GENDER DAN KE’ARIFAN LOKAL Gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya. Karena dibentuk oleh sosial dan budaya setempat, maka gender tidak berlaku selamanya tergantung kepada waktu (tren) dan tempatnya. Peran Gender adalah perilaku yang dipelajari di dalam suatu masyarakat/komunitas yang dikondisikan bahwa kegiatan, tugas-tugas atau tanggung jawab patut diterima baik oleh laki- laki maupun perempuan. Peran gender dapat berubah, dan dipengaruhi oleh umur, kelas, ras, etnik, agama dan lingkungan geografi, ekonomi dan politik. Baik perempuan maupun laki- laki memiliki peran ganda di dalam masyarakat. Perempuan kerap mempunyai peran dalam mengatur reproduksi, produksi dan kemasyarakatan. Laki-laki lebih terfokus pada produksi dan politik kemasyarakatan. Permasalahan gender seakan tidak ada habisnya. Banyak isu-isu yang muncul kemudian tertuju pada kesetaraan gender yang dialami antara laki-laki dan perempuan. Padahal sebetulnya kesetaraan gender ini tidak melulu tentang perempuan dan laki-laki, kesetaraan gender juga sebenarnya terjadi pada kelompok-kelompok rentan atau kelompok minoritas. Kemunculan persoalan gender ini muncul pada abad ke-19 di Prancis, ketika upah yang didapat oleh laki-laki dan perempuan saat bekerja sangat berbeda. Hal inilah yang kemudian memunculkan ketidakadilan antara perempuan dan laki-laki. Faktor biologis juga dijadikan sebagai titik tolak awal kemunculan gender. Inti dari kesetaraan adalah tidak ada yang mendominasi dan tidak ada yang didominasi. Keduanya harus saling memberi. Keadilan gender itu sesuai dengan kebutuhan yang dimiliki oleh keduanya. Saat ini, masyarakat Indonesia perlu untuk mengetahui, mengerti dan mau menjunjung kesetaraan agar dapat mewujudkan pembangunan nasional dalam hal peningkatan kualitas sumber daya manusia serta mewujudkan kesejahteraan. Proses ini memerlukan suatu strategi yang menempatkan laki-laki dan perempuan pada posisi aktif sebagai aktor pembangunan Menurut Mansour Fakih, persoalannya terletak pada belum banyaknya orang yang tahu menahu serta dapat membedakan antara ‘Gender’ dan ‘Seks’. Kata Gender terdengar asing, sementata kata Seks masih terlalu tabu di wilayah atau di lingkungan masyarakat kita. Dari sini saya akan berikan penjelasan mengenai keduanya. Seks merupakan jenis kelamin atau merupakan biologis dan kodrat dari Tuhan yang tidak dapat dirubah/permanen. Sedangkan Gender berarti perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat dari Tuhan. Bisa dikatakan juga bahwa gender adalah perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang telah di konstruksi secara sosial. Atau bisa disebut perbedaan yang bukan kodrat dan bukan dari Tuhan. Melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial-kultural yang sangat panjang. Gambaran mengenai perempuan yang lemah lembut, cantik, emosional, keibuan, berperasaan, dll. Begitupun dengan laki-laki yang kuat, rasional, jantan, perkasa dll. Semua itu merupakan bentuk konstruksi dan kultur yang telah dibuat sendiri oleh masyarakat. Padahal kedua sifat yang katanya sudah menjadi kodrat laki-laki dan perempuan itu dapat tertukar atau dapat ditukarkan. Perempuan juga ada yang kuat, perempuan juga rasional, atau laki laki juga emosional, ada yang lemah lembut juga, nah itu yang dimaksudkan dalam konsep gender. Konsep gender yang selama ini sudah timpang, namun tetap diterima begitu saja oleh masyarakat. Padahal, lama-kelamaan konsep gender yang irasional ini perlahan melahirkan ‘ketidakadilan‘ bagi kaum laki-laki dan perempuan, Oleh karena itu, untuk menantang konsep gender yang timpang ini lahirlah antitesis yang mencoba mengembalikan konsep gender yang makin kesini makin irasional itu. Antitesis tersebut yakni Feminisme. Feminisme adalah sebuah teori atau gagasan yang dumulai sejak akhir abad ke-18 dan berkembang pesat di abad ke-20 yang menyuarakan tentang kesetaraan, dan keadilan hak dengan laki-laki. Kearifan lokal sendiri sebagai basis pendidikan yang berkarakter karena pada dasarnya kearifan lokal