Anda di halaman 1dari 25

Pengertian Kebijakan Publik Menurut Para

Ahli
Adapun pengertian kebijakan publik menurut para ahli yang
diantaranya yaitu:

 Menurut Leo Agustino, “2008:7”


Kebijakan publik ialah serangkaian tindakan/kegiatan
yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana
terdapat hambatan-hambatan “kesulitan-kesulitan” dan
kemungkinan-kemungkinan “kesempatan-kesempatan”
dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam
mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
 Menurut William N. Dunn “2003:132”
Kebijakan Publik “Publik Policy” adalah Pola
ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan
kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-
keputusan untuk tidak bertindak yang dibuat oleh badan
atau kantor pemerintah.

 Menurut Anderson, “1979:3”


Kebijakan publik meliputi segala sesuatu yang dinyatakan
dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.
Disamping itu kebijakan publik juga kebijakan yang
dikembangkan atau dibuat oleh badan-badan dan pejabat-
pejabat pemerintah.
 Menurut Dunn, “2003:132”
Dalam pembuatan kebijakan publik melibatkan tiga
elemen yaitu kebijakan, kebijakan publik dan lingkungan
kebijakan yang semuanya saling terhubung dan terkait.
 Menurut Winarno, “2002:16”
Kebijakan publik merupakan arah tindakan yang
mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor
atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau
suatu persoalan.

 Menurut Widodo, “2001:190”


Dalam praktiknya kebijakan publik baiknya harus
mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi


pada tujuan tertentu.
2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-
pejabat pemerintah.
3. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah dan bukan apa yang bermaksud akan
dilakukan.
4. Kebijakan publik bersifat positif “merupakan pemerintah
mengenai sesuatu masalah tertentu” dan bersifat negatif
“keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan
sesuatu”.
5. Kebijakan publik “positif”, selalu berdasarkan pada
peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa
“otoritatif”.

Baca Juga: Pengertian, Tujuan Dan Fungsi Kebijakan Fiskal


Menurut Para Ahli

Bentuk-Bentuk Kebijakan Publik


Kebijakan publik dapat dibagi mejadi tiga kelompok yaitu
“Tangkilisan, 2003:2”

 Kebijakan Publik Makro


Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat
juga dikatakan sebagai kebijakan yang mendasar. Contohnya:
 Undang-undang dasar negara Republik Indonesia 1945.
 Undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti
undang-undang.
 Peraturan pemerintah.
 Peraturan presiden.
 Peraturan daerah.

Dalam pengimplementasikan, kebijakan publik makro dapat


langsung diimplementasikan.

 Kebijakan Publik Meso


Kebijakan publik yang bersifat meso atau yang bersifat
menengah atau yang lebih dikenal dengan penjelas
pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berupa Peraturan Menteri,
Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati,
Peraturan Wali Kota, Keputusan Bersama atau SKB antar-
Menteri, Gubernur dan Bupati atau Wali kota.

 Kebijakan Publik Mikro


Kebijakan publik yang bersifat mikro, mengatur pelaksanaan
atau implementasikan dari kebijakan publik yang di atasnya.
Bentuk kebijakan ini misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh
aparat-aparat publik tertentu yang berada di bawah Menteri,
Gubernur, Bupati dan Wali kota.

Baca Juga: Pengertian Pers Beserta Fungsinya Menurut Para


Ahli

Tahapan Kebijakan Publik


Tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan Kebijakan Publik
yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan,
adopsi/legitimasi kebijakan, implementasi kebijakan, evaluasi
kebijakan. Tahap-tahap ini dilakukan agar kebijakan yang
dibuat dapat mencapai tujuan yang diharapkan “Budi Winarno,
2007:32-34”:

 Penyusunan Agenda
Penyusunan agenda adalah sebuah fase dan proses yang
sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses
inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut
sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik
dipertarungkan. Isu kebijakan “policy issues” sering disebut
juga sebagai masalah kebijakan “policy problem”, penyusunan
agenda kebijakan harus dilakukan berdasarkan tingkat urgensi
dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder.

 Formulasi Kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian
dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi
didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang
terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai
alternatif atau pilihan kebijakan yang ada.

 Adopsi Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada
proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam
suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara
akan mengikuti arahan pemerintah.

