Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH STUDI ISLAM

PERSPEKTIF ISLAM TENTANG KESETARAAN GENDER

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2

Shofaria Aprianti 11200920000012


Khairunnisa Hayya H. 11200920000041
Ziel Mahqwa Sunarto 11200920000057
Naura Cindy Putri 11200920000058
Indah S. Khoirunnisa 11200920000071

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam diskursus sosial kontemporer kita dihadapkan pada agenda besar dalam usaha
mengatasi ketimpangan sosial, diskriminasi, dan dehumanisasi yang terjadi dalam realitas
kemanusiaan, termasuk di dalamnya kepada sosok perempuan yang tidak jarang menjadi korban
dari sistem sosial yang telah dikembangkan oleh budaya partiarki dan dilanggengkan oleh mitos-
mitos ideologi dan klaim idiom-idiom keagamaan.
Persoalan jender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan
ketidakadilan jender (genderinequalities). Namun, yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan
jender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, bagi kaum laki-laki, dan terutama terhadap kaum
perempuan. Ketidakadilan jender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki
dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.Untuk memahami bagaimana perbedaan
jender menyebabkan ketidakadilan jender, dapat dilihat melalui berbagai manifestasi
ketidakadilan yang ada.
Ketidakadilan jender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni:
marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam
keputusan politik, pembentukan streotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence),
dan sosialisasi idiologi nilai peran jender.
Namun, ini semua dapat sirna setelah kedatangan ajaran Islam di muka bumi ini yang
membawa angin segar bagi kaum perempuan. Ajaran Islam menjadi rahmat bagi kaum
perempuan karena Islam mengajarkan persamaan antara manusia, baik antara laki-laki dan
perempuan maupun antar bangsa, suku dan keturunan. Perbedaan yang hanya dapat terlihat dari
tinggi rendahnya nilai pengabdian dan ketakwaannya manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, dapat dirumuskan pertanyaan sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan kesetaraan gender?
2. Bagaimana pandangan islam tentang kesetaraan gender?
3. Bagaimana peran kaum wanita muslim di dalam sejarah dan di masa sekarang?
4. Apa masalah yang dihadapi oleh kaum wanita dalam kesetaraan gender?
5. Bagaimana ketidaksetaraan gender dialami oleh laki-laki?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan pertanyaan di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah
dapat dijadikan bahan pembelajaran tentang perspektif islam tentang kesetaraan gender.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kesetaraan Gender

A. 1. Pengertian Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris, gender yang berarti jenis kelamin. Dalam Webster’s
New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Di dalam Women’s Studies Encyclopedia
dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan
dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan
yang berkembang dalam masyarakat.
Mansour Faqih dalam bukunya Analisis Gender & Transformasi Sosial mengemukakan
konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang
dikonstruksi secara sosial maupun cultural. Misalnya bahwa perempuan dikenal lemah lembut,
cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa.
Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah peran antara laki-laki
dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya. Suatu peran maupun sifat
dilekatkan kepada laki-laki karena berdasarkan kebiasaan atau kebudayaan biasanya peran
maupun sifat tersebut hanya dilakukan atau dimiliki oleh laki-laki Suatu peran dilekatkan pada
perempuan karena berdasarkan kebiasaan atau kebudayaan yang akhirnya membentuk suatu
kesimpulan bahwa peran atau sifat itu hanya dilakukan oleh perempuan.
Sex (KBBI : “jenis kelamin”) lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang,
meliputi perbedaan komposisi dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis
lainnya. Sementara gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologis,
dan aspek-aspek non biologis lainnya. Gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi
perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial-budaya. Sementara itu, sex secara umum
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi.

