Anda di halaman 1dari 10

Pendidikan Gender Bagi Kaum Muda

Fathoni Hidayatulloh 20413241043 Pendidikan Sosiologi B 2020

Pendahuluan

“ Perempuan itu tidak usah sekolah tinggi-tinggi, nantinya pasti akan kembali ke dapur juga ”
dan “ Laki-laki itu tidak boleh menangis dan cengeng di hadapan perempuan”. Kedua kalimat diatas ini
merupakan sebuah contoh bagaimana peran serta aktivitas seseorang telah menjadi sebuah tindakan atau
hal yang dimiliki oleh kelompok-kelompok tertentu yang mengatas namakan jenis kelamin. Padahal kita
ketahui bersama bahwa peran, aktivitas, sifat, serta karakter yang dilakukan baik laki-laki maupun
perempaun ini sudah tertanam sesuai dengan apa yang menjadi ketentuanya, yang artinya semua itu dapat
dilakukan dan dikerjakan baik laki-laki maupun perempuan. Dewasa kali ini kita sering salah kaprah
dalam memahami lebih lanjut mengenai permaslahan tentang kesetaraan gender, kita ketahui bersama
bahwa penanaman pemahaman kesetaraan gender ini sangat diperlukan bahkan sejak kita sejak kecil.
Kesetaraan gender kali ini menjadi sebuah topik yang sangat hangat dibicarakan oleh banyak kalangan,
dimana ini menjadi sebuah isu sosial yang banyak sekali pemerhati yang selalu mengikuti topik mengenai
kesetaraan gender ini terutama dari kalangan yang menjadi korban ketidakadilan. Laki-laki maupun
perempuan ini telah menerima pembedaan berdasarkan jenis kelamin ini sejak mereka masih kecil. Akan
tetapi, pembedaan yang telah mereka dapati ini tidak memiliki sebuah fungsi yang baik dan benar di
kalangan masyarakat karena terdapat ketidakadilan yang diberikan mengenai kesetaraan gender tersebut.
Apalagi, nantinya akan semakin bermasalah ketika pembendaan-pembendaan ini akan berujung pada
sebuah tindakan kekerasan yang akan dialami oleh salah satu pihak yang lemah, dimana fenomena ini tak
jarang kita lihat didalam kehidupan saat bermasyarakat di sekitar kita ini.

Kondisi yang sekarang ini terjadi mengenai ketidakadilan gender dapat dikatakan sebagai salah
satu akar permasalahan sosial yang nantinya akan muncul didalam masyarakat, sehingga perlunya sebuah
pencerdasan dan juga pendidikan yang ditanamkan sejak dini atau muda kepada para penerus bangsa
mengenai gender ini. Pemberian pencerdasan yang pertama dilakukan ini dimulai dari lingkup terkecil
terlebih dahulu kemudian berlanjut kedalam lingkup yang lebih luas seperti lingkup keluarga, lingkup
masyarakat, dan lingkup pemerintahan. Dalam lingkup keluarga sendiri yang menjadi sorotan ini atau
yang memiliki peran yang besar ini adalah orang tua, dimana fungsi serta peran orang tua disini sangatlah
penting bagi pengenalan, pengawasan, dan mengarahkan anak untuk memahami fungsi dan kegunaan dari
gender. Sehingga akibat yang akan ditimbulkan apabila didalam lingkup lingkungan yang kecil tidak
adanya pendidikan gender bahkan bias maka itu akan menjadi sebuah kekhawatiran yang sangat besar
bagi berkembangan pola pikir anak dalam memposisikan dirinya dalam berhubungan di masyarakat.

Berdasarkan Badan Pusat Statistika (BPS) menyebutkan bahwa jumlah penduduk di indonesia
didominasi oleh usia muda, dimana ini didominasi oleh anak generasi Z dan generasi milenial yang mana
jumlah dari generasi Z ini kurang lebih 75,49 juta jiwa kemudian generasi milenial ini berjumlah 69,83
juta jiwa. Sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah dari pemuda yang ada di Indonesia sendiri sangatlah
banyak dan tentu dengan jumlah yang banyak ini akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi
kemajuan bangsa untuk kedepanya akan menjasi seperti apa. Besarnya jumlah remaja ini menjadi bonus
demografi pembangunan bangsa Indonesia pada saat ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke 100
tahun yang akan datang pada tahun 2045. Banyaknya para remaja tersebut tentunya menjadi sebuah
berkah tersendiri bagi bangsa Indonesia karena akan memiliki angkatan kerja yang banyak. Namun,
dengan adanya bonus demografi tersebut apabila tidak dipersiapkan dengan baik maka akan menjadi
sebuah bumerang bagi stabilitas politik dan keamanan Indonesia sendiri. Sehingga dengan angkatan kerja
yang banyak tersebut juga membutuhkan lapangan pekerjaan yang banyak pula, dan apabila tidak
terpenuhi lapangan pekerjaan yang memadahi maka akan menimbulakan masalah yang baru terhadap
keamanan bangsa Indonesia seperti halnya akan munculnya kriminalitas (Inciardi, 1976).

