Anda di halaman 1dari 12

Tugas Mata Kuliah

NEW PUBLIC MANAGEMENT

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Akuntansi Sektor Publik diampu oleh
Ibu Dr. Mulyati Akib, SE., M.Si., Ak., QIA., CA., CTA., CPA.

Oleh Kelompok 5:

Meyki Melanisa B1C119125


Moh. Asegaf Arifin Putra B1C119127
Moh. Iksan B1C119128
Muh. Apri Anugrah B1C119131

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
NEW PUPBLIC MANAGEMENT (NPM)

A. DASAR HUKUM
Pemerintah Indonesia mulai mengenal Reinventing Government sejak akhir tahun
1990-an. Implementasi yang paling nyata adalah pemberlakuan sistem pemerintahan
yang desentralistis melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004. Konsep New Public Management (NPM) merupakan isu penting
dalam reformasi sektor publik.

B. PENGERTIAN
New Public Management (NPM) atau dalam bahasa Indonesia juga dikenal
sebagai Manajemen Publik Baru adalah sebuah pendekatan dalam menjalankan
kegiatan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik/pemerintahan
baik pada level pusat maupun daerah, yang menitikberatkan pada anggapan bahwa
manajemen yang dilakukan sektor bisnis lebih unggul dari pada manajemen yang
selama ini diselenggarakan oleh birokrasi sehingga perlu diganti.

C. SEJARAH
Munculnya kritik yang keras yang ditujukan kepada organisasi-organisasi sector
publik menimbulkan gerakan untuk melakukan reformasi manajemen sektor
publik. Salah satu gerakan reformasi sektor public itu adalah munculnya konsep
New Public Management. New Public Management telah mempengaruhi proses
perubahan organisasi sektor publik secara komprehensif di hampir seluruh dunia.
Penekanan gerakan New Public Management tersebut adalah pada pelaksanaan
desentralisasi, devolusi, dan modernisasi pemberian pelayanan publik. Istilah New
Public Management pada awalnya dikenalkan oleh Christopher Hood tahun 1991, ia
kemudian menyingkat istilah tersebut menjadi NPM (Lihat: Hughes, 1998).
Ditinjau dari perspektif historis, pendekatan manajemen modern di sector publik
tersebut pada awalnya muncul di Eropa tahun 1980-an dan 1990-an sebagai reaksi dari
tidak memadainya model administrasi publik tradisional. Pada perkembangannya,
pendekatan manajerial modern tersebut memiliki banyak sebutan, misalnya:
„managerialism,‟ „new public management,‟ „Market-based public administration,‟
„postbureaucratic paradigm,‟ dan „entrepreneurial government.‟ Istilah yang
kemudian banyak dipakai untuk menyebut model manajemen publik modern tersebut
adalah New Public Management. Istilah New Public Management dan
Managerialism sering saling menggantikan, namun istilah New Public
Management-lah yang kemudian banyak dipakai. Adanya berbagai nama untuk
menyebut pendekatan manajemen modern di sektor publik tersebut pada dasarnya
bermuara pada pandangan umum yang sama. Pertama, perubahan model manajemen
publik tersebut menunjukkan adanya pergeseran besar dari model administrasi public
tradisional menuju sistem manajemen publik modern yang memberikan perhatian yang
lebih besar terhadap pencapaian kinerja dan akuntabilitas manajer publik. Kedua,
perubahan itu menunjukkan adanya keinginan untuk bergerak meninggalkan model
birokrasi klasik menuju model organisasi modern yang lebih fleksibel. Ketiga,
perlunya dibuat tujuan organisasi yang jelas dan tujuan personal. Hal itu berdampak
pada perlunya dilakukan pengukuran atas prestasi yang mereka capai melalui
indikator kinerja. Terdapat evaluasi program secara sistematik. Keempat, staf senior
tampaknya secara politis lebih commit terhadap pemerintah saat itu daripada
bersikap netral atau non-partisan. Kelima, fungsi pemerintah tampaknya akan
lebih banyak berhadapan dengan pasar, misalnya tender, yang oleh Osborne dan
Gaebler (1992) disebut “catalytic government: steering rather than rowing.”
Keterlibatan pemerintah tidak selalu berarti pemfasilitasan pemerintah melalui
sarana birokrasi. Keenam, terdapat kecenderungan untuk mengurangi fungsi
pemerintah melalui privatisasi dan bentuk lain dari marketisasi sektor publik
(Hughes, 1998, pp. 52-53). NPM merupakan teori manajemen publik yang
beranggapan bahwa praktik manajemen sektor swasta adalah lebih baik
dibandingkan dengan praktik manajemen pada sektor publik. Oleh karena itu, untuk
memperbaiki kinerja sektor publik perlu diadopsi beberapa praktik dan teknik
manajemen yang diterapkan di sektor swasta ke dalam organisasi sektor publik,
seperti pengadopsian mekanisme pasar, kompetisi tender (Compulsory Competitive
Tendering- CCT), dan privatisasi perusahaan-perusahaan publik (Hughes, 1998;
Jackson, 1995; Broadbent & Guthrie, 1992).
Penerapan konsep New Public Management telah menyebabkan terjadi
perubahan manajemen sektor publik yang drastis dari sistem manajemen tradisional
yang kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang
fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Penerapan konsep NPM dapat dipandang
sebagai suatu bentuk modernisasi atau reformasi manajemen dan administrasi
publik, depolitisasi kekuasaan, atau desentralisasi wewenang yang mendorong
demokrasi. Perubahan tersebut juga telah mengubah peran pemerintah terutama dalam
hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat (Hughes, 1998). Beberapa
pihak meyakini bahwa paradigma New Public Management merupakan sebuah
fenomena internasional sebagai bagian dari proses global. Konsep NPM begitu
cepat mempengaruhi praktik manajemen publik di berbagai negara sehingga
membentuk sebuah gerakan yang mendunia.

D. KARAKTERISTIK
1. Manajemen profesional di sektor public.
New Public Management menghendaki organisasi sektor public dikelola secara
profesional. Konsekuensi dilakukannya manajemen profesional di sektor publik
adalah adanya kebebasan dan keleluasaan manajer publik untuk mengelola secara
akuntabel organisasi yang dipimpinnya. Manajemen profesional mensyaratkan
ditentukannya batasan tugas pokok dan fungsi serta deskripsi kerja yang jelas.
2. Adanya standar kinerja dan ukuran kinerja
New Public Managementmensyaratkan organisasi memiliki tujuan yang jelas dan
ada penetapan target kinerja. Target kinerja tersebut merupakan kewajiban yang
dibebankan kepada manajer atau personel untuk dicapai. Penetapan target kinerja
harus dikaitkan dengan standar kinerja dan ukuran kinerja. Penetapan standar
kinerja itu dimaksudkan untuk memberikan nilai terbaik best valu) dan praktik
terbaik (best practise), sedangkan penetapan ukuran kinerja adalah untuk menilai
kesuksesan atau kegagalan dalam mencapai target kinerja dan tujuan organisasi.
3. Penekanan yang lebih besar terhadap pengendalian output dan outcome
Dalam konsep New Public Management, semua sumber daya organisasi harus
dikerahkan dan diarahkan untuk mencapai target kinerja. Penekanannya adalah
pada pemenuhan hasil (outcome), bukan pada kebijakan-kebijakan. Pengendalian
output dan outcome harus menjadi fokus utama perhatian organisasi, bukan lagi
sekedar pengendalian input, misalnya anggaran, jumlah staf, erial dan sebagainya.
Salah satu contoh perubahan ini adalah penggunaan penganggaran kinerja.
4. Pemecahan unit-unit di sektor publik
Model organisasi sektor publik tradisional sangat didominasi organisasi birokrasi.
Model organisasi birokrasi yang dikembangkan oleh Max Weber itu pada
awalnya sangat kuat untuk meningkatkan efisiensi organisasi,akan tetapi seiring
berjalannya waktu pola ini menjadi gagal karena semakin berkembang dan
kompleksnya organisasi sektor publik sehingga hal ini mengakibatkan terjadinya
kelembagaan organisasi karena sifat ini tersentralisasi.
Konsep New Publi Managementmengendaki organisasi dipecah-pecah dalam unit
kerja. NPM menghendaki adanya desentralisasi, devolusi dan pemberian
wewenang yang lebih besar kepada bawahan. Tujuan pemecahan organisasi
kedalam unit-unit kerja ini adalah efisiensi dan memangkas kelambanan
birokrasi.
5. Menciptakan persaingan di sektor publik
Doktrin New Public Management menyatakan organisasi sektor publik perlu
mengadopsi mekanisme pasar dan menciptakan persaingan. Tujuan menciptakan
persaingan di sektor publik adalah untuk menghemat biaya. Untuk itu dilakukan
mekanisme kontrak dan tender kompetitif dalam rangka penghematan biaya dan
peningkatan kualitas serta privatisasi. Beberapa tugas pelayanan publik dapat
diberikan kepada pihak swasta jika memang hal ini lebih menghemat biaya dan
menghasikan kinerja yang berkualitas. Selain itu, manfaat lainnya adalah
mendorong sektor swasta dan sektor ketiga untuk berkembang.
6. Pengadopsian gaya manajemen di sektor bisnis ke dalam sektor publik
Konsep New Public Management berasumsi bahwa praktik manajemen di sektor
swasta jauh lebih baik dibandingkan manajemen sektor publik. Beberapa praktik
manajemen yang dianggap lebih baik antara lain penilaian kinerja, sistem
kompensasi dan promosi didasarkan kinerja, manajemen biaya, struktur yang
fleksibel, sistem akuntansi, dan penganggaran yang lebih maju. Diharapkan
dengan diadopsinya praktik-praktik ini mampu mengembangkan manajemen
sektor publik yang lebih baik.
7. Penekanan pada disiplin dan penghematan lebih besar dalam menggunakan
sumber daya.
New Public Management mensyaratkan organisasi sektor publik dapat
memberikan perhatian yang besar terhadap penggunaan sumber daya secara
ekonomis dan efisien. Doktrin ini menghendaki organisasi sektor public
melakukan penghematan biaya-biaya langsung, meningkatkan disiplin
pegawai,dan kegiatan yang mengarah pada peningkatan kualitas dengan harga
murah. Pemerintah misalnya perlu melakukan pengendalian pengeluaran sumber
daya publik seefisien mungkin agar tidak terjadi pemborosan, pengerusakan
lingkungan, salah kelola, salah alokasi dan korupsi.