A. 2. Pengertian Kesetaraan Gender


Kesetaraan Gender merupakan kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan
pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan
ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Terwujudnya kesetaraan
dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi baik terhadap laki – laki maupun
perempuan, sehingga setiap orang memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan control atas
pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan tersebut.
A. 3. Pandangan Umum Kesetaraan Gender
Kenyataan yang mengindikasikan bahwa perempuan masih diposisikan sebagai warga
kelas dua masih terlihat di belahan dunia ini. Hal ini terlihat pada aturan, kebiasaan, budaya dan
penafsiran agama, yang mengarah pada pengekangan dan perampasan hak-hak perempuan.
Tradisi masyarakat Islam ada yang beranggapan bahwa suara perempuan adalah aurat, sehingga
interpretasi ini dapat menghalangi kaum pemahaman memiliki akses untuk mengaktualisasikan
diri di ranah publik.
Istilah kesetaraan gender dalam tataran praksis memang hampir selalu diartikan sebagai
kondisi “ketidaksetaraan” yang melahirkan diskriminasi, subordinasi, penindasan, perlakuan
tidak adil, dan semacamnya yang dialami oleh kaum perempuan. Oleh karena itu tidak
mengherankan jika persoalan perempuan dapat mengundang rasa simpati yang cukup besar dari
masyarakat luas sehingga muncul upaya-upaya untuk memperbaiki kondisi kaum perempuan
dengan penyadaran dan pemberdayaan.
Para feminis sangat antusias berusaha untuk mewujudkan kesetaraan gender secara
kuantitatif (fifty-fifty), yaitu laki-laki dan perempuan harus sama-sama berperan baik di sektor
publik maupun sektor domestik (rumah tangga). Untuk mewujudkan kesetaraan gender ini, para
feminis sampai kini masih yakin bahwa perbedaan peran berdasarkan gender adalah karena
produk budaya, bukan karena adanya perbedaan biologis, atau perbedaan genetis.

A. 4. Ketidaksetaraan Gender
Ketidaksetaraan gender adalah suatu sistem dan struktur yang menempatkan laki-laki
maupun perempuan sebagai korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender terdapat dalam
berbagai wilayah kehidupan, yaitu dalam wilayah negara, masyarakat, organisasi atau tempat
kerja, keluarga dan diri sendiri.
Bentuk-bentuk ketidaksetaraan gender yang biasa terjadi di masyarakat, baik kepada laki-
laki maupun perempuan adalah sebagai berikut:
1. Stereotip: Pelabelan terhadap salah satu jenis kelamin yang seringkali bersifat negatif dan
pada umumnya menyebabkan terjadinya ketidakadilan.
2. Beban Ganda/Double Burden: Perlakuan terhadap salah satujenis kelamin dimana yang
bersangkutan bekerja jauh lebih banyakdibandingkan dengan jenis kelamin lainnya.
3. Subordinasi/Penomorduaan: Anggapan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih rendah
atau dinomorduakan posisinya dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya.
4. Marginalisasi/Peminggiran: Kondisi atau proses peminggiran terhadap salah satu jenis
kelamin dari arus/pekerjaan utama yang berakibat kemiskinan

Penyebab dari munculnya ketidaksetaraan gender antara lain:


1. Tatapan Sejarah
Di abad pertengahan, dimana kekuasaan Barat mulai menguat didunia. Disinilah peran gereja
juga menguat. Adanya stigma dari para paus tentang wanita sebagai makhluk rendahan, studi
mengenai ada/tidaknya wanita di dunia, sifat amoral paus terhadap wanita membuat ini terus
berjalan sampai saat ini.
2. Pelabelan sifat-sifat tertentu (stereotipe)
Perempuan cenderung mendapat stereotipe yang merendahkan seperti: perempuan adalah
mahkluk yang lemah, emosional, cengeng, tidak tahan banting.
3. Pemiskinan ekonomi terhadap perempuan.
Pemiskinan ekonomi banyak dialami oleh perempuan desa yang berprofesi sebagai petani,
hal inI berawal dari asumsi bahwa petani identik dengan profesi laki-laki. Di luar pekerjaan
petani, pekerjaan perempuan dianggap lebih rendah, sehingga berimbas pada perbedaan gaji
yang diterima perempuan dan laki-laki
4. Tindak kekerasan (violence) terhadap perempuan.
Perempuan dianggap sebagai kaum yang lemah secara fisik sehingga seringkali mengalami
kekerasan dalam bentuk: pemukulan, pemerkosaan dan pelecehan seksual.
5. Budaya patriarkhi yang berkembang di masyarakat.
Budaya patriarkhi menganggap kaum laki-laki secara kodrati memiliki superioritas atas kaum
perempuan dalam kehidupan pribadi, keluarga,masyarakat dan bernegara.

