Anda di halaman 1dari 46

HUKUM KEBIJAKAN PUBLIK

Taufiq Yuli Purnama S.H.,M.H.


Dasar Hukum

Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang


Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme .

Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi


Pemerintahan
Pengertian Kebijakan Publik
1. Kebijakan adalah keputusan yang dibuat oleh suatu lembaga pemerintahan atau organisasi
dan bersifat mengikat para pihak yang terkait dengan lembaga tersebut.

2. Publik adalah hal-ikhwal yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak atau
masyarakat luas.

3. Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga
pemerintahan untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu
atau untuk mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan dan manfaat
orang banyak.
Hoogerwert
Menyebutkan bahwa kebijakan ahli sebagai suatu unsur yang harus ada pada
politik, disebutkan juga bahwa kebijakan ini dilakukan untuk mencapai tujuan
tertentu. Proses dalam mencapai tujuan ini tentu membutuhkan jangka waktu
tertentu.

Gertson
Gertson merupakan kebijakan publik sebagai upaya dari pemerintah atau pejabat
tertentu yang memiliki kekuasaan. Upaya ini dilakukan dalam setiap tingkatan
pemerintah, dengan harapan usaha yang dilakukan memberi dampak sebagai
pemecah permasalahan.

Dunn
Kebijakan publik menurut Dunn adalah pola kompleks yang muncul berdasarkan
dari pilihan kolektif dengan ketergantungan satu sama lain. Kondisi ini dilakukan
oleh badan dan lembaga pemerintahan yang ada.
Pressman dan Wildavsky
Kebijakan publik didefinisikan sebagai hipotesis yang mengandung kondisi awal dan akibat
setelah sebelumnya diprediksi. Kebijakan publik harus dibedakan sebagai bentuk kebijakan
lain, yang dipengaruhi oleh keterlibatan faktor dan dalam hal ini bukan pemerintah.

Leo Agustino
Kebijakan publik merupakan hubungan pemerintah dan lingkungan, secara umum mencakup
banyak hal karena memang kebijakan publik mencakup semuanya. Pengertian secara luas
kebijakan publik memang harus dipahami dengan benar.

Woll
Kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah yang dilakukan dalam memecahkan
sebuah masalah di dalam masyarakat. Kondisi ini terjadi bisa secara langsung dan lewat
sejumlah lembaga yang punya pengaruh dalam masyarakat.
Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik

Hukum diperlukan agar kebijakan-kebijakan kenegaraan dan pemerintahan


dapat memperoleh bentuk resmi yang bersifat mengikat dan dapat
dipaksakan berlakunya untuk umum. Karena hukum yang baik diperlukan
dalam rangka pembuatan kebijakan (policy making) yang diperlukan
merekayasa, mendinamisasi, mendorong, dan bahkan mengarahkan guna
mencapai tujuan hidup bersama dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Jenis Kebijakan Publik

Kebijakan substantif yaitu kebijakan yang menyangkut


apa yang akan dilakukan oleh pemerintah.

Sedangkan kebijakan prosedural adalah bagaimana


kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan.
Substantive Policy, Suatu kebijakan dilihat dari segi
substansi masalah yang dihadapi oleh actor pemerintah.
Kebijakan Distributif, Suatu kebijakan yang mengatur tentang pemberian pelayanan/keuntungan
kepada individu- individu, kelompok-kelompok, atau perusahaan-perusahaan. Contoh: kebijakan
tentang “Tax Holiday”.

Kebijakan Retributif, Suatu kebijakan yang mengatur tentang pemindahan alokasi kekayaan,
pemilikan, atau hak- hak. Contoh: kebijakan tentang pembebasan tanah untuk kepentingan umum.

Kebijakan Peraturan , Suatu kebijakan yang memgatur tentang pembatasan/pelarangan terhadap


perbuatan/ tindakan. Contoh: kebijakan tentang larangan memiliki dan menggunakan senjata api.

Kebijakan materil (Material Policy) adalah kebijakan yang memberikan keuntungan sumber daya
komplet pada kelompok sasaran. Sedangkan, kebijakan simbolis adalah kebijakan yang memberikan
manfaat simbolis pada kelompok sasaran.
Bentuk Hukum Kebijakan Publik

1.Kebijakan publik yang terkodifikasi adalah segenap


peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah.

