Patologi merupakan bahasa kedokteran yang secara etimologi memiliki arti “ilmu
tentang penyakit”.Risman K. Umar (2002) mendefinisikan bahwa patologi organisasi adalah
penyakit atau bentuk perilaku organisasi yang menyimpang dari nilai-nilai etis, aturan-aturan
dan ketentuan-ketentuan perundang-undangan serta norma-norma yang berlaku
dalam organisasi. Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA., (1988) mengatakan bahwa pentingnya
patologi ialah agar diketahui berbagai jenis penyakit yang mungkin diderita oleh manusia.
Organisasi merupakan sekumpulan orang yang memiliki tujuan bersama. Organisasi
juga dikatakan sebagai alat untuk mencapai tujuan, akan tetapi organisasi lebih dari sekedar
alat untuk menyediakan barang-barang dan jasa. [1]Untuk mengatur pencapaian tujuan maka
perlu diatur mekanisme pembagian tugas, pembagian wewenang, dan siapa yang bertanggung
jawab, agar setiap organ atau alat di dalam organisasi itu bertindak dan berperilaku yang
sejalan dengan misi, maksud, dan tujuan organisasi. Menjalankan roda organisasi tentunya
akan menemui halangan dan rintangan. Sebuah organisasi yang matang dan berpengalaman,
membekali para kadernya dengan cara-cara menghindari, menghadapi, dan menyelesaikan
permasalahan yang ditemui.
Untuk itulah, organisasi yang sehat tentunya memiliki sistem (aturan main) yang
berguna sebagai pedoman ketika menjalankan program dan kegiatan, dan ketika
menyelesaikan konflik. Sehingga, sistem atau peraturan itu dibuat tidak saja sekedar untuk
mengikat para anggota untuk patuh, namun juga menawarkan solusi (penyelesaian) apabila
terjadi konflik. Ada beberapa penyakit dalam organisasi yang apabila penyakit ini
berkembang dan meluas akan menjadi penghambat organisasi. Mulanya penyakit- penyakit
ini ditunjukkan lewat gejala-gejala yang bisa langsung terdeteksi maupun tidak. Namun
apabila penyakit ini sudah mengidap di tubuh organisasi maka akan mengakibatkan
kelumpuhan pada organisasi, bahkan kematian. Penyakit-penyakit ini harus dihindarkan
sehingga bisa meminimalisir biaya dan kerugian yang mesti ditanggung apabila penyakit-
penyakit ini sudah menular.
B. Jenis-Jenis Patologi Organisasi
1. Tujuan organisasi telah ditetapkan, namun tidak dirumuskan secara jelas dan rinci (tidak
membumi).
2. Aturan dan tujuan telah ditetapkan, namun individu masa bodoh atau tidak patuh pada
aturan.
3. Pembagian tugas dan wewenang yang tidak tuntas, atau tidak jelas.
4. Para pengambil keputusan yang tidak memahami aturan dan tujuan Organisasi
5. Mekanisme pengambilan keputusan yang tidak matang, masih bersifat subyektif.
6. Perasaan bahwa bidang atau divisinya yang paling penting.
7. Tidak seimbangnya tanggung jawab dg wewenangnya.
8. Semata-mata bekerja sesuai dengan tugasnya saja tanpa kerjasama antar
9. Divisi atau bidang.
10. Merasa pintar alias sok tahu, hanya menjadi penonton
11. Bukannya ikut berpartisipasi dan memberi contoh yang lebih baik, tetapi
12. malah menjadi penonton dan komentator
13. Terlalu banyak anggota atau bawahan hingga sulit diawasi
14. Bawahan diberi satu tugas dari atasan yang berbeda dengan perintah yg berbeda
C. Jenis Patologi Pelaku Organisasi
a. Penyakit Nepotisme
Penyakit nepotisme pada mulanya lebih banyak di terjadi di organisasi, kemudian
berkembang lebih lanjut kedalam berbagai aspek kehidupan pada manusia lainnya. Mengapa
terjadi nepotisme dalam organisasi, karena tidak tercapainya kepuasan yang diharapkan
semula yang dikarena tidak terpenuhinya kebutuhan karyawan dalam organisasi.[2]
Penyakit nepotisme dalam administrasi juga menciptakan suatu perubahan dalam
sebuah bentuk kerja sama, tetapi perubahan yang diciptakan tersebut berorientasi kepada
perubahan negative. Penyakit nepotsime dalam administrasi sangat berpengaruh negative
dalam pengembangan konseptual teoritis, actual empiris, dan etika administrasi sehingga
wawasan keilmuan untuk menciptakan kecerdasan beripikir dan keterampilan untuk
menciptakan kemahiran bertindak akan menjadi kabur serta suatu saat akan terkubur.
Penanganan virus penyakit nepotisme dalam administrasi seharusnya dilakukan secara
terus menerus, karena kemungkinan akan berkembang apabila kita tidak waspada. Tindakan
yang dilakukan itu merupakan suatu permulaan karena diawali oleh pemikiran yang dilandasi
wawasan keilmuan, ketangguhan moralitas, dan keteguhan iman. Oleh sebab itu kita semua
harus senantiasa menjunjung tinggi niali kebenaran sehingga virus-virus penyakit nepotisme
itu tidak akan mengancam kehidupan kita setiap saat. Sebaikanya semua manusia yang
terlibat dalam kerja sama untuk melakukan aktivitas adminsitrasi saling mengontorol dan
mengingatkan antara satu dengan yang lainnya tentang bahanya virus penyakit nepotisme.
b. Penyakit Korupsi
penyakit atau patologi korupsi dalam organisasi merupakan suatu penyakit yang sangat
ditakuti oleh semua ikatan bentuk kerjasama manusia melalui organisasi internasional ,
Negara, pemerintah, sampai kepada organisasi swasta pun, semuanya ketakutan bila
terjangkit virus-virus penyakit atau patologi korupsi yang dapat mematikan aktivitas
administrasi. Penyakit korupsi yang begitu ditakuti oleh semua pihak mulai dari anggota
ikatan kerjasama yang terendah sampai kepada anggota yang tertinggi, atau mulai dari
anggota masyarakat terendah sampai kepada anggota masyarakat yang tertinggi.
Korupsi adalah suatu perbuatan atau tindakan seseorang atau beberapa orang baik
statusnya sebagai bawahan maupun pejabat dalam suatu organisasi yang melakukan
pelanggaran etika, moralitas, rasionalitas, keyakinan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dengan mendapatkan sesuatu keuntungan dalam rangka memenuhi keinginan dan
kebutuhan seseorang atau beberapa orang yang dapat berakibat merugikan orang lain atau
Negara.
c. Penyakit Stres
Stres merupakan suatu respons adoptif terhadap suatu situasi yang dirasakan
menantang atau mengancam kesehatan seseorang.[3] Stres juga merupakan penderitaan
jasmani, mental, atau emosional yang diakibatkan interpretasi atau suatu peristiwa sebagai
suatu ancaman bagi agenda seorang individu.[4] Kita sering mendengar bahwa stres
merupakan akibat negatif dari kehidupan modern. Orang-orang merasa stres karena terlalu
banyak pekerjaan, ketidakpahaman terhadap pekerjaan, beban informasi yang terlalu bserat
atau karena mengikuti pekerbangan zaman.
Penyebab stres Stresor adalah penyebab stres, yakni apa saja kondisi lingkungan tempat
penampungan fisik dan emosional pada seseorang. Terdapat banyak stressor dalam organisasi
dan aktifitas hidup lainnya. Stresor yang berhubungan pekerjaan terbagi menjadi beberapa
tipe salah satunya organisasi, banyak sekali ragam penyebab stress yang bersumber dari
organisasi pengurangan jumlah pegawai merupakan salah satu penyebab stres yang tidak
hanya untuk mereka kehilangan pekerjaan, namun juga untuk mereka yang masih tinggal.
[5] Secara khusus mereka yang masih tinggal mengalami peningkatan beban kerja,
peningkatan rasa tidak aman, dan tidak nyaman dalam bekerja serta kehilangan rekan kerja.
Restrukturisasi, privatisasi, merger, dan bentuk-bentuk lainnya merupakan kebijakan
perusahaan yang berpotensi memunculkan stres. Para pekerja harus mengahadapi
peningkatan ketidak amanan dalam bekerja, bimbang dalam tuntunan pekerjaan yang
semakin banyak dan bentuk-bentuk baru dari konflik antar pribadi.
Akibat dari stres bisa dilihat pada 3 aspek yaitu: fisik, psikis, dan perilaku. Akibat stres
bisa dikenali dari perilaku, yaitu kinerja rendah, naiknya tingkat kecelakaan kerja, salah
dalam mengambil keputusan, tingkat absensi kerja tinggi, dan agresi ditempat kerja.
d. Penyakit Egoisme
penyakit atau patologi egois terhadap pelaksanaan kegiatan di organisasi adalah sifat-
sifat manusia yang terkait dalam bentuk kerjasama yang selalu ingin menang sendiri ketika
mendiskusikan sesuatu pemikiran, baik secara ilmiah maupun pemikiran terhadap suatu
penyelesaian permasalahan atau kegiatan. Egoisme sebenarnya adalah suatu virus penyakit
atau patologi dalam pelaksanaan organisasi. Jika terlalu kuat pengaruh manusia yang
memiliki sifat egoisme sangat memungkinkan aktivitas dalam organisasi yang dilakukan
dalam bentuk kerjasama itu akan bersifat negative dan tidak mustahil dapat mematikan atau
membubarkan suatu bentuk kerjasama yang dituntuk oleh administrasi.
Contohnya dalam penyakit emosi, penyakit emosi seseorang adalah keadaan yang
dicirikan oleh rangsangan psikologis dan perubahan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan
perasaan subjektif.[6] Kata emosi memiliki arti “bergerak”. Tubuh secara fisik dirangsang
selama pengerahan emosi.[7] Alasan yang mendasari pemeriksaan emosi adalah titik dimana
emosi saling dihubungkan dengan periaku adaktif dasar seperti membantu orang lain,
mengasingkan diri, mencari wilayah kerja yang nyaman, dan menyerang sesorang secara
verbal karena memulai rumor yang tidak benar. Akan tetapi emosi memiliki efek negatif.
Rasa benci dan takut dapat merusak perilaku dalam hubungan organisasi.
Dalam organisasi kerja emosional mungkin melibatkan dan meningkatkan, pemasukan,
atau menekan ke emosi untuk memodifikasi ekspresi emosional. Aturan atau norma
berkenaan dengan ekspektasi mengenai ekspresi emosional dapat diperoleh dengan
mengamati rekan kerja atau dinyatakan dalam seleksi atau pelatihan.
Dalam dunia kerja atau organisasi sering terjadi peristiwa negatif, terdapat
kemungkinan lebih banyak kerja emosional. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak
peraturan-peraturan kerja maka semakin besar stres. Walau kerja emosional bisa efektif
secara organisasi, mungkin terdapat efek terhadap karyawan. Untuk mengtasi emosional
beberapa peneliti berasumsi bahwa mengelola emosi memerlukan usaha, waktu, dan energi.
Organisasi yang berusaha untuk mengatur emosi, sesuatu yang sangat pribadi dan akan
menimbulkan rasa tidak nyaman dalam diri karyawan mereka.[8]
e. Penyakit Keserakahan
penyakit atau patologi keserakahan dalam organisasi adalah suatu metode teknik dan
taktik yang dilakukan seseorang anggota yang terkait dalam ikatan bentuk kerjasama berpikir
dan bertindak untuk dapat menguasai sebagian atau bahkan kalau bisa keseluruhan factor-
faktor kenikmatan khususnya yang berupa material dengan mengorbankan orang lain.
Misalnya penyakit mata duitan pada pelaku organisasi, organisasi yang memiliki
penyakit mata duitan sering mendapat manfaat dari suatu pemahaman yang jelas akan tujuan
serta kemampuan untuk memobilisasi sumber daya dengan cepat untuk mencapai tujuan.
Akan tetapi penyakit mata duitan ini ada manfaatnya juga salah atunya dalam bisnis
organisasi yang beroperasi di dalam ekonomi pasar kompetitif adalah jelas.[9] Tetapi banyak
sisi gelapnya lagi dari penyakit mata duitan ini. Kcendrungan dari penyakit ini adalah hanya
menfokuskan diri pada kinerja yang dapat diukur dan mengabaikan hal-hal yang tidak dapat
diukur. Solusi terhadap penyakit mata duitan ini adalah menciptakan peluang untuk
menghubungkan aktivitas, memberikan imbalan secara terbuka, menganalisis strategik untuk
masa depan, mengintrospeksi diri, dan memberikan pelatihan kepada karyawan dalam
ketrampilan menyelesaikan konflik.
Penyakit atau patologi keserakahan manusia sebenarnya adalah suatu penyakit yang
sangat kejam karena dapat menghancurkan ikatan kerjasama dan bahkan mematikannya.
Penyakit atau patologi keserakahan bukan semata mata hanya mengumpulkan harta benda
yang melimpah untuk memenuhi kebutuhan, tetapi lebih banyak diarahkan kepada
pemenuhan keinginan. Keinginan yang berlebihan hanya menimbun harta benda saja dengan
memperolehnya tidak wajar.
Penanganan virus patologi keserakahan dalam organisasi diperlukan ketegasan dan
kejujuran secara individual disamping harus pula diperlakukan atau dengan katalain
dispesialisasikan untuk dapat memahami bahwa keserakahan dengan merampas hak orang
lain disamping mendapat hukuman moral juga mendapatkan jeratan hukum yang berlaku.