B. Pandangan Islam Tentang Kesetaraan Gender

Dalam pandangan hukum islam, segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah SWT dengan
kodratnya. Demikian halnya manusia, antara perempuan dan laki-laki sebagai individual dan
jenis kelamin memiliki kodratnya masing-masing. Al-Qur’an mengakui bahwasanya adanya
perbedaan anatomi antara perempuan dan laki-laki, Al-Qur’an juga mengakui bahwa anggota
asing-masing gender berfungsi dengan cara merefleksikan perbedaan yang telah dirumuskan
dengan baik.

B. 1. Pandangan Islam Tentang Kesetaraan Gender Menurut Al-Qur’an dan Hadist


1. Allah memandang kedudukan laki-laki dan wanita sama
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baikdan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl:97)

“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang
ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak
dianiaya walau sedikitpun.” (QS. An Nisa [4]: 124)
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti”
(Q.S. Al Hujarat: 13)
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
“Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara
kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari
sebagian yang lain.” (QS. Ali Imran [3]: 195)
Dari ayat-ayat diatas, Islam memandang laki-laki dan wanita dalam posisi yang sama,
tanpa ada perbedaan. Masing-masing adalah ciptaan Allah yang dibebani dengan
tanggungjawab melaksanakan ibadah kepada-Nya, menunaikan titah-titah-Nya dan
menjauhi larangan-larangan-Nya. Begitu pun dengan janji pahala dan ancaman siksaan.
Masing-masing dari mereka memiliki kewajiban dan hak yang sama dihadapan Allah
sebagai hamba-hamba-Nya

2. Seruan untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya


“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di
dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan
mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al
Mujaddilah:11)
“Mencari ilmu itu adalah wajib bagi muslim laki-laki maupun muslim perempuan.” (H.R
Ibnu Abdul Barr)

Dalam islam kewajiban menuntut ilmu tidak hanya berlaku bagi kaum laki-laki saja tetapi
juga kaum perempuan.

3. Pembagian warisan bagi laki-laki dan wanita (An Nisa:11,12,167)


Islam sudah mengatur berapa jumlah harta waris yang diperoleh setiap ahli waris. Dalam
perkara warisaan, wanita juga berhak mendaopatkan warisan, namun bagiannya hanya
separuh dari bagian laki-laki.

4. Membenarkan untuk menyuarakan kebenaran dan menentang kemungkaran.


“ Dan Orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka(adalah)
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka meyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf,
mencegah dari yang Munkar, mendirikan salat, menunaikan zakat dan mereka taat pada
Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah
maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. AT Taubah : 71)
Orang-orang mukmin, laki-laki maupun perempuan, yang beriman kepada Allah dan
RasulNya, sebagian mereka merupakan penolong bagi sebagian yang lain dengan
menyuarakan kebenaran dan menentag kebatilan. Mereka itu akan di rahmati oleh Allah,
lalu dia akan menyelamatkan mereka dari siksaNya dan memasukan mereka ke dalam
surgaNya

5. Laki-laki berkewajiban sebagai pemimpin atau kepala keluarga.


“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (Q.S. An Nisa:34)
Didalam kehidupan rumah tangga tetaplah menjadi peran laki-laki sebagai kepala rumah
tangga dan pemimpin didalamnya, dan wanita perlu taat terhadap laki-laki yang menjadi
pemimpin dan pelindungnya (suaminya).