2.Pernyataan pejabat publik adalah pernyataan- pernyataan


dari pejabat publik di depan publik, baik dalam bentuk
pidato tertulis, pidato lisan, termasuk pernyataan kepada
media massa.
Tujuan Kebijakan
Tujuan adalah ialah sesuatu yang diharapkan terwujud, pun demikian dengan yang diusahakan oleh
seorang pe- ngambil kebijakan, tidak lain dalam rangka untuk men- capai atau memperoleh tujuan
yang dikehendaki.

Alternatif Kebijakan
Alternatif adalah pilihan-pilihan atau cara-cara yang tersedia bagi pembuat kebijakan yang
dengannya diharapkan tujuan dapat tercapai. Alternatif-alternatif bisa berupa kebijakan-kebijakan,
strategi-strategi atau tindakan-tindakan. Alternatif-alternatif tidak harus jelas merupakan pengganti
satu sama lain ataupun mempunyai fungsi yang sama.
Dampak Kebiajakan
Perancangan sebuah alternatif sebagai cara menyelesaikan tujuan mengimplikasikan
serangkaian konsekuensi ter- tentu. Jadi dampak ini berhubungan dengan alternatif.
Beberapa diantaranya bersifat positif dan berdampak menguntungkan terhadap
pencapaian tujuan. Beberapa yang lain merupakan biaya, atau konsekuensi negatif se-
hubungan dengan alternatif tersebut, dan merupakan hal-hal yang ingin dihindari atau
diminimalisir oleh pem- buat keputusan.

Kriteria Kebijakan
Kriteria adalah suatu aturan atau standar untuk mengurutkan alternatif menurut urutan
yang paling diinginkan. Kriteria merupakan cara menghubungkan tujuan, alternatif dan
dampak. Banyak orang menghubungkan atau bahkan mengganti istilah kriteria dengan
skala efektivitas, yakni skala yang menunjukkan tingkat pencapaian tujuan.
Model Kebijakan
Model gambaran realitas yang disederhanakan yang bisa digunakan untuk
meyelidiki hasil suatu tindakan tanpa benar-benar bertindak. Jadi, Jika
serangkaian tindakan dianggap perlu diimplementasikan, dibutuhkan suatu
skema atau proses untuk menginformasikan kepada kita dampak apakah
yang mungkin timbul dan sampai seberapa jauh tujuan bisa tercapai.
Model Rasional
Model rasional adalah model di mana prosedur pembuatan keputusan yang akan membimbing pada
pilihan alternatif dicari yang paling efisien dari pencapaian tujuan kebijakan, model ini menekankan
penerapan rasionalisme dan positifisme. Problempublic harus dipecahkan dengan cara yang“ilmiah"
atau“rasional", dengan mengumpulkan seluruh informasi yang relevan dengan masalah dan pemecahan
alternatif bagi mereka, kemudian dari kesemuanya dipilih alternatif yang terbaik sesuai dengan masalah
yang ada dalam masyarakat. Tugas dari analis kebijakan adalah me- lihat perkembangan pengetahuan
yang relevan dengan pemecahan masalah-masalah tersebut untuk penerapannya atau implementasinya
dilaporkan kepada pemerintah.
Model Incremental
Model incremental pada dasarnya hadir sebagai kritik terhadap model rasional. Para
pembuat kebijakan publik tidak pernah melakukan proses sebagaimana yang
dikehendaki oleh oleh pendekatan model rasional oleh karena mereka dianggap tidak
memiliki cukup waktu, pikiran, maupun biaya, ada kekhawatiran akan munculnya
dampak yang tidak diinginkan akibat kebijakan yang pernah dibuat sebelumnya. Model
incremental memandang kebijakan publik sebagai kelanjutan dari kebijakan yang telah
dilakukan oleh peme- rintah di masa lampau dengan melakukan perubahan-peru- bahan
kecil seperlunya.
Model Institusional
Model institusional atau kerap juga disebut sebagai model kelembagaan secara sederhana
bermakna bahwa yang memiliki tugas dalam pembuatan kebijakan publik ialah menjadi tugas
pemerintah. Dengan demikian, semua yang dibaut oleh pemerintah adalah merupakan
kebijakan publik. Pada model ini merupakan model tradisional dalam proses pembuatan
kebijakan yang fokus utama model ini terletak pada struktur atau kelembagaan organisasi
pemerintah. Aktivitas politik terarah pada institusi-institusi Pemerintah yang dapat berupa
kegiatan lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Dalam hal ini kebijakan publik hanya
dianggap sebagai kegiatan kelembagaan pemerintah.
Faktor-faktor mempengaruhi kebijakan publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang sangat


kompleks, karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang
harus dikaji dan diperhatikan. Dengan demikian, beberapa ahli politik
yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-
proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap. Tujuan
pembagian seperti ini ialah untuk memudahkan kita dalam mengkaji
kebijakan publik. Namun demikian, beberapa ahli mungkin membagi
tahap-tahap ini dengan urutan yang berbeda-beda.
1. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar Tidak jarang
terjadi bahwa para pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan
dari luar atau pengaruh maupun tekanan- tekanan dari luar dalam
membuat kebijakan.

2. Adanya pengaruh kebiasaan lama Nigro mengartikan kebiasaan


lama organisasi, seperti suatu kebiasaan investasi modal yang
hingga saat ini belum professional dan terkadang amat birokratik,
cenderung akan diikuti kebiasaan itu oleh para administrator,
meskipun keputusan/kebijakan yang berkaitan dengan hak tersebut
dikritik, karena sebagai suatu yang salah dan perlu diubah.
Kebiasaan lama tersebut sering secara terus-menerus pantas untuk
diikuti, terlebih kalau suatu kebijakan yang telah ada tersebut
dipandang sangat memuaskan.
3.Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi Berbagai keputusan/ kabijakan
yang dibuat oleh para pembuat keputusan/ kebijakan banyak
dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya. Sifat pribadi merupakan
faktor yang berperan besar dalam penentuan keputusan/kebijakan.

4. Adanya pengaruh dari kelompok luar Lingkungan sosial


dari para pembuat keputusan/kebijakan juga berperan
besar.
5. Adanya pengaruh keadaan masa lalu Maksud dari faktor ini adalah
bahwa pengalaman Latihan dan pengalaman sejarah pekerjaan yang
terdahulu berpengaruh pada pembuatan kebijakan/keputusan.
Misalnya,orang mengkhawatirkan pelimpahan wewenang yang
dimilikinya kepada orang lain karena khawatir disalahgunakan .
Proses Perumusan Kebijakan Publik

1.Identifikasi Masalah
2.Formulasi Kebijakan
3.Legitimasi Kebijakan
4.Implementasi Kebijkan
5.Evaluasi
Partisipasi Masyarakat dalam Kebijakan Publik

1) partisipasi politik dan


2) partisipasi sosial.

Partisipasi Politik sering


diartikan sebagai hubungan interaksi perseorangan atau organisasi, biasanya partai politik, dengan
negara. Karena itu partisipasi politik seringkali dihubungkan dengan demokrasi politik,
perwakilan, dan partisipasi tak langsung.

Sedangkan Partisipasi Sosial sering diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam proyek-
proyek pembangunan. Model partisipasi ini seringkali dipergunakan selama rezim orde baru
berkuasa. Dengan kata lain, partisipasi sosial seringkali diartikan sebagai terlibatnya masyarakat
untuk ikut gotong royong dalam proyek pembangunan negara yang bersifat swadaya masyarakat,
meskipun dalam praksisnya partisipasi selalu diartikan sebagai kewajiban masyarakat untuk
membantu pemerintah dan bukan sebagai hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapat
bantuan dari pemerintah.
Ciri-ciri kebijakan publik
1. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan dari pada sebagai
perilaku atau tindakan yang serba acak dan kebetulan. Kebijaksanaan negara dalam politik
modern bukanlah merupakan tindakan yang serba kebetulan, melainkan tindakan yang
direncanakan.
2. Tindakan-tindakan yang saling berkait dan berpola yg mengarah pada tujuan tertentu yang
dilakukan oleh pejaba tpejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputuasan yang
berdiri sendiri.
3. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan pemerintah dalam bidang-
bidang tertentu.
4. Kebijakan publik bisa berbentuk positip bisa berbentuk negatif
Teori Kebijakan Publik

1.Teori Negara Kesejahteraan


2.Teori Pemisahan Kekuasaan
3.Teori Demokrasi Sosial
Hukum dan Kebijakan Publik
1. Struktur hukum. Struktur adalah salah satu dasar dan elemen nyata dari sistem hukum. Struktur sebuah
sistem adalah kerangka badannya; ia adalah bentuk permanennya, tubuh institusional dari sistem
tersebut, tulang-tulang keras yang kaku yang menjaga agar proses mengalir dalam batas-batasnya.
Struktur sebuah sistem yudisial terbayang ketika berbicara tentang jumlah para hakim, yurisdiksi
pengadilan, bagaimana pengadilan yang lebih tinggi berada di atas pengadilan yang lebih rendah, dan
orang-orang yang terkait dengan berbegai jenis pengadilan.
2. Substansi hukum. Substansi tersusun dari peraturan- peraturan dan ketentuan-ketentuan mengenai
bagaimana institusi itu harus berperilaku. H.L.A. Hart berpendapat bahwa ciri khas suatu sistem hukum
adalah kumpulan ganda dari peraturan- peraturan. Suatu sistem hukum adalah kesatuan dari “peraturan-
peraturan primer” dan “peraturan-peraturan sekunder”. Peraturan primer adalah norma- norma perilaku;
peraturan sekunder adalah norma mengenai norma-norma ini bagaimana memutuskan apakah semua itu
valid, bagaimana memberlakukannya, dan lain-lain. Tentu saja, baik peraturan primer maupun peraturan
sekunder adalah sama-sama output dari sebuah sistem hukum.
3. Budaya hukum. Kekuatan-kekuatan sosial terus- menerus menggerakkan hukum merusak di sini,
memperbarui di sana; menghidupkan di sini, mematikan di sana; memilih bagian mana dari “hukum”
yang akan . Kultur hukum mengacu pada bagian-bagian yang ada pada kultur umum-adat kebiasaan,
opini, cara bertindak dan berpikir yang mengarahkan kekuatan- kekuatan social menuju atau menjauh
dari hukum dengan cara-cara tertentu.
Asas kepastian hukum
Asas kepastian hukum menekankan pada adanya kepastian perlindungan atas hak-hak warga dan dipenuhinya
harapan-harapan yang telah diberikan pemerintah.

Asas kepentingan umum


Asas kepentingan umum menekankan pada dorongan kepada pemerintah untuk selalu mengedepankan
kepentingan rakyat dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan. Pemerintah dalam menjalankan kewajibannya
sebagai pelayan rakyat harus mendahulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan kelompok.

Asas keterbukaan
Asas keterbukaan menekankan pada keharusan pemerintah untuk membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara, namun,
dengan tetap memperhatikan hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara. Asas ini memberikan kesempatan
kepada rakyat untuk memberikan tanggapan, penilaian dan kritik membangun terhadap pemerintah.
Asas kemanfaatan
Asas kemanfaatan sangat berkaitan dengan tujuan pemerintahan, yakni memiliki kemanfaatan untuk masyarakat. Oleh
karena itu, asas ini sangat penting karena berkaitan dengan posisi pemerintahan yang memiliki tugas dan tanggung
jawab untuk menyejahterakan rakyat.

Asas ketidakberpihakan/tidak diskriminatif


Asas ketidakberpihakan/tidak diskriminatif menekankan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan
yang adil dan tidak diskriminatif dari negara atau pemerintah. Hak atas pelayanan yang adil dan tidak diskriminatif ini
harus dilindungi dan dihormati oleh negara demi mewujudkan pelayanan publik yang baik.

Asas kecermatan
Asas kecermatan menekankan pada sikap kehati-hatian para pengambil keputusan, yakni dengan mempertimbangkan
secara komprehensif mengenai berbagai aspek dari keputusan yang dihasilkan, agar tidak menimbulkan kerugian bagi
masyarakat. Asas ini menekankan bahwa keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus didasarkan pada informasi
dan dokumen yang akurat dan lengkap demi mendukung keabsahan penetapan dan/atau pelaksanaan keputusan tersebut.
Asas pelayanan yang baik
Asas pelayanan yang baik dimaknai sebagai asas yang memberikan pelayanan yang tepat waktu, sesuai dengan
standar operasional prosedur (SOP), biaya yang jelas, dan sesuai ketentuan perundang-undangan. Asas ini
memastikan bahwa aparat pemerintah harus memberikan layanan yang prima dengan berpedoman pada aturan
yang berlaku.

