Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
A. Landasan Teori
Keragaman dalam kehidupan masyarakat dan dalam orgnanisasi adalah
sesuatu yang tidak terhindarkan yang dapat membentuk kekuuatan baru, sama
indahnya Tuhan Allah menciptakan alam semesta besrta segala isinya. Tidak ada
manusia yang sama walaupun dua orang yang terlahir kembar, wajah yang mirip
ada, sehingga untuk mengenali orang bukan pada bagian belakang kepala atau
dari tengkuknya, akan tetapi untuk mengenal orang pada umumnya dilihat dari
wajahnya. Warna juga tidak ada yang seragam, dapat dibayangkan jika semua
bunga di dunia hanya berwarna merah atau berwarna putih maka dunia ini tidak
akan indah. Kebhinekaan menciptakan keindahan.
Orang memasuki suatu organisasi, maka budaya yang ada dalam
organisasi adalah sama banyaknya dengan jumlah anggota organisasi tersebut,
(Tampunolon,2008). Keragaman pegawai bisi dilihat dari aspek suku, ras, adat
dan agama (sara), bahkan perbedaan dari aspek latar belakang pendidikan,
makanan, cara berpikir, berbicara, bersikap, bertindak, beretika, bersopan santun,
berteman, mengambil keputusan dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan budaya
yang memasuki organisasi haruslah dikelola dengan sebaik mungkin untuk
membentuk satu ilai dan persepsi bersama dalam upaya mencapai tujuan
organisasi. Jika tidak dikelola dengan baik, maka akan terjadi kecenderunga-
kecenderungan keadaan yang kurang kondusif, sehingga melemahkan organisasi.
Sebagai contoh: masih ada para pemimpin yang kedaerahan/daerah isme, suku
isme, kawan isme, partai isme, dan sebagainya sehingga terjadi kelompok-
kelompok, pengkotak-kotak dan klil-klikdalam organisasi, yang kesemuanya
berdampak diskriminasi perlakuan dari para pemimpin terhadap bawahannya.
Perbedaan perlakuan pimpinan secara tidak proporsional terhadap para
pegawai dalam organisasi akan menimbulkan kecemburuan sosial, dan
kecemburuan sosial yang 4 berkepanjangan akan menimbulkan konflik yang
dapat mengarah pada perkelahian, keadaan mana akan mengganggu pencapaian
sasaran dan tujuan organisasi secara keseluruhan.
Perbedaan budaya yang masuk ke dalam organisasi, jika dikelola dengan
baik oleh pimpinan organisasi, maka perbedaan-perbedaan budaya tersebut dapat
mengembangkan organisasi yang bersangkutan. Keragaman budaya dapat
menimbulkan kelemahan dan keunggulan organisasi. Sebagai contoh sifat-sifat
pegawai yang berbeda antara Suku Batak dan Suku Jawa. Peluang perbedaannya
adalah Suku Batak sifatnya mau cepat, tetapi kurang teliti, sebaliknya suku Jawa,
teliti tetapi cenderung lamban.
Kedua sifat-sifat pegawai yang berbeda itu dapat dimanfaatkan menjadi
keuntungan organisasi yaitu dengan cara menghilangkan sifat-sifat yang menjadi
kelemahan masing-masing pegawai (Simanjuntak 2008). Sesusungguhnya bagi
organisasi yang sudah modern, nilai-nilai budaya organisasi yang bersangkutan
akan diperkenalkan atau disosialisasikan kepada orang-orang yang memasuki
atau melamar menjadi pegawai organisasi yang bersangkutan, dalam rangka
mewujudkan persatuan dan kesatuan serta kebersamaan seluruh anggota
organisasi dalam upaya mewujudkan visi dan misi organisasi.
Sedangakan secara garis besar organisasi di bagi menjadi 2 bagian yaitu
Organisasi publik dan Organisasi swasta. Organisasi publik merupakan sebuah
entitas ekonomi yang berbeda dengan sektor swasta. Organisasi publik disebut
sebagai entitas ekonomi karena memiliki sumber daya ekonomi yang tidak kecil,
bahkan bisa dikatakan sangat besar. Sedangkan Organisasi swasta adalah suatu
organisasi yang segala kegiatannya tidak dikuasai oleh pemerintah, sehingga yan
menjadi titik fokus pembahasan pada makalah ini yaitu Organisasi pada sektor
swasta.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Organisasi Swasta
Organisasi swasta, adalah salah satu jenis perkumpulan yang mana
mereka bergerak pada bagian produksi atau memproduksi barang, dan
menawarkan jasa. Dengan memberikan beberapa syarat untuk seseorang
mendapatkan produk atau layanan jasa tersebut. Salah satunya adalah membayar
biaya dari produk atau layanan jasa. Hingga pada akhirnya, ujung dari
perusahaan berbasis swasta, adalah keuntungan yang akan mereka dapatkan.
Kemudian dari sisi kebutuhannya berbeda dengan jenis organisasi lainnya. Yang
mana orientasi mereka lebih kepada kepentingan orang yang mempunyai
organisasi tersebut, dengan bantuan orang-orang ahli yang ia rekrut. Kemudian,
terbentuklah suatu teori, dengan menitikberatkan pada konsep dari jenis
organisasi ini.

B. Teori Organisasi Swasta


Kita paham seperti organisasi sektor publik, ataupun sukarelawan,
mempunyai konsep yang berbeda. Hal tersebut merujuk kepada keuntungan yang
mereka dapatkan, bukanlah dari mereka untuk mereka. Melainkan ada sebuah
penggerak dari orang yang ikut berpartisipasi. Kemudian keuntungan yang
mereka dapatkan akan tersalurkan kembali kepada mereka yang sudah ikut
berpartisipasi dalam kegiatan atau pembangunan organisasi berbasis publik atau
sukarelawan tersebut.
Namun, tidak dengan konsep dari organisasi ini. Mereka memahami
bahwasannya apa yang organisasi tersebut keluarkan, akan menghasilkan sebuah
laba, yang kemudian akan menjadi pasokan mereka kembali. Entah pasokan
tersebut bentuk uang / gajih, dan sebagainya. Atau mungkin bagi yang baru
membuka sebuah peluang untuk membangun organisasi berbasis demikian
dengan anggota yang mungkin baru sedikit. Biasanya keuntungan yang didapat
akan mereka pakai untuk modal kembali, serta mendapatkan keuntungan yang
lebih besar. Konsep selanjutnya adalah, masalah kepentingan antara ‘publik’ dan
‘pribadi’, terpisah. Mereka akan memisahkan kedua kepentingan tersebut dengan
prosentase yang berbeda-beda.
Bahkan jika ditelaah kembali, organisasi dengan basis demikian, mereka
lebih mementingkan kepentingan pribadi, ketimbang kepentingan publik. Jadi,
tidak heran jika ada seseorang yang ingin melakukan sebuah transaksi dengan
mereka, ada kriteria tertentu yang kemudian menjadi barometer seseorang dapat
bertransaksi dengan mereka. Konsep terakhir, adalah misi dari para anggota. Hal
tersebut menjadi satu titik yang kemudian menjadi tujuan bagi para anggotanya,
terutama dalam memajukan organisasi yang menaungi mereka. Ialah, laba yang
harus organisasi tersebut dapatkan. Entah dari kerjasama dengan perusahaan atau
organisasi lain. Kemudian penjualan jasa atau produk mereka, dan sebagainya.

C. Ciri-ciri Organisasi Swasta


Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, bahwa ciri daripada
organisasi dengan nama lain ‘laba’ tersebut, terdapat beberapa daya tarik yang
membuat siapa saja ingin menjadi anggota mereka. Pun dengan tanggungjawab
yang bervarian juga. Yang mana menjadi barometer para anggota, untuk bisa
mengasah tentang berada dimana kemampuan bertanggungjawab mereka
terhadap sektor yang mereka pegang dalam organisasi tersebut. Berikut beberapa
ciri / karakteristiknya:
1. Tujuan
Yang pertama ini sudah sering menjadi singgungan pada pembahasan awal.
Bahwasannya tujuan dari organisasi berbasis ‘laba’, ialah tujuan mereka
mendapatkan keuntungan dari apa yang mereka lakukan. Entah menjual jasa
atau produk yang menjadi kebutuhan manusia setiap harinya. Atau mungkin
melakukan afiliasi, kerjasama dengan perusahaan lain, dan sebagainya.
2. Kepemilikan
Sudah pasti dari kepemilikan organisasi ‘laba’ ini, bisa satu orang, bahkan
bisa lebih. Tergantung daripada kesepakatan awal dalam pembuatan
organisasi atau perusahaan. Termasuk mempetimbangkan pemegang modal
dalam membangun perusahaan atau organisasi tersebut. Karena jika tidak
sesuai dengan peraturan yang ada, maka pembuatan organisasi tersebut akan
gagal.
3. Sumber Dana
Sumber dana juga menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
organisasi atau perusahaan. Diutamakan adalah organisasi yang siap bangun
dengan mempunyai dua (2) pemilik modal usaha. Dengan demikian dalam
perjalanan perintisannya, akan memberikan kemudahan bagi perusahaan
atau organisasi jika ada kendala dalam masalah modal untuk langkah awal.
4. Pertanggungjawaban
Perusahaan atau organisasi, mempunyai berbagai kegiatan guna memajukan
perusahaan atau organisasi mereka. Dengan menumpahkan semua ide yang
ada, kemudian mendapat pemutusan. Lalu, tercanangkanlah sebuah
rancangan kegiatan yang ada, kemudian terimplementasikan berdasarkan
pengawasan yang berstandar. Kemudian pertanyaannya adalah, siapa yang
menjadi penanggungjawab dari hal tersebut? Jawabannya adalah kepada
‘Direktur Pelaksana Perusahaan’, yang telah mendapatkan mandat dari para
pemimpin untuk mengawasi berjalannya kegiatan yang ada. Entah dari sisi
penjualan, lalu kendala yang ada, dan sebagainya.
D.

Anda mungkin juga menyukai