Anda di halaman 1dari 38

TUGAS 1

KONSEP KEBIJAKAN PUBLIK (Public Policy)

DISUSUN OLEH :
ABDUL LATIF MUSTAFA( 2005013)
BAITI MARLINA (2005011)
DEKRIAL (2005030)
EKA SYAFRIDILLA (2005005)
HADIAN ARIYANI (2005003)
HAJRAWATI (2005027)
SAMINA RAYANTI (2005024)
SYUKRIADI (2005014)

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH
PEKANBARU
TAHUN 2021
1. Pengertian Kebijakan Publik Menurut Beberapa Ahli
Menurut Noeng Muhadjir kebijakan merupakan upaya memecahkan problem sosial bagi
kepentingan masyarakat atas asas keadilan dan kesejaheraan masyarakat. Dan dalam
kebijakan setidaknya harus memenuhi empat hal penting yakni; tingkat hidup masyarakat
meningkat, terjadi keadilan : By the law, social justice, dan peluang prestasi dan kreasi
individual, diberikan peluang aktif partisipasi masyarakat (dalam membahas masalah,
perencanaan, keputusan dan implementasi), dan terjaminnya pengembangan berkelanjutan.

Monahan dan Hengst seperti yang dikutip oleh Syafaruddin bahawa kebijakan (policy)
secara etimologi diturunkan dalam bahasa Yunani, yaitu “Polis” yang artinya kota (city).

Menurut Weihrich dan Koontz dikutip dari Amin priatna bahwa kebijakan adalah alat
membersihkan hati atau harapan yang mendorong, inisiatif tetatp dalam keterbatasan.
Kebebasan tergantung pada kebijakan dan sebaliknya akan mereflesikan posisi dan
kekuasaan dalam organisasi

Pendapat ini menjelaskan kebijakan mengacu kepada cara-cara dari semua bagian
pemerintahan mengarahkan untuk mengelola kegiatan mereka. Dalam hal ini, kebijakan
berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang
sama-sama diterima pemerintah atau lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha
mengejar tujuannya. Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa kebijakan
merupakan petunjuk dan batasan secara umum yang menjadi arah dari tindakan yang
dilakukan dan aturan yang harus diikuti oleh para pelaku dan pelaksana kebijakan karena
sangat penting bagi pengolahan dalam sebuah organisasi serta mengambil keputusan atas
perencanaan yang telah dibuat dan disepakati bersama. Dengan demikian kebijakan
menjadi sarana pemecahan masalah atas tindakan yang terjadi.

2. Ciri-Ciri Kebijakan Publik


Wahab (2002) mengemukakan ciri-ciri kebijakan publik yaitu ciri-ciri khusus yang
melekat pada kebijakan publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu
dirumuskan oleh orang-orang yang memiliki wewenang dalam sistem politik, misalnya
pada para ketua adat, ketua suku, eksekutif, legislator, hakim, administrator, dan lain
sebagainya. Mereka itulah yang bertanggungjawab atas urusanurusan politik tersebut dan
berhak untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu, sepanjang tindakan tersebut masih
berada dalam batas-batas peran dan kewenangan mereka. Oleh karena itu ciri-ciri
kebijakan publik sebagaimana yang terdapat dalam Wahab (2002:6) adalah :
a. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada
perilaku atau tindakan serba acak dan kebetulan, melainkan tindakan yang
direncanakan.
b. Kebijakan publik hakekatnya terdiri atas tindakantindakan yang saling berkaitan
dan berpola mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan pejabat pemerintah
bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri. Misalnya : kebijakan tidak
hanya mencakup keputusan untuk membuat Undang-Undang dalam bidang
tertentu, akan tetapi diikuti pula keputusan-keputusan
c. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam
bidang-bidang tertentu, dalam arti setiap kebijakan pemerintah itu diikuti dengan
tindakan-tindakan konkrit.
d. Kebijakan publik berbentuk positif maupun negatif, dalam bentuk positf
kebijakan mencangkup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan
untuk mempengaruhi masalah tertentu, sementara itu bentuk yang negatif,
kebijakan meliputi keputusan para pejabat-pejabat pemerintah untuk tidak
bertindak atau tidak melakukan apapun dalam masalah-masalah dimana campur
tangan pemerintah justru diperlukan.

Jenis Kebijakan Publik


Anderson (1970) mengelompokkan jenis-jenis kebijakan publik sebagai berikut :
a. Subtantive and procedural Policies Subtantive policy dilihat dari subtansi masalah yang
dihadapi oleh pemerintah, sedangakan procedural policy dilihat dari pihak-pihak yang
terlibat dalam perumusannya (policy stakeholders).
b. Distributif, redistributif, and Regulatory Policies • Distributif Policy adalah suatu
kebijakan yang mengatur tentang pemberian pelayanan/keuntungan kepada individu-
individu, kelompok-kelompok atau perusahaan-perusahaan. • Redistributif policies
adalah suatu kebijakan yang mengatur tentang pemindahan alokasi kekayaan, pemilikan
atau hak-hak. • Regulatory Policy adalah suatu kebijakan yang mengatur tentang
pembatasan/pelarangan terhadap perbuatan/tindakan.
c. Material Policy Suatu kebijakan yang mengatur tentang pengalokasian/penyediaan
sumber-sumber material yang nyata bagi penerimanya.
d. Public Goods and Private Goods Policies Public goods policy adalah suatu kebijakan
yang mengatur tentang penyediaan barang-barang/pelayananpelayanan oleh pemerintah
untuk kepentingan orang banyak. Private goods policy adalah suatu kebijakan yang
mengatur tentang penyediaan barang-barang/pelayananpelayanan oleh pihak swasta,
untuk kepentingan individu-individu (perorangan) di pasar bebas dengan imbalan biaya
tertentu.

Tingkat Kebijakan Publik


Mengenai tingkat-tingkat kebijakan publik, Lembaga Administrasi Negara (1997), dalam
Sutama (2012) mengemukakan sebagai berikut :
Lingkup Nasional
1) Kebijakan Nasional Kebijakan nasional adalah kebijakan negara yang bersifat
fundamental dan strategis dalam pencapaian tujuan nasional/negara sebagaimana tertera
dalam pembukaan UUD 1945.
2) Kebijakan Umum Kebijakan umum adalah kebijakan presiden sebagai pelaksana UUD,
TAP MPR, UU, untuk mencapai tujuan nasional.
3) Kebijakan Pelaksanaan Kebijakan pelaksanaan adalah merupakan penjabaran dari
kebijakan umum sebagai strategi pelaksanaan tugas di bidang tertentu.
Contohnya seperti : kebijakan kesehatan untuk tahun 2021 untuk percepatan pemulihan
kesehatan akibat Covid-19 dengan meningkatkan memeratakan sisi suplai, menguatkan
koordinasi pusat-daerah dan swasta dan pengadaan vaksin
Lingkup Wilayah Daerah
1) Kebijakan Umum pada Lingkup Daerah Kebijakan pemerintah daerah sebagai pelaksana
azas desentralisasi dalam rangka mengatur urusan rumah tangga daerah.
2) Kebijakan Pelaksanaan
a) Kebijakan pelaksanaan dalam rangka desentralisasi merupakan realisasi pelaksanaan Perda.
b) Kebijakan pelaksanaan dalam rangka dekonsentrasi merupakan pelaksanaan kebijakan
nasional di daerah.
c) Kebijakan pelaksanaan dalam rangka tugas pembantuan (medebewind) merupakan
pelaksanaan tugas pemerintah pusat di daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah.

Contohnya yaitu Desentralisasi pembangunan kesehatan di Provinsi Riau ditandai dengan Perda
No.7/2011 tentang Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Masyarakat Provinsi
Riau wajib menjadi peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), kepesertaan cukup
dibuktikan dengan KTP dan/atau KK. Kemudian, sejak 1 Januari 2014 pemerintah
menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

3. Sistem kebijakan publik, menurut Mustopadidjaja AR (Bintoro Tjokromidjojo dan


Mustopadidjaja AR, 1988), adalah:keseluruhan pola kelembagaan dalam pembuatan
ebijakan publik yang melibatkan hubungan di antara 4 elemen (unsur), yaitu masalah
kebijakan publik, pembuatan kebijakan publik, kebijakan publik dan dampaknya
terhadap kelompok sasaran (target groups).Sistem kebijakan publik dikenal adanya
unsur-unsur : Input -> Proses -> Ouput.

Input
Masalah kebijakan publik ini timbul karena adanya faktor lingkungan kebijakan publik
yaitu suatu keadaan yang melatar belakangi atau perisiwa yang menyebabkan timbulnya
“ masalah kebijakan publik” tersebut, yang berupa tuntutan-tuntutan, keinginan-
keinginan masyarakat atau tantangan dan peluang, yang diharapkan segera diatasi
melalui suatu kebijakan publik. Masalah itu dapat juga timbul justru karena
dikeluarkannya suatu kebijakan publik baru.

Proses
proses pembuatan kebijakan publik itu bersifat politis, di mana dalam proses tersebut
terlibat berbagai kelompok kepentingan yang berbeda-beda, bahkan ada yang saling
bertentangan

Output
Kebijakan Publik, yang berupa serangkaian tindakan yang dimaksudkan untuk
memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu seperti yang diinginkan oleh
kebijakan publik.
Impact (dampak), yaitu dampaknya terhadap kelompok sasaran (target groups)
kelompok sasaran (target groups) adalah orang-orang, kelompok-kelompok orang, atau
organisasi-organisasi, yang perilaku atau keadaaanya ingin dipengaruhi atau diubah oleh
kebijakan publik tersebut.
Menurut Dunn (1994) sistem kebijakan (policy system) mencakup hubungan timbal balik dari
tiga unsur, yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan

Segitiga sistem kebijakan menjelaskan adanya aktor kebijakan yang mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh kebijakan publik. Kesemuanya juga tidak luput dari pengaruh lingkungan
kebijakan. Ketiga komponen tersebut selanjutnya dikenal sebagai sistem kebijakan, yaitu tatanan
kelembagaan yang berperan dalam penyelenggaraan kebijakan publik yang mengakomodasi
aspek teknis, sosiopolitik maupun interaksi antara unsur kebijakan.
a. Isi kebijakan (policy content) Terdiri dari sejumlah daftar pilihan keputusan tentang urusan
publik (termasuk keputusan untuk tidak melakukan tindakan apa-apa) yang dibuat oleh
lembaga dan pejabat pemerintah. Isi sebuah kebijakan merespons berbagai masalah publik
(public issues) yang mencakup berbagai bidang kehidupan mulai dari pertahanan,
keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan lain-lain.
b. Aktor atau pemangku kepentingan kebijakan (policy stakeholder) Pemangku kepentingan
kebijakan atau aktor kebijakan adalah individu atau kelompok yang berkaitan langsung
dengan sebuah kebijakan yang dapat memengaruhi atau dipengaruhi oleh keputusan atau
kebijakan tersebut. Aktor kebijakan tersebut bisa terdiri dari sekelompok warga, organisasi
buruh, pedagang kaki lima, komunitas wartawan, partai politik, lembaga pemerintahan, dan
semacamnya.
c. Lingkungan kebijakan (policy environment) Lingkungan kebijakan merupakan latar khusus
di mana sebuah kebijakan terjadi, yang berpengaruh dan dipengaruhi oleh aktor kebijakan
serta kebijakan publik itu sendiri.
Proses pengembangan kebijakan berlangsung sebagai sebuah siklus kebijakan yang dimulai
dari pengaturan agenda dengan penetapan atau pendefinisian masalah publik hingga proses
evaluasi atau penilaian kebijakan. Berikut penjelasan proses pengembangan kebijakan
publik yang dikemukakan dalam Ayuningtyas (2014: 30)

Pembuatan Agenda Sebagai respon terhadap permasalahan publik, mesin legislatif dan
birokrasi pemerintah dapat bergerak dan terlibat dalam proses formulasi, adopsi, dan
implementasi kebijakan termasuk turut berperan untuk mengatasi masalah yang muncul selama
proses penyusunan kebijakan. Keterlibatan aktor, elite atau pemangku kepentingan dapat terus
berlanjut pada tahap analisis efektivitas kebijakan, untuk menunjukkan kekurangan dalam
formulasi maupun implementasi sehingga dapat menjadi usulan agenda baru kebijakan. Oleh
karena itu, pembuatan agenda menempati urutan pertama dalam siklus pengembangan
kebijakan.
a. Formulasi Kebijakan Proses formulasi kebijakan secara umum memiliki tahapantahapan
diantaranya yaitu pengaturan proses pengembangan kebijakan, penggambaran
permasalahan, penetapan sasaran dan tujuan, penetapan prioritas, perancangan kebijakan,
penggambaran pilihanpilihan, penilaian pilihan-pilihan, “perputaran” untuk penelaahan
sejawat dan revisi kebijakan, serta akhirnya upaya untuk mendapatkan dukungan formal
terhadap kebijakan yang sedang diajukan atau disusun
b. Pengadopsian Kebijakan Setelah formulasi kebijakan, tahap berikutnya adalah adopsi
kebijakan yaitu sebuah proses untuk secara formal mengambil atau mengadopsi alternatif
solusi kebijakan yang ditetapkan sebagai sebuah regulasi atau produk kebijakan yang
selanjutnya akan dilaksanakan. Pengadopsian kebijakan sangat ditentukan oleh rekomendasi
yang antara lain berisikan informasi mengenai manfaat dan berbagai dampak yang mungkin
terjadi dari berbagai alternatif kebijakan yang telah disusun dan akan diimplementasikan.
c. Pengimplementasian Kebijakan Pengimplementasian merupakan cara agar kebijakan
dapat mencapai tujuannya. Definisi implementasi menurut Dunn (2003) adalah pelaksanaan
pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu. Ada dua alternatif dalam
implementasi kebijakan: mengimplementasikan dalam bentuk program atau membuat
kebijakan turunannya. Kesiapan implementasi amat menentukan efektivitas dan
keberhasilan sebuah kebijakan. Penyusunan kebijakan berbasis data atau bukti juga
berpengaruh besar terhadap sukses tidaknya implementasi kebijakan.
d. Evaluasi Kebijakan Evaluasi kebijakan merupakan penilaian terhadap keseluruhan tahapan
dalam siklus kebijakan, utamanya ketika sebuah kebijakan yang disusun telah selesai
diimplementasikan. Tujuannya adalah untuk melihat apakah kebijakan telah sukses
mencapai tujuannya dan menilai sejauh mana keefektifan kebijakan dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak berkepentingan. Kebijakan publik pada dasarnya
bertujuan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi pada masyarakat, demikian
juga kebijakan mengenai kawasan tanpa rokok yang merupakan upaya pemerintah
Indonesia untuk lebih menghargai kesehatan. Indonesia juga mulai menerapkan regulasi
untuk menghindari semakin bertambahnya jumlah pengguna rokok
4. Jurnal SINTA

JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA


VOLUME 02 No. 04 Desember l 2013 Halaman 171 - 179
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia
Artikel Penelitian

STUDI EFEKTIVITAS PENERAPAN KEBIJAKAN PERDA KOTA TENTANG


KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DALAM UPAYA MENURUNKAN
PEROKOK AKTIF DI SUMATERA BARAT TAHUN 2013

STUDY OF EFFECTIVENESS OF LOCAL REGULATION POLICY REGARDING

THE IMPLEMENTATION OF FREE AREA FROM TOBACCO (AFT) POLICY FOR REDUCING
OF ACTIVE SMOKER IN WEST SUMATERA IN 2013

Nizwardi Azkha
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, Padang

ABSTRACT questionnaire, while the qualitative data was


collected through in-depth interviews. Informants
Background: Area free from tobacco (AFT) in each city are representatives of
policy is the only effective and inexpensive way to Department of
protect the public from the dangers of second Health, professional organizations, community
hand smoke. In West Sumatra there are three leaders, smokers and focus group discussions.
cities that have local regulation on this, namely Some secondary data are obtained through
Padang, Panjang Padang, and Payakumbuh, but documents review related to the implementation
in reality the policy has not been able to reduce of AFT. The quantitative data is analysed using
the active smokers. This study aims to determine univariate analysis, and the qualitative data is
the effectiveness of AFT policy in reducing analysed using content analysis. Results: Based
smokers active beside its effectiveness to protect on the quantitative data it can be seen that in
the public from the dangers of second hand three cities in West Sumatera the smoker rate are
smoker in West Sumatera. 59%. In Padang Panjang, the regulation has been
Methods: The study was conducted with the proceeded succesfuly due to the commitment of the
method, a mix of quantitative and qualitative Mayor and the legislative parlement in implementing
research with explanatory design. Data collection the policies that there should not be any tobacco
was conducted in the city of Padang, Padang advertising as well as sanctions for smokers,
Panjang and Payakumbuh. Quantitative data from especially for employees who smoke at the office
100 persons were collected using a or at school, according to the law no. 8/2009;
sufficient funds are available for socialization and efektifitas kebijakan KTR dalam upaya menurunkan
supervision AFT, a total of Rp75.000.000,00 perokok aktif disamping efektif terhadap
collected from tobbacco fundation and perlindungan perokok pasif dari bahaya perokok
Rp24.000.000,00 from the budget. In di Sumatera Barat.
Payakumbuh there is also the commitment of the
Mayor and the support of the Health Department Metode: Penelitian ini dilakukan dengan mix
according to the Regulation of Area Free tobbacco method yaitu berupa penelitian kuantitatif dan
no 15/2011. Establishment of Supervisory Team kualitatif dengan design explanatory.
for AFT with funds allocated for socialization and Pengumpulan data dilakukan di Kota Padang,
supervision, a total amount of Rp341.278.129,00. Kota Padang Panjang dan Kota Payakumbuh.
Padang has not yet applying the AFT policy in Data kuantitatif berjumlah 100 orang dikumpulkan
government offices and schools, only in private dengan menggunakan kuesioner, sedangkan
sector such as bank. Tobacco advertising still data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara
exists and there is no sanction for smokers despite mendalam Sebagai informan adalah Dinas
the existing Regulation No. AFF 14/2011 with Kesehatan, Organisasi profesi, Tokoh
accompanying funds provided Rp85.000.000,00. masyarakat, perokok dan FGD, sedangkan data
didapatkan melalui telaah dokumen yang terkait
The study shows that the majority (60%) public pelaksanaan KTR. Analisis data kuantitatif
opinion support the implementation of AFT. Some melalui univariat dan kualitatif menggunakan
(51%) of the public say that AFT is effective content analysis.
enough to reduce active smoker, over half of
respondents thought AFT should apply to a Hasil: Berdasarkan data kuantitatif dapat dilihat
particular location. According to 59% of bahwa di tiga kabupaten perokok masih
respondents, smoking in public places mencapai 59%. Di Padang Panjang, peraturan ini
sudah berjalan karena adanya komitmen dari
should be given sanction. In Padang Panjang Walikota dan DPR, di Padang Panjang tidak
there is a monitoring service via SMS and phone ditemukan lagi iklan rokok, adanya sanksi bagi
to report breach of the regulation so that the perokok terutama bagi pegawai yang merokok
Mayor may impose sanctions. In Payakumbuh a dikantor atau di sekolah berdasarkan Perda No.
similar system exist through reports and spot
checks. Violaters of the regulation are given
sanction by the mayor. In Padang city, sanctions
have not been given. The local government
regulation in banning advertising and promotion of
cigarettes is implemented in two cities, the city of
Padang Panjang and Payakumbuh. Some factors
that affect the implementation of AFT are
dependent on the commitment and the role of
District mayor, as well as the need for community
empowerment..
Conclusion: It is concluded that the AFT policy
without the commitment and support of all
parties to the implementation of AFT difficult.
AFT can be effective to protect the second hand
smokers and it has potential to reduce active
smokers.

Keywords: Effective, AFT Policy, Reducing


active smokers.

ABSTRAK

Latar Belakang: Kawasan yang bebas dari


asap rokok merupakan satu-satunya cara efektif
dan murah untuk melindungi masyarakat dari
bahaya asap rokok orang lain. di Sumatera
Barat telah ada tiga kota yang memiliki Perda
KTR yaitu Kota Padang Panjang, Kota Padang,
Kota Payakumbuh namun dalam kenyataannya
belum dapat menurunkan perokok aktif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
8/2009, dana yang tersedia untuk sosialisasi dan
pengawasan KTR berjumlah Rp75.000.000,00 dari PENGANTAR
cukai rokok dan Rp24.000.000,00 dari APBD. Di Kebijakan pengendalian tembakau di
Kota Payakumbuh juga adanya komitmen dari Indonesia masih menimbulkan perdebatan yang
Walikota dan dukungan dari Dinas Kesehatan panjang, mulai dari hak asasi seorang perokok,
berdasarkan Perda KTR No. 15/2011. fatwa haram mero- kok di tempat umum sampai
Dibentuknya Tim Pengawas KTR dengan dengan dampak anti rokok terhadap
dialokasikan dana untuk sosialisasi dan perekonomian dan tenaga kerja di Indonesia.
pengawasan sebesar Rp341.278.129,00. Kota Padahal hasil kajian di beberapa negara
Padang baru perusahaan swasta yang telah menunjukkan bahwa kebijakan merupakan cara
menerapkan KTR seperti BANK, sedangkan di yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau
kantor pemerintahan, sekolah dan tempat umum lebih khusus untuk mengurangi kebiasaan
belum sepenuhnya dilaksanakan KTR. Iklan rokok merokok. Pada tahun 2001, angka kejadian akibat
masih bebas terpasang, belum ada sanksi bagi penyakit yang berkaitan dengan kebiasaan merokok
perokok sedangkan Peraturan Walikota KTR yang dila- porkan di Indonesia adalah 427,948
sudah ada No. 14/2011 dengan dana yang kematian (22,6%). Riset Kesehatan Dasar
disediakan Rp. 85.000.000,-. menyebutkan bah- wa penduduk berumur di atas
10 tahun yang mero- kok sebesar 29,2% dan
Pendapat masyarakat tentang penerapan KTR, angka tersebut meningkat sebesar 34,7% pada
sebagian besar (60%) mendukung diterapkannya tahun 2010 untuk kelompok umur di atas 15 tahun.
KTR, 51% masyarakat mengatakan KTR cukup Peningkatan prevalensi pero- kok tahun 2007
efektif untuk mengurangi perokok aktif, responden terjadi pada kelompok umur 15-24 tahun, dari
berpendapat lebih separuh mengatakan bahwa 17,3% menjadi 18,6% atau naik hampir 10%
sebaiknya KTR diterapkan pada lokasi tertentu dalam kurun waktu tiga tahun. Peningkatan juga
saja. Pendapat responden terhadap perokok
ditempat umum lebih separuh (58%) diberikan
sanksi. Di Padang Panjang melalui SMS dan
telepon dilayani pelapor sehingga Walikota dapat
memberikan sanksi, begitu juga di Payakumbuh
melalui laporan dan inspeksi mendadak dan bila
ketahuan diberikan sanksi berupa teguran oleh
walikota sedangkan di Kota Padang sanksi belum
dapat diterapkan, namun teguran sdh dilakukan
terutama pada instansi pendidikan dan
kesehatan.
Peranan pemerintah daerah dalam melarang
iklan, dan promosi rokok baru dapat dilaksanakan
pada dua kota yaitu Kota Padang Panjang dan
Kota Payakumbuh. Faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan KTR adalah tergantung dari
komitmen Kepala Daerah, DPR, Dinas
Kesehatan, dan dinas terkait lainnya serta
adanya pemberdayaan masyarakat.
Kesimpulan: Berdasarkan penelitian dapat
disimpulkan bahwa KTR tanpa adanya komitmen
dan dukungan dari semua pihak sulit untuk
penerapan KTR. Di samping Kawasan Tanpa
Rokok (KTR) dapat memberikan perlindungan
kepada perokok pasif sekaligus KTR juga
mungkin dapat menurunkan perokok aktif.

Kata Kunci : Efektif, Kebijakan KTR, Penurunan


perokok aktif.
dalam mengendali- kan kebiasaan merokok atau
mempengaruhi dampak rokok terhadap kesehatan.
Provinsi Sumatera Barat yang telah mempunyai
Perda KTR ini baru dua Kota yaitu Kota Padang
terjadi pada kelompok umur produktif, yaitu 25- Panjang dan Kota Payakumbuh, sedangkan Kota
34 tahun dari 29,0% pada tahun 2007 menjadi Padang baru mempunyai Peraturan Walikota
31,1% (Perwako). Namun pelaksanaan KTR ini tidak
begitu saja dapat diterima oleh masyarakat
pada tahun 20101.
Pemerintah berupaya untuk merumuskan
berba- gai regulasi dan kebijakan yang dapat
diimplemen- tasikan dalam menanggulangi
dampak bahaya rokok tersebut diantaranya
melalui Undang-Undang Kese- hatan No.
36/2009. Berdasarkan berbagai kebijakan
tersebut, salah satu kebijakan yang wajib
diimple- mentasikan oleh seluruh daerah di
Indonesia adalah menetapkan Kawasan Tanpa
Rokok (KTR) yang da- pat dimulai dari institusi
kesehatan, pendidikan dan tempat-tempat umum
lainnya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang
Kesehatan No.36/2009 pasal 115 ayat 2 yang
menyatakan bahwa “Pemerintah daerah wajib
menetapkan kawasan tanpa rokok didaerah-
nya”. Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan
atau area yang dinyatakan dilarang untuk
merokok atau kegiatan memproduksi, menjual,
mengiklankan, dan/ atau mempromosikan produk
tembakau. Kawasan Tanpa Rokok yang
dimaksud antara lain fasilitas pe- layanan
kesehatan, tempat proses belajar mengajar,
tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan
umum, tempat kerja, dan tempat umum serta
tempat lain yang ditetapkan2.
Amanat Undang-Undang Kesehatan
No.36/2009 yang mewajibkan tiap daerah untuk
menetapkan Kawasan Tanpa Rokok disambut
baik oleh beberapa daerah di Indonesia termasuk
salah satunya adalah Provinsi Sumatera Barat
dengan menyusun Peratur- an Daerah (PERDA)
tentang Kawasan Tanpa Rokok di daerahnya
masing-masing2,3. Daerah-daerah ter- sebut
antara lain Kota Padang, Kota Padang Pan- jang
dan Kota Payakumbuh yang menetapkan
PERDA/Perwako tentang Kawasan Tanpa
Rokok. Institusi yang telah menerapkan Kawasan
Tanpa Ro- kok umumnya adalah institusi
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, Dinas
Kesehatan, dan puskes- mas, institusi pendidikan
seperti SD, SLP dan SLTA, serta beberapa
perusahaan swasta seperti Bank, hotel dan
plaza. Disusunnya kebijakan tersebut me-
nunjukkan komitmen kuat Pemerintah Daerah
dalam melindungi masyarakatnya dari bahaya
rokok4.
Beberapa kajian tentang Kawasan Tanpa
Rokok (KTR) memberikan bukti bahwa KTR
merupakan sa- lah satu cara yang cukup efektif di
tapi memerlukan adanya komitmen kuat dari Kepala data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara
Daerah dengan perangkatnya untuk mensosialisasi- mendalam dan FGD, sedangkan data didapatkan
kan KTR ini, kurangnya sosialisasi kebijakan KTR melalui telaah dokumen yang terkait pelaksanaan
menyebabkan pelaksanaan penerapan KTR masih KTR. Analisis
belum terlaksana secara menyeluruh bahkan masih
ada perguruan tinggi yang memberikan beasiswa
melalui sponsor perusahaan rokok, begitu juga per-
tandingan olah raga yang menggunakan sponsor
ro- kok. Iklan rokok masih bertebaran di jalan-jalan
raya. Iklan rokok masih banyak dijumpai di Kota
Padang, lokasi KTR baru sebagian kecil yang
melaksanakan seperti BUMN, sedangkan di Kota
Padang Panjang dengan komitmen yang kuat dari
kepala daerah telah dapat melarang adanya iklan
rokok, menjadikan ins- titusi pelayanan kesehatan,
perkantoran dan institusi pendidikan sebagai KTR,
begitu juga di Kota Paya- kumbuh tidak ada lagi
kita lihat adanya iklan rokok.
Terlaksananya KTR ini juga sangat
tergantung dari ketersediaan dana, sarana dan
sumber daya manusia yang kuat dalam
mensosialisasikan KTR ini, disamping di perlukan
adanya komitmen, dan peran serta dari
masyarakat4,5. Harapan KTR ini da- pat menjadi
alternatif yang efektif dalam mengurangi perokok
aktif di Sumatera Barat. Berdasarkan per-
masalahan diatas maka peneliti tertarik untuk
mene- liti “Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan
Perda Kota Tentang Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) dalam Upaya Menurunkan Perokok Aktif di
Sumatera Barat Tahun 2013”.

