Anda di halaman 1dari 9

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i   


KATA PENGANTAR  ii    
DAFTAR ISI  1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang  2   
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Syarat Wajib Shalat 3
B. Syarat sah shalat 4
C. Rukun-rukun shalat 4
D. Sunnah-sunnah Shalat 5
E. Hal-hal yang Makruh Dalam Shalat 5

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sholat adalah merupakan salah satu syariat Islam yang tak seoranpun
diperbolehkan meninggalkanya. Dalam kondisi apapun. Hanya saja Islam yang
rahmatan lil‟alamin memberikan keringanan bagi siapa yang hilang qudrah
(kemampuan) dalam tatacara pelaksanaanya, tanpa kebolehan untuk
meninggalkanya.
Dalam sholat, Allah telah menashkan baik secara dhahir maupun khofy tatacara
pelaksanaanya. Ia telah menggariskan sebuah rukun dan syarat yang harus
dilaksanakan bagi seorang hamba ketika hendak melaksanakan sholat. Melihat
betapa urgenya sebuah rukun yang merupkan syarat sahnya Sholat. Rukun secara
bahasa yaitu salah satu unsur yang dijadikan sandaran atas suatu perkara.
Dikatakan pula bahwa rukun ialah bagian dari sesuatu itu sendiri. Shalat secara
bahasa ialah ad-du‟a yang berarti doa. Adapun sholat secara istilah yaitu suatu
ibadah yang terdiri dari berbagai gerakan yang diawali dengan takbiratul ihram
dan diakhiri dengan salam. Kemampuan yaitu berdiri bagi yang kuasa/mampu,
kalau tidak mampu dilakukan dengan cara duduk, kalau tidak mampu dilakukan
dengan cara berbaring, sedangkan jika tidak mampu juga alternative terahir
adalah dengan cara isyarat mata dan hati. Tanpa ada kehahalan untuk
meninggalkanya selama hayat masih dikandung badan/hidup.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja syarat wajib dan syarat sah shalat?
2. Apa rukun-rukun dalam shalat?
3. Apa saja sunnah-sunnah shalat?
4. Apa saja yang makruh dilakukan ketika shalat?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tata cara shalat menurut Imam Syafii

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Syarat Wajib Shalat dan Dalil


1. Beragama Islam
Persyaratan pertama ini adalah untuk membedakan seorang muslim dan non
muslim. Setiap muslim diwajibkan melaksanakan perintah sholat. Sedangkan
bagi perempuan non muslim tidak diwajibkan sholat.
2. Balig
Seorang muslim yang telah mencapai pubertas atau mulai menginjak usia
dewasa sudah wajib sholat.
Rasulullah SAW bersabda, "Orang-orang yang tidak dibebankan tanggung
jawab hukum ada tiga golongan yaitu orang yang tidur hingga bangun,
anak kecil hingga bermimpi (baligh) dan orang gila hingga sembuh." (HR
Ahmad).
Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang muslim yang
dibebankan kewajiban sholat adalah mereka yang telah mencapai usia balig.
Saat kewajiban sholat tiba waktunya, mereka tengah dalam keadaan terjaga,
bukan dalam keadaan tertidur. Anak-anak yang belum mencapai usia balig
diwajibkan melaksanakan sholat dan tidak dibebani tanggung jawab tersebut.
Namun apabila mereka ingin sholat maka tidak ada larangan bagi mereka
bahkan dianjurkan. Orangtua diwajibkan memberikan pendidikan dan
teladan mengenai sholat sebelum anak mencapai usia baligh. Hal ini sebagai
bentuk pembelejaran dan upaya pemberian tanggung jawab. "Ajarilah anak-
anakmu sholat ketika usianya tujuh tahun." (HR Ahmad, Abu Dawud, dan
Al Hakim). Usia baligh ditandai dengan adanya mimpi basah bagi anak laki-
laki. Sedangkan bagi anak perempuan usia baligh ditandai dengan
dimulainya masa menstruasi atau haid. Usia baligh pada anak perempuan
umumnya adalah pada usia 9-15 tahun.
3. Berakal
Setiap muslim yang telah mencapai usia baligh pastilah sudah berakal.
Berakal artinya mampu membedakan perbuatan yang baik dan buruk,
perbuatan yang pantas dan tidak pantas. Karena itu, orang gila tidak
diwajibkan menjalankan ibadah sholat karena orang gila dianggap tidak
berakal. Sedangkan syarat sah sholat adalah syarat-syarat dipenuhi sebelum