merupakan kebenaran yang telah mentradisi dalam masyarakat Indonesia. Kearifan lokal berisi nilai-nilai budaya lokal setempat namun nilai-nilai di dalamnya dianggap sangat universal. Nilai-nilai kearifan lokal bisa menjadi sebuah pijakan untuk pengembangan sebuah pembelajaran yang lebih berkarakter. Selama ini isu gender menjadi pokok pembicaraan yang paling krusial, saat ini juga isu gender seringkali di gembor-gemborkan terutama oleh mahasiswa Indonesia. Bersyukurlah kita masyarakat dan penerus bangsa pada saat ini sangat memperhatikan lingkungan sekitar dan peduli terhadap isu-isu yang ada di lingkungan masyarakat kita. Perjuangan kita bukan hanya sampai disini saja, kita tetap perlu melakukan pemahaman-pemahaman terhadap masyarakat mengenai kesetaraan gender, dengan dimulai dari hal kecil bisa membawa Indonesia ke perbuahan yang sangat besar. Kita masih menghadapi banyak tantangan untuk mencapai pengarusutamaan gender, antara lain pemahaman gender yang rendah dan data yang terbatas tentang gender, masih banyak peraturan daerah yang bias gender, angka kematian, dll. Ibu masih tinggi, angka kemiskinan tinggi, dan masalahnya adalah kerusakan lingkungan, jadi sudah menjadi tugas kita bersama untuk menyadari di semua negara bahwa pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak harus menjadi perhatian bersama, sebagai implementasi kesetaraan gender dan hak anak di berbagai bidang pembangunan. Bagi saya kesetaraan gender sangatlah penting, dengan adanya pengarusutamaan gender kita dapat mewujudkan hal tersebut. Dengan masyarakatnya yang juga kooperatif dalam melaksanakan pemberdayaan tersebut itu juga dapat menunjang kesuksesan dari tujuan kesetaraan gender di Indonesia. Kita juga harus mendukung segala rupa program yang di adakan oleh pemerintah dalam rangka mewujudkan pembangunan sumber daya manusia yang cerdas dan bermartabat dalam hal pekerjaan agar tidak ada lagi kesetimpangan yang akan merujuk pada pelanggaran-pelanggaran HAM dan kekerasan seksual mau itu verbal atau non verbal Sejarah menunjukkan bahwa perempuan pada masa awal islam mendapat penghargaan tinggi. Islam mengangkat harkat dan martabat perempuan dari posisi yang kurang beruntung pada zaman jahiliyah. Di dalam al-Qur’an persoalan kesetaraan laki-laki dan perempuan ditegaskan secara eksplisit. Meskipun demikian, masyarakat muslim secara umum tidak memandang laki-laki dan perempuan secara setara. Akar medalam yang mendasari penolakan dalam masyarakat muslim adalah keyakinan bahwa perempuan adalah makhluk Allah SWT yang lebih rendah karena diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Selain itu, perempuan dianggap sebagai makhluk yang kurang akalnya sehingga harus selalu berada dalam bimbingan laki-laki. Akibatnya, produk-produk pemikiran islam sering memposisikan perempuan sebagai subordinat. Kenyataan ini tentu sangat memprihatinkan, karena islam pada prinsipnya menjunjung tinggi kesetaraan dan tidak membedakan manusia berdasarkan jenis kelamin. Oleh karena itu, doktrin maupun pandangan yang mengatasnamakan agama yang sarat dengan praktik diskriminatif sudah selayaknya dikaji ulang, jika ingin islam tetap menjadi rahmat bagi seluruh alam. Analisis gender lebih tepatnya adalah memilah kekuatan yang menciptakan atau melanggengkan ketidakadilan dengan mempertanyakan siapa berbuat apa, siapa memiliki apa, siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan, siapa yang memutuskan, laki-laki atau perempuan? Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah keluarga, bukan berarti memposisikan laki-laki dan perempuan harus diperlakukan sama. Memperlakukan laki-laki dan perempuan secara sama dalam semua keadaan justru menimbulkan bias gender. Memperlakukan sama antara laki-laki dan perempuan dalam kerja rumah tangga pada satu keadaan, misalnya, suami juga berkewajiban mengurus anaknya, sama halnya isteri memiliki kewajiban mengurus anaknya. Artinya, kewajiban mengurus anak tidak mutlak menjadi kewajiban isteri semata, tetapi merupakan kewajiban bersama.