DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
Dalam diskursus sosial kontemporer kita dihadapkan pada agenda besar dalam usaha
mengatasi ketimpangan sosial, diskriminasi, dan dehumanisasi yang terjadi dalam realitas
kemanusiaan, termasuk di dalamnya kepada sosok perempuan yang tidak jarang menjadi korban
dari sistem sosial yang telah dikembangkan oleh budaya partiarki dan dilanggengkan oleh mitos-
mitos ideologi dan klaim idiom-idiom keagamaan.
Persoalan jender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan
ketidakadilan jender (genderinequalities). Namun, yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan
jender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, bagi kaum laki-laki, dan terutama terhadap kaum
perempuan. Ketidakadilan jender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki
dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.Untuk memahami bagaimana perbedaan
jender menyebabkan ketidakadilan jender, dapat dilihat melalui berbagai manifestasi
ketidakadilan yang ada.
Ketidakadilan jender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni:
marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam
keputusan politik, pembentukan streotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence),
dan sosialisasi idiologi nilai peran jender.
Namun, ini semua dapat sirna setelah kedatangan ajaran Islam di muka bumi ini yang
membawa angin segar bagi kaum perempuan. Ajaran Islam menjadi rahmat bagi kaum
perempuan karena Islam mengajarkan persamaan antara manusia, baik antara laki-laki dan
perempuan maupun antar bangsa, suku dan keturunan. Perbedaan yang hanya dapat terlihat dari
tinggi rendahnya nilai pengabdian dan ketakwaannya manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa.
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan pertanyaan di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah
dapat dijadikan bahan pembelajaran tentang perspektif islam tentang kesetaraan gender.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesetaraan Gender
A. 1. Pengertian Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris, gender yang berarti jenis kelamin. Dalam Webster’s
New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Di dalam Women’s Studies Encyclopedia
dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan
dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan
yang berkembang dalam masyarakat.
Mansour Faqih dalam bukunya Analisis Gender & Transformasi Sosial mengemukakan
konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang
dikonstruksi secara sosial maupun cultural. Misalnya bahwa perempuan dikenal lemah lembut,
cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa.
Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah peran antara laki-laki
dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya. Suatu peran maupun sifat
dilekatkan kepada laki-laki karena berdasarkan kebiasaan atau kebudayaan biasanya peran
maupun sifat tersebut hanya dilakukan atau dimiliki oleh laki-laki Suatu peran dilekatkan pada
perempuan karena berdasarkan kebiasaan atau kebudayaan yang akhirnya membentuk suatu
kesimpulan bahwa peran atau sifat itu hanya dilakukan oleh perempuan.
Sex (KBBI : “jenis kelamin”) lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang,
meliputi perbedaan komposisi dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis
lainnya. Sementara gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologis,
dan aspek-aspek non biologis lainnya. Gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi
perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial-budaya. Sementara itu, sex secara umum
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi.
A. 4. Ketidaksetaraan Gender
Ketidaksetaraan gender adalah suatu sistem dan struktur yang menempatkan laki-laki
maupun perempuan sebagai korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender terdapat dalam
berbagai wilayah kehidupan, yaitu dalam wilayah negara, masyarakat, organisasi atau tempat
kerja, keluarga dan diri sendiri.
Bentuk-bentuk ketidaksetaraan gender yang biasa terjadi di masyarakat, baik kepada laki-
laki maupun perempuan adalah sebagai berikut:
1. Stereotip: Pelabelan terhadap salah satu jenis kelamin yang seringkali bersifat negatif dan
pada umumnya menyebabkan terjadinya ketidakadilan.
2. Beban Ganda/Double Burden: Perlakuan terhadap salah satujenis kelamin dimana yang
bersangkutan bekerja jauh lebih banyakdibandingkan dengan jenis kelamin lainnya.
3. Subordinasi/Penomorduaan: Anggapan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih rendah
atau dinomorduakan posisinya dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya.