E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN


Kelebihan Kekurangan
Mengadopsi nilai nilai manajemen untuk Berorientasi pada hasil bukan pada proses
meningkatkan efektivitas kerja kerja
Mulai fleksibel karena sudah mulai Masyarakat dianggap sebagai client
menjalin kemitraan dengan sektor swasta sehingga berorientasi pada keuntungan

F. REINVENTING GOVERNMENT (MEWIRAUSAHAKAN BIROKRASI)


1. Catalytic Government : Steering Rather Than Rowing
Dalam Bahasa Indonesia yaitu Pemerintahan Katalis : Mengarahkan lebih baik
daripada Mengayuh. Maksudnya adalah berangkat dari filosofi kapal laut,
hendaknya pemerintah mengambil peran sebagai pengarah saja daripada sebagai
pengayuh atau pelaku pelayanan publik.
Berbagai hal penting dalam Pengkatalisasian ini adalah pentingnya
menerjemahkan kembali pemaknaan dari kepemerintahan, kemudian melakukan
restrukturisasi dimana kondisinya akan semakin kuat meski nyatanya semakin
ramping, selanjutnya dilakukan pemisahan antara steering dan rowing pada
berbagai bidang pelayanan yang relevan, serta menciptakan image bahwa pekerja
pemerintah atau pegawai negeri bukanlah menjadi korban dari sistem yang ada
melainkan sebagai pihak yang diuntungkan.
Setelah itu, langkah berikutnya adalah menciptakan organisasi-organisasi
pengarah, dengan dilengkapi degan organisasi yang rela sebagai Third Sector atau
voluntary yang non-profit sebagai penyelenggara public service di berbagai
bidang pelayanan yang memungkinkan. Namun perlu diingat, dalam berbagai
bidang yang lain, Second Sector atau Privat Sector juga diberi peluang untuk
menyelenggarakan pelayanan publik melalui apa yang dinamakan dengan
Privatization, sebagai salah satu alternativ yang memungkinkan dalam konsep
entrepreneural. Bilamana kondisi ini sudah tercipta, maka diharapkan berbagai
perbaikan mendasar akan tercipta melalui pengkatalisasian yang konstan,
diantaranya adalah dengan pemangkasan jumlah aparatur, menjaga stabilitas
budgeting, mencegah inflation, serta mengembalikan image baik terhadap
pemerintah.
2. Community-Owned Government : Empowering Rather Than Serving
Dalam bahasa indonesia yaitu Pemerintahan sebagai milik masyarakat:
Pemberdayaan lebih baik daripada melayani. Maksudnya adalah dalam hal ini,
peran pemerintah adalah memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan
berbagai kebutuhan publik, sehingga tercipta rasa memiliki bagi mereka sendiri,
sedangkan pemerintah bukan lagi sebagai pelayan melainkan hanya sekedar
memberi petunjuk.
Beberapa hal yang mencakup bidang empowering adalah pergeseran berbagai hak
kepemilikan produk pelayanan publik dari tangan pemerintah kepada masyarakat
umum dimana peran pemerintah hanya sebagai pengarah saja, kemudian
pendirian perumahan umum yang lebih tertib, aman, bersih, harga terjangkau
serta pendataan yang lebih terorganisir.
Selain itu berbagai hal yang dianggap penting dalam penyelenggaraan pelayanan
publik adalah memperbaiki peran profesional service menjadi community service,
sehingga pelayanan bukan ditujukan hanya untuk klien saja tetapi untuk semua,
serta pemberdayaan segenap lapisan masyarakat melaui demokrasi yang
partisipatif.
3. Competitive Government : Injection Competition Into Service Delivering
Dalam bahasa Indonesia yaitu Pemerintahan yang kompetitif: Menyuntikkan
kompetisi kedalam pemberian pelayanan. Kompetisi yang dimaksud di sini
adalah kompetisi dimana sektor publik vs sektor publik, sektor privat vs sektor
publik, dan sektor privat vs sektor privat. Kondisi ini dipercaya akan menciptakan