 Implementasi Kebijakan
Dalam tahap implementasi kebijakan akan menemukan
dampak dan kinerja dari kebijakan tersebut. Disini akan
ditemukan apakah kebijakan yang dibuat mencapai tujuan
yang diharapkan atau tidak.
 Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang
menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup
substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini evaluasi
dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya evaluasi
kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja,
melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan
demikian evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan
masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan
untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi,
maupun tahap dampak kebijakan.

Baca Juga : 7 Pengertian Implementasi Menurut Para Ahli


Lengkap

Unsur-Unsur Kebijakan Publik


Kebijakan publik merupakan suatu sistem ilmu yang terdiri
dari subsistem, dan dalam kebijakan publik terdapat dua (2)
perspektif, yaitu perspektif proses kebijakan dan struktur
kebijakan. Dari perspektif proses kebijakan terdapat tahapan
identifikasi masalah, tujuan, formulasi kebijakan, pelaksanaan
kebijakan dan evaluasi kebijakan. sedangkan pada perspektif
struktur, terdapat lima (5) unsure kebijakan, sebagai berikut :

 Tujuan kebijakan
Kebijakan yang baik harus mempunyai tujuan yang baik.
Tujuan yang baik tersebut sekurang-kurangnya harus
memenuhi 4 kriteria sebagai berikut :

1. Apa yang diinginkan untuk dicapai


2. Bersifat rasional atau realistis (rational or realistic)
3. Jelas (clear)
4. Berorientasi kedepan (future oriented)

 Masalah
Masalah merupakan unsur yang sangat penting dalam
kebijakan. Kesalahan dalam menentukan masalah secara
tepat dapat menimbulkan kegagalan total dalam seluruh
proses kebijakan. Jadi kalau suatu masalah telah dapat
diidentifikasi secara tepat, maka ini berarti sebagian
pekerjaan dapat dianggap dikuasai.

Sebab, apabila keliru mengidentifikasi masalah, maka orang


terperosok pada anggapan bahwa sebuah gejala sebagai
masalah. Sebagai contoh, kekeliruan mendiagnosa sakit panas
pada tubuh pasien antara orang awam dengan dokter.
Demikian juga kekeliruan dalam merumuskan masalah antara
urbanisasi dengan tingkat kriminalitas.
 Tuntutan (demand)
Secara umum sudah diketahui, bahwa partisipasi merupakan
indikasi dari masyarakat maju. Partisipasi itu dapat berbentuk
dukungan, tunttan dan tantangan atau kritik.

Seperti halnya prtisipasi pada umumnya, tuntutan dapat


bersifat moderat atau radikal. Kedua sifat ini tergantung
tingkat urgensinya, gerahnya masyarakat dan sikap
pemerintah dalam menggapai tuntutan itu. Tuntutan terjadi
karena salah satu dari 2 sebab sebagai berikut :

1. Karena terabaikannya kepentigan suatu golongan dalam


proses kebijakan , sehingga kebijakan yang dibuat
pemerintah dirasakan tidak memenuhi atau merugikan
kepentingan mereka.
2. Karena munculnya kebutuhan baru setelah tujuan
tercapai atau suatu masalah terpecahkan.

 Dampak (Impact)
Dalam ekonomi, dampak ganda disebut multiplier effect.
Misalnya kebijakan dalam investasi, perpajakan, atau
pengeluaran pemerintah untuk membiayai program rutin atau
pembangunan dan sebagainya. Tindakan kebijakan itu
membawa pengaruh pada pertambahan atau pengurangan
yang berlipat ganda atas pertambahan pendapatan masyarakat
secara menyeluruh. Multiplier effect juga dapat terjadi pada
bidang social dan politik baik positif maupun negative. Setiap
kebijakan yang bersifat positif ataupun negative dapat
berdampak positif atau negative pula.

 Sarana (Policy Instrument)


Suatu kebijakan dilaksanakan dengan menggunakan sarana
dimaksud. Sarana tersebut antara lain berupa kekuasaan,
insentif,pengembangan kemampuan, simbolis dan perubahan
kebijakan itu sendiri. Misalnya menghapus becak dan rumah
gubuk di DKI Jakarta menggunakan sarana kekuasaan.

Baca Juga : 6 Pengertian Polotik Dan Ilmu Politik Menurut


Para Ahli

Tingkat Dan Contoh Kebijakan


Kebijakan secara umum dapat dibedakan dalam tiga
tingkatan : kebijakan umum, kebijakan pelaksanaan, dan
kebijakan teknis.

