Anda di halaman 1dari 5

GENDER SEBAGAI KONSTRUKSI SOSIAL

Muhammad Wijayanto
203180201
PGMI F

PENGANTAR
Perbedaan gender sebenarnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan
ketidak adilan gender. Masalah itu akan muncul ketika perbedaan gender telah
melahirkan berbagai ketidak adilan, terutama bagi kaum perempuan. Perbedaan peran
gender ini sangat membantu kita untuk memikirkan kembali tentang pembagian peran
yang selama ini dianggap telah melekat pada manusia perempuan dan laki-laki untuk
membangun gambaran relasi gender yang dinamis dan tepat serta cocok dengan
kenyataan yang ada dalam masyarakat. Perbedaan konsep gender secara sosial telah
melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakatnya. Secara
umum adanya gender telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi dan
bahkan ruang tempat dimana manusia beraktivitas.

Faktor penyebab kesenjangan gender yaitu tata nilai sosial budaya masyarakat
yang umunya lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan. Kedudukan kaum
perempuan dalam masyarakat sampai detik ini, kekuasaan perempuan masih dibawah
laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat. Tentunya hal tersebut bertentangan dengan
hakikat manusia yang dilahirkan sama, dimata tuhan semua manusia itu sama, dan
memiliki derajat yang sama. Namun karena budaya sosial masyarakat yang kurang
begitu paham mengenai hak dan hakekat manusia menyebabkan salah satu jenis
kelamin mengalami kerugian dan dibatasi haknya.

ISI PEMBAHASAN
A. Gender dan Jenis Kelamin
Istilah gender diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan
perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan
dan yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan sejak kecil.
Konsep gender dapat diartikan sebagai kesenjangan kedudukan serta peran
perempuan dan laki-laki, perlu dipahami secara benar karena akan memudahkan
melakukan analisis gender untuk memahami akan permasalahan dari adanya
kesenjangan itu sendiri dan kemudian melaksanakan langkah-tindak untuk
mengatasi atau mencari solusi atas terjadinya kesenjangan tersebut. Pembedaan ini
sangat penting, karena selama ini sering sekali mencampur adukan ciri-ciri manusia
yang bersifat kodrati dan yang bersifat bukan kodrati (gender). Secara terminologis,
gender bisa didefinisikan sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan
perempuan.
Gender berbeda dengan seks, meskipun secara etimologis artinya sama sama
dengan seks, yaitu jenis kelamin. Berbeda dengan seks, konsep gender adalah sifat
yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial
maupun kultural. Seks merupakan penyifatan atau pembagian dua jenis kelamin
manusia yang ditentukan sacara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu.
Sementara itu, gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan
perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
Berdasakan ideologi gender yang dianut, masyarakat kemudian
menciptakan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang bersifat. Dalam
pembagian peran gender ini, laki-laki diposisikan pada peran phroduktif, publik,
maskulin, dan pencari nafkah utama, sementara perempuan diposisikan pada peran
reproduktif, domestik, feminim, dan pencari nafkah tambahan.
B. Proses Konstruksi Gender dan Institusi Sosial
Gender berkaitan dengan pembagian peran, kedudukan dan tugas dari hasil
konstrusi sosial antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat
berdasarkan sifat yang dianggap pantas bagi laki-laki dan perempuan menurut
norma, adat, kepercayaan dan kebiasaan masyarakat. Ketika konstruksi sosial itu
dihayati sebagai sesuatu yang tidak boleh diubah karena dianggap kodrati dan
alamiah, menjadilah itu ideologi gender. Konstruksi sosial di dasari oleh filsafat
kontruktivisme, dimana konstruktivisme di lihat sebagai sebuah kerja kognitif
individu untuk menafsirkan dunia realistis yang ada. Karena, terjai relasi sosial
antara individu dengan lingkungannyaatau orang di sekelilingnya.
Teori konstruksi sosial mengemukakan bahwa seorang individu merupakan
aktor yang aktif dalam proses sosialisasi dan pembentukan identitas. Konstruksi
sosial didasari oleh filsafat konstruktivisme, dimana konstruktivisme dilihat sebagai
sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada, karena
terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkunganya atau orang di sekitarnya.
Kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihatnya
berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya.
Konstruktivisme seperti inilah yang disebut Berger dan Luckmann sebagai
konstruksi sosial.
Dalam konstruksi sosial media massa ada beberapa tahapan tahapan yang
terjadi, yaitu melalui tahap menyiapkan materi kontruksi, tahap sebaran konstruksi,
tahap pembentukan konstruksi, dan tahap konfirmasi. Tahap menyiapkan materi
konstruksi adalah tugas redaksi media massa. Masing-masing media memiliki desk
yang berbeda beda sesuai dengan kebutuhan dan visi suatu media. Tahap sebaran
konstruksi merupakan penyebaran konstrusi sosial kepada khalayak masyaraka.
Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi
harus sampai pada khalayak secara tepat berdasarkan agenda media, apa yang
dipandang penting oleh media, menjadi penting juga bagi khalayak pembaca.
Selanjutnya adalah bentuk konstruksi yang terbangun dalam masyarakat
cenderung membenarkan apa saja yang tersaji di media massa sebagai sebuah
realitas kebenaran. Ketika individu memilih menjadi pembaca berarti ia rela
pikirannya dikonstruksi oleh media massa, dengan demikian masyarakat akan
terbiasa bergantung pada media massa tersebut.
C. Gender Sebagai Masalah Sosial
Gender merupakan alat analisis yang baik untuk memahami persoalan
diskriminasi terhadap kaum perempuan secara umum. Gender mempengaruhi
keyakinan manusia serta budaya masyarakat tentang bagaimana seharusnya laki-
laki dan perempuan berpikir dan bertindak sesuai dengan ketentuan sosial tersebut.
Pembedaan yang ditentukan oleh aturan masyarakat dan bukan biologis itu
dianggap sebagai ketentuan Tuhan. Peran gender diartikan sebagai ide-ide kultural
yang menentukan harapan-harapan pada laki-laki dan perempuan dalam
berinteraksi antara satu dengan lainnya dalam masyarakat.
Ditegaskan bahwa gender adalah pembagian laki-laki dan perempuan yang
dikonstruksi secara sosial dan budaya. Perbedaan gender antara laki-laki dan
perempuan terjadi melalui proses yang panjang, melalui proses sosialisasi,
penguatan, konstruksi, sosial budaya bahkan melalui kekuasaan negara. Dalam hal
ini gender dapat dikatakan sebagai alat untuk membentuk suatu perubahan sosial
dalam masyarakat. Perubahan sosial adalah munculnya varian-varian baru sebagai
hasil modifikasi selama berlangsungnya proses sosial dari bentuk pola perilaku,
struktur sosial dan interaksi sosial termasuk di dalamnya perubahan nilai, norma
dan kultural laki-laki dan perempuan dalam berinteraksi antara satu dengan lainnya
dalam masyarakat.
Peran gender tidak berdiri sendiri melainkan berkaitan dengan identitas dan
karakteristik yang beraneka ragam. dan selain dari pada itu gender juga di
asumsikan oleh masyarakat bahwasannya antara laki-laki dan perempuan memiliki
strata yang berbeda. Dari situ lah lahir bermacam-macam ketidakadilan. Kesetaraan
gender ini bukan melulu pada perempuan dan laki-laki, namun kesetaraan gender
ini juga sebenarnya terjadi pada kelompok-kelompok rentan atau kelompok
minoritas. Hal ini terjadi karena kaum minoritas dianggap lemah dan tidak berkuasa
dalam segala bidang.
Kajian tentang gender ini lebih memperhatikan pada pembahasan kaum
feminisme yang beranggapan bahwa kaum perempuan ditindas dan dieksploitasi.
Perbedaan gender dalam pandangan kaum feminis sesungguhnya tidak menjadi
masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender
merupakan sistem dan struktur yang di dalamnya baik laki-laki maupun perempuan
menjadi korban dari sistem tersebut.
Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk seperti
marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak
penting dalam putusan politik, pembentukan stereotip atau melalui pelabelan
negatif dan sebagainya. Subordinasi adalah menempatkan perempuan pada posisi
setelah lakilaki atau menganggap perempuan tidak penting. Anggapan ini
didasarkan pada tafsiran teks agama, pandangan masyarakat, tradisi dan mitos-
mitos tentang kehebatan laki-laki dan ketidakberdayaan perempuan. Sebagai
contoh, istri harus izin kepada suami ketika hendak bepergian keluar negeri, tapi
suami tidak perlu izin ketika hendak pergi.
Keadilan gender perlu ditanamkan pada setiap manusia supaya mereka bisa
memiliki hak dan kewajiban yang sama. Keadilan dan kesetaraan gender
mempunyai arti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hakhak yang sama sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan. Dengan demikian perlu adanya edukasi
lebih yang harus diberikan kepada khalayak masyarakat supaya mengerti dan bisa
mengimplementasikan mengenai konsep gender agar tidak terjadi lagi ketimpangan
gender dalam tatanan sosial.

PENUTUP
Dari pembahasan diatas dapat kita ketahui bahwa gender merupakan pandangan
masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan
perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial yaitu kebiasaan yang tumbuh dan
disepakati dalam masyarakat dan dapat diubah sesuai perkembangan zaman.

Gender mempengaruhi keyakinan manusia serta budaya masyarakat tentang


bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berpikir dan bertindak sesuai dengan
ketentuan sosial tersebut. Pembedaan tersebut ditentukan oleh aturan masyarakat yang
terbentuk dari konstruksi sosial dan bukan biologis itu dianggap sebagai ketentuan
Tuhan. Konsep kesetaraan gender ini telah mengubah cara berpikir masyarakat yang
lampau menjadi cara berpikir sesuai perkembangan zaman yang semakin maju dan lebih
menghargai kesamaan dari segi peran gender dalam berbagai bidang khususnya bidang
pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai