Anda di halaman 1dari 12

KEBIJAKAN PUBLIK

Dosen Pengampu : Fika Fibriyanita S.Sos, M.AP.

KELOMPOK 2 EDWARD G III

MAULIDA FITRI 2101020058

MUSTIKA ZAHRO 2101020056

MAULIDA FITRIANA 2101020091

NURUL HUDA 2101020076

NORHAYATI 2101020099

PRODI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARI


Abstrak

Kebijakan publik merupakan ranah tempat bergantung banyak pihak untuk


menyelesaikan masalah publik secara rasional dan dapat diterima oleh berbagai
kelompok kepentingan yang terlibat. Kebijakan publik harus dikembangkan
sebagai alat untuk mengedepankan perubahan di sektor publik, sehingga
pergerakan reformasi di sektor publik dapat bergerak lebih cepat dari yang
diusahakan oleh kebijakan publik sebelumnya. Kebijakan publik dengan demikian
harus menghindari pola pikir ortodoks untuk menyelesaikan masalah publik yang
kian kompleks dan rumit. Pola pikir yang terlalu menyederhanakan masalah
publik dengan memberikan kebijakan publik yang tambal sulam harus sudah
mulai ditinggalkan. Pemerintah dan analis kebijakan di masa yang akan datang
haruslah sudah mulai berpikir mengenai perubahan yang lebih bermakna.
Pertentangan para aktor yang berkepentingan dalam anggaran publik bisa
dimengerti, karena posisi anggaran publik yang strategis perannya. Posisi yang
strategis tersebut mengandung maksud bahwa instrumen tersebut mampu
menyelesaikan permasalahan publik yang ada ditengah-tengah masyarakat. Sering
dengan perkembangan permasalahan publik yang dinamis untuk diselesaikan
dengan secara rasional dan dapat diterima oleh berbagai elemen masyarakat, maka
perlu dikembangkan paradigma baru dalam setiap perumusan kebijakan.
Kebijakan publik adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis dan dasar
rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta cara bertindak
(tentang perintah, organisasi, dan sebagainya). Kebijakan publik merupakan
bentuk perwujudan dari sebuah tindakan pemerintah dalam menanggapi sesuatu,
bukan semata-mata berupa pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat publik.
Kebijakan publik biasanya dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan.

Pendahuluan

2
Kebijakan publik adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis dan dasar
rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta cara bertindak
(tentang perintah, organisasi, dan sebagainya). Kebijakan publik merupakan
bentuk perwujudan dari sebuah tindakan pemerintah dalam menanggapi sesuatu,
bukan semata-mata berupa pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat publik.
Kebijakan publik biasanya dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan. Dalam
filsafat kebijakan (policy philosopies) memperkenalkan konsep pemerintahan
dalam masyarakat yang pluralistis, seperti Indonesia dan Amerika Serikat dengan
teori Brokerism. Di antara penganut teori ini, yaitu David Easton dan Robert Dahl
sangat membantu memahami pluralisme. Teori Brokerism beranggapan bahwa
masyarakat terdiri atas beberapa kelompok kepentingan (interest-group) dan
pemerintah “sebagai alat perekat” serta memiliki pegangan yang kuat dari semua
unsur kelompok kepentingan itu menjadi suatu kekuatan yang terintegrasi.
Melihat fungsi dari filsafat kebijakan, partisipasi masyarakat wajib dalam
penyusunan kebijakan di sebuah negara demokrasi. Dalam konteks otonomi
daerah pun, partisipasi masyarakat dijamin melalui Undang-Undang No. 32/2004
tentang Pemerintahan Daerah. Pada Pasal 45 disebutkan bahwa anggota DPRD
mempunyai kewenangan menyerap, menampung, menghimpun dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Pasal 139 menegaskan bahwa masyarakat
berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan dalam rangka penyiapan
atau pembahasan rancangan peraturan daerah. Dijaminnya kebebasan masyarakat
menyampaikan aspirasi dan berpartisipasi dalam penyusunan seperti kebijakan
publik di daerah, agar kebijakan publik memenuhi rasa keadilan dan tidak
menimbulkan kontroversi di masyarakat. Oleh karena itu, perumusan kebijakan
publik dimulai dari dan oleh rakyat, serta untuk rakyat, terutama di sebuah negara
demokrasi. _Teori dan proses kebijakan publik memiliki definisi yang tidak hanya
menekankan pada hal-hal yang diusulkan pemerintah, tetapi juga mencakup arah
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Perhatian para ilmuwan politik
terhadap studi kebijakan publik juga semakin besar. Menurut James Anderson
(1963), adalah sah bagi seorang ilmuwan politik memberikan saran-saran kepada
pemerintah ataupun pemegang otoritas pembuat kebijakan agar kebijakan yang
dihasilkannya mampu memecahkan persoalan dengan baik. Sifat kebijakan publik
sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik apabila konsep ini

3
diperinci menjadi beberapa kategori, antara lain tuntutan kebijakan, keputusan
kebijakan, pernyataan kebijakan, hasil kebijakan, dan dampak kebijakan. Dengan
mengacu pada tahap-tahap kebijakan yang ditawarkan Jones dan beberapa ahli
lainnya, domain kebijakan publik meliputi penyusunan agenda, formulasi
kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi, dan penilaian kebijakan. Kebijakan
publik dibedakan menjadi analisis kebijakan, kebijakan publik, dan anjuran
kebijakan. Kebijakan publik secara garis besar mencakup tahap-tahap perumusan
masalah kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Analisis
kebijakan berhubungan dengan penyelidikan serta deskripsi sebab dan
konsekuensi kebijakan publik. Dalam analisis kebijakan, dapat dianalisis
pembentukan, substansi, dan dampak dari kebijakan tertentu. Adapun anjuran
kebijakan secara khusus berhubungan dengan tindakan yang harus dilakukan oleh
pemerintah dengan menganjurkan kebijakan tertentu melalui diskusi, persuasi atau
aktivitas politik. Ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam analisis
kebijakan publik. Pertama, fokus utamanya adalah penjelasan kebijakan, bukan
anjuran kebijakan yang “pantas”. Kedua, sebab dan konsekuensi dari kebijakan
publik diselidiki dan diteliti dengan menggunakan metodologi ilmiah. Ketiga,
analisis dilakukan dalam rangka mengembangkan teori-teori umum yang dapat
diandalkan tentang kebijakan publik dan pembentukannya sehingga dapat
diterapkan di lembaga-lembaga dan bidang-bidang kebijakan yang berbeda.
Analisis kebijakan publik sangat berguna dalam merumuskan ataupun
mengimplementasikan kebijakan publik. Teori-teori dalam analisis kebijakan
publik pada akhirnya dapat digunakan untuk mengembangkan kebijakan publik
yang baik pada masa yang akan dating.

Pembahasan

4
 Hubungan Administrasi Negara dengan Kebijakan Publik dan Level
Kebijakan.
Secara konseptual, kebijakan publik (public policy) dipelajari oleh dua ilmu
disiplin, yaitu ilmu politik dan ilmu administrasi publik. Tiap-tiap disiplin ilmu
tersebut memiliki sudut pandang yang berbeda-beda terhadap kebijakan publik.
Hal ini disebabkan tiap-tiap disiplin ilmu itu memiliki locus dan focus yang
berbeda. Locus ilmu administrasi negara adalah organisasi dan manajemen,
sedangkan focus ilmu administrasi negara adalah efektivitas dan efisiensi.
Menurut konsep ilmu administrasi negara, kebijakan publik berasal dan dibuat
oleh pemerintah (manajemen) sebagai fungsi dinamis dari negara (organisasi),
yang ditujukan untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas-
tugas pemerintahan dan kenegaraan. Ilmu administrasi negara memiliki
delapan unsur (pilar) utama, yaitu organisasi, manajemen, personalia, material,
financial, human relation, komunikasi, dan ketatausahaan. Kebijakan publik
(public policy) adalah fungsi dari pilar organisasi dan manajemen. Unsur
organisasi dalam perspektif ini adalah negara, sedangkan unsur manajemen
adalah pemerintahan. Negara dipandang sebagai suatu wadah atau organisasi
dalam arti statis. Unsur ini memerlukan mesin penggerak yang dapat
mendinamisasikannya. Unsur dinamis itu adalah manajemen, atau dalam
sistem kenegaraan dikenal sebagai pemerintahan. Dalam perspektif ini
bertemunya unsur negara dan pemerintahan akan menghasilkan sebuah
ketentuan, peraturan atau hukum yang disebut kebijakan publik. Selanjutnya,
kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang dapat
dijalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam
negara modern adalah pelayanan publik, yaitu segala sesuatu yang dapat
dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas
kehidupan orang banyak. Menyeimbangkan peran negara yang mempunyai
kewajiban menyediakan pelayan publik dengan hak untuk menarik pajak dan
retribusi; dan pada sisi lain menyeimbangkan berbagai kelompok dalam
masyarakat dengan berbagai kepentingan.