Besarnya penduduk diatas ini sekarang ini malah berbanding lurus dengan besar angka kekerasan
terhadap gender. Seperti apa yang telah tercacat didalam Komisi Nasional Anti Kekerasan pada
Perempuan (Komnas Perempuan) yang menyebutkan bahwa kekerasan yang dialami oleh perempuan
diranah privat lebih besar dan sering terjadi dari pada kekerasan yang dialami perempuan diranah
komunitas dan di ranag negara. Kekerasan perempuan di ranah privat ini terjadi didalam sebuah ranah
yang mana terdapat sebuah relasi anatar korban dan pelaku bisa dalam bentuk hubungan darah,
kekerabatan, perkawinan, bahkan relasi intim. Dengan begitu perlu adanya penanaman serta pencerdasan
bagi kaum muda agar memiliki pola pikir yang sehat terhadap keadilan gender yang terus menjadi sebuah
perbincangan hangat banyak orang.
PEMBAHASAN DAN ANALISIS

A. Kesetaraan Gender dalam Pendidikan

Pendidikan merupakan sebuah usaha secara sadar dan terencana guna mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar secara aktif peserta didik dalam mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keperluan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.Dengan hal ini menegaskan bahwa pentingnya sebuah pendidikan guna mengubah pola
tradisonal menjadi sebuah pola modern yang lebih mampu mensejahterakan masyarakat luas.
Kondisi ini juga mengisyaratkan perlu adanya peningkatan kualitas pembelajaran pada setiap
jenis dan jenjang pendidikan. Usaha dalam meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan
jenjang pendidikan memiliki problema yang berbeda, dimana ada yang memiliki waktu cepat
sehingga pembelajaran yang sedang berlangsung di dalam kelas memiliki suasana yang kondusif
dengan dibina oleh guru yang profesional. Melalui pendidikan ini diharapkan dapat terciptanya
manusia berkualitas yang mampu membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada
umumnya.
Dalam pendidikan perlu adanya kesetaraan dan keadilan, dimana nantinya keadilan dan
kesetaraan ini memberikan gambaran bagimana perempuan dan laki-laki memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam
kegiatan politik, ekonomi, hukum, sosial budaya, serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan. Undang-Undang Dasar 1945 pada Bab X tentang warga negara, pasal 27 ayat (1)
yang berbunyi “Setiap warga negara bersamaan kedudukanya didalam hukum dan pemerintahan
itu tidak kecualinya”. Pada pasal ini jelas menentukan semua orang memiliki kedudukan yang
sama dimuka hukum dan pemerintah tanpa adanya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan.
Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara
perempuan dan laki-laki, sehingga mereka memiliki akses serta kesempatan dalam berpartisipasi
dan control atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
Secara historis telah terjadi dominasi laki-laki dalam beberapa lapisan masyarakat di sepanjang
zaman, dimana perempuan sendiri dianggap lebih lemah dari pada laki-laki itu sendiri. Disinilah
doktrin ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan, dimana ketidaksetaraan ini sebagai berikut :
 Marginalisasi terhadap perempuan
Marginalisasi ini berarti menempatkan perempuan atau menggeser perempuan
kepinggiran, dimana perempuan sendiri dicitrakan lemah, tidak rasional, tidak berani
sehingga perempuan ini tidak pantas dalam memimpin. Akibatnya perempuan selalu
dinomor duakan dalam kesempatan untuk memimpin.
 Steorotip masyarakat terhadap perempuan
Pandangan stereotip masyarakat yakni pembakuan diskriminasi antara perempuan dan
laki-laki. Perempuan dan laki-laki sudah mempunyai sifat masing-masing yang
sepantasnya, sehingga tidak dapat dikukur dari qodrat yang telah ada. Sebagai contoh:
urusan rumah tangga diserahkan kepada istri dan anak perempuan, pendidikan anak
menjadi tanggungjawab ibu, dan mengurus suami diserahkan sepenuhnya kepada istri
tanpa adanya upah.
 Subordinasi terhadap perempuan
Pandangan ini memposisikan perempuan dan karya-karyanya lebih rendah dari laki-laki
sehingga menyebabkan mereka merasa sudah selayaknya sebagai pembantu nomor dua
sosok bayangan dan tidak berani memperlihatkan kemampuannya sebagai pribadi.
Lakilaki menganggap bahwa perempuan tidak mampu berpikir.
 Kekerasan terhadap perempuan
kekerasan terhadap perempuan dapat berupa kekerasan psikis seperti: pelecehan,
permintaan hubungan seks ditempat umum, senda gurau yang melecehkan perempuan.
Dan kekerasaan fisik seperti: pembunuhan, perkosaan, penganiayaan terhadap perempuan
dan lain sebagainya. Sementara itu dalam pendidikan dasar persamaan pendidikan
menghantarkan setiap individu atau rakyat mendapatkan pendidikan sehingga bisa
disebut pendidikan kerakyatan. Ciri pendidikan kerakyataan adalah perlakuan dan
kesempatan yang sama dalam pendidikan pada setiap jenis kelamin dan tingkat ekonomi,
sosial, politik, agama dan lokasi geografi publik.