6. Kesamaan hokum antara laki-laki da perempuan

“Sesungguhnya perempuan itu adalah saudara sekandung laki-laki.” (H.R. Abu Daud)
Apapun yang ditetapkan sebagai hukum bagi kaum pria, juga berlaku sepenuhnya bagi
kaum wanita. Kecuali, jika ada keterangan dari nas syariat yang menerangkan tentang
kekhususannya, maka teks-teks nash itulah yang menjadi pengecualian dari hadits di atas.

B. 2. Menurut Ulama
Syarifatun Nafsi dalam tulisannya tentang Pemikiran Gender Quraish Shihab dalam
Taafsir Al-Mishbah memaparkan pemikiran Quraish Shihab--sebagai salah satu tokoh tafsir di
Indonesia--yang menegaskan bahwa Islam sangat menjunjung asas keadilan, serta mengutuk
perilaku yang semena-mena terhadap kaum perempuan. Tulisan ini juga membahas bagaimana
Quraish Shihab memaknai kesetaraan gender melalui penafsiran terhadap ayat-ayat yang
berkaitan dengan penciptaan laki-laki dan perempuan dan kepemimpinan laki-laki dalam
keluarga.
Hasilnya, Quraish Shihab cenderung tidak menyamakan dan mensejajarkan secara penuh
antara laki-laki dan perempuan. Meski setara dan sama dalam kedudukannya sebagai manusia
dan hamba Allah dan dalam kehidupan sosial masyarakat, tapi dalam peran dan fungsinya tidak
harus sama persis. Perbedaan peranan dan fungsi ini merupakan suatu relasi yang bersifat
fungsional yang saling melengkapi satu sama lain sebagai mitra sejajar, sehingga tercipta suatu
sistem dan hubungan yang harmoni menuju keshalehan bersama.
Menurut Quraish Shihab, hendaklah dalam suatu masyarakat harus ada rasa persatuan dan
kesatuan, saling membantu dan saling menyayangi karena semua manusia berasal dari satu
keturunan, tidak ada perbedan antara laki-laki dan perempuan

C. Peran Kaum Wanita Muslim

C. 1. Peran Kaum Wanita Muslim dalam Sejarah


Pada zaman jahilyah Rasulullah berhasil mengangkat derajat kaum wanita yang ketika itu
dihinakan, direndahkan, dan dianggap aib. bahkan jika melahirkan anak perempuan maka akan
di kubur hidup-hidup. Islam menempatkan wanita pada tempat yang terhormat, juga mengakui
hak-hak sipil wanita sehingga kaum wanita dapat sederajat dengan laki-laki
Allah telah memuliakan wanita yang terdapat dalam Q.S al-ahzab:53 dan QS. An-Nur :
30, " engkau diperintahkan menutup aurat karena Dia sayang padamu. Dia tidak ingin tubuhmu
yang mulia dilihat dan disentuh orang yang bukan haknya". Selain itu terdapat juga dalam QS.
Al Isra : 32 tentang Allah yang melarang mendekati zina, agar wanita terhindar dari fitnah.
Ada banyak wanita berpengaruh yang tercatat dalam sejarah Islam. Mereka dinilai
memilki pengaruh besar karena dapat membentuk pemahaman, kemudian memberikan andil
dalam pertumbuhan agama Islam secara menyeluruh, bahkan hingga saat ini.
1. Rufaidah binti Sa’ad Al-Asalmiya (570-632 M)
Bernama lengkap Rufaidah binti Sa’ad Al-Bani Aslam Al-Khazraj, wanita muslim yang
masuk ke dalam kaum Anshor, golongan yang pertama kali menganut Islam di Madinah,
merupakan perawat muslim pertama di dunia. Hidup di jaman Nabi Muhammad saw. memimpin
kaum muslim membuatnya menjadi sukarelawan bagi korban yang terluka akibat perang Badar,
Uhud, dan Khandaq.

