Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


Penggunaan teori memiliki kedudukan yang sangat penting dalam suatu penelitian

teori berfungsi untuk menjelaskan dan menjadi pedoman dalam penelitian. Berdasarkan

uraian sebelumnya, peneliti telah menguraikan masalah-masalah yang di peroleh dari

hasil observasi awal yang berkaitan dengan penelitian. Pada bab ini, peneliti mengkaji

beberapa teori yang relavan dengan permasalahan penelitian sehingga akan diperoleh

konsep penelitian yang jelas.

2.1.2 Pengertian kebijakan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kebijakan adalah rangkaian konsep dan

asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,

kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat di terapkan pada pemerintahan,

organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan

peraturan dan hukum, kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling

mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula

merujuk pada Proses pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk

identifikasi berbagai alternative seperti prioritas program atau pengeluaran, dan

pemilihannya berdasarkan dampaknya, kebijakan juga dapat diartikan sebagai

mekanismepolitis, manajemen, finansial, atau administrative untuk mencapai suatu

tujuan eksplesit.

Kebijakan dapat juga bearti sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis

pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Kebijakan dapat

berbentuk keputusan yang dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh pengambil
keputusan puncak dan bukan kegiatan- kegiatan berulang yang rutin dan terperogram

atau terkait dengan aturan- aturan keputusan.

menurut Friedrich (dalam Abidin,2017:5) mengatakan kebijakan Sebagai:

“Serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang maupun kelompok,

atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan

kesulitan-kesulitan dan kemungkinan-kemungkinan kesempatan-kesempatan dimana

kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan

yang di maksud” Maksud dari kebijakan sebagai bagian dari kegiatan, Friedrich

menambahkan ketentuannya bahwa kebijakan tersebut berhubungan dengan

penyelesaian beberapa maksud dan tujuan.

Sebuah kebijakan adalah Hipotesis yang berisi kondisi awal dan perkiraan

konsekuensi kebijakan dan politik menjadi istilah yang sama sekali berbeda. Bahan serta

retorika menjadi instrument utama rasional public. Seperti yang di kemukakan Lasswell

yang mengemukakan kata “Kebijakan” pada umumnya dipakai untuk menunjukan

pilihan terpenting yang diambil baik dalam kehidupan organisasi maupun kebijakan

politik yang di yakini mengandung makna keberpihakan.

Menurut Holwet dan M.Ramesh (Subarsono,2005:13) berpendapat bahwa

kebijakan public terdiri atas lima tahapan yaitu sebagai berikut :

1. Penyusunan agenda,yakni suatu proses agar suatu masalah bisa

mendapatkan perhatian dari pemerintah

2. Formulasi kebijakan, yakni proses penyusunan pilihan-pilihan kebijakan oleh

pemerintah

3. Pembuatan kebijakan, yakni proses ketika pemerintah memilih untuk

melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan


4. Implementasi kebijakan, yakni proses memonitor dan memilih kerja dan hasil

kebijakan

5. Implementasi kebijakan, yakni proses untuk melaksanakan kebijakan agar

mencapaihasil

Policy (kebijakan) adalah suatu tindakan berpola yang mengarah pada tujuan dan

bukan sekedar keputusan untuk melaksanakan sesuatu. Jones (2019:7) menyatakan

istilah kebijakan digunakan dalam praktik sehari-hari namun digunakan untuk

menggantikan kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda. istilah ini sering

diperuntukan dengan tujuan (goals), program, keputusaan (decision), standar, proposal

dan grand design.

Berdasarkan pendapat diatas, maka peneliti menarik kesimpulan bahwa kebijakan

adalah rangkaian pedoman atau konsep dan asas yang menjadi acuan dalam

pelaksanaannya suatu aktivitas dalam rangka mencapai tujuan tertentu yang dicirikan

oleh perilaku yang konsisten dan berulang baik dari yang membuat maupunyang

menantinya.

2.1.3 Pengertian publik

Secara etimologis public berasal dari sebuah kata dalam bahasa yunani yakni

“pubes” yang kedewasaan secara fisik,emosional maupun intelektual. Dalam bahasa

yuanani istilah koinom atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai dengan kata common

yang bermakna hubungan antar individu. Oleh karena itu, public sering kali

dikonsepkan sebagai sebuah ruang yang berisi aktifitas manusia yang dipandang perlu

untuk di investasi oleh pemerintah atau antar sosial atau setidaknya oleh tindakan

bersama.
Frederickson (dalam Abidin,2017:9) menjelaskan lima model formal yang

berkaitan dengan kedudukan konsep public yang umum digunakan dalam ilmu- ilmu

sosial untuk dikaji dalam rangka revitalisasi konsep tersebut, sehinga diharapkan

muncul suatu perspektif baru yang menjadi esensi administrasi publik modern.

Frederickson (dalam Abidin,2017:9) mengemukakan kelima perspektif untuk

memahami jonsep public tersebut sebagai berikut :

1. Persfektif penyedia lapangan

public sebagai pelanggan yang harus di layani. Selain itu, aparatur

pemerintah yang berada pada paling dekat dengan public dengan segala

keahlian, pendidikan dan pengetahuan diharapkan memberikan yang terbaik

untuk public. Mempunyai tugas untuk melayani public yang terdiri atas

individu-individu atau kelompok-kelompok.

2. Perspektif kewarganegaraan

Reformasi administrasi public khusunya di Indonesia dan umumnya di

berbagai dunia, di tandai dua tuntutan penting. Pertama, tuntutan adanya

pelayanan public yang lebih terdidik dan terseleksi dengan dasar

meriotraksi. Kedua, tuntutan agar setiap warga Negara diberi informasi yang

cukup agar dapat aktif dalam berbagai kegiatan publik dan memahami

konstitusi dengan baik

3. Perspektif pluralis

Pendukung perspektif ini berpendapat bahwa setiap orang mempunyai

kepentingan yang sama akan bergabung satu sama lain dan membentuk

suatu kelompok yang pada nantinya kelompok-kelompok tersebut

berinteraksi dan berkompetisi untuk memperjuangkan kepentingan-

kepentingan individu yang mereka wakili, khusunya dalam konteks

pemerintahan
4. Perspektif pilihan publik

Persperktif ini berakar pada tradisi pemikiran utilitarian yang menekan pada soal

kebahagiaan dan kepentingan individu. pandangan ini adalah bahwa tindakan

public harus dimengerti sebagai tindakan individual yang termotivasi oleh

kepentingan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya

5. Perspektif legislative

Sifat pemerintahan yang demokrasi tidak selalu menggunakan sistem perwakilan

secara langsung pada kenyatan nya banyak pemerintahan yang demokratis namun

menggunakan sistem perwakilan tidak langsung. Asumsi perspektif ini adalah

bahwa setiap pejabat yang di angkat untuk mewakili kepentingan public, sehingga

mereka melegitimasi mewujudkan perspektif public dalam administrasi publik.

2.1.4 Kebijakan Publik


Menurut Anderson Kebijakan public adalah hubungan antar unit-unit pemerintah

dengan lingkungannya. Gerston menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan upaya

yang dilakukan oleh pejabat pemerintah pada setiap tingkatan pemerintah pada setiap

tingkatan pemerintah pada setiap tingkatan pemerintahan untuk memecahkan masalah

publik. Lebih lanjutnya adalah proses penentuan suatu kebijakan mencakup lima tahapan

yaitu (1) mengidentifikikasikan isu-isu kebijakan publik (2) mengembangkan proposal

kebijakan publik (3) melakukan advokasi kebijakan publik (4) melaksanakan kebijakan

publik (5) mengevaluasi kebijakan yang dilaksanakan.


Sedangkan menurut Dunn (2008:24) kebijakan publik merupakan suatu rangkaian

pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintahan

pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti tugas pemerintahan,

pertahanan keamanan, energy, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas,

perkotaan dan lainnya.

Woll sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003:2) menyebutkan bahwa kebijakan publik

adalahh “sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah ditengah masyarakat,

baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan

masyarakat”

Dari beberapa Para ahli memberikan penjelasan peneliti menyimpulkan bahwa

kebijakan publik adalah keputusan atau ketetapan pemerintah untuk melakukan sebuah

tindakan yang di anggap akan membawa dampak bagi kehidupan masyarakat. Dalam

kaitannya dengan definisi para pakar tersebut, peneliti meyimpulkan kebijakan publik adalah

keputusan- keputusan pemerintah yang mengikat orang banyak pada tataran tindakan

pemerintah yang jelas dalam mengatasi suatu permasalahan.

2.1.5 Tahapan kebijakan Publik

Siklus kebijakan publik memiliki keterkaitan dengan pembuatan kebijakan,

pelaksanaan kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Dalam tahapan- tahapan yang ada dalam

kebijakan publik bisa dilihat keterlibatan publik yang ukuran mengenai tingkat ketaatan

suatu negara kepada amanah rakyat yang berkuasa diatasnya. Perlunya melakukan

beberapa hal untuk mengabulkan pelaksanaan kebijakan tersebut agar menjadi lebih

efektif dengan beberapa hal berikut yaitu diadakannya patung hukum yang mengatur

dalam bentuk peraturan perundang-undangan agar nantinya diketahui oleh masyarakat

mengenai keputusan yang telah ditetapkan. Dalam pembuatan kebijakan diperlukan

pembiayaan anggaran dan struktrur pelaksana yang jelas agar lebih transparan, dan yang
terakhir perlu diadakannya kontrol publik dengan kata lain sebagai suatu metode yang

dapat memudahkan masyarakat untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan tersebut

mengalami kekeliruan ataupun tidak.

Proses pembentukan kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai proses yang

cukup rumit karena menyertakan banyak proses dan variabel yang perlu dibahas.

Maka dari itu, perlu adanya pembagian mengenai proses-proses saat menyusun

kebijakan publik dalam beberapa bagian atau siklus yang perlu dilakukan oleh beberapa

pakar politik yang memiliki ketertarikan untuk mengkaji kebijakan publik. Menurut

Lindblom (1986:3) dalam Mustari (2015:52) adanya pembagian tersebut memiliki

tujuan untuk mempermudah kita saat mempelajari kebijakan publik. Tetapi, dalam

tahapan atau siklus kebijakan publik ada beberapa tokoh maupun ahli yang membaginya

dengan urutan berbeda-beda. Tahap-Tahap atau siklus kebijakan publik adalah sebagai

berikut :

Gambar 2.1
Siklus Kebijakan Publik

Penyusunan Agenda

Formulasi Kebijakan

Adopsi Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Evaluasi Kebijakan
Pada penyusunan agenda kebijakan publik mengharuskan para pemangku

kepentingan yang telah dipilih untuk menempatkan masalah, dimana pada awalnya

masalah -masalah yang ada tersebut diseleksi untuk dapat masuk pada agenda kebijakan

dan nantinya hanya ada beberapa permasalahan saja yang masuk dalam agenda

kebijakan tersebut yang akan dilakukan oleh para pembuat kebijakan. Pada tahap

penyusunan agenda ini, beberapa masalah kemungkinan ada yang dihiraukan,

sedangkan permasalahan lain yang telah dipilih akan menjadi fokus dalam diskusi yang

nantinya akan dilakukan atau mungkin adanya beberapa masalah yang tidak dipilih

tersebut memiliki alasan tertentu yang akan tertunda salam waktu yang belum diketahui.

A. Tahap Formulasi Kebijakan

Permasalahan-permasalahan yang sudah ada pada agenda kebijakan dan telah

dibahas oleh pembuat kebijakan, nantinya permasalahan tersebut akan dicari

suatu jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan masalah yang ada dari

pencarian alternatif jalan keluar tersebut berasal dari solusi-solusi kebijakan

yang ada. Pada formulasi kebijakan ini nantinya jalan keluar atau solusi yang

sudah ada tersebut akan tetap bersaing agar dapat dipilih oleh para perumus

kebijakan dalam memecahkan masalah tersebut. Para aktor perumus kebijakan

pada tahap ini juga bermain peran yang sangat penting untuk bersaing dengan

aktor kebijakan lainnya dalam menentukan alternatif pemecahan masalah yang

terbaik.

B. Tahap Adopsi Kebijakan

Para pembuat kebijakan yang menawarkan banyak sekali alternatif solusi pada

permasalahan yang ada, alhasil hanya satu dari alternatif solusi kebijakan yang

nantinya akan di adopsi dengan bantuan dari sebagian besar legislatif,

kesepakatan antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.


C. Tahap Implementasi Kebijakan

Adanya alternatif sebagai solusi pada pemecahan masalah yang telah ditetapkan harus

segera diimplementasikan oleh badan administrasi maupun pemerintah mulai dari

tingkat atas sampai bawah karena tahap ini adalah tahap yang penting.

Pengimplementasian dari kebijakan yang telah ditetapkan tersebut dilakukan oleh

bagian-bagian administrasi yang menjalankan mulai dari sumber daya manusia nya

dan juga sumber daya keuangan. Sama halnya dengan tahap yang lain, pada tahap ini

juga akan sama-sama bersaing karena implementasi kebijakan yang telah ada beberapa

memperoleh dukungan atau bahkan mendapat penentangan dari para pelaksana yang

bertanggungjawab pada pengimplementasian kebijakan tersebut.

