Anda di halaman 1dari 7

1

Analisis Gender dan Ketidakadilan


Silvia Risa Istanti/ 201410230311239/ Psikologi/ E

Abstrak
Paper ini membahas tentang analisis gender dan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari khususnya menurut pemikiran Mansour Fakih. Ide ini muncul karena
adanya diskriminasi gender yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat saat ini.
Hal penting yang dibahas di antaranya adalah perbedaan antara konsep seks dan
gender, identifikasi adanya beberapa elemen dalam hubungan gender seperti
marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan pada perempuan dan ketidakadilan
beban kerja pada perempuan. Penulisan ini menunjukkan bahwa analisis gender
adalah cara yang tepat untuk diterapkan dalam mengevaluasi hubungan gender dalam
kehidupan sehari-hari. Namun masih perlu didasarkan pada keadilan dan kewajaran
karena tidak semua perbedaan di antara jenis kelamin menyiratkan ketidakadilan
gender.

Pendahuluan
Analisis gender adalah analisis sosial yang diperkenalkan oleh Mansour Fakih untuk memerangi
ketidakadilan sosial yang masih terjadi dalam kehidupan manusia. Analisis ini berbicara tentang
ketidaksetaraan gender yang muncul akibat kesalahan persepsi masyarakat mengenai konsep
gender dan seks. Ketidakadilan sosial ini paling banyak dialami oleh kaum perempuan tapi tidak
menutup kemungkinan kaum laki-laki juga mengalami ketidakadilan karena ketidaksetaraan
gender ini.
Mansour Fakih telah melakukan pembacaan atas realitas masyarakat mengenai permasalahan-
permasalahan yang dialami oleh kaum wanita akibat perbedaan gender. Mansour Fakih
memperkenalkan analisis ini untuk memerangi ketidakadilan sosial yang masih terjadi sepanjang
sejarah kehidupan manusia. Dalam analisis ini terdapat dua aliran inti dalam sosiologi yaitu aliran
fungsionalisme dan aliran konflik, di mana aliran ini menimbulkan feminisme.
Feminisme adalah gerakan wanita yang bergerak untuk memperjuangkan dan mendapatkan
keadilan gender dan kebebasan perempuan dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Feminisme
di jaman terdahulu pada tahun 1980-an berbeda dengan feminisme masa kini. Feminisme
terdahulu berjuang demi perbaikan hukum dan kedudukan yang sama secara hukum di dalam
masyarakat, sedangkan feminisme masa kini berjuang untuk mencapai kesederajatan/kesetaraan,
harkat serta kebebasan perempuan untuk memilih dalam mengelola kehidupan dan tubuhnya,
baik di dalam maupun di luar rumah tangga.1
Hubungan antara gender dan feminisme adalah sama-sama mempunyai tujuan memperjuangkan
keadilan antara kaum laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sosial. Feminisme juga berkaitan
dengan konsep gender, karena keduanya bertujuan menciptakan keadilan dalam kehidupan
masyarakat, keluarga dan budaya. Feminisme bukan merupakan pemberontakan kaum wanita
kepada laki-laki, upaya melawan pranata sosial, seperti institusi rumah tangga dan perkawinan
atau pandangan upaya wanita untuk mengingkari kodratnya, melainkan lebih sebagi upaya untuk

1
Khamla Bhasin, Nighat Said Khan, Feminisme dan Relevansinya (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1993), hal. 7-8.
2

mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan. 2 Gagasan penciptaan keadilan gender oleh
feminisme, konsep gender dan analisis gender cenderung lebih diarahkan untuk kepentingan
kaum perempuan, karena kaum perempuan banyak dirugikan dalam pergaulan sosial, masyarakat,
keluarga dan budaya. Kerugian ini diakibatkan karena kebingungan masyarakat tentang apa itu
konsep gender yang sesungguhnya.
Kebingungan masyarakat mengenai apa itu konsep gender masih dirasakan sampai saat ini. Hal
ini diakibatkan karena kurangnya penjelasan tentang kaitan antara konsep gender dengan masalah
ketidakadilan lainnya.3 Dalam memahami konsep gender, kita harus dapat membedakan antara
konsep gender dan konsep seks (jenis kelamin). Konsep gender adalah suatu sifat yang melekat
pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dibangun secara sosial maupun kultural. Sedangkan
konsep seks adalah pembagian dua jenis kelamin manusia secara biologis dan melekat pada jenis
kelamin tertentu yang secara permanen tidak berubah atau sering disebut sebagai kodrat Tuhan.4
Namun pada kenyataannya, pemahaman masyarakat menyatakan bahwa konsep gender dan seks
adalah sama. Persepsi ini seakan sudah mendarah daging dan tidak bisa dilepaskan dari
kehidupan mereka. Masyarakat menganggap bahwa konsep gender juga merupakan kodrat dari
Tuhan yang tidak bisa ditukarkan antara laki-laki dengan perempuan.
Dalam masyarakat, perbedaan gender terjadi dalam proses yang lama dan diajarkan melalui
sosialisasi, ajaran agama, dan diadopsi sebagi budaya atau kebiasaan. Hal ini ternyata dapat
mempengaruhi perkembangan fisik dan biologis masing-masing kelamin. Dengan adanya
pembeda gender inilah yang memunculkan beberapa permasalahan ketidakadilan bagi kaum
perempuan. Permasalahan tersebut di antaranya adalah munculnya marginalisasi perempuan.
Marginalisasi perempuan bisa terjadi dalam rumah tangga, tempat kerja, masyarakat, budaya
bahkan negara. Marginalisasi mengakibatkan adanya diskriminasi dan kemiskinan terhadap
perempuan. Marginalisasi menganggap bahwa kaum laki-laki lebih utama dibandingkan dengan
kaum perempuan.
Selain marginalisasi, kaum wanita juga akan mengalami sobordinasi. Yaitu anggapan bahwa kaum
wanita adalah kaum yang irrasional yang ditempatkan pada posisi yang tidak penting. Subordinasi
menganggap bahwa laki-laki adalah prioritas yang utama dalam mendapatkan pendidikan dan
menjadi seorang pemimpin. Kemudian ada masalah kekerasan yang kerap kali menghampiri
kaum wanita. Kekerasan terhadap wanita terjadi karena anggapan bahwa wanita adalah kaum
yang lemah. Kekerasan juga disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada pada
masyarakat.5 Masalah lain yang dialami oleh kaum perempuan adalah beban kerja. Masyarakat
memandang bahwa tugas atau pekerjaan perempuan lebih rendah dibadingkan dengan tugas atau
pekerjaan yang dilakukan oleh kaum laki-laki.
Manifestasi ketidakadilan gender bisa berupa margilisasi ekonomi, subordinasi, kekerasan,
stereotip, dan beban kerja tersebut terjadi di berbagai tingkatan. Manifestasi ketidakadilan
tersebut bisa terjadi di tingkat negara, tempat kerja, organisasi, dunia pendidikan, dan rumah
tangga. 6 Ketidakadilan gender ini sulit dihilangkan dalam kehidupan masyarakat karena sudah
menjadi suatu kebudayaan yang wajib dan harus dipatuhi oleh semua masyarakat. Bahkan
kebudayaan ini sudah menyatu dalam keyakinan masing-masing orang, keluarga, hingga tingkat
negara yang bersifat menyeluruh.

2
Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hal. 5.
3
Ibid, hal. 7.
4
Ibid, hal. 8.
5
Ibid, hal. 17.
6
Ibid, hal. 23.
3

Demikianlah, Analisis gender merupakan usaha Mansour Fakih dalam merubah persepsi
masyarakat mengenai konsep gender dan merupkan usaha dalam memerangi ketidak adilan sosial
yang merupakan masalah yang sering dialami kaum perempuan. Analisis gender terlahir dari hasil
pengamatan Mansour Fakih terhadap kebiasaan atau budaya masyarakat yang selalu menganggap
bahwa gender terkait dengan jenis kelamin dan merupakan ketentuan biologis dan kodrat dari
Tuhan. Tanpa mereka sadari, kebiasaan atau budaya inilah yang menciptakan beberapa masalah
ketidakadilan bagi kaum perempuan yang meliputi marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan,
dan beban kerja.