2. Nusayba binti Ka’ab Al-Ansariyah (630-690 M)


Memiliki sebutan Ummu Imarah atau Ummu Ummarah yang berarti Ibu para pemimpin.
Ia merupakan satu dari dua wanita yang melakukan Bai’at Aqabah Kedua kepada Rasulullah
saw. bersama dengan 73 orang laki-laki utusan Anshar dari Madinah yang datang ke Mekah.
Kisah keberanian dan kepahlawanan Nusayba yang paling dikenang adalah ketika ia membela
dan melindungi Nabi Muhammad saw. dalam perang Uhud.

3. Rabi’ah Al-Adawiyyah (713/717-801 M)


Rabi’ah Al-Adawiyyah merupakan sufi wanita beraliran sunni yang hidup pada masa
dinasti Umayyah. Rabi’ah terkenal akan kezuhudannya atau ketidaktertarikannya pada nikmat
dunia sehingga ia mengabdikan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah.. Rabi’ah
dijadikan panutan oleh para sufi seperti Al-Ghazali, seorang ulama besar, sehingga
menjadikannya The Mother of the Grand Master atau Ibu Para Sufi Besar.

4. Fatima Al-Fihri (800-880 M)


Fatima lahir dari keluarga Fikri yang ruh utamanya adalah agama. Semenjak kecil Fatima
tidak pernah belajar di luar rumah, semua pengetahuan yang ia miliki di dapat dari rumah.
Fatimah bersama Maryam adiknya, dan keluarga besarnya pindah dari kota kelahirannya
Kairouan di Tunisia ke Fez, Maroko. Di kota ini mereka sukses menjadi pedagang dan menjadi
pebisnis ternama. Meskipun kaya, tapi mereka tidak antisosial, sering menggelar kegiatan amal
yang melibatkan kaum dhuafa.

6. Cut Nyak Dhien (1848-1908)


Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar,.
Sedari kecil ia memperoleh pendidikan pada bidang agama dan rumah tangga. Menjadi salah
satu Pahlawan Nasional Wanita Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa
Perang Aceh

7. RA Kartini
Raden Ajeng Kartini adalah seorang pahlawan nasional yang berjuang membela hak-hak
kaum perempuan. Melalui pemikiran yang ia tuangkan dalam tulisan, Kartini banyak membahas
soal perjuangan kaum wanita untuk memperoleh kebebasan, persamaan hukum, dan pendidikan
yang layak.

C. 2. Peran Kaum Wanita Muslim di Masa Sekarang


Pada zaman ini bermunculan para pembaru Islam dan terdapat hari khusus bagi wanita
seperti hari Kartini yang di peringati setiap 21 April, hari ibu 22 Desember dan hari wanita
internasional yang di peringati setiap 8 Maret..
Allah sangat memuliakan wanita maka dari itu wanita memiliki peran penting untuk
memajukan peradaban. Peranan wanita dalam memajukan peradaban sebagai berikut:
1. Muslimah harus pandai bergaul di masyarakat, tapi harus juga memposisikan dirinya sebagai
seorang muslimah sejati, yang tidak terpengaruh oleh tantangan zaman yang membahayakan
dirinya nya. ( QS an-nahl : 97).
Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa muslimah harus pandai bergaul tapi harus harus bisa
memposisikan dirinya sesuai potensi diri. Untuk bisa memposisikan diri sesuai potensi yang ada
dalam diri maka seorang muslimah harus bisa:
a.Kenali diri, bakat dan potensi yang bisa digali
b.Kenali lingkungan sekitar, potensi apa yang bisa bersinergi dengan potensi diri
c.Fokus dan jadilah ahli di bidang masing-masing
d.Ambil bagian dalam upaya menyuarakan agama Allah sesuai dengan potensi masing-
masing.
2.Menciptakan karya positif bagi orang lain
Seorang muslimah harus bisa menciptakan sebuah inovasi yang dapat berguna bagi dirinya dan
orang banyak.
3.Muslimah sejati seorang istri dan ibu yang hebat dan mampu mendidik keturunannya
Menjadi seorang istri bukanlah hal yang sangat mudah karena selain menjadi istri kita pun akan
menjadi ibu. Seorang ibu akan menjadi madrasah pertama bagi anaknya dan hal itu akan
membuat peradaban Islam berada di tangan seorang muslimah. Karena apabila seorang
muslimah mampu mendidik anaknya menjadi di soleh/Solehah maka Islam akan mengalami
kejayaan.
4.Muslimah sebagai bagian dari masyarakat yang berperan aktif untuk membentuk peradaban
yang meliputi faktor sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan serta dakwah amar ma'rul nahi
munkar.
Muslimah sangat penting bagi peradaban Islam kedepannya maka dari itu muslimah harus bisa
mempersiapkan diri dengan cara:
1.Kembali kepada Quran
2.Kembali kepada Sunnah Rasulullah SAW
3.Siapkan generasi penerus penghafal Quran
4. Jadilah yang terbaik di bidangnya

D. Masalah yang Dihadapi oleh Kaum Wanita dalam Kesetaraan Gender

D.1. Hukum Kurang Mengakomodir Kepentingan dan Keadilan Kaum Wanita

Keadaan ini memunculkan peratuan perundang-undangan yang memihak pada


kepentingan perempuan. Salah satu contohnya adalah Undang-undang Perkawinan Indonesia
pasal 4-5 tentang syarat berpoligami yang berbunyi: pengadilan hanya memberi izin kepada
seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
 istrinya tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri,
 istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
 istri tidak dapat melahirkan keturunan. (pasal 4: 2).
Untuk dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan, sebagaiman dimaksud dalam
pasal 4 di atas, harus dipenuhi syarat-syarat:
 adanya persetujuan dari istri/istri-istri,
 adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan istri dan anak-anak mereka
 adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri dan anak-anak mereka
(pasal 5: 1).
Dalam undang-undang tersebut tersirat adanya unsur kesetaraan dan keadilan gender
karena suami hanya boleh berpoligami atas izin tertulis dari istri tanpa paksaan. Selain itu suami
harus mampu menjamin semua istri dan anak-anaknya serta mampu berlaku adil atas semua
istrinya.
Terjadinya transformasi pemikiran hukum Islam yang bertalian dengan isu kesetaraan
relasi antara laki-laki dan perempuan dalam teks al-Qur’an maupun hadis. Seperti pada hukum
poligami dan kewarisan dalam Islam
Dalam QS.al-Nisa’: 3 Allah menjelaskan tentang praktek poligami. Namun, ketetapan
hukumnya belum jelas apakah mubah, wajib atau sunnah. Para ulama sepakat menetapkan bahwa
ayat tersebut merupakan dasar hukum kebebasan berpoligami. Karena kehidupan bangsa Arab
sebelum Islam menurut sejarah yaitu orang Arab gemar beristri banyak sampai puluhan orang.
Kebiasaan ini tidak mungkin dihilangkan begitu saja karena telah membudaya di masyarakat.
Untuk menghilangkan kegemaran tersebut, diturunkanlah ayat untuk membatasi ketentuan
berpoligami itu hanya sampai 4 orang, dengan syarat mampu berbuat adil. Namun, kalau tidak
mampu berbuat adil maka tidak boleh berpoligami.
Di Surah An Nisa, Allah juga telah menjelaskan tentang jumlah pembagian harta warisan
yang adil sesuai dengan syariat islam. wanita juga berhak mendaopatkan warisan, namun
bagiannya hanya separuh dari bagian laki-laki. Hal tersebut dikarenakan wanita berhak
mendapatkan mahar dan nafkah, serta wanita tidak dapat berpartisipasi dalam pertahanan
masyarakat

D. 2. Pemikiran di Bidang Profesi Yang Umumnya Dilakukan oleh Kaum Laki-Laki

Padahal, seseorang berhak meraih kesempatan yang sama dalam politik, ekonomi, sosial,
pendidikan, jabatan dan karier. Kemampuan kecerdasan bekerja tidak ditentukan oleh jenis
kelamin, melainkan ditentukan oleh kapasitas dan kesanggupannya memikul tanggung jawab.
perempuan telah memiliki konsep tentang mengelola ruang dan kehidupan publik bersama-
sama pria. Bahkan dalam konteks bernegara ,siapapun harus sadar bahwa hak-hak perempuan
dalam kehidupan publik (public area) harus juga dipenuhi sebagai warga negara yang setara
dengan para pria. Kepemimpinan sosial-politik dan profesi apapun harus share antara pria dan
wanita
Sejak dahulu, masalah pengangkatan perempuan menjadi hakim telah menjadi perbincangan
di kalangan ulama, ada yang membolehkan dan ada pula yang melarangnya.. Hakim bertugas
menyelesaikan perkara yang masuk, baik perkara itu menyangkut hak Allah swt. atau
menyangkut hak sesama manusia. Di Indonesia khususnya di pengadilan agama, memberi
kesempatan kepada perempuan untuk diangkat menjadi hakim untuk memutuskan persoalan
perdata tertentu yang ada kaitannya dengan hukum Islam. Untuk mendukung pendapat tersebut,
bahwa persoalan hukum kekeluargaan sebagai salah satu bagian dari hukum perdata Islam
banyak menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan kepribadian perempuan, dan yang paling
mengetahui hal-hal tersebut adalah perempuan itu sendiri. Oleh karena itu, tidak sepantasnya
menolak pengangkatan perempuan sebagai hakim, dalam upaya membantu laki-laki
menyelesaikan perkara.

D. 3. Sterotipe atau Pelabelan Negatif pada Wanita

Ada banyak banget generalisasi dan stereotipe serta pelabelan negative yang
mendefinisikan seorang perempuan di mata masyarakat. Perkataan bahwa wanita adalah
makhluk yang emosional, tidak perlu berpendidikan karena akan menjadi ibu, lemah, tidak boleh
memimpin, dan dituntut berpenampilan cantik sesuai standar kecantikan khalayak sudah menjadi
umum di masyarakat. Hal ini mempelopori terciptanya kaum Feminisme.
Di dalam kamus Besar Bahasa Indonesla feminisme diartikan sebagai gerakan wanita
yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria yang merupakan
penggabungan dari pelbagai doktrin atas hak kesetaraan. Feminisme muncul sehingga pada
akhirnya timbul kesadaran dan upaya untuk menghilangkan ketidakberimbangan relasi
tersebut. Pada praktek keseharian istilah feminisme sering disalahpahami hanya melulu sebagai
tuntutan emansipasi kaum perempuan, padahal yang dimaksud dengan istilah tersebut mengacu
pada gerakan sosial (soclal movement) yang dilakukan baik oleh kaum perempuan maupun laki-
laki untuk meningkatkan kedudukan dan peran kaum perempuan serta memperjuangkan hak-hak
yang dimiliki oleh keduanya secara adil.