5
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN GEORGE EDWARD III

Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis implementasi kebijakan tentang


konservasi energi adalah teori yang dikemukakan oleh George C. Edwards III.
Dimana implementasi dapat dimulai dari kondisi abstrak dan sebuah pertanyaan
tentang apakah syarat agar implementasi kebijakan dapat berhasil, menurut
George C. Edwards III ada empat variabel dalam kebijakan publik yaitu
Komunikasi (Communications), Sumber Daya (resources), sikap (dispositions
atau attitudes) dan struktur birokrasi (bureucratic structure)

Ke empat faktor di atas harus dilaksanakan secara simultan karena antara satu
dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat. Tujuan kita adalah
meningkatkan pemahaman tentang implementasi kebijakan. Penyederhanaan
pengertian dengan cara membreakdown (diturunkan) melalui eksplanasi
implementasi kedalam komponen prinsip. Implementasi kebijakan adalah suatu
proses dinamik yang mana meliputi interaksi banyak faktor. Sub kategori dari
faktor-faktor mendasar ditampilkan sehingga dapat diketahui pengaruhnya
terhadap implementasi.

Faktor –faktor yang berpengaruh dalam implementasi menurut George C.


Edwards III sebagai berikut :

A. Komunikasi

Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan


kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam
pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan
demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana.
Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu
dikomunikasikan sehingga implementors mengetahui secara tepat ukuran
maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu
proses yang amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya
untuk kepentingan tertentu, atau menyebarluaskannya. Di samping itu sumber
informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula.

6
Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab
melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat
melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh
semua personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenahi maksud
dan tujuan kebijakan. Jika para aktor pembuat kebijakan telah melihat
ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa
sesunguhnya yang akan diarahkan. Para implemetor kebijakan bingung
dengan apa yang akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak akan
mendapatkan hasil yang optimal. Tidak cukupnya komunikasi kepada para
implementor secara serius mempengaruhi implementasi kebijakan.

B. Sumberdaya

Tidak menjadi masalah bagaimana jelas dan konsisten implementasi program


dan bagaimana akuratnya komunikasi dikirim. Jika personel yang
bertanggungjawab untuk melaksanakan program kekurangan sumberdaya
dalam melakukan tugasnya. Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf,
keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk
mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait
dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa
program dapat diarahkan kepada sebagaimana yamg diharapkan, serta adanya
fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan
program seperti dana dan sarana prasarana.

Sumberdaya manusia yang tidak memadahi (jumlah dan kemampuan) berakibat


tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa
melakukan pengawasan dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan
terbatas maka hal yang harus dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para
pelaksana untuk melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM
yang baik agar dapat meningkatkan kinerja program. Ketidakmampuan pelaksana
program ini disebabkan karena kebijakan konservasi energi merupakan hal yang
baru bagi mereka dimana dalam melaksanakan program ini membutuhkan
kemampuan yang khusus, paling tidak mereka harus menguasai teknik-teknik
kelistrikan.

7
Informasi merupakan sumberdaya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Ada dua
bentuk informasi yaitu informasi mengenahi bagaimana cara menyelesaikan
kebijakan/program serta bagi pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang
harus dilakukan dan informasi tentang data pendukung kepetuhan kepada
peraturan pemerintah dan undang-undang. Kenyataan dilapangan bahwa tingkat
pusat tidak tahu kebutuhan yang diperlukan para pelaksana dilapangan.
Kekurangan informasi/pengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki
konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau pelaksana
tidak ada di tempat kerja sehingga menimbulkan inefisien. Implementasi
kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan
pemerintah yang ada.