Konsep Gender
Konsep gender perlu dibahas untuk menjawab berbagai pertanyaan mengenai apa itu gender dan
kenapa gender selalu dihubungkan dengan ketidakadilan pada wanita. Sebenarnya dalam kamus
bahasa Indonesia sendiri istilah gender itu tidak ada, istilah gender diadopsi dari bahasa Inggris
yaitu dari kata ‘Gender’ yang berarti jenis kelamin. Jika diamati di dalam kamus, istilah ‘Gender’
dan ‘Seks’ masih belum bisa dibedakan atau masih belum jelas perbedaannya. Timbulnya ketidak
jelasan ini disebabkan oleh kurangnya penjelasan tentang kaitan antara konsep gender dengan
persoalan ketidakadilan sosial lainnya. 7
Sebelum kita memahami apa itu konsep gender kita harus paham dulu perbedan antara seks dan
gender. Seks adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam segi biologis yang melekat
dan menjadi kodrat untuk masing-masing jenis kelamin. Dalam hal ini, laki-laki dan perempuan
terpisah secara biologis yaitu masing-masing memiliki hormon, postur tubuh, dan alat reproduksi
yang berbeda yang secara permanen tidak berubah, tidak bisa ditukarkan , dan akan melekat
selamanya sebagai ketentuan biologis atau kodrat dari Tuhan. Mansour Fakih menjelaskan bahwa
seks merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara
biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu.8 Seks menandai sebuah perbedaan antara dua
kategori fisik dan genetik yang mempunyai ciri-ciri tersendiri pada setiap orang, yang disebut
“dimorfisme seksual” atau fakta biologis.9
Sedangkan gender adalah peran sosial yang berbeda antara laki-laki dan perempuan yang bisa
ditukarkan dan berubah dari waktu ke waktu. Gender tercermin dalam setiap individu mengenai
siapa mereka atau bagaimana mereka berperilaku, hal itu merupakan sesuatu yang dimiliki oleh
setiap individu sebagai bagian dari diri mereka sendiri dan menyertai mereka ketika melangkah
melewati kehidupan. 10 Ada perbedaan fungsi dan peran gender antara kaum laki-laki dan
perempuan. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan
karena antara keduanya terdapat biologis atau kodrat, tetapi dibedakan atau dipilah-pilah menurut
kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan
pembangunan.11
Istilah gender menurut Mansour Fakih adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun
perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun kultural bahwa perempuan itu dikenal lemah
lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan,
perkasa. Di mana ciri-ciri tersebut dapat dipertukarkan dan dapat berubah dari waktu ke waktu,

7
Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013), hal. 7.
8
Ibid, hal. 8.
9
Amy S. Wharton, The Sociology of Gender; An Introduction to Theory and Research (Malden: Blackwell
Publishing, 2005), hal. 18.
10
Ibid, hal. 17.
11
Trisakti Handayani, Sugiarti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender (Malang : UMM Press, 2006),
hal. 5.
4

dan dari tempat ke tempat yang lain. Istilah gender ditakrifkan sebagai aspek-aspek sosial atau
kemasyarakatan yang berkaitan dengan seks. Ia merujuk pada sifat maskulin (masculinity) dan
feminim (feminity) yang dipengaruhi dengan kebudayaan, simbolik, stereotip, dan pengenalan
diri.12
Hal yang membuat perempuan terlihat lebih rendah dibandingkan laki-laki adalah karena adanya
mitos-mitos yang menyebar dan hidup di masyarakat sampai saat ini. Masyarakat hanya
memandang perempuan dari segi seks saja, masyarakat tidak melihat bahwa perempuan juga
mempunyai penalaran, akal, dan kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki. Hal ini terbukti
bahwa masih banyaknya masyarakat yang belum bisa membedakan antara konsep seks dan
konsep gender. Masyarakat masih menganggap bahwa konsep seks dan konsep gender adalah hal
yang sama.
Dari sini kita bisa menyimpulkan apa yang dimaksud dengan konsep gender. Konsep gender
adalah sesuatu yang berkaitan dengan sifat manusia yang dapat ditukarkan antara laki-laki dan
perempuan dan dapat berubah sesuai dengan perubahan waktu, tempat, dan kedudukan.

Implementasi Ketidakadilan
Perbedaan gender telah banyak terjadi di masyarakat. Sejarah pembeda gender (gender differences)
antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang.13 Dalam
proses inilah yang mempengaruhi persepsi masyarakat mengenai makna gender. Proses yang
panjang ini lambat laun akan membuat masyarakat berfikir bahwa gender adalah ketentuan
biologis dan kodrat Tuhan yang tidak bisa dirubah atau ditukarkan.
Gender tidak hanya mempengaruhi pemikiran masyarakat tetapi gender juga akan
mempengarauhi budaya yang ada pada masyarakat. Budaya yang sudah terpengaruh dengan
gender akan menjadikan gender sebagai ketentuan sosial di mana semua tindakan yang dilakukan
oleh laki-laki dan perempuan harus sesuai menurut ketentuan tersebut.
Untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan, ketentuan sosial mengenai gender yang
berlaku di masyarakat akan menjadi sebuah kewajiban dan keharusan yang wajib dan harus
dilaksanakan oleh setiap laki-laki dan perempuan. Bahkan masyarakat akan menganggap aneh jika
ada seorang laki-laki atau perempuan yang melanggar ketentuan sosial tersebut.
Kebudayaan tersebut akan terus diwariskan dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi yang
pada akhirnya masyarakat akan menjadikan budaya pembeda gender tersebut sebagai suatu hal
yang biasa, yang normal dan merupakan kodrat dari Tuhan yang harus mereka terima dan
laksanakan. Namun penjalanan budaya tersebut dari waktu ke waktu akan membuat adanya
perubahan-perubahan yang terjadi dalam keyakinan masyarakat sesuai dengan perkembangan
zaman. Kebudayaan tersebut tidak hanya mempengaruhi masyarakat saja tetapi juga sistem
pemerintahan atau peraturan pada suatu negara.
Implementasi ketidakadilan gender akan banyak dialami oleh kaum perempuan. Bentuk
implementasi dari ketidakadilan pada kaum perempuan, di antaranya adalah :
Pertama, pembeda gender mengakibatkan adanya marginalisasi pada perempuan. Marginalisasi
perempuan adalah pemiskinan kaum perempuan karena penyingiran perempuan dalam dunia
kerja. Menurut (Mansour Fakih, 2013. 13-23) marginalisasi pada perempuan adalah salah satu

12
Moh Anuar Ramli, “Analisis Gender Dalam Hukum Islam”, Jurnal Fiqh, Vol 142, No. 9 (2012),
hal. 6.
13
Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013), hal. 9.
5