BAHAN DAN CARA PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan dengan mix method
yaitu berupa penelitian kuantitatif dan kualitatif
dengan design explanatory6,7. Tujuannya untuk
memperoleh gambaran dan penjelasan yang
mendalam mengenai permasalahan penelitian.
Pengumpulan data dilaku- kan di Kota Padang,
Kota Padang Panjang, dan Kota Payakumbuh.
dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang,
dengan lokasi penelitian dibagi atas beberapa
tempat seperti perkantoran, institusi kesehatan,
institusi pendidikan, plaza dan tempat-tempat
umum lainnya seperti pada transportasi.
Untuk penelitian kuantitatif dilakukan dengan
wawancara langsung menggunakan kuesioner
pada masyarakat dengan jumlah sampel
sebanyak 100 orang yang tersebar pada tiga
kota yaitu Kota Pa- dang, Padang Panjang, dan
Payakumbuh, dengan tujuan melihat tingkat
pengetahuan dan sikap ma- syarakat tentang
KTR. Sedangkan untuk penelitian kualitatif
sebagai informan, Kepala Dinas Kesehatan,
organisasi profesi, tokoh masyarakat, perokok
data kuantitatif melalui univariat dan kualitatif Rumah 7 10,6
Kantor 4 6
meng- gunakan content analysis7. Jumlah 66 100

Pada Tabel 3. di atas dapat dilihat bahwa


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
seba- gian besar responden merokok di restoran
Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu
yaitu 41% dan hanya sebagian kecil merokok di
tahap pertama merupakan penelitian kuantitatif
kantor yaitu 6%.
yang melihat gambaran responden terhadap
rokok pada tiga kota yaitu Kota Padang, Padang
Panjang dan kota Payakumbuh di Provinsi
Sumatera Barat, dan pada saat yang sama juga
dilakukan penelitian kua- litatif untuk mencari
fakta dan permasalahan secara mendalam
melalui indepth interview.

Keadaan Perokok Pasca Kawasan Tanpa


Rokok di Provinsi Sumatera Barat

Tabel 1. Distribusi Responden yang


Merokok di Provinsi Sumatera Barat

Perokok Frekuen Persenta


si se
Ya 59 59
Tidak 41 41
Jumlah 100 100

Pada Tabel 1. menunjukkan bahwa perokok


ma- sih lebih dari separuh yaitu 59%.

Niat Untuk Berhenti Merokok

Tabel 2. Distribusi Responden


Berdasarkan Niat untuk Berhenti
Merokok

Niat Berhenti Merokok Frekuensi


Persentase

Ya 39 59
Tidak 27 41
Jumlah 66 100

Pada Tabel 2. di atas menunjukkan bahwa


lebih dari separuh ada niat responden untuk
berhenti mero- kok yaitu 59%.

Area Tempat Merokok Responden

Tabel 3. Distribusi Responden


Berdasarkan Area Tempat Merokok

Area M erokok Frekuen Persenta


si se
Smoking area 12 18,2
Kenderaan 6 9
Umum
Plaza 10 15,2
Restoran 27 41
Penyampaian Informasi pada Responden Pemberian Sanksi
Tentang Kawasan Tanpa Rokok
Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan
Tabel 4. Dsitribusi Responden berdasarkan tahu Pemberian Sanksi
tentang Kebijakan KTR

Perlu Diberikan Sanksi Frekuensi Persentase


Tahu kebijakan KTR Frekuensi Persentase
Ya 58 58
Ya 58 58
Tidak 42 42
Tidak 42 42
Jumlah 100 100
Jumlah 100 100

Pada Tabel 8. di atas dapat dilihat bahwa 58%


Pada Tabel 4. di atas dapat dilihat bahwa lebih menyatakan perlu diberikan sanksi kepada perokok di
dari separuh responden sudah mengetahui tentang lokasi KTR.
kebijakan KTR di Sumatera Barat.
Ketersediaan Dana dalam Penerapan
Persepsi Responden tentang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
Kawasan Tanpa Rokok Jumlah dana yang tersedia dalam rangka pene-
rapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) untuk sosialisasi
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi
terhadap KTR dan monitoring evaluasi bervariasi antar kota, yang
sumber dananya berasal dari APBD dan Cukai Ro-
Persepsi Tentang KTR Frekuensi Persentase
kok. Kota Padang jumlah dana yang tersedia sebesar
Rp85.000.000,00 dari cukai rokok untuk kegiatan
Tidak Mendukung 60 60 sosialisasi, dialog tentang KTR di TVRI dan memper-
Mendukung 40 30
Jumlah 100 100
banyak spanduk dan leaflet dalam rangka promosi
KTR. Kota Padang Panjang ketersediaan dana untuk
penerapan KTR sebanyak Rp75.000.000,00 dari cukai
Pada Tabel 5. di atas dapat dilihat bahwa lebih
rokok dan Rp24.000.000,00 yang digunakan untuk
dari separuh 60% kurang mendukung adanya KTR.
monitoring dan evaluasi, pengawasan institusi
pemerintah seperti rumah sakit, dinas kesehatan,
Efektifitas Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
puskesmas, institusi pendidikan dan perkantoran pe-
dalam Penurunan Perokok Aktif
merintah serta sosialisasi. Sedangkan di Payakum- buh
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan
dana yang tersedia untuk pelaksanaan KTR
Efektifitas KTR
sebesar Rp341.278.129,00 yang digunakan untuk
Ktr Efektif Frekuensi Persentase Jumlah 100 100

Ya 51 51
Pada Tabel 7. terlihat bahwa responden sebagian
Tidak 49 49 besar yaitu 80% KTR ini diterapkan dulu pada kantor
pemerintahan.
Jumlah 100 100

Pada Tabel 6. di atas dapat dilihat 51% menya-


takan bahwa KTR cukup efektif menurunkan perokok
aktif.

Penerapan Kawasan Tanpa Rokok

Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan


Penerapan KTR

Penerapan KTR Frekuensi Persentase


Seluruh Wilayah Kota 12 12
Kantor Pemerintah 80 80
Lokasi tertentu 8 8
sosialisasi, inspeksi oleh tim ke tempat-tempat umum
yang telah ditunjuk sebagai lokasi KTR. Dana yang
tersedia sudah cukup memadai dalam promosi
pelaksanaan KTR, untuk Kota Padang Panjang dan
Payakumbuh telah nampak dampak dari pelaksana- an
KTR, sedangkan di Kota Padang masih dalam taraf
sosialisasi dan dialog dengan masyarakat ten- tang
pelaksanaan KTR. Oleh karena itu, dapat disim- pulkan
bahwasanya dana tidak merupakan masalah dalam
pelaksanaan KTR.