D. Tahap Evaluasi Kebijakan

Jika ingin mengetahui seberapa besar keberhasilan pemecahan masalah yang telah

dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat dalam kebijakan yang ada, maka setelah

diimplementasikan pada tahap ini akan dilakukan penilaian atau evaluasi. Maka dari

itu, ditetapkan standard dan kriteria yang menjadi landasan untuk melihat dan menilai

kebijakan publik yang telah dilaksanakan sudah meraih dampak dan berjalan sesuai

yang diinginkan atau belum.

2.1.6 Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2002) menyatakan Implementasi

dimaknai sebaagai pelaksana, penerapan, atau pemenuhan. Implementasi Kebijakan

merupakan tahapan dari proses kebijakan segera setelah penerapan undang- undang.

Sebagaimana dinyatakan Ripley dan Franklin (Dalam Winarno 2007:145),

Implementasi Kebijakan adalah apa yang terjadi setelah undang-undang di tetapkan yang

memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan atau jenis keluaran nyata lainnya.
Warwik sebagaimana di kutip Eko Handoyo (2012) menyebutkan implementasi

kebijakan sebagai sumber daya untuk menjalankan program, implementor harus berhubungan

dengan tugas-tugas, lingkungan, klien, dan kelompok terkait.

Nugroho (2012:675) menyatakan Implementasi kebijakan padaprinsipnya adalah

cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya dengan tidak kurang dan tidak lebih.

Untuk dapat mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada,

yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi.

kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Secara umum

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Sekuensi Kebijakan

Publik

kebijakan publik

Kebijakan publik penjelas Program

Proyek

Kegiatan
Sumber : Nugroho,2012

pemanfaat
Berdasarkan Gambar 2.1 Diketahui bahwa (beneficiaries
proses implementasi )
kebijakan publik

dioprasionalkan dalam bentuk program. Kemudian program tersebut diturunkan

menjadi proyek yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan (Nugroho,2012:680).

Kegiatan tersebut ditunjukan kepada pemanfaat program (beneficiares) , yakni

masyarakat yang pada akhirnya ,kegiatan tersebut dapat bermanfaat kepada masyarakat atau

publik.
Dalam kaitannya dengan definisi-definisi di atas tersebut ,peneliti meyimpulkan

Implementasi kebijakan publik adalah kegiatan untuk menjalankan kegiatan yang di lakukan

lakukan oleh sekelompok organisasi atau pemerintahan untuk mencapai tujuan yang telah di

tetapkan.

2.1.7 Model Implementasi Kebijakan

Seiring berjalannya perkembangan studi implementasi kebijakan, dalam hal ini

memiliki dua pendekatan yang digunakan untuk memahami implementasi kebijakan saat

dijalankan. Pendekatan tersebut terdiri dari atas ke bawah (top down) dan juga bawah ke atas

(bottom up). Guna menelaah bagaimana berjalannya implementasi kebijakan publik yang

telah dilakukan oleh para implementator, maka perlu dikaji dari beberapa faktor dan

variabel yang diperlukan untuk mempermudah pemahanan mengenai konsep implementasi

kebijakan dari suatu model. Pada implementasi kebijakan publik, terdapat banyak sekali

model – model kebijakan pubik dari para ahli. Dari adanya model-model kebijakan tersebut,

berupaya untuk mendefinisikan berhasil atau tidaknya suatu pelaksanaan kebijakan yang

dijalankan. Adapun model-model pendekatan implementasi kebijakan publik yang

dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya sebagai berikut :

2.1.7.1 Model implementasi George C. Edward III

(Dalam Agustino,2014 : 149-154) menamakan model implementasi kebijakan public

Dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Dalam pendekatan yang diteorikan

oleh Edward III, Terdapat empat Variabel yang sangat menentukan keberhasilan

implementasi suatu kebijakan yaitu : (1) Komunikasi; (2) Sumberdaya; (3) Disposisi; (4)

Struktur Birokrasi.

1. Komunikasi

Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasi implementasi suatu kebijakan


menurut George C. Edward III (Dalam Agustino, 2008: 150) adalah komunikasi.

Komumikasi, menurutnya sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari

implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para

pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang mereka kerjakan. Pengetahuan atas

apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan apabila komunikasi berjalan dengan

baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus

ditrasmisikan (atau pentransmisian informasi) akurat dan konsisten. Komunikasi

diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementor akan semakin

konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam

masyarakat.

2. Sumber daya

Variabel kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan

adalah sumber daya. Sumber daya merupakan hal penting lainnya dalam

mengimplementasikan kebijakan. menurut George C. Edward III (Dalam

Agustino,2008: 151-152). Indikator sumber daya terdiri dari beberapa elemen, yaitu :

a. Staf, Sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf. Kegagalan

yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh

karena staf tidak mencukupi,memadai ataupun tidak kompetan dibidangnya,

Penambahan jumlah staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan harus

kompetan dan kapabel dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan

tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.

b. Informasi, Dalam implementasi kebijakan, Informasi mempunyai dua bentuk yaitu

yang berhubungan dengan cara melakukan kebijakan. Implementor harus

mengetahui apa yang harus mereka lakukan saat di berikan perintah. Kedua,

Informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan

regulasi pemerintah yang telah di terapkan. Implementor harus mengetahui apakah


orang yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh atau tidak.

c. Wewenang, Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar pemerintah

dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para

pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika

wewenang gagal, maka kekuatan para implementor dimata publik tidak

terlegitimasi, sehingga dapat menggalkan proses implementasi kebijakan. Tetapi

dalam konteks lain, ketika wewenang formal tersebut ada, makasering terjadi

kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Efektivitas akan menyusut

manakala wewenang dislewengkan oleh para pelaksana demi kepentingan sendiri

atau kelompoknya.

d. fasilitas, Fasilitas fisik juga merupakan Faktor penting dalam implementasi

kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa

yang harus dilakukan dan memiliki wewenang untuk melaksanakan Tugasnya,

tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi

kebijakan tersebut tidak akan berhasil

3. Disposisi

Variabel ketiga yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan adalah

disposisi. Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi menurut George

C. Edward III (dalam Agustino,2008 : 152-154), adalah :

a. Peningkatan Birokrat, disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan

hambatan-hambatan yang nyata terhdap implementasi kebijakan apabila personil

yang ada tidak melaksanakan kebijakan- kebijakan yang diinginkan oleh

pejabat-pejabat tinggi. Karena itu,pemilihan dan peningkatan personil pelaksana

kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah

ditetapkan.

b. Insentif, Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk

mengatasi masalah kecendrerungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi


insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan

mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan

mempengaruhi tindakan para perlaksana kebijakan. Dengan cara menambah

keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang

membuat para pelaksana kebijkan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini

dilakukan sebagai kebijakan melaksanakan perintah dengan baik.