suatu iklim persaingan yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas dan
berpengaruh pada harga pelayanan publik.
Berbagai keuntungan yang diperoleh dari kompetisi ini adalah tingkat efisiensi
yang lebih besar, pelayanan yang lebih mengarah pada kebutuhan masyarakat,
menciptakan sekaligus menghargai suatu inovasi, yang pada akhirnya akan
meningkatkan kebanggaan dan moralitas pegawai pemerintah.
4. Mission-Driven Government : Transforming rules-Driven Organizations.
Dalam bahasa Indonesia yaitu Pemerintah yang digerakkan oleh Misi :
Transformasi yang digerakkan aturan. Maksudnya adalah pemerintahan akan
berjalan lebih efisien apabila digerakkan bukan atas dasar aturan saja, tetapi lebih
kepada ‘misi’, sehingga penganggaran yang dibutuhkan juga diarahkan pada
pencapaian misi sehingga lebih terkontol.
Berbagai keuntungan yang diperoleh dari mission-driven government ini adalah
lebih efisien, lebih efektif, lebih inovatif, dan lebih fleksibel jika dibandingkan
dengan ruled-driven organizations. Dengan keadaan ini, maka diyakini bahwa
moralitas sektor publik juga serta-merta akan meningkat.
Kekuatan dari mission-driven government ini adalah peningkatan insentif
terhadap tabungan, menciptakan kebebasan sumber daya dalam menguji ide-ide
baru, mengacu pada autonomy managerial, menciptakan lingkungan yang
terprediksi, kemudian menyederhanakan proses budgeting, serta mengurangi
pengeluaran auditor dan kantor pajak, yang pada akhirnya fokus pemerintah lebih
leluasa terhadap isu-isu penting lainnya.
5. Result-oriented Government : Funding Outcomes, Not Inputs
Dalam bahasa Indonesia yaitu Pemerintah yang berorientasi pada hasil :
Membiayai Hasil bukan Masukan. Maksudnya adalah dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, pemerintah hendaknya tidak terfokus pada input saja, tetapi
sebaiknya lebih kepada outcomes, sehingga outcomes dari suatu program
pemerintah pada akhirnya akan menjadi sebuah evaluasi baik-buruknya program
pemerintah tersebut. Pandangan ini mengacu pada performance.
Beberapa hal yang penting dalam performance measures terhadap pekerjaan yang
dilakukan adalah menghargai performance, kemudian memanage performance,
dan menganggarkan bidang performance.
6. Costumer-Driven Government : Meeing The Need of The Costumer, Not The
Bureaucracy
Dalam bahasa Indonesia yaitu Pemerintahan yang berorientasi pada pelanggan :
memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan kebutuhan birokrasi. Maksudnya adalah
penyelenggaraan pelayanan publik didasarkan pada kebutuhan khalayak umum,
bukan semata-mata memenuhi program kerja pemerintah saja, melalui
pendekatan terhadap masyarakat, sehingga image arogan pemerintah berikut
program-programnya tidak terjadi lagi.
Keuntungan yang diperoleh adalah lebih accountable, memperluas kesempatan
pemilihan keputusan yang tepat, lebih inovatif, memperluas kesempatan memilih
antara dua jenis pelayanan yang pada dasarnya adalah sama, mengurangi
pemborosan, serta pemberdayaan pelanggan yang pada akhirnya akan
menciptakan keadilan.
7. Entreprising Government : Earning Rather Than Spending
Dalam bahasa Indonesia yaitu Pemerintah Wirausaha : Menghasilkan lebih baik
daripada Menghabiskan. Maksudnya adalah pemerintah bukan menjadi suatu
organisasi yang berorientasi pada laba saja, melainkan pemerintah lebih
mengutamakan efisiensi dalam menghasilkan sesuatu pelayanan daripada
pembelanjaan yang berlebihan sehingga cenderung menjadi pemborosan.
Berbagai hal yang perlu dilakukan adalah merubah provit motive menjadi
kegunaan publik, kemudian meningkatkan pendapatan penambahan jumlah pajak
