Anda di halaman 1dari 4

Perjalanan Perempuan Hari Ini

Niken Agustina dari Rayon “Aufklarung” Saka Negara

Di balik keagungan seorang perempuan pasti memiliki perjalanan sendiri yang dilalui
hingga saat ini, sejarah perempuan di belahan dunia menyimpan cerita yang berbeda-beda, yang
kemudian menjadikan sebuah latar belakang beberapa tokoh untuk memperjuangkan hak
perempuan yang umumnya dapat dikenal dengan gerakan feminisme. Gerakan feminisme dibuat
untuk menyetarakan antara hak perempuan dan laki-laki.

Dalam memahami perempuan pasti tidak akan lepas dengan kodrat yang melekat pada diri
perempuan. Seringkali kita mendengar beban ganda yang melekat pada perempuan yaitu ,
"perempuan harus bisa masak, mengasuh dan membesarkan anak, perempuan harus bisa
berdandan, karena itu merupakan kodrat dari perempuan”. Meskipun saat ini kita sudah memasuki
abad milenial, namun masih banyak masyarakat yang tidak sepenuhnya paham arti kodrat
perempuan. Secara pengertian, Kodrat adalah hal-hal yang melekat pada seseorang sejak lahir,
bukan hal-hal yang dilekatkan oleh orang lain. Artinya kodrat itu ketentuan yang tidak dapat
ditukar ataupun dirubah. Seperti mengandung, melahirkan, menyusui, menstruasi. Itulah kodrat
perempuan yang sesungguhnya dan tidak bisa dipindahtangankan kepada laki-laki.

Pada zaman dulu, perempuan masih hidup dalam sistem sosial yang selalu mengutamakan
kepentingan laki-laki daripada kepentingan perempuan, bentuk pemikiran kaum perempuan atas
penghapusan haknya, serta seringnya tindak kekerasan yang sering menjadikan kondisi perempuan
sebagai korban, tanpa ada hukum dan keadilan yang berlaku sudah menjadi tatanan sosial yang
mengakar dalam masyarakat. Namun dengan seiringnya zaman, saat ini perempuan sudah mulai
merasakan adanya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, seperti contoh menerima pendidikan
dan menerima pekerjaan.

Dengan perjalanan sejarah perempuan yang begitu panjang, tak lepas dengan yang
namanya kekerasan yang menjadikan perempuan sebagai korban dari adanya tindak kekerasan.
Kekerasan pada hakikatnya adalah sebuah tindakan sosial yang agresif dan bersifat merusak dan
pastinya merugikan. Kekerasan adalah tindakan yang melukai fisik seseorang baik disengaja
maupun tidak disengaja. Tindak kekerasan tidak hanya dilakukan pada oranglain, tetapi juga diri
sendiri. Tindak kekerasan biasa diartikan sebagai perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik yang
menyebabkan orang lain merasa terugikan dengan tindakan tersebut.

Tindak kekerasan saat ini masih rentan kita temui disekitar kita. Kekerasan menurut ahli,
Reza (2012) adalah suatu penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan
terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang dan masyarakat yang mengakibatkan
konsekuensi yang besar sehingga dapat menyebabkan rasa trauma atau memar, kematian, kerugian
secara psikologis, kelainan perkembangan dan perampasan hak.

Tindak kekerasan yang dilakukan sesama perempuan, yang menjadikan perempuan dalam
posisi pelaku maupun korban, yakni permasalahan mengenai perempuan lain yang mudah
menghakimi sesama perempuan. Iya, benar! Terkadang sesama perempuan seringkali merasa lebih
benar, lebih baik, lebih paham untuk menghakimi perempuan lain yang tidak sesuai dengan standar
yang mereka miliki sesama perempuan kerap sekali melontarkan komentar-komentar negatif yang
cenderung menjatuhkan dengan kalimat-kalimat yang jahat. Hal ini tidak terjadi hanya pada dunia
maya, namun juga sering ditemui di lingkungan terdekat, contoh keluarga maupun tetangga.
Menyedihkan memang ketika mereka yang seharusnya memiliki perjuangan yang sama dengan
kita, malah berbalik menjadi lawan yang paling berat.

Banyak permasalahan perempuan yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya. Seperti


suatu bentuk budaya patriarki, yang dianggap sudah mengakar dan mendarah daging di lingkungan
sekitar, sehingga dianggap normal dan wajar bahkan dimaklumi oleh masyarakat. Budaya Patriarki
adalah suatu bentuk sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang
sentral dalam segala aspek kehidupan sosial. Hal ini menjadikan laki-laki memiliki hak lebih
istimewa terhadap perempuan, dampak dari hal tersebut adalah perempuan yang mendapatkan
suatu bentuk diskriminasi, yaitu marginalisasi. Marginalisasi adalah proses peminggiran akibat
dari perbedaan jenis kelamin.

Peran keberadaan perempuan dalam masyarakat juga sering mendapatkan diskriminasi.


Dalam ranah postur tubuh dan standar kecantikan saja, perempuan masih sering mendapatkan
diskriminasi berupa penuntutan. Seringnya kaum laki-laki memiliki standar perempuan ideal yang
diciptakan oleh angan-angan keinginan dan hasrat pribadi. Sering terjadi perbandingan antara para
perempuan satu dengan perempuan yang lain.
Di sisi lain, perempuan tidak hanya mendapatkan bentuk-bentuk diskriminasi, Namun juga
sering mengalami kekerasan seksual yang tidak diinginkan dari orang terdekatnya. Tidak adanya
daya untuk melawan ataupun menolak tindakan asusila tersebut, menjadikan perempuan rentan
menjadi korban dari pelecehan seksual yang terjadi. Mirisnya tindakan kekerasan seksual ini
terjadi dengan pelaku adalah seseorang yang hidup berdampingan dengannya.

Salah satu fenomena yang terjadi di Kediri, adanya kekerasan juga dilakukan oleh tenaga
pengajar. Kekerasan yang dilakukan termasuk kekerasan secara seksual. Fenomena tersebut ialah
adanya seorang guru yang mencabuli 8 siswi, namun hal tersebut berujung damai. Menurut kepala
dinas pendidikan Kota Kediri, bapak Siswanto mengatakan bahwa kasus ini berakhir dengan damai
antara pelaku dan korban, karena memang korban tidak melaporkan pelaku ke polisi, dengan
alasan takutnya orangtua korban pada pandangan masyarakat dan masa depan anak.

Kepala dinas pendidikan di Kota Kediri, melakukan upaya untuk mengantisipasi agar
fenomena tidak terulang lagi, beliau dalam memberikan arahan kepada sekolah untuk mewaspadai
aktivitas guru dan murid pada ruangan yang sepi dan melakukan kerjasama dengan lembaga
perlindungan anak di Kediri. Dilihat dari fenomena ini pelaku telah melakukan kekerasan seksual
terhadap delapan siswanya dan tidak ada aduan kepada polisi terkait dari delapan korban ataupun
keluarga korban atas keresahannya terhadap pelaku.

Hal ini dapat dilihat bahwa masyarakat masih enggan menuntut dan memperjuangkan hak
perempuan. Ia akan lebih memilih untuk diam dari pada speak up, karena memikirkan konsekuensi
yang akan di terima oleh anak perempuanya di masa mendatang. Ini tentu berkaitan dengan nilai-
nilai yang berkembang dalam masyarakat mengenai kedudukan perempuan selama ini di
masyarakat. Hal itu disebabkan oleh pandangan mengenai persepsi masyarakat baik secara
keseluruhan maupun kaum perempuan itu sendiri, bahwa kekerasan yang dialaminya adalah
sebuah hal yang mengandung aib dan lebih baik untuk disembunyikan saja.

Hal ini dapat dilihat bahwa masyarakat masih enggan menuntut dan memperjuangkan hak
perempuan. Ia akan lebih memilih untuk diam dari pada speak up, karena memikirkan konsekuensi
yang akan di terima oleh anak perempuannya di masa mendatang. Hal ini memang tidak mudah
untuk melakukan speak up tapi penting untuk korban kekerasan dan korban diskriminasi.
Pentingnya speak up dapat menjadikan suatu proses pemulihan korban dari trauma yang
dialaminya.
Pentingnya saat berani berbicara atas kekerasan yang dialami, korban akan mendapatkan
bantuan dari pihak yang profesional untuk keluar dari traumanya. Selain itu speak up juga
diibaratkan sebagai kekuatan tambahan yang perlu dimiliki korban. Wajar sekali jika korban dari
tindak kekerasan dan diskriminasi membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga berani berbicara
lantang tentang apa yang dialaminya, karena juga tidak semua para korban mampu mengingat
peristiwa kelam yang dialaminya.

Keluarga yang seharusnya mendampingi dalam proses pemulihan trauma, atau


pendampingi dalam mendapatkan hak keadilan dari korban tindak kekerasan seringkali malah
menjadi seseorang yang menambah trauma korban. Tidak adanya support, dan effort dari keluarga,
dan malah mendapatkan kekerasan verbal yang lain, menyebabkan korban-korban memilih diam
saja saat mendapatkan kekerasan dan diskriminasi.

Perlunya saat ini masyarakat mencoba untuk membuka pikiran yang lebih luas mengenai
perempuan, apapun bentuk kekerasan yang diterima perempuan, jangan mencoba untuk
menghakimi secara personal. Korban tindak kekerasan butuh dampingan dan arahan untuk pulih
dan mampu menerima keadaan yang ia terima. Meminimalisir kekerasan verbal maupun non
verbal, bentuk-bentuk diskriminasi yang sering terjadi menjadikan suatu perubahan pola pikir
modern untuk masyarakat agar lebih mampu menjadi pelindung untuk masyarakat, mampu
menjadi sosok yang memberi afirmasi terhadap sesama perempuan.

Anda mungkin juga menyukai