Pengamatan terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari memperlihatkan betapa luasnya peranan pemerintah dalam
mengatur dan melayani kehidupan masyarakat. Ukuran dan kompleksitas dari pemerintahan modern itu yang
kemudian memunculkan kebutuhan untuku memahami apa sesungguhnya kebijakan public, bagaimana kebijakan
kebijakan ini dibuat dan diubah, dan bagaimana menilai moralitas dan efekifitas suatu kebijakan
Perbandingan kebijakan public tentu saja dilakukan untuk mencari pola yang dipandang dapat berlaku
diterapkan dalam lingkungan wilayah yang luas. Dengan kata lain, metode komparasi digunakan dalam
upaya meningkatkan derajat generalisasi penerapan dari dimensi-dimensi kebijakan public.
Rhicard Rose menyatakan ada 10 langkah untuk menarik pelajaran dari kebijakan Negara lain.
1. Understanding programs and lessons ( memahami program dan pelajaran yang ingin dipetik
2. Creating and awereness of problems ( menciptakan kesadaran terhadap permasalan)
3. Determining where to look for lessons (menentukan dimana untuk mencari pelajaran yang ingin
dipetik
4. Finding out how a program really works (menemukan bagaimana suatu program yang senyatanya
berlangsung)
5. Turning aneedotes into a model (mengubah suatu anekdot menjadi suatu model)
6. Drawing a lessons (menarik suatu pelajaran)
7. Determining wheter a lesson should be adepted (menentukan apakah suatu pelajaran seharusnya
diadopsi)
8. Determining wheter a lesson should be applied (menentukan apakah suatu pelajaran seharusnya
diterapkan)
9. Increasing the chances of success (meningkatkan peluang keberhasilan)
10. Looking a head ( melihat kedepan)
BAB 3. SISTEM KEBIJAKAN PUBLIK
Kebijakan public adalah gambaran pola tindakan pemerintahan untuk menyelesaikan masalah-masalah
yang terdapat dalam lingkungan. Suatu pemerintahan juga diharapkan memiliki kemampuan untuk
mengelola dukungan dan kebutuhan warga Negara tersebut secara efisien, efektif, dan berkesinambungan.
A. Substansi kebijakan
Menurut Anderson ada dua perbedaan dilihat dari substansinya yaitu kebijakan substantive dan
kebijakan prosuderal. Kebijakan substantive menyangkut hal-hal yang sedang dilakukan pemerintah,
seperti pembuatan jalan atau larangan penjualan minuman keras. Sedang kebijakan prosuderal
berkaitan dengan penentuan cara-cara sesuatu hal akan dilakukan atau siapa yang akan melakukannya,
B. Pameran kebijakan
Di Indonesia,system politik dan pemerintahan mencakup bingakai dari interaksi politik dan
pemerintahan berupa Negara kesatuan,Negara hokum yang demokratis, Negara kesejahteraan, dan
system presidensil. Dengan keempat bingkai tersebut,maka kapasitas eksekutif dalam proses kebijakan
public sudah dapat ditentukan normanya. Para pendiri Negara sudah mengarahkan dalam pembukaan
konstitusi bahwa bagi Indonesia sebagai suatu Negara kesatuan tidak akan pernah ada “Negara dalam
Negara “. Dalam konteks tersebut, maka untuk pemerintahan daerah di Indonesia berlaku ketentuan
bahwa pemerintah daerah adalah bentukan dari pemerintahan nasional.implikasinya adalah
Pertama, pemerintah nasional atas pertimbangan kepentingan nasional dapat membentuk dan
menghapus daerah otonom
Kedua, hubungan antara pemerintah nasional dan daerah otonom adalah hubungan yang bersifat
hierarkis dan subordinatif.
Ketiga, keberadaan daerah otonom lebih merupakan suatu pilihan cara bagi pemerintahan nasional
untuk mewujudkan tujuan nasional dengan tetap menghormati,mengakui, dan mendayagunakan nilai-
nilai lokalitas.
Keempat, yakni perilaku birokrasi dan politk birokrasi akan sangat member warna pada kebijakan
public
C. Lingkungan Kebijakan
Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, mengenalkan tiga bentuk budaya politk
1. Parochial
2. subjek dan
3. partisipan.