4. Struktur Birokrasi

Menurut Edward III (dalam Agustino, 2008:153-154), yang mempengaruhi

keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur Birokrasi. Walaupun

sumberdaya untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia, para pelaksana kebijakan

mengetahui apa yang seharusnya dilakukan. Dan mempunyai keinginan untuk

melaksanakan suatu kebijakan. Kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat

dilaksanakan atau di realisasikan karena terdapat kelemahan dalam struktur birokrasi.

Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika

struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan

menyebabkan sumber daya yang menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya

kebijakan

GAMBAR 2.1

Model pendekatan Direct indirect impact on implementation


(George Edward III)

Sumber : Budi Winarno,2012

Dari variabel-variabel model implementasi kebijakan milik George C. Edward III di

atas dapat disimpulkan bahwa, model pendekatan ini memiliki empat variabel atau faktor

yang sangat berkaitan untuk mencapai suatu keberhasilan tujuan dari implementasi kebijakan

dilihat dari sisi komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi yang

menjalankannya.

2.1.7.2 Model Implementasi Van Metter dan Van Horn

Van Meter dan Van Horn (Agustino, 2008) mendefenisikan implementasi kebijakan

ialah suatu tindakan yang akan dilakukan baik oleh individu maupun dalam kelompok dan

pejabat-pejabat pemerintah dan swasta yang ditujukan demi tercapainya tujuan-tujuan

yang telah ditentukan oleh sebuah keputusan kebijaksanaan, mereka menekankan bahwa

tahapan implementasi baru terjadi selama proses legitimasi dilalui dan pengalokasian

sumber daya, dana yang telah disepakati tidak pada saat dimulai pada saat tujuan dan

sasaran kebijakan publik ditetapkan, tetapi tahap implementasi. Kebijakanmengisyaratkan

keinginan untukberbuat sesuai struktur implementasi. Suatu desain kebijakan yang

berbeda dapat memengaruhi implementasi dalam skala lebih luas

Meter dan Horn mengemukakan suatu model dasar yang mencakup enam variabel
yang membentuk keterkaitan antara kebijakan dengan kinerja. Dalam kebijakan ini

variabel terikat adalah kinerja, yang didefinisikan sebagai tingkat sejauh mana standar dan

tujuan-tujuan kebijakan direalisasikan. Adapun variabel-variabel yang membentuk

keterkaiatan antar kebijakan dengan kinerja adalah:

1. Ukuran-ukuran dasar dan Tujuan-tujuan kebijakan

2. Sumber Daya

3. Karakteristik Organisasi

4. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas

5. Penguatan Sikap Para Pelaksana

6. Kondisi-Kondisi Ekonomi, Sosial dan Disposisi Pelaksana.

Secara rinci variabel-variabel implementasi kebijakan publik Van meter danVan Horn

(1975) dijelaskan sebagai berikut :

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan.

Variabel ini didasarkan pada kepentingan utama terhadap faktor-faktor yang

menentukan kinerja kebijakan. Identifikasi indikator-indikator kinerja merupakan

tahapan yang paling krusial proses implementasi kebijakan untuk menilai sejauh

mana ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan telah di realisasikan. Ukuran-

ukuran dasar dan tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh dan juga

merupakan bukti itu sendiri.

2. Sumber Daya

Berhasil tidaknya impelementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan

memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya manusia merupakan

sumber daya terpenting dalam menentukan keberhasialan suatu implementasi

kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang

berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah
ditetapkan secara politik.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat Perhatian Pada Agen Pelaksana Meliputi Organisasi Formal dan Organisasi

informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat

penting karena kinerja implementasi kebijakan publik sangat banyak mempengaruhi

ciri-ciri yang tepat dengan para agen pelaksananya

4. Sikap/Kecenderungan

Sikap penerima atau penolakan agen pelaksana akan sangat banyak mempengaruhu

keberhasilan kinerja implementasikebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi

oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setemoat

yang mengenal betul persolan dan permasalahan yang mereka rasakan tetapi

kebijakan yang akan mengimplementor pelaksanaan adalah kebijakan dari atas

yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui kebutuhan,

keinginan atau permasalahan yang warga ingin selesaikan

5. Komunikasi Antar Organisasi dan aktivitas Pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan

publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat

dalam suatu proses implementasi maka asumsi kesalahan-kesalahan akan sangat

kecil terjadi dan begitu juga sebaliknya

6. Lingkungan Ekonomi,Sosial,Politik

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan

adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan

publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi

sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya

implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif

Gambar 2.2
Model Pendekatan The Policy Imolementation Process

(Donald Van Metter Carl Van Horn)

Sumber : Agustino, Leo Dasar-Dasar Kebijakan Publik,2014

Berdasarkan model yang telah diaparkan di atas, dapat ditarik kesimpuan bahwa

model pendekatan milik Van Metter dan Van Horn ini berasal dari perbedaan pada proses

implementasi karena dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang dilaksanakan. Model ini

menjelaskan bahwa kinerja kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas yang saling

berkaitan dari keenam variabel dan pada keenam variabel tersebut juga terdapat indikator-

indikator yang benar-benar bisa mengukur dari awal pembentukan kebijakan berdasarkan

standar ukuran kebijakan sampai lingkungan pelaksanaan kebijakan apakah implementasi

kebijakan tersebut dapat dikatakan berhasil atau tidaknya

2.1.7.3 Model Implementasi Merilee S. Grindle

Pada model yang dirumuskan oleh Merilee S. Grindle (1980) ini biasa dikenal sebagai

“Implementation as A Political and Administrative Process” atau Implementasi sebagai

proses politik dan administrasi. Grindle juga berpendapat bahwa dalam implementasi

kebijakan terdapat dua hal yang dapat mempengaruhinya (Agustino, 2014:154). Dalam

keberhasilan suatu implementasi kebijakan mampu dinilai dari hasil akhirnya yakni
tujuan yang akan dicapai tersebut akan tercapai atau tidak.