Asas tertib penyelenggaraan negara


Asas tertib penyelenggaraan negara menekankan bahwa setiap penyelenggaraan negara atau pemerintahan harus
dibangun atau dikendalikan berdasarkan prinsip keteraturan, keserasian dan keseimbangan.

Asas akuntabilitas
Asas akuntabilitas menekankan pada pelaksanaan tugas dan kegiatan pemerintahan yang dipertanggungjawabkan
dengan sebaik-baiknya pada masyarakat. Pertanggungjawaban kepada rakyat merupakan kewajiban pemerintah
karena sesuai UUD 1945, rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi negara.
Asas proporsionalitas
Asas proporsionalitas atau keseimbangan menekankan pada adanya keseimbangan hak dan kewajiban aparatur
pemerintah. Aspek ini berkaitan dengan kewajaran bertindak serta balasan yang diberikan atas tindakan yang
dilakukan.

Asas profesionalitas
Asas profesionalitas berkaitan dengan kemampuan aparatur penyelenggara pemerintahan dalam memberikan
pelayanan kepada publik. Aparatur penyelenggara pemerintahan wajib memiliki kemampuan terkait bidang yang
dilayani, baik secara ilmu maupun praktiknya.

Asas keadilan
Asas keadilan berkaitan dengan sikap aparatur penyelenggara pemerintahan dalam memberikan layanan publik.
Aparatur penyelenggara pemerintahan tidak boleh memberikan keistimewaan untuk memastikan seluruh
masyarakat yang dilayani mendapat standar pelayanan dan perilaku yang sama
Siapa Aktor negara dalam proses pembuatan
kebijakan publik ?
Legislatif

Legislatif berhubungan dengan tugas politik sentral dalam pembuatan peraturan


dan pembentukan dalam pembuatan peraturan dan pembentukan kebijakan
dalam suatu sistem politik. Legislatif ditunjuk secara formal yang mempunyai
fungsi memutuskan keputusan-keputusan politik secara bebas. Dalam melakukan
penetapan per- undangan, parlemen mempunyai peran sentral dalam mem-
pertimbangkan, meneliti, mengoreksi sampai menyebar- luaskan kebijakan
kepada masyarakat. Di negara-negara komunis, legislatifnya hanya melakukan
ratifikasi atau konfir- masi atas keputusan yang telah dibuat oleh pejabat tinggi
dalam partai komunis.
Tata Kelola kebijakan di sisi lain, berkaitan dengan implementasi keputusan
yag dibuat oleh lebih banyak cabang publik, dan ditangani oleh berbagai badan
administratif. Lebih jauh, badan-badan legislatiif kerap terlibat secara langsung
dalam implementasi kebijakan.
Eksekutif (Presiden)

Presiden sebagai kepala eksekutif mempunyai peran yang sangat sentral dan pengting
dalam proses pembuatan kebijakan publik. Keterlibatan presiden dalam pembuatan kebijakan
dapat dilihat dalam komisi-komisi presidensial atau dalam rapat-rapat kabinet. Dalam
beberapa kasus, presiden terlibat secara personal dalam pembuatan kebijakan. Selain
keterlibatan secara langsung, kadangkala presiden juga membentuk kelompok-kelompok atau
komisi-komisi penasehat yang terdiri dari warga Negara swasta maupun pejabat-pejabat yang
ditunjuk untuk menyelidiki kebijakan tertentu dan mengembangkan usulan-usulan kebijakan.
Dalam sistem politik modern, pada umumnya kebijakan publik diimplementasikan terutama
oleh system badan- badan administrasi yang kompleks. Misalnya di Amerika, pada saat kongres
menetapkan sebuah undang-undang publik dan presiden telah menandatanganinya, langkah
berikutnya adalah badan-badan administrasi harus segera memulai proses implementasi.
Badan-badan administrasi tersebut kemudian melakukan tugas pemerintahan sehari-sehari, dan
dengan demikian memengaruhi warga negara secara langsung dalam tindakan-tindakan mereka
dibandingkan pengaruh dari unit-unit pemerintah lainnya.
Yudikatif

Lembaga yudikatif mempunyai kekuasaan yang cukup besar untuk mempengaruhi


kebijakan public melalui pengujian kembali suatu undang-undang atau peraturan (melalui
peninjauan yudisial dan penafsiran undang- undang). Tinjauan yudisial merupakan kekuasaan
pengadilan untuk menentukan apakah tindakan-tindakan yang diambil oleh eksekutif atau
legislatif sesuai dengan konstitusi atau tidak. Bila keputusan-keputusan terseut bertentangan
dengan konstitusi, maka yudikatif berhak membatalkan atau menyatakan tidak sah terhadap
peraturan perundangan yang sudah ditetapkan.
Dalam banyak kasus, undang-undang publik, dalam sebuah system politik modern,
diberlakukan oleh tindakan yudisial. Namun demikian, yang paling penting keterlibatan
Lembaga peradilan adalah dalam konteks mempengaruhi tata Kelola/administrasi melalui
interpretasi nyata terhadap peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Lembaga
legislatif bersama eksekutif.
Proses Kebijakan Publik

Fase Karakteristik Ilustrasi

Penyusunan Agenda Pejabat yang dipilih dan diangkat Legislator negara dan cosposornya
menempatkan masalah pada agenda menyiapkan rancangan undang-un- dang
publik. Banyak masalah tidak disentuh mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan
sama sekali sementara lainnya ditunda Kesejahteraan untuk dipelajari dan
untuk waktu lama. disetujui. Atau rancangan berhen- ti di
komite dan tidak terpilih

Formulasi Kebi jakan Para pejabat merumus- kan alternatif Peradilan Negara Bagian
kebijakan untuk mengatasi mas- alah. mempertimbangkan pelarangan
Alternatif kebijakan melihat perlunya penggunaan tes kemampuan standar
mem- buat perintah eksekutif, seperti SAT dengan alasan bahwa tes
keputusan peradilan dan tindakan tersebut cenderung bias terhadap
legislatif. perempuan dan minori- tas.
Fase Karakteristik Ilustrasi
Adopsi Kebija kan Alternatif kebijakan yang diadopsi Dalam keputusan Mah- kamah agung
dengan dukun- gan dari mayoritas pada kasus Roe.v. Wade tercapai
legis- latif, konsensus di antara direktur keputusan mayoritas bah- wa wanita
lembaga atau keputusan peradilan. mempunyai hak untuk mengakhiri
kehamilan melalui aborsi.

Implementasi Kebijakan Kebijakan yang telah diambil Bagian Keuangan Kota mengangkat
dilaksanakan oleh unit-unit admin- pegawai untuk mendukung peraturan
istrasi yang memobil- isasikan baru tentang penarikan pajak kepa-
sumberdaya finansial dan manusia. da rumah sakita yang tidak lagi
memiliki status pengecualian pajak.

Penilaian Kebi jakan Unit-unit pemeriksa- an dan Kantor akuntansi publik memantau
akuntansi da- lam pemerintahan ptogrampro- gram kesejahteraan sosial
menentukan apakah badan-badan seperti bantuan untuk keluarga dengan
eksekutif, legislatif dan peradilan anak tanggungan (AFDC) un- tuk
undang-undang dalam pembuatan menentukan luasnya
kebijakan dan pencapaian tujuan. penyimpangan/korupsi.
Penyusunan Agenda (Agenda Setting)

Penyusunan agenda (Agenda Setting) adalah suatu proses yang meliputi suatu
rangkaian Tindakan dan strategi dalam mana isu tertentu menjadi pusat
perhatian bagi masyarakat. Pengusunan agenda sebagai sebuah fase dan
proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Sebelum
kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, pembuat kebijakan perlu menyusun
agenda dengan memasukkan dan memilih masalah-masalah mana saja yang
akan dijadi- kan prioritas untuk dibahas. Masalah-masalah yang terkait dengan
kebijakan akan dikumpulkan sebanyak mungkin untuk diseleksi. Apabila suatu
isu telah berhasil mendapat- kan status sebagai sebuah masalah publik, dan
juga men- dapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak
mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.
Formulasi Kebijakan (Policy Formulating)

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian


dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah- masalah tersebut
didefinisikan untuk dapat dicari pemecahan masalah yang terbaik.
Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau
pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu
masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan
kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih se-
bagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.
Adopsi/Legitimasi Kebijakan (Policy Adoption)

Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses


dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat
diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan
pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan
pemerintah yang sah. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi -
cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang
membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi. Legitimasi dapat
dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui
proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.
Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)

Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut


kemudian dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu kebijakan seringkali
menemukan berbagai kendala. Rumusan-rumusan yang telah ditetapkan
secara terencana dapat saja berbeda di lapangan. Hal ini disebabkan
berbagai faktor yang sering mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.
Kebijakan yang telah melewati tahap-tahap pemilihan masalah
tidak serta merta berhasil dalam implementasi. Dalam rangka
mengupayakan keberhasilan dalam imple- mentasi kebijakan, maka
kendala-kendala yang dapat menjadi penghambat harus dapat diatasi
sedini mungkin.
Penilaian/ Evaluasi Kebijakan (Policy Evaluation)
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan
yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup
substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang
sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya
dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh
proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap
perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan
untuk menye- lesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap
dampak kebijakan.
PENGERTIAN DISKRESI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, diskresi
adalah kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam situasi yang
dihadapi. Artinya, dalam kondisi tertentu seseorang bisa menentukan
sebuah keputusan secara cepat demi memenuhi kepentingan bersama.
Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan adalah aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan


pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input
untuk menghasilkan output atau outcomes bagi masyarakat. Tahap
implementasi kebijakan dapat dicirikan dan dibedakan dengan tahap
pembuatan kebijakan. Pembuatan kebijakan di satu sisi me- rupakan proses
yang memiliki logika bottom-up, dalam arti proses kebijakan diawali dengan
penyampaian aspirasi, permintaan atau dukungan dari masyarakat. Sedangkan
implementasi kebijakan di sisi lain di dalamnya memiliki logika top-down,
dalam arti penurunan alternatif kebijakan yang abstrak atau makro menjadi
tindakan konkrit atau mikro.
Variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni;

1. Standar dan sasaran kebijakan, di mana standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan
terukur sehingga dapat direalisir apabila standar dan sasaran kebijakan kabur.
2. Sumberdaya, dimana implementasi kebijakan perlu duku- ngan sumberdaya, baik
sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia.
3. Hubungan antar organisasi, yaitu dalam banyak program, implementor sebuah program
perlu dukungan dan koor- dinasi dengan instansi lain, sehingga diperlukan koor- dinasi
dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
4. Karakteristik pelaksana yaitu mencakup stuktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang semuanya itu akan mempengaruhi
implementasi suatu program.
5. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variable ini men- cakup sumberdaya
ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi
kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan
dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni
mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di
lingkungan, serta apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

6. Disposisi implementor yang mencakup tiga hal yang penting, yaitu respon
implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya
untuk melak- sanakan kebijakan, kognisi yaitu pemahaman terhadap
kebijakan, intensitas disposisi implementor, yaitu pre- ferensi nilai yang
dimiliki oleh implementor.
TUJUAN DISKRESI
Perlu diketahui bahwa diskresi hanya dapat dilakukan oleh
pejabat pemerintahan yang memiliki wewenang. Selain itu,
setiap penggunaan diskresi memiliki tujuan tertentu, yakni
sebagai berikut:
1. Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan
2. Mengisi kekosongan hukum
3. Memberikan kepastian hukum
4. Mengisi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan
dan kepentingan umum.
Syarat Penggunaan Diskresi
Dalam Pasal 24 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014, terdapat sejumlah
syarat penggunaan diskresi, yakni sebagai berikut:

1. Sesuai dengan tujuan diskresi


2. Sesuai dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik atau AUPB
3. Tidak menimbulkan suatu konflik kepentingan.
4. Dilakukan dengan itikad yang baik
5. Didasari oleh alasan-alasan yang objek.
Akibat Hukum Penggunaan Diskresi

Selain itu, terdapat akibat hukum dari penggunaan diskresi. Mengutip e-jurnal
Diskresi dan Tanggung Jawab Pejabat Pemerintahan Menurut Undang-undang
Administrasi Pemerintahan oleh M. Ikbar Andi Endang, berikut dampaknya.

1. Penggunaan diskresi melampaui wewenang apabila:


2. Bertindak melampaui batas waktu berlakunya wewenang yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan.
3. Bertindak melampaui batas wilayah berlakunya wewenang yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan dan/atau
KONSENSI

Pemberian hak oleh Negara kepada Badan Usaha/ Perusahaan untuk


melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa tertentu dalam
jangka waktu tertentu dan kompensasi tertentu.

Anda mungkin juga menyukai