Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sosial memang sering diwarnai oleh banyak
problem atau persoalan sosial, dengan kerangka ini maka lahirlah apa
yang disebut dengan kebijakan. Batas ini yang akan mengatur
masyarakat dalam berperilaku atau melakukan suatu tindakan,
sebagai hakikatnya bahwa sebuah kebijakan yang diterapkan dalam
masyarakat tentu tidak hanya sekedar buat. Karena ini menyangkut
ketentuan yang tidak dapat diprediksi untuk diterapkan dan terlebih
bagi seluruh lapisan masyarakat akan melaksanakan ketentuan
tersebut.
Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi
orang banyak pada tataran strategi atau bersifat garis besar yang
dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang
mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas
politik, yakni mereka yang menerima mandate dari publik atau orang
banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas
nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan
oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah.
Sementara itu, perumusan kebijakan merupakan proses yang
rumit. Beberapa metode untuk mempelajarinya telah di kembangkan
oleh para ilmuan yang menaruh minat terhadap kebijakan public.
Suatu metode yang popular membagi perumusan kebijakan kedalam
tahap tahap dan kemudian menganalisis masing-masing tahap
tersebut. Pertama dipelajari bagaimana masalah-masalah timbul dan
masuk ke dalam agenda pemerintah, kemudian siapa dan bagaimana
merumuskan masalah-masalah tersebut untuk menganbil tindakan,
kemudian sikap apa yang diambil oleh lembaga legislative atau
lembaga lainnya, kemudian bagaimana para pemimpin menerapkan
kebijakan itu, dan akhirnya bagaimana kebijakan itu di evaluasi.

1
Perumusan kebijakan public membicarakan bagaimana kebijakan
public di rumuskan. Tahap ini merupakan salah satu tahap paling
penting dalam pembentukan kebijakan publik.
Salah satu dari kebijakan publik yaitu parkir. Di Indonesia
perparkiran menadi fenomena yang mempengaruhi pergerakan
kendaraan disaat kendaraan-kendaraan yang mempunyai intensitas
pergerakan yang begitu tinggi akan terhambat oleh kendaraan yang
parkir di bahu jalan sehingga menyebabkan kemacetan. Pada
umumnya kendaraan yang parkir di pinggir jalan berada di sekitar
tempat atau pusat kegiatan seperti : sekolah, kantor, pasar
swalayan,pasar tradisional, rumah makan, dan lain-lain.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang maka rumusan masalah
dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana penjelasan dari kebijakan publik?
2. Bagaimana perumusan kebijakan publik pada studi kasus : parkir
liar?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui penjelasan dari kebijakan publik.
2. Untuk mengetahui perumusan kebijakan publik pada kasus parkir
liar.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kebijakan Publik
Kata kebijakan seringkali dikaitkan dengan kebijaksanaan. Padahal
kebijakan dan kebijaksanaan memiliki arti dan makna yang berbeda baik
dalam arti konteks maupun kontennya. Kebijakan merupakan keputusan-
keputusab yang diambil untuk kepentingan masyarakat luas, sedangkan
kebijaksanaan adalah alternative keputusan sebagai bentuk
penghormatan atau faktor lainnya untuk memberikan rasa keadilan dan
kebaikan bagi seseorang atau sekelompok orang terhadap proses
kebijaksanaan yang dilakukan. Keduanya mempunyai pola tersendiri
dalam proses, pelaksanaan dan evaluasinya sehingga harus dibedakan
penggunaannya.

Ada banyak pendapat tentang definisi kebijakan. Smith dan Lariner


(2009 : 3), didalam bukunya yang berjudul The Public Policy Theory
Primer, mengemukakan tentang berbagai pendapat mengenai kebijakan.
Policy is whatever governments choose to do or no to do (kebijakan itu
adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah).
Dilakukan atau tidak dilakukannya sebuah kebijakan merupakan bentuk
dari kebijakan publik. Apa pun yang dilakukan ataupun tidak dilakukan
oleh pemerintah dalam rangka untuk kepentingan publik atau masyarakat
adalah bagian dari kebijakan publik.

Sementara, Eyestone (1971 : 18) mengemukakan bahwa kebijakan


adalah the relationship of governmental unit to its environment (hubungan
pemerintah dengan unit-unit dalam lingkungan pemerintahan). Hubungan
antar unit-unit dalam lembaga pemerintahan adalah sebagai bentuk dari
kebijakan yang bersumber secara top-down. Setiap atasan mempunyai
kebijakan yang harus dilaksanakan oleh bawahan, baik secara

3
kelembagaan ataupun personal kebijakan itu berbentuk korelasi antar
unsur dan lembaga.

Sementara, Wilson (2006 : 154) mengemukakan bahwa kebijakan


itu action, objective, and pronouncemets of governments on particular
matters, the steps they take (orfail to take) to implement them, and the
explanation they give for what happens (or does not happen) atau
tindakan, objektif dan pernyataan pemerintah pada hal-hal tertentu,
langkah-langkah yang mereka ambil (atau gagal dalam pengambilan
keputusan) untuk melaksanakannya, dan penjelasan mereka berikan
untuk apa yang terjadi (atau tidak terjadi).

Dari beberapa definisi dan pendapat diatas dapat diambil


kesimpulan bahwa kebijakan adalah sebuah keputusan-keputusan yang
dilakukan pejabat berwenang untuk kepentingan-kepentingan publik yang
diatur sedemikian rupa untuk dilaksanakan dan dipertanggung jawabkan
sebagai konsekuensi logis dalam tindakan dan pernyataan oleh
pemerintah.

Sedangkan definisi tentang kebijakan publik banyak diungkapkan


oleh pakar dan ahli kebijakan. Bahwa kebijakan publik adalah suatu
keputusan yang dilakukan oleh pihak yang berwenang untuk kepentingan
bersama (publik). Setiap kebijakan publik tentunya memiliki proses
formulasi dan evaluasi yang mengikutinya. Eksekusinya berada pada level
implementasi kebijakan. Semua proses kebijakan publik saling
memengaruhi satu sama lainnya, tidak bisa saling melemahkan, tetapi
sebaliknya harus saling menguatkan sehingga kebijakan berjalan secara
baik dan optimal.

Beberapa ahli mengungkapkan pendapatnya mengenai kebijakan


publik seperti John Dewey, Hugwood & Gunn dsb. John Dewey ahkan
mengungkapkan pendapatnya dalam mengukur kebijakan publik. Menurut
John Dewy untuk mengukur sebuah kebijakan publik bisa dilakukan
dengan 2 cara yaitu dengan melihat bagaimana rencana-rencana tindakan
harus dipilih dari aternatif-alternatif dan bagaimana pengamatan atas

4
akibat-akibat dapat dipergunakan sebagai uji coba yang tepat. Secara
sederhana menurut Dewey kebijakan yang baik diukur dari ketersediaan
alternative dan akan digunakan sebagai apa hasil dari implementasi
kebijakan tersebut.

Selain definisi ahli lain juga menetapkan makna dari kebijakan


publik. Seperti Hugwood & Gunn yang mengemukakan 10 makna dari
kebijkan publik, antara lain :

1) Kebijakan sebagai merk bagi suatu bidang kegiatan tertentu ; merk


atau label akan muncul dari sebuah kebijakan sebagai akibat dari
kesenambungan dan menjadi program rutin yang diselenggarakan
dari kebijakan tersebut
2) Kebijakan sebagai suatu pernyataan mengenai tujuan umum atau
keadaan tertentu yang dikehendaki
3) Kebijakan sebagai usulan-usulan khusus ; usulan-usulan khusus
yang muncul baik secara top-down atau bottom up yang berkaitan
dengan kepentingan atau kebaikan masyarakat atau hal urgent
yang terjadi dalam masyarakat bisa dijadikan sebagai kebijakan
publik.
4) Kebijakan sebgai keputusan pemerintah ; apapun langkah yang
diambil pemerintah dalam pengambilan keputusannya adalah
kebijakan publik.
5) Kebijakan sebagai bentuk pengesahan formal ; kebijakan sebagai
bentuk pengesahan formal adalah seperti kebijakan yang
berbentuk regulasi, perundang-undangan atau surat perintah
merupakan bentuk legitimasi untuk melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya dengan baik dan secara formal.
6) Kebijakan sebagai program ; program-program pemerintah adalah
bagian dari kebijakan publik. Karena setiap program yang
dijalankan merupakan untuk kepentingan publik yang berasal dari
keputusan pemerintah.
7) Kebijakan sebagai keluaran ; kebijakan sebagai keluaran berarti
setiap kebijakan publik pasti memiliki keluaran yang diharapkan.

5
Keluaran yang dihasilkan dari program kerja menjadi bagian dari
kebijakan publik.
8) Kebijakan sebagai hasil akhir ; begitu juga dengan outcome
sebagai bagian dari kebijakan yang merupakan hasil akhir dari
program-program kerja yang sudah dilakukan. Hasil akhir dari
program atau pekerjaan dari pemerintah itu adalah bagian dari
kebijakan.
9) Kebijakan sebagai teori atau model; dalam suatu pemerintahan,
berbagai kajian dan analisis terhadap berbagai persoalan yang
dihadapi oleh pemerintahan yang menghasilkan output atau
outcome untuk dijadikan sebagai suatu kebijakan bagi pemerintah.
disamping itu, dalam penelitian, pengkajian, maupun analisis yang
menghasilkan teori baru atau model baru dapat dijadikan sebagai
kebijakan untuk diterapkan dan dilaksanakan.
10)Kebijakan sebagai proses ; sebagai proses, kebijakan akan
mempunyai keterkaitan antara kebijakan yang satu dengan
kebijakan yang lainnya. Karena sebuah kebijakan muncul
berdasarkan kejadian atau peristiwa dan kebijakan yang telah
diambil sebelumnya.

Jika sebelumnya makna-makna dari kebijakan publik, para ahli juga


mengklasifikasikan kebijkan publik kedalam 4 sudut pandang. Pertama,
kebijakan sebagai keputusan. Seperti yang telah diungkapkan
sebelumnya bahwa kebijakan adalah whatever governments choose to do
or no to do, segala sesuatu atau apapun yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh pemerintah. Dari kata ‘choose’ mengungkapkan bahwa
dalam kebijakan terdapat unsur keputusan. Kebijakan dan keputusan
adalah 2 hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena dalam
prosesnya kebijakan dan keputusan merupakan proses yang
berkesinambungan.

Kedua, kebijakan sebagai proses manajemen. Kebijakan sebagai


proses manajemen merupakan serangkaian fase kerja dari para pejabat
publik yang mencakup agenda setting, formulasi kebijakan dan legalitas

6
pemerintah, implementasi, monitoring, evaluasi, dan reformulasi atau
terminasi. Dalam kebijakan publik terdapat ‘pengaturan’ dan sistem yang
sedemikian rupa baik dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi
kebijakan terdapat ‘proses’ yang berjalan didalamnya.

Ketiga, kebijakan sebagai intervensi pemerintah. Definisi kebijakan


publik yang termasuk kedalam sudut pandang ini diungkapkan oleh
Wilson (1887) yang mendefinisikan kebijakan publik sebagai seperangkat
aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik yang berbeda dengan
makna administrasi. Sejak periode pasca PD II kata policy mengandung
makna kebijakan sebgai sebuah rationally, sebagai menifestasi dari
penilaian yang penuh pertimbangan. Pengertian ini mengandung makna
bahwa terdapat nilai-nilai yang fundamental yang diterapkan oleh
pemerintah terhadap masyarakat.

Keempat, kebijakan sebagai democratic government. Kebijakan


sebagai democratic government adalah adanya interaksi antara negara
dengan rakyatnya dalam mengatsi persoalan publik. Disini masyarakat
memiliki peran dalam memutuskan atau menyelesaikan permasalahan
yang sedang terjadi dan terdapat interakdi antara pemerintah dan
masyarakat. Demokrasi dalam proses tersebut sangat terasa ketika rakyat
diijinkan untuk turut andil dalam pembuatan kebijakan melalui perwakilan,
seperti politisi, pegawai pemerintah, ataupun yang lainnya yang dekat
denan pemerintah pusat. Demokrasi ini sendiri siterapkan pertama kali
dan berjalan dengan sangat baik pada zaman pemerintahan Yunani kuno
dimana setiap warga diberikan hak yang sama untuk mengungkapkan
pendapatnya dihadapan pemerintah yang berwenang.

Kebijakan publik memiliki fungsi tersendiri dalam pelaksanaannya,


yakni untuk memberikan arah kerja agar sesuai dengan apa yang menjadi
keinginan para aktor pembuat kebijakan. Kebijakan secara regulative
bersifat mengatur dan membatasi seperti kebijakan tariff, kebijakan
pengadaan barang, dan jasa, kebijakan HAM, kebijakan proteksi industri
dan sebagainya. Sedangkan deregulatif bersifat mebebaskan, seperti

7
kebijakan privtisasi, kebijakan pengapusan tariff, dan kebijakan
pencabutan daftar negative investasi (Nugroho, 2006)

2.2 Formulasi Kebijakan Publik

a. Konsep formulasi kebijakan publik

Kebijakan publik mempunyai kerangka pikir yang sistematis, terukur dan


terarah. Setiap kebijakan yang diambil mempunyai konsekuensi logis yang
dapat dipertanggung jawabkan dalam pelaksanaannya dan menjadi solusi
terhadap persoalan yang muncul. Setiap kebijakan harus dilakukan atas
dasar kebutuhan dan kepentingan masyarakat. oleh karena itu, kebijakan
publik mempunyai 3 aspek yang tidak dapat dipisahkan dalam
pelaksanaannya, yaitu formulasi kebijakan, implementasi kebijakan dan
evaluasi kebijakan.

Formulasi kebijakan merupakan konsep untuk merencanakan apa


yang akan diputuskan dan diambil kebijakannya. Dalam kaodah formulasi
kebijakan, ada perencanaan formulasi yang harus dilakukan.
Perencanaan formulasi merupakan perencanaan tehadap tahapan
formulasi. Merencanakan perncanaan itu menjadi penting dalam
menghasilkan sebuah konsep formulasi kebijakan yang dapat dirumuskan
dan diputuskan dalam kebijakan publik. Formulasi kebijakan ini
merupakan langkah pertama untuk mencapai kebijakan yang akan
digunakan nantinya. Formulasi ini sangat penting adanya, karena sebagai
titik tumpu, dasar, peta, pegangan atau kunci saat pelaksanaan kebijakan
nanti. Apabila formulasi kebijakan kurang tepat adanya maka seluruh
kebijakan akan hancur atau tidak sesuai dengan harapan. Namun apabila
formulasi ditetapkan dan direncanakan dengan baik, maka implementasi
akan baik juga.

Merencanakan formulasi adalah untuk mengetahui apa saja yang


akan direncanakan, hasil dari perencanaan akan dibawa kemana, dampak

8
dan implikasi dari perencanaan yang dihasilkan akan melahirkan apa dan
lain sebagainya yang dapat dijadikan sebagai perbandingan sebelum
perencanaan itu dilaksanakan.

Setelah itu implementasi kebijakan. Merupakan pelaksanaan


terhadap rumusan atau formulasi kebijakan. Proses pelaksanannya
hampir sama dengan formulasinya, yaitu perencanaan pelaksanaan
adalah merencanakan apa yang akan dilaksanakan. Formulasi yang ada
dapat direalisaiskan dengan menentukan dan memastikan perencanaan
pelaksanaa. Tidak serta dalam melaksanakan perencanaan begitu saja
dilaksanakan, tetapi membutuhkan proses perencanaan untuk
melaksanakannya.

Pelaksanaan operasional merupakan hasil dari perncanaan


kebijakan. Didalam pelaksanaan kebijakan ada evaluasi terhadap
pelaksanaan, yang dapat diukur dengan mengetahui sejauh mana
pelaksanaan kebijakan itu dillakukan serta hambatan yang diterima
selama pelaksanaan kebijakan.

Selanjutnya ada evaluasi kebijakan. Pada konteksnya evaluasi


emiliki 2 aspek yaitu perencanaan evaluasi dan pelaksanaan evaluasi.
Setiap evaluasi kebijakan ada proses juga yang harus dilakukan untuk
memastikan evaluasi terhadap kebijakan berjalan baik atau tidak sesuai
dengan tujuan dan penilaian evaluasi kebijakan. Dalam evaluasi, standar
penilaian menjadi penting. Karena dari penilaian tersebut akan
menghasilkan sesuai atau tidaknya, berjalan dengan baik atau tidak
kebijakan yang telah ditentukan sebelumnya. tujuan evaluasi adalah untuk
mengetahui perencaan dan pelaksanaan kebijakan sesuai dengan tujuan
yang diharapkan atau tidak.

b. Prinsip dalam formulasi kebijakan

pelaksanaan formulasi kebijakan membutuhkan teknik dan cara


yang dapat dilakukan secara efektif dan efisien, sehingga dalam
penentuan formulasinya dapat dijalankan dengan baik begitu juga

9
implementasinya. Menurut Makmur dan Rohana Thahier (2016 : 31-34)
ada beberapa cara dan metode yang dapat digunakan dalam melakukan
formulasi kebijakan, yakni :

1) Penafsiran fenomena ; proses perencanaan yang baik adalah


dengan melihat fenomena yang ada
2) Penyusunan agenda kegiatan ; dalam penyusunan formulasi
kebijakan membutuhkan konsepsi dasar dan ketentuan yang
mengatur agar tindakan kebijakan dapat berjalan sesuai yang
diharapkan. Penyusunan agenda kegiatan merupakan pedoman
agar formulasi penyelenggaraan kebijakan teratur, terarah,
sistematis, efektif dan efisien.
3) Perumusan masalah ; merumuskan masalah adalah aktivitas
mengurai masalah apa yang menjadi obyek kebijakan.
4) Identifikasi masalah ; memfokuskan masalah, mengurai secara
lebih detail permasalahan
5) Pemecahan masalah ; menemukan isu dan empirical problem, atau
menemukan inti dan penyebab masalah
6) Pertimbangan keputusan ; menilai secara objektif alternative pilihan
yang tersedia
7) Penyusunan konsep kebijakan ; mulai merumuskan kebijakan
8) Sosialisasi konsep kebijakan ; setelah konsep sudah tertata, maka
sosialisasi dilakukan kepada tujuan/sasaran kebijakan
9) Pelegalisasian kebijakan publik ; setelah semua sudah dilakukan,
mulai dari pemahaman masalah, konsep kebijakan, sosialisasi
maka dilakukan revisi atas apa yang kiranya perlu diperbaiki.
Setelah itu dilakukan legalisasi atau pengesahan kebijakan.

2.3 Contoh Perumusan Masalah, dalam Kasus : Parkir Liar di Kota


Malang

Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa timur setelah


Surabaya. Hal tersebut didukung oleh kegiatan industri dan ekonomi di
Malang yang cukup tinggi. Ditambah lagi dengan ribuan mahasiswa yang

10
datang ke Malang setiap tahunnya membuat Malang menjadi lebih ramai
lagi. tingginya angka penduduk diikuti juga dengan tingginya angka
kepemilikan kendaraan bermotor. Ratusan ribu kendaraan lalu lalang tiap
harinya. Dengan angka tersebut keamanan kendaraan menjadi
permasalahan tersendiri bagi masyarakat. yang artinya keamaan perlu
ditingkatkan lagi, mengingat banyaknya kasus pencurian kendaraan
khususnya sepeda motor. Oleh karena itu, saat ini banyak toko atau
swalayan yang menyediakan tempat parkir yang aman beserta
petugasnya.

Namun, permasalahan baru mulai muncul yakni “kelebihan


keamanan”. Hal tersebut mengarah kepada banyaknya tukang parkir yang
ada di kota Malang ini. hampir di setiap toko/swalayan/rumah makan/atm
terdapat tukang parkir yang menemani. Tak hanya toko-toko besar, toko
yang sederhana saja juga ada penjaganya. Hal ini bagus mengingat
banyaknya pencurian sepeda motor, jadi kendaraan kita ada yang
mengawasi dan menjaga selagi kita berbelanja. Tetapi untuk sebagian
tempat banyak juga yang merasa tidak perlu ‘dijaga’ tukang parkir.

Ekonomi negara yang mengalami inflasi juga turut mempengaruhi


biaya parkir. Parkir yang dulunya hanya 1000 rupiah sekarang menjadi
2000 rupiah. Memang terlihat tak seberapa, tetapi apabila ingin berbelanja
disuatu tempat yang berbeda-beda, misal ingin pergi ke 4 toko yang
berbeda maka harus mengeluarkan kocek ekstra sebesar 8000 rupiah.
Hampir setara dengan 1 liter pertalite.

Belum lagi sikap tukang parkir yang tidak membantu. Banyak sekali
tukang parkir yang tidak mengeluarkan motor atau membantu
menyebrang tetapi tetap meminta uang parkir. Bahkan ada tukang parkir
yang hanya duduk-duduk saja, dan muncul dibelakang ketika hendak
pulang. Meski tidak semua tukang parkir seperti itu, tetapi hal tersebut
cukup membuat geram.

Saat ini banyak warung kecil kaki lima tetapi ada tukang parkir yang
menjaga halamannya. Warung makan kaki lima yang menjadi andalan

11
bagi mahasiswa kini harus sedikit mengurangi porsinya untuk biaya parkir.
Saat ini dimana ada tempat ramai maka tukang parkir akan sigap
menghampiri. Meski sedikit menganggu beberapa pelanggan para pemilik
toko atau rumah makan tidak keberatan apabila ada tukang parkir di area
warung mereka. Ada beberapa alasan untuk ini pertama, pemiliki warung
tidak keberatan selama tidak menganggu kegiatan transaksi warung
dengan pelanggan. Kedua, pemilik toko/warung menganggap kalau sama-
sama bekerja mencari nafkah, maka diizinkanlah ada tukang parkir di
depan warungnya. Ketiga, pemilik malah senang karena kendaraan
pelanggaan lebih aman karena ada yang mengawasi tanpa perlu
memasang cctv. Keempat, tukang parkir merupakan ‘penguasa’ atau
‘preman’ daerah tersebut sehingga pemilik warung tidak berani untuk
mengusir mereka.

Pendapatan tukang parkir sendiri tidak bisa dianggap remeh, terutama


penjaga parkir toko atau arung makanan yang ramai. Di beberapa tempat
seperti Mi setan Kober, Indomaret, atau beberapa tempat lainnya yang
ramai seperti di kawasan ruko suhat yang setiap harinya didatangi
puluhan hingga ratusan motor setiap hari. Jika dihitung-hitung jumlah
pendapatan yang diterima setiap harinya apabila motor yang datang
sebanyak 50-100 motor maka pendapatan tukang parkir sebesar 100-
200.000 rupiah dalam satu harinya. Bila dalam satu bulan maka
pendapatan tukang parkir sebesar 3-6 juta/bulan. Jumlah yang cukup
besar. Bahkan lebih besar dari beberapa pekerjaan lain. Dengan
pendapatan sebesar itu maka siapa saja tergoda untuk menjadi tukang
parkir.

Tanpa ada seragam khusus, taka da rompi yang terpasang dan hanya
bermodalkan peluit mereka sudah mampu menjadi penjaga parkir daerah
tersebut. Atau ada pula yang membeli rompi di pasar tanpa mendaftarkan
diri ke dinas perhubungan Malang sebagai juru parkir yang sah, membuat
siapa saja bisa menjadi tukang parkir. Dengan pendapatan yang lumayan
besar, maka siapa saja bisa jadi tukang parkir. Oleh karena itu pemerintah

12
harus mengawasi dengan ketat agar tidak ada parkir liar lagi, terutama
para pemuda yang memutuskan menjadi tukang parkir.

Tukang parkir liar ini menjadi keluhan tersendiri bagi masyarakat.


Regulasi parkir Kota Malang selama ini mengacu pada Peraturan Daerah
Kota Malang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Retribusi Jasa Umum. Pada
perda tersebut hanya disebutkan objek, masa berlaku parkir, dan tarif
retribusi yang dikenakan. Sedangkan untuk mekanisme dan aturan
tentang penunjukan tukang parkir, komposisi pembagian hasil parkir, serta
beberapa hal lain masih belum disebutkan. Hal tersebut bisa membuka
peluang kecurangan hukum bagi orang-orang yang paham akan aturan
yang ada dan berimbas pada semakin lemahnya regulasi parkir Kota
Malang.

Karena regulasi yang masih lemah tersebut, maka semakin


menjamurlah parkir liar di Kota Malang. Ambil saja contoh jika
mengunjungi sebuah tempat fotocopy. Pada saat datang ke tempat
fotocopy tersebut, tidak terlihat adanya tukang parkir. Namun saat hendak
pulang, si tukang parkir tiba-tiba datang dan menagih uang parkir, belum
lagi kalau sikapnya kurang bersahabat. Setelah mendapat uang, ditinggal
begitu saja tanpa berterima kasih atau membantu menyeberang jika
diperlukan. Tentu hal ini membuat orang yang parkir menjadi enggan
untuk membayar parkir jika pelayanannya seperti itu. Dan pasti akan
membuat orang bertanya-tanya bagaimana sih sebenarnya pemerintah
Kota Malang dalam mengelola parkir? Biaya yang dikeluarkan untuk
fotocopy saja hanya sebesar Rp 500,00, kok tiba-tiba ada tambahan uang
parkir Rp 2.000,00?

Keluhan-keluhan seperti itu sudah bukan menjadi hal yang aneh bagi
warga Kota Malang. Salah satu keluhan yang disampaikan warga Malang
adalah melalui petisi online yang diunggah pada 11 September 2016 lalu
oleh pemilik akun Helmy. Responnya pun ternyata cukup banyak dan
sudah ditandatangani oleh lebih dari 1.000 akun dengan alamat Internet
Protocol (IP) yang berbeda. Pada petisi itu disebutkan bahwa mulai dari

13
ATM, warung makan kecil, bahkan tempat fotocopy; setiap ada transaksi
jual beli di Kota Malang, tak luput dari parkir. Meski sudah ada banyak
keluhan yang telah disampaikan saat ini masih belum ada tindakan tegas
yang berarti dalam penumpasan parkir liar.

2.4 Formulasi Kebijakan dalam Kasus : Parkir Liar

Formulasi kebijakan dalam kasus parkir liar ini dimulai dari :

1) Penafsiran fenomena
Dari permasalahan yang telah dijabarkan sebelumnya yakni
permasalahan parkir liar,dimana saat ini parkir liar banyak mengisi
sisi kota. Petugas parkir tidak terdaftar secara resmi ke dinas
perhubungan dan banyaknya warung/toko kecil yang
dihalamannya terdapat tukang parkir. Banyak petugas parkir yang
tidak menjalankan tugasnya dengan baik.
2) Penyusunan agenda kegiatan
Agenda dari permasalahan adalah mengatasi banyaknya parkir liar
yang ada di kota Malang. Agenda dimulai dari :
a. Apa bentuk permasalahan yang terjadi ?
Banyaknya parkir liar di toko/swalayan/rumah makan yang
berada dikawasan Malang
b. Siapa sasaran atas kebijakan ini ?
Tukang parkir illegal, tukang parkir yang berada di toko-toko
kecil, dan tukang parkir ayng tidak menjalankan tugasnya
dengan baik
c. Dimana kebijakan akan dilakukan ?
Di seluruh kota Malang, terutama di daerah tinggi transaksi
seperti suhat, ruko dekat kampus, pasar-pasar dsb.
d. Kapan kebijakan mulai dilakukan ?

14
Setelah adanya hasil pengamatan dan analisa dari dinas
perhubungan dan adanya pengesahan dari walikota Malang
e. Mengapa kebijakan ini perlu dilaksanakan ?
Karena banyaknya keluhan dari masyarakat mengenai parkir
liar, baik pelayanan parkir, tempat yang tidak perlu dijaga
parkir, serta menganggu perekonomian beberapa warga
f. Bagaimana kebijakan akan diambil dan diterapkan ?
Kebijakan diambil berdasarkan penilaian lapangan yang telah
dilakukan dan akan diterapkan apabila sudah ada persetujuan
dari pihak yang berwenang
g. Apa tujuan yang ingin dicapai ?
Tidak ada lagi juru parkir illegal dan juru parkir yang berada di
toko/ rumah makan sederhana/ atm/ tempat yang kurang
membutuhkan juru parkir
3) Perumusan masalah
Dari penjelasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan rumusan
masalah, yakni :
a. Juru Parkir illegal yang tidak mendaftarkan diri ke dishub
b. Juru Parkir yang tidak menjalankan tugasnya
c. Juru Parkir yang menjaga tempat/toko sederhana
4) Alternative yang ditawarkan
a. Penertiban juru parkir dengan tegas dan reformasi UU
sebelumnya
Alasan yang mendukung alternative : seperti yang dijelasakan
sebelumnya regulasi parkir Kota Malang selama ini mengacu
pada Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 3 Tahun 2015
tentang Retribusi Jasa Umum. Pada perda tersebut hanya
disebutkan objek, masa berlaku parkir, dan tarif retribusi yang
dikenakan. Sedangkan untuk mekanisme dan aturan tentang
penunjukan tukang parkir, komposisi pembagian hasil parkir,
serta beberapa hal lain masih belum disebutkan. Dengan
regulasi yang jelas maka jukir liar bisa ditindak dengan tegas.

15
b. Edukasi masyarakat
Perlunya edukasi masyarakat baik jukir atau pemilik warung.
Untuk pemilik warung diedukasi supaya apabila ada jukir illegal
tetapi tidak bernai untuk mengusir, pemilik warung tau kemana
dan kepada siapa pembuat laporan sehingga tidak ada lagi
jukir illegal yang menganggu bisnis.
Edukasi untuk jukir juga diperlukan agar jukir memiliki semagat
untuk mengasah kemampuannya dan memiliki pekerjaan yang
lebih baik. Kalau perlu disediakan pelatihan kerja untuk para
juru parkir illegal.
Edukasi untuk masyarakat umum. Baik untuk pelaporan jukir
illegal maupun edukasi sebagai tindakan preventif agar para
pemuda memiliki semangat yang lebih untuk belajar dan
menekan keinginan para jiwa muda untuk menjadi tukang
parkir.
c. Memberikan tawaran pekerjaan lain
Beberapa alasan para tukang parkir illegal ini adalah tuntutan
hidup, untuk mecari nafkah. Oleh karena itu, pemerintah kota
Malang hendaknya ‘mengadopsi’ para jukir illegal ini untuk
dijadikan petugas kebersihan kota. Atau pemerintah kota
menyalurkan ke perkerjaan yang sesuai dengan minat dan
kemampuan.

Faktor pendukung kebijakan


Beberapa faktor yang mendukung konsep kebijakan ialah :
a. Kota Malang memiliki regulasi yang jelas dan tegas. Dengan
regulasi tersebut dinas perhubungan selaku pihak yang berwenang
dalam menangani permasalahan ini bisa melakukan tugasnya
dengan tupoksi yang jelas. Pengaduan masyarakat juga bisa
ditampung dan ditangani sesegera mungkin.penyimpangan-
penyimpangan juga bisa ditindak dengan tegas dan sesuai dengan
perundangan-undangan yang berlaku

16
b. Masyarakat perlu akan adanya edukasi, sebagai bentuk dari
wawasan terhadap pelayanan pemerintah. Masyarakat juga akan
lebih paham mengenai program dan kebijakan sehingga
masyarakat bisa leih partisipatif dalam kebijakan yang sedang
digalakkan.
c. Pemberian tawaran pekerjaan menjadi langkah yang saling
menguntungkan bagi masyarakat, jukir dan pemerintah.
Masyarakat menjadi lebih nyaman tanpa adanya jukir illegal
terutama pelaku usaha. Kedua, pemerintah memiliki banyak
anggota kebersihan sehingga kebersihan kota lebih terjaga,
pengangguran dapat diserap dengan baik, dan mengubah pola
hidup masyarakat. para jukir illegal juga memiliki pekerjaan yang
lebih baik.

Faktor penghambat kebijakan

Beberapa faktor yang menghambat terealisasinya kebijakan ialah :

a. Perencanaan undang-undang baru yang akan memakan waktu. Di


setiap kasus, dalam upaya pembentukan atau reformasi UU pasti
memakan waktu yang lama. Baik di pusat maupun di daerah tidak
jauh berbeda. Proses pembuatan UU pasti memakan waktu yang
tidak sedikit dan anggaran yang tidak sedkit pula. Dan tidak ada
jaminan bahwa UU yang dihasilkan akan sesuai dengan tujuan
awal kebijakan. Terlebih apabila UU tidak kunjung dibentuk dan
lama-kelamaan lupa akan tujuan awal pembentukan UU.
b. Masyarakat tidak terlalu paham atau masyarakat memang tidak
mau lapor. Sistem edukasi tidak disampaikan dengan cara
masyarakat akan membuat masyarakat menjadi tidak paham akan
maksud dari kebijakan tersebut. jika masyarakat tidak paham maka
sistem keijakan juga tidak bisa diterapkan dengan baik, akhirnya
jukir illegal tetap saja ada. Oleh karena itu, edukasi hendaknya
dilakukan dengan cara yang baik, sederhana, dan mudah dipahami
oleh masyarakat. Namun, jika masyarakat sudah paham tetapi