bentuk pemiskinan terhadap perempuan yang diakibatkan oleh pembeda gender. Marginalisasi
kaum perempuan tidak saja terjadi di tempat pekerjaan, tetapi juga terjadi dalam rumah tangga,
masyarakat, budaya dan bahkan negara. Marginalisasi akan diperkuat oleh adat istiadat dan tafsir
keagamaan, di mana dalam adat istiadat maupun agama hak laki-laki akan jauh lebih tinggi dan
lebih besar dibandingkan dengan kaum perempuan.
Kedua, pembeda gender mengakibatkan adanya subordinasi pada perempuan. Subbordinasi
adalah suatu penialian atau anggapan bahwa peran dan kedudukan perempuan lebih rendah
dibandingkan laki-laki. Menurut (Mansour Fakih, 2013. 13-23) adalah anggapan bahwa kaum
perempuan itu lebih rendah dibandingkan dengan kaum laki-laki. Subordinasi karena gender ini
terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat lain dan dari waktu ke
waktu. Di suatu dareh biasanya ada peraturan atau adat di mana kaum laki-laki harus berada pada
prioritas pertama, baik dalam hal kepemimpinan, pekerjaan, dan pendidikan. Praktik seperti ini
sesungguhnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.
Ketiga, pembeda gender mengakibatkan adanya stereotip pada perempuan. Stereotip adalah
anggapan atau penilaian terhadap seseorang yang berasal dari persepsi yang salah. Menurut
(Mansour Fakih, 2013: 13-23) stereotip adalah sebuah penandaan terhadap kelompok tertentu
yang menjadikan penandaan itu sebagai ciri khas atau hal yang melekat pada kelompok tersebut.
Salah satu Stereotip pada perempuan adalah adanya anggapan bahwa tugas perempuan hanya
melayani suami. Hal ini yang mengakibatkan pendidikan untuk kaum perempuan dinomorduakan.
Stereotip pada perempuan terjadi di mana-mana. Bahkan tak sedikit peraturan negara, agama,
budaya, dan kebiasaan masyarakat yang dikembangkan dari stereotip tersebut.
Keempat, pembeda gender mengakibatkan adanya kekerasan pada perempuan. Kekerasan
terhadap perempuan ini berupa kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh keluarga,
masyarakat ataupun budaya. Menurut (Candra, dkk, 2007: 7) bentuk kekerasan terhadap
perempuan ini meliputi kekerasan langsung, kekerassan tidak langsung, kekerasan represif dan
kekerasan alienatif. Mansour Fakih (2013: 13-23) menjelaskan bahwa kekerasan terhadap
perempuan terjadi karena anggapan yang salah terhadap gender. Pada dasarnya kekerasan gender
disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Bentuk-bentuk kejahatan
yang dikategorikan sebagai kekerasan gender adalah pemerkosaan terhadap perempuan, tindakan
pemukulan, dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga, bentuk penyiksaan yang
mengarah kepada organ alat kelamin, kekerasan dalam bentuk pelacuran, kekerasan dalam bentuk
pornografi, dan pelecehan seksual. Menurut Dadang S. Anshori, dkk (1997: 62) pelecehan
seksual disebabkan karena relasi gender yang berlebihan, di mana di daerah perlindungan atau
batas-batas pergaulan yang kita bangun menjadi sulit untuk kita taati dalam keseharian.
Kelima, pembeda gender mengakibatkan adanya ketidakadilan beban kerja pada perempuan.
Mansour Fakih (2013: 13-23) menjelaskan bahwa ketidak adilan beban kerja ini diakibatkan
karena adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara, dan rajin, serta tidak
cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah
tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Bias gender yang mengakibatkan beban kerja
tersebut seringkali diperkuat dan disebabkan oleh keyakinan di masyarakat bahwa pekerjaan yang
dianggap masyarakat jenis “pekerjaan perempuan”, seperti semua pekerjaan domestik, dianggap
dan dinilai lebih rendah dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dianggap sebagai “pekerjaan
lelaki”, serta dikategorikan sebagai “bukan produktif” sehingga tidak diperhitungkan dalam
statistik ekonomi negara.

Interpretasi Subjektif terhadap Persoalan Gender


Gender saat ini menjadi konsep yang sangat penting yang perlu dipahami untuk memahami kaum
perempuan. Persoalan gender muncul karena gerakan feminisme atau emansipasi wanita yang
6

