Anda di halaman 1dari 51

Bingkai Pemahaman dan Pemaknaan

Gender; Gender sebagai identitas


Sosial-Kultural

Kelompok II
Konsep keadilan dan kesetaraan
gender merupakan istilah yang
masih relatif baru dalam tradisi
kamus sosial, politik, hukum dan
terutama agama di Indonesia. Di
sisi lain gender masih cenderung
difahami secara pejoratif, miring,
sinis dan negatif. Masih banyak
yang sangat antipati dan apriori
terhadap istilah gender.
Pertama............
 Keadilan gender (gender equity) adalah suatu kondisi dan
perlakuan yang adil terhadap perempuan dan laki-laki.
 Diperlukan langkah dan strategi unuk mencapai keadilan

gender dengan cara menghentikan hal-hal psikis, politik,


sosial, budaya dan religius yang apat mengganggu dan
menghambat perempuan dan laki-laki untuk bisa
berperan aktif fan maksimal dalam proses pembangunan.

 Di
sisi lain laki-laki dan perempuan dalam kemitraannya
dapat menikmati hasil dari peran yang disandang
masing-masing. Keadilan gender pada akhirnya akan
mengantar perempuan dan laki-laki menuju kepada
kesetaraan gender serta kualitas hidup yang lebih baik.
Kedua....
 Kesetraan gender (gender equality) di level bernegara
adalah kesamaan kondisi sosial-kultural dan status legal
laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan
dan juga menikmati hak-haknya sebagai manusia dan
warga negara terutama agar mereka mampu berperan dan
berpartisipasi secara proposional dalam pembangunan
politik, ekonom, sosial dan budaya, pendidikan,
pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan hak
dalam menikmai segala hasil pembangunan tersebut.
 Kesetaraan gender adalah satu bentuk penilaian atau

penghargaan yang sama oleh masyarakat dan negara


terhadap persamaan dan perbedaan perempuan dan laki-
laki serta berbagai peran yang mereka jalankan.
 Masalah keadilan dan kesetaraa gender adalah
problem yang harus mendapatkan sorotan dan
keprihatinan (affirmative action) karena persepsi
negatif terhadap gagasan gender adalah satu fakta
yang tidak dapat dipungkiri dalam masyarakat.
 Pemahaman atau diskursus di sekitar lingkaran isu
gender, termasuk saat diperbincangkan dalam
kerangka pemikiran Islam hal ini sangat jauh dari
yang selama ini dituduhkan oleh masyarakat.
 Diskursus atau gagasan gender pada intinya hanya
mempersoalkan, terutama ketimpangan hubungan
sosial, kultural, hukum dan politik antara laki-laki dan
permpuan.
 Masalah relasi gender bukan semata-semata
(eksklusif) urusan perempuan.
 Analisis dan kebijakan di bidang pengarus-
utamaan gender akan memberikan kualitas
hidup yang lebih baik kepada laki-laki dan
perempuan.
 Sekarang ini hubungan laki-laki dan

perempuan cenderug dipahami dan ditekankan


sebagai relasi keterpisahan, bahkan agak
bernuansan konflik antara laki-laki dan
perempuan.
 Analisis gender bertujuan untuk menggeser

dan merombak keakuan dan kekamuan


menjadi kebersamaan yang lebur dalam
kesadaran kepentingan bersama.
 Intipemikiran gender adalah memahami,
mendudukkan dan menyikapi relasi
gender, atau hubungan laki-laki dan
perempuan secara lebih proposional dan
lebih berkeadilan.
 Keadilan dan kesetaraan gender bertujuan

memberikan kualitas hidup yang lebih baik


kepada laki-laki dan perempuan melalui
keadaan saling menghargai, membantu
dan menggalang semangat kebersamaan
dan kesetaraan dalam kehidupan rumah
tangga.
 Perlakuan menomorduakan perempuan atas nama
adat, budaya dan agama (bahkan atas nama
Tuhan) sangat erat dalam kehidpuan sehari-hari .
 Contoh konkret yang akrab dalam tradisi bangsa

Indonesia. Budaya dan adat dikenal mitos yang


mengabaikan, menegasikan (menafikan), menolak,
dan menepis, minimal kurang menghargai
eksistensi (kemampuan-kemampuan) serta
kemandirian kaum perempuan.
 Secara teologis, perempuan lumrah dinilai sebagai

makhluk yang tidak sempurna (deficient creature).


Bahkan mereka dituduh sebagai akar fitnah dan
dan biang kerok (seductor) malapetaka tragedi
pengusiran manusia dan surga.
 Konsep gender dalam masyarakat sering
sdikaburkan dengan pengertian jenis kelamin (sex).
 Sebagai langkah awal perlu digarisbawahi bahwa isu
gender tidak dapat dipisahkan dari variabel jenis
kelamin; bahkan gender secara sosiologis berawal
dari perbedaan jenis kelamin.
 Jenis kelamin adalah konsep biologis sebagai
identitas kategorikal permanen yang membedakan
pria dan perempuan. Identitas jenis kelamin
biologis dikonstruksikan secara alamiah, kodrati
dan merupakan pemerian tanda pembeda, distingtif
yang manusia bawa sejak lahir, sehingga jenis
kelamin bersifat tetap, permanen dan universal.
 Identitas gender berbeda dengan jenis
kelamin biologis.
 Identitas gender secara sederhana dapat

didefinisikan sebagai seperangkat atribut,


citra dan peran sosial-kultural yang
menunjukkan kepada orang lain bahwa kita
adalah feminim atau maskulin.
 Jenis kelamin yang bersifat kodrati, citra

peran gender dikonstruksikan datau dibentuk


secara sosial maupun kultural melalui proses
sosial-kultural yang sangat dinamis dan
sialektis (penuh liku-liku).
 Perubahan gender dapat terjadi seiring dengan
perubahan dimensi ruang (tempat) dan waktu,
situasi dan kondisi
 Misalnya : Saat seseorang memiliki banyak anak
laki-laki tanpa bayi perempuan, kehadiran anak
perempuan sangat didambakan, begitupula
sebaliknya.
 Gender secara fundamental berbeda dengan
jenis kelamin, tetapi keduanya juga memilki
persamaan, keterkaitan, interplay dan ada titik
persinggungan makna konseptual dan praktikal
 Menurut mansour fakih, Identitas gender
sangat dipengaruhi dan dibingkai banyak hal.
Komponen penentu utamanya, determinative,
sangat variatif seperti nilai-nilai budaya, tradisi,
pemahaman ajaran agama, struktur social dan
system politik.
 Gender dibentuk baik sengaja atau tidak dan
kemudian disosialisasikan (diperkenalkan dan
ditegakkan) pertamakali oleh institusi keluarga,
lingkungan social dan sekolah pada lingkup
yang lebih luas
 Negara serta tatanan dunia global di lingkup makro.
Sangat berpengaruh terhadap konstruksi identitas gender
yang kemudian cenderung dicarikan dasar penopang
ideologisnya untuk menguatkan perbedaan gender itu
 Teks dan doktrin keagamaan serta persepsi budaya
sering dijadikan sebagai tempat berlindung dan acuan
tama untuk merumuskan pemikiran diskursif tentang
identitas gender
 Sinyalemen berbau teologis sering terdengar bahwa :
“Tuhan menciptakan laki-laki dengan 9 akal budi (symbol
kecerdasan) dan 1 nafsu birahi. Sebaliknya kaum
perempuan diciptakan dengan 1 akal budi (symbol
kecerdasan) dan 9 nafsu birahi.
 Tetapi ketika masalah poligami dibincang dan
diujarkan oleh komunitas laki-laki (terutama)
kemudian muncul pernyataan bahwa kebutuhan
seks laki-laki menghendaki saluran alternative
(tambahan) pemuasannya karena libido (seks)
laki-laki sangat aktif dan tidak jarang lebih
dibanding libido perempuan.
 Secara komposisional elemen dasar pembentuk

dan penguatan pembedaan gender tersebut


terutama dibangun dari pemahaman doktrin
keagamaan dan nilai-nilai budaya
 Citra identitas gender juga ditegakkan secara
formal oleh institusi Negara dan ditopang oleh
nilai-nilai cultural dan ideologis
 Melalui proses panjang yang sangat berliku dan
kompleks serta ditegakkan secara mapan dan
sistemik melalui proses kehidupan mendunia,
sosialisasi kesadaran identitas gender akhirnya
mengesankan kepada masyarakat bahwa
gender adalah identik dengan jenis kelamin
biologis yang alamiah dan bersifat permanen..
 Negara juga dilibatkan untuk memformalisasi
kategori (bahkan segragasi) ruang gerak
manusia berbasis gender
 undang-undang no.1 1974, juga memaparkan
pembedaan peran laki-laki dan perempuan.
Dalam undang-undang ini, tugas istri direduksi
hanya sebatas mengurus masalah-masalah
internal keluarga (urusan dalam atau domestic),
sedangkan kewajiban laki-laki mengurus
masalah-masalah public di luar rumah.
 Realitas ketimpangan relasi gender secara ideology
mengarah pada kedzaliman kekerasan terhadap
perempuan, pembebanan kerja ganda terhadap
tanggungjawab perempuan, minimal peminggiran
perempuan dari pusaran sentra aktivitas public, luar
rumah yang sering diidentikkan dengan kekuasaan.
 Gender tidak semata-mata persoalan perbedaan

(difference) dan pembedaan ( differentiation) un sich


antara laki-laki dan perempuan. Gender menyangkut
dominasi dan subordinasi baik dari konteks relasi
atau distribusi, pembagian kekuasaan.
 Ketidakadilan dan ketimpangan yang berbasis
gender secara konseptual adalah salah satu bentuk
refleksif pendefinisian dan pembakuan peran-peran
yang berbeda (seringkali diskriminatif) pada laki-laki
dan perempuan
 Pembakuan peran yang sngat kaku tersebut

didasarkan atas pembagian kerja menurut kategori


jenis kelamin dan asumsi ideology patriarki.
Ketidakadilan yang dimaksud merupakan suatu
system dan struktur dimana baik laki-laki atau
perempuan pada hakikatnya menjadi korban
bersama dari system tersebut.
Lingkaran ketidakadilan gender
yaitu :
 Mewujudkan marginalisasi menyangkut persoalan
peminggiran perempuan dari lingkaran sentra
kehidupan yang selalu saja diasosiasikan dengan
dunia public dan kekuasaan.
 Ketimpangan relasi gender yang akhirnya terus
memapankan proses subordinasi dan inferioritas
perempuan, serta dominasi laki-laki.
 Pencitraan negative (umumnya terhadap
perempuan)
 Kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan.
 Pembebanan kerja ganda pada perempuan
 Agama pada tatanan ajaran dasar (pesan moral) dengan
konsep nilai-nilai kemanusiaan tidak bias gender. Hal ini
dikarenakan Alloh telah menjamin keadilan untuk semua
makhluk. Islam membenci segala bentuk diskriminasi,
ketidakadilan, penndasan dan kekerasan.
 Proses penafsiran dan pembobotan local dan temporal

terhadap ajaran agama telah memberikan warna


tersendiri yang bias gender ke dalam bangun pemikiran
agama. Oleh sebab itu analisis kritis tentang relasi
gender dalam bingkai perspektif agama, pada intinya
tidak bermaksud menggugat agama sebagai ajaran
ilahiah yang sangat menghormati kemartabatan
perempuan
 Semua ketidakadilan gender diatas pada
intinya berpangkal pada dasar dan lingkaran
tentang bagaimana masysrakat membedakan
fungsi social, cultural, juga religious laki-laki
dan perempuan
 Gender bukan semata-mata persoalan

perbedaan, tetapi lebih mengenai persoalan


relasi kekuasaan, distribusi kekuasaan.
Ketimpangan dan ketidakadilan gender
dikaitkan dengan masalah agama.
 Analisis lebih bertujuan untuk mengkritisi
fakta kehidupan tentang bagaimana pesan-
pesan dasar agama diterjemahkan,
diterapkan dan dikontekstualisasi dalam
setting budaya dan system social politik
tertentu.
D. Ketimpangan Relasi dan Ketidakadilan
Gender dalam Kehidupan Sehari-hari
UU No. 1 Tahun 1974, berdasarkan variabel
gender, secara formal telah menetapkan
rangkaian hak dan kewajiban yang bervariasi
kepada (laki-laki) dan istri (perempuan) dalam
keluarga. Ketentuan ini sebagai dasar formal
untuk melakukan tindakan hukum dan sosial
• Implikasi langsung konsep dari hukum di atas bahwa
gaji perempuan umumnya lebih kecil dibandingkan
dengan gaji laki-laki dengan kualifikasi yang sama.
Alasan pemangkasan gaji tersebut sangat sederhana
yaitu bahwa karena perempuan tidak berkewajiban
mencari nafkah, maka penghasilannya dinilai hanya
sebagai tambahan saja untuk memenuhi kebutuhan
keluarga. Perempuan pekerja tidak mendapatkan
tunjangan kesehatan untuk keluarganya, karena
tanggung jawab itu sudah dibebankan di pundak
suaminya walaupun ternyata dia seorang
pengangguran, atau penghasilan tidak memadai.
• Dalam konteks subordinasi, perempuan
cenderung ( jika tidak selalu) diposisikan
pada sub struktur sosial dan sub kultur yang
lemah dan rentan terhadap ketidakadilan.
Marjinalisasi kemudian sangat memojokkan
posisi tawar perempuan dalam spektrum
kekuasaan. Prempuan karena kendala hukum
sering tidak memiliki akses yang memadai ke
sumber pengembangan potensi diri, sosial,
ekonomi dan politik.
E. RELASI GENDER DALAM LITERATUR
DAN MASYARAKAT ISLAM
(Wajah Pencitraan Negatif Perempuan)
 Islam sangat menghargai kaum
perempuan. Hak dan derajat perempuan
dijunjung tinggi.
 Surga terletak di bawah telapak kaki Ibu.
 Sebaik-baik laki-laki di antara kalian

adalah lelaki yang baik terhadap


keluarganya (istrinya).
 Hanya figur mulia sebagai sosok

menghormati kaum perempuan dan


hanya seorang figur yang hina sebagai
individu yang menghinakan perempuan.
 Analisis
kritis, citra dan potret perempuan
dalam konstruksi diskursus serta pemahaman
keislaman klasik, khususnya fiqh diwarnai
dengan beragam ketidakseimbangan relasi
gender.
Berikut adalah beberapa citra dan
potret perempuan yang dominan
dalam diskursus keislaman :
 Perempuan, secara hukum dinilai sebagai makhluk
setengah laki-laki. Pada ketentuan fiqh, jumhur
ulama umumnya sepakat bahwa hak-hak
perempuan ditentukan setengah hak laki-laki
seperti dalam hal hak kewarisan, kesaksian dan
hukum “akikah.”
 Perempuan sebagai makhluk yang tidak
sempurna (deficient), lemah kemampuan
intelektualnya, tidak mampu menguasai
gejolak emosional, berpikir irasional.
Akibatnya perempuan tidak boleh menjadi
hakim, pemimpin. Pada sebuah hadits yang
terpenggal matannya disebutkan, jika urusan
kenegaran diserahkan kepada perempuan
maka tunggu waktu kehancuran.
 Perempuan adalah makhluk penggoda dan mudah
tergoda oleh bujuk rayuan. Suara perempuan di
pentas publik adalah aurat yang dapat mengusik
gairah seksualitas laki-laki. Akibatnya, suara
perempuan di ranah publik tidak direkomendasikan.
Disinyalir, musuh laki-laki adalah tiga “ta”, harta,
tahta dan wanita. Maka segregasi ruang gerak laki-
laki dan perempuan sebagai refleksi dari kesadaran
ideologis laki-laki
 Perempuan makhluk ditakdirkan mendampingi
laki-laki, dia diciptakan dari tulang rusuk
Adam. Akibatnya tugas utama istri mengabdi
dan melayani kebutuhan suami, tidak
mempunyai hak menolak suami
menginginkan kepuasan seksual. Jika seorang
perempuan menolak ajakan suami hubungan
sebadan, malaikat mengutuk semalam suntuk.
Perempuan harus melayani keinginan seksual
suaminya walau dalam keadaan sulit
( “walaupun di atas punggung unta”).
 Dunia laki-laki @ ranah publik, produksi, di luar
rumah, sedangkan dunia perempuan di dalam rumah,
dunia pelayanan dan reproduksi. Akibatnya, istri
harus mendapat izin suami jika akan meninggalkan
rumah, bahkan untuk keperluan menengok
orangtuanya yang bergulat melawan sakaratul maut.
Hadits berkualitas sangat lemah, menyebutkan jika
perempuan keluar rumah, sementara suami keberatan,
maka semua penghuni langit mengutuknya.
Menurut Sofia Iqbal alasan pelarangan
perempuan menjadi pemimpin publik (politik)
atau kepala negara :

 Dunia politik adalah ranah publik,


sedangkan dunia perempuan ranah
domestik (didalam rumah)
 Pemimpin berbicara didepan publik, suara

perempuan tidak direkomendasikan


diperdengarkan ditempat terbuka
 Pemimpin harus memimpin rapat tertutup
sedangkan perempuan tidak boleh hadir
dalam pertemuan diruang tertutup
 Pemimpin dituntut berdialog aktif dengan
menatap muka orang asing bukan muhrimnya,
sedangkan perempuan tidak boleh menatap
laki-laki yang bukan muhrimnya
 Pemimpin melakukan tugas kunjungan negara
sedangkan perempuan jika keluar rumah harus
didampingi muhrimnya
 Pemimpin mengadakan pertemuan jamuan
kenegaraan, perempuan dilarang bersama laki-laki
bukan muhrimnya
 Laki-laki dapat mendekati kepala negara

perempuan secara langsung padahal menurut islam


seorang laki-laki harus berbicara dibalik tabir jika
mau berbicara dengan seorang perempuan
 Pemimpin merujuk pada Alquran ketika

menghadapi masalah kenegaraan, perempuan tidak


boleh menyentuh Alquran saat menstruasi
 Dilema pertentang tugas kenegaraan dan kewajiban
terhadap keluarga
 Konflik status dan peranan serta ketidakseimbangan

peranan suami-istri
 Pemimpin dituntut bekerja purna waktu, padahal seorang

perempuan dapat dipanggil suami sewaktu-waktu dan sang


istri wajib memenuhinya
 Dalam acara seremonial harus berjabat tangan, sedangkan
perempuan tidak diizinkan berjabat tangan dengan orang
yang bukan anggota keluargannya
 Dalam kasus tertentu kesaksian kepala negara diperlukan,

padahal menurut fiqh, kesaksian perempuan tidak valid


 Pemimpin harus selalu hadir dikantor, padahal perempuan

dalam waktu tertentu seperti masa tunggu pasca


perceraian diminta tetap tinggal dirumah sebagai tanda
berkabung.
POLIGAMI
 QS.4; 3  landasan pembenaran poligami
 Fiqh seputar poligami bukan terletak pada

pembahasan ketetapan hukum mengizinkan


an melarang
 Yg terpenting  logika dimana hukum

poligami berdasarkan pertimbangan


penyelesaian masalah.
 Lihat kembali sejarah diturunkannya QS. 4;3

 setelah perang Uhud (wali enggan


menyerahkan harta stlh anak dewasa,
menukar harta anak yatim dgn yg tidak
baik, tidak memberikan harta anak2 yatim)
 Untuk menghindari perilaku tdk adil pada
anak yatim & janda2  boleh menikah, tdk
boleh lebih dari 4, syarat  ADIL ! (QS.4; 129)
 Dlm Islam, awal diperbolehkan poligami 

melindungi kepentingan anak yatim, bukan


pemenuhan gejolak seksualitas laki-laki,
bukan krn ketimpangan rasio laki2 &
perempuan (hy bedausia harapan hidup), dan
dlm ayat tidak ada anjuran poligami
 Poligami yg sarat dgn kepentingan laki2 

melupakan spirit al Qur,an


REFLEKSI KEPRIHATINAN; PEMAKNAAN ULANG
WACANA POLIGAMI
 Saat ini poligami poligami dilaksanakan berdasarkan
cengkeraman ideologi patriaki
 Sbrnya dlm Al Qur’an & hadits panggilan utk
membahagiakan orang yg dicintai
 Poligami mslh syubhat (halal yg rentan k’slhan)
 Rasulullah melarang menantunya berpoligami
 Rasulullah berpoligami utk kemanusiaan &
pengembangan islam
 Poligami tdk perlu dipermasalahkan  jk didasarkan
syarat2 : adil, mencukupi kbthan kel, bermisi kel
sakinah, dgn semangat membahagiakan orang lain
WARIS
 Yg selam ini dipakai sbg dasar  QS.4;11
 Bagian anak laki-laki = bagia 2 anak

perempuan
 Laki-laki mmiliki tanggungjawab berat,

mencukupi kebutuhan/ menafkahi seluruh


anggota keluarga
 Istri  tidak seberat itu
 Sblm Islam turun, wanita tdk mendpt bagian,

bahkann dianggap barang


 Saat ini wanita bekerja? Mnrt Masdar Farid M :

tgtg implementatif
Upaya- upaya yang dilakukan untuk keadilan dan kesetaraan
gender

1. Apa yang menjadi masalah gender?

 Jika salah satu jenis gender mengalami ketidak


adilan baik di dalam hubungan keluarga (marital
relation),pendidikan,pelayanan kesehatan,akses
dan kontrol terhadap sumber daya maupun tindak
kekerasan yang menimpanya sehingga hak
asasinya sebagai manusia dirugikan.
 contohnya adalah penolakan sejumlah kalangan
ulama terhadap kepemimpinann megawati sebagai
calon perempuan hanya karena perempuan.
2. apa yang harus diperjuangkan ?

- Terwujudnya kondisi keadilan dan


kesetaraan antara laki-laki dan perempuan
- Terhapusnya ketimpangan relasi gender
melalui upaya upaya pemberian
hak,kesempatan, peluang, kedudukan dan
peranan yang sama kepada kedua jenis
kelamin manusia itu.
Perjuangan gender adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup laki laki dan
perempuan melalui cara memerangi segala
bentuk ketidak adilan dan kezaliman yang
berbasis gender.
3. Siapa yang memperjuangkan keadilan dan
kesetaraan gender ?
Keadilan dan kesetaran gender diperjuangkan
bukan untuk dan oleh perempuan terhadap
laki laki melainkan oleh perempuan dan laki
laki terhadap sistem masyarakat dengan
tradisi yang memberikan pengaturan dan
nilai nilai gender yang timpang.
4. Melalui jalur program dan kegiatan apa
keadilan dan kesetaraan gender diperjuangkan ?

 Menyelenggarakan program pelatihan dan


pembangunan untuk meningkatkan kualitas
hidup perempuan
 Menyosialisasikan konsep keadilan dan

kesetaraan gender
 Menghapus segala bentuk tindak kekerasan,

penganiayaan dan kedzaliman yang berbasis


gender
 Memperkuat lembaga yang memperjuangkan

keadilan dan kesetaraan gender


5. Kebutuhan Pemahaman Gender

a. Kebutuhan Praktis
 Kebutuhan yang langsung dan konkrit

berdasarkan peran gender perempuan.


Contoh :
 Antar Jemput bagi buruh perempuan yang

bekerja malam
 Menyediakan tempat penitipan anak bayi

ditempat kerja.
b. Kebutuhan Strategis
 Keperluan yang masih harus diperjuangkan

dalam waktu yang relative lebih lama.


Contoh :
 Mengkampanyekan perlunya, urgensitas

kebijakan public tentang hak-hak reproduksi


buruh perempuan.
 Memberikan peluang yang besar kepada

perempuan dalam pelatihan usaha dan


pengalokasian kredit kepada pengusaha
perempuan.

Anda mungkin juga menyukai