dan retribusi, kemudian membelanjakan anggaran untuk menyimpan uang dalam
bentuk investasi yang diperkiraan akan besar keuntungannya, kemudian para
manajer yang ada diberi pengaruh kewiraswastaan ( saving, earning, innovation,
enterprise funds, profit centres ) serta melakukan identifikasi lapangan terhadap
benar-tidaknya pembiayaan pada penyelenggaraan pelayanan.
8. Anticipatory Government : Prevention Rather Than Cure
Dalam bahasa Indonesia yaitu Pemerintahan yang Antisipatif: Mencegah lebih
baik dari pada menanggulangi. Maksudnya adalah hendaknya pemerintah
merubah fokus pelayanan yang sebelumnya bersifat mengobati kerusakan
menjadi bersifat pencegahan terhadap kerusakan, terutama pada bidang pelayanan
kesehatan, lingkungan dan polusi, serta pendegahan terhadap kebakaran melalui
pembentukan future commission dengan melandaskan kegiatannya pada
perencanaan stratejik.
Hal-hal yang perlu dilakukan adalah penyusunan rencana budgeting jangka
panjang dan lintas departemen, membuat semacam dana cadangan guna persiapan
beradaptasi terhadap berbagai perubahan lingkungan, serta budgeting yang
disusun dengan perhitungan jangka panjang pula, dengan mempertimbangkan
kebutuhan pemerintah regional, estimasi ekonomi, serta perubahan sistem politik.
9. Decentralized Government : From Hierarchy to Participatory and Team Work
Dalam bahasa Indonesia yaitu Pemerintahan Desentralisasi : Dari bersifat
Hierarki menjadi Partisipatif dan Kerja Tim. Maksudnya adalah pemerintah
hendaknya tidak sentralis. Banyak bidang kebutuhan pelayanan publik yang
memungkinkan untuk didesentralisasikan penyelenggaraannya agar lebih
partisipatif dan efisien.
Keuntungan yang diperoleh adalah lebih fleksibel karena lebih cepat merespon
perubahan kebutuhan masyarakat, lebih efektif, lebih inovatif, serta
meningkatkan moralitas, komitmen dan produktifitas.
Kemudian, dengan adanya desentralsasi ini, maka partisipasi dari pihak
manajemen juga akan lebih meningkat dan lebih percaya diri, yang selanjutnya
akan menciptakan organisasi yang bekerja sebagai sebuah tim kerja, sehingga
inovasi dari bawah akan lebih deras mengalir. Pada akhirnya, kondisi ini akan
menciptakan invest in the employee, di mana pada suatu saat bawahan tersebut
akan memiliki kemampuan yang lebih apabila diberi kepercayaan suatu tugas
yang lebih berat atau jabatan yang lebih tinggi dikemudian hari.
10. Market-oriented Government : Leveraging Change Through the Market
Dalam bahasa Indonesia yaitu Pemerintah Perorientasi Pasar: Mendongkrak
Perubahan melalui mekanisme Pasar. Maksudnya adalah dalam penyelenggaraan
pelayanan, pemerintah hendaknya mengikuti situasi pasar, tidak hanya berkutat
pada program-program kerja yang monoton karena biasanya diarahkan pada
konstituen saja, berbau politik, tidak tepat sasaran, terfragmentasi, serta bukan
merupakan suatu tindakan korektif tetapi lebih mengacu pada kondisi stagnan
sebagai akibat dari minimnya perubahan yang signifikan.
Cara merestrukturisasi pemerintahan menjadi berbasis mekanisme pasar adalah
melalui penyusunan produk hukum yang tegas terhadap mekanisme pasar,
penciptaan informasi terhadap masyarakat, mengutamakan permintaan dan
kebutuhan masyarakat, mengkatalisasi penyediaan oleh sektor swasta, yang
kesemuanya ini akan dikondisikan melalui suatu Market’s Institusi yang akan
menekan atau mengurangi gap pasar. Kemudian hal yang tidak kalah penting
adalah merekomendasikan sektor pasar yang baru, mengurangi risiko usaha, serta
merubah kebijakan Investasi Publik yang tidak mencekik leher.
Dalam kondisi ini, pemerintah hendaknya menjadi perantara antara pembeli dan
