Anda di halaman 1dari 6

Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang

dikontruksi secara sosial maupun kultural, misalnya perempuan dikenal lemah-lembut, emosional,
keibuan; laki-laki rasional, kuat, jantan, perkasa (Fakih, 1996: 8). Gender adalah hasil kontruksi
budaya yang diciptakan oleh manusia, yang sifatnya tidak tetap, berubah dari waktu ke waktu,
serta dapat dialihkan dan dipertukarkan menurut waktu, tempat, dan budaya setempat dari satu
jenis kelamin lainnya (KPP: 2008). Dalam masyarakat tradisional-patriarkhi (yaitu masyarakat
yang selalu memposisikan laki-laki lebih tinggi kedudukan dan perannya dari perempuan) kita
dapat melihat dengan jelas adanya pemisahan yang tajam bukan hanya pada peran Gender tetapi
juga pada sifat Gender. Misalnya, laki-laki dituntut untuk bersifat pemberani dan gagah perkasa
sedangkan perempuan harus bersifat lemah lembut dan penurut. Padahal, laki-laki maupun
perempuan adalah manusia biasa, yang mempunyai sifat-sifat tertentu yang dibawanya sejak lahir.
Sifat lemah lembut, perasa, pemberani, penakut, tegas, pemalu dan lain sebagainya, bisa ada pada
diri siapapun, tidak peduli apakah dia perempuan atau laki-laki. Sayangnya, konstruksi sosial di
masyarakat merubah pandangan ‘netral’ pada sifat Gender tersebut.
Pada kenyataannya gender timbul dari adanya perbedaan spikologis yang diciptakan oleh
masyarakat, bukan bawaan lahir tapi dari lingkungan, keluarga dll, tergantung dari sudut pandang
yang diciptakan oleh masyarakat itu sendiri.
Konsep gender dalam kehidupan masyarakat Indonesia
- Lingkungan keluarga
Posisi perempuan dalam keluarga pada umumnya dan di masyarakat Indonesia pada khususnya,
masihlah berada di bawah laki – laki. Seperti kasus istri yang bekerja di luar rumah harus mendapat
persetujuan dari suami, namun pada umumnya meskipun istri bekerja, haruslah tidak boleh
memiliki penghasilan dan posisi lebih tinggi dari suaminya. Meskipun perempuan sudah bekerja
di luar rumah, mereka juga harus memperhitungkan segala kegiatan yang ada di rumah, mulai dari
memasak hingga mengurus anak.
- Lingkungan pendidikan
Di bidang pendidikan, perempuan menjadi pilihan terakhir untuk mendapatkan akses. Oleh karena
itu, tingkat buta huruf tertinggi di Indonesia juga masih didominasi oleh kaum perempuan
(kompas, 29 Juli 2010).
- Lingkungan pekerjaan
Perempuan yang memiliki akses pendidikan yang tinggi pada umumnya bisa mendapatkan
pekerjaan yang layak. namun, pemilihan pekerjaan tersebut masih berbasis gender. Perempuan
dianggap kaum yang lemah, pasif dan dependen. Pekerjaan seputar bidang pelayanan jasa seperti
bidang administrasi, perawat, atau pelayan toko dan pekerjaan dengan sedikit ketrampilan seperti
pegawai administrasi dan hanya sedikit saja yang menduduki jabatan manajer atau pengambil
keputusan (Abbott dan Sapsford, 1987).
Gender tercipta melalui proses sosial budaya yang panjang dalam suatu lingkup masyarakat
tertentu, sehingga dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Misalnya, laki-laki yang
memakai tato di badan dianggap hebat oleh masyarakat dayak, tetapi di lingkungan komunitas lain
seperti Yahudi misalnya, hal tersebut merupakan hal yang tidak dapat diterima.
Menurut pendapat saya sendiri permasalahan gender mengacu pada sekumpulan ciri-ciri
khas yang berkaitan dengan jenis kelamin individu, bawaan dari lahir dan diarahkan pada peran
sosial atau identitasnya dalam masyarakat. konsep gender bukan hanya mengacu pada jenis
kelamin semata tetapi gender juga dapat dikaitkan dengan orientasi seksual, seseorang yang
merasa identitas gendernya tidak sejalan dengan jenis kelaminnya dapat menyebut dirinya sebagai
transgender, seperti dalam kasus waria atau banci. Dalam konsep gender, yang dikenal adalah
peran gender individu di masyarakat, Peran gender (gender role) adalah peran yang dikerjakan
oleh laki-laki dan perempuan dalam suatu masyarakat tertentu yang diakibatkan adanya perbedaan
gender. Sehingga orang mengenal maskulinitas dan femininitas. Sebenarnya feminin sendiri tidak
merasa terganggu dengan dirinya sendiri, karena dia bisa menjalankan hidup seperti layaknya
manusia-manusia lain pada umumnya dengan dia menikah dan memiliki keluarga, akan tetapi
disini yang menjadi permasalahannya yaitu ketidaksesuaian harapan masyarakat yang
menganggap dia berbeda, hal inilah yang menjadi pertanyaan masyarakat kenapa sih dia kayak
gitu?.
Sebenarnya awal mula femininitas di Indonesia yaitu mengacu kepada untuk mewujudkan
emansiapasi wanita, yang mana dia berubah akan tetapi sebenarnya masih tetap sama sehingga
berakibat pada adanya beban ganda misalnya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis
kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Contoh : sebagai seorang perempuan
yang bekerja sebagai pencari nafkah tambahan, sebagai seorang istri dia juga harus mengurus
kehidupan rumah tangganya. Seorang perempuan tersebut mempunyai beban yang berlipat ganda.
Dan contoh dari emansipasi wanita lainnya yaitu wanita ikut serta dalam kegiatan organisasi
kemudian dia menjadi salah satu panitia dalam organisasi tersebut, tetapi dalam hal pekerjaan yang
berat misalnya menggotong kursi dan hal berat lainnyadalam hal ini pasti yang harus turun tangan
biasanya cenderung laki-laki sedangkan dalam hal masak-memasak dipercayakan kepada kaum
wanita karena dianggap lebih pantas.
Kemudian dari adanya peran gender ini dapat menimbulkan (1) ketimpangan gender yaitu
kondisi dimana terdapat ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan
keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penanganan ketimpangan dapat dilakukan
dengan memberikan penyuluhan terhadap penduduk secara langsung disesuaikan dengan wilayah
ditiap kabupaten atau kota di suatu daerah. Pembentukaan wilayah penyuluhan dapat di lakukan
dengan membentuk wilayah konsentrasi berdasarkan beberapa variabel yang mempengaruhi
ketimpangan. Dalam melakukan pembentukan wilayah konsentrasi berdasarkan kesamaan
karakteristik dari variable-variabel yang mempengaruhi ketimpangan ditiap kabupaten atau kota
di suatu daerah. Salah satu metode statistika multivariat tersebut adalah analisis klaster. (2) sikap
stereotip yaitu pemberian citra atau label kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada
anggapan yang salah. Pelabelan menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang tidak seimbang yang
bertujuan untuk menaklukan atau menguasai pihak lain. Contoh : masyarakat cenderung
menganggap yang lemah adalah perempuan, karena perempuan tidak bisa mengambil keputusan
secara rasional akan tetapi berdasarkan naluri atau hati nuraninya saja.
Berdasarkan pada wujud adanya emansipasi wanita sehingga menimbulkan harapan adanya
keadilan gender yaitu suatu kondisi dimana laki-laki dan perempuan memperoleh keadilan dalam
hak dan kewajiban masing-masing.
Maka dari itu kesetaraan gender berperan penting dalam mengatasi masalah-masalah yang
terjadi mengenai tentang ketidakadilan gender. Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi
laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar
mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya pertahanan
dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Di dalam kesetaraan
gender justru wanita lebih tinggi haknya karena mempunyai fungsi reproduksi yang tidak bisa
dimiliki oleh kaum laki-laki, karena itulah jika seorang wanita hamil maka dia berhak untu
mendapatkan hak cuti melahirkan, melihat sejenak di negara maju wanita yang sedang hamil
berhak mendapatkan hak cuti selama 9 bulan, sedangkan laki-laki 5 bulan. Berbeda halnya dengan
Indonesia yang hanya mendapatkan hak cuti nya sementara saja, jika dia tidak bekerja maka tidak
di gaji.
Upaya mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), di Indonesia dituangkan
dalam kebijakan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) 1999, UU No. 25 th. 2000 tentang Program Pembangunan Nasional-PROPENAS 2000-
2004, dan dipertegas dalam Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender
(PUG) dalam Pembangunan nasional, sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan keadilan dan
kesetaraan gender.
Beberapa indikator kondisi perempuan yang memperlihatkan belum terwujudnya kesetaraan
dan keadilan gender antara lain : di bidang pendidikan, 73% dari orang yang buta huruf adalah
perempuan, perempuan tamat SLTA dan Universitas lebih rendah dari laki-laki, perempuan drop
out sekolah lebih tinggi dari laki-laki; di bidang kesehatan, angka kematian ibu melahirkan masih
tinggi (373/100.000 kelahiran hidup tahun 1998) perempuan usia subur yang kekurangan energi
kronik 24%, prevalensi anemia ibu hamil 51,9%; di bidang ekonomi, tingkat partisipasi angkatan
kerja perempuan lebih rendah dari laki-laki, kredit usaha tani hanya diberikan pada laki-laki, upah
perempuan lebih rendah dari laki-laki; di bidang hukum, banyak produk hukum bias gender; di
bidang keamanan, banyak perempuan korban tindak kekerasan, di bidang media
massa, perempuan sering dijadikan objek media; dll.
Gender berubah dari waktu ke waktu karena adanya perkembangan yang mempengaruhi
nilai-nilai dan norma-norma masyarakat tersebut maka dari itulah menimbulkan Netral gender,
artinya tidak memperhatikan kebutuhan laki-laki dan perempuan berbeda karena keduanya
dianggap mempunyai kepentingan yang sama, atau tidak menyebutkan secara eksplisit perempuan
atau laki-laki. Hal ini terbukti dari adanya perkembangan nilai dan norma dalam suatu masyarakat
contohnya :
 Di Jawa Barat, sudah ada perempuan yang menjadi kepala desa karena meningkatnya
pendidikan.
 Di Sumba, laki-laki membantu-bantu ‘tugas perempuan’ dirumah tangga
 Di Indonesia, sekarang sudah banyak mulai perempuan yang menjadi dokter, insinyur, dan
pengusaha. (Nikmatus Sholihah,2005 ).
 Bahkan jika kita menengok masa lalu di Indonesia sendiri sudah ada wanita yang pernah
menjabat menjadi Presiden RI yaitu Megawati Soekarno Putri.
Analisis gender adalah proses yang dibangun secara sistemmatis untuk mengidentifikasi dan
memahami pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses dan control terhadap sumber
daya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan, dan manfaat yang mereka nikmati,
pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang timpang, yang di dalam pelaksanaannya
memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa.
Sehingga dalam upaya mengatasi masalah gender dan pemberdayaan perempuan antara
lain:
a. Meningkatkan peran perempuan dalam bidang politik dan pengambilan keputusan
b. Meningkatkan taraf pendidikan dan kesehatan serta bidang Pembangunan lainnya untuk
mempertinggi kualitas hidup dan sumber daya kaum perempuan
c. Meningkatkan gerakan anti kekerasan terhadap perempuan dan anak
d. Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan perempuan
https://nurkholifahhh17.blogspot.com/2016/12/artikel-masalah-gender.html

Anda mungkin juga menyukai