4. Marginalisasi/Peminggiran: Kondisi atau proses peminggiran terhadap salah satu jenis
kelamin dari arus/pekerjaan utama yang berakibat kemiskinan
Dalam pandangan hukum islam, segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah SWT dengan
kodratnya. Demikian halnya manusia, antara perempuan dan laki-laki sebagai individual dan
jenis kelamin memiliki kodratnya masing-masing. Al-Qur’an mengakui bahwasanya adanya
perbedaan anatomi antara perempuan dan laki-laki, Al-Qur’an juga mengakui bahwa anggota
asing-masing gender berfungsi dengan cara merefleksikan perbedaan yang telah dirumuskan
dengan baik.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang
ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak
dianiaya walau sedikitpun.” (QS. An Nisa [4]: 124)
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti”
(Q.S. Al Hujarat: 13)
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
“Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara
kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari
sebagian yang lain.” (QS. Ali Imran [3]: 195)
Dari ayat-ayat diatas, Islam memandang laki-laki dan wanita dalam posisi yang sama,
tanpa ada perbedaan. Masing-masing adalah ciptaan Allah yang dibebani dengan
tanggungjawab melaksanakan ibadah kepada-Nya, menunaikan titah-titah-Nya dan
menjauhi larangan-larangan-Nya. Begitu pun dengan janji pahala dan ancaman siksaan.
Masing-masing dari mereka memiliki kewajiban dan hak yang sama dihadapan Allah
sebagai hamba-hamba-Nya
Dalam islam kewajiban menuntut ilmu tidak hanya berlaku bagi kaum laki-laki saja tetapi
juga kaum perempuan.
“Sesungguhnya perempuan itu adalah saudara sekandung laki-laki.” (H.R. Abu Daud)
Apapun yang ditetapkan sebagai hukum bagi kaum pria, juga berlaku sepenuhnya bagi
kaum wanita. Kecuali, jika ada keterangan dari nas syariat yang menerangkan tentang
kekhususannya, maka teks-teks nash itulah yang menjadi pengecualian dari hadits di atas.
B. 2. Menurut Ulama
Syarifatun Nafsi dalam tulisannya tentang Pemikiran Gender Quraish Shihab dalam
Taafsir Al-Mishbah memaparkan pemikiran Quraish Shihab--sebagai salah satu tokoh tafsir di
Indonesia--yang menegaskan bahwa Islam sangat menjunjung asas keadilan, serta mengutuk
perilaku yang semena-mena terhadap kaum perempuan. Tulisan ini juga membahas bagaimana
Quraish Shihab memaknai kesetaraan gender melalui penafsiran terhadap ayat-ayat yang
berkaitan dengan penciptaan laki-laki dan perempuan dan kepemimpinan laki-laki dalam
keluarga.
Hasilnya, Quraish Shihab cenderung tidak menyamakan dan mensejajarkan secara penuh
antara laki-laki dan perempuan. Meski setara dan sama dalam kedudukannya sebagai manusia
dan hamba Allah dan dalam kehidupan sosial masyarakat, tapi dalam peran dan fungsinya tidak
harus sama persis. Perbedaan peranan dan fungsi ini merupakan suatu relasi yang bersifat
fungsional yang saling melengkapi satu sama lain sebagai mitra sejajar, sehingga tercipta suatu
sistem dan hubungan yang harmoni menuju keshalehan bersama.
Menurut Quraish Shihab, hendaklah dalam suatu masyarakat harus ada rasa persatuan dan
kesatuan, saling membantu dan saling menyayangi karena semua manusia berasal dari satu
keturunan, tidak ada perbedan antara laki-laki dan perempuan
7. RA Kartini
Raden Ajeng Kartini adalah seorang pahlawan nasional yang berjuang membela hak-hak
kaum perempuan. Melalui pemikiran yang ia tuangkan dalam tulisan, Kartini banyak membahas
soal perjuangan kaum wanita untuk memperoleh kebebasan, persamaan hukum, dan pendidikan
yang layak.