 Kebijakan umum
Kebijakan umum adalah kebijakan yang menjadi pedoman atau
petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun
bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau
instansi yang bersangkutan. Suatu hal yang perlu diingat
adalah pengertian umum di sini bersifat relatif. Maksudnya,
untuk wilayah negara, kebijakan umum mengambil bentuk
undang-undang atau keputusan presiden dan sebagainya.
Sementara untuk suatu provinsi, selain dari peraturan dan
kebijakan yang di ambil pada tingkat pusat juga ada keputusan
gubernur atau peraturan daerah yang diputuskan oleh DPRD.

Agar suatu kebijakan umum dapat menjadi pedoman bagi


tingkatan kebijakan di bawahnya, ada beberapa kriteria yang
harus dipenuhi.

1. Cakupan kebijakan itu meliputi keseluruhan wawasannya.


Artinya, kebijakan itu tidak hanya meliputi dan ditujukan
pada aspek tertentu atau sektor tertentu.
2. Tidak berjangka pendek. Masa berlakunya atau tujuan
yang ingin dicapai dengan kebijakan tersebut berada
dalam jangka panjang ataupun tidak mempunyai batas
waktu tertentu. Karena itu tujuan yang digambarkan
sebagai kebijakan sering kali dianggap orang tidak jelas.
Istilah ―tidak jelas‖ ini tidak tepat. Tujuan jangka panjang
lebih dapat disebut ―samar-samar‖ karena gambarannya
yang bersifat umum. Keadaan ini hampir dapat disamakan
dengan penglihatan kita bila melihat seorang wanita
cantik dari jarak dua kilometer. Sosoknya tidak akan
terlihat dengan jelas.

Kecantikannya hanya tergambar secara umum dalam


bentuk keseluruhan. Gambarannya jelas berada dari
penglihatan dalam jarak lima puluh meter. Bahkan dapat
dikatakan aneh kalau dalam jarak dua kilometer dia
terlihat dengan jelas. Dengan kata lain, dalam suatu
kebijakan umum tidak tepat untuk menetapkan
sasarannya secara sangat jelas dan rumusanya secara
teknis. Rumusan yang demikian akan menghadapi
kekakuan dalam perubahan waktu jangka panjang dan
akan mengalami kesulitan untuk diberlakukan dalam
wilayah-wilayah kecil yang berbeda.

3. Strategi kebijakan umum tidak bersifat operasional.


Seperti halnya pada pengertian umum, pengertian
operasional atau teknis juga bersifat relatif. Sesuatu yang
dianggap umum untuk tingkat kabupaten mungkin
dianggap teknis atau operasional untuk tingkat provinsi
dan sangat operasional dalam pandangan tingkat
nasional. Namun, sekalipun suatu kebijakan bersifat
umum, tidak berarti kebijakan tersebut bersifat
sederhana. Makin umum suatu kebijakan, makin kompleks
dan dinamis kebijakan tersebut. Hal ini disebabkan
karena pada tingkat kebijakan umum banyak aspek yang
terlibat, banyak dimensi ilmu yang diperlukan untuk
menganalisisnya dan banyak pihak yang terkait.
Sebaliknya semakin teknis suatu kebijakan, semakin
tidak kompleks kebijakan itu.

 Kebijakan pelaksanaan
Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan
kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah
tentang pelaksanaan suatu undang-undang, atau keputusan
menteri yang menjabarkan pelaksanaan keputusan presiden
adalah contoh dari kebijakan pelaksanaan. Untuk tingkat
provinsi, keputusan bupati atau keputusan seorang kepala
dinas yang menjabarkan keputusan gubernur atau peraturan
daerah bisa jadi suatu kebijakan pelaksanaan.

 Kebijakan teknis
kebijakan teknis adalah kebijakan operasional yang berada di
bawah kebijakan pelaksanaan itu. Secara umum dapat
disebutkan bahwa kebijakan umum adalah kebijakan tingkat
pertama, kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan tingkat ke
dua, dan kebijakan teknis adalah kebijakan tingkat ke tiga
atau yang terbawah. Lembaga Administrasi Negara (1997),
mengemukakan tingkatan dalam kebijakan publik sebagai
berikut:

Baca Juga : Kebijakan Moneter Adalah

 Lingkup nasional
 Kebijakan nasional
1. Kebijakan Nasional adalah adalah kebijakan negara yang
bersifat fundamental dan strategis dalam pencapaian
tujuan nasional/negara sebagaimana tertera dalam
Pembukaan UUD 1945.
2. Yang berwenang menetapkan kebijakan nasional adalah
MPR, Presiden, dan DPR.
3. Kebijakan nasional yang dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan dapat berbentuk: UUD, Ketetapan
MPR, Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang (PERPU).