Sumber Daya Manusia


Implementasi kebijakan tidak akan berhasil
tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia
yang cukup kualitas dan kuantitasnya. Berdasarkan
hasil wawancara mendalam diperoleh informasi
bahwa mulai penyusunan draft Rancangan Peraturan
Daerah (Ranperda) Dinas Kesehatan Kota Padang
Panjang telah melibatkan dinas terkait seperti Bagian
Hukum, Rumah Sakit, Dinas Pendidikan, Dinas
Pengelolaan Keuangan Daerah, Dinas Perhubungan, Pelaksanaan sosialisasi belum berkesinam-
Dinas Perindustrian, Perdagangan, Dinas Pasar dan bungan dan dibuatkan lokasi KTR percontohan. Kota
Satpol PP serta lembaga sosial masyarakat seperti Padang Panjang dan Payakumbuh telah melaksana- kan
Forum Kota Sehat dan Forum Peduli Penyakit Tidak KTR pada kantor khususnya institusi kesehatan dan
Menular, dan tokoh informal lainnya, sehingga ikut pendidikan, sedangkan di Kota Padang sosiali- sasi
terlibat dalam pelaksanaan KTR di Kota Panjang, sudah dilaksanakan melalui berbagai media se- perti
begitu juga di Payakumbuh. Kota Padang yang TV, Radio dan dialog15.
berperan masih dominan Dinas Kesehatan Kota
Padang, sedangkan dukungan SKPD lainnya dan
Penerapan Kawasan Tanpa Rokok
lembaga social masyarakat belum maksimal.
Pelaksanaan Kebijakan KTR tidak terlepas dari
komitmen Kepala Daerah, bentuk komitmen itu terli-
Ketersediaan Sarana dan Prasarana hat dari kegiatan pemantauan secara rutin, dan mem-
Sarana dan prasarana untuk mendukung pelak- berikan teguran kepada warga yang tidak mengindah-
sanaan program terkait kebijakan KTR pada dasar- nya kan peraturan tersebut, seperti di Kota Padang Pan- jang
sangat dibutuhkan. Fasilitas yang dibutuhkan antara penerapan KTR ini sudah dapat melarang ada- nya
lain dalam bentuk pengadaan media promosi seperti iklan rokok di sepanjang kota, bahkan juga sudah
baliho, spanduk, stiker, billboard, serta atri- but- menunjuk institusi kesehatan dan pendidikan sebagai
atribut. Hal ini sesuai dengan pernyataan infor- man pelopor dari KTR, walaupun warga masih ada yang
sebagai berikut 13: merokok, tapi penerapan KTR ini sudah dapat menu-
“.... sarana-sarana itu yang penting untuk
mendukung penyebarluasan informasi. runkan perokok aktif. Kota Payakumbuh masih terba- tas
mulai dari penggandaan buku Perda, buku, pada institusi kesehatan dan rumah sakit dengan
kemudian dibagikan ke berbagai elemen melakukan inspeksi mendadak oleh tim yang telah
seperti baliho, billboard, spanduk, stiker, pin, ditunjuk Kepala Daerah, hal ini pun juga dapat mem-
kemudian atribut-atribut untuk tim
pengawas...” berikan dorongan kepada masyarakat untuk tidak
merokok di tempat umum. Lain halnya di Kota
Padang, sejak telah keluarnya Peraturan Walikota
Kota Padang Panjang dan Payakumbuhn sara- na (Perwako) KTR No.14/2011 namun belum nampak
pendukung KTR ini sudah cukup memadai de- ngan penerapannya terutama pelarangan pemasangan iklan
adanya berbagai spanduk, baliho, stiker dalam belum terlaksana begitu juga lokasi KTR baru
pelaksanaan KTR, sedangkan di Kota Padang belum terlaksana pada kantor BUMN, seperti bank dan plaza.
banyak terlihat, karena masih dalam sosialisasi KTR. Iklan-iklan rokok masih tetap mendominasi iklan di
sepanjang jalan, dan di perkantoran maupun institusi
Sosialisasi pendidikan masih ada yang merokok, pa- dahal itu
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) terus merupakan tempat umum dengan meng- edarkan surat
dikembangkan oleh pemerintah Daerah14. Pemerin- tah edaran yang dikeluarkan oleh wali- kota. Penerapan
Daerah harus memiliki informasi yang cukup un- tuk KTR ini dilakukan melalui sosialisasi kepada
pelaksanaan dan pengembangan KTR serta senantiasa masyarakat dengan menggunakan media presentasi,
memikirkan inovasi agar kebijakan ini dapat terus baliho, spanduk stiker, leaflet, publikasi di media
dilaksanakan serta membawa penurunan perokok aktif. massa, dan melalui kelompok-kelompok masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara, bebe- rapa informan Seperti yang disampaikan informan sebagai berikut :
menyatakan bahwa akan terus dila- kukan sosialisasi “Setelah Perda disetujui, Perda ini disosiali-
kepada masyarakat. Hal ini sesuai dengan wawancara sasi ke kecamatan sampai kelurahan, ke kan-
tor-kantor, hotel serta kepada pejabat-pejabat
berikut ini:
pemerintahan, lembaga-lembaga swasta,
“Dinas Kesehatan bersama dengan SKPD guru, kepala sekolah, anak sekolah, kemu-
terkait lainnya akan selalu memberikan dian tukang ojek, masuk itu. Kemudian organ-
sosialisasi kepada masyarakat tentang da juga. Yang melaksanakan itu dari dinas
dampak dari rokok tersebut. Tidak hanya bagi kesehatan dan hukum.”
perokok aktif, bahkan bahaya bagi perokok
pasif” “Perda itu dimulai penyerapannya di tingkat
aparatur, di tingkat pegawai daerah, kemu-
“Tujuan utama dari sosialisasi KTR adalah dian baru nanti akan menular berkembang
memberikan perlindungan kepada perokok ke tengah-tengah masyarakat.”
pasif dari bahaya rokok, tentu sekaligus juga
diharapkan adanya penurunan dari perokok “Melalui penerapan KTR ini sebenarnya tidak
aktif”. saja hanya dapat melindungi perokok pasif
tapi sekaligus juga akan dapat menurunkan
perokok aktif, karena keterbatasan dari Implementasi suatu kebijakan harus didukung de-
perokok aktif membuat mereka juga ngan adanya anggaran yang memadai untuk menja- min
akhirnya berhenti merokok”. terlaksananya penerapan KTR, sebab tanpa anggaran
yang cukup, kebijakan tidak akan berjalan dengan
efektif. Agar dana ini efektif dan terarah dalam
Penerapan Kawasan Tanpa Rokok dapat mem-
penggunaannya perlu adanya program kerja yang jelas
batasi ruang gerak perokok aktif, ini juga membuat
dan berpihak kepada masyarakat. Dibuat prioritas
perokok akhirnya berusaha berhenti merokok. Dam- pak
masalah dan lokasi percontohan.
yang lebih penting adalah makin luasnya perlin- dungan
terhadap perokok pasif. Namun dengan ada- nya KTR Hal ini juga didukung dengan adanya peman-
sekarang ini masih belum dapat menurun- kan perokok faatan dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
aktif15. (DBHCHT) yang merupakan sebagian dana yang di-
alokasikan dan disalurkan oleh pemerintah pusat ke
provinsi hingga daerah kabupaten/kota yang sifatnya
Monitoring dan Evaluasi
untuk mendanai kegiatan tertentu, termasuk dalam
Monitoring bertujuan untuk melihat apakah kebi-
bidang kesehatan, dan pengerapan Kawasan Tanpa
jakan KTR berjalan sesuai dengan yang diharapkan
Rokok. Pengaturan penggunaan DBHCHT tersebut
sekaligus melihat permasalahan yang timbul di te-
pada dasarnya merupakan bentuk sharing kewajiban
ngah masyarakat, untuk itu monitoring di Kota Padang
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah pene- rima
Panjang dan Kota Payakumbuh sudah mem- bentuk tim
DBHCHT guna mendukung pelaksanaan penca- paian
monitoring yang bertugas untuk melaku- kan inspeksi
tujuan dalam rangka pengendalian dan peng- awasan
dan pembinaan kepada lokasi yang dijadikan sebagai
serta mitigasi terhadap dampak negatif yang ditimbulkan
KTR, sedangkan di Kota Padang monitoring belum
produk tembakau disamping juga dalam rangka
berjalan maksimal. Tahapan eva- luasi Perda dilakukan
optimalisasi penerimaan negara CHT11.
dengan melaksanakan sur- vey efektifitas Perda. Kota
Padang Panjang survey dilaksanakan oleh Dinas Dana untuk mendukung pelaksanaan kebijakan
Kesehatan Kota yang beker- ja sama dengan Fakultas Kawasan Tanpa Rokok hendaknya dianggarkan se- cara
Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Kedokteran berkesinambungan serta ditingkatkan setiap ta- hunnya.
Universitas Andalas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pengembangan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok harus
informan yang menya- takan bahwa: diiringi dengan berbagai program ino- vasi untuk
“Evaluasi ini bertujuan untuk melihat sejauh
membuahkan hasil yang lebih signifikan.
mana dampak dari kebijakan KTR dalam penu-
runan perokok aktif, apakah cukup efektif Sumber Daya Manusia
atau tidak, berdasarkan penilaian yang dila- Sumber daya manusia yang melaksanakan ke-
kukan oleh pihak Unand di Padang Panjang
ternyata KTR ini cukup efektif dalam penu- bijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Provinsi
runan perokok terutama bagi PNS dan Guru. Sumatera Barat terdiri dari seluruh lintas sektor yang
Namun juga berdampak kepada masyarakat. ada, bukan hanya dari Dinas Kesehatan saja. Dinas
Evaluasi belum dapat dilaksanakan secara Kesehatan sebagai leading sector bukanlah satu-
rutin, karena kesibukan dari tugas rutin di
SKPD masing-masing.” satunya SKPD yang melaksanakan, namun SKPD
terkait lainnya juga terlibat dalam pelaksanaan kebi-
“Sebenarnya dari pihak pemerintah telah me- jakan ini. Bentuk ketenagaan lintas sektoral ini dile-
lakukan pemantauan dan pengawasan tetapi
kadang-kadang inilah yang menjadi kendala galkan dalam bentuk tim pelaksana pengawasan, tim
kita. Upaya-upaya yang dilakukan memang pemantau, serta tim penegak Perda. Sumber daya
belum maksimal karena barangkali ini per- manusia/tenaga adalah orang-orang yang berpengaruh
soalannya karena faktor kesibukan dalam terhadap keberhasilan implementasi suatu kebijakan.
pekerjaan pokok di kantor masing-masing”.
Sumber daya manusia adalah sum- ber daya yang
paling penting dalam melaksanakan suatu kebijakan2.
Monitoring dan Evaluasi belum dapat berjalan Prinsip pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa
secara maksimal, masih ditemui hambatan, teruta- ma Rokok menyatakan bahwa sumber daya yang cukup
karena adanya kesibukan masing-masing SKPD untuk adalah esensial untuk keberhasilan pelaksanaan dan
melaksanakan program pokoknya. penegakan hukum8. Faktor sumber daya manusia
berkaitan dengan kuantitas dan kualitas tenaga yang
PEMBAHASAN menyelenggarakan kebijakan Kawasan Tanpa Ro- kok.
Ketersediaan Dana Tenaga untuk melaksanakan kebijakan kawas-

Dana untuk penerapan KTR ini telah didukung


oleh pemerintah dengan tersedianya sejumlah dana.
an tanpa rokok di Sumatera Barat sudah memadai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ini diharapkan
karena tidak hanya berasal dari Dinas Kesehatan saja, akan dapat membatasi perokok aktif sehingga pero- kok
namun tenaga tersebut belum melaksanakan tugas pasif dapat terlindung dari bahaya rokok12. Dikait- kan
khususnya dalam penerapan KTR, sehingga KTR ini dengan pendapat responden sebanyak 80% me-
berkembang lambat di berbagai daerah. Se- harusnya nyatakan bahwa untuk tahap pertama ini KTR ini
tim yang dibentuk pemerintah daerah membuat jadwal sebaiknya diterapkan pada kantor pemerintah, yang
sosialisasi dan mempunyai ke- mampuan melakukan berpendapat diterapkan seluruh kota sebanyak 12% dan
pendekatan kepada masya- rakat agar masyarakat pada lokasi tertentu sebanyak 8%. Kalau diterap- kan
dapat menerima KTR ini dengan sesuangguhnya serta seluruh kota langsung akan sulit dilaksanakan, untuk
mendukung program KTR, termasuk pegawai Payakumbuh sebagai KTR percontohan adalah Rumah
pemerintah maupun non pemerintah. Sakit dan Puskesmas, di Padang Panjang institusi
kesehatan dan institusi pendidikan, sedang- kan di Kota
Sarana dan Prasarana Padang KTR baru dapat dilaksanakan pada kantor
Sarana dan prasarana untuk mendukung pelak- BUMN dan sebagian puskesmas. Pe- merintah Kota
sanaan program terkait kebijakan Kawasan Tanpa Padang perlu menentukan lokasi KTR dalam rangka
Rokok sudah memadai, namun masih ada kota yang melindungi perokok pasif dengan sega- la
belum dapat mengganti iklan dan promosi rokok konsekuensinya sesuai dengan definisi KTR, dan
dengan iklan lainnya, sedangkan di Kota Padang diharapkan Dinas Kesehatan dan dinas terkait untuk
Panjang dapat melarang iklan dan promosi rokok. melakukan sosialisasi lebih sering lagi dengan mem-
Sarana berupa media promosi seperti spanduk, ban- perbanyak billboard, spanduk dan leaflet.
ner, stiker, baju, dan lainnya selalu ada didistribusi- Dukungan responden terhadap kebijakan KTR ini
kan oleh Dinas Kesehatan kepada seluruh Puskes- mas. masih lebih dari separuh yaitu 60% tidak mendu- kung
Sarana merupakan salah satu faktor yang ber- pengaruh kebijakan KTR, agar responden lebih banyak
dalam implementasi kebijakan. Sarana dan prasarana mendukung maka perlu dibentuk tim dengan melibat-
harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan agar kegiatan- kan tokoh masyarakat untuk melakukan sosialisasi. Hal
kegiatan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan ini berdasarkan perilaku merokok bukanlah hal yang
efektif dan efisien. Sarana dan pra- sarana yang mudah untuk dicegah karena berhubungan dengan
memadai sangat berpengaruh terhadap keberhasilan perilaku dan budaya13.
implementasi suatu kebijakan. Sosialisasi merupakan sumber penting yang
Sarana dan prasarana yang memadai merupa- kan memberikan petunjuk bagaimana melaksanakan suatu
salah satu penunjang jalannya pelaksanaan pro- gram kebijakan. Pelaksana kebijakan perlu untuk
Kawasan Tanpa Rokok. Para pelaku kebijakan tentu mengetahui bagaimana melaksanakan kebijakan sesuai
memerlukan sarana tertentu demi kelangsung- an dengan regulasi yang telah ditetapkan. Ku- rangnya
pelaksanaan kegiatan, baik itu berupa pelatihan, pengetahuan bagaimana mengimplemen- tasikan
penyuluhan, maupun sosialisasi. Kelengkapan fasi- litas kebijakan akan memberikan konsekuensi secara
yang sudah dimiliki selayaknya diikuti oleh kinerja langsung. Sosialisasi yang berkesinambung- an dan
yang lebih signifikan. Pemanfaatan seluruh sumber terarah serta tepat sasaran tidak saja hanya akan dapat
daya fasilitas yang ada diharapkan dilakukan secara memberikan perlindungan kepada pe- rokok pasif tapi
efektif dan efisien. sekaligus juga akan dapat mengu- rangi perokok
aktif11.
Sosialisasi
Sosialisasi pada ketiga kota sudah dilaksanakan Pelaksanaan Implementasi
namun belum semua kota yang dapat menerapkan Peraturan Daerah No. 8/2009 tentang Kawasan
KTR, perokok masih cukup tinggi yaitu 59%, sosiali- Tanpa Asap Rokok dan Kawasan Tertib Rokok disah-
sasi ini merupakan suatu informasi terkait kebijakan kan oleh DPRD dan ditetapkan melalui oleh Walikota
Kawasan Tanpa Rokok sudah cukup memadai dite- Padang Panjang pada tanggal 17 Maret 2009. Sete- lah
rima masyarakat yaitu 58% sudah mengetahui ten- tang itu Walikota Padang Panjang menetapkan Per- aturan
KTR sehingga diupayakan untuk terus menerus Walikota No. 10/2009 tentang Kawasan Tanpa Asap
melakukan inovasi guna pencapaian yang lebih signi- Rokok dan Kawasan Tertib Rokok yang dite- tapkan
fikan. Hasil penelitian kuantitatif terlihat bahwa 59% pada tanggal 28 Juli 2009 sebagai petunjuk teknis
responden ingin atau berencana untuk berhenti mero- untuk mendukung Perda.
kok, ini jelas merupakan potensi bagi pemerintah Sesuai Peraturan Daerah No.15/2011 tentang
daerah untuk menerapkan KTR. Kawasan Tanpa Rokok dan Perwako No. 46/2011
tentang Pelaksanaan Perda No.15/2011, penang-
gung jawab kebijakan Kawasan Tanpa Rokok wajib jera pelanggar hukum. Agar masyarakat memahami
untuk membuat dan memasang berbagai bentuk pe- akan pelaksanaan KTR ini perlu didukung dengan
nandaan terkait Kawasan Tanpa Rokok8,9,10. Obser- vasi media promosi KTR, dan promosi tentang rokok
yang peneliti lakukan di Kota Payakumbuh juga seharusnya Kepala Daerah harus komitmen dengan
memperlihatkan bahwa telah banyak terdapat pe- peraturan daerah yang dikeluarkannya yaitu tidak ada
nandaan-penandaan terkait Kawasan Tanpa Rokok lagi prmosi rokok berupa iklan rokok di jalanan.
disepanjang jalan protokol kota, sekolah, mesjid, Ternyata promosi rokok ini dapat dihilangkan seperti
kantor, bahkan tempat umum. yang dilakukan oleh pemerintah Kota Padang Pan-
Peraturan Walikota No. 14/2011 tentang Kawas- an jang dan Kota Payakumbuh, seharusnya Kota Pa- dang
Tanpa Rokok di Kota Padang telah menunjuk sa- rana juga melarang adanya iklan rokok di sepan- jang jalan
yang harus menerapkan KTR diantaranya rumah sakit, dan di tempat umum. Hal ini menuntut adanya
jajaran dinas kesehatan, institusi pen- didikan, rumah dukungan dari semua pihak baik dari seluruh SKPD
ibadah, plaza/mall, tempat hiburan dan perkantoran. maupun partisipasi masyarakat. Penerapan KTR di
Pelaksanaan berdasarkan observasi peneliti, beberapa daerah jelas memberikan perlin- dungan
belum semua tempat melaksanakan KTR. Sudah ada perokok pasif, karena adanya keterbatasan perokok
beberapa lokasi yang sudah melaksanakan KTR sebagai aktif, namun dari FGD diperoleh juga infor- masi
contoh di institusi kesehatan dan pendidik- an di bahwa dengan adanya KTR ini akhirnya banyak juga
Padang Panjang, rumah sakit di Payakumbuh, dan di perokok aktif dapat berhenti merokok, terutama bagi
Kota Padang pada perusahaan swasta seperti bank, dan guru dan petugas kesehatan.
mall/plaza yang sudah melaksanakan KTR, sedangkan
kantor pemerintahan baru sebagian sudah menerapkan
Monitoring dan Evaluasi
KTR seperti Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Upaya
Monitoring dan evaluasi kebijakan Perda tentang
yang telah dilakukan adalah sosialisasi ke setiap kantor
kawasan tanpa asap rokok dan kawasan tertib rokok
kecamatan, kantor pe- merintahan kota, jajaran Dinas
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan bekerja sama
Kesehatan, jajaran pendidikan dan pada perusahaan
dengan SKPD seperti pendidikan, agama, pariwisata,
swasta dalam rangka penerapan KTR, sebenarnya
LKAAM, Infokom, dan Forum Kota Sehat dan Pergu-
kegiatan ini juga terlihat dari data kuantitatif yang
ruan Tinggi. Kota Payakumbuh membentuk tim pe-
merokok di perkan- toran sudah ada kecenderungan
mantau yang tugasnya melakukan inspeksi menda- dak,
menurun yaitu 6%, dan sesuai pula pendapat responden
yang disediakan anggaran untuk kegiatannya oleh
tentang KTR untuk awal-awal ini dilaksanakan di
Pemerintah Kota. Untuk Kota Padang Panjang
perkantoran pemerintah sebanyak 80%.
monitoring dilakukan oleh Dinas Kesehatan sebagai
Pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok koordinator dan bekerja sama dengan forum kota sehat
(KTR) seharusnya sudah dilaksanakan karena lebih Padang Panjang, sedangkan di Kota Padang monitoring
separuh yaitu 51% manyatakan bahwa kebijakan KTR dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan sosialisasi.
ini efektif untuk menurunkan perokok aktif, bah- kan
Evaluasi tentang efektivitas kebijakan KTR ter-
perokok pasif pun sangat mendukung sekali dite- rapkan hadap penurunan perokok aktif sejauh ini belum ber-
KTR ini terutama di kenderaan umum dan
jalan rutin, namun di Kota Padang Panjang disedia-
perkantoran. Penerapan KTR ini disamping dapat kan dana untuk melaksanakan survey tentang pe-
menurunkan perokok aktif sekaligus juga akan dapat
rokok, begitu juga di Kota Payakumbuh telah dilaku-
mengurangi penyakit yang berhubungan langsung kan survey perokok, dengan hasil ada penurunan
dengan rokok seperti jantung, stroke dan penyakit
perokok terutama pada perkantoran pemerintah, rumah
lainnya. sakit dan institusi pendidikan, hal ini berkaitan dengan
Pemerintah diharapkan dapat menerapkan KTR ini ditetapkannya lokasi tersebut sebagai KTR, sedangkan
dimulai dari kantor pemerintah termasuk DPR dengan di Kota Padang, belum dilaksanakan sur- vey rokok
memberikan sanksi kepada pegawai yang tidak patuh yang rutin sebagai akibat dikeluarkannya kebijakan
terhadap peraturan. Merokok adalah hak mereka, namun KTR, untuk itu agar setiap tahun dapat sebagai
mereka juga harus menghargai per- aturan untuk orang pembanding upaya dari dampak KTR ini maka perlu
banyak, artinya di lokasi KTR benar-benar tidak yang sekali dilakukan survey rokok.
merokok, tidak ada iklan rokok dan juga tidak ada yang
Tingkat kepatuhan masyarakat terhadap per-
menjual rokok, apabila ini masih ditemui maka sudah
aturan kawasan tertib rokok sudah ada, akan tetapi
harus ditegakkan sanksi. Dengan adanya sanksi ini
tingkat kepatuhan masyarakat terhadap peraturan
akan membuat
kawasan tanpa asap rokok masih rendah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dalam pelaksanaannya masih kurang dalam waktu dua sampai tiga
tahun, sehingga efektifitas KTR dalam penurunan perokok aktif pada tiga kota belum menun- jukkan angka yang
signifikan, namun ada kecende- rungan penurunan perokok, hasil penelitian perokok pada tiga kota masih lebih dari
separuh yaitu 59%, perokok tertinggi memilih tempat merokok adalah di restoran 41%, kurang dari separuh
masyarakat sudah mengetahui tentang kebijakan KTR. Masya- rakat yang mendukung diterapkannya KTR masih
kurang dari separo yaitu 40%, namun masyarakat yang menyadari bahwa KTR ini cukup efektif dalam penurunan
perokok yaitu sebanyak 51%. Umumnya masyarakat (80%) mengharapkan penerapan KTR ini dimulai pada kantor
pemerintahan.

Saran
Efektifitas Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah membatasi gerak perokok aktif sehingga dapat mem- berikan
perlindungan kepada perokok pasif, sekali- gus juga merupakan alternatif yang efektif untuk me- nurunkan perokok
aktif, sehingga KTR perlu dilak- sanakan pada setiap tempat-tempat umum. Bagi masyarakat atau pegawai yang
tidak mau mematuhi peraturan tersebut harus diberikan sanksi. Tanpa sanksi sulit untuk melakukan perubahan
perilaku.
Diharapkan hendaknya Kepala Daerah, anggota DPR dan pejabat lainnya haruslah menjadi contoh tauladan
dalam penerapan KTR ini, artinya tidak me- rokok di tempat-tempat umum bahkan ikut menegur kalau ketemu
dengan pegawai yang merokok di kan- tor atau masyarakat yang ingin mendapatkan pela- yanan di kantor
pemerintah. Selain itu, diharapkan juga dibentuk kelompok yang menjadi pengawas ter- hadap berjalannya
kebijakan ini. Kelompok ini dapat berasal dari masyarakat, artinya dilakukan pember- dayaan masyarakat yang
nantinya dapat membantu dalam mengingatkan/menegur perokok aktif yang sedang merokok di tempat umum.
Kelompok ini juga dapat menjadi sumber laporan terhadap pelanggaran peraturan yang berlaku terkait perokok aktif.

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 02, No. 4 Desember 2013 l 163
REFERENSI
1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36/ 2009 tentang Kesehatan, Jakarta, 2009.
2. Peraturan Daerah Kota Payakumbuh No. 15/ 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok, Payakum- buh, 2011.
3. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Pengem- bangan Kawasan Tanpa Rokok. Pusat Promosi Kesehatan,
Jakarta, 2011.
4. TCSC-IAKMI. Bunga Rampai Fakta Tembakau Permasalahannya di Indonesia 2009, Tobacco Control Support
Center (TCSC)-Ikatan Ahli Ke- sehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Jakarta, 2010.
5. Keputusan Walikota Payakumbuh No. 440.14/ 437/WK-PYK/2011 tentang Penunjukan Tim Pelaksanaan
Pengawasan KTR, Kota Payakumbuh, 2011.
6. Keputusan Walikota Payakumbuh No. 440.20/ 635/WK-PYK/2011 tentang Pembentukan Tim Pemantau
KTR, Kota Payakumbuh, 2011.
7. Keputusan Walikota Payakumbuh No. 440.19/ 561/WK-PYK/2011 tentang Penetapan Kelu- rahan Model
KTR, Kota Payakumbuh, 2011.
8. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 188/MENKES/PB/I/ 2011, No. 7/2011
tentang Pedoman Pelaksana- an Kawasan Tanpa Rokok, Jakarta, 2011.
9. Satori D dan Aan, Komariah. Metodologi Pene- litian Kualitatif, Penerbit Alfabeta, Bandung, 2010.
10. Kementerian Kesehatan RI, Buku Pedoman Penggunaan DBH CHT untuk Bidang Kese- hatan, Jakarta, 2012.
11. Depkes RI. Panduan Promosi Perilaku Tidak Merokok, Depkes RI, Jakarta, 2008.
12. Pusat Promosi Kesehatan, Pedoman Pengem- bangan Kawasan Tanpa Rokok, Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta, 2011.
13. Notoatmodjo S, Metodologi Penelitian Kese- hatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2005.
14. Tobacco Control Support Center. Kawasan Tanpa Rokok dan Implementasinya: Policy Pa- per, TCSC-IAKMI,
Jakarta, 2012.
15. Purwanto EA dan Sulistyastuti DR, Implemen- tasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia,
Penerbit Gava Media, Yogyakarta, 2012.

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 02, No. 4 Desember 2013 l 164
JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA
VOLUME 02 No. 04 Desember l 2013 Halaman 163 - 170
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia
Artikel Penelitian

MANAJEMEN PERUBAHAN DI LEMBAGAPEMERINTAH:


STUDI KASUS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PELAKSANAAN PPK-BLUD DI RUMAH SAKIT JIWA
PROVINSI NTB
CHANGE MANAGEMENT IN GOVERNMENT AGENCY:
CASE STUDY OF THE IMPLEMENTATION OF PPK-BLUD
POLICY
IN NTB PROVINCIAL MENTAL HOSPITAL

Julastri Rondonuwu1, Laksono Trisnantoro2


1
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Nusa Tenggara Barat
2
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

government financial management mechanisms.


ABSTRACT For external stakeholders, the implementation of
PPK-BLUD policy implementation in RSJP did not
Background: NTB Mental Hospital as the only harm local fiscal policy because the revenue of
major referral center for mental health services in RSJP was still counted as revenue for local
NTB was required to serve the community, to government, as opposed to independent PPK-
develop and be self-sufficient, while at the same BLUD. A survey was conducted, consisting of
time must be able to compete in providing quality community satisfaction towards the services in
and affordable services to the community. In RSJP, data of revenue and budgetting
order to fulfill these demands, since January 29, management and distribution of fee services to
2011 NTB Mental Hospital has received full employees in RSJP. The survey result described
endorsement as a Mental Hospital with Financial that the implementation of PPK-BLUD policy in
Management Patterns of Local Public Service RSJP gives positive impacts on financial, services
Agency (PPK- BLUD). Therefore, indepth review and benefits performances to RSJP. The positive
of the implementation of PPK-BLUD policy in impacts were an increase in the number of
NTB Provincial Mental Hospital (RSJP) is income, increased of service indicators
required. measurement and increased incentive to all
employees.
Objectives: To explore the transformation
process and implementation of PPK-BLUD policy Conclusion: Management changes in the
in RSJP. transformation process were not running optimal
so that the PPK-BLUD policy in RSJP is not fully
Methods: The design of this study is a qualitative
implemented, although there were some
research case study to describe the dynamics of
perceived positive results.
the change process and implementation of PPK-
BLUD policy in RSJP.
Keywords: Local Public Service Agency, policy,
Results and Discussion: The phase of
change management.
transformation process was not running as
expected. The implementation of PPK-BLUD
policy is not optimal because some flexibility as a
hospital privileges with BLUD financial pattern
have not been implemented yet. The f inance
manager was hesitant to implement the flexible
financial management and still following the local
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 02, No. 4 Desember 2013 l 165
BLUD yang dilaksanakan di RSJ Provinsi juga
ABSTRAK belum dapat terlaksana dengan baik.

