Anda di halaman 1dari 20

HUBUNGAN ANTARA HUKUM DENGAN KEBIJAKAN

PUBLIK SERTA PELAKSANAAN PADA HUKUM KEBIJAKAN PUBLIK

Kiflan Henda Chaniago


Jova Khayro Yovi
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Lancang Kuning
email: kiflanhenda@gmail.com
jovakhayroyovi@gmail.com

Abstract
Dalam konteks umum, kata kebijakan di terjemahkan dari bahasa inggris yaitu policy. Policy
digunakan untuk menunjukan perilaku seorang aktor (seorang pejabat pemeritahan, suatu
kelompok maupun suatu lembaga pemerintahan) atau sekelompok aktor dalam bidang kegiatan
tertetu. Policy sendiri mempunyai arti luas, policy merupakan pratek sosial, ia tidak tunggal atau
terisolir. Dengan demikian sesuatu yang dihasilkan pemerintah berasal dari segala kejadian dalam
masyarakat. Policy juga merupakan dorongan bagi pihak-pihak yang sudah bersepakat
menentukan tujuan bersama secara rasional. Pelaksanaan kebijakan publik adalah implementasi
atau penerapan suatu kebijakan publik melalui program, aktifitas, aksi, atau tindakan dalam
suatu mekanisme yang terikat pada suatu sistem tertentu. Tujuan penulisan artikel ini adalah
untuk membahas konsep umum tentang pelaksanaan kebijakan publik. Penyusunan artikel ini
yang dilakukan dengan sumber rujukan utama dari berbagai literatur dan penelitian yang relevan
dengan pelaksanaan kebijakan publik, yang dilengkapi dengan pemikiran penulis atas topik yang
disajikan. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa implementasi kebijakan publik dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya: aspek kewenangan, sumberdaya, komunikasi, dan disposisi.
Dimensi- dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan kebijakan publik
diantaranya: konsistensi, transparansi, akuntabilitas, keadilan, efektivitas, dan efisiensi.
Sementara itu evaluasi pelaksanaan kebijakan perlu dilakukan secara komperhensif, yang
meliputi: evaluasi ex-ante, on-going, dan ex-post atas pelaksanaan kebijakan publik. Dalam
melakukan inovasi dan terobosan dalam pelayanan kepada publik, dapat dilakukan diskresi
pelaksanaan kebijakan publik sepanjang tidak bertentangan dengan norma dan peraturan yang
berlaku.

Keywords: Hukum, Kebijakan Publik, Pelaksanaan Kebijakan Publik,

A. Pendahuluan

Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai bidang dan
sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya. Di samping itu
dilihat dari hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional maupun lokal
seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri,
peraturan pemerintah daerah/provinsi, keputusan gubernur, peraturan daerah
kabupaten/kota, dan keputusan bupati/walikota. Secara terminologi pengertian
kebijakan publik (public policy) itu ternyata banyak sekali, tergantung dari sudut mana
kita mengartikannya. Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai the
authoritative allocation of values for the whole society atau sebagai pengalokasian nilai-
nilai secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat. Laswell dan Kaplan juga
mengartikan kebijakan publik sebagai projected program of goal, value, and practice
atau sesuatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dalam praktekpraktek yang terarah.
Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi Winarno mendefinisikan kebijakan
publiksebagai hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang
bisa diramalkan.Kebijakan public itu harus dibedakan dengan bentuk-bentuk kebijakan
yang lain misalnya kebijakan swasta. Hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan faktor-faktor
bukan pemerintah.
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan
publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya
sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu
yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi
isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati
oleh para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi
suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan
Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik
tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati.
Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintahan atau lembaga
pemerintahan untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan
tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan dan
manfaat orang banyak.1 Carl J. Federick dalam Leo Agustino mendefinisikan kebijakan
sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau
pemerintahan dalam suatu lingkungan tertentu di mana terdapat hambatan-hambatan
(kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan
kebijakasanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga
menunjukkan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan
tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan, karena bagaimanapun
kebijakan harus menunjukkan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang
diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.2
Konsepsi kebijakan publik tersebut mengandung unsur berikut. (1) Pilihan
pemerintah untuk melakukan sesuatu. (2) Melakukan sesuatu itu adalah mengatasi
permasalahan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan orang banyak. Dengan
mempelajari kebijakan publik maka dapat memahami isi kebijakan public atau yang
dibuat pemerintah, menilai dampak dari kekuatan-kekuatan linhkungan, menganalisis
akibat dari peraturan berbagai kelembagaan, proses-proses politik, meneliti dan

1
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
Per/04/M.PAN/4/2007 tentang Pedoman Umum Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja, dan
Revisi Kebijakan Publik di Lingkungan Lembaga Pemerintahan Pusat dan Daerah.
2
Leo Agustino, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 7.
mengevaluasi dampak kebijakan publik terhadap sistem sosial politik, hukum, ekonomi,
dan lain sebagainya, sekaligus terhadap Negara.
Kebijakan publik merupakan tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam
mengendalikan pemerintahannya. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah,
kebijakan publik dan hukum mempunyai peranan yang penting. Pembahasan mengenai
hukum dapat meliputi dua aspek yaitu :

“Pertama, aspek keadilan menyangkut tentang kebutuhan masyarakat akan rasa adil
di tengah sekian banyak dinamika dan konflik di tengah masyarakat. Kedua, aspek
legalitas ini menyangkut apa yang disebut dengan hukum positif yaitu sebuah aturan
yang ditetapkan oleh sebuah kekuasaan negara yang sah dan dalam pemberlakuannya
dapat dipaksakan atas nama hukum.”

Berdasarkan kedua aspek tersebut, seringkali terjadi perbenturan di mana


“terkadang hukum positif ternyata tidak menjamin terpenuhinya rasa keadilan dan
sebaliknya rasa keadilan seringkali tidak mempunyai kepastian hukum. Di tengah itu
maka komprominya adalah bagaimana agar semua hukum positif yang ada selalu
merupakan cerminan dari rasa keadilan itu sendiri”. 3
Solichin Abdul Wahab mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri masih
dicermati dari sudut pandang yang berbeda sehingga memicu silang pendapat dan
menjadi ajang perdebatan para ahli, sehingga Solichin Abdul Wahab memberikan
beberapa tolok ukur konsep kebijakan sebagai berikut:4
a) Kebijakan harus dibedakan dari keputusan;
b) Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administrasi;
c) Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan;
d) Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan;
e) Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai;
f) Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit maupun
implisit;
g) Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu;
h) Kebjakan meliputi hubungan yang bersifat antar organisasi dan yang bersifat
intra organisasi;
i) Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci
lembagalembaga pemerintah;
j) Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif;

3
Eksistensi Kebijakan Publik dan Hukum Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,
Jurnal Ilmiah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 1, Nomor 1, 2022, hlm. 11.
4
Budi Winarno, 2014, Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus, Yogyakarta: CAPS
(Centre of Academic Publishing Service), hlm. 19.
Hukum dan kebijakan publik diibaratkan sebagai dua sisi keping mata uang yang tidak
bisa dipisahkan. Memahami makna ini dapat ditinjau dari sisi definisi keduanya.
Menurut Kraft dan Furlong kebijakan publik adalah “A course of government action (or
inaction) taken in response to social problems. Social problems are conditions the public
widely perceives to be unacceptable and therefore requiring intervention”5 Sedangkan
definisi hukum menurut Prof.Dr. Van Kan adalah “Keseluruhan peraturan hidup yang
bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia dalam masyarakat”. Dari
masing-masing definisi hukum dan kebijakan publik tersebut dapat terlihat hubungan
diantara keduanya yakni permasalahan sosial membutuhkan kebijakan publik sebagai
wujud nyata intervensi pemerintah untuk memecahkan permasalahan sosial, baik
berupa tindakan maupun tidak bertindaknya pemerintah namun untuk
mengintervensinya pemerintah membutuhkan hukum sebagai instrumen guna
melindungi hasil kesepakatan kebijakan yang telah diputuskan bersama yang juga
cerminan untuk melindungi kepentingan manusia dari berbagai permasalahan sosial
dimana hukum dalam pelaksanaannya dapat dipaksakan selain itu juga hukum sebagai
legitimasi pemerintah untuk melaksanakan kebijakannya dalam rangka mengatasi
permasalahan sosial yang terjadi. Dikarenakan hukum ini untuk mengatur kehidupan
sosial maka keterlibatan berbagai pihak dalam proses pembentukkannya merupakan
suatu hal yang mutlak.6
Dengan pemahaman tersebut maka hukum dan kebijakan publik harus dibangun atas
dasar komunikasi antara pemerintah dan masyarakatnya agar menghasilkan produk
hukum yang tidak bertentangan dengan keadilan karena seringkali produk hukum yang
telah disahkan oleh pemerintah diuji oleh lembaga yudikatif (judicial review) di
Mahkamah Konstitusi (MK) oleh berbagai pihak sebagaimana beberapa contoh produk
hukum berikut ini:
1) MK menyatakan bahwa UU No. 20 Tahun 2002 tidak berlaku karena UU ini
dinilai bertentangan dengan hakikat Pasal 33 UUD 1945 dimana listrik
merupakan cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak
sehingga harus dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat;
2) MK mencabut Pasal 13 UU 18 Tahun 2003 karena dalam prakteknya dapat
melahirkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi masyarakat;
5
Riant Nugroho, Metode Penelitian Kebijakan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013), hlm
3.
6
Muchsin dan Fadillah Putra, Hukum dan Kebijakan Publik-Analisis atas Praktek Hukum
dan Kebijakan Publik dalam Pembangunan Sektor Perekonomian di Indonesia, (Malang :
Universitas Sunan Giri Surabaya dan Averroes Press, 2002), hlm 17.
3) MK mencabut Pasal 158 dan 159 serta menghapus beberapa bagian anak
kalimat pada Pasal 160 ayat (1), Pasal 170, Pasal 171 dan Pasal 186 dalam UU
No.13 tahun 2003, MK menilai Pasal 158 dan 159 diskriminatif dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kebijakan publik atau public policy yang diambil pemerintah di belahan dunia
manapun, termasuk di Indonesia merupakan aktivitas pemerintah untuk memecahkan
masalah yang terjadi di tengah masyarakat, baik secara langsung maupun melalui
berbagai lembaga pemerintah. Kebijakan publik menurut hemat saya adalah keputusan-
keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis
besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat
publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang
menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses
pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak.
Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di
jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern
adalah pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh
negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak.
Terminologi kebijakan publik menunjuk pada serangkaian peralatan pelaksanaan yang
lebih luas dari peraturan perundang-undangan, mencakup juga aspek anggaran dan
struktur pelaksana. Siklus kebijakan publik sendiri bisa dikaitkan dengan pembuatan
kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan evaluasi kebijakan.
Bagaimana keterlibatan publik dalam setiap tahapan kebijakan bisa menjadi ukuran
tentang tingkat kepatuhan negara kepada amanat rakyat yang berdaulat atasnya.
Selanjutnya, setelah kebijakan public dibuat, publik harus mengetahui apa yang menjadi
agenda kebijakan atau dengan kata lain, apa persoalan yang ingin diselesaikan dan apa
prioritasnya, apakah publik diperbolehkan memberi masukan yang berpengaruh
terhadap isi kebijakan publik yang akan dilahirkan. Setelah itu, pada tahap pelaksanaan,
dapatkah publik mengawasi penyimpangan pelaksanaan, juga apakah tersedia
mekanisme kontrol publik, yakni proses yang memungkinkan keberatan publik atas
suatu kebijakan dibicarakan dan berpengaruh secara signifikan. Kebijakan public
menunjuk pada keinginan penguasa atau pemerintah yang idealnya dalam masyarakat
demokratis merupakan cerminan pendapat umum atau opini publik.7
Ketika kebijakan publik berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilainilai yang
hidup dalam masyarakat, maka kebijakan publik tersebut akan mendapat resistensi
7
Dr. Taufiqurakhman, S.Sos., M.Si., Kebijakan Publik Pendelegasian Tanggungjawab
Negara Kepada Presiden Selaku Penyelenggara Pemerintah, (Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Moestopo Beragama pers, 2014) hlm.ix.
ketika diimplementasikan. Sebaliknya suatu kebijakan publik harus mampu
mengakomodasi nilai-nilai dan praktika-praktika yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat. Lingkup kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai sektor atau
bidang pembangunan, seperti kebijakan publik di bidang pendidikan, pertanian,
kesehatan, transportasi, pertahanan, dan sebagainya. Di samping itu, dilihat dari
hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional, maupun lokal, seperti
Undang. Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Propinsi, Peraturan
Pemerintah Kabupaten/Kota, dan keputusan Bupati/Walikota.
B. Hubungan Hukum dengan Kebijakan Publik Serta Pelaksanaan Pada Hukum
Kebijakan Publik

Terbitnya kebijakan publik dilandasi kebutuhan untuk penyelesaian masalah yang


terjadi di masyarakat. Kebijakan publik ditetapkan oleh para pihak (stakeholders),
terutama pemerintah yang diorientasikan pada pemenuhan kebutuhan dan kepentingan
masyarakat. Makna dari pelaksanaan kebijakan publik merupakan suatu hubungan yang
memungkinkan pencapaian tujuan-tujuan atau sasaran sebagai hasil akhir dari kegiatan
yang dilakukan pemerintah. Kekurangan atau kesalahan kebijakan publik akan dapat
diketahui setelah kebijakan publik tersebut dilaksanakan, keberhasilan pelaksanaan
kebijakan publik dapat dilihat dari dampak yang ditimbulkan sebagai hasil evaluasi atas
pelaksanaan suatu kebijakan. Pelaksanaan kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku
lembaga administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program,
melainkan menyangkut pula pada partisipasi masyarakat, kekuatan politik, ekonomi dan
sosial dengan berbagai pihak. Pelaksanaan kebijakan yang dilaksanakan secara tepat
sasaran dan berdaya guna akan mampu memecahkan suatu permasalahan secara baik,
semakin kompleks permasalahan kebijakan dan semakin mendalam analisis yang
digunakan, semakin diperlukan teori dan modal yang mampu menjelaskan ketepatan
pelaksanaan kebijalan tersebut. Analisa kebijakan perlu dilakukan, tertutama berkenaan
dengan dampak yang dihasilkannya. Kajian pelaksanaan kebijakan bertujuan agar suatu
kebijakan tidak bertentangan dan merugikan kepentingan masyarakat.
Ketika kita membicarakan tentang kebijakan maka pasti pikiran kita akan ditujukan
pada kewenangan pemerintah dalam pembuatan suatu kebijakan yang digunakan
kedalam perangkat peraturan hukum. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menyerap
dinamika social dlam masyarakat, yang akan dijadikan acuan rumusan kebijakan agar
tercipta hubungan sosial yang harmonis. Thomas R. Dye mengatakan bahwa kebijakan
publik adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Dye
mengatakan bahwa bila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada
tujuannya (Objektifnya) dan semata-mata merupakan pernyatan keinginan pemerintah
atau pejabat pemerintah saja.
Pelaksanaan kebijakan secara sederhana adalah pelaksanaan atau penerapan suatu
kebijakan. Pelaksanaan kebijakan bermuara pada aktifitas, aksi, tindakan, atau
mekanisme yang dibingkai pada suatu sistem tertentu. Pelaksanaan kebijakan
merupakan suatu kegiatan terencana yang dilkukan secara sungguh-sungguh
berdasarkan acuan norma tertentu yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
Kebijakan dapat didefinisikan sebagai serangkaian rencana program, aktivitas, aksi,
keputusan, sikap, untuk bertindak maupun tidak bertindak yang dilakukan oleh para
pihak, sebagai tahapan untuk penyelesaian masalah yang dihadapi. Penetapan kebijakan
merupakan suatu faktor penting bagi organisasi untuk mencapai tujuannya.8
Lebih lanjut, kebijakan memiliki dua aspek, yaitu:9
a. Kebijakan merupakan praktika sosial, kebijakan bukan event yang tunggal atau
terisolir. Dengan demikian, kebijakan merupakan sesuatu yang dihasilkan
pemerintah yang dirumuskan berdasarkan dari segala kejadian yang terjadi di
masyarakat. Kejadian tersebut ini tumbuh dalam praktika kehidupan
kemasyarakatan dan bukan merupakan peristiwa yang berdiri sendiri, terisolasi,
dan asing bagi masyarakat.
b. Kebijakan merupakan suatu respon atas peristiwa yang terjadi, baik untuk
menciptakan harmoni dari pihak-pihak yang berkonflik, maupun menciptakan
insentif atas tindakan bersama bagi para pihak-pihak yang berkonflik, maupun
menciptakan insentif atas tindakan bersama bagi para pihak yang mendapatkan
perlakuan yang tidak rasional atas usaha bersama tersebut.
Dengan demikian, kebijakan dapat dinyatakan sebagai usaha untuk mencapai tujuan-
tujuan tertentu sekaligus sebagai upaya pemecahan masalah dengan menggunakan
sarana-sarana tertentu, dan ddalam tahapan waktu tertentu. Kebijakan umumnya
bersifat mendasar, karena kebijakan hanya menggariskan pedoman umum sebagai
landasan bertindak dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Secara luas, pelaksanaan kebijakan digambarkan sebagai apa yang ditetapkan secara
jelas oleh pembuat kebijakan (pemerintah) yang akan memiliki dampak tertentu. Jann &
Wegrich menyebutkan bahwa pelaksanaan kebijakan akan mencakup unsur inti sebagai
berikut:

8
Iskandar, J. Kapita Selekta Teori Administrasi Negara. (Bandung: Puspaga, 2012), hlm.
34.
9
Thoha, M. Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2012), hlm. 23.
1. Spesifikasi rinian program, yakni bagaimana dan di mana lembaga atau
organisasi harus menjalankan program, dan bagaimana hukum atau program
ditafsirkan;
2. Alokasi sumberdaya, yakni bagaimana anggaran didistribusikan, personil yang
akan melaksanakan program dan organisasi yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan program.
3. Keputusan, yakni bagaimana keputusan akan dilakukan.

a) Hubungan Hukum Dengan Kebijakan Publik


Perlu ditekankan bahwa sifat kebijakan publik perlu dituangkan pada peraturan-
peraturan perundangan yang bersifat memaksa. Dalam pandangan ini, dapat
diasumsikan bahwa kebijakan publik merupakan kebijakan yang dibuat pemerintah yang
berorientasi pada kesejahteraan masyarakat, yang dapat diwujudkan berupa peraturan-
peraturan, perundang-undangan dan sebagainya. Kebijakan publik mempunyai sifat
mengikat dan harus dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali.
Sebelum kebijakan publik tersebut diterbitkan dan dilaksanakan, kebijakan tersebut
harus ditetapkan dan disahkan oleh badan/lembaga yang berwenang.
Peraturan perundang-undangan sebagai produk dari kebijakan publik merupakan
komoditas politik yang menyangkut kepentingan publik. Namun demikian, berbagai
dinamika yang terjadi dapat membawa konsekuensi bahwa kebijakan publik pun dapat
mengalami perbaikan. Oleh karenanya, kebijakan publik pada satu pandangan tertentu,
dipersyaratkan bersifat fleksibel, harus bisa diperbaiki, dan disesuaikan dengan
perkembangan dinamika pembangunan. Kesesuaian suatu kebijakan publik sangat
tergantung kepada penilaian masyarakat.
Pembahasan kebijakan publik tidak bisa lepas dari usaha untuk melaksanakan
kebijakan publik tersebut. Pelaksanaan kebijakan publik merupakan rangkaian kegiatan
setelah suatu kebijakan dirumuskan dan ditetapkan. Pelaksanaan kebijakan mengacu
pada mekanisme, sumberdaya, dan hubungan terkait dengan pelaksanaan program
kebijakan. Tanpa pelaksanaannya, kebijakan yang telah ditetapkan akan sia-sia. Oleh
karena itu, pelaksanaan kebijakan mempunyai kedudukan yang esensial dalam kebijakan
publik.
Adapun ciri-ciri hukum adalah sebagai berikut:10
a. Adanya pemerintah dan/atau larangan
b. Perintah dan/atau larangan itu harus patut ditaati setiap orang. Setiap orang
wajib bertindak sedemikian rupa dalam masyarakat, sehingga tata tertib dalam
masyarakat itu tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya.

10
Ibid, hlm.24.
Oleh karena itu, hukum meliputi berbagai peraturan yang menetukan dan mengatur
hubungan orang yang satu dengan yang lain, yaitu peraturan-peraturan hidup
kemasyarakatan dinamakan kaidah hukum. Barangsiapa yang dengan sengaja melanggar
sesuatu kaidah hukum akan dikenakan sanksi. Namun demikian, patut direnungkan
pesan Immanuel Kant lebih kurang 150 tahun lalu yang masih berlaku sampai sekarang,
yaitu noch suchen die Juristen eeine definition zu ihren begriffe von recht (tidak ada
satupun definisi hukum yang memuaskan atau para sarjana hukum masih saja mencari-
cari definisi tentang hukum).
Berangkat dari pernyataan di atas, maka sudah sewajarnya dan seharusnya sebagai
masyarakat awam harus mengenal hukum sehingga mampu memberikan peran aktif
dalam pencapaian tujuan hukum tersebut. Karena hukum akan menjadi efektif jika
tujuan tidak diinginkan dan dapat menghilangkan kekacauan. Hukum yang efektif secara
umum dapat membuat apa yang dirancang dapat diwujudkan. Jika suatu kegelapan
maka kemungkinan terjadi pembetulan secara gampang. Di sisi lain, jika terjadi
keharusan untuk melaksanakan atau menerapkan hukum dalam suasana baru yang
berbeda maka hukum akan sanggup menyelesaikannya.11
Dengan demikian, dari definisi hukum dan kebijakan publik dapat terlihat hubungan
bahwa permasalahan sosial membutuhkan kebijakan publik sebagai wujud nyata
intervensi pemerintah untuk memecahkan permasalahan sosial, baik berupa tindakan
maupun tidak. Pemerintah untuk mengintervensinya membutuhkan hukum sebagai
instrument guna melindungi hasil kesepakatan dari kebijakan yang telah diputuskan
bersama dan kepentingan manusia karena dalam pelaksanaannya dapat dipaksakan.
Selain itu juga hukum sebagai legitimasi pemerintah untuk melaksanakan kebijakannya
dalam rangka mengatasi permasalahan sosial yang terjadi. Dikarenakan hukum ini untuk
mengatur kehidupan sosial maka keterlibatan berbagai pihak dalam prosesn
pembentukannya merupakan suatu hal yang mutlak.
b) Pelaksanaan Pada Hukum Kebijakan Publik
Kebijakan bisa berasal dari seorang pelaku atau sekelompok pelaku yang memuat
serangkaian program/ aktivitas/ tindakan dengan tujuan tertentu. Kebijakan ini diikuti
dan dilaksanakan oleh para pelaku (stakeholders) dalam rangka memecahkan suatu
permasalahan tertentu.12 Proses kebijakan dapat dijelaskan sebagai suatu sistem, yang
meliputi: input, proses, dan output. Input kebijakan merupakan isu kebijakan atau
agenda pemerintah, sedangkan proses kebijakan berwujud perumusan formulasi

11
Salim, H.S dan Erlis Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan
Disertasi, (Jakarta: PT Rajawali Press, 2013), hlm. 303.
12
Haerul Haerul, Akib, H., & Hamdan. Implementasi Kebijakan Program Makassar Tidak
Rantasa di Kota Makassar, Jurnal Administrasi Publik, Volume 6, Nomor 2, Januari 2016, hlm. 21
kebijakan dan pelaksanaan kebijakan. Isu dan formulasi kebijakan dapat dipahami
sebagai proses politik yang dilakukan elit politik dan/ atau kelompok-kelompok penekan.
Output dari proses kebijakan adalah kinerja kebijakan. Oleh karena itu, kebijakan tidak
bersifat permanen. Kebijakan dibuat sekali untuk rentang waktu tertentu sebagai
sebuah solusi atas permasalahan yang ada dan kepentingannya melayani.13
Kebijakan publik merupakan suatu ilmu terapan. Pengertian kebijakan publik oleh
para pakar didefinisikan secara beragam, hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai
kepentingan yang melandasi perumusannya. Thoha memberikan penafisiran tentang
kebijakan publik sebagai hasil rumusan dari suatu pemerintahan. Dalam pandangan ini,
kebijakan publik lebih dipahami sebagai apa yang dikerjakan oleh pemerintah
dibandingkan daripada proses hasil yang dibuat.
Mengenai kebijakan publik, lebih lanjut menyatakan bahwa:
a. kebijakan publik lebih merupakan tindakan sadar yang berorientasi pada
pencapaian tujuan daripada sebagai perilaku/ tindakan yangdilakukan secara
acak dan kebetulan.
b. kebijakan publik pada hakekatnya terdiri dari tindakan-tindakan yang saling
berkaitan dan memiliki pola tertentu yang mengarah pada pencapaian tujuan
tertentu yang dilakukan oleh pemerintah, dan bukan merupakan keputusan yang
berdiri sendiri.
c. kebijakan publik berkenaan dengan aktivitas/ tindakan yang sengaja dilakukan
secara sadar dan terukur oleh pemerintah dalam bidang tertentu.
d. kebijakan publik dimungkinkan bersifat positif dalam arti merupakan pedoman
tindakan pemerintah yang harus dilakukan dalam menghadapi suatu masalah
tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat
pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.
Pelaksanaan kebijakan merupakan kegiatan lanjutan dari proses perumusan dan
penetapan kebijakan. Sehingga pelaksanaan kebijakan dapat dimaknai sebagai tindakan-
tindakan yang dilakukan, baik oleh individu maupun kelompok pemerintah, yang
diorientasikan pada pencapaian tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijakan. Implikasi dari pelaksanaan kebijakan merupakan konsekuensi yang muncul
sebagai akibat dari dilaksanakannya kebijakan-kebijakan tersebut. Hasil evaluasi pada
pelaksanaan kebijakan dapat menghasilkan dampak yang diharapkan (intended) atau
dampak yang tidak diharapkan (spillover negative effect).
Secara luas, pelaksanaan kebijakan digambarkan sebagai apa yang ditetapkan secara
jelas oleh pembuat kebijakan (pemerintah) yang akan memiliki dampak tertentu. Jann &
13
Ibid, hlm. 23
Wegrich menyebutkan bahwa pelaksanaan kebijakan akan mencakup unsur inti sebagai
berikut:
1. Spesifikasi rinian program, yakni bagaimana dan di mana lembaga atau organisasi
harus menjalankan program, dan bagaimana hukum atau program ditafsirkan.
2. Alokasi sumberdaya, yakni bagaimana anggaran didistribusikan, personil yang
akan melaksanakan program dan organisasi yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan program.
3. Keputusan, yakni bagaimana keputusan akan dilakukan.
Proses pelaksanaan kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan
administratif/pemerintahan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan
menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan juga menyangkut
jaringan pada kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan sosial, yang secara langsung
maupun tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari para pihak yang terlibat
(stakeholders). Kesalahan atau ketidaksempurnaan suatu kebijakan biasanya akan dapat
dievaluasi setelah kebijakan itu dilaksanakan, begitu juga keberhasilan pelaksanaan
kebijakan dapat dianalisa pada akibat yang ditimbulkan sebagai hasil pelaksanaan
kebijakan. Penilaian atas kebijakan dapat mencakup isi kebijakan, pelaksanaan
kebijakan, dan dampak kebijakan.
Mengenai keberhasilan kebijakan publik, Islamy menyatakan bahwa suatu kebijakan
negara akan efektif apabila dilaksanakan dan memberikan dampak positif bagi
masyarakat, dengan kata lain, tindakan atau perbuatan manusia yang menjadi anggota-
anggota masyarakat bersesuaian dengan yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. 14
Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan pelaksanaan kebijakan agar efektif
dilakukan melalui rancangan program yang memadai dan strukturasi dari proses
pelaksanaannya.
c) Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan Publik
Pelaksanaan kebijakan dapat diartikan sebagai bagian dari tahapan proses
kebijaksanaan, yang posisinya berada diantara tahapan penyusunan kebijaksanaan dan
konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan tersebut (output,
outcome). Lebih lanjut, Edward III mengidentifikasikan aspek-aspek yang diduga kuat
berkontribusi pada pelaksanaan kebijakan, yaitu: komunikasi, sumberdaya, disposisi
atau sikap pelaksana, dan struktur birokrasi. Keempat aspek mempengaruhi

14
Ismaly I, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. (Jakarta: Bumi Aksara 2010),
hlm. 34.
pelaksanaan kebijakan, baik secara langsung maupun tidak secara langsung, dan masing-
masing aspek saling berpengaruh terhadap aspek lainnya.15
1. Kewenangan/Struktur Birokrasi
Kewenangan merupakan otoritas/legitimasi bagi para pelaksana dalam
melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Kewenangan ini
berkaitan dengan struktur birokrasi yang melekat pada posisi/strata kelembagaan
atau individu sebagai pelaksana kebijakan. Karakteristik utama dari birokrasi
umumnya tertuang dalam prosedur kerja atau Standard Operating Procedures
(SOP) dan fragmentasi organisasi.16
2. Komunikasi
Komunikasi adalah aktivitas yang mengakibatkan orang lain
menginterprestasikan suatu ide/gagasan, terutama yang dimaksudkan oleh
pembicara atau penulis melalui sesuatu sistem yang biasa (lazim) baik dengan
simbol-simbol, signal-signal, maupun perilaku. Komunikasi mempengaruhi
pelaksanaan kebijakan publik, dimana komunikasi yang tidak baik dapat
menimbulkan dampak-dampak buruk bagi pelaksanaan kebijakan. Dimensi
komunikasi yang dapat mempengaruhi pelaksanaan kebijakan publik
diantaranya: transmisi, konsistensi, dan kejelasan. Pencapaian keberhasilan
pelaksanaan kebijakan publik mensyaratkan pelaksana untuk mengetahui yang
harus dilakukan secara jelas; tujuan dan sasaran kebijakan harus diinformasikan
kepada kelompok sasaran (target group) sehingga dapat mengurangi
kesenjangan antara rencana dan pelaksanaan kebijakan. Apabila penyampaian
informasi tentang tujuan dan sasaran suatu kebijakan kepada kelompok sasaran
tidak jelas, dimungkinkan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. Kemampuan
komunikasi diarahkan agar pelaksana kegiatan dapat berunding satu sama lain
dan menemukan titik kesepahaman/ konsensus yang saling menguntungkan.
Konsensus yang terbagun dapat meningkatkan kinerja personal dalam bekerja
dengan menemukan kondisi win-win solution pada setiap permasalahan.17
3. Sumberdaya
Pelaksanaan kebijakan harus ditunjang oleh ketersediaan sumberdaya (manusia,
materi, dan metoda). Pelaksanaan kebijakan publik perlu dilakukan secara

15
Wahyudi, A.. Implementasi Rencana Strategis Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan
Desa Dalam Upaya Pengembangan Badan Usaha Milik Desa Di Kabupaten Kotawaringin Barat.
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik , Volume 2, Nomor 2, Kotawaringin 2016, hlm.101.
16
Afandi M. I., & Warjio, Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 11
Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dalam Pencapaian Target Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan. Jurnal Administrasi Publik, Volume 6, Nomor 2, Februari 2015, hlm. 92.
17
Ibid, hlm. 93
cermat, jelas, dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumberdaya
yang diperlukan, maka pelaksanaaan kebijakan akan cenderung tidak dapat
dilaksanakan secara efektif. Tanpa dukungan sumberdaya, kebijakan hanya akan
menjadi dokumen yang tidak diwujudkan untuk memberikan pemecahan
masalah yang ada di masyarakat, atau upaya memberikan pelayanan pada
masyarakat. Dengan demikian, sumberdaya merupakan faktor penting dalam
melaksanakan kebijakan publik. Sumberdaya dalam pelaksanaan kebijakan publik
diantaranya: staf yang memadai, informasi, pendanaan, wewenang, dan fasilitas
pendukung lainnya.18
4. Disposisi atau sikap dari pelaksana
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh pelaksana kebijakan,
seperti komitmen, disiplin, kejujuran, kecerdasan, dan sifat demokratis. Apabila
pelaksana kebijakan memiliki disposisi yang baik, maka dia diduga kuat akan
menjalankan kebijakan dengan baik, sebaliknya apabila pelaksana kebijakan
memiliki sikap atau cara pandang yang berbeda dengan maksud dan arah dari
kebijakan, maka dimungkinkan proses pelaksanaan kebijakan tersebut tidak akan
efektif dan efisien. Disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan
dukungan atau hambatan terhadap pelaksanaan kebijakan tergantuk dari
kesesuaian kompetensi dan sikap dari pelaksanan. Karena itu, pemilihan dan
penetapan personalia pelaksana kebijakan dipersyaratkan individu-individu yang
memiliki kompetensi dan dedikasi yang tepat pada kebijakan yang telah
ditetapkan.19
d) Diskresi Pelaksanaan Kebijakan Publik
Diskresi merupakan kebebasan bertindak atau mengambil keputusan dari pelaksana
kebijakan publik (para pejabat administrasi negara yang berwenang dan berwajib)
menurut pendapat sendiri. Diskresi merupakan pengambilan keputusan yang
dipengaruhi oleh penilaian pribadi, yang tidak terikat dengan hukum yang berlaku.
Diskresi adalah kebebasan yang diberikan kepada pelaksana kebijakan publik dalam
rangka penyelenggaraan kebijakan publik, sesuai dengan meningkatnya tuntutan
pelayanan publik yang harus diberikan negara kepada masyarakat yang semakin
kompleks.20

18
Afandi op.cit,. 76
19
Ibid, hlm. 65.
20
Pradana G. A. Diskresi dalam Implementasi Kebijakan Publik (Studi pada Implementasi
Kebijakan BPJS-Kesehatan di Puskesmas Kepanjen). Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 2,
Nomor 3, Maret 2016, hlm.78.
Namun demikian, diskresi hanya dapat dilakukan apabila memenuhi indikator-
indikator yang ditetapkan oleh undang-undang yaitu: melancarkan penyelenggaraan
pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, dan
mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan
kepentingan umum. Ruang lingkup diskresi meliputi adanya kekuasaan pelaksana
kebijakan (pejabat public) untuk bertindak menurut keputusan dan hati nurani sendiri,
karena adanya pilihan keputusan atau tindakan, peraturan tidak mengatur, peraturan
tidak lengkap, ataupun karena adanya stagnasi pemerintahan. Tindakan tersebut
dilakukan atas dasar kekuasaan atau kewewenangan yang melekat pada dirinya selaku
pengambil keputusan.21
Keputusan diskresi biasanya digunakan dalam peningkatan pelayanan masyarakat.
Umumnya, pelaksana kebijakan dituntut harus dapat memahami dinamika
kemasyarakatan secara personal, terlebih lagi pelaksana kebijakan yang harus mengatasi
akibat dari keputusan yang mereka berikan dalam pelayanan masyarakat. Adanya
derajat kebebasan ini, dapat menyebabkan tidak seragamnya pelayanan yang diperoleh
masyarakat pelaksana kebijakan. Penggunaan diskresi bagi pelaksana kebijakan misalnya
pemanfaatan budaya lokal, penggunaan sumberdaya lokal, atau penggunaan bahasa
daerah sebagai bahasa pengantar dalam pelaksanaan suatu kebijakan.
Penggunaan diskresi bagi pelaksana kebijakan misalnya pemanfaatan budaya lokal,
penggunaan sumberdaya lokal, atau penggunaan bahasa daerah pada kelompok
masyarakat tertentu sebagai bahasa pengantar dalam pelaksanaan suatu kebijakan.
Beberapa diskresi yang diduga diperkenankan pada pelaksanaan kebijakan
pembangunan misalnya dengan pemilihan prioritas pada pembangunan yang
berwawasan lingkungan, mengingat setiap pembangunan harus memperhatikan aspek
keberlanjutan. Pada bidang pertanian, dengan melihat efektivitas, efisiensi, dan
kesehatan konsumsi komoditi pertanian dapat digunakan model pertanian organic. Pada
pengembangan industri kecil diprioritaskan pada pengembangan produk yang memiliki
proses produksi yang memperhatikan kesehatan lingkungan, yang bisa dilakukan dengan
memanfaatkan rekayasa proses biologi. Diskresi pada program peningkatan pelayanan
publik dapat dilakukan dengan mengimplementasikan sistem informasi, penggunaan
sistem informasi diyakini akan meringankan pekerjaan yang kompleks menjadi lebih
sederhana serta mampu memberikan pelayanan lebih cepat dan tepat, dan bahkan
dapat menggunakan Sistem Information Geografis (SIG) sebagai pengendalian program

21
mustafa, T., Purnama, E., & Syahbandir, M, Penggunaan Diskresi oleh Pejabat
Pemerintah untuk Kelancaran Penyelenggaraanpemerintahan Daerah. Jurnal Magister Ilmu
Hukum, Volume 4, Nomor 2, Oktober 2016, hlm. 1.
pembangunan berdasarkan pemetaan lokasi untuk memberikan pembangunan yang
lebih adil dan merata.22
e) Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Publik
Keberhasilan implementasi kebijakan membutuhkan keterlibatan stakeholders secara
demokratis dan partisipatif. Stakeholders dan pembuat kebijakan harus terus menerus
terlibat dalam dialog untuk menganalisis konsekuensi dari pelaksanaan kebijakan
tersebut. Oleh karena itu, evaluasi pelaksanaan kebijakan perlu dilakukan untuk melihat
akuntabilitas dan peningkatan kinerja suatu kebijakan publik. Model Helmut Wollman
menguraikan evaluasi pelaksanaan kebijakan pada tiga tipe utama, yaitu: ex-ante
evaluation, on-going evaluation, dan ex-post evaluation. 23
1. Evaluasi pada Tahap Perencanaan (ex-ante)
Evaluasi ex-ante adalah evaluasi kebijakan yang dilakukan sebelum kebijakan
tersebut diimplementasikan dengan tujuan untuk memilih dan menentukan skala
prioritas dari berbagai alternatif dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang
telah dirumuskan sebelumnya (Diansari, 2016). Secara hipotetik, tipe evaluasi ex-
ante ditujukan untuk mengantisipasi dan memberikan penilaian awal atas
perkiraan pengaruh, dampak, atau konsekuensi dari kebijakan yang direncanakan
atau yang telah ditetapkan. Tujuannya adalah memberikan informasi yang
relevan dengan kebijakan atau dengan proses pembuatan kebijakan yang sedang
berjalan. Tipe evaluasi ex-ante juga memberikan analisa dampak terhadap
lingkungan kebijakan
2. Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan (on-going)
Evaluasi on-going yaitu evaluasi dilakukan pada saat pelaksanaan kebijakan untuk
menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan kebijakan dibandingkan dengan
rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Evaluasi on-going secara umum
dimaksudkan untuk menjamin agar tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan, bukan dimaksudkan untuk evaluasi penilaian akhir capaian kinerja
pelaksanaan kebijakan. Dengan dilakukan evaluasi on-going, jika terjadi
penyimpangan, diharapkan akan dapat dilakukan langkah perbaikan sedini
mungkin melalui sejumlah rancangan/ rekomendasi, sehingga hasil akhir
pelaksanaan kebijakan akan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Esensi
dari evaluasi on-going adalah untuk memberikan informasi yang relevan yang

22
Bustomi , Ramdhani, M. A., & Cahyana, R. Rancang Bangun Sistem Informasi Geografis
Sebaran Tempat Riset Teknologi Informasi di Kota Garut. Jurnal Algoritma, Volume 9, Nomor 1,
September 2012, hlm.7
23
Ibid, hlm. 8.
dapat dipergunakan untuk memperbaiki proses pelaksanaan kebijakan ke arah
yang ingin dicapai.
3. Evaluasi pada Tahap Pasca-Pelaksanaan (ex-post)
Ex-post evaluation merupakan model evaluasi klasik dari evaluasi pelaksanaan
kebijakan. Evaluasi ex-post dimaksudkan untuk memberikan penilaian terhadap
tingkat pencapaian tujuan serta dampak dari kebijakan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi ex-post adalah evaluasi yang dilaksanakan setelah pelaksanaan kebijakan
berakhir, yang ditujukan untuk menganalisa tingkat pencapaian (keluaran/ hasil/
dampak) pelaksanaan kebijakan. Evaluasi ex-post digunakan untuk menilai
efisiensi (keluaran dan hasil dibandingkan masukan), efektivitas (pencapaian
tujuan dan sasaran), ataupun manfaat (dampak pelaksanaan kebijakan terhadap
penyelesaian masalah).24
f) Masalah Publik dan Masalah Kebijakan
Pembahasan mengenai permasalahan publik tidak ada habis-habisnya. Hal tersebut
dikarenakan masing-masing individu memiliki kepentingan berbeda-beda. Kepentingan
yang berbedabeda itu membuat pihak yang berkepentingan (stakeholders) bersuara dan
ikut ‘menitipkan’ suaranya tersebut. Proses tawar-menawar (bargaining) antar-aktor
pembuat kebijakan, dengan menggunakan kebebasan dan kewenangannya, seringkali
disalahgunakan bukan untuk menyinkronkan kepentingan rakyat, melainkan untuk
kekuasaan (power) itu sendiri. Banyaknya kepentingan yang masuk membuat aktor-
aktor pembuat kebijakan sibuk dalam merumuskan kebijakan yang akan diterapkan.
Para aktor tersebut harus menyeleksi satu-persatu masalah yang ada. Butuh waktu dan
tenaga ekstra dari para lembaga pembuat kebijakan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif)
untuk membuat kebijakan. Karena, sejatinya setiap kebijakan yang keluar merupakan
hasil assessmentdari masalah publik. Namun, pertanyaan yang kemudian muncul adalah
apakah semua masalah publik adalah masalah kebijakan ataukah ada yang bukan
masalah kebijakan? Sebuah paradigma kebijakan publik yang kaku (rigid) dan tidak
responsif akan menghasilkan wajah negara yang kaku dan tidak responsif pula.
Sebaliknya, paradigma kebijakan publik yang luwes dan responsif akan menghasilkan
wajah negara yang luwes dan responsif pula. Itulah sebuah gambaran betapa rumitnya
suatu kebijakan publik. Seorang pakar kebijakan kenamaan Barat, William Dunn
membedakan antara masalah yang bukan kebijakan dan masalah kebijakan.
Menurutnya, terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara masalah kebijakan dan
masalah non-kebijakan.

24
Ibid
Merujuk pada banyaknya persoalan mengenai kebijakan publik, Robert B
Seidman,Ann Seidman, dan NalinAbeysekere mencoba merancang apa yang disebutnya
dengan ROCCIPI. Mereka menyatakan bahwa suatu masalah dapat muncul akibat dari
adanya beberapa hal yang ditesiskan mereka tidak berjalan sebagai mana mestinya. Hal-
hal tersebut, menurutnya antara lain:
1. Rule (peraturan)
Peraturan dimaksudkan untuk mengatur segala perilaku manusia. Entah itu
sebagai alih-alih (pembenaran) atau malah sebaliknya. Peraturan di sini
menyangkut semua masalah publik atau juga masalah yang ditimbulkan oleh
publik. Masalah publik dapat muncul jika: Pertama, rancunya atau
membingungkannya bahasa yang digunakan dalam peraturan, seperti tidak
dijelaskannya hal-hal yang dilarang dan yang harus dilakukan oleh masyarakat.
Kedua, beberapa peraturan malah berpeluang menyebabkan perilaku
bermasalah. Ketiga, peraturan seringkali memperluas penyebagian-penyebagian
perilaku bermasalah, bukan malah menghilangkannya. Keempat, peraturan
membuka peluang bagi perilaku yang tidak transparan. Kelima, peraturan
memberikan wewenang berlebih kepada pelaksana peraturan untuk bertindak
represif.
2. Opportunity (kesempatan)
Seorang individu akan dapat melakukan perilaku bermasalah jika kesempatan
yang ada terbuka lebar. Artinya adalah bahwa jika kesempatan terbuka maka hal
itu dapat mempengaruhi seorang individu untuk berperilaku menyimpang. Dalam
hal ini, lingkungan menjadi faktor yang dominan penyebab perilaku yang
menyimpang. Kemudian, muncul pertanyaan, “apakah lingkungan memberikan
kontribusi timbulnya perilaku bermasalah atau malah sebaliknya, perilaku
bermasalah yang mempengaruhi lingkungan?”
3. Capacity (kemampuang)
Hal tersebut berkaitan dengan pertukaran yang disebabkan tidak dapat
memerintah para individu untuk melakukan hal-hal di luar kemampuannya.
Untuk itu, perlu adanya pemahaman mengenai kondisi-kondisi dari tiap individu.
4. Communication (komunikasi)
Munculnya perilaku bermasalah dapat diakibatkan ketidaktahuan masyarakat
tentang suatu peraturan. Ketidaktahuan tersebut dipicu oleh komunikasi yang
tidak berjalan dengan baik (miss-communication). Permasalahan komunikasi
sebenarnya merupakan permasalahan klasik di negeri yang kaya akan budaya dan
sangat plural ini.
5. Interest (kepentingan)
Kategori ini dapat digunakan untuk menjelaskan pandangan individu tentang
akibat dan manfaat dari setiap perilakunya. Akibat dan manfaat yang
ditimbulkannya bisa dalam bentuk material (keuntungan ekonomi) dan juga non-
material (pengakuan dan penghargaan).
6. Process (proses)
Merupakan sebuah instrumen yang digunakan dalam menemukan penyebagian
perilaku bermasalah yang dilakukan dalam atau oleh suatu organisasi. Beberapa
proses yang digunakan untuk merumuskan masalah dalam organisasi antara lain:
Pertama, proses pengumpulan input. Kedua, proses pengolahan input menjadi
keputusan. Ketiga, prosesoutput, dan yang keempat, proses umpan balik.
7. Ideology (nilai dan/atau sikap)
Sekumpulan nilai yang dianut oleh suatu masyarakat untuk merasa, berpikir, dan
bertindak. Suatu nilai yang berlaku dalam masyarakat biasanya merupakan hasil
kesepakatan bersama dalam sebuah kelompok. Kemungkinan terjadinya konflik
sangatlah besar mengingat nilai tersebut hidup dalam masyarakat yang plural
dan heterogen (sebuah nilai yang dianut seringkali tidak sesuai dengan
pandangan tiap kelompok).25

25
Ibid
C. Kesimpulan

Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintahan atau lembaga
pemerintahan untuk mengatasi permasalahan tertentu, melakukan kegiatan tertentu
atau mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan dan manfaat orang
banyak. Kebijakan publik merupakan tindakan yang diambil pemerintah di belahan dunia
manapun, termasuk di Indonesia merupakan aktivitas pemerintah untuk memecahkan
masalah yang terjadi di tengah masyarakat, baik secara langsung maupun melalui
berbagai lembaga pemerintah. Kebijakan publik menunjuk pada keinginan penguasa
atau pemerintah yang idealnya dalam masyarakat demokratis merupakan cerminan
pendapat umum atau opini publik. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menyerap
dinamika social dlam masyarakat, yang akan dijadikan acuan rumusan kebijakan agar
tercipta hubungan sosial yang harmonis. Kebijakan merupakan praktika sosial, bukan
event yang tunggal atau terisolir, dan merupakan respon atas peristiwa yang terjadi.
Kebijakan dapat dinyatakan sebagai usaha untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu
sekaligus sebagai upaya pemecahan masalah dengan menggunakan sarana-sarana
tertentu, dan ddalam tahapan waktu tertentu. Alokasi sumberdaya, yang adalah
anggaran didistribusikan, personil yang akan melaksanakan program dan organisasi yang
bersifat.
Referensi

Buku

Budi Winarno, 2014, Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus, Yogyakarta: CAPS (Centre of
Academic Publishing Service)
Dr. Taufiqurakhman, S.Sos., M.Si., 2014, Kebijakan Publik Pendelegasian Tanggungjawab Negara
Kepada Presiden Selaku Penyelenggara Pemerintah, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Moestopo Beragama pers.
Iskandar, J, 2012, Kapita Selekta Teori Administrasi Negara. Bandung: Puspaga
Ismaly I, 2010, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara
Muchsin dan Fadillah Putra, 2002, Hukum dan Kebijakan Publik-Analisis atas Praktek Hukum dan
Kebijakan Publik dalam Pembangunan Sektor Perekonomian di Indonesia, Malang :
Universitas Sunan Giri Surabaya dan Averroes Press.
Riant Nugroho, 2013, Metode Penelitian Kebijakan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Thoha, M. 2012, Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. (Jakarta: Raja Grafindo
Persada

Dokumen lainnya

Afandi M. I., & Warjio, Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 11 Tahun 2011
tentang Pajak Daerah dalam Pencapaian Target Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan. Jurnal Administrasi Publik, Volume 6, Nomor 2, Februari 2015.
Bustomi , Ramdhani, M. A., & Cahyana, R. Rancang Bangun Sistem Informasi Geografis Sebaran
Tempat Riset Teknologi Informasi di Kota Garut. Jurnal Algoritma, Volume 9, Nomor 1,
September 2012
Haerul Haerul, Akib, H., & Hamdan. Implementasi Kebijakan Program Makassar Tidak Rantasa di
Kota Makassar, Jurnal Administrasi Publik, Volume 6, Nomor 2, Januari 2016.
Mustafa, T., Purnama, E., & Syahbandir, M, Penggunaan Diskresi oleh Pejabat Pemerintah untuk
Kelancaran Penyelenggaraanpemerintahan Daerah. Jurnal Magister Ilmu Hukum,
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2016
Pradana G. A. Diskresi dalam Implementasi Kebijakan Publik (Studi pada Implementasi Kebijakan
BPJS-Kesehatan di Puskesmas Kepanjen). Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 2,
Nomor 3, Maret 2016
Wahyudi, A.. Implementasi Rencana Strategis Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa Dalam
Upaya Pengembangan Badan Usaha Milik Desa Di Kabupaten Kotawaringin Barat. Jurnal
Ilmiah Administrasi Publik , Volume 2, Nomor 2, Kotawaringin 2016

Anda mungkin juga menyukai