3
memulai sholat. Persyaratan ini penting karena menentukan apakah sholat
yang dilakukan sah atau tidak.
B. Syarat Sah Shalat dan Dalil
syarat sah adalah hal-hal yang harus terpenuhi sebelum seorang mengerjakan
shalat agar ibadahnya sah. Hal-hal yang termasuk ke dalam syarat sah shalat
yaitu:
1. Muslim
2. Berakal
3. Mengetahui waktu shalat
4. Suci dari najis
5. Suci dari hadats kecil dan besar
6. Menutup aurat
7. Menghadap kiblat

 ‫ ورشائط الصالة قبل ادلخول فهيا مخسة أشياء طهارة األعضاء‬- ‫فصل‬
‫من احلدث والنجس وسرتالعورة بلباس طاهر والوقوف عىل ماكن‬
‫طاهر والعمل بدخول الوقت واستقبال القبةل‬
“Syarat sah shalat sebelum masuk ke dalam shalat ada lima: sucinya badan dari
hadats dan najis, menutup aurat dengan pakaian yang suci, berada di tempat yang
suci, tahu pasti akan masuknya waktu shalat, dan menghadap kiblat.”

C. Rukun-rukun Shalat
Rukun salat artinya sesuatu yang harus kita kerjakan ketika salat. Apabila rukun
salat ini tertinggal maka salatnya tidak sah. Misalnya ada orang yang salat tetapi
dia tidak membaca surat Al-Fatihah , maka salatnya tidak sah. Jadi intinya rukun
salat itu hukumnya wajib dikerjakan. Untuk mengetahui ukuran sah tidaknya
salat kita itu ya tergantung apakah rukun salat itu terpenuhi atau tidak.
Berikut Rukun Salat Mazhab Syafi'i:
1. Niat.
2. Takbiratul Ihram.
3. Berdiri Bagi yang Mampu.
4. Membaca Al-Fatihah.
5. Ruku'.
6. I'tidal.

4
7. Sujud.
8. Duduk Antara 2 Sujud.
9. Duduk Tahiyat Akhir.
10. Baca Tahiyat Akhir.
11. Baca Salawat Nabi.
12. Salam Pertama.
13. Tertib.

D. Sunnah-sunnah Shalat Ab’ad dan Hai’a


1. Sunnah Ab’ad
Sunah adalah ialah sunah yang dilakukan dalam salat. Apabila amalan sunah
Yang Terlupakan harus diganti dengan sujud sahwi. Amalan-amalan dalam
sunnah ab'ad itu adalah melakukan Tasyahud awal, kemudian membaca
selawat saat Tasyahud awal, lalu membaca selawat atas keluarga Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam saat tasyahud akhir. Terakhir adalah bacaan
Qunut saat salat subuh, salat Witir, Di pertengahan bulan suci. Saat salat,
ketika lupa melakukan amalan-amalan tersebut, hendaklah menggantinya
dengan sujud sahwi.
2. Sunnah Ha’iat
Sunah Hai'at lainnya yakni membaca lafadz Amin sesudah membaca surat
al-fatihah. Sunah Hai'at lainnya itu membaca surah lain setelah membaca
surat al-fatihah. Ketika menjadi makmum dalam mendengarkan apa
memperhatikan bacaan Imam itu termasuk sunah Hai'at. Ketika
melaksanakan salat Maghrib Isya serta subuh mengeraskan suara pada dua
rakaat pertama itu juga hukumnya Sunah Hai'at.
E. Hal-hal yang di Makruhkan Dalam Shalat dan Dalil
Arti makruh adalah suatu perkara yag jika dilakukan tidak akan mendapat dosa,
namun jika ditinggalkan akan mendapat pahala. Aktivitas yang berstatus hukum
makruh dilarang, namun tidak terdapat konsekuensi bila melakukannya. Makruh
adalah karahah dalam istilah fikih yang berarti larangan terhadap sesuatu tanpa
keharusan untuk meninggalkan. Hukum makruh, jika ditinggalkan karena Allah
SWT dapat pahala. Sedangkan orang yang melakukannya karena terdapat sebuah
alasan atau hajat, tidak dihukum, karena ada kedaruratan. Dinukil dari Fikih
Muyassar terbitan Darul Haq dan sumber lain, ada sejumlah perbuatan makruh
yang harus ditinggalkan dalam shalat.

5
1. Membatasi Diri Hanya Baca al-Fatihah
Membaca surat setelah al-Fatihah pada dua rakaat pertama dalam setiap
shalat adalah sunnah. Sementara meninggalkannya adalah makruh.
Dikatakan makruh karena membatasi diri hanya membaca al-Fatihah pada
dua rakaat pertama menyelisihi sunnah dan petunjuk Nabi SAW.
2. Mengulang-ulang al-Fatihah
Mengulang-ulang al-Fatihah saat shalat menyelisihi sunnah dan petunjuk
Nabi SAW. Namun, jika al-Fatihah diulang karena khusyu’ hilang dan
penghayatan sirna saat membacanya, lalu diulang agar bisa kembali khusyu’
dan menghayatinya, tidak mengapa. Namun, jangan sampai kekhawatiran itu
justru menimbulkan sikap waswas dalam shalat.
3. Menoleh atau menengok tanpa keperluan
Menengok saat sedang shalat tanpa alasan hukumnya makruh. Perbuatan ini
disebut mencuri atau mencopet dalam shalat. Dari ‘Aisyah Radhiyallahu
anhuma, dia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam tentang menoleh dalam shalat. Lalu beliau bersabda: ‫و‬Aَ A‫ُه‬
‫ ِد‬A‫ َال ِة الْ َع ْب‬A‫الش ْي َط ُان ِم ْن َص‬
َّ ‫ا ْخ ِت َال ٌس خَي ْ َت ِل ُس ُه‬. “Ia merupakan sebuah
curian yang dilakukan syaitan terhadap shalat seorang hamba.” (Shahih:
Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir no. 7047; Shahiih al-Bukhari, Fat-hul Baari,
II/234 no. 751; Sunan Abi Dawud, ‘Aunul Ma’buud, III/178 no. 897; dan
Sunan an-Nasa-i II/8)
ْ artinya mencuri dan mencopet dengan cepat. Namun, jika
Kata ( ٌ‫)اختِالَس‬
menoleh karena seuatu hajat, maka tidak mengapa. Seperti menolehnya
seorang ibu karena takut ada yang membawa pergi anaknya. Menoleh seperti
ini boleh karena sang anak dalam pengawasan ibunya yang sedang shalat.
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, Nabi SAW shalat dengan mengenakan
pakaian yang ada tandanya. Kemudian beliau bersabda: ‫ َغلَ ْتيِن ْ َأ ْع َال ُم‬A‫َش‬
‫ َوْأت ُْو ِن ْـي ِبَأنْ ِب َجا ِن َّي ِة‬،‫ ِا ْذ َه ُب ْوا هِب َـا ىَل َأيِب ْ هَج ْ ٍم‬،‫ه ِذ ِه‬. “Tanda pada pakaian
‫ِإ‬
ini telah menyibukkanku. Bawalah ia ke Abu Jahm dan bawakan aku
anbijaniyyah (pakaian tebal dari wol yang tidak ada tandanya).” (Shahih:
Ibnu Majah (no. 2066), al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/234 no. 752), Muslim
(I/391 no. 556), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/182 no. 901),
Sunan an-Nasa-i (II/72).
4. Memejamkan kedua mata
Memejamkan kedua mata dalam shalat tidak diperbolehkan karena
menyamai cara orang Majusi ketika menyembah api. Ada yang bilang sama
dengan orang Yahudi juga. Sementara kita tidak diperkenankan menyerupai
atau menyamai kebiasaan orang kafir.