penjual melalui pengenaan pajak dan retribusi pada setiap aktivitas usaha, serta
penyediaan pelayanan atas dasar pembiayaan masyarakat. Hal ini akan lebih
mudah dicapai apabila dibentuk suatu Komunitas Pelayanan sehingga lebih
mudah dikontrol.
G. PENERAPAN NPM DI INDONESIA
Mulai tahun 1990-an ilmu administrasi publik mengenalkan paradigma baru
yang sering disebut New Public Management/NPM (Hood, 1991). Walaupun juga
disebut dengan nama lain misalnya Post-bureaucratic Paradigm (Barzeley, 1992), dan
Reinventing Government (Osborne dan Gaebler, 1992), tetapi secara umum disebut
NPM karena berangkat dari gagasan Christopher Hood sebagai awal mula paradigma
alternatif.
Paradigma ini menekankan pada perubahan perilaku pemerintah menjadi lebih
efektif dan efisien dengan prinsip The Invisible Hand-nya Adam Smith. Yaitu
mengurangi peran pemerintah, membuka peran swasta, dan pemerintah lebih berfokus
pada kepentingan publik yang luas. Tentu saja paradigma baru ini tidak lepas dari
kritik. Di antaranya kapitalisme dalam sektor publik dan kekhawatiran akan menggerus
idealisme pelayanan publik (http://www.kr.co.id).
NPM menurut Kamensky dalam Denhardt & Denhardt didasarkan pada public
choice theory. Teori ini menekankan pada kemampuan individu seseorang
dibandingkan dengan kemampuan publik secara bersama-sama. Lebih lanjut Kamensky
mengutarakan "public choice theories have tended to reject concepts like 'public spirit',
'public service', and so forth. And these are not ideas we can afford to ignore in a
democratic society”. Dengan demikian penerapan NPM sulit untuk diterapkan di
Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia
Beberapa pihak berpendapat bahwa NPM tidak tepat diterapkan untuk negara-
negara berkembang. Dalam implementasinya mereka mengalami kesulitan. Akibat
adanya kecenderungan birokrasi yang masih sulit dihilangkan.
Pengadopsian model NPM yang dilakukan oleh negara berkembang ini apakah
memang benar-benar menjadikan lebih baik atukah hanya sekadar perubahan luarnya
saja. Kita perlu menilik sejauh mana efektifitas penerapan NPM di negara-negara
berkembang pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya.
Sebagai negara yang juga turut ingin berbenah Indonesia berusaha menerapkan
paradigma NPM tersebut. Meski ada sikap pesimis dari berbagai pihak mengenai
kesanggupan penerapannya.
Salah satu yang menonjol adalah adanya reformasi birokrasi di Departemen
Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam reformasinya kedua instansi ini
berfokus pada pilar-pilar yang menjadi pokok perubahan birokrasi, yaitu: kelembagaan/
organisasi, proses bisnis, sumber daya manusia, serta prasarana dan sarana. Tidak salah
lagi, bahwa upaya ini dilakukan untuk memperbaiki standar pelayanan umum yang
diberikan kepada publik.
Dalam reformasi birokrasinya, sebagai penerapan dari NPM, baik Departemen
Keuangan maupun Badan Pemeriksa Keuangan menggunakan konsep Balanced Score
Card, yaitu dengan membentuk strategy map dan key performance indicators (KPI)
sebagai standar dan alat pengukuran kinerja. Bisa dikatakan bahwa dalam konsepnya
kedua instansi ini sukses. Hanya saja dalam pelaksanaannya dirasa masih setengah hati.
Hal ini terlihat dari belum sinkronnya antara program dengan strategi yang
dibentuk. Juga antara program dengan KPI. Terlebih pada anggarannya pada format
DIPA. Hal ini saling berkaitan karena money follow functions. Ketika strategi program
beserta KPI-nya terbentuk secara rapi maka tentunya anggaran akan mengikuti
mekanisme tersebut.

Anda mungkin juga menyukai