NORHAYATI 2101020099
Pendahuluan
2
Kebijakan publik adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis dan dasar
rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta cara bertindak
(tentang perintah, organisasi, dan sebagainya). Kebijakan publik merupakan
bentuk perwujudan dari sebuah tindakan pemerintah dalam menanggapi sesuatu,
bukan semata-mata berupa pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat publik.
Kebijakan publik biasanya dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan. Dalam
filsafat kebijakan (policy philosopies) memperkenalkan konsep pemerintahan
dalam masyarakat yang pluralistis, seperti Indonesia dan Amerika Serikat dengan
teori Brokerism. Di antara penganut teori ini, yaitu David Easton dan Robert Dahl
sangat membantu memahami pluralisme. Teori Brokerism beranggapan bahwa
masyarakat terdiri atas beberapa kelompok kepentingan (interest-group) dan
pemerintah “sebagai alat perekat” serta memiliki pegangan yang kuat dari semua
unsur kelompok kepentingan itu menjadi suatu kekuatan yang terintegrasi.
Melihat fungsi dari filsafat kebijakan, partisipasi masyarakat wajib dalam
penyusunan kebijakan di sebuah negara demokrasi. Dalam konteks otonomi
daerah pun, partisipasi masyarakat dijamin melalui Undang-Undang No. 32/2004
tentang Pemerintahan Daerah. Pada Pasal 45 disebutkan bahwa anggota DPRD
mempunyai kewenangan menyerap, menampung, menghimpun dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Pasal 139 menegaskan bahwa masyarakat
berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan dalam rangka penyiapan
atau pembahasan rancangan peraturan daerah. Dijaminnya kebebasan masyarakat
menyampaikan aspirasi dan berpartisipasi dalam penyusunan seperti kebijakan
publik di daerah, agar kebijakan publik memenuhi rasa keadilan dan tidak
menimbulkan kontroversi di masyarakat. Oleh karena itu, perumusan kebijakan
publik dimulai dari dan oleh rakyat, serta untuk rakyat, terutama di sebuah negara
demokrasi. _Teori dan proses kebijakan publik memiliki definisi yang tidak hanya
menekankan pada hal-hal yang diusulkan pemerintah, tetapi juga mencakup arah
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Perhatian para ilmuwan politik
terhadap studi kebijakan publik juga semakin besar. Menurut James Anderson
(1963), adalah sah bagi seorang ilmuwan politik memberikan saran-saran kepada
pemerintah ataupun pemegang otoritas pembuat kebijakan agar kebijakan yang
dihasilkannya mampu memecahkan persoalan dengan baik. Sifat kebijakan publik
sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik apabila konsep ini
3
diperinci menjadi beberapa kategori, antara lain tuntutan kebijakan, keputusan
kebijakan, pernyataan kebijakan, hasil kebijakan, dan dampak kebijakan. Dengan
mengacu pada tahap-tahap kebijakan yang ditawarkan Jones dan beberapa ahli
lainnya, domain kebijakan publik meliputi penyusunan agenda, formulasi
kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi, dan penilaian kebijakan. Kebijakan
publik dibedakan menjadi analisis kebijakan, kebijakan publik, dan anjuran
kebijakan. Kebijakan publik secara garis besar mencakup tahap-tahap perumusan
masalah kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Analisis
kebijakan berhubungan dengan penyelidikan serta deskripsi sebab dan
konsekuensi kebijakan publik. Dalam analisis kebijakan, dapat dianalisis
pembentukan, substansi, dan dampak dari kebijakan tertentu. Adapun anjuran
kebijakan secara khusus berhubungan dengan tindakan yang harus dilakukan oleh
pemerintah dengan menganjurkan kebijakan tertentu melalui diskusi, persuasi atau
aktivitas politik. Ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam analisis
kebijakan publik. Pertama, fokus utamanya adalah penjelasan kebijakan, bukan
anjuran kebijakan yang “pantas”. Kedua, sebab dan konsekuensi dari kebijakan
publik diselidiki dan diteliti dengan menggunakan metodologi ilmiah. Ketiga,
analisis dilakukan dalam rangka mengembangkan teori-teori umum yang dapat
diandalkan tentang kebijakan publik dan pembentukannya sehingga dapat
diterapkan di lembaga-lembaga dan bidang-bidang kebijakan yang berbeda.
Analisis kebijakan publik sangat berguna dalam merumuskan ataupun
mengimplementasikan kebijakan publik. Teori-teori dalam analisis kebijakan
publik pada akhirnya dapat digunakan untuk mengembangkan kebijakan publik
yang baik pada masa yang akan dating.
Pembahasan
4
Hubungan Administrasi Negara dengan Kebijakan Publik dan Level
Kebijakan.
Secara konseptual, kebijakan publik (public policy) dipelajari oleh dua ilmu
disiplin, yaitu ilmu politik dan ilmu administrasi publik. Tiap-tiap disiplin ilmu
tersebut memiliki sudut pandang yang berbeda-beda terhadap kebijakan publik.
Hal ini disebabkan tiap-tiap disiplin ilmu itu memiliki locus dan focus yang
berbeda. Locus ilmu administrasi negara adalah organisasi dan manajemen,
sedangkan focus ilmu administrasi negara adalah efektivitas dan efisiensi.
Menurut konsep ilmu administrasi negara, kebijakan publik berasal dan dibuat
oleh pemerintah (manajemen) sebagai fungsi dinamis dari negara (organisasi),
yang ditujukan untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas-
tugas pemerintahan dan kenegaraan. Ilmu administrasi negara memiliki
delapan unsur (pilar) utama, yaitu organisasi, manajemen, personalia, material,
financial, human relation, komunikasi, dan ketatausahaan. Kebijakan publik
(public policy) adalah fungsi dari pilar organisasi dan manajemen. Unsur
organisasi dalam perspektif ini adalah negara, sedangkan unsur manajemen
adalah pemerintahan. Negara dipandang sebagai suatu wadah atau organisasi
dalam arti statis. Unsur ini memerlukan mesin penggerak yang dapat
mendinamisasikannya. Unsur dinamis itu adalah manajemen, atau dalam
sistem kenegaraan dikenal sebagai pemerintahan. Dalam perspektif ini
bertemunya unsur negara dan pemerintahan akan menghasilkan sebuah
ketentuan, peraturan atau hukum yang disebut kebijakan publik. Selanjutnya,
kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang dapat
dijalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam
negara modern adalah pelayanan publik, yaitu segala sesuatu yang dapat
dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas
kehidupan orang banyak. Menyeimbangkan peran negara yang mempunyai
kewajiban menyediakan pelayan publik dengan hak untuk menarik pajak dan
retribusi; dan pada sisi lain menyeimbangkan berbagai kelompok dalam
masyarakat dengan berbagai kepentingan.
5
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN GEORGE EDWARD III
Ke empat faktor di atas harus dilaksanakan secara simultan karena antara satu
dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat. Tujuan kita adalah
meningkatkan pemahaman tentang implementasi kebijakan. Penyederhanaan
pengertian dengan cara membreakdown (diturunkan) melalui eksplanasi
implementasi kedalam komponen prinsip. Implementasi kebijakan adalah suatu
proses dinamik yang mana meliputi interaksi banyak faktor. Sub kategori dari
faktor-faktor mendasar ditampilkan sehingga dapat diketahui pengaruhnya
terhadap implementasi.
A. Komunikasi
6
Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab
melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat
melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh
semua personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenahi maksud
dan tujuan kebijakan. Jika para aktor pembuat kebijakan telah melihat
ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa
sesunguhnya yang akan diarahkan. Para implemetor kebijakan bingung
dengan apa yang akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak akan
mendapatkan hasil yang optimal. Tidak cukupnya komunikasi kepada para
implementor secara serius mempengaruhi implementasi kebijakan.
B. Sumberdaya
7
Informasi merupakan sumberdaya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Ada dua
bentuk informasi yaitu informasi mengenahi bagaimana cara menyelesaikan
kebijakan/program serta bagi pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang
harus dilakukan dan informasi tentang data pendukung kepetuhan kepada
peraturan pemerintah dan undang-undang. Kenyataan dilapangan bahwa tingkat
pusat tidak tahu kebutuhan yang diperlukan para pelaksana dilapangan.
Kekurangan informasi/pengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki
konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau pelaksana
tidak ada di tempat kerja sehingga menimbulkan inefisien. Implementasi
kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan
pemerintah yang ada.
8
mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali
mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena
mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi
mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu
dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran
program.
D. Struktur Birokrasi
9
5. Tingkat komunikasi “terbuka”, yaitu jaringan kerja komunikasi horizontal
maupun vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif
tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar organisasi;
6. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan pembuat keputusan
atau pelaksana keputusan.
10
b. Faktor kedua adalah kejelasan, jika kebijakan-kebijakan diimplementasikan
sebagaimana yang diinginkan, maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak
hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi juga komunikasi
kebijakan tersebut harus jelas. Seringkali instruksi-intruksi 16 yang
diteruskan kepada pelaksana kabur dan tidak menetapkan kapan dan
bagaimana suatu program dilaksanakan.
c. Faktor ketiga adalah konsistensi, jika implementasi kebijakan ingin
berlangsung efektif, maka perintahperintah pelaksaan harus konsisten dan
jelas. Walaupun perintah-perintah yang disampaikan kepada pelaksana
kebijakan jelas, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah
tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan
tugasnya dengan baik.
Daftar Putaka
11
Setyawan, Dody, Agus Priantono, and Firman Firdausi. "George Edward III
Model." Publicio: Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan dan Sosial 3.2 (2021): 9-19.
12