17
tidak mau melaporkannya berarti masyarakat dianggap sudah
menerima keadaan lapangan.
c. Masyarakat menjadi kebergantungan terhadap pemerintah. Solusi
seperti ini memang ditakutkan akan membuat masyarakat
bergantung pada pemerintah tanpa adanya usaha dan perbaikan
skill. Para jukir yang diangkat menjadi petugas kebersihan akan
digantikan dengan jukir baru, mati satu tumbuh seribu. Apabila
pemerintah terus-terusan mengangkat jukir sebagai petugas
kebersihan maka organisasi bidang kebersihan kota akan terlalu
gemuk.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kata kebijakan seringkali dikaitkan dengan kebijaksanaan. Padahal


kebijakan dan kebijaksanaan memiliki arti dan makna yang berbeda baik
dalam arti konteks maupun kontennya. Kebijakan merupakan keputusan-
keputusab yang diambil untuk kepentingan masyarakat luas, sedangkan
kebijaksanaan adalah alternative keputusan sebagai bentuk
penghormatan atau faktor lainnya untuk memberikan rasa keadilan dan
kebaikan bagi seseorang atau sekelompok orang terhadap proses
kebijaksanaan yang dilakukan.

Ada banyak pendapat tentang definisi kebijakan. Salah satunya,


Smith dan Lariner (2009 : 3), didalam bukunya yang berjudul The Public
Policy Theory Primer, mengemukakan tentang berbagai pendapat
mengenai kebijakan. Policy is whatever governments choose to do or no
to do (kebijakan itu adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh

18
pemerintah). Dilakukan atau tidak dilakukannya sebuah kebijakan
merupakan bentuk dari kebijakan publik.

bahwa kebijakan adalah sebuah keputusan-keputusan yang dilakukan


pejabat berwenang untuk kepentingan-kepentingan publik yang diatur
sedemikian rupa untuk dilaksanakan dan dipertanggung jawabkan
sebagai konsekuensi logis dalam tindakan dan pernyataan oleh
pemerintah.

Sedangkan definisi tentang kebijakan publik banyak diungkapkan


oleh pakar dan ahli kebijakan. Bahwa kebijakan publik adalah suatu
keputusan yang dilakukan oleh pihak yang berwenang untuk kepentingan
bersama (publik)

Formulasi kebijakan merupakan konsep untuk merencanakan apa


yang akan diputuskan dan diambil kebijakannya. Dalam kaodah formulasi
kebijakan, ada perencanaan formulasi yang harus dilakukan, yakni :
Penafsiran fenomena, Penyusunan agenda kegiatan, Perumusan
masalah, Identifikasi masalah, Pemecahan masalah, Pertimbangan
keputusan, Penyusunan konsep kebijakan, Sosialisasi konsep kebijakan,
Pelegalisasian kebijakan publik.

Formulasi kebijakan dalam kasus parkir liar ; Dari permasalahan yang


telah dijabarkan sebelumnya yakni permasalahan parkir liar,dimana saat
ini parkir liar banyak mengisi sisi kota. Petugas parkir tidak terdaftar
secara resmi ke dinas perhubungan dan banyaknya warung/toko kecil
yang dihalamannya terdapat tukang parkir. Banyak petugas parkir yang
tidak menjalankan tugasnya dengan baik.

Dengan Alternative yang ditawarkan :

1) Penertiban juru parkir dengan tegas dan reformasi UU sebelumnya


2) Edukasi masyarakat
3) Memberikan tawaran pekerjaan lain

Faktor pendukung kebijakan

19
1) Kota Malang memiliki regulasi yang jelas dan tegas
2) Masyarakat perlu akan adanya edukasi, sebagai bentuk dari
wawasan terhadap pelayanan pemerintah
3) Pemberian tawaran pekerjaan menjadi langkah yang saling
menguntungkan bagi masyarakat, jukir dan pemerintah

Faktor penghambat kebijakan

1) Perencanaan undang-undang baru yang akan memakan waktu


2) Masyarakat tidak terlalu paham atau masyarakat memang tidak
mau lapor
3) Masyarakat menjadi kebergantungan terhadap pemerintah

3.2 Saran

Banyaknya jukir illegal mendorong pemerintah untuk melakukan


pembenahan. Mulai dari mengurangi jumlah jukir illegal, melakukan
penertiban dan mengubah pola pikir masyarakat agar mencari pekerjaan
yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Hayat. 2018. Kebijakan Publik. Malang : Intrans Publishing

Siagian, Prof. Sondang. 2014. Filsafat Administrasi (Edisi Revisi).


Jakarta : Bumi Aksara

20

Anda mungkin juga menyukai