bergerak memperjuangkan keadilan pada kaum wanita. Persoalan ini terjadi karena anggapan
bahwa dalam kehidupan nyata perempuan tidak mendapatkan kesetaraan gender dengan laki-laki
atau kedudukan perempuan berada dibawah laki-laki sehingga dalam kehidupan sehari-hari
perempuan sering mendapatkan ketidakadilan.
Anggapan masyarakat yang keliru mengenai gender membuat masyarakat mempunyai pandangan
bahwa antara perempuan dan laki-laki itu berbeda baik dari segi biologis maupun sosial budaya.
Masyarakat menganggap bahwa gender sama dengan seksyang merupakan kodrat bagi masing-
masing jenis kelamin yang tidak bisa ditukarkan atau dirubah. Akibatnya pembeda gender
menjadi salah satu ketentuan sosial yang berlaku di masyarakat. Ketentuan inilah yang
memunculkan berbagai bentuk ketidakadilan.
Ketidakadilan gender tidak hanya dialami dalam lingkungan sosial atau masyarakat, tetapi juga
dalam keluarga, sekolah, dan tempat kerja. Ketidakadilan karena gender ternyata tidak hanya
dialami oleh kaum perempuan saja, tetapi keadilan tersebut juga dialami oleh kaum laki-laki. Laki-
laki akan merasa dirinya tidak bebas atau terikat dengan ketentuan-ketentuan sosial yang berupa
pembeda gender.
Namun sampai saat ini, para penegak atau pencari keadilan hanya menganggap bahwa semua
persoalan ketidakadilan dan diskriminasi hanya dialami oleh kaum perempuan semata. Dalam
memperjuangkan persamaan hak gender orang seringkali hanya berbicara tentang feminism.
Tanpa kita sadari, ketika kita memperjuangkan hak-hak kaum perempuan dalam persamaan
gender, kita identik dengan membenci kaum laki-laki.
Hal ini harus dihentikan karena kesetaraan gender juga merupakan masalah bagi kaum laki-laki.
Hak-hak dalam kesetaraan gender juga harus diperjuangkan untuk kaum laki-laki. Karena laki-laki
dan perempuan harus bebas merasa sensitif.

Kesimpulan
Kesimpulan dari paper ini adalah analisis gender erat kaitannya dengan ketidakadilan karena
analisis gender adalah salah satu upayah untuk memerangi ketidakadilan yang dikarenakan
adanya pembeda gender. Pembeda gender atau ketidaksetaraan gender muncul karena persepsi
masyarakat yang salah mengenai konsep gender dan seks. Masyarakat menganggap seks dan
gender adalah hal yang sama yang merupakan biologis manusia dan merupakan kodrat tuhan
yang tidak bisa ditukar ataupun dirubah dari waktu ke waktu. Ketidaksetaraan gender
menyebabkan munculnya gerakan feminisme yaitu gerakan pencari dan penegak keadilan gender
bagi kaum perempuan dalam kehidupan sosial, pribadi, masyarakat dan budaya. Feminisme
mempunyai keterkaitan dengan konsep gender dan analisis gender, di mana keduanya memiliki
kesamaan tujuan yaitu menciptakan keadilan gender di masyarakat.
Saat ini gerakan keadilan gender seringkali ditujukan untuk kepentingan kaum perempuan. Hal
ini dikarenakan kaum perempuan banyak mengalami kerugian dalam pergaulan sosial, masyarakat,
dan keluarga yang diakibatkan oleh pembeda gender. Pembeda gender sudah menjadi adat dan
kebiasaan bagi masyarakat, kebiasaan tersebut menjadi salah satu ketentuan yang wajib dan harus
dilaksanakan oleh semua masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan munculnya berbagai bentuk
ketidakadilan yang dialami oleh kaum perempuan akibat ketidaksetaraan gender. Bentuk-bentuk
ketidakadilan yang dialami oleh kaum wanita di antaranya adalah marginalisasi, subordinasi,
stereotip, kekerasan pada wanita, dan ketidakadilan beban kerja pada perempuan.
7

Bibliografi
Anshory, Dadang S, Engkos Kosasih, Farida Sarimaya(ed.), Membincangkan Feminisme,
Bandung: Pustaka Hidayah, 1997.
Bhasin, Kamla, Nighat Said Khan, Feminisme dan Relevansinya, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 1993.
Chandra, dkk, “Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Sastra Analisis Deskriptif Novel Gadis
Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer”, Malang: Universitas Muhammadyah Malang, 2007.
Echol, Jhon M, Hasan Shadily, Kamus Besar Inggris-Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
1996.
Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.
Handayani, Trisakti, Sugiarti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender, Malang : UMM Press, 2006.
Ramli, Moh Anuar, “Analisis Gender Dalam Hukum Islam”, Jurnal Fiqh, Vol. 142, No. 9 (2012),
hal. 6.
Wharton, Amy S, The Sociology of Gender; An Introduction to Theory and Research, Malden: Blackwell
Publishing, 2005.

Anda mungkin juga menyukai