Dengan budaya politk parokial warga Negara mempunyai sedikit kesadaran tentang (orientasi pada)
baik system politik sebagai keseluruhan,proses input, dan proses output,maupun warga Negara sebagai
partisipan politk. Pada budaya politik subjek,warga Negara diorientasikan pada system politik dan
proses output, tetapi mempunyai sedikit kesadaran mengenai proses input atau mengenai individual
sebagai partisipan. Sedangkan pada budaya politk partisipan, warga Negara mempunyai tingkat
kesadaran dan informasi politik yang tinggi bersamaan dengan orientasi yang jelas mengenai system
politik secara keseluruhan, proses input dan outputnya, dan partisipasi warga Negara yang bermakna
dalam politk
BAB 4. PROSES KEBIJAKAN PUBLIK
Perlu dipahami bahwa proses kebijakan public adalah rangkaian tahap atau fase kegiatan untuk
membuat kebijakan public.
A. Penentuan Agenda
Arti penting dari penentuan agenda adalah (influencing the policy agenda has long been viewed as
one of the most important sources of political power) menyatakan bahwa pengaruh agenda
kebijakan telah lama dipandang sebagai salah satu sumber daya terpenting dari kekuatan politik.
B. Formulasi Kebijakan
Kraft & Furlong menyatakan tentang pengertian formulasi kebijakan sebagai desain dan
penyusunan rancangan tujuan kebijakan serta strategi untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut.
Dari pengertian tersebut terdapat dua aktifitas utama dari formulasi kebijakan yakni
Pertama, perancangan kebijakan, yakni merujuk kepada rumusan dan dinamika yang berlangsung
baik didalam maupun diluar komunitas kebijakan. Yang umumnya terdiri atas pejabat-pejabat
pemerintah, kelompok kepentingan, akademisi, profeional, badan-badan penelitian, kelompok
pemikir (think thank), dan wirausaha.
Kedua, yakni formulasi kebijakan sekaligus, maksudnya ialah dengan aktifitas aktifitas kebijakan
yang dimaksud termuat penegasan bahwa dalam setiap alternative kebijakan, sejak awal perlu
dirumuskan langkah-langkah yang semestinya dilakukan dilakukan apabila alternative tersebut
dipilih menjadi kebijakan
C. Penetapan Kebijakan
Ialah pada dasarnya merupakan pengambilan keputusan terhadap alternatif kebijakan tersedia.
Allison mengemukakan ada 3 model tentang penetapan kebijakan yakni
1. Model actor rasional
Didasarkan pada pemikiran bahwa pemerintah selalu memiliki tujuan untuk memaksimalkan
semua kemanfaaatan dan peluan yang ada
2. Model proses organisasi
Memandang pemerintah sebagai suatu konstelasi dari organisasi yang semi-otonom yang
bertindak menurut prosedur operasional standar.
3. Model politik birokrasi
Model ini Pemerintah dipandang sebagai suatu kumpulan dari organisasi yang beragam
dengan kepentingan khas masing-masing.
D. Pelaksanaan Kebijakan
Pelaksanaan atau implementasi kebijakan merupakan ikhtiar-ikhtiar untuk mencapai tujuan dari
ditetapkannya suatu kebijakan tertentu.
Matland mencatat ada empat paradigm implementasi kebijakan, yakni
1. Konflik rendah-ambiguitas rendah (implementasi administratif)
2. Konflik tinggi-ambigiutas rendah (implementasi politis)
3. Konflik tinggu-ambiguitas tinggi (implementasi simbolik)
4. Konflik rendah-ambigiutas tinggi (implementasi eksperimental)
Ada beberapa model yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan kebijakan, yakni
1. Model Sabatier
Sabatrier berpandangan bahwa kebijakan perlu dianalisis dalam siklus lebih dari sepuluh
tahunan. Yang mencakup mengenai kondisi social ekonomi, instrument hokum, dan struktur
dasar pemerintahan.
2. Model Goggin
Yakni model yang menerapkan system komunikasi dari implementasi kebijaka antar
pemerintahan. Yang melihat implementor pemerintah Negara bagian (state) dari serangkaian
saluran komunikasi
3. Model Matland
Model ini mencoba untuk menggabungkan antara dua model sebelumnya yakni model
sabatrier dan model goggin. Dalam pengamatannya literatur implementasi menunjukkan
bahwa top-downer dan bottom-upper memilih untuk melakukan studi mengenai tipe
kebijakan yang berbeda.
E. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi atau penilaian kebijakan menyangkut pembahasan kembali terhadap implementasi
kebijakan.
Dalam pengungkapan lebih rinci, Rossi & Freeman menyatakan bahwa inti dari evaluasi adalah
menyediakan jawaban terhadapa sejumlah pertanyaan sebagai berikut
1. What is the nature and scope of the problem requiring actions?
2. What intereventions may be undertaken to ameliorate the problem significantly?
3. What is the appropriate target population for the intervention
4. Is the intervention being reaching that target population?
5. Is the intervention being implemented in the ways envisioned?
6. Is it effective?
7. How much does it cost?
8. What are its costs relative to its effectiveness and benefits?