Model yang dikemukakan oleh Grindle (1980:7) dalam Mustari (2015:163)

menyatakan bahwa selain dipengaruhi oleh Content of Policy (isi kebijakan) dan

Contex of Implementation (konteks implementasinya), keberhasilan dari proses

implementasi kebijakan hingga tercapainya hasil berdasarkan pada aktivitas program

yang sudah dirancang dan pendanaan yang cukup. Menurut Grindle dalam Agustino

(2014:154), terdapat dua variabel yang menjadi pengukur tingkat dari keberhasilan

suatu implementasi kebijakan, diantaranya yaitu :

1. Isi Kebijakan (Content of Policy)

a. Para Kepentingan yang Mempengaruhi

Pada bagian ini memabahas mengenai bahwa suatu implementasi kebijakan

memiliki pengaruh yang berasal dari beragam kepentingan. Dengan artian,

pada pelaksanaan implementasi kebijakan sudah semestinya akan ada

banyaknya kepentingan yang terlibat, dan nantinya dalam

pengimplementasian kebijakan akan terbawa pengaruh dari kepentingan-

kepentingan tersebut.

b. Tipe Manfaat

Tipe manfaat yang dimaksud disini berupaya menjelaskan jika pada suatu

kebijakan perlu menghasilkan adanya dampak baik atau positif saat kebijakan

tersebut akanan diimplementasikan nantinya.

c. Derajat Perubahan yang akan Diraih

Pada bagian ini menjelaskan mengenai sejauh mana perubahan yang nantinya akan

diraih dari implementasi kebijakan dan perlu memiliki targer skala derajat yang jelas.
d. Letak Pegambilan Keputusan

Dalam pelaksanaan implementasi kebijakan, pengambilan keputusan ini

memiliki andil yang sangat penting. Hal tersebut harus dilakukan oleh

pengambil keputusan dengan memperjelas letak tersebut agar para pelaksana

dapat memahami letak pengambilan keputusan saat diimplementasikan.

e. Orang yang Melaksanakan Program

Suatu kebijakan tidak akan terlaksana dengan baik apabila tidak ada implementator

yang bertugas memiliki keterampilan dan ahli dalam pelaksanaannya, maka dari itu

implementator disini merupakan bagian yang terpenting dalam suatu kebijakan agar

saat melaksnaakan program mencapai keberhasilan.

f. Sumberdaya yang Dipergunakan

Kebijakan publik dalam pelaksanaannya diperlukan bantuan dari sumberdaya-

sumberdaya yang ada, guna mendukung implementasi kebijakan berjalan dengan

baik.

2. Lingkungan Kebijakan (Context of Policy)

a. Kekuasaan, Kepentingan dan Strategi dari para pemangku yang terlibat

Aktor-aktor yang terlibat pada suatu kebijakan harus memperhitungkan kekuatan,

kepentingan dan strategi yang dipergunakan, agar implementasi kebijakan dapat

berjalan dengan lancar dan tidak ada kendala saat pelaksanaannya.

b. Karakteristik Lembaga dan Pemerintahan yang Berwenang

Keberhasilan suatu kebijakan juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang

melaksanakan kebijakan tersebut. Oleh karena itu, pada poin ini membahas mengenai

kakteristik yang ada pada suatu lembaga pemerintahan yang nantinya akan

mempengarusi kebijakan yang dilaksanakan.


c. Tingkat Kepatuhan dan Respon Pelaksana

Adanya tingkat dan tindakan dari pelaksana merukapan suatu proses yang penting

dalam pelaksanaan suatu kebijakan, karena dari sinilah dapat dilihat seberapa besar

kepatuhan dan repon yang dilakukan para penyelenggara dalam menyikaspi suatu

kebujakan.

Berdasarkan penjelasan mengenai model implementasi Merilee S. Grindle, dapat

disimpulkan bahwa model tersebut memiliki dua hal yang dapat menentukan keberhasilan

pelaksanaan suatu implementasi kebijakan publik dilihat dari isi kebijakan yang terbagi

menjadi enam indikator didalamnya agar lebih memperjelas isi dari kebijakann dan kontkes

lingkungan implementasi kebijakan yang di dalamnya terdapat tiga indikator yang

membahas menganai para aktor-aktor pelaksana serta karakteristik yang dimilikinya dalam

menjalankan suatu kebijakan.

Pada model yang dirumuskan oleh Merilee S. Grindle (1980) ini biasa dikenal

sebagai “Implementation as A Political and Administrative Process” atau Implementasi

sebagai proses politik dan administrasi. Grindle juga berpendapat bahwa dalam

implementasi kebijakan terdapat dua hal yang dapat mempengaruhinya (Agustino,

2014:154). Dalam keberhasilan suatu implementasi kebijakan mampu dinilai dari hasil

akhirnya yakni tujuan yang akan dicapai tersebut akan tercapai atau tidak.

Model yang dikemukakan oleh Grindle (1980:7) dalam Mustari (2015:163

menyatakan bahwa selain dipengaruhi oleh Content of Policy (isi kebijakan) dan Contex of

Implementation (konteks implementasinya), keberhasilan dari proses implementasi

kebijakan hingga tercapainya hasil berdasarkan pada aktivitas program yang sudah

dirancang dan pendanaan yang cukup. Menurut Grindle dalam Agustino (2014:154),

terdapat dua variabel yang menjadi pengukur tingkat dari keberhasilan suatu implementasi

kebijakan, diantaranya yaitu :


1. Isi Kebijakan (Content of Policy)

a. Para Kepentingan yang Mempengaruhi

Pada bagian ini memabahas mengenai bahwa suatu implementasi kebijakan

memiliki pengaruh yang berasal dari beragam kepentingan. Dengan artian, pada

pelaksanaan implementasi kebijakan sudah semestinya akan ada banyaknya

kepentingan yang terlibat, dan nantinya dalam pengimplementasian kebijakan

akan terbawa pengaruh dari kepentingan-kepentingan tersebut.

b. Tipe Manfaat

Tipe manfaat yang dimaksud disini berupaya menjelaskan jika pada suatu

kebijakan perlu menghasilkan adanya dampak baik atau positif saat kebijakan

tersebut akanan diimplementasikan nantinya.

c. Derajat Perubahan yang akan Diraih

Pada bagian ini menjelaskan mengenai sejauh mana perubahan yang nantinya

akan diraih dari implementasi kebijakan dan perlu memiliki targer skala derajat

yang jelas.

d. Letak Pegambilan Keputusan

Dalam pelaksanaan implementasi kebijakan, pengambilan keputusan ini memiliki

andil yang sangat penting. Hal tersebut harus dilakukan oleh pengambil keputusan

dengan memperjelas letak tersebut agar para pelaksana dapat memahami letak

pengambilan keputusan saat diimplementasikan.

e. Orang yang Melaksanakan Program

Suatu kebijakan tidak akan terlaksana dengan baik apabila tidak ada

implementator yang bertugas memiliki keterampilan dan ahli dalam

pelaksanaannya, maka dari itu implementator disini merupakan bagian yang

terpenting dalam suatu kebijakan agar saat melaksnaakan program mencapai


keberhasilan.

f. Sumberdaya yang Dipergunakan

Kebijakan publik dalam pelaksanaannya diperlukan bantuan dari sumberdaya-

sumberdaya yang ada, guna mendukung implementasi kebijakan berjalan dengan

baik.

2. Lingkungan Kebijakan (Context of Policy)

a. Kekuasaan, Kepentingan dan Strategi dari para pemangku yang terlibat

Aktor-aktor yang terlibat pada suatu kebijakan harus memperhitungkan kekuatan,

kepentingan dan strategi yang dipergunakan, agarimplementasi kebijakan dapat

berjalan dengan lancar dan tidak ada kendala saat pelaksanaannya.

b. Karakteristik Lembaga dan Pemerintahan yang Berwenang


Keberhasilan suatu kebijakan juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang

melaksanakan kebijakan tersebut. Oleh karena itu, pada poin ini membahas

mengenai kakteristik yang ada pada suatu lembaga pemerintahan yang nantinya

akan mempengarusi kebijakan yang dilaksanakan.

c. Tingkat Kepatuhan dan Respon Pelaksana

Adanya tingkat dan tindakan dari pelaksana merukapan suatu proses yang penting

dalam pelaksanaan suatu kebijakan, karena dari sinilah dapat dilihat seberapa

besar kepatuhan dan repon yang dilakukan para penyelenggara dalam menyikaspi

suatu kebujakan.

Berdasarkan penjelasan mengenai model implementasi Merilee S. Grindle, dapat

disimpulkan bahwa model tersebut memiliki dua hal yang dapat menentukan keberhasilan

pelaksanaan suatu implementasi kebijakan publik dilihat dari isi kebijakan yang terbagi

menjadi enam indikator didalamnya agar lebih memperjelas isi dari kebijakann dan kontkes
lingkungan implementasi kebijakan yang di dalamnya terdapat tiga indikator yang membahas

menganai para aktor-aktor pelaksana serta karakteristik yang dimilikinya dalam menjalankan

suatu kebijakan.

Melalui Model-model yang dikembangkan oleh para ahli diatas serangkaian

tindakannya harus ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan

atau orientasi pada tujuan demi kepentingan seluruh masyarakat. Karenanya dalam

mengimplementasikan suatu kebijakan, pemerintah daerah harus memperhatikan bermacam-

macam faktor, sehingga tidak terjadi pemahaman yangberbeda antara isi kebijakan yang

diberikan oleh pusat dengan persepsi aparat pelaksana di daerah. Agar nilai-nilai yang dianut

dapat dijadikan pegangan oleh pemerintah untuk menerjemahkan setiap kebijakan.

2.2 Konsep Perlindungan Anak

2.2.1 Definisi Perlindungan anak

Gosita buku yang mengungkapkan bahwa perlindungan anak adalah suatu usaha untuk

melindungi anak dari tindak kekerasan agar anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.

Perlindungan hak anak pada hakikatnya menyangkut langsung pengaturan dalam peraturan

perundang undangan. Kebijaksanaan, usaha dan kegiatan yang menjamin terwujudnya

perlindungan hak anak didasarkan dalam pertimbangan bahwa anak merupakan golongan

yang rawan dan dependent, disamping karena adanya golongan anak yang mengalami

hambatan dalam perkembangan dan pertumbuhan ,rohani,dan jasmani.

Pasal 13 Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak , menentukan

bahwa : (1) setiap anak dalam pengasuhan orang tua , wali atau pihak lain maupun yang

bertanggung jawab atas pengasuhan , nerhak mendaptkan perlindungan perlakuan :


1. Diskriminasi.

2. Eksploitasi,baik ekonomi maupun seskseual

3.Penelantaran

4.Kekejaman , kekerasan dan penganiayaan

5.Ketidakadilan

6.Perlakuan yang salah lainnya

Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk peralakuan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka dikenakan pemberatan hukum.Perlindungan

Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak

haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak terkait erat dengan lima pilar yakni,

orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah pemerintah daerah dan negara. Kelimanya

memiliki keterkaitan satu sama lain sebagai penyelenggara perlindungan anak.

Dalam bentuknya yang paling sederhana, perlindungan anak mengupayakan agar

setiap hak anak tidak dirugikan. Perlindungan anak bersifat melengkapi ha-hak lainnya

menjamin bahwa anak-anak akan menerima apa yang mereka butuhkan agar mereka dapat

bertahan hidup, berkembang dan tumbuh Akan tetapi pada kenyataannva kondisi anak-

anak di Indonesia masih sangat memprihatinkan terutama yang menyangkut masalah

pekerja anak, anak jalanan dan anak anak korban kekerasan seksual, eksplotasi

seksual, dan eksploitasi seksual komersial. Dalam Undang- Undang Perlindungan

Anak pelanggaran terhadap perlindungan hak-hak anak, selain merupakan pelanggaran

hak-hak asasi manusia juga penghalang yang sangat besar bagi kelangsungan hidup

dan perkembangan anak.


Pengertian Perlindungan anak menurut pasal 1 ayat 2 undang-undang nomor 35 Tahun

2014 tentang perlindungan anak “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk

menjamin dan melindungi anak dan hak-hak agar dapat hidup,tumbuh berkembang dan

berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta

mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”

Definisi yang sama dinyatakan oleh save the Children Aliace (2007) bahwa

perlindungan anak merupakan langkah-langkah dan perkembangan struktur untuk mencegah

dan menanggapi penyalahgunaan,penelantaran,exploitasi dan kekerasan yang dapat

mempengaruhi kehidupan anak-anak.

2.2.2 Pengertian kekerasan

Menurut N.J. Smelser kekerasan adalah tindakan yang dilakukan untuk melukai pihak

lain yang berlawanan dengan gagasan atau pemikirannya. Ia menambah bahwa pada dasarnya

kekerasan dilakukan melalui lima tahapan, diantaranya tahapan kekerasan adalah sebagai

berikut :

1. Situasi sosial yang memungkinkan munculnya kerusuhan

2. Tekanan sosial

3. Berkembangnya perasaan kebencian

4. Mobilisasi yang beraksi

5. Kontrol sosial

Menurut WHO (2002:23) Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuatan

ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau

masyarakat yang mengakibatkan memar atau trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan

perkembangan atau perampasan Hak.


2.2.3 Pengertian anak

Merujuk dari Kamus Umum bahasa Indonesia mengenai pengertian anak secara

etimologis diartikan dengan manusia yang masih kecil ataupun manusia yang belum dewasa.

Menurut R.A. Kosnan "Anak-anak yaitu manusia muda dalam umur muda dalam jiwa dan

perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh untuk keadaan sekitarnya sungguh. Akan

tetapi, sebagai makhluk social yang paling rentan dan lemah, ironisnya anak-anak justru

sering kalidi tempatkan dalam posisi yang paling di rugikan, tidak memiliki hak untuk

bersuara, dan bahkan mereka sering menjadi korban tindak kekerasa dan pelanggaran

terhadap hak-haknya".

Oleh karna itu anak-anak perlu diperhatikan secara sungguh Di Indonesia sendiri

terdapat beberapa pengertian tentang anak menurut peraturan perundang- undangan, begitu

juga menurut para pakar ahli. Namun di antara beberapa pengertian tidak ada kesamaan

mengenai pengertian anak tersebut, karna di latar belakangi dari maksud dan tujuan masing-

masing undang undang maupun para ahli.

Pengertian anak menurut peraturan perundang undangan dapat dilihat sebagai berikut

a) Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak W.J.S.

Poerwadarminta, Kamus mum Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka : Amirko, 1984). Dalam

beberapa ketentuan hukum, manusia disebut sebagai anak ditentukan dengan Adanya

batasan usia. Dasar hukum yang mengatur tentang perlindungan anak seperti konvensi hak

hak anak, undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang sebagaimana telah

diubah menjadi undang undang nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan perempuan dan

anak terhadap tindak kekerasan.

Dalam KHA pasal satu disebutkan bahwa anak berarti setiap manusia yang berusia di

bawah 18 tahun kecuali, berdasarkan undang undang yang berlaku untuk anak anak

kedewasaan lah dicapai lebih cepat. Hal yang sama juga dijelaskan dalam undang undang

perlindungan anak dan peraturan daerah Banten nomor 9 Tahun 2014 tentang perlindungan

anak dan perempuan terhadap tindak kekerasan bahwa anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.

2.2.4 Bentuk kekerasan terhadap anak

Lawson (dalam Huraerah,2006 ), Psikiater internasiomal yang merumuskan definisi

tentang kekerasan terhadap anak :

1. Kekerasan Secara Fisik, Kekerasan Secara Fisik Adalah ketika orangtua atau pengasuh

dan pelingdung anak memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian)

pukulan anak dingat anak itu jika kekerasan fisik itu berlangsung dalam periode

tertentu kekerasan ini dilakukan seseorang berupa melukai bagian tubuh anak.

2. Kekerasan Emosional ,Kekerasan ini terjadi ketika orang tua atau pelindung anak

setelah mengathui anak meminta perhatian selalu mengabaikan. Ia membiarkan anak

kelaparan karena orang tua terlalu sibuk atau tidak ingin di ganggu pada waktu itu. Ia

boleh menjadi, mengabaikan kebutuhan anak untuk di peluk atau dilindungi. Anak

akan mengikat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung

konsisten orang tua termasuk melakukan prilaku keji pada anaknya akan terus

melakukan hal yang sama di kehidupan anak.

3. Kekerasan secara Verbal,Pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi penghinaan,

ataupun kata-kata yang melecehkan pelaku.

4. Kekerasan Seksual,Pemaksaan Berhubungan seksual yang dilakukan oleh orang yang

menetap oleh ruang lingkup rumah tangga tersebut (seperti anak,istri, pekerja Rumah

Tangga), Pemaksaan berhubungan seksual secara tidak wajar dengan orang lain untuk

bertujuan komersil atau tujuan tertentu

2.2.5 Faktor-faktor Terjadinya kekerasan terhadap Anak


Lawson (dalam Huraerah,2006 ), Psikiater internasiomal yang merumuskan definisi

tentang kekerasan terhadap anak :

1. Kekerasan Secara Fisik, Kekerasan Secara Fisik Adalah ketika orangtua atau pengasuh

dan pelingdung anak memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian)

pukulan anak dingat anak itu jika kekerasan fisik itu berlangsung dalam periode

tertentu kekerasan ini dilakukan seseorang berupa melukai bagian tubuh anak.

2. Kekerasan Emosional ,Kekerasan ini terjadi ketika orang tua atau pelindung anak

setelah mengathui anak meminta perhatian selalu mengabaikan. Ia membiarkan anak

kelaparan karena orang tua terlalu sibuk atau tidak ingin di ganggu pada waktu itu. Ia

boleh menjadi, mengabaikan kebutuhan anak untuk di peluk atau dilindungi. Anak

akan mengikat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung

konsisten orang tua termasuk melakukan prilaku keji pada anaknya akan terus

melakukan hal yang sama di kehidupan anak.

5. Kekerasan secara Verbal,Pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi penghinaan,

ataupun kata-kata yang melecehkan pelaku.

6. Kekerasan Seksual,Pemaksaan Berhubungan seksual yang dilakukan oleh orang yang

menetap oleh ruang lingkup rumah tangga tersebut (seperti anak,istri, pekerja Rumah

Tangga), Pemaksaan berhubungan seksual secara tidak wajar dengan orang lain untuk

bertujuan komersil atau tujuan tertentu

Terjadinya kekerasan terhadap anak disebabkan berbagai faktor yang

mempengaruhinya bahwa kekerasan terhadap anak pada umumnya disebabkan oleh faktor

internal yang berasal dari anak itu sendiri maupun faktor eksternal yang berasal dari kondisi

keluarga (Suharto 1997:366-367) seperti:


1. Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidaktahuan mendidik anak, harapan

orang tua tidak realistis, anak yang tidak diinginkan (unwanted child), anak yang lahir

diluar nikah.

2. Penyakit parah atau gangguan mental pada salah satu atau kedua orang tua, misalnya

tidak mampu merawat dan mengasuh anak karena gangguan emosional dan depresi.

3. Kondisi lingkungan sosial yang buruk, pemukiman kumuh,tergusurnya tempat

bermain anak, sikap acuh tak acuh terhadap tindakan eksploitasi, pandangan terhadap

nilai anak yang terlalu rendah, meningkatnya faham ekonomi upah, lemahnya

perangkat hukum, tidak adanya mekanisme kontrol sosial yang stabil.

2.3 Penelitian Terdahulu

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Rizky Nur Syafitri, Edy Akhyary, Fitri

Kurnianingsih pada tahun 2022 dengan judul Evaluasi Program Perlindungan Anak Terpadu

Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Kelurahan Kijang Kota Kecamatan Bintan Timur

Kabupaten Bintan). Tujuan penelitian Rizky, dkk adalah untuk mengevaluasi Program

Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Kelurahan Kijang Kota

Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan). Metode penelitian yang digunakan adalah

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan teori evaluasi Menurut

Daniel Stufflebeam yang dijabarkan menjadi 4 indikator (Context Evaluasion, Input

Evaluasion, Process Evaluasion, Product Evaluasion) Hasil penelitian menunjukan

Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat di Kijang Kota sudah berjalan sesuai

dengan Pedoman Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), namun dalam

pelaksanaannya masih terdapat beberapa kendala yaitu kurangnya anggaran dan juga

kurangnya waktu bagi kader PATBM dalam menjalani PATBM ini. Terdapat persamaan dan

perbedaan dalam penelitian ini. Persamaannya terletak pada sama-sama meneliti tentang
Program Perlindungan Anak menggunakan metode penelitian kualitatif. Perbedaannya ada

pada fokus penelitian dan teori yang digunakan pada penelitian ini.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Deri Lukita Sandi pada tahun 2020 dengan judul

Evektifitas Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Dalam Pencegahan

Kasus Kekerasan Terhadap Anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara rinci,

terstruktur, dan mendalam tentang Efektivitas Perlindungan Anak Terpadu Berbasis

Masyarakat (PATBM) Dalam Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan Seksual

Terhadap Anak Kelurahan Karang Dapo. Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kualitatif dengan teknik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Efektivitas Strategi

Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) belum efektif didalam

perlindungan anak. Hal ini berdasarkan dengan aspek penelitian Pencegahan dan Penanganan.

Dalam Pencegahan Dinas PMDP3A Kabupaten Musi Rawas Utara sudah mengusulkan

Rancangan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

namun belum disahkan serta PATBM juga sudah melakukan sosialisasi dengan berbagai cara

diantaranya menempelkan sticker dan membuat audiovisual walaupun didalam keterbatasan

anggaran. Terdapat persamaan dan perbedaan dalam penelitian ini. Persamaannya terletak

pada sama-sama meneliti tentang Perlindungan Anak dengan menggunakan metode penelitian

kualitatif. Perbedaannya ada pada tempat penelitian dan fokus penelitian.

Ketiga,Ratna Dewi Anggraeni, Mahasiswi Universitas Negeri Jember tahun 2013 yang

berjudul dampak kekerasan anak dalam rumah tangga hasil penelitian Hasil penelitian

menunjukkan bahwa, Pertama, penulis mengetahui bentuk- bentuk kekerasan yang terjadi

terhadap anak dalam rumah tangga, kekerasan fisik., kekerasan psikis maupun kekerasan anak

secara sosial. Kedua, dampak kekerasan yang dialami anak berupa luka, memar, benjolan,

rasa malu bertemu orang lain, mengasingkan diri dari lingkungan keluarga, dan renggannya
hubungan antara pelaku kekerasan dengan anak yang menjadi korban kekerasan. Terapat

Persamaan dan perbedaan dalam penelitian ini persamaan nya terletak sama sama meneliti

tentang perlindungan anak dengan metode kualitatif perbedaan nya pada tempat penelitian dan

fokus penelitian.

2.4 Kerangka Pemikiran

Kerangka Berpikir merupakan pola Struktur yang peneliti gunakan untuk menelaah dan

memahami permasalaham pada penelitian ini. Kerangka Berpikir bekerja sebagai sebuah

pembagi pemahaman antara peneliti dengan pembaca, agar dapat memahami serta

memaknai penelitian yang tengah di bahas dengan satu menggunakan sebuah standar yang

sama. Kerangka Berpikir pada penelitian ini adalah memusatkan pada bagaimana

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak dan

Perempuan terhadap tindak kekerasan (Studi kasus kekerasan seksual terhadap anak di

Kabupaten Pandeglang) dengan menggunakan teori Van Metter Van Horn.

Ditemukannya permasalahan-permasalahan yang diuraikan diatas tersebut dalam

penelitian ini nantinya peneliti akan melakukan pemecahan permasalahan yang ada dengan

menggunakan teori model implementasi Van Metter dan Van Horn dalam Agustino

(2014:142) yang terdiri dari :

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan, yaitu membahas adanya tingkat keberhasilan

yang nantinya akan dicapai dengan standar ukuran dan tujuan kebijakan

yang realistis pada masyarakat yang berada di tingkat pelaksana kebijakan.

2. Sumberdaya, yaitu mencakup sumber daya manusia, finansial dan waktu.

3. Karakteristik Agen Pelaksana, yaitu mencakup karakteristik perilaku atau

tindakan yang dimiliki dan dilakulan oleh para pelaksana kebijakan. Bagian

ini juga membahas mengenai karakteristik, norma–norma atau aturan

hukum, dan pola-pola hubungan yang terjalin berulang-ulang pada badan

eksekutif dalam menjalankan kebijakan tersebut.


4. Sikap atau Kecenderungan para Pelaksana (Disposisi), yaitu membahas

mengenai penerimaan dan penolakan dari para pelaksana saat pelaksanaan

kebijakan, dan hal ini dapat menentukan keberhasilan implementasinya.

5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana, yaitu membahas

bahwa komunikasi perlu untuk memperjelas standar ukuran dan tujuan dari

suatu implementasi kebijakan yang perlu dikomunikasikan dengan benar

antarorganisasi para pelaksana.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik, yaitu membahas mengenai

lingkungan eksternal yang terdiri dari kondisi ekonomi, sosial dan politik,

jika dari ketiga hal tersebut tidak mendukung dan kurang sesuai maka akan

terjadinya kegagalan dalam pelaksanaan kebijakan.

Adapun kerangka Berpikir Penelitian ini apabila disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Gambar 2.1

Kerangka Berpikir
Implementasi Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2014 tentang
Perlindungan anak dan Perempuan terhadap tindak kekerasan (Studi
kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Pandeglang)

Identifikasi masalah
1. Masih banyaknya kasus kekerasan terutama kekerasan seksual pada
anak terjadi di Kabupaten Pandeglang
2. Pemerintah terlalu cepat memutuskan bagaimana penegakan hukum
bagi pelaku kekerasan tanpa melihat kesiapan masyarakat untuk
menerima penegakan hukum tersebut
3. Minimnya fasilitas Rehabilitasi untuk Korban Kekerasan Seksual
4. Kurangnya Penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan pihak terkait
yang mengakibatkan belum adanya kesadaran akan Tindakan yang
membahayakan pada anak
5. Kurang responsif atau Kurang cepat tanggap dalam Program
penanganan untuk untuk anak korban kekerasan

Model Implementasi Kebijakan Van metter Van Horn (1975) :

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan

2. Sumber daya

3. Karakteristik agen pelaksana

4. Sikap atau kecenderungan para pelaksama

5. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana

6. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik

Diharapkan Berkurang nya Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di


Kabupaten Pandeglang
Sumber : Peneliti,2023
2.5 Asumsi Dasar

Berdasarkan Deskripsi Teori dan Kerangka Berpikir yang dijelaskan di atas, dan

berdasarkan observasi awal yang di lakukan oleh peneliti. Maka peneliti berasumsi bahwa

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak dan

Perempuan terhadap tindak kekerasan (Studi kasus kekerasan seksual terhadap anak di

Kabupaten Pandeglang) belum terlaksana dengan baik terutama dalam hal pelaksanaannya

Karena meningkat setiap Tahunnya.

Anda mungkin juga menyukai