkan
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan”.

Peraturan Pro Perempuan Internasional yang diterapkan di Indonesia:

 Partisipasi politik yang seimbang dan pembagian kekuasaan antara perempuan dan laki-
laki dalam pengambilan keputusan adalah target yang disepakati secara internasional
yang ditetapkan dalam Deklarasi dan Platform Aksi Beijing. Indonesia telah lama
mengesahkan Undang-Undang No. 68 Tahun 1958 yang meratifikasi Konvensi Hak Politik
Perempuan. Di dalamnya, diatur mengenai Perwujudan Kesamaan Kedudukan, jaminan
persamaan hak memilih dan dipilih, jaminan partisipasi dalam perumusan kebijakan, kesempatan
menempati posisi jabatan birokrasi dan jaminan partisipasi dalam organisasi sosial politik.
 Salah satu dari 8 Millenium Developments Goals (MDG) yang disepakati 189 negara anggota
PBB pada September 2000 dan terkait dengan kebijakan kuota perempuan sebesar 30% di
parlemen di seluruh dunia akan ditargetkan tercapai pada tahun 2015 nanti, sehingga perempuan
memiliki keterlibatan yang besar dalam politik.

Syarat-syarat perempuan di Indonesia masuk partai:


Dalam pelaksanaan proses rekruitmen calon legislatif setiap partai politik memiliki aturan dan
mekanismenya masing-masing dan hal tersebut akan berpengaruh pada kriteria yang ditentukan
oleh partai politik terhadap calon legislatifnya. Di antara kriteria yang diinginkan oleh partai
politik terkadang berbenturan dengan tuntutan yang diwajibkan oleh peraturan, partai akan
memilih kandidat berdasarkan kepribadian calon yang baik misalnya kejujuran, kepercayaan diri,
dan memiliki daya tarik disamping latar belakang pendidikan dan pengalaman dibidang politik.

Menurut Leijennar dan Niemaler Terdapat beberapa faktor yang dipertimbangkan oleh
partai politik dalam menentukan calon legislatifnya yakni, Pertama, memperhatikan
kepribadiannya yang meliputi: cara berkomunikasi yang baik, memiliki keahlian dan
kemampuan khusus, memiliki ketertarikan yang besar serta mempunyai pengetahuan yang dalam
terhadap masalah-masalah dalam dunia politik. Kedua, Karakteristik yang melekat meliputi:
jenis kelamin, usia, etnis dan penampilan. Ketiga, Tingkat orientasi lokal meliputi: kepedulian
yang ditandai dengan komitmen membangun daerah pilihan, pengaruh dalam masyarakatnya,
dukungan masyarakat, massa partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Keempat, Agama,
norma dan nilai meliputi: ketaatan beragama, kepekaan terhadap sesama, dan keharmonisan
dalam kehidupan rumah tangga.

Kebijakan-kebijakan sebagai presiden dalam menyelesaikan masalah ketimpangan gender


dalam ranah politik Indonesia

 Mengadopsi peraturan pro kesetaraan gender yang telah lebih dulu diimplementasikan
dan sukses di negara lain dengan melakukan penyesuaian dengan kebutuhan di
indonesia.
 Membuat peraturan yang pro perempuan. Sebagai contoh inpres no 9 tahun 2000 tentang
pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, pembuatan Perpres Nomor 81
Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi.
 Bekerjasama dengan DPR dan kementrian terkait untuk membentuk undang-undang pro
kesetaraan gender.
 Meningkatkan investasi SDM perempuan agar semua anak perempuan Indonesia
mencapai pendidikan dasar menengah hingga 12 tahun.
 Memberikan beasiswa LPDP ditargetkan untuk melahirkan ilmuwan perempuan.
 Pemerintah khususnya kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
memperkuat pendataan dan kajian-kajian.

 Kaum perempuan dapat memperoleh pendidikan terutama dari keluarga, bahwa


berkiprah serta berpartisipasi di dunia politik adalah salah satu bagian yang penting
untuk membangun masyarakat, serta bangsa dan negara.
 Anak perempuan yang mengikuti pendidikan politik dasar sejak disekolah menengah
sampai Universitas didorong atau didukung untuk aktif mengikuti organisasi seperti
OSIS, BEM, dan organisasi ekstra universitas seperti HMI, GMNI, organisasi pemuda
seperti KNPI, dan organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah, NU, dan lain-
lain.
 Melaksanakan advokasi terhadap kaum perempuan agar terpanggil untuk berpartisipasi
dalam kancah politik.
 Mempersiapkan anak-anak perempuan sejak dini untuk terpanggil dan tertantang
memasuki dunia politik melalui kurikulum pendidikan yang berbasis pada pengenalan
politik sejak dini.
 Memberi petunjuk atau pencerahanan, penyadaran, dorongan, dan dukungan kepada
kaum perempuan supaya dalam berbagai kegiatan politik seperti berpartisipasi dalam
kampanye, pemilih, menjadi calon legislatif, calon Gubernur/ Wakil Gubernur,
Walikota/Wakil Walikota, Bupati / Wakil Bupati, dan lain sebagainya.
 Membentuk satgas pemajuan perempuan.

References
ignou. (2016). PRACTICAL GENDER NEEDS AND STRATEGIC GENDER NEEDS. ignou
the people university, 3.

yusuf, a. (2017). PENGERTIAN GENDER, BENTUK-BENTUK GENDER DAN CONTOH


KESETARAAN GENDER. http://blog.unnes.ac.id/, 1.

Anda mungkin juga menyukai