 Kebijakan umum

1. Kebijakan umum adalah kebijakan Presiden sebagai


pelaksanaan UUD, TAP MPR, UU,-untuk mencapai tujuan
nasional. Yang berwenang menetapkan kebijakan umum
adalah Presiden.
2. Kebijakan umum yang tertulis dapat berbentuk: Peraturan
Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (KEPPRES),
Instruksi Presiden (INPRES).

 Kebijakan pelaksanaan

Kebijaksanaan pelaksanaan adalah merupakan penjabaran


dari kebijakan umumsebagai strategi pelaksanaan tugas di
bidang tertentu. Yang berwenang menetapkan kebijakan
pelaksanaan adalah menteri/pejabat setingkat menteri dan
pimpinan LPND.Kebijakan pelaksanaan yang tertulis dapat
berbentuk Peraturan, Keputusan, Instruksi pejabat tersebut di
atas.

 Lingkup wilayah daerah


 Kebijakan umum

Kebijakan umum pada lingkup Daerah adalah kebijakan


pemerintah daerah sebagai pelaksanaan azas desentralisasi
dalam rangka mengatur urusan Rumah Tangga Daerah.

Yang berwenang menetapkan kebijakan umum di Daerah


Provinsi adalah Gubernur dan DPRD Provinsi. Pada Daerah
Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati, Walikota dan DPRD
Kabupaten/Kota. Kebijakan umum pada tingkat Daerah dapat
berbentuk Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi dan PERDA
Kabupaten/Kota.

 Kebijakan pelaksanaan

Kebijakan pelaksanaan pada lingkup Wilayah/Daerah ada 3


macam:

1. Kebijakan pelaksanaan dalam rangka desentralisasi


merupakan realisasi pelaksanaan PERDA;
2. Kebijakan pelaksanaan dalam rangka dekonsentrasi
merupakan pelaksanaan kebijakan nasional di Daerah;
3. Kebijakan pelaksanaan dalam rangka tugas pembantuan
(medebewind) merupakan pelaksanaan tugas Pemerintah
Pusat di Daerah yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Daerah.
Yang berwenang menetapkan kebijakan pelaksanaan
adalah:

 Dalam rangka desentralisasi adaiah Gubernur/


Bupati/Walikota
 Dalam rangka dekonsentrasi adalah Gubernur/
Bupati/Walikota
 Dalam rangka tugas pembantuan adalah Gubernur/
Bupati/Walikota
Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan tugas
pembantuan berupa Keputusan-keputusan dan Instruksi
Gubernur/Bupati/Walikota. Dalam rangka pelaksanaan
dekonsentrasi berbentuk Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.
Sementara tingkatan kebijakan berdasarakan sifat, antara
lain :

Baca Juga : Tax Amnesty adalah

 Tingkat Makro
Kebijakan Makro melibatkan masyarakat secara keseluruhan
dan para pemimpin pemerintah umumnya dalam pembentukan
kebijakan publik. Kebijakan Makro merupakan kebijakan yang
dapat mempengaruhi seluruh negeri (nasional). Misalnya
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan
Menteri Kesehatan, dan lainnya. Kebijakan Makro melibatkan
komunitas secara keseluruhan dan para pemimpin pemerintah
daerah pada umumnya dalam lingkup untuk kebijakan publik.

Partisipan di area kebijakan makro termasuk presiden,


eksekutif, legislatif, media komunikasi, juru bicara kelompok,
dan lainnya. Contoh Kebijakan Makro dalam bidang kesehatan
adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1464/MenKes/Per/X/2010 tentang Ijin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan.

Sumber Hukum dan Tata Urutan


Peraturan Perundang-undangan, tata urutan peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia adalah:

1. Undang-Undang Dasar 1945: merupakan hukum dasar


tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan
garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia: merupakan putusan Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang
ditetapkan dalam sidang-sidang MPR.
3. Undang-Undang: dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) bersama Presiden untuk melaksanakan UUD 1945
serta TAP MPR-RI.
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
5. Peraturan Pemerintah: dibuat oleh Pemerintah untuk
melaksanakan perintah undang-undang.
Keputusan Presiden: bersifat mengatur dibuat oleh
Presiden untuk menjalankan fungsi dan tugasnya berupa
pengaturan.