Dalam kerangka ini pendidikan diperuntukan untuk semua minimal sampai pendidikan
dasar, sebab manusia itu sendiri memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan yang
layak. Apabila ada sebagain anggota masyarakat yang tersingkir dari kebijakan pendidikan berarti
kebijakan yang telah dibuat dan disepakati tersebut telah meninggalkan sisi kemanusiaan yang
setiap saat harus diperjuangkan. Nilai kemanusiaan ini terwujud dengan adanya sebuah
pemerataan yang tidak mengalami bias gender. Artinya masalah pendidikan antara laki-laki
maupun perempuan hendaknya harus memiliki kesimbangan, dimana laki-laki dan perempuan
memiliki hak untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin. Pendidikan memang harus
menyentuh kebutuhan dan relevan dengan tuntutan zaman yang nyata ini, dimana harus memiliki
kualitas serta keimanan dan hidup dalam ketaqwaan yang kokoh, menerapkan akar budaya
bangsa, menguasai ilmu pengetahuan, terbuka pada hal baru, serta mempunyai kepedulian yang
tinggi dan juga berusaha meningkatkan prestasi. Perempuan dalam pendidikan juga diarahkan
dalam mendapatkan kualitas dengan disesuaikan dengan taraf kemampuan dan minatnya.
Sehingga untuk menciptakan kesetaraan gender dalam pendidikan tentunya semuanya itu
dilandasi oleh dasar saling menghormati, saling menghargai, saling membantu, saling mengisi
dan sebagainya dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

B. Meningkatkan kesadaran gender dan edukasi anti kekerasan bagi kaum muda

Pada konteks kekinian, proses dari pembentukan diri dari seorang remaja sangat
dipengaruhi oleh berbagai elemen pendidikan yang mereka dapatkan baik itu dari lembaga yang
formal, non formal, maupun informal. Kontestasi dari ketiga elemen pendidikan ini secara
signifikan mengawal pencarian diri seorang remaja, dimana pada hari ini dikejutkanya oleh
kuatnya dominasi sosialisasi teman bermain dan budaya masa yang mendasari pendidikan remaja
sehingga pendidikan formal sekolah dan informal keluarga Nampak kuraang optimal
mengimbanginya. Sehingga dengan kuatnya dominasi sosialisasi teman bermain ini banyak sekali
mengakibatkan kekerasan pada perempuan dan juga kekerasan dalam bentuk tawuran yang
dilakukan oleh kaum muda. Sebagaimana yang dikutip dalam Laporan Subdirektorat Statistik
Politik dan Keamanan (BPS,2018) menjelaskan bahwa jumlah kejahatan terhadap kesusilaan
yang dialami oleh kaum perempuan seperti pemerkosaan dan pencabulan di Indonesia mengalami
fluktuasi dan kecenderungan naik dari tahun ketahun. Kemudian fenomena tawuran sebagai
bentuk kekerasan terjadi karena beberapa sebab yang mendasarinya, salah satunya dilatari oleh
minimnya monitoring institusi keluarga (Garry,dkk:1998), institusi sekolah, teman sebaya dan
lemahnya moralitas publik dalam mengawal proses perkembangan diri
remaja(Kusumadewi,dalam Kompas16/Mei/2012). Kaum muda dalam hal ini dikatakan dan
dilabelkan sebagai darah muda yang pada proses perkembanganya selalu menuntut cari tahu dari
ketidaktahuanya, sehingga membutuhkan pantaun serta nasihat. Kehidupan dari remaja sendiri
identic dengan pencarian identitas diri yang mana remaja sering bertindak dibatas nalar normatif
yang ada di dalam masyarakat.
Dengan sekarang ini maraknya kekerasan dalam bentuk gender, seharusnya banyak
pihak yang mau membantu menselaraskan apa yang dilakukan kaum muda dalam melakukan
sosialisasi dengan teman bermainya, karena kita ketahui bersama bahwa teman bermain itu tidak
semuanya memiliki jiwa yang bersih yang artinya mereka mau juga mengajak kita dalam
melakukan sebuah kekerasan yang tentunya itu menyebabkan banyak sekali kerugian bagi kita
sendiri. Peranan keluarga dan sekolah juga penting untuk meningkatkan kesadaran gender,
dimana kedua aspek tersebut selalu memberikan arahan dan bimbingan kepada remaja untuk
selalu berjalan kearah jalan yang benar sehingga kalau kedua aspek ini tidak berjalan semestinya
maka kaum muda negara kita yang katanya menjiwai darah muda akan tidak terbentuk pemuda
yang memiliki rasa dan nilai cinta tanah air dan hanya menjadi sampah bagi negara karena selalu
menciptakan kekerasan.

C. Tujuan pendidikan persepektif gender

Undang-Undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
dalam Pasal 48 UU dikatakan bahwa wanita berhak untuk memperoleh pendidikan dan
pengajaran sesuai dengan persyaratan tang telah ditentukan oleh pasal 60 ayat (10) menyatakan
setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya. Undang-Undang Republik
Indonesia No 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan rumah tangga yakni pasal 3
menyatakan mengenai asas dan tujuan untuk penghormatan hak asasi manusia keadilan dan
kesetaraan gender, nondiskriminasi dan perlindungan korban. Instruksi Presiden Tahun 2000,
dimana dalam instruksi presiden ini bertujuan melaksanakan pengarustamaan gender guna
terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pemantaun dan evaluasi atas kebijakan program
pembangunan nasional yang berspektif gender sesuai dengan tugas dan fungsi serta kewenangan
masing-masing.
Kedudukan kaum perempuan dalam masyarakat dalam hal ini perempuan masih dibawah
bayang-bayang serta kekuasaan dari laki-laki, dimana dalam hal ini disebabkan karena peran dari
laki-laki dalam masyarakat masih memegang kekuasan tertinggi. Menengok kedudukan serta
peran strategis dari seorang ibu dalam proses pendidikan, sudah sewajarnya dan seharusnya peran
perempuan dalam proses pendidikan dalam hidup bermasyarakat mendapatkan tempat yang
sewajarnya. Sehingga hal ini juga harus menuntut kebebasan yang berkeadilan dalam kesetaraan
antara laki-laki dengan perempuan. Artinya terdapat sebuah pembagian kekuasaan yang adil
antara laki-laki dan perempuan, keadilan yang fair ini berarti kesamaan dalam kesempatan
pemanfaatan sumber-sumber dalam hidup bersama, seperti dalam bidang ekonomi, sosial budaya,
serta bidang politik. Misalnya dalam pemilu hak perempuan dan laki-laki sama yang diatur dalam
undang-undang tetapi dalam penunjukan wakil-wakilnya ternyata masih banyak didominasi oleh
kaum laki-laki. Hal ini dalam kehidupan berpolitik masih saja terdapat belum terjaminya keadilan
yang fair antara laki-laki dan perempuan yang masih terdapat perbedaan hak. Belum nampak
kesetaraan gender dalam kebijakan publik untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya
sebagai manusia agar mampu berperan berpartisipasi dalam kegitan berpolitik.
Tujuan dari persepektif gender ini memiliki beberpa tujuan didalamnya, dimana
tujuannya akan diuraikan sebagai berikut:
 Mempunyai akses yang sama dalam pendidikan, misalnya anak pria dan wanita mendapat
hak yang sama untuk dapat mengikuti pendidikan sampai kejenjang pendidikan formal
tetentu, tentu tidaklah adil, jika dalam era global sekarang ini menomorduakan
pendidikan bagi wanita apalagi kalau anak wanita mempunyai kemampuan. Pemikiran
yang memandang bahwa wanita merupakan tenaga kerja di sektor domestik (pekerjaan
urusan rumah tangga) sehingga tidak perlu diberikan pendidikan formal yang lebih tinggi
merupakan pemikiran yang keliru.
 Kewajiban yang sama, umpanya seorang laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai
kewajiban untuk mencari ilmu. Sejalan dengan hadist nabi “ menuntut ilmu kewajiban
bagi setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan.
 Persamaan kedudukan dan peranan contohnya baik pria dan wanita sama-sama
kedudukan sebagai subjek atau pelaku pembangunan. Kedudukan pria dan wanita sama-
sama berkedudukan sebagai subjek pembangunan mempunyai peranan yang sama dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau dan menikmati hasil pembangunan. Akhirnya
berkaitan dengan persamaan kesempatan.

Sehingga pendidikan dengan perspektif gender bahwa pendidikan diselenggarakan untuk


semua masyarakat tidak membedakan jenis kelamin, suku dan bangsa dan pendidikan tidak
diskriminatif tetapi akan mengutamakan baik pendidikan untuk laki-laki dan perempuan yang
akhirnya akan mempermudah terjadinya kesetaraan gender dalam hubungan antara laki-laki
dengan perempuan. Tataran bias gender banyak terjadi dalam berbagai bidang termasuk dalam
bidang pendidikan.

D. Kekuasaan dan Pendidikan


Hubungan antara kekuasaan dan pendidikan sangatlah erat, dimana ini dibuktikan dengan
knowladge is power terutama didalam abad modern kali ini yang dibuktikan dengan ilmu
pengetahuan yang yang telah menguasai sumber-sumber dalam kehidupan. Hal ini disebabkan
kaum perempuan dianaktirikan di dalam memperoleh pendidikan yang berkualitas. Kaum
perempuan sejak didiskriminasikan untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas dan
berkelanjutan. Tempat perempuan bukanya dalam kehidupan publik tetapi di dalam kehidupan
privat dalam kehidupan keluarga dan bahkan hanya meupakan panjangan bagi kaum laki-laki.
Indonesia mengenal budaya dipingit seperti yang dialami oleh R.A.Kartini. beliau seorang
perempuan yang cerdas dan mempunyai pandangan yang jauh kedepan tetapi karena ada budaya
memaksa sehingga beliau memutuskan untuk mengakhiri pendidikan di sekolah dasarnya sampai
dipaksa berumah tangga oleh orang tuannya. Dewasa ini pada umumnya perempuan telah
diberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan bersama-sama dengan laki-laki.
Hal ini kita lihat dalam perkembangan pendidikan nasiona yang jumlah siswa laki-laki dan
perempuannya telah berimbang. Hal ini menunjukan bagaimana pendidikan nasional Indonesia
telah memnembus hambatan-hambatan diskriminasi seks. Kesempatan yang sama untuk meraih
ilmu pengetahuan bagi pria dan wanita telah dijamin melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional, Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan berbagai peraturan lainnya.
Kemerdekaan kaum perempuan serta kreaktivitas masih banyak terhalangi dalam
berbagai konstruksi dalam kehidupan sosial masyarakat. Dengan kata lain kesadaran akan pribadi
yang merdeka serta kemampuan untuk berkreaktivitas telah dibatasi berbagai jenis kekuasaan
dalam masyarakat. Gambaran manusia adalah mahluk personal yang bebas dan dapat
mengembangkan pribadinya melalui dialog dengan sesamanya dan alam sekitarnya, dalam
komunikasi dibutuhkan kemerdekaan dan saling menghormati dalam kehidupan bersama.
Demikian kenyataannya manusia dalam kehidupan sosial sering kali dirampas kemerdekaannya
sehingga tidak dapat berkembang bahkan tertekan dan dikucilkan. Gambaran manusia sebagai
mahluk sosial manusia adalah mahluk yang dapat didik dan harus mendapatkan pendidikan
apabila proses pendidikan tersebut sesuai dengan hakikat manusia yang bebas. Proses pendidikan
yang sejalan dengan pandangan manusia itu adalah proses pemerdayaan.
Bias gender ini tidak hanya berlangsung dan disosialisasikan melalui proses serta sistem
pembelajaran di sekolah, tetapi juga melalui pendidikan dalam lingkungan keluarga sehingga
tidak nampak perbedaan antara laki-laki dengan perempuan. Bias gender berlangsung di rumah
maupun di sekolah tidak hanya berdampak negatif bagi peserta didik atau anak perempuan tetapi
juga bagi anak laki-laki. Anak perempuan diarahkan untuk selalu tampil cantik, lembut dan
melayani. Sementara laki-laki diarahkan untuk tampil gagah, kuat dan berani, ini sangat
berpengaruh pada peran sosial mereka di masa datang. Pendidikan merupakan sarana yang
penting untuk mencapai pembagunan kesetaraan dan kedamaian. Pendidikan tidak diskriminatif
dapat bermanfaat bagi perempuan dan laki-laki terutama untuk menyetarakan hubungan antara
keduanya, pemberdayaan ekonomi dan sosial bagi perempuan dapat Pendidikan merupakan
sarana yang penting untuk mencapai pembagunan kesetaraan dan kedamaian. Pendidikan tidak
diskriminatif dapat bermanfaat bagi perempuan dan laki-laki terutama untuk menyetarakan
hubungan antara keduanya, pemberdayaan ekonomi dan sosial bagi perempuan dapat
memberikan mereka suara dalam mencapai tujuan mengurangi kemiskinan. Untuk dapat menjadi
agen perubahan harus memiliki akses yang adil terhadap kesempatan pendidikan dalam hal dapat
memberdayakan perempuan agar bisa berpartisipasi penuh dalam pembuatan keputusan dalam
masyarakat pendidikan juga merupakan kunci untuk meningkatkan status perempuan.

KESIMPULAN

Pendidikan gender bagi kaum muda yang mana diiringi oleh perkembangan zaman yang
telah didukung dengan perkembangan teknologi serta ilmu pengetahuan yang mana itu
mendorong perkembangan ekonomi dan globalisasi memungkinkan bekerja dan berperan sama
layaknya seorang laki-laki. Sehingga perbedaan peran serta tanggungjawab ini antara laki-laki
dan perempuan dalam berbagai bidang terutama pendidikan dapat mengkakses dan menikmati
pendidikan tanpa adanya sebuah diskriminasi didalamnya. Dengan adanya pendidikan ini sebagai
alat untuk mencapai sebuah kesetaraan gender banyak sekali kebijakan-kebijakan pembangunan
yang masih bias gender dan terkesan mengabaikan perenan seorang perempuan. Kejadian itu
masih bisa dilihat dalam kehidupan masyarakat yang masih terdapat banyak nilai-nilai dan
praktik budaya yang menghambat keadilan serta kesetaraan gender. Oleh karena itu, dengan
adanya aturan yang sudah ada di UU tentunya harus mengindahkan peran perempuan dimanapun,
entah itu didalam bidang ekonomi, sosial budaya, bahkan di bidang politik sekalipun.
Daftar Pustaka

Dianawati Vensensia. (2021). Edukasi Kesetaraan Gender di Generasi Muda Cegak Kekerasan
Seksual. https://www.fimela.com/lifestyle/read/4586400/edukasi-kesetaraan-gender-di-
generasi-muda-cegah-kekerasan-seksual

Erni Purwati dan Hanun Asrohah, Bias Gender dalam Pendidikan Islam Surabaya. Alpha Beta,
2005

FIS, UNJ. (2020). Meningkatkan Kesadaran Gender dan Edukasi Anti Kekerasan di Kalangan
Remaja Jakarta Pusat. https://fis.unj.ac.id/labs/pendidikan-sosiologi/?p=71

Undang-Undang Republik Indonesia No 34 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Najih, Muhammad Aqibun. (2017). GENDER DAN KEMAJUAN TEKNOLOGI Pemberdayaan


perempuan Pendidikan dan Keluarga. Media Komunikasi Islam Tentang Gender dan
Anak, 12 (2).

Sumar. (2015). Implementasi kesetaraan Gender Dalam Bidang Pendidikan.


https://media.neliti.com/media/publications/113902-ID-implementasi-kesetaraan-
gender-dalam-bid.pdf. Vol. 7 No.1 Juni 2015 : 158 – 182

Anda mungkin juga menyukai