Padahal, seseorang berhak meraih kesempatan yang sama dalam politik, ekonomi, sosial,
pendidikan, jabatan dan karier. Kemampuan kecerdasan bekerja tidak ditentukan oleh jenis
kelamin, melainkan ditentukan oleh kapasitas dan kesanggupannya memikul tanggung jawab.
perempuan telah memiliki konsep tentang mengelola ruang dan kehidupan publik bersama-
sama pria. Bahkan dalam konteks bernegara ,siapapun harus sadar bahwa hak-hak perempuan
dalam kehidupan publik (public area) harus juga dipenuhi sebagai warga negara yang setara
dengan para pria. Kepemimpinan sosial-politik dan profesi apapun harus share antara pria dan
wanita
Sejak dahulu, masalah pengangkatan perempuan menjadi hakim telah menjadi perbincangan
di kalangan ulama, ada yang membolehkan dan ada pula yang melarangnya.. Hakim bertugas
menyelesaikan perkara yang masuk, baik perkara itu menyangkut hak Allah swt. atau
menyangkut hak sesama manusia. Di Indonesia khususnya di pengadilan agama, memberi
kesempatan kepada perempuan untuk diangkat menjadi hakim untuk memutuskan persoalan
perdata tertentu yang ada kaitannya dengan hukum Islam. Untuk mendukung pendapat tersebut,
bahwa persoalan hukum kekeluargaan sebagai salah satu bagian dari hukum perdata Islam
banyak menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan kepribadian perempuan, dan yang paling
mengetahui hal-hal tersebut adalah perempuan itu sendiri. Oleh karena itu, tidak sepantasnya
menolak pengangkatan perempuan sebagai hakim, dalam upaya membantu laki-laki
menyelesaikan perkara.
Ada banyak banget generalisasi dan stereotipe serta pelabelan negative yang
mendefinisikan seorang perempuan di mata masyarakat. Perkataan bahwa wanita adalah
makhluk yang emosional, tidak perlu berpendidikan karena akan menjadi ibu, lemah, tidak boleh
memimpin, dan dituntut berpenampilan cantik sesuai standar kecantikan khalayak sudah menjadi
umum di masyarakat. Hal ini mempelopori terciptanya kaum Feminisme.
Di dalam kamus Besar Bahasa Indonesla feminisme diartikan sebagai gerakan wanita
yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria yang merupakan
penggabungan dari pelbagai doktrin atas hak kesetaraan. Feminisme muncul sehingga pada
akhirnya timbul kesadaran dan upaya untuk menghilangkan ketidakberimbangan relasi
tersebut. Pada praktek keseharian istilah feminisme sering disalahpahami hanya melulu sebagai
tuntutan emansipasi kaum perempuan, padahal yang dimaksud dengan istilah tersebut mengacu
pada gerakan sosial (soclal movement) yang dilakukan baik oleh kaum perempuan maupun laki-
laki untuk meningkatkan kedudukan dan peran kaum perempuan serta memperjuangkan hak-hak
yang dimiliki oleh keduanya secara adil.
A. KESIMPULAN
Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam segala aktivitas di masyarakat serta kesamaan dalam menikmati hasil dari
aktivitas tersebut. Dalam pembangunan berbangsa, gender merupakan suatu strategi yang
berupaya untuk meningkatkan kepeduliaan akan aspirasi kepentingan dan peranan perempuan
dan laki-laki tampa mengesampingkan harkat, kodrat, dan martabat perempuan dan laki-laki
dalam segala hal.
Hakikat dari pentingnya kesetaraan gender adalah peningkatan peranan kaum perempuan
khsusnya di indonesia demi meningkatkan kedudukan, peranan, kemampuan, kemandirian, dan
ketahanan mental spiritual perempuan. upaya dalam mewujudkan kesetaraan gender
mengandung konsekuensi perlunya keselarasan pola pikir bagi setiap individu baik itu
perempuan maupun laki-laki tujuanya mewujudkan perilaku sifatnya saling memahami, saling
mengahrgai, saling membantu, saling mengisi, dan saling menjiwai dari segala aspek kegiatan
yang dilakukan, dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian seiring dengan kodratnya masing-
masing.
Oleh karena itu, kesetaraan gender sangat penting di orientasikan demi upaya menciptakan
masyarakat yang harmonis tanpa diskriminasi, subordinasi, dan alienasi, serta mencapai
komunikasi dan interaksi yang lebih baik dengan memprioritaskan peranan perempuan dan laki-
laki tanpa memandang perbedaan SARA demi kemajuan bangsa dan Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Buchory, 2014. Ketidakadilan Gender bagi Laki-laki dalam Konstruksi Sosial
Patriarkhis. Humas BBPPKS Yogyakarta