E. Ketidaksetaraan Gender Pada Laki-Laki

Budaya patriarkhi yang berkembang di masyarakat membuat Laki-laki ditempatkan


dalam kedudukan yang tinggi dalam struktur masyarakat dan membuat masyarakat menciptakan
sistem penilaian dan standart bagi kaum laki-laki. Hal ini menyebabkan laki-laki dijadikan
standart untuk menilai apakah sesuatu itu baik atau buruk. Stereotip pun muncul dimana laki-laki
dituntut harus kuat, tegar, tahan banting, dan, harus menjadi tulang punggung keluarga. Karena
stereotipnya yang tinggi, timbul persoalan bagaimana mengekspresikan dirinya sebagai pihak
yang bereksistensi tinggi.
Banyak kasus yang terjadi akibat dari kesulitan laki-laki mengekspresikan dirinya sesuai
dengan tuntutan masyarakat. Ketika mereka gagal dalam mencapai stereotip masyarakat, tak
jarang kaum laki laki merasa Rendahn akan eksistens dirinya dan kehilangan harga diri yang
terekspresi secara psikologis dengan berbagai kerusakan yang ditimbulkannya.
Namun di sisi lain, akibat dari tuntutan memenuhi stereotip masyarakat membuat laki
laki merasa superior dan memunculkan toxic masculinity. Toxic Masculinity merupakan
deskripsi ‘sempit’ tentang kejantanan. Kejantanan sendiri didefiniskan sebagai kekerasan,
agresivitas. Hal tersebut merupakan ide dari budaya kejantanan dimana kekuatan adalah
segalanya sementara emosi adalah kelemahan. Laki-laki harus bisa mengendalikan emosi pada
situasi yang penuh tekanan, ataupun bersikap dominan seperti apa yang patriakisme lakukan.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam segala aktivitas di masyarakat serta kesamaan dalam menikmati hasil dari
aktivitas tersebut. Dalam pembangunan berbangsa, gender merupakan suatu strategi yang
berupaya untuk meningkatkan kepeduliaan akan aspirasi kepentingan dan peranan perempuan
dan laki-laki tampa mengesampingkan harkat, kodrat, dan martabat perempuan dan laki-laki
dalam segala hal.
Hakikat dari pentingnya kesetaraan gender adalah peningkatan peranan kaum perempuan
khsusnya di indonesia demi meningkatkan kedudukan, peranan, kemampuan, kemandirian, dan
ketahanan mental spiritual perempuan. upaya dalam mewujudkan kesetaraan gender
mengandung konsekuensi perlunya keselarasan pola pikir bagi setiap individu baik itu
perempuan maupun laki-laki tujuanya mewujudkan perilaku sifatnya saling memahami, saling
mengahrgai, saling membantu, saling mengisi, dan saling menjiwai dari segala aspek kegiatan
yang dilakukan, dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian seiring dengan kodratnya masing-
masing.
Oleh karena itu, kesetaraan gender sangat penting di orientasikan demi upaya menciptakan
masyarakat yang harmonis tanpa diskriminasi, subordinasi, dan alienasi, serta mencapai
komunikasi dan interaksi yang lebih baik dengan memprioritaskan peranan perempuan dan laki-
laki tanpa memandang perbedaan SARA demi kemajuan bangsa dan Negara.
DAFTAR PUSTAKA

 Viky Mazaya. 2014. KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF SEJARAH


ISLAM. Diakses pada Sawwa Jurnal Studi Jender – Volume 9, Nomor 2.
 Hasnani Siri. 2014. GENDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM. Diakses pada Jurnal Al-
Maiyyah, Volume 07 No. 2 Juli-Desember 2014.
 Artikel KEMENDIKBUD : https://m-edukasi.kemdikbud.go.id/medukasi/produk-
files/kontenkm/km2016/KM201628/materi3.html
 Ristianti, Rinrin Novi. 2020. “Peran Muslimah dalam Peradaban Islam”. Indonesia:
Kompasiana
 Syarifatun Nafsi, PEMIKIRAN GENDER QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-
MISHBAH, IAIN Bengkulu
 Hidayah Quraisy, Muhammad Nawir, Kaslina Kesetaraan Gender Pegawai Dinas
Pertanian Volume III No. 1 Mei 2015
 Maulidiyah Khasanah, Aminatunniswah, 2016. Kesetaraan Gender dalam Alquran dan
Hadis. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang
 Sarifa Suhra . 2013. KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP HUKUM ISLAM. Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri Watampone. Volume. 13 Nomor 2, Hal 373-394
 Nashih Nashrullah. 2020 Ayat Alquran Justru Menegaskan Kesetaraan Pria dan Wanita
Republika .co.id
 NUR FADHILAH SYAM,2018. PEMAHAMAN KESETARAAN GENDER DALAM
HADIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA. MEDAN

 Achmad Buchory, 2014. Ketidakadilan Gender bagi Laki-laki dalam Konstruksi Sosial
Patriarkhis. Humas BBPPKS Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai