KELOMPOK 7
Saat ini telah ada kesepakatan luas tentang masalah kebijakan kesehatan, banyak asumsi
tentang masalah perselisihan.
1. Tujuan-tujan yang dipilih oleh para administrator publik baik untuk kepentingan diri
sendiri maupun untuk kepentingan kelompok.
2. Jalan-jalan dan sarana-sarana yang dipilih olehnya
3. Saat-saat yang mereka pilih
Adapun Fried et al memahami bahwa kebijakan pada hakikatnya adalah suatu
posisi yang sekali dinyatakan akan mempengaruhi keberhasilan keputusan-keputusan
yang akan dibuat di masa datang. Carl J. Fredrick menyatakan bahwa kebijakan sebagai
serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam
suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-
kesemapatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai
tujuan tertentu. Sementara James E. Anderson berpendapat bahwa kebijakan adalah
serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu, diikuti dan dilaksanakan oleh
seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna suatu masalah tertentu.
3. Para ahli berbeda pendapat berkaitan dengan tujuan dan sarana. Ada yang
berpendapat bahwa kebijakan meliputi tujuan dan sarana, bahkan ada yang tidak lagi
menyebut baik tujuan maupun sarana.
Menurut Hill tahun 1997, kebijakan sebagai konsep yang tidak spesifik, bahkan
berfokus pada peristiwa, sehingga berusaha untuk mendefinisikannya sebagai pose
sejumlah masalah, keputusan jaringan kerja yang lebih dari satu keputusan
teridentifikasi. Kebijakan merupakan sesuatu yang berjalan dan dinamis dan
merupakan subjek yang dapat berubah, khususnya dalam menanggapi masalah yang
timbul dari pelaksanaan suatu keputusan. Kebijakan dapat juga sebagai suatu kegiatan
yang tidak dilakukan dan sebagai status quo. Kebijakan dapat merupakan hasil dari
kegiatan yang melewati batas waktu, dilaksanakan oleh tingkat bawah dalam suatu
organisasi, yang secara formal tidak mendapat sanksi dengan keputusan oleh tingkat
atas. Di sini, kebijakan dapat dilihat sebagai sesuatu yang muncul sebagai hasil dari
serangkaian proses keputusan formal untuk mengikuti serangkaian tindakan. Dalam
bahasa Perancis ada perbedaan antara kata kebijakan dan politik. Dalam arti, bentuk
formal pembuatan kebijakan akan ditolak demi pemahaman kebijakan sebagai politik
dalam arti luas dunia.
Apakah ada hal yang khusus tentang kebijakan publik sebagai suatu perlawanan
kebijakan yang diadopsi oleh organisasi Pemerintah atau bahkan individu? Dalam
terminologi karakter yang sederhana, jawabannya tidak ada. Bagaimanapun, sebab
kebijakan publik atau bagian kebijakan berasal dari Pemerintah sebagai penguasa yang
legal dalam suatu bangsa, mengikuti yang tertinggi dan pengaruh atas dalam kebijakan
(swasta dan personal). Kebijakan publik mendukung kerangka kerja yang legal melalui
individu yang mesti melakukan. Perusahaan swasta misalnya tidak dapat memutuskan
bahwa ia ingin merekrut seorang wanita di tingkat yang lebih rendah daripada seorang
karyawan pria yang melakukan pekerjaan yang sama ini karena itu akan melanggar
hukum peluang yang sama dan oleh karena itu sanksi legal dijatuhkan.
Suatu hal yang mungkin mendefinisikan kebijakan publik dan pembuat kebijakan
adalah menguji bagaimana Pemerintah mempresentasikan isu. Membuat kebijakan
merupakan proses yang oleh Pemerintah diterjemahkan dalam visi politik mereka ke
dalam program dan kegiatan yang merupakan hasil dan keputusan yang dapat berubah.
Ada 6 karakter kebijakan:
5. Fleksibel dan inovasi, kebijakan yang mengatasi penyebab, bukan simpton dan
tidak takut dilaksanakan
Merupakan prosedur membuat informasi aktual tentang situasi sosial di masa depan
atas informasi yang telah ada tentang masalah kebijakan.
Menentukan alternatif yang terbaik dan alasannya karena hal tersebut terkait dengan
masalah etika dan moral.
Prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk memberikan informasi tentang sebab
dan akibat dari kebijakan publik.
Sistem ini dibentuk oleh Pemerintah dan dijalankan dengan institusi politik yang relatif
stabil dengan mempertimbangkan peluang-peluang mekanisme sejumlah kelompok.
Kebijakan kesehatan sangat bervariasi, mulai dari orientasi pasar hingga
tanggungjawab pemerintah.
2. Egalitarian Authoritharian
Dicirikan oleh elit utama yang sangat tertutup, birokrasi otoriter dan partisipasi
pengeloalaan negara secara umum. Perawatan kesehatan telah dianggarkan oleh negara
dan merupakan hak asasi yang fundamental.
3. Traditional Ineligatarian
Sistem ini diatur oleh monarki tradisional yang sangat sedikit memberi kesempatan
untuk berpartisipasi. Kebijakan kesehatan sangat mengandalkan sektor swasta dengan
penggunaan fasilitas kalangan elit.
4. Populis
Sistem ini didasarkan atas partai politik tunggal atau dominan, nasionalisme tinggi dan
kepemimpinan yang cenderung bersifat personal. Partisipasi sangat diatur melalui
kontrol gerakan massa oleh negara atau partai politik. Sistem politik populis
menetapkan kesehatan untuk semua sebagai hak dasar.
5. Authoritharian Ineligalitarianim.
Sistem ini sering muncul sebagai reaksi terhadap populis dan rezim demokratis liberal.
Keduanya diasosiasikan denganpemerintahanmiliter dan terlibat dalam berbagai bentuk
penindasan. Kebijakan kesehatan merefleksikan kepentingan elit, biaya kesehatan
pemerintah hanya untuk militer dan bagi masyarakat umum dikelola oleh pihak swasta.
Salah satu dampak dari globalisasi yang harus diwaspadai adalah adanya
disparitas kesehatan antar kelompok masyarakat. Globalisasi akan memberikan
dampak positif terhadap kelompok yang siap menerima dan berdampak sebaliknya
pada kelompok yang belum siap menerima. Disparitas kesehatan dipicu oleh faktor
disparitas sosial ekonomi, oleh sebab itu para pengelola kesehatan harus berupaya
menghilangkan disparitas yang ada agar globalisasi dapat berdampak positif bagi
seluruh kelompok masyarakat.
B. TEORI KEBIJAKAN
1. Teori Van Meter dan Van Horn
Model pendekatan implementasi kebijakan yang dirumuskan Van Meter dan Van Horn
dikenal dengan istilah A Model of the policy Implementation (1975). Proses implementasi
ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu pengejewantahan kebijakan yang
pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan yang
tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengandaikan
bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari keputusan politik, pelaksana dan
kinerja kebijakan publik. Model ini menjelaskan bahwa kinerja kebijakan dipengaruhi oleh
beberapa variabel yang saling berkaitan, variable-variabel tersebut yaitu:
a. Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan
b. Sumber daya
c. Karakteristik organisasi pelaksana
d. Sikap para pelaksana
e. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
f. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
Secara rinci variabel-variabel implementasi kebijakan publik model Van Meter dan Van
Horn dijelaskan sebagai berikut:
a. Standar dan sasaran kebijakan / ukuran dan tujuan kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari ukuran dan
tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana
kebijakan. Ketika ukuran dan dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis), maka akan
sulit direalisasikan (Agustino, 2006). Van Meter dan Van Horn (dalam Sulaeman,
1998) mengemukakan untuk mengukur kinerja implementasi kebijakan tentunya
menegaskan standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana
kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat
ketercapaian standar dan sasaran tersebut.
Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah
penting. Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para
pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan
kebijakan. Standar dan tujuan kebijakan memiliki hubungan erat dengan disposisi para
pelaksana (implementors). Arah disposisi para pelaksana (implementors) terhadap
standar dan tujuan kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”. Implementors
mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak
atau tidak mengerti apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan (Van Mater dan Van Horn,
1974).
b. Sumber daya
Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang
terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap
implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan
pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Selain
sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting
dalam keberhasilan implementasi kebijakan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Derthicks (dalam Van Mater dan Van Horn, 1974) bahwa: ”New town study suggest
that the limited supply of federal incentives was a major contributor to the failure of
the program”.
Van Mater dan Van Horn (dalam Widodo 1974) menegaskan bahwa: ”Sumber daya
kebijakan (policy resources) tidak kalah pentingnya dengan komunikasi. Sumber daya
kebijakan ini harus juga tersedia dalam rangka untuk memperlancar administrasi
implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini terdiri atas dana atau insentif lain yang
dapat memperlancar pelaksanaan (implementasi) suatu kebijakan. Kurangnya atau
terbatasnya dana atau insentif lain dalam implementasi kebijakan, adalah merupakan
sumbangan besar terhadap gagalnya implementasi kebijakan.”
c. Karakteristik organisasi pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal
yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini penting karena kinerja
implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok
dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan
dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan
displin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana yang demokratis dan persuasif.
Selaian itu, cakupan atau luas wilayah menjadi pertimbangan penting dalam
menentukan agen pelaksana kebijakan.
d. Disposisi Sikap para pelaksana
persepsi pelaksana dalam organisasi dimanaprogram itu diterapkan, hal ini dapat
berubah sikap menolak, netral danmenerima yang berkaitan dengan sistem nilai pribadi,
loyalitas, kepentinganpribadi dan sebagainya.
e. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
Implementasi membutuhkan mekanisme dan prosedurinstitusional yang mengatur
polakomunikasi antar organisasi mulai dari kewenangan yang lebih tinggi hingga yang
terendah.
f. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
pengaruh variabel lingkungan terhadapimplementasi program, diantaranya sumber
daya ekonomi yang dimilikiorganisasi pelaksana, bagaimana sifat opini publik,
dukungan elit, peran, dankelompok-kelompok kepentingan dan swasta dalam
menunjang keberhasilanprogram.
Keunggulan model Van Meter dan Van Horn ini dapat menawarkan kerangka berpikir untuk
menjelaskan dan menganalisis proses implementasi kebijakan. Selain itu model ini
jugamemberikan penjelasan-penjelasan bagi pencapaian-pencapaian dan kegagalan
program.Model ini menitikberatkan pada sikap, perilaku dan kinerja para perilaku di dalam
implementasi kebijakan.
6. William N. Dunn
Analisis kebijakan sebagai suatu aktivitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk
menciptakan, menilai secara kritis, dan mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan
di dalam proses kebijakan. Prosedur analisis kebijakan terdiri dari lima tahap yang
saling berkaitan yang secara bersama-sama membentuk siklus aktivitas intelektual yang
kompleks dan tidak linear. Aktivitas tersebut berurutan sesuai waktunya dan melekat
dalam proses kebijakan yang bersifat kompleks, tidak linear, dan pada dasarnya bersifat
politis. Siklus analisis kebijakan Dunn merupakan analisis kebijakan yang berorientasi
pada masalah.
Menurut Thomas R. Dye dalam Tilaar dan Nugroho (2008:189) proses kebijakan publik
adalah sebagai berikut :
Di model Dye terlihat bahwa proses kebijakan Anderson, dkk. mendapatkan satu tambahan
tahap sebelum agenda setting, yaitu identifikasi masalah kebijakan. Dalam hal ini Dye melihat
tahapan pra penentuan agenda (agenda setting) yang terlewatkan oleh Anderson, dkk.. Selain
itu Dye juga menggantikan tahap policy adoption dengan policy legitimation. Namun dalam
hal ini pergantian ini tidak memiliki perbedaan mendasar karena baik Anderson, dkk. dan Dye
sama-sama menekankan pada proses legitimasi dari kebijakan itu menjadi suatu keputusan
pemerintah yang sah.
Dengan melihat definisi tersebut, maka pemahaman mengenai kebijakan publik dapat
disimpulkan menjadi dua pembagian, yaitu:
1) Pembagian jenis kebijakan publik yang pertama adalah makna dari kebijakan publik,
bahwa kebijakan publik adalah hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk dikerjakan
atau dibiarkan.
2) Pembagian jenis kebijakan publik yang kedua adalah bentuknya. Kebijakan publik
dalam arti luas dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kebijakan dalam bentuk
peraturan-peraturan pemerintah yang tertulis dalam bentuk peraturan perundangan, dan
peraturan-peraturan yang tidak tertulis namun disepakati, yaitu yang disebut sebagai
konvensi-konvensi.
Misalnya menurut Anderson (dalam Widodo 2007 : 16) yang membedakannya dalam lima
langkah proses kebijakan, yaitu (a) agenda setting, (b) policy formulation, (c) policy adaption,
(d) policy Implementation, (e) policy assessmen/evaluation. Sementara Riplay (dalam Widodo
2007 : 16) membedakannya dalam empat tahapan, yaitu (a) agenda setting, (b) formulation and
legitimating of goals and programs, (c) program implementation, performance, and impact, and
program.
Kebijakan Publik, dibuat bukannya tanpa maksud dan tujuan, maksud dan tujuan dari
kebijakan public adalah untuk memecahkan masalah atau mencari solusi alternatif dari masalah
yang menjadi isu bersama yang berkembang di Masyarakat. Oleh karena itu tidak semua
masalah yang berkembang di masyarakat bisa melahirkan satu kebijakan publik, hanya
masalah publik yang dapat menggerakkan orang banyak untuk ikut memikirkan dan mencari
solusi yang bisa menghasilkan suatu kebijakan publik. Serta kebijakan publik pastinya tidak
akan memberikan kepuasan kepada seluruh masyarakat, akan tetapi pasti masih ada masyarakat
yang merasa tidak puas terhadap suatu kebijakan publik yang dibuat, hanya saja persentase
antara masyarakat yang mersa puas dan tidak puas haruslah jauh lebih banyak masyarakat yang
merasa puas daripada yang tidak puas.
Berdasarkan keseluruhan uraian maupun pengertian yang disebutkan diatas, maka dapat
diartikan bahwa pengertian kebijakan publik adalah apa-apa yang diputuskan oleh pemerintah
untuk dikerjakan maupun tidak dikerjakan oleh pemerintah baik yang berbentuk perundang-
undangan tertulis maupun tidak tertulis.
Ada beragam sumber daya, misalnya. Waktu, keuangan, sumber daya manusia, peralatan
yang harus tersedia dengan memadai. Disamping itu, sumber daya tersebut harus kombinasi
berimbang. Tidak boleh terjadi ketimpangan, misalnya sumber daya manusia cukup memadai
tetapi peralatan tidak memadai, atau sumber keuangan memadai tetapi ketersedian waktu dan
keterampilan tidak cukup. Hambatan lain, kondisi eksternal pelaksana harus dapat dikontrol
agar kondusif bagi implementasi kebijakan. Ini cukup sulit sebab kondisi lingkungan sangat
luas, beragam serta mempunyai karakteristik yang spesifik sehingga tidak mudah untuk dapat
dikendalikan dengan baik. Misalnya sistem sosial, hal ini sangat sulit untuk dikendalikan sebab
sudah sangat lama ada, tumbuh berkembang, dan sudah menjadi tradisi dan kepercayaan
masyarakat. Contoh lingkungan eksternal lainnya yang sulit dikontrol adalah keadaan ekonomi
masyarakat, dimana sangat tidak mudah untuk mengubah keadaan ekonomi masyarakat,
apalagi dalam waktu dekat demi implementasi suatu kebijakan public. Teori ini juga
mensyaratkan adanya komunikasi dan koordinasi sempurna. Seringkali, dalam pelaksanaan
suatu kegiatan, kedua hal ini kurang mendapatkan perhatiaan dengan baik. Apalagi harus
sempurna. Hal ini sering diperburuk karena adanya ego sektoral.
Menurut Smith (1973), ketika kebijakan public dianggap sebagai dorongan yang
menyebabkan ketegangan, maka diperlukan langkah untuk mempertimbangkan konteks dari
implementasi kebijakan. Ada empat faktor penting dalam proses implementasi kebijakan yaitu:
1. Idealized Policy, yaitu pola interaksi yang diidealkan oleh perumus dengan tujuan
mendorong target group untuk melaksanakan kebijakan. Ada empat kategori variable yang
berkaitan dengan idealized policy yaitu
a. The Formal Policy
Merupakan pernyataan keputusan formal, hukum, atau program yang akan
diimplementasikan oleh pemerintah
b. Tipe Kebijakan
Tipe kebijakan terbagi menjadi tiga kategori dimana kebijakan dapat berbentuk
kompleks atau sederhana, kebijakan dapat dikategorikan seabgai organizational atau
non-organizational, dan kebijakan dapat diklasifikasikan sebagai distributive, re-
distributive, regulatory, self-regulatory, atau emotive-symbolic
c. Program
Ada tiga aspek program dalam kebijakan yang terdiri dari (1) intensitas dukungan
pemerintah dalam implementasi kebijakan; (2) sumber kebijakan; dan (3) cakupan
2. Target Group, didefinisikan sebagai mereka yang dibutuhkan untuk beradaptasi terhadap
pola interaksi baru dari kebijakan. Mereka adalah orang di dalam organisasi atau kelompok
yang paling terpengaruh dengan kebijakan dan merupakan orang yang harus berubah untuk
memenuhi permintaan dari kebijakan. Tiga hal yang berkaitan yaitu (1) tingkatan
organisasi atau institusi dari target group; (2) kepemimpinan dari target group; dan (3)
pengalaman kebijakan sebelumnya dari target group.
3. Implementing Organization, yaitu pelaksana yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan. Pelaksana tersebut dapat berupa organisasi ataupun perorangan yang
melaksanakan kebijakan di lapangan dengan bertugas sebagai pengelola, pelaksanaan serta
pengawasan. Ada tiga variable kunci dalam implementasi kebijakan diantaranya (1)
struktur dan personel yang akan mengimplementasikan kebijakan; (2) kepemimpinan dari
organisasi administrative; dan (3) kapasitas dan program dari organisasi pelaksana
implementasi.
4. Enviromental factors, yaitu unsur lingkungan yang dapat mempengaruhi implementasi.
Hal terakhir yang perlu diperhatikan dalam menilai kinerja keberhasilan atau kegagalan
implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong
keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak
mendukung atau tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan proses
implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi
lingkungan eksternal yang kondusif.
Ketegangan atau tension dapat terjadi baik di dalam dan diantara empat faktor diatas. Contoh
dari ketegangan dalam komponen adalah ketidaksesuaian dalam organisasi pelaksana ketika
unit administrasi diinstruksikan untuk mengimplementasikan kebijakan yang jumlah
personelnya tidak memadai dalam jumlah atau keterampilan untuk pelaksanaan kebijakan.
Ketegangan antar komponen dapat terjadi antara kelompok sasaran dan komponen kebijakan
ideal ketika para pembuat kebijakan mengharapkan suatu kebijakan disambut oleh kelompok
sasaran dan penerimaan yang sebenarnya adalah permusuhan.
Pola transaksi diidentifikasi sebagai pola interaksi yang tidak terkristalisasi. Pola-pola ini
merupakan respons terhadap ketegangan, tekanan, dan hambatan di dalam dan antar bagian
komponen dari konteks implementasi kebijakan. Polanya, pada tahap ini, tidak memiliki
lembaga permanen. Fase transaksi dari proses implementasi kebijakan adalah penting. Sering
kali kebijakan pemerintah dimaksudkan hanya menghasilkan pola transaksi dan tidak dalam
pembentukan institusi permanen. Dan meskipun pembangunan institusi mungkin menjadi salah
satu tujuan utama dari kebijakan pemerintah, institusi tidak dapat dibentuk. Dalam memeriksa
suatu kebijakan yang membutuhkan adanya unit pemerintah daerah yang dipilih secara
populer, seseorang dapat memeriksa manifestasi dari respons terhadap ketegangan melalui
anggota unit yang terpilih, hubungan unit dengan sektor administrasi yang dominan di daerah
tersebut, dan kemampuan unit tersebut untuk memenuhi fungsi yang ditentukan. Yang juga
harus diperhitungkan adalah hubungan awal antara unit lokal dan populasi yang seharusnya
diwakilinya.
Karena proses implementasi kebijakan adalah proses yang berkelanjutan, sulit untuk
menentukan kapan (jika pernah) pola interaksi menjadi terkristalisasi dengan kuat ke dalam
institusi. Tingkat pelembagaan yang tepat sulit untuk ditentukan, tetapi beberapa langkah dapat
dijadikan pedoman, diantaranya:
Harus ditekankan bahwa ini adalah proses sederhana bagi pemerintah untuk mendirikan
organisasi administratif atau politik untuk tujuan implementasi kebijakan.
Dengan proses umpan balik yang dimasukkan ke dalam model, menjadi sulit untuk berbicara
tentang "produk akhir" dari proses implementasi kebijakan. Fase umpan balik adalah bagian
penting dari model karena ini dengan jelas menunjukkan bahwa proses kebijakan adalah proses
yang berkelanjutan dan berkesinambungan yang mungkin tidak pernah memiliki tujuan akhir
dan pasti.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 2014. Kesehatan Masyarakat dan Globalisasi. Jakarta: Rajawali Pres
Anderson, James E., dkk. 1984. Public Policy and Politics in America. cet. ke-2, h. 3.
California: Brooks/Cole Publishing Company.
Anderson, James E. 1984. Public Policy Making. cet. ke-3, h. 3. New York: Holt, Rinehart and
Winston.
Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi ke 2. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Dye, Thomas R. 2005. Understanding Public Policy. New Jersey: Pearson Education Inc.
Smith, Thomas B. 1973. The Policy Implementation Process. Policy Sciences. 4, pp. 197-209.
Wibowo, Adik. 2014. Kesehatan Masyarakat di Indonesia: Konsep, Aplikasi dan Tantangan.
Jakarta: Rajawali Pres