Latar Belakang: Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB


sebagai satu- satunya pusat rujukan utama Kata kunci: Badan Layanan Umum Daerah,
pelayanan jiwa di Provinsi NTB dituntut untuk kebijakan, manajemen perubahan
dapat melayani masyarakat, dapat berkembang
dan mandiri serta harus mampu bersaing dalam
memberikan pelayanan yang bermutu dan
terjangkau bagi masyarakat. Dalam rangka
memenuhi tuntutan tersebut maka sejak 29 Januari
2011 RS Jiwa Provinsi NTB telah mendapat
pengesahan penuh sebagai Rumah Sakit Jiwa
dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD). Oleh
karena itu, dibutuhkan kajian mendalam tentang
implementasi kebijakan pelaksanaan PPK-BLUD
di Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB. Tujuan:
Mengeksplorasi pelaksanaan proses
transformasi rumah sakit jiwa dan implementasi
kebijakan pelaksanaan PPK- BLUD di Rumah
Sakit Jiwa Provinsi NTB.
Metode: Rancangan penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif dengan studi
kasus untuk mendeskripsikan dinamika proses
perubahan dan implementasi kebijakan
pelaksanaan PPK-BLUD di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi NTB.
Hasil: Tahap pelaksanaan proses transformasi
tidak semuanya berjalan sesuai yang diharapkan
sehingga implementasi kebijak- an PPK-BLUD
juga tidak berjalan maksimal karena beberapa
fleksibilitas sebagai hak istimewa sebuah RS
dengan pola keu- angan BLUD belum
dilaksanakan. Para pengelola keuangan masih
ragu-ragu untuk menerapkan fleksibilitas tersebut
dimana pola pengelolaan keuangan yang
dilaksanakan masih mengikuti mekanisme
pengelolaan keuangan pemerintah daerah.
Bagi para stakeholder eksternal, implementasi
kebijakan pelaksanaan PPK-BLUD di RSJ Provinsi
tidak merugikan kebijakan fiskal daerah karena
hasil pendapatan RSJ Provinsi tetap
diperhitungkan sebagai penerimaan daerah.
Hasil survei terhadap kepuasan masyarakat
atas pelayanan di RSJ Provinsi, data
pendapatan dan pengelolaan anggaran serta
pembagian jasa pelayanan kepada para
pegawai di RSJ Provinsi memberikan gambaran
bahwa implementasi kebijakan PPK-BLUD di RSJ
Provinsi mem- berikan dampak positif terhadap
kinerja keuangan, kinerja pela- yanan dan kinerja
manfaat di RSJ Provinsi. yaitu terjadi pening-
katan terhadap jumlah pendapatan RSJ,
beberapa indikator pelayanan mengalami
peningkatan dan peningkatan terhadap
pembagian jasa pelayanan kepada seluruh
karyawan RSJ. Kesimpulan: Manajemen
perubahan pada proses transforma- si tidak
berjalan maksimal sehingga implementasi PPK-
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 02, No. 4 Desember 2013 l 166
PENGANTAR pelayan- an kepada masyarakat dan kesejahteraan
Rumah sakit sebagai salah satu institusi bagi para pegawainya. Oleh karena itu, tujuan
pela- yanan publik memegang peranan penting penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi
bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat. pelaksanaan proses transformasi rumah sakit
Rumah sakit dituntut untuk dapat melayani jiwa dan implementasi
masyarakat, da- pat berkembang dan mandiri
serta harus mampu ber- saing dan memberikan
pelayanan yang bermutu dan terjangkau bagi
masyarakat. Permasalahan yang muncul seperti
terbatasnya anggaran operasional yang tersedia,
alur birokrasi yang terlalu panjang da- lam proses
pencairan dana, aturan pengelolaan keu- angan
yang menghambat kelancaran pelayanan, ku-
rangnya dukungan Sumber Daya Manusia
(SDM), dibutuhkannya teknologi dan modal yang
sangat besar1.
Bentuk layanan umum merupakan bentuk
yang paling pas untuk rumah sakit publik. Badan
Layanan Umum (BLU) adalah suatu badan kuasi
pemerintah yang tidak bertujuan mencari laba,
meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan
memberikan otonomi atau fleksibilitas manajemen
rumah sakit publik, baik milik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah2. Pemenuhan tuntutan
akan mutu pelayanan yang berkualitas maka sejak
tahun 2008 Rumah Sakit Jiwa Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB) berupaya untuk mendapat
pengesahan sebagai institusi pela- yanan publik
yang berstatus Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD). Perubahan sebuah rumah sakit men- jadi
badan layanan umum adalah sebuah bentuk
reformasi yang diamanatkan langsung di dalam
Un- dang Undang No. 44/2010. Berdasarkan Surat
Kepu- tusan Gubernur Nusa Tenggara Barat No.
56/2011 Rumah Sakit Jiwa Provinsi ditetapkan
sebagai Badan Layanan Umum Daerah dengan
status penuh sejak
tanggal 29 Januari 2011.
Sejak penetapan status, berbagai upaya
dilaku- kan oleh Tim BLUD Rumah Sakit Jiwa
Provinsi NTB agar Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
Provinsi NTB dapat segera beroperasi sesuai
mekanisme PPK-BLUD. Melaksanakan On the
Job Training ke RSU Moewardi Solo dan ke
Rumah Sakit Jiwa Surakarta serta mengusulkan
draft pedoman teknis/regulasi teknis pelaksanaan
PPK-BLUD adalah dua kegiatan utama yang
bertujuan untuk mempercepat implemen- tasi
kebijakan pelaksanaan PPK-BLUD di RSJ
Provinsi. Regulasi teknis tersebut diharapkan
dapat disahkan dan semakin memperkuat sistem
mana- jemen pelaksanaan PPK-BLUD di RSJ
Provinsi.
Sistem manajemen yang baru ini diharapkan
RSJ Provinsi mampu meningkatkan kualitas

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 02, No. 4 Desember 2013 l 167
kebijakan pelaksanaan PPK-BLUD di Rumah 4 Mengkomunikasikan visi
Sakit Jiwa Provinsi NTB. 5 Memberdayakan orang lain untuk bertindak atas
visi tersebut
BAHAN DAN CARA PENELITIAN 6 Merencanakan dan menciptakan kemenangan
Penelitian ini adalah kualitatif dengan jangka pendek
rancangan studi kasus. Penelitian ini melibatkan 7 Mengkonsolidasikan perbaikan dan tetap
17 responden yang terdiri dari 6 orang membuat perubahan
stakeholder eksternal dan 11 orang stakeholder 8 Melembagakan pendekatan baru
internal. Seluruh responden eksternal adalah
pejabat eselon II di lingkup Peme- rintahan dan
DPRD Provinsi NTB. Sedangkan res- ponden
internal adalah seluruh pejabat struktural dan
beberapa tenaga fungsional di lingkup Rumah
Sakit Jiwa Provinsi NTB. Lokasi penelitian
dilakukan di wilayah Pemerintahan Provinsi
NTB. Data diambil secara purposive sample di
Kantor Bappeda Provinsi, Biro Keuangan
Pemerintahan Provinsi, Biro Hukum
Pemerintahan Provinsi, Kantor Inspektorat
Provinsi, Kantor Dinas Kesehatan Provinsi,
Kantor DPRD Provinsi dan di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi.
Pengumpulan data dilakukan dengan
wawan- cara mendalam terhadap subjek
penelitian, observasi atau pengamatan terhadap
kegiatan-kegiatan yang menjadi subjek
pengamatan dan studi dokumen ter- hadap
dokumen-dokumen yang terkait dengan ma-
salah penelitian. Analisa data dilakukan dengan
cara membaca dan mereview data (membuat
catatan ob- servasi dan transkrip wawancara)
untuk mendeteksi tema-tema atau kategori-
kategori yang muncul, membuat penyajian data
dan membuat kesimpulan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Proses Transformasi

Implementasi kebijakan PPK-BLUD di RSJ


Pro- vinsi diawali dengan proses transformasi yang
melalui delapan tahapan. Pelaksanaan masing-
masing ta- hapan menentukan berhasil tidaknya
proses transfor- masi tersebut, seperti tampak
pada Tabel 13. Hasil peneltian menunjukkan
juga bahwa permasalahan pada tahapan proses
transformasi ternyata berdam- pak juga pada
pelaksanaan implementasi kebijakan tersebut.

Tabel 1. Delapan Langkah untuk


Mentransformasi
Organisasi

No Langkah

1 Menetapkan sesuatu yang sifatnya urgen


2 Membentuk koalisis pemandu yang kuat
3 Menciptakan visi
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 02, No. 4 Desember 2013 l 168
Memunculkan rasa urgensi ini bukanlah Pimpinan RSJ Provinsi mendorong Tim
suatu hal yang mudah karena sangat sulit untuk untuk lebih berani mengeluarkan gagasan-
mengge- rakkan orang-orang atau staf dari gagasan origi- nal dan melakukan terobosan-
comfort zone me- reka masing-masing. Ketakutan terobosan kreatif. Pe- gawai yang menolak
orang-orang tertentu dengan rencana pengelolaan perubahan dibina dan pegawai yang mendukung
RSJ Provinsi yang baru sangat mengganggu program transformasi dihargai dengan cara lebih
keberadaan mereka yang sela- ma ini sudah dilibatkan dalam setiap kegiatan pelatihan-
merasa nyaman dengan mekanisme yang lama pelatihan untuk meningkatkan kapabilitas mereka
yang dirasa sudah cocok dengan budaya kerja dalam bidang BLUD. Pada tahap ini ketegas- an
mereka sehari-hari. Ketakutan itu disebabkan belum dapat dilakukan oleh pimpinan RSJ Pro-
karena transformasi organisasi adalah vinsi, hal ini terlihat bahwa hingga tahap
menciptakan perubahan besar dalam struktur, implementasi kebijakan ketidakdispilinan dan
proses, budaya organisasi dan berorientasi budaya kerja dengan pola lama masih banyak
terhadap lingkungan organisasi4. dilakukan oleh pegawai RSJ Provinsi.
Pembentukan Tim BLUD sebagai Tim Menciptakan kemenangan jangka pendek
Pemandu Koalisis mengalami beberapa kali da- lam proses transformasi sangat diperlukan
penggantian karena menyesuaikan dengan untuk me- numbuhkan motivasi kepada para
keberadaan anggota tim yang dimutasi. pegawai. Penyele- saian dokumen penilaian dan
Perubahan tim yang ada mem- pengaruhi pelaksanaan workshop BLUD merupakan
kekuatan koalisi untuk menjalankan tugas pencapaian kemenangan jangka pendek yang
perubahan. Lemahnya koalisi yang ada turut berhasil dicapai oleh Tim BLUD. Keme- nangan
mem- pengaruhi rentang waktu pelaksanaan Tim BLUD atas pencapaian jangka pendek bukan
proses trans- formasi di RSJ Provinsi dan kinerja akhir dari proses perubahan melainkan sebagai
implementasi selanjutnya. satu tahap pencapaian yang harus segera diikuti
Visi yang jelas dan mudah dipahami de- ngan pencapaian berikutnya. Tim tetap harus
membantu manajemen RSJ Provinsi untuk mela- kukan konsolidasi ke pihak-pihak terkait
mengarahkan para pegawai menuju tujuan yang demi per- baikan yang lebih baik demi
ingin diperoleh dari ini- siatif perubahan yang berhasilnya implemen- tasi kebijakan PPK BLUD.
digagas. Visi Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Setelah serangkaian proses dilaksanakan
tertuang secara jelas dalam doku- men Rencana maka untuk menguatkan hasil dari proses
Strategis Bisnis (RSB).Visi yang ada harus transformasi ter- sebut maka mekanisme ini
terkomunikasi dengan jelas dan terarah. Visi yang ditanamkan dalam insti- tusi melalui
ada dalam RSB disosialisasikan dan dikomuni- pelembagaan menjadi suatu institusi pelayanan
kasikan secara rutin keseluruh pegawai RSJ dengan PPK BLUD melalui SK Gubernur NTB No.
Provin- si, bahkan visi juga disosialisasikan ke 56/2011.
para stake- holder eksternal agar mereka
mempunyai pemaha- man yang baik terhadap Implementasi Kebijakan Pola Pengelolaan
keberadaan RSJ Provinsi. Komunikasi visi ke Keuangan Badan Layanan Umum Daerah
para stakeholder eksternal tidak semuanya dapat Ada enam variabel yang mempengaruhi
tersampaikan secara maksimal. Hal ini tampak kinerja implementasi kebijakan pada sebuah
dari adanya stakeholder eksternal yang tidak institusi atau organisasi. Keenam variabel tersebut
paham dengan isi RSB. Stakeholder yang tidak adalah standar dan sasaran kebijakan,
paham ini memberikan pandangan negatif atas sumberdaya, hubungan atau komunikasi antar
rencana RSJ Provinsi untuk melakukan organisasi, karakteristik agen pelaksana, kondisi
transformasi menjadi Pola Pengelolaan Keuangan sosial politik dan ekonomi serta disposisi
Badan Layan- an Umum Daerah (PPK BLUD). implementor atau sikap para pelaksana5.
Komunikasi antar organisasi dan kegiatan
pelaksanaan

Ukuran dan tujuan kebijakan

Disposisi pelaksana
Karakteristik badan
pelaksana Kinerja
Implemen- tasi

Sumberdaya

Lingkungan ekonomi, sosial dan


politik

Gambar 1. Model Implementasi Kebijakan Menurut Meter dan Horn


Standar dan Sasaran Kebijakan SDM, dalam hal keuangan, itu
Implementasi kebijakan pelaksanaan Pola diatur...ya itu” (E6)
Pe- ngelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah (PPK BLUD) di RSJ Provinsi
dimaksudkan untuk menjadikan RSJ Provinsi Rumah Sakit BLUD dapat dikatakan bermutu
sebagai suatu institusi pe- layanan yang dinamis jika mampu memberikan hasil yang positif pada
dalam menghadapi perkem- bangan jaman, tiga kinerja utama sebuah RS BLUD yaitu
kemajuan teknologi dan mampu se- cara cepat berdampak positif pada kinerja keuangan, kinerja
merespon kebutuhan pasien. Organisasi perlu pelayanan serta kinerja manfaat.
melaksanakan kegiatan inovasi dan secara Untuk mengukur kinerja manfaat bagi
berkesinambungan memperbaiki produk serta masyara- kat maka RSJ Provinsi melakukan survei
jasa- jasa mereka guna memenuhi permintaan kepuasan masyarakat yang mengacu pada
konsumen yang berubah dan guna menghadapi Keputusan Menpan No. KEP/25/M.PAN/2/2004.
Kinerja mutu pelayanan diukur dan dilakukan
pihak pesaing6. Standar dan sasaran kebijakan penilaian terhadap indikator- indikator pelayanan
adalah merupa- yang terdapat dalam dokumen
kan bagian dari isi suatu kebijakan. Segitiga
analisa kebijakan menyebutkan bahwa salah satu
faktor pen- ting dalam menganalisa suatu
kebijakan adalah de- ngan melihat dan
memahami isi/content dari kebijakan tersebut7.
Pemahaman stakeholder terhadap isi dari
kebi- jakan pelaksanaan PPK BLUD mendorong
diperce- patnya implementasi kebijakan tersebut
di RSJ Provinsi.
“Kita mendorong dia menjadi BLUD
karena kita melihat bahwa banyak
hal-hal yang harus segera
diselesaikan dan ditangani oleh ke-
pala satuan kerja yang ada disitu
yang pena- nganannya tidak bisa
ditunda sehingga dia diberi
kewenangan lebih luas didalam me-
ngelola terutama didalam
meningkatkan pelayanan” (E3)

“saya menilai mekanisme itu baik,


saya setu- ju. Intinya adalah dengan
mekanisme itu.. harapannya
pelayanan kepada masyarakat jauh
lebih baik meningkat, lebih
berkualitas, disamping itu juga
kesejahteraan pegawai- nya
meningkat juga begitu karena ada
ruang kreativitas disitu, ada ruang
untuk berino- vasi, berkreasi dalam
rangka meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat...”(E1)

“BLUD itu bisa lebih fleksibel


responnya bisa lebih cepat kemudian
bisa lebih fleksibel mengatasi situasi
kondisi perubahan2 se- hingga dia
terbebas atau berbeda diaturnya
dengan SKPD lain...eh didalam hal
SPM. Sedangkan untuk kinerja keuangan diukur masyarakat ya sehingga masih perlu
dari pencapaian PAD dan besaran JP yang dana dari APBD seperti rumah sakit
dibagikan ke para pegawai. jiwa” (E1).
Hasil survei kepuasan masyarakat terhadap
pelayanan yang diberikan RSJ Provinsi dan
survei terhadap pelaksanaan Standar Pelayanan “Tetap kita support dia..supportnya
Minimal tahun 2012 menunjukkan nilai skor yang itu pega- wai negerinya tetap digaji
baik. Terjadi peningkatan pencapaian IKM pada lewat kita termasuk TKDnya kan
Unit Rawat Inap dan Unit Gawat Darurat lewat sini..kemudian sebagian
sementara Unit Rawat Jalan mengalami
penurunan skor dibandingkan tahun 2011. Hal ini
bisa dimengerti karena data jumlah kunjungan
pasien dan data BOR yang jauh meningkat
dibanding tahun 2011. Sebagian pengunjung
mengeluhkan wak- tu tunggu pemeriksaan oleh
tenaga medis yang cu- kup lama karena tenaga
medis yang bertugas di In- stalasi Rawat Jalan
harus menyelesaikan pemeriksa- an pasien rawat
inap terlebih dahulu.
Hasil survei ini pihak RSJ Provinsi
mengetahui seberapa jauh mereka sudah dapat
memenuhi kebu- tuhan pelanggan dan dapat
memprediksi bentuk-ben- tuk pelayanan yang
kemungkinan besar disukai dan tidak disukai oleh
pelanggan. Sistem yang berorien- tasi pelanggan
memaksa pemberi jasa untuk dapat
bertanggungjawab kepada pelanggannya.
Pelanggan dapat memilih dalam memenuhi
kebutuhannya, pemberi jasa harus tetap mencari
umpan balik me- ngenai kebutuhan
pelanggannya dan kemudian berusaha untuk
memenuhinya8.
Secara operasional kinerja keuangan
dengan mekanisme PPK BLUD ini belum baik
tetapi dari segi kinerja manfaat, pencapaian target
pendapatan yang setiap tahun mengalami
peningkatan memberi- kan gambaran bahwa
ukuran pelaksanaan kebijakan penetapan target
penerimaan adalah standar yang realistis
ditengah-tengah keterbatasan sarana dan
prasarana yang ada. Pendapatan rumah sakit
yang meningkat mampu memberikan manfaat bagi
pening- katan pembiayaan kegiatan operasional
rumah sakit dan manfaat bagi peningkatan
kesejahteraan pegawai di RSJ Provinsi.

Komunikasi, Sosial Politik dan Ekonomi


Implementasi sebuah kebijakan perlu
dukungan dan koordinasi dengan instansi lain
atau kerjasama dengan instansi lain.
“RSJ tetap harus didukung karena
itu kewa- jiban pemerintah...dan itu
tidak ada masalah....
bahwa untuk memenuhi Standar
Pelayanan Minimum kan mungkin
kita punya rumah sa- kit juga belum
bisa sepenuhnya dari retribusi
juga dibiayai dari pemda juga Sebagian besar responden eksternal berpenda-
misalnya untuk peningkatan sarana pat bahwa implementasi kebijakan PPK-BLUD di
prasarana”.(E2) RSJ Provinsi sama sekali tidak merugikan
kebijakan fiskal daerah atau tidak mengganggu
penerimaan daerah.
Penetapan alokasi anggaran tidak semua
res- pon eksternal berpendapat yang sama. Ada
respon- den yang berpendapat bahwa RSJ tetap
harus didu- kung utamanya dalam hal untuk
memenuhi SPM karena rumah sakit belum bisa
sepenuhnya bergan- tung dari retribusi
masyarakat, sementara responden yang lain tetap
beranggapan bahwa BLUD itu berarti ya harus
memenuhi kebutuhan operasional dari hasil
sendiri.
“Justru itu makanya BLUD itu tetap
penger- tiannya adalah dari
hasilnya..iya sih...iya kan“.(E2)

Tidak semua stakeholder eksternal memberi-


kan tanggapan positif untuk implementasi PPK-
BLUD di RSJ Provinsi. Sikap pesimis disebabkan
karena ketidakpahaman stakeholder tersebut
pada dokumen Rencana Strategi Bisnis.
Terkait pemahaman stakeholder tentang
flek- sibilitas penatausahaan dana APBD dan
dana BLUD adalah bahwa terjadi perbedaan
pendapat antara inspektorat dan biro hukum, hal
ini berkaitan dengan bentuk pertanggungjawaban
pencairan dana BLUD. Inspektorat menuntut
adanya adanya Surat Keputus- an Gubernur untuk
pencairan dana Jasa Pelayanan pegawai di RSJ
Provinsi sementara Biro Hukum me- rasa tidak
diperlukan lagi adanya SK Gubernur kare- na
pencairan dana Jasa Pelayanan cukup dengan
SK Direktur RSJ Provinsi. Situasi ini
menggambar- kan bahwa komunikasi antara
inspektorat dan biro hukum tidak berjalan dengan
baik.
Komunikasi antar organisasi yang berjalan
baik juga ditunjang dengan kondisi lingkungan
eksternal. Lingkungan sosial politik dan ekonomi
yang tidak kondusif dapat menjadi sumber
masalah dari kega- galan kinerja implementasi.
Keluarnya Surat Kepu- tusan (SK) penetapan
tidak serta merta membuat RSJ Provinsi di tahun
2011 secara otomatis melaksa- nakan praktek
pengelolaan keuangan BLUD. Hal ini disebabkan
karena belum adanya piranti hukum yang akan
dipakai sebagai payung legalitas untuk melak-
sanakan setiap kegiatan operasional yang mene-
rapkan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan
BLUD RSJ Provinsi. Perubahan dalam sistem
mana- jemen rumah sakit bergantung pada
kebijakan politik pemerintah9.
“saya kira dari fiskal daerah itu tidak sumber daya manusia mau- pun sumber daya non
tergang- gu sama sekali...tetap manusia. Setiap tahap imple- mentasi kebijakan
pendapatan dari unit itu harus tetap menuntut adanya sumber daya manusia yang
kita perhitungkan sebagai berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang
penerimaan daerah meskipun diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetap-
secara fisik uang itu tidak kita kan. Disposisi implementor atau sikap para
kelola”.(E1) pelak- sana berkaitan langsung dengan
ketersediaan
Mekanisme di RSJ Provinsi belajar untuk
mandi- ri mengelola biaya operasional dengan
mandirinya RSJ Provinsi dalam pengelolaan
biaya operasional maka daerah secara fiskal
diuntungkan karena beban APBD otomatis akan
bisa berkurang.
“Ada kewenangan yang diberikan
bagi unit BLU itu sehingga dari dana
tersebut akan bisa mengurangi
beban kan, karena kalau penerimaan
meningkat kan maka otomatis APBD
akan bisa berkurang
begitu...logikanya kedepan kan
begitu”.(E1)

Terjadi penurunan alokasi anggaran APBD


di tahun 2012 dan 2013 terkait dengan kondisis
politik dimana kebijakan fiskal daerah untuk
tahun 2012 difokuskan untuk penyelesaian
program percepatan infrastruktur dan untuk tahun
2013 difokuskan untuk pelaksanaan pilkada.
Situasi ini menggambarkan bahwa penetapan
alokasi APBD tergantung dengan kondisi fiskal
daerah pada saat itu serta apa fokus utama
pemerintah serta bagaimana pimpinan RSJ
Provinsi mampu mengkomunikasikan
kebutuhan dana RSJ Provinsi ke stakeholder
eksternal sehing- ga mereka mendukung untuk
peningkatan pembia- yaan operasional RSJ
Provinsi melalui dana APBD. Implementasi
kebijakan ini tidak maksimal ka- rena di tahun-
tahun pertama pelaksanaan kebijakan tersebut,
kondisi sosial politik serta ekonomi peme- rintah
provinsi tidak memungkinkan untuk menjadi- kan
kebijakan PPK BLUD sebagai salah satu pro-
gram prioritas pemerintah daerah. Hal ini terjadi
kare- na program utama pemerintah adalah
penyelesaian program unggulan kepala daerah
dan pelaksanaan pilkada. Ada lembaga dan
kelompok-kelompok yang seringkali memiliki
alasan-alasan serta sumber daya untuk melawan
perubahan. Akibatnya, sering terjadi semacam
kejutan politis atau ekonomis dalam meng-
awali proses reformasi kesehatan10.

Sumber Daya dan Karakteristik Organisasi


Keberhasilan implementasi kebijakan
sangat tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia, baik
kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di dan Biro Keuangan Pemda Provinsi NTB dalam
institusi pelaksana kebijakan tersebut. bentuk pelatih- an pengelolaan keuangan BLUD
Sikap pelaksana kebijakan untuk menerima dan bimbingan tek- nis BLUD langsung di RSJ
atau menolak pelaksanaan suatu kebijakan Provinsi. Penekanan pela- tihan dan bimbingan
sangat mempengaruhi keberhasilan atau adalah mengarahkan bagaimana pemerintah dalam
kegagalan imple- mentasi kebijakan. pengelolaan BLUD lebih berjiwa
Implementasi kebijakan PPK BLUD di tahun
pertama ini menimbulkan kegalauan para pejabat
dan pengelola keuangan dalam menen- tukan pola
penggunaan dana. Pemahaman pelak- sana
terhadap isi dan mekanisme dari kebijakan me-
nentukan kinerja dari implementasi suatu
kebijakan. Pemahaman para pengelola keuangan
dan pejabat di RSJ Provinsi terhadap pola-pola
pengelolaan keu- angan BLUD masih sangat
kurang yang mengaki- batkan implementasi
kebijakan BLUD tidak dapat dijalankan
sebagaimana mestinya.
“pertama dari ya itu ilmu yang kita
miliki belum begitu sempurna jadi
ada keraguan2 dalam mengeksekusi
anggran, yang kedua ketersediaan
tenaga”.(R1)

“M asih ada kesulitan di belanja atau


pencairan dana karena itu tadi
masih galau di keuangan” (R11)

Selain pemahaman yang kurang maka


respon pelaksana kebijakan utamanya di bagian
keuangan juga sangat lambat, komunikasi antar
bagian tidak berjalan lancar, beberapa hal yang
kurang lengkap terkait administrasi keuangan
seringkali tidak segera diinformasikan ke bagian
pengadaan barang jasa tetapi hanya didiamkan
saja.
Fleksibilitas yang ada pada mekanisme PPK
BLUD adalah untuk memotong rantai birokrasi
yang terlalu panjang sehingga dengan fleksibilitas
ini RSJ Provinsi dapat lebih cepat merespon
kebutuhan ma- syarakat akan pelayanan jiwa.
Sejauh ini fleksibilitas keuangan yang
dilaksanakan di RSJ Provinsi belum dapat berjalan
secara maksimal sesuai yang diama- natkan
dalam Permendagri No. 61/2007. Mekanisme
pencairan dana masih menggunakan mekanisme
APBD dengan alur birokrasi yang terlalu panjang
dan lama. Pihak pengelola keuangan RSJ Provinsi
belum berani melakukan pencairan dana sesuai
dengan me- kanisme PPK BLUD karena para
atasan dari para pengelola keuangan juga masih
ragu-ragu untuk melakukannya.
Kegalauan para pihak pengelola mulai
teratasi setelah adanya fasilitasi dari Australian
Indonesia Partnership for Decentralisation (AIPD)
enterpreneurship dengan menerapkan konsep modal awal. Beberapa kegiatan meng- alami
bisnis secara sehat dan cara membuat laporan penundaan dari jadwal yang telah ditentukan
keuangan BLUD. karena RSJ Provinsi belum memiliki dana untuk
Selain pemahaman terhadap isi kebijakan,
sikap para pelaksana kebijakan juga ditentukan
oleh se- berapa besar implementasi kebijakan
tersebut mem- berikan manfaat bagi mereka.
Manfaat langsung bagi pegawai di RSJ Provinsi
adalah dengan melihat sebe- rapa besar
pembagian Jasa Pelayanan yang diberi- kan
kepada mereka. Harapannya dengan pening-
katan pembagian jasa pelayanan akan
meningkatkan pula kinerja para pegawai di RSJ
Provinsi. Jika kita menginginkan pegawai negeri
menjadi sadar penda- patan, kita memerlukan
insentif yang mendorong mereka untuk
menghasilkan uang sebagaimana mereka
mengeluarkannya8.
Keterbatasan jumlah personil di RSJ
Provinsi juga menjadi penyebab kurang
maksimalnya pelak- sanaan PPK-BLUD di RSJ
Provinsi. Mutu pelayanan berkurang karena
indeks kepuasan masyarakat menurun. Sikap
pelaksana kebijakan tercermin dari
perilaku/kebiasaan pegawai sehari-hari dalam
beker- ja. Survei pada Standar Pelayanan
Minimal (SPM) tahun 2012 memberikan
gambaran bahwa belum se- mua unit pelayanan
yang diukur nilai SPMnya menca- pai nilai target.
Beberapa unit pelayanan mengalami penurunan
pencapaian pada parameter penilaiannya. Salah
satu penyebabnya adalah petugas masih
bekerja dengan pola-pola lama yang tidak
disiplin dan kepatuhan pada SOP yang belum
sepenuhnya dilakukan. Ketidakdisiplinan tidak
hanya di kalangan pegawai biasa tetapi juga
masih tampak pada bebe- rapa pejabat
struktural. Kepatuhan pada jam kerja masih
terabaikan. Pegawai meninggalkan ruang ker- ja
pada saat jam kerja tanpa ada keterangan dan
ruangan dibiarkan kosong. Demikianlah
kecende- rungan para pegawai di institusi
pemerintah untuk melanjutkan kebiasaan lama
mereka walaupun kebu- tuhan terhadap
pelayanan sudah berubah11.
Ketersediaan dana dalam proses
transformasi RSJ Provinsi menjadi PPK BLUD
juga sangat berpe- ngaruh. Tidak mudah untuk
melakukan kerjasama dengan seorang konsultan
BLUD dengan biaya yang ada di RSJ Provinsi
pada saat itu. Hal ini disebabkan karena untuk
menyewa jasa tenaga seorang konsul- tan
dibutuhkan biaya yang sangat besar.
Selain dana untuk proses transformasi,
sumber daya lain yang juga sangat
mempengaruhi keber- hasilan implementasi
kebijakan PPK BLUD tahun pertama di RSJ
Provinsi ini adalah ketersediaan dana awal atau
membiayai kegiatan tersebut. Bukan hanya saat ini baru menerapkan kebijakan PPK BLUD
kegiatan yang bersumber dana BLUD yang yang sa- ngat membutuhkan tenaga-tenaga
tertunda tetapi juga kegiatan yang bersumber profesional untuk meningkatkan mutu pelayanan
dana APBD. Kegiatan dari dana APBD yang kepada masyarakat. Hal ini tentu sangat
seharusnya dapat segera dilak- sanakan ikut disayangkan karena personil
tertunda karena RSJ Provinsi sudah tidak
diberikan lagi dana Uang Persediaan (UP). Su-
dah tidak ada fasilitas Ganti Uang (GU) dan
Tambahan Uang (TU) untuk dana kegiatan APBD
yang kurang. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan
harus menunggu dulu dana penerimaan
terkumpul. Kondisi ini tentu saja menghambat
pemenuhan kebutuhan di unit pela- yanan dan
menghambat kegiatan program lainnya seperti
pelatihan-pelatihan.
Kinerja keuangan, fleksibilitas sangat terasa
manfaatnya dalam sistem penganggaran dan
pembiayaan kegiatan. Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK
BLUD) RSJ Provinsi tidak lagi menggantungkan
pembiayaan kegiatan operasional pada dana
APBD saja tetapi sudah dapat menggunakan
langsung dana dari hasil jasa pelayanan. Sistim
penganggaran dapat digeser mengikuti kebutuhan
yang urgent sesuai kebutuhan dengan adanya
regulasi jenjang nilai pengadaan barang dan
bentuk pertanggungjawaban administrasi yang
tidak serumit pengadaan dari dana APBD. Sis- tim
pengadaan seperti ini sebagian besar kebutuhan
logistik pelayanan langsung dan pelayanan
penun- jang tidak lagi harus ditenderkan
sehingga proses pengadaan barang-barang
kebutuhan dapat diper- cepat. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan menerap- kan
mekanisme PPK BLUD, RSJ Provinsi perlahan-
lahan melakukan perubahan manajemen menjadi
ins- titusi pelayanan milik pemerintah yang
berorientasi pelanggan, sebab pemerintah yang
berorientasi pe- langgan adalah pemerintah yang
memenuhi kebu- tuhan pelanggan dan bukan
kebutuhan birokrasi8. Penetapan RSJ Provinsi
sebagai PPK BLUD tidak mengurangi intervensi
pemerintah daerah dalam hal pengelolaan
manajemen dan Sumber Daya Manusia (SDM)
karena status RSJ Provinsi yang tetap seba- gai
Lembaga Teknis Daerah (LTD) milik pemerintah
provinsi.
Keterbatasan jumlah pegawai di RSJ
Provinsi semakin diperparah dengan adanya
mutasi pegawai RSJ Provinsi ke instansi lain. RSJ
Provinsi sebagai organisasi LTD milik pemerintah
provinsi harus tun- duk pada aturan mutasi yang
dilakukan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD)
Provinsi. Badan Kepega- waian Daerah (BKD)
dalam melakukan mutasi tidak
mempertimbangkan kondisi RSJ Provinsi yang
merupakan sumberdaya yang paling mahal dan Umum Daerah (PPK-BLUD) pada Rumah
pal- ing penting dalam sektor kesehatan yang Sakit Stroke Nasional Bukittinggi, Tesis,
padat karya. Situasi ini menunjukkan bahwa Universitas Andalas, 2011.
status PPK BLUD penuh RSJ Provinsi belum 2. Thabrany H, Rumah Sakit Publik Berbentuk
membuat manaje- men RS otonomi secara BLU: Bentuk Paling Pas Dalam Koridor
penuh sementara sistem yang manajemen yang Hukum Saat Ini,
baik membutuhkan otonomi pada berbagai http://www.staff.ui.ac.id/internal/
aspek dan kebutuhan. Semakin ba- nyak aspek
manajemen yang diotonomikan maka rumah
sakit tersebut akan semakin mudah melaku- kan
pengelolaan rumah sakit9,12.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

Implementasi Kebijakan Pola Pengelolaan


Keu- angan Badan Layanan Umum Daerah
Sebagai Upa- ya Dalam Melakukan Manajemen
Perubahan Belum Berjalan Maksimal, karena: 1)
Tim Koalisi yang ber- tindak sebagai pengelola
kegiatan kurang memahami pelaksanaan
mekanisme kebijakan PPK BLUD se- hingga
tidak berani untuk bertindak maksimal da- lam
proses pengelolaan keuangan, 2) Tidak adanya
ketegasan dari para pimpinan di RSJ Provinsi
untuk menegakkan kedisiplinan terhadap aturan
yang ada,
3) Komunikasi terhadap para stakeholder
eksternal kurang aktif dilakukan oleh tim koalisi
sehingga me- nimbulkan perbedaan persepsi
diantara para stake- holder eksternal, dan 4)
Pemahaman dan dukungan stakeholder
eksternal belum semuanya sama.
Mengelola perubahan tidak selamanya
mengha- silkan dampak yang diinginkan. Inisiatif
perubahan dalam organisasi seringkali gagal
karena dampak yang terjadi bukan seperti yang
kita harapkan11.

Saran
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) memperkuat tim
koalisi melalui peningkatan capacity building
sehingga tim lebih percaya diri dan berani untuk
melaksanakan pengelolaan keuangan sesuai
dengan fleksibilitas yang diberikan.
Unsur pimpinan di lingkup Rumah Sakit
Jiwa (RSJ) dapat bertindak lebih tegas dalam
menegak- kan kedisiplinan terhadap aturan yang
ada.
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) seharusnya
bertindak lebih aktif untuk mensosialisasikan
mekanisme PPK-BLUD kepada para stakeholder
eksternal.

REFERENSI
1. Meidyawati, Analisis Implementasi Pola
Penge- lolaan Keuangan Badan Layanan
140163956/material/Rumah diakses pada 27 April 2012.
3. Kotter, John, Leading Change: Why Transfor- mation Efforts Fail, Boston: Harvard Business Review, ed.
March-April, 1995.
4. French, Bell, Zawacki, Organization Develop- ment and Transformation (Managing Effective Change),
McGraw-Hill Book Co, Singapore, 2000.
5. Subarsono AG, Analisis Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005.
6. Winardi, Manajemen Perubahan, Kencana, Jakarta, 2004.
7. Buse K, Mays N, Walt G, Making Health Policy, Membuat Kebijakan Kesehatan, London School of Hygiene and
Tropical Medicine, London, 2007.
8. Osborne and Gaebler, Mewirausahakan Birokra- si Reinventing Government (mentrasformasi Se- mangat
Wirausaha Kedalam Sektor Publik, Pus- taka Binaman Pressindo, Diterjemahkan oleh Abdul Rosyid, Jakarta
Pusat, 1995.
9. Trisnantoro L, Aspek Strategis Manajemen Rumah Sakit Antara Misi sosial dan Tekanan Pasar, Penerbit
Andi, Yogyakarta, 2005.
10. Roberts MJ, Hsiao W, Berman P and Reich MR, Getting Health Reform Right: A Guide to Improv- ing
Performance and Equity, Melaksanakan Reformasi Kesehatan Panduan untuk Mening- katkan Kinerja dan
Kesetaraan, Oxford Univer- sity Press, Diterjemahkan oleh Eunice Setiawan dan Laksmi Widyarini, Oxford,
2004.
11. Sunjaya D, Studi Kasus Peningkatan Fungsi Regulasi Dinas Kesehatan Kota Bandung dan Kota Yogyakarta,
Disertasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010.
12. Reinke, Perencanaan Kesehatan untuk Mening- katkan Efektifitas Manajemen, Jogyakarta, Gadjah Mada
University Press, Diterjemahkan oleh Laksono Trisnantoro dan Sigit Ryarto, 1994.

4. Masalah kesehatan masyarakat yang diajukan oleh peneliti dalam jurnal tersebut yaitu

STUDI EFEKTIVITAS PENERAPAN KEBIJAKAN PERDA KOTA TENTANG


KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DALAM UPAYA MENURUNKAN
PEROKOK AKTIF DI SUMATERA BARAT TAHUN 2013
Berdasarkan judul diatas permasalah yang diajukan oleh peneliti yaitu Efektivitas
kebijakan Perda Kota Tentang KTR dalam upaya menurunkan perokok aktif di Sumatera
barat
Peruabahan/Perbaikan kebijakan yang diharapkan oleh peneliti yaitu mengenai upaya
pemerintah untuk merumuskan berbagai regulasi dan kebijakan yang dapat
diimplementasikan dalam menanggulangi dampak bahaya rokok tersebut diantaranya
melalui Undang-Undang Kesehatan No. 36/2009. Berdasarkan berbagai kebijakan tersebut,
salah satu kebijakan yang wajib diimplementasikan oleh seluruh daerah di Indonesia
adalah menetapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang dapat dimulai dari institusi
kesehatan, pendidikan dan tempat-tempat umum lainnya tumbuh tidak ada lagi kita lihat
adanya iklan rokok. Terlaksananya KTR ini juga sangat tergantung dari ketersediaan dana,
sarana dan sumber daya manusia yang kuat dalam mensosialisasikan KTR ini, disamping
di perlukan adanya komitmen, dan peran serta dari masyarakat.

MANAJEMEN PERUBAHAN DI LEMBAGA PEMERINTAH: STUDI KASUS


IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAKSANAAN PPK-BLUD DI RUMAH SAKIT
JIWA PROVINSI NTB
Berdasarkan judul diatas maka permasalahan yang diajukan oleh peneliti yaitu mengenai
implementasi kebijakan pelaksanaan PPK-BLUD di Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB.
pelaksanaan PPK-BLUD adalah dua kegiatan utama yang bertujuan untuk mempercepat
implementasi kebijakan pelaksanaan PPK-BLUD di RSJ Provinsi.
Perubahan/perbaikan kebijakan yang diharapkan oleh peneliti yaitu Regulasi teknis
tersebut diharapkan dapat disahkan dan semakin memperkuat sistem manajemen
pelaksanaan PPK-BLUD di RSJ Provinsi.

Anda mungkin juga menyukai