Sumberdaya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan


bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/mengatur
keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor.

Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi


seperti kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil
program dapat berjalan.

C. Disposisi atau Sikap

Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan


adalah sikap implementor. Jika implemetor setuju dengan bagian-bagian isi
dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika
pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses
implementasi akan mengalami banyak masalah.

Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan ; kesadaran


pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program kearah
penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana

8
mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali
mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena
mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi
mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu
dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran
program.

Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dapat


mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan ini
adalah Menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan
pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan
keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi
yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan
insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja
secara total dalam melaksanakan kebijakan/program.

D. Struktur Birokrasi

Membahas badan pelaksana suatu kebijakan, tidak dapat dilepaskan dari


struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan
pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif
yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang
mereka miliki dalam menjalankan kebijakan. Van Horn dan Van Meter
menunjukkan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu
organisasi dalam implementasi kebijakan, yaitu:

1. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan;


2. Tingkat pengawasan hirarkhis terhadap keputusan-keputusan sub unit dan
proses-proses dalam badan pelaksana;
3. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara
anggota legislatif dan eksekutif);
4. Vitalitas suatu organisasi;

9
5. Tingkat komunikasi “terbuka”, yaitu jaringan kerja komunikasi horizontal
maupun vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif
tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar organisasi;
6. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan pembuat keputusan
atau pelaksana keputusan.

Bila sumberdaya cukup untuk melaksanakan suatu kebijakan dan para


implementor mengetahui apa yang harus dilakukan , implementasi masih gagal
apabila struktur birokrasi yang ada menghalangi koordinasi yang diperlukan
dalam melaksanakan kebijakan. Kebijakan yang komplek membutuhkan
kerjasama banyak orang, serta pemborosan sumberdaya akan mempengaruhi hasil
implementasi. Perubahan yang dilakukan tentunya akan mempengaruhi individu
dan secara umum akan mempengaruhi sistem dalam birokrasi.

Menurut pandangan Edwards (dalam Budi Winarno, 2008) sumber-sumber


yang penting meliputi, staff yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik
untuk melaksanakan tugastugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang
diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna 6 melaksanakan
pelayanan-pelayanan publik. Struktur Birokrasi terdapat dua karakteristik utama,
yakni Standard Operating Procedures (SOP) dan Fragmentasi: SOP atau prosedur-
prosedur kerja ukuran-ukuran dasar berkembang sebagai tanggapan internal
terhadap waktu yang terbatas dan sumber- sumber dari para pelaksana serta
keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi-organisasi yang
kompleks dan tersebar luas. Sedangkan fragmentasi berasal dari tekanantekanan
diluar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok-kelompok
kepentingan pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi negara dan sifat kebijakan yang
mempengaruhi organisasi birokrasi pemerintah. Menurut pandangan Edward III
(Budi Winarno, 2008: 175-177) proses komunikasi kebijakan dipengaruhi tiga hal
penting, yaitu:

a. Faktor pertama yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah


transmisi. Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia
harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk
pelaksanaannya telah dikeluarkan.

10
b. Faktor kedua adalah kejelasan, jika kebijakan-kebijakan diimplementasikan
sebagaimana yang diinginkan, maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak
hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi juga komunikasi
kebijakan tersebut harus jelas. Seringkali instruksi-intruksi 16 yang
diteruskan kepada pelaksana kabur dan tidak menetapkan kapan dan
bagaimana suatu program dilaksanakan.
c. Faktor ketiga adalah konsistensi, jika implementasi kebijakan ingin
berlangsung efektif, maka perintahperintah pelaksaan harus konsisten dan
jelas. Walaupun perintah-perintah yang disampaikan kepada pelaksana
kebijakan jelas, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah
tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan
tugasnya dengan baik.

Daftar Putaka

11
Setyawan, Dody, Agus Priantono, and Firman Firdausi. "George Edward III
Model." Publicio: Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan dan Sosial 3.2 (2021): 9-19.

12

Anda mungkin juga menyukai