 Tingkat messo
Kebijakan Meso biasanya berfokus pada kebijakan tertentu
atau area fungsional, seperti angkutan udara niaga, kegiatan
perluasan pertanian, pembangunan dermaga dan sungai, atau
pemberian hak paten. Biasanya mencakup sarana oleh swasta
maupun pemerintah pada tingkat setempat. Target
pelaksanaan dari kebijakan meso dapat digunakan oleh umum
atau perseorangan, misalnya : untuk memperkuat dukungan
dalam lingkungan bisnis dan untuk mengubah bentuk
struktural suatu otonomi daerah.

Terbentuknya kebijakan Meso ini disebabkan tidak semua


orang peduli terhadap kebijakan publik yang telah ada, banyak
masyarakat yang hanya tertarik pada satu bidang saja
misalnya pejabat atau warga negara yang benar-benar tertarik
dalam kebijakan pelayaran maritim mungkin memiliki minat
yang kecil atau bahkan tidak ada dalam kebijakan kesehatan.
Contoh dari Kebijakan Meso dalam bidang kesehatan adalah
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 Tentang
Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok.
Contoh di atas membuktikan bahwa Kebijakan Meso pada
suatu daerah memiliki kebijakan yang berbeda.

 Tingkat mikro
Kebijakan mikro lebih melibatkan upaya yang dilakukan oleh
individu tertentu, suatu perusahaan, atau komunitas tertentu
yang hanya bertujuan untuk medapatkan keuntungan bagi
pihak mereka sendiri. Kebijakan mikro yang menjadi
kompetensi pada umumnya pelaku bisnis swasta, biasanya
mencakup strategi untuk peningkatan produktivitas
manajerial, pengembangan mutu Sumber Daya Manusia (SDM),
dan jejaringan kerja (networking).

Dalam suatu kebijakan mikro, pihak-pihak yang bersangkutan


dalam suatu instansi tertentu cenderung memiliki peraturan-
peraturan atau undang-undang pribadi tanpa campur tangan
dari pemerintah. Suatu perusahaan ingin keputusan yang
menguntungkan bagi perusahaanya sendiri, bagi beberapa
pihak dalam kebijakn mikro ini, tindakan dan keputusan
pemerintah tidak begitu diperhatikan selama campur tangan
dari pemerintah tersebut mendatangkan kerugian bagi
penganut kebijakan mikro.

Contoh kebijakan mikro adalah penerapan kebijakan dalam


Fakutas Kesehatan Mayarakat tentang Tatacara berpakaian
yang sopan tidak etat dan bersepatu dalam lingkup fakultas.
Hal ini dikategorikan sebagai Kebijakan Mikro karena
peraturan tersebut hanya berlaku dalam lingkup organisasi
(FKM UNAIR).

Baca Juga : Pranata Ekonomi


Peran Dan Fungsi Kebijakan Publik
Menurut Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn, terdapat
sepuluh macam peran kebijakan, yaitu:

 Policy as a Label for a Feld of Activity (Kebijakan sebagai


Sebuah Label atau Merk bagi Suatu Bidang Kegiatan
Pemerintah)

Penggunaan istilah kebijakan paling sering kita jumpai adalah


dalam konteks pernyataan-pernyataan umum mengenai
kebijakan ekonomi (economic policy) pemerintah., kebijakan
social (social policy) pemerintan atau kebijakan luar negri
(foreign policy) pemerintah. Dalam lingkup label yang masih
umumini kita masih dapat menemukan hal-hal lebih spesifik
yang mengacu kepada kabijakan pemerintah tersebut.
Beberapa contoh dapat dikemukakan disini. Misalnya, dalam
lingkup kebijakan ekonomi pemerintah Indonesia, ada
kebijakan imbal dagang dengan Negara-negara di timor
tengah, kebijakan memberikan tax holiday kepada investor
asing, kebijakan penghematan energy, kebijakan
penangulangan kemiskinan perkotaan, kebijakan penigkatan
ekspor non migas dan kebijakan privatisasi badan usaha milik
Negara (BUMN).

Dalam lingkup kebijakan social, misalnya ada kebijakan


memberikan vaksin polio secara gratis bagi ribuan anak dari
kelangan keluarga miskin, pemberian beras untuk keluarga
miskin (raskin) atau kebijakan pemberian kredit murah untuk
perumahan rakyat dan lain sebagainya.

Konsep lain yang meski lebih abstrak sifatnya, namun


bermanfaat adalah yang disebut ruang kebijakan (policy
space). Konsep ini dapat kita pergunakan untuk
menggambarkan bagaiamana suatu ruang kebijakan tertentu
cenderung semakin padat sepanjang tahun, yang ditandai
dengan semakin gencarnya campur tangan pemerintah dan
semakin kompleksnya interaksi antar instansi pemerintah
yang terlibat didalamnya. Sebaliknya, konsep itu juga dapat
kita pakai untuk menggambarkan betapa pada ruang kebijakan
tertentu masih relative kosong dari campur tangan
pemerintah.

 Policy as an Expression of General Purpose or Desired


State of Affairs (Kebijakan sebagai Suatu Pernyataan
Mengenai Tujuan Umum atau Keadaan Tertentu yang
Dikehendaki)

Istilah kebijakan kerapkali juga dipakai untuk menunjukkan


adanya pernyataan- pernyataan kehendak ( keinginan )
pemerintah mengenai tujuan-tujuan umum dari kegiatan-
kegiatan yang dilakukannya dalam suatu bidang tertentu, atau
mengenai keadaan umum yang diharapkan dapat dicapai
dalam kurun waktu tertentu.

Beberapa contoh mengenai pernyataan kehendak dari


pemerintah tersebut misalnya, keinginan pemerintah untuk
mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
pancasila, keinginan pemerintah untuk meningkatkan kualitas
pendidikan, keinginan pemerintah untuk meningkatkan
swasembada pangan, menciptakan disiplin nasional, dan
keinginan pemerintah untuk memberantas KKN. Memang
sebagai sebuah pernyataan kehendak, kosep kebijakan dalam
pengertian seperti itu jelas belum ―membumi‖ atau belum
operasional dan dalam banyak hal ia masih sebatas wacana,
lebih merupakan retorika politik ketimbang kenyataan.

Baca Juga : Pengertian Pasar Output


 Policy as Spesific Proposals (Kebijakan sebagai Usulan-
Usulan Khusus)

Kebijakan kadang kala juga dimaksudkan untuk menunjukkan


adanya usulan-usulan tertentu (spesifik), baik yang dilontarkan
oleh mereka yang berada diluar struktur pemerintah
(kelompok-kelompok kepentingan atau pertain politik) maupun
yang disampaikan oleh mereka yang berada di struktur
pemerintahan semisal anggota kebinet agar dilaksanakan oleh
pemerintah. Usulan-usulan tersebut biasanya dimaksudkan
untuk mempengaruhi proses pengesahan kebijakan mungkin
bersifat sementara, atau terkait dengan usulan-usulan lainnya,
atau mungkin pula menunjukkan cara-cara untuk mencapai
tujuan-tujuan yang lebih besar (makro).

 Policy as Decision of Government (Kebijakan sebagai


Keputusan-Keputusan Pemerintah)

Suatu keputusan pemerintah harus mendapat pengesahan agar


dapat menjadi suatu kebijakan publik. Peluang bagi setiap
keputusan pemerintah apakah pada akhirnya akan mendapat
pengesahan dari parlemen (DPR), atau sebaliknya ditolak,
sedikit banyak akan ditentukan oleh mekanisme dan corak
struktur politik yang berlaku di masing-masing sistem politik.

 Policy as Formal Authorization (Kebijakan sebagai Bentuk


Otorasi atau Pengesahan Formal)

Apabila pada suatu saat seorang menteri menyatakan bahwa


pemerintah telah ―punya kebijakan‖ mengenai suatu bidang
permasalahan tertentu, maka yang biasanya diacu olehnya
adalah adanya undang-undang yang telah disahkan oleh DPR
atau adanya seperangkat peraturan pemerintah (PP) yang
memungkinkan agar suatu tindakan tertentu dapat
dilaksanakan. Sering pula dikatakan oleh para pejabat
pemerintah setingkat direktur jendral (Dirjen) atau sekretaris
jendral (Sekjen) jika suatu rancangan Undang-Undang, maka
dianggap bahwa kebijakan itu telah diimplementasikan.

 Policy as Programme (Kebijakan sebagai Program)

Program pada umumnya adalah suatu lingkup kegiatan


pemerintah yang relatif khusus dan cukup jelas batas-
batasnya. Dalam konteks program itu sendiri biasanya akan
mencakup serangkaian kegiatan yang manyangkut
pengesahan/legislasi pengorganisasian danpengerahan atau
penyediaan sumber-sumber daya yang diperlukan.

 Policy as Output (Kebijakan sebagai Keluaran)

Sebagai keluaran, maka kebijakan itu dilihat dari apa yang


senyatanya dihasilkan atau diberikan oleh pemerintah, sebagai
kebalikan dari apa yang secara verbal telah dijanjikan atau
telah disahkan lewat undang-undang. Keluaran itu bentuknya
macam- macam, misalnya pemberian manfaat secara langsung
(berupa uang), pemberian pelayanan kepada publik berupa
barang (air bersih atau beras untuk orang miskin) atau jasa
tertentu (pemberian vaksin polio), pemberlakuan peraturan-
peraturan, himbauan-himbauan simbolik atau pengumpulan
pajak. Dengan demikian, bentu keluaran-keluaran itu dapat
saja berbeda antara kebijakan yang satu dnegan yang lainnya.

 Policy as Outcome (Kebijakan sebagai Hasil Akhir)

Cara akhir untuk memahami makna kebijakan adalah dengan


melihatnya dari sudut hasil akhirnya, yaitu dari apa yang
senyatanya telah dicapai. Meski penting, dalam praktik upaya
untuk menarik garis pembeda antara keluaran-keluaran
kebijakan dan hasil akhir kebijakan (dampak dari kegiatan-
kegiatan tersebut) tidaklah begitu mudah. Patut dicatat,
bahwa cara memahami kebijakan dari sudut hasil akhir itu
akan memungkinkan kita untuk memberikan penilaian
mengenai apakah tujuan formal/normatif dari suatu kebijakan
benar-benar telah terbukti terwujud dalam praktik kebijakan
yang sebenarnya.

 Policy as a Theory or Model (Kebijakan sebagai Teori atau


Model)

Semua kebijakan, pada dasarnya mengandung asumsi-asumsi


mengenai apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan
akibat yang ditimbulkan. Asumsi-asumsi ini memang jarang
dikemukakan secara terus terang atau eksplisit. Namun,
kebijakan publik itu pada umumnya memuat suatu teori atau
model tertentu yang manyiratkan adanya hubungan sebab
akibat.

 Policy as Process (Kebijakan sebagai Proses)

Jika konsep kebijakan publik kita pandang sebagai proses,


yakni sebagai proses politik, maka oleh sebagian pakar
adakalanya hal tersebut dipersepsikan sebagai sebuah
siklus.disini pusat perhatian akan diberikan kepada tahap-
tahap yang ada pada siklus tersebut.

Dilihat sebagai sebuah siklus, maka pembuatan kebijakan


(public policy making) akan bermula dari adanya isu-isu
tertentu yang dianggap oleh pemerintah sebagai suatu
masalah, kemudian pemerintah mulai mencari alternatif-
alternatif tindakan kearah pemecahannya, dilanjutkan dengan
adopsi kebijakan serta diimplementasikan oleh institusi atau
personel terkait, dievaluasi, diubah dan pada kahirnya akan
diakhiri atas dasar keberhasilannya.

Baca Juga : Pasar Input

Siklus Kebijakan Dan Model Sederhana dari


Proses Kebijakan
Pada tahun 1956 Lasswell memperkenalkan tujuh tahap model
proses kebijakan yang terdiri dari kabar, dorongan,
rekomendasi, permohonan, penerapan, keputusan, penilaian
kebijakan. Model ini telah sangat berhasil sebagai kerangka
dasar bagi bidang studi kebijakan dan menjadi titik awal dari
berbagai tipologi proses kebijakan. Versi- versi yang
dikembangkan oleh Brewer dan Deleon (1983), Mei dan
Wildavsky (1978), Anderson (1975), dan Jenkins (1978) adalah
salah satu yang paling banyak diadopsi. Saat ini, differensiasi
antara agenda-setting, perumusan kebijakan, pengambilan
keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi (yang akhirnya
mengarah ke terminasi) telah menjadi cara yang konvensional
untuk dapat menggambarkan kronologi proses kebijakan.

Pemahaman Lasswell tentang model proses kebijakan lebih


bersifat preskriptif (memberikan arahan) dan normatif daripada
deskriptif dan analitis. Tahapan- tahapan linear yang
dikemukakan oleh Lasswell didesain seperti model pemecahan
masalah dan mirip dengan model dari perencanaan dan
pengambilan keputusan di teori organisasi dan administrasi
publik. Sementara studi empiris tentang pengambilan
keputusan dan perencanaan dalam organisasi, yang dikenal
sebagai teori pengambilan keputusan dan perencanaan dalam
organisasi, yang dikenal sebagai teori perilaku pengambilan
keputusan yang dikemukakan oleh Simon (1947), telah
berulang kali menunjukkan bahwa pembuatan keputusan pada
kenyataannya di dunia nyata biasanya tidak selalu mengikuti
urutan tahapan ini.

Menurut model rasional, pembuatan keputusan apapun harus


didasarkan pada analisis yang komperehensif terhadap
masalah dan tujuan, diikuti oleh koleksi inklusif dan analisis
informasi dan mencari alternatif terbaik untuk mencapai
tujuan tersebut. Ini meliputi analisis biaya dan manfaat dari
opsi berbeda dan seleksi akhir arah tindakan.

Perspektif tahapan Lasswell kemudian berubah menjadi model


siklus setelah dikombinasikan dengan model input-output
Easton. Perspektif siklus menekankan proses umpan balik
antara outpu dan input dari pembuatan kebijakan, yang
menyebabkan proses kebijakan berlangsung terus-menerus.
Tahap model siklus ini diantaranya pertama, masalah
didefinisikan dan dimasukkan dalam agenda, kebijakan
selanjutnya dikembangkan, diadopsi dan diimplementasikan,
dan, akhirnya kebijakan ini akan dinilai terhadap efektivitas
dan efisiensi dan baik dihentikan atau dimulai ulang.

Baca Juga : Manajemen Kinerja

 Tahap-tahap Siklus Kebijakan


Dalam menyusun suatu kebijakan, urutan-urutan perlu dilalui,
dari mulai perumusan masalah, dan diakhiri dengan
penghentian kebijakan. Tahap-tahap siklus kebijakan
diantaranya adalah sebagai berikut.

 Agenda Setting

Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat


strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah
memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai
masalah publik dan prioritas dalam agenda publik
dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status
sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam
agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi
sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam agenda
setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik
yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue
kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah
kebijakan (policy problem).

Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang


pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang
telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan
mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William
Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari
adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan
maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak
semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan. Ada
beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan
publik (Kimber, 1974; Salesbury 1976; Sandbach, 1980;
Hogwood dan Gunn, 1986)diantaranya:

1. Telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan,


2. Akan menjadi ancaman yang serius;
3. Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu à
berdampak dramatis;
4. Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang
banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media
massa;
5. Menjangkau dampak yang amat luas ;
6. Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam
masyarakat ;
7. Menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit
dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)
 Formulasi Kebijakan dan Pengambilan Keputusan

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian


dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi
didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang
terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai
alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya
dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda
kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing
slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang
diambil untuk memecahkan masalah.

 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam


proses kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus
diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang
diinginkan. Implementasi kebijakan dipandang dalam
pengertian luas merupakan alat administrasi publik dimana
aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya
diorganisasikan secara bersama-sama untuk menjalankan
kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan.

 Evaluasi dan Penghentian Kebijakan

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai


kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan
yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam
hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional.
Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap
akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses
kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi
tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program
yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan,
implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

Baca Juga : Manajemen Logistik

 Kritik

Terkait dengan deskripsi, model tahapan dikatakan mengalami


ketidaktepatan deskriptif karena realitas empiris tidak sesuai
dengan klasifikasi proses kebijakan dalam tahap diskrit dan
berurutan. Implementasi, misalnya, mempengaruhi agenda-
setting; atau kebijakan akan dirumuskan sementara beberapa
lembaga uji coba lapangan untuk menegakkan program
ambigu, atau penghentian kebijakan harus dilaksanakan.
Dalam sejumlah kasus itu lebih atau kurang mungkin, atau
setidaknya tidak berguna, untuk membedakan antara tahap.
Dalam kasus lain, urutan terbalik, beberapa tahapan
kehilangan sepenuhnya atau ada bersamaan.

Dalam hal nilai konseptual, siklus kebijakan kekurangan


mendefinisikan elemen kerangka teoritis. Secara khusus,
model tahapan tidak menawarkan penjelasan kausal untuk
transisi antara tahapan yang berbeda. Oleh karena itu, studi
tahap tertentu menarik pada sejumlah konsep teoritis yang
berbeda yang belum diturunkan dari kerangka siklus itu
sendiri. Model khusus yang dikembangkan untuk menjelaskan
proses dalam tahap tunggal tidak terhubung dengan
pendekatan lain mengacu pada tahap lain dari siklus
kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai