Selamat sore sahabat blogger, kali ini saya kan membagikan materi tugas kata
kuliah Sosiologi Gender tentang Ketidak Adilan Gender.
Sehingga dalam tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan untuk
menambah pengetahuan kita semua.
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan
dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban
ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun
laki-laki. Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak
adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian
mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas
pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari
pembangunan.
– Sistemik, yaitu ketidakadilan yang berakar dalam sejarah, norma atau struktur
masyarakat yang mewariskan keadaan yang bersifat membeda-bedakan.
Pemiskinan atas perempuan maupun atas laki-laki yang disebabkan oleh jenis
kelaminnya adalah merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang disebabkan
gender. Peminggiran banyak terjadi dalam bidang ekonomi. Peminggiran dapat
terjadi di rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan oleh negara yang bersumber
keyakinan, tradisi/kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun asumsi-asumsi
ilmu pengetahuan (teknologi).
Contoh-contoh marginalisasi:
Pemupukan dan pengendalian hama dengan teknologi baru yang
dikerjakan laki-laki
Pemotongan padi dengan peralatan sabit, mesin yang diasumsikan hanya
membutuhkan tenaga dan keterampilan laki-laki, menggantikan tangan
perempuan dengan alat panen ani-ani
Peluang menjadi pembantu rumah tangga lebih banyak perempuan
Banyak pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan seperti
“guru taman kanak-kanak” atau “sekretaris” dan “perawat”.
1. Subordinasi (penomorduaan)
Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin
dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah
sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran
perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Kenyataan memperlihatkan pula
bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama
perempuan di berbagai kehidupan. Anggapan bahwa perempuan lemah, tidak
mampu memimpin, cengeng dan lain sebagainya, mengakibatkan perempuan
jadi nomor dua setelah laki-laki. Sebagai contoh apabila seorang isteri yang
hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian ke luar negeri harus
mendapat izin suami, tatapi kalau suami yang akan pergi tidak perlu izin dari
isteri.
Pelabelan atau penandaan yang sering kali bersifat negatif secara umum selalu
melahirkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotip yang melahirkan
ketidakadilan dan diskriminasi bersumber dari pandangan gender karena
menyangkut pelabelan atau penandaan terhadap salah satu jenis kelamin
tertentu. Misalnya, pandangan terhadap perempuan bahwa tugas dan fungsinya
hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan kerumahtanggaan atau
tugas domestik dan sebagi akibatnya ketika ia berada di ruang publik maka jenis
pekerjaan, profesi atau kegiatannya di masyarakat bahkan di tingkat
pemerintahan dan negara hanyalah merupakan perpanjangan peran
domestiknya.
1. Violence (kekerasan)
Sebagai suatu bentuk diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban kerja
yang harus dijalankan oleh salah satu jenis kelamin tertentu. Dalam suatu rumah
tangga pada umumnya, beberapa jenis kegiatan dilakukan oleh laki-laki, dan
beberapa yang lain dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi
menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah
tangga, sehingga bagi mereka yang bekerja di luar rumah, selain bekerja di
wilayah public mereka juga masih harus mengerjakan pekerjaan domestik.
Sumber:http://nasional.kontan.co.id/news/peran-perempuan-di-bidang-pangan-
tak-diperhatikan
Analisis tentang kasus gender dan marginalitas perempuan dalam kasus peran
perempuan dalam sector pangan di katakana sebagai ketidak adilan gender
antara perempuan dan laki-laki. Sebagai kaum yang di anggap tidak berperan
penting (perempuan) di masyarakat maka ketidak adilan itulah yang di
permasalahkan dalam kasus ini. Sector pangan yang banyak di kelola oleh kaum
perempuan justru yang membutuhkan ketelatenan dan kesabaran agar menjadi
baik. Seperti pemuliaan benih, tidak semua laki-laki bisa melakukan hal tersebut
dengan baik. Didalam kasus ini perempuan di kesampingkan karena adanya
system teknologi yang maju, dan perempuan di biarkan hidup dengan cara tidak
produktif dan jika masih bekerja, perempuan di jadikan buruh yang paling
bawah, sehingga gaji atau penghasilannya sangat sedikit di banding dengan
kaum laki-laki. Yang di harapkan penulis dalam kasus ini salah satunya agar
pemerintah bisa meningkatkan kesejahteraan kaum perempuan dalam system
pangan, agar kesediaan pangan masyarakat dapat meningkat. Dan
pemberantasan kemiskinan dengan adanya kaum perempuan sebagai buruh
harus di pertimbangkan dan di naikkan taraf hidupnya. Permasalah ini sering
terjadi, karena kurangnya pengawasan pemerintah terhadap kaum perempuan
dalam sector pembangunan bangsa dan negara.