6
5. Menempelkan lengan saat sujud
Orang yang shalat hendaknyalah menjauhkan antara kedua lengannya,
mengangkatnya dari lantai (tidak menempel) kecuali telapak tanganya saja.
Menempelkan kedua lengan (tangan) di lantai ketika sujud tidak dibenarkan
berdasarkan hadits dari Anas ra. Nabi SAW bersabda,
‫ َو َال ي َ ْب ُسطُ َأ َحدُ مُك ْ ِذ َرا َع ْي ِه ِانْب َِس َاط ْاللَك ْ ِب‬،‫الس ُج ْو ِد‬
ُّ ‫ِا ْع َت ِدلُ ْوا ِفـي‬
“Bersikaplah pertengahan ketika sujud, dan janganlah salah seorang di
antara kalian membentangkan tangannya sebagaimana anjing.” (Muttafaq
‘alaihi. Shahiih al-Bukhari, Fat-hul Baari, II/301 no. 822: Shahiih Muslim,
I/355 no. 493; Sunan at-Tirmidzi, I/172 no. 275; Sunan Abi Dawud, ‘Aunul
Ma’buud, III/166 no. 883; Sunan Ibni Majah, I/288/892, dan Sunan an-Nasa-
i, II/212, dengan lafazh serupa)
6. Melakukan hal sia-sia atau bermain-main
Bermain-main dengan pakaian atau anggota badan tanpa keperluan termasuk
perbuatan sia-sia dalam shalat. Bahkan sekadar menyapu debu saat akan
sujud pun, sebaiknya tidak dilakukan. Dari Mu’aiqib ra, Rasulullah SAW
berkata kepada orang yang mengusap debu ketika sujud, ‘Jika engkau
melakukannya, maka cukup sekali saja.’” (Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-
Bukhari, Fat-hul Baari, III/79 no. 1207; Shahiih Muslim, I/388 no. 546 (49);
Sunan Abi Dawud, ‘Aunul Ma’buud, III/223 no. 934; Sunan at-Tirmidzi,
I/235 no. 377; Sunan Ibni Majah, I/327 no. 1026; dan Sunan an-Nasa-i, III/7)
7. Bertolak (Berkacak) pinggang
Nabi SAW melarang kita shalat sambil bertolak pinggang. Rasulullah SAW
bersabda: “Nabi SAW melarang seorang lelakui shalat dalam keadaan
takhassur (bertolak pinggang). Hadits lain, dari Abu Hurairah ra, dia berkata:
‫ ُل ُم ْخ َترَص ً ا‬AA‫يِّل َ َّالر ُج‬AA‫هُن ِ َي َأ ْن يُ َص‬. “Dilarang shalat sambil berkacak
pinggang.” (Muttafaq ‘alaihi, al-Bukhari no. 1220, Muslim no. 545, Sunan
Abi Dawud no. 94, Sunan at-Tirmidzi no. 381, dan Sunan an-Nasa-i (II/127)
8. Sadl dan menutup mulut

Dari Abu Hurairah ra: ‫هللا عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ هَن َى َع ِن‬


ُ ‫هللا َصىَّل‬
ِ ‫َأ َّن َر ُس ْـو َل‬
‫الص َال ِة َوَأ ْن يَغ ِْط َي َّالر ُج ُل فَا ُه‬
َّ ‫الس ْد ِل يِف‬. َّ “Rasulullah SAW melarang
sadl dan menutup mulut ketika shalat.” (Hasan: Sunan Ibni Majah no. 966,
Sunan Abi Dawud no. 629, Sunan at-Tirmidzi no. 376).
Syamsul Haq berkata dalam ‘Aunul Ma’buud (II/347): Al-Khaththabi
berkata: As-sadl adalah menjulurkan pakaian hingga menyentuh tanah.
Disebutkan dalam an-Nailul Authaar: Abu ‘Ubaidah berkata tentang makna

7
as-sadl adalah menjulurkan pakaian tanpa menyatukan kedua sisinya ke
depan. Jika disatukan ke depan, maka tidak dinamakan sadl.
Pengarang kitab an-Nihaayah berkata: Maknanya adalah berkemul dengan
pakaiannya dan memasukkan kedua tangan dari dalam lalu ruku’ dan sujud
dalam keadaan seperti itu. Ini berlaku pada gamis dan jenis pakaian yang
lain. Ada pula yang mengatakan: meletakkan bagian tengah sarung di atas
kepala dan menjulurkan kedua tepiannya ke kanan dan ke kiri tanpa
meletakkannya di atas kedua bahu.
9. Mengangkat pandangan ke langit

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: ‫لَ َينْهَت ِ نَي َّ َأ ْق َوا ٌم َع ْن َرفْ ِعه ِْم‬
ْ ‫ ُارمُه‬A ‫ َما ِء َأ ْو لَ ُتخ َْط َف َّن َأبْ َص‬A ‫الس‬
َّ ‫ َال ِة ِإ ىَل‬A ‫الص‬
َّ ‫دَ ادلُّ عَا ِء يِف‬AA‫ َارمُه ْ ِع ْن‬A ‫َأبْ َص‬.
“Hendaklah orang-orang berhenti mengangkat pandangan mereka ke langit
ketika berdo’a dalam shalat atau mata mereka akan tersambar.” (Shahih:
Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 343), Shahiih Muslim (I/321 no. 429), dan
Sunan an-Nasa-i (III/39).
10. Menguap

Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW bersabda: ‫ َال ِة ِم َن‬A‫الص‬


َّ ‫اُؤ ُب يِف‬A‫َالتَّثَـ‬
‫ـاء َب َأ َحدُ مُك ْ فَلْ َي ْك ِظ ْم َما ْاس َت َطا َع‬
َ َ ‫ فَِإ َذا تَث‬،‫الش ْي َط ِان‬.
َّ “Menguap dalam
shalat adalah dari syaitan. Jika salah seorang dari kalian menguap, maka
tahanlah sebisa mungkin.“ (Shahih: al-Jaami’ush Shaghiir (no. 3013), Sunan
at-Tirmidzi (I/230 no. 368), dan Shahih Ibnu Khuzaimah (II/61 no. 920)
11. Menahan, memegang, atau menggulung rambut dan pakaian

Dari Ibnu ‘Abbas ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda : َ‫ُأ ِم ْر ُت َأ ْن َأجْس ُد‬
‫ َال َأ ِك َّف َش ْع ًرا َو َال ثَ ْواًب‬،‫عَىَل َس ْب َع ٍة‬. “Aku diperintahkan untuk sujud di
atas tujuh (anggota sujud) dan tidak memegangi rambut maupun pakaian.”
Memegang atau menahan rambut saat akan sujud termasuk perbuatan sia-sia
yang bisa mengurangi kekhusyuan dalam shalat.
12. Menyilangkan jari-jemari
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‫ ِه مُث َّ َأىَت‬A‫َذا ت ََوضَّ َأ َأ َحدُ مُك ْ يِف ْ بَيْ ِت‬
‫ َو َش َب َك ب َ َنْي‬،‫ذا‬Aَ A‫ل ه َك‬Aْ A‫ فَ َال ي َ ُق‬،‫ َع‬A‫ َال ٍة َحىَّت يَ ْر ِج‬A ‫ ِجدَ اَك َن يِف َص‬A ‫ِإالْ َم ْس‬
‫َأ َصا ِب ِع ِه‬. “Jika salah seorang di antara kalian wudhu’ di rumahnya kemudian
mendatangi masjid, maka dia berada dalam sebuah shalat hingga pulang.
Janganlah ia melakukan seperti ini.” Beliau menyilangkan jari-jemarinya.
(Shahih: Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 445) dan Shahiih Ibni
Khuzaimah (I/206)

8
13. Meludah ke arah kiblat atau ke kanan

Dari Jabir ra, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : ْ ‫َّن َأ َحدَ مُك‬
‫ِإ‬
‫ َل‬A‫ َق َّن ِق َب‬A‫ فَ َال ي َ ْب ُص‬،‫ ِه‬Aِ ‫ َل َوهْج‬A‫ اىَل ِق َب‬A‫اركَ َوتَ َع‬Aَ A‫هللا تَ َب‬
َ َّ ‫ن‬ َ ‫ف‬ ‫يِّل‬‫ص‬ ‫ي‬
َُ َ ‫م‬ ‫ا‬ َ ‫ق‬ ‫ا‬ َ
‫ذ‬
َ ْ ِ ‫هِل‬ ْ ‫حَت‬ ِ ِ
‫ل‬ ِ ِ ِ
‫م‬ ‫ِإ‬
‫ي‬ َ ِ ِ ‫هْج‬ ‫ِإ‬
‫ي‬ ‫ل‬ ‫ي‬
‫ ْن‬A ‫ ف‬،‫ َو َ ْب ُص ْق َع ْن ََس ِـاره َت ِر ْج ا ُرْس َ ى‬.‫َو ه َوال َع ْن َ ْ نه‬ ‫ي‬ ‫ي‬
‫ ُه عَىَل ب َ ْع ٍِإض‬A ‫ ُه ب َ ْع َض‬A َ ‫ َوى ثَ ْوب‬A‫ مُث َّ َط‬A.‫جَع ِ لَ ْت ِب ِه اَب ِد َر ٌة فَلْ َي ُق ْل ِبث َْو ِب ِه ه َك َذا‬.
“Sesungguhnya jika salah seorang dari kalian berdiri untuk shalat, maka
sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala berada di hadapannya. Maka
janganlah ia meludah ke arah depan atau ke kanan. Hendaklah ia meludah ke
sebelah kiri di bawah kaki kirinya. Dan jika terlanjur keluar, maka hendaklah
ia tumpahkan ke pakaiannya.” Beliau kemudian melipat bajunya satu sama
lain.(Shahih: Shahiih Muslim (IV/2303 no. 3008) dan Sunan Abi Dawud
(‘Aunul Ma’buud) (II/144 no. 477)
14. Mendahului imam

Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda: ‫ى َأ َحدُ مُك ْ َذا َرفَ َع‬
َ ْ ‫جَي‬ ‫َأ‬ َ ‫مِح‬ ‫ْأ‬ ‫ْأ‬ َ ْ ‫جَي‬ ‫َأ‬ ْ َ ‫ْأ َ ِإ‬
‫هللا‬
ُ َ ْ ٍ ‫ل‬ A ‫ع‬ ‫و‬ ،‫ار‬AA ‫س‬َ َ َ َ ُ َ ْ ِ َ A‫ ُه ق ْب‬A ‫َر َس‬
‫ر‬ ‫ه‬
ُ A ‫س‬ ‫ر‬ ‫هللا‬ ‫ل‬ A ‫ع‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ا‬A A‫م‬ ‫ا‬ ‫ل‬
‫ ِإل‬takut, Allah
‫ص ْو َرتَ ُه ُص ْو َر َة مِح َ ٍار‬.ُ “Tidakkah salah seorang di antara kalian
menjadikan kepalanya seperti kepala keledai bila dia mengangkat kepalanya
sebelum imam. Atau menjadikan rupanya seperti rupa keledai.” (Muttafaq
‘alaihi)
15. Ada hidangan atau menahan buang air
Shalat ketika hidangan sudah disajikan atau menahan buang air besar dan
kecil. Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Aku mendengar
Nabi SAW bersabda: ‫ ُه‬AA‫و يُدَ ا ِف ُع‬AAُ َّ ‫ َال َة حِب َرْض َ ِة‬AA‫َال َص‬
َ ‫ َو َال َوه‬،‫ا ِم‬AA‫الط َع‬
‫ ْاَأل ْخ َبث َِان‬. “Tidak (sempurna) shalat ketika hidangan sudah disajikan, dan
tidak (sempurna) pula shalat orang yang menahan buang air besar atau
kecil.” (Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 7509)], Shahiih Muslim (I/393
no. 560), dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (I/160 no. 89